Manajemen Rumah Sakit
Manajemen Rumah Sakit
Pelayanan RS di Indonesia saat ini sudah bersifat padat modal, padat karya, dan
padat teknologi dalam menghadapi persaingan global. Dalam hal rujukan medik, RS
juga diandalkan untuk memberikan pengayoman medik (pusat