LATAR BELAKANG
Salah satu contoh aritmia sebagai penyulit anestesia yaitu pada pasien yang
menggunakan beberapa jenis obat tertentu sehingga merubah respons fisiologi tubuh. Obat
digitalis untuk mengobati payah jantung atau aritmia supra ventrikuler, cenderung mudah
mengalami aritmia ventrikuler jika mendapat efedrin atau adrenalin.
Angka kematian akibat kardiovaskular yang disebabkan akibat aritmia kurang lebih
sebesar 20%. Takikardi atau fibrilasi ventrikular merupakan penyebab tersering yang dapat
mengancam nyawa. Kejadian aritmia dapat disebabkan karena gangguan tonus autonomik,
abnormalitas struktur anatomi dan metabolisme otot ventrikel.
Pemeriksaan ECG juga perlu dilakukan untuk melihat gangguan irama, aliran koroner
dan infark. Obat anestesia yang sebagian besar mengakibatkan depresi napas dan gangguan
kontraksi otot jantung, dalam keadaan hipoksia dapat menyebabkan aritmia yang
memerlukan terapi. Pasien dengan gangguan irama jantung diupayakan untuk diberikan
terapi terlebih dahulu.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Untuk membaca irama jantung, disamping frekuensi dan teratur atau tidaknya, harus
dilihat juga tempat asal (fokus) irama tersebut. Nodus SA merupakan fokus irama jantung
yang paling dominan, sehingga pada umumnya irama jantung adalah irama sinus. Bila
nodus SA tidak dapat lagi mendominasi fokus lainnya, maka irama jantung akan
ditentukan oleh fokus lainnya itu. Fokus irama jantung ini menjadi dasar dari klasifikasi
aritmia.
Etiologi ini dapat saling memberatkan satu sama lain, misalnya bila telah ada
hipertrofi otot jantung, kemudian timbul pula iskemia dan gangguan balance elektrolit
maka aritmia akan lebih mudah timbul.
Gangguan irama jantung (disritmia atau aritmia) tidak hanya terbatas pada denyut
jantung yang tidak teratur, tetapi juga termasuk kecepatan denyut jantung yang abnormal dan
gangguan konduksi.
Bradikardia Sinus
Bradikardia sinus ialah irama sinus yang kurang dari 60 kali per menit. Hal ini sering
diketemukan pada olahragawan yang terlatih. Pada pasien usia lanjut bradikardia sinus dapat
disebabkan oleh gangguan faal nodus sinus. Bradikardia sinus dapat juga disebabkan karena
miskedema (hipotiroidisme), hipotermia, vagotonia, dan tekanan intrakranial yang meninggi.
Umumnya bradikardia sinus tidak perlu diobati bila tidak ada keluhan. Tetapi bila denyut
kurang dari 40 kali per menit dan pasien merasa gelap (black out), mendapat serangan sinkop,
lelah, hipotensi karena curah jantung yang menurun, maka sebaiknya diobati dengan sulfas
atropine, yang dapat diberikan secara intravena. Bila tidak berhasil dengan terapi
medikamentosa, kadang-kadang perlu pemasangan pacu jantung.
Blok Sinoatrial
Blok sinoatrial ialah keadaan dimana pembentukan impuls di nodus sinus masih
normal tapi impuls dari nodus sinus tidak dapat mencapai atrium secara lengkap sehingga
pada gelombang P pada EKG tidak muncul pada waktunya dan jarak interval P-P menjadi
dua kali jarak interval P-P yang normal.
Keadaan ini dapat disebabkan oleh stimulasi vagus yang berlebihan, miokarditis,
penyakit jantung koroner, terutama infark jantung bagian inferior, keracunan digitalis atau
obat anti aritmia yang lain. Blok sinoatrial dapat menimbulkan serangan sinkop pada pasien.
Pengobatan ditujukan pada penyakit dasarnya disertai pemberian sulfas atropine, atau
perangsang beta adrenergic, seperti efedrin, isoproterenol, alupen. Pasien yang resisten
terhadap pengobatan perlu dilakukan pemasangan pacu jantung.
Aritmia Sinus
Aritmia sinus ialah kelainan irama jantung dimana irama sinus menjadi lebih cepat
pada waktu inspirasi dan menjadi lebih lambat pada waktu ekspirasi. Keadaan ini menjadi
lebih nyata ketika pasien disuruh menarik napas dalam. Aritmia ini hilang kalau timbul
takikardia pada pasien karena melakukan kegiatan olahraga atau pasien menderita demam.
Keadaan ini dapat ditemukan pada individu sehat dan tidak membutuhkan pengobatan.
Takikardia Sinus
Takikardia sinus ialah irama sinus yang lebih cepat dari 100 kali per menit. Keadaan
ini bisa ditemukan pada bayi dan anak kecil, dan takikardia sinus juga sering ditemukan pada
beberapa keadaan stress fisiologis maupun patologis seperti kegiatan fisik (olah raga),
demam, hipertiroidisme, anemia, infeksi, sepsis, hipovolemia, penyakit paru kronik. Obat-
obatan seperti atropine, katekolamin, kafein, hormone tiroid dapat menimbulkan takikardia
sinus. Takikardia juga bisa dapat disebabkan karena gagal jantung. Terapi ditujukan pada
kelainan dasarnya. Pemberian digitalis hanya pada gagal jantung. Pada hipertiroidisme
kadang-kadang perlu diberikan penghambat beta.
Fibrilasi Atrial
Pada fibrilasi atrial terjadi eksitasi dan recovery yang sangat tidak teratur pada atrium.
Oleh karena itu impuls listrik yang timbul dari atrium juga sangat cepat dan sama sekali tidak
teratur. Pada pemeriksaan EKG akan tampak adanya gelombang fibrilasi (fibrillation wave)
yang berupa gelombang yang sangat tidak teratur dan sangat cepat dengan frekuensi dari 300
sampai 500 kali per menit. Bentuk gelombang fibrilasi dapat kasar (coarse atrial fibrillation)
dengan amplitude lebih dari 1 mm, atau halus (fine atrial fibrillation) sehingga
gelombangnya tidak begitu nyata. Biasanya hanya sebagian kecil dari impuls tersebut yang
sampai di ventrikel karena dihambat oleh nodus AV yang melindungi ventrikel, supaya
denyut ventrikel tidak terlalu cepat, sehingga akan menimbulkan denyut ventrikel antara 80-
150 per menit.
Pada pemeriksaan klinis ditemukan irama jantung yang sama sekali tidak teratur
dengan bunyi jantung yang intensitasnya tidak sama. Seringkali didapatkan adanya defisit
pulsus. Diagnosis dapat dengan mudah dilakukan dengan pemeriksaan EKG.
Fibrilasi atrial dapat berlangsung sebentar (paroksismal) atau menetap. Fibrilasi atrial
dapat disebabkan karena penyakit katup mitral, seperti stenosis mitral, penyakit jantung
iskemia, infark miokard akut, tirotoksikosis, dan infeksi akut pada jantung.
Pengobatan tergantung pada cepatnya denyut jantung, penyebab dan keadaan pasien.
Bila denyut jantung cepat sekali, lebih dari 150 per menit dan pasien dalam keadaan shock,
mungkin perlu dilakukan kardioversi dengan direct current counter shock. Bila denyut
jantung cepat sekali dan pasien dengan gagal jantung, dapat diberikan digoksin secara
intravena bersama-sama dengan pemberian furosemid dan amiodaron secara intravena.
Bila denyut jantung tidak terlalu cepat dapat diberikan digoksin secara oral untuk
mengontrol denyut jantung, kadang-kadang perlu diberikan bersama penyekat beta misalnya
pada tirotoksikosis atau dapat diberikan verapamil kalau ada kontraindikasi pemberian
penyekat beta.
Untuk mengkonversi fibrilasi menjadi irama sinus dapat diberikan amiodaron secara
intravena, rhythmonom propafenon per oral atau disopiramid secara oral. Akhir-akhir ini ada
obat baru yang lebih efektif untuk konversi fibrilasi atrial seperti dofetilid dan ibutilid.
Ekstrasistol Nodal
Irama ektopik dapat berasal dari nodus AV. Seperti ekstrasistol atrial biasanya bersifat
jinak. Secara klinis ekstrasistol nodal tidak dapat dibedakan dengan ekstrasistol ventrikular
atau atrial. Diagnosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan EKG yang menunjukkan
gambaran seperti ekstrasistol atrial, kecuali gelombang P dari ekstrasistol berbentuk negatif
di hantaran II atau gelombang P tak tampak, atau gelombang P muncul setelah kompleks
QRS.
Ekstrasistol Ventrikel
Ekstrasistol ventrikel ialah gangguan irama dimana timbul denyut jantung prematur
yang berasal dari fokus yang terletak di ventrikel. Ekstrasistol ventrikel dapat berasal dari
satu fokus atau lebih (multifocal). Ekstrasistol ventrikel merupakan kelainan irama jantung
yang paling sering ditemukan dan dapat timbul pada jantung yang normal. Biasanya
frekuensinya bertambah dengan bertambahnya usia, terlebih bila banyak minum kopi,
merokok atau emosi.
Ekstrasistol ventrikel dapat disebabkan oleh iskemia miokard, infarks miokard akut,
gagal jantung, sindrom QT yang memanjang, prolaps katup mitral, cerebrovaskular accident,
keracunan digitalis, hipokalemia, miokarditis, kardiomiopati. Pengobatan ditujukan pada
penyakit dasarnya atau pengobatan perlu diberikan pada ventrikel ekstrasistol yang dapat
berkembang menjadi aritmia ventrikel yang lebih berbahaya, seperti takikardia ventrikel.
Pada pasien dengan infark jantung akut terapi perlu diberikan bila ekstrasistol
dianggap maligna, karena dapat berkembang menjadi aritmia ventrikel yang berbahaya
seperti takikardia atau fibrilasi ventrikel. Ekstrasistol yang maligna yaitu yang jumlahnya
lebih dari 5 kali per menit, ekstrasistol ventrikel yang timbul berturut-turut (consecutive),
ekstrasistol ventrikel yang multifocal, ekstrasistol yang timbul pada gelombang T (R on T).
Obat yang paling sering dipakai pada ekstrasistol ventrikel yang maligna pada infark
jantung akut ialah xilokain yang diberikan secara intravena dengan dosis bolus 1-2 mg per kg
berat badan, dilanjutkan dengan infus 1-2 per menit. Dosis dapat dinaikkan sampai 4 mg per
menit. Obat lain yang dapat dipakai amiodaron, meksiletin, dilantin. Pada pasien yang tak ada
kelainan jantung organik lain maka pengobatan ekstrasistol ditujukan pada terapi non
farmakologi seperti menghentikan kebiasaan minum kopi, merokok, menghindari obat-obat
simpatomimetik seperti adrenalin, efedrin dan lain-lain. Kadang-kadang perlu pemberian
tranquilizer pada pasien yang banyak ketegangan.
Takikardia Ventrikel
Takikardia ventrikel ialah ekstrasistol ventrikel yang timbul berturut-turut 4 kali atau
lebih. Kelainan irama ini berbahaya dan membutuhkan pengobatan segera. Takikardia
ventrikel mudah berkembang menjadi fibrilasi ventrikel dan dapat menyebabkan henti
jantung (cardiac arrest). Penyebab takikardia ventrikel antara lain penyakit jantung koroner,
infark miokard akut, gagal jantung, keracunan digitalis. Takikardia umumnya menunjukkan
adanya penyakit jantung yang berat. Diagnosis takikardia ventrikel ditegakkan bila
ditemukan takikardia dengan kecepatan 150-210 per menit, umumnya teratur tapi kadang-
kadang sedikit tidak teratur. Biasanya timbul tiba-tiba dan tidak pernah terjadi sebelumnya.
Penekanan pada bola mata atau penekanan pada arteri karotis tidak ada efek apa-apa.
Intensitas bunyi jantung kadang-kadang berubah-ubah karena adanya disosiasi AV.
Kepastian diagnosis ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan EKG dimana
didapatkan adanya takikardia dengan kompleks QRS yang lebar, lebih dari 0,21 detik dan tak
ada hubungan dengan gelombang P. Kadang-kadang sukar dibedakan dengan takikardia atrial
paroksismal disertai konduksi aberan. Sehingga kadang-kadang diperlukan pemeriksaan His
bundle electrocardiogram untuk untuk menegakkan diagnosis yang pasti.
Pengobatan dengan memakai xilokain 1-2 mg per kgbb dilanjutkan dengan pemberian
infus 1-2 mg per menit seperti pada pengobatan ekstrasistol ventrikel yang maligna. Infus
diberikan paling sedikit selama 24 jam, selanjutnya dapat diberikan amiodaron, meksiletin
atau sotalol secara oral. Dalam keadaan akut selain xilokain juga dapat diberikan amiodaron
per infus. Bila pasien dalam keadaan distress, gagal jantung atau syok harus segera dilakukan
defibrilasi dengan DC shock dengan dosis 50-100 Joules.
Fibrilasi Ventrikel
Fibrilasi ventrikel ialah irama ventrikel yang chaos dan sama sekali tidak teratur. Hal
ini menyebabkan ventrikel tak dapat berkontraksi dengan cukup sehingga curah jantung
sangat menurun, bahkan sama sekali tidak ada, sehingga tekanan darah dan nadi tidak bisa
diukur, pasien tidak sadar dan bila tidak segera ditolong akan menyebabkan kematian.
Fibrilasi ventrikel paling sering karena penyakit jantung koroner, terutama infark miokard
akut, penyebab lain intoksikasi digitalis, sindrom QT yang memanjang. Pada pasien harus
secepatnya dilakukan resusitasi jantung paru, yaitu pernapasan buatan dan pijat jantung dan
secepatnya dilakukan direct current countershock dengan dosis 400 Joules. Pasien juga
diberikan xilokain atau amiodaron secara intravena. Pertolongan harus diberikan dalam 2-4
menit, bila tidak terlambat prognosis cukup baik. Bila sudah lebih dari 5 menit dapat terjadi
kerusakan otak, sehingga walaupun irama jantung kembali normal, mungkin kesadaran
pasien tidak dapat kembali.
Takikardia Idioventrikular
Pada takikardia idioventrikular, gambaran EKG memperlihatkan adanya kompleks
QRS yang berasal dari ventrikel (lebar dan bizarre) berturut-turut 3 atau lebih dengan
kecepatan 60-100 kali per menit. Keadaan ini disebut juga slow ventricular tachycardia atau
accelerated idioventricular rhythm. Kelainan ini paling sering disebabkan oleh infark
miokard akut. Takikardia idioventrikular biasanya tidak berbahaya dan tidak memerlukan
pengobatan. Bila terjadi terus-menerus dan ditemukan tanda hipoperfusi jaringan, maka perlu
diberi terapi dengan atropine sulfat 0,5-1 mg secara intravena.
Gangguan Konduksi
Heart block (blok jantung). Istilah blok jantung menunjukkan suatu keadaan dimana
terjadi gangguan konduksi di nodus AV. Interval PR ialah waktu yang dibutuhkan oleh
impuls listrik untuk menjalar dari atrium ke nodus AV dan His bundle serta cabang-
cabangnya sampai ke ventrikel. Interval PR yang normal berkisar antara 0,12-0,20 detik.
Berdasarkan pemeriksaan EKG blok AV dibagi 3, yaitu :
Blok AV tingkat I
Pada blok AV tingkat I interval PR memanjang lebih dari 0,20 detik
Blok AV tingkat II
Terjadi kegagalan impuls dari atrium untuk mencapai ventrikel secara intermiten,
sehingga denyut ventrikel berkurang
Blok AV tingkat III (blok jantung yang komplit=complete heart block)
Terjadi blok total di nodus AV sehingga impuls dari atrium sama sekali tidak
dapat sampai ke ventrikel, sehingga ventrikel berdenyut sendiri karena stimulasi
impuls yang berasal dari ventrikel sendiri.
Blok AV Tingkat I
Blok AV tingkat I umunya disebabkan karena gangguan konduksi di proksimal His
Bundle, hal ini disebabkan karena intoksikasi digitalis, peradangan, proses degenerasi atau
variasi normal. Biasanya tidak membutuhkan terapi apa-apa dan prognosanya baik.
Blok AV Tingkat II
Dibagi 2, yaitu Mobitz tipe I (Wenckebach block) dan Mobitz tipe II. Pada Mobitz
tipe I interval PR secara progresif bertambah panjang sampai suatu ketika impuls dari atrium
tidak dapat sampai ke ventrikel dan denyut ventrikel (kompleks QRS) tidak tampak atau
gelombang P tidak diikuti oleh kompleks QRS. Pada pemeriksaan His Bundle
Electrocardiogram (elektrokardiogram bundle His) biasanya lokasi dari blok proksimal dari
Bundle His. Mobitz tipe I dapat disebabkan karena tonus vagus yang meningkat, keracunan
digitalis atau iskemia. Bila tidak menimbulkan keluhan dan tidak ada gangguan hemodinamik
tidak memerlukan pengobatan.
Pada Mobitz tipe II, interval PR tetap sama ttapi didapatkan denyut ventrikel yang berkurang
(dropped beat). Kekurangan denyut ventrikel dapat teratur atau tidak, seperti 2:1, 4:1, 4:3 dan
sebagainya. Pemeriksaan elektrokardiogram bundle His menunjukkan gangguan konduksi
distal dari bundle His. Etiologinya adalah infark miokard akut, miokarditis, proses degenerasi
(penyakit Lev’s atau Lenegre). Kelainan dapat timbul sementara dan kembali normal,
menetap, atau berkembang jadi blok yang komplit. Pasien dengan Mobitz tipe II dapat timbul
serangan sinkop dan sebaiknya dilakukan pemasangan pacu jantung.
Sindrom Praeksitasi
Sindrom ini ditandai dengan adanya depolarisasi ventrikel yang premature. Termasuk
dalam golongan ini ialah sindrom Wolff Parkinson White (WPW) dan sindrom Lown Ganong
Levine (LGL). Pada WPW gambaran EKG menunjukkan adanya gelombang P yang normal,
interval PR yang memendek, kurang dari 0,11 detik, kompleks QRS melebar karena adanya
gelombang delta (adanya defleksi permulaan kompleks QRS yang dini dan slurred).
Perubahan kompleks QRS disertai perubahan gelombang T yang sekunder. Gambaran EKG
ini disebabkan karena adanya jalur asesori atau jalur anomalus yang menghubungkan atrium
dengan ventrikel, sehingga sebagian ventrikel akan diaktivasi sangat dini. WPW lebih sering
ditemukan pada pria dan dapat ditemukan pada pasien tanpa kelainan jantung lain. WPW
umumnya jinak tapi dapat menimbulkan takiaritmia seperti reciprocating tachycardia atau
paroxysmal flutter atau fibrilasi. Pengobatan diberikan bila ada takiaritmia dengan digitalis,
propanolol, atau amiodaron. Kadang-kadang perlu dilakukan tindakan ablasi jalur anomalus.
Pada LGL gambaran EKG menunjukkan gelombang P normal, interval PR memendek
kurang dari 0,11 detik, kompleks QRS normal. Pada LGL dapat terjadi serangan takikardia
supraventrikuler. Keadaan ini karena adanya jalur asesori yang menghubungkan atriu dengan
bundle His. Kelainan ini lebih sering pada perempuan; aritmia yang sering terjadi selain
takikardia supraventrikular juga fibrilasi dan flutter atrium. Pengobatan dengan propanolol,
amiodaron, verapamil. Bila hasil kurang memuaskan perlu dilakukan pemeriksaan
elektrofisiologi dan dilakukan tindakan ablasi jalur yang abnormal tadi.
Disosiasi AV
Pada disosiasi AV, atrium dikontrol oleh focus di atrium, seringkali oleh nodus AV
sedangkan ventrikel dikontrol oleh pacemaker di ventrikel sendiri. Disosiasi AV dapat
disebabkan karena aktivitas nodus sinus berkurang atau nodus AV menjadi lebih cepat
sehingga mendominasi ventrikel atau kombinasi keduanya. Disosiasi AV dapat karena
keracunan digitalis atau komplikasi infark miokard akut atau karena peradangan seperti
penyakit demam rematik yang aktif.
Keadaan ini harus dibedakan dengan blok AV tingkat III karena disosiasi AV
mempunyai prognosis lebih baik dan sering kali tidak membutuhkan obat aritmia dan juga
tidak memutuhkan pacu jantung. Pengobatan terutama untuk penyakit dasarnya.
2.4 PENANGANAN EMERGENCY
2.5 OBAT ANTIARITMIA
LIDOKAIN
Farmakokinetik
Lidokain efektif bila diberikan secara intra vena. Pada pemberian intra vena mula kerja 45‐90
detik. Kadar puncak plasma dicapai dalam waktu 1‐2 menit dan waktu paruh 30‐120 menit.
Hampir semuanya lidokain dimetabolisme di hepar menjadi monoethylglcinexcylidide
melalui oksidatif dealkylation, kemudian diikuti dengan hidrolisis menjadi xylidide.
Monoethylglcinexcylidide mempunyai aktivitas sekitar 80 % dari lidokain sebagai
antidisritmia sedangkan xylidide hanya mempunyai aktivitas antidisritmia 10 %. Xylidide
diekskresi dalam urin sekitar 75 % dalam bentuk 4‐hydroxy‐2,6‐dimethylaliniline. Lidokain
dalam plasma 50 % terikat oleh albumin. Pada penderita payah jantung dan penyakit hepar
dosis harus dikurangi karena waktu paruh dan volum distribusinya akan memanjang.
Mekanisme Kerja
Anestesi lokal memblok hantaran syaraf dengan menurunkan atau mencegah peningkatan
permeabilitas membrane terhadap Na+ di mana secara normal dihasilkan oleh depolarisasi
ringan membrane. Mekanisme ini disebabkan langsung oleh interaksi dengan voltase gerbang
natrium chanel. Sebagai agen anestesi pada syaraf, ambang batas untuk rangsangan listrik
meningkat secara gradual, aksi potensial menurun, hantaran impuls menjadi lambat dan
hantaran syaraf gagal. Local anestesi dapat memblok chanel K+ dalam konsentrasi tinggi.
Sebagai anestesi lokal, lidokain menstabilisasi membrane syaraf dengan cara mencegah
depolarisasi pada membrane syaraf melalui penghambatan masuknya ion natrium. Obat
anestesi lokal mencegah transmisi impuls syaraf ( blokade konduksi ) dengan menghambat
perjalanan ion Natrium ( Na+ ) melalui saluran ion selektif Na+ dalam membrane syaraf.
Saluran Natrium sendiri merupakan reseptor spesifik untuk molekul anestesi lokal.
Kemacetan pembukaan saluran Natrium oleh molekul anestesi lokal sedikit memperbesar
hambatan keseluruhan permeabilitas Na+ . Kegagalan permeabilitas saluran ion terhadap ion
Natrium, memperlambat peningkatan kecepatan depolarisasi sehingga ambang potensial tidak
dicapai dan dengan demikian potensial aksi tidak disebarkan. Saluran Na+ ada dalam
keadaan diaktivasi‐terbuka, tidak diaktivasi tertutup dan istirahat‐tertutup selama berbagai
fase aksi potensial. Pada membrane syaraf istirahat, saluran Na+ didistribusi dalam
keseimbangan diantara keadaan istirahat‐ tertutup dan tidak diaktivasi‐tertutup. Dengan
ikatan yang selektif terhadap saluran Na+ dalam keadaan tidak diaktivasi‐tertutup, molekul
anestesi lokal menstabilisasi saluran dalam konfigurasi ini dan mencegah perubahan mereka
menjadi dalam keadaan istirahat‐tertutup dan diaktivasi‐terbuka terhadap respon impuls
syaraf. Saluran Na+ dalam keadaan tidak diaktivasi‐tertutup tidak permeabel terhadap Na+
sehingga konduksi impuls syaraf dalam bentuk penyebaran potensial aksi tidak dapat terjadi.
Hal ini diartikan bahwa ikatan obat anestesi lokal pada sisi yang spesifik yang terletek pada
bagian sebelah dalam saluran Na+ sebaik penghambatan saluran Na+ dekat pembukaan
eksternalnya mempertahankan saluran ini dalam keadaan tidak diaktivasi‐tertutup.
Bila konsentrasi yang meningkat dari suatu anestesi lokal diterapkan pada suatu serabut
syaraf, maka nilai ambang eksitasi akan meningkat, konduksi impuls lambat, kecepatan
potensial aksi menurun, amplitude potensial berkurang, dan akhirnya kemampuan untuk
membangkitkan potensial aksi akan hilang. Efek progresif ini diakibatkan oleh adanya ikatan
antara anestesi lokal dengan saluran ion Natrium yang semakin meningkat. Pada setiap
saluran ion, ikatan menghasilkan penghambatan arus ion Natrium. Apabila arus ion Natrium
dihambat sepanjang serabut syaraf maka impuls yang melewati daerah yang dihambat tidak
terjadi. Pada dosis minimum yang diperlukan untuk menghambat impuls, potensial aksi tidak
dipengaruhi secara berarti.
Preklinikal dan clinical study menunjukkan Natrium Chanel Blocker termasuk lidokain,
diberikan sistemik atau intratekal, efektif menghambat pain. Efek analgesik ini dapat dicapai
dengan dosis minimal lidokain, dimana tidak meningkatkan ambang batas nyeri nociceptif
atau konduksi axon. Hal ini dilaporkan oleh Wallace et al. yang menyatakan bukan efek
utama oleh sistemik lidokain infuse pada panas, dingin atau ambang batas mekanikal.
Penemuan ini sesuai dengan Bach et al, yang menunjukkan lidokain intravena menurunkan
neuropathic pain tanpa efek terhadap system sensorik. Penggunaan bolus lidokain 2 mg/kg
BB sama dengan yang dinyatakan Wallace et al.yang menunjukkan penurunan pain score dan
bersamaan dengan pengurangan ukuran lapangan receptive dimana nyeri ditunjukkan. Mula
kerja terhadap penghambatan aktivitas neuron pada dorsal horn spinal setelah intra vena
lidokain terjadi dalam 5‐7 menit. Aksi anti hiperalgesia pada sistemik lidokain terutama pada
spinal cord. Efek analgesik lidokain intra vena diperkuat tidak hanya menghambat Channel
Natrium, tetapi juga memblok N‐methyl‐D‐aspartate dan reseptor neurokinin. Pada
pemberian tunggal lidokain intra vena menghasilikan konsentrasi lidokain yang kuat dan
cukup lama dalam CSF untuk beraksi pada dorsal horn. Oleh karena itu disarankan
penggunaan lidokain intra vena untuk menekan impuls nociceptive.
Pada kardiovaskular lidokain menekan dan memperpendek periode refrakter dan lama
potensial aksi dari sistem His‐Purkinje dan otot ventrikel secara bermakna, tetapi kurang
berefek pada atrium. Lidokain menekan aktivitas listrik jaringan aritmogenik yang
terdepolarisasi , sehingga lidokain sangat efektif untuk menekan aritmia yang berhubungan
dengan depolarisasi, tetapi kurang efektif terhadap aritmia yang terjadi pada jaringan
polarisasi normal ( fibrilasi atrium ). Efek toksisitas jantung akibat tingginya konsentrasi
plasma dapat terjadi karena lidokain menghambat saluran Natrium jantung. Pada konsentrasi
rendah obat anestesi lokal, efek pada saluran Natrium ini mungkin memperbesar sifat
antidisritmia jantung. Tetapi jika konsentrasi plasma berlebihan, saluran Natrium jantung
cukup dihambat sehingga konduksi dan automatisasi didepresi dan merugikan. Melambatnya
impuls cardiak melalui jantung yang ditunjukkan dengan pemanjangan interval P‐R dan
complek QRS pada elektrokardiografi. Toksisitas pada jantung dihubungkan terhadap efek
langsung pada otot jantung yaitu kontraktilitas, automatisasi, ritme dan konduktivitas jantung.
Dosis intra vena 2‐4 mg/kg BB terhadap kontraktilitas jantung pada manusia minimal.
Toksisitas Lidokain
Gelala awal dari komplikasi SSP adalah rasa tebal lidah, agitasi, disorientasi, euphoria,
pandangan kabur dan mengantuk. Toksisitas lidokain terhadap CNS terjadi secara bifasik.
Manifestasi awal adalah eksitasi SSP dengan masalah berupa kejang. Manifestasi yang
berikutnya adalah depresi SSP dengan berhentinya kejang dan diikuti dengan hilangnya
kesadaran, depresi nafas, hingga berhentinya nafas. Efek bifasik ini terjadi karena obat
anestesi lokal memblok inhibitory pathway ( menghasilkan stimulasi ) dan kemudian dengan
cepat memblok inhibitory dan excitatory pathway ( menghasilkan hambatan luas SSP).
Konsentrasi tinggi dalam serum dari suatu anestesi lokal menyebabkan efek pada
kardiovaskular. Lidokain memblok Channel Natrium melalui mekanisme fast‐in slow‐out.
Pada jantung mekanisme ini mendepresi depolarisasi selama fase 0 potensial aksi jantung dan
mungkin menyebabkan aritmia. Tambahannya konduksi yang melalui Sinoatrial Node dan
Atrioventricular Node di tekan. Bila tidak diobati, toksisitas lidokain dapat menyebabkan
kejang, depresi dan henti napas, hipotensi, henti jantung dan kematian. Penyebab tersering
dari keracunan lidokain adalah kesalahan dosis. Dosis maksimum yang direkomendasikan
adalah 3‐5 mg/kgBB tanpa adrenalin dan sampai 7 mg/kgBB bila dengan adrenalin. Rasa
tebal lidah, pandangan kabur dan mengantuk adalah gejala awal dengan konsentrasi plasma >
5 mcg/ml, hilangnya kesadaran pada konsentrasi > 10 mcg/ml, diikuti dengan kejang pada
12‐18 mcg/ml, dan akhirnya depresi napas dan jantung pada konsentrasi 20‐24 mcg/ml.
CD100 ( convulsan dose ) pada manusia adalah 5‐7 mg/kgBB dengan bolus cepat intra vena.
Universitas Sumatera Utara 33 CD50 adalah dengan 2‐4 mg/kgBB bolus cepat intra vena.
Toksisitas lidokain tidak akan terjadi dengan konsentrasi plasma kurang dari 5 mcg/ml. Saat
ini dilaporkan dosis bervariasi antara 1‐1,5 mg/kgBB bolus intravena. Secara umum dosis ini
menghasilkan konsentrasi plasma 1,3 – 3,7 mcg/ml. Pada dosis ini tidak ada peningkatan
toksisitas lidokain.40,41 Tujuan utama dari pengobatan toksisitas lidokain adalah
pertahankan jalan napas dan penanganan terhadap kejang. Penanganan toksisitas lidokain
adalah hentikan segera pemberian obat dan persiapan untuk penanganan reaksi yang terjadi.
Pastikan oksigenasi yang adekuat melalui facemask atau intubasi. Anticonvulsan seperti
benzodiazepin dan barbiturat adalah obat pilihan untuk mengatasi kejang yang terjadi,
phenytoin tidak efektif dan sebaiknya dicegah. Pada reaksi yang berat system kardiovaskular
dimonitor dan terapi supportif berupa cairan intra vena dan vasopressor diperlukan. Asidosis
metabolik dapat terjadi sehingga penggunaan natrium bikarbonat dapat dipertimbangkan.
AMIODARON
Struktur kimia Amiodaron adalah derivat benzofuran yang mengandung dua atom iodium per
molekul. Amiodaron mengandung iodium sebanyak 37% dari beratnya. Sekitar 10% molekul
ini mengalami deiodinasi perhari. Karena mengandung iodium, amiodaron berpotensi
menyebabkan disfungsi tiroid. Dosis pemeliharaan sebesar 200-600 mg per hari melepaskan
6-21 mg iodium bebas per harinya. Beban iodium ini jauh melebihi rekomendasi World
Health Organisation (WHO) terhadap asupan optimal iodium per hari yaitu 0,15-0,3 mg per
hari. Pada pasien yang diberi amiodaron, kadar iodium anorganik di urin dan plasma
ditemukan meningkat 50-100 kali melebihi kebutuhan iodium harian.
Farmakokinetik
Amiodaron bersifat sangat lipofilik dan didistribusikan ke berbagai jaringan seperti jaringan
adiposa, miokardium, hati dan paru-paru. Sekitar 35-65% obat ini diabsorbsi setelah
pemberian oral. Waktu bekerjanya setelah pemberian oral berlangsung lambat dan kadar yang
stabil dalam darah (amiodaronisasi) mungkin belum tercapai selama beberapa bulan, kecuali
bila dosis besar diberikan pada awal pemakaian. Bahkan dengan pemberian intravena, efek
penuh elektrofisiologisnya lambat tercapai. Saat pemberian awal secara intravena amiodaron
intravena seakan cepat ‘menghilang’ dari plasma karena redistribusi ke jaringan bukan karena
eliminasi keluar dari tubuh. Karena redistribusi di jaringan ini dibutuhkan loading dose
sebelum konsentrasinya stabil (steady state) di jaringan. Amiodaron tidak diekskresikan
melalui ginjal namun melalui kelenjar lakrimal, kulit, dan traktus biliaris. Sebagian besar (66-
75%) dieliminasi melalui empedu dan feses.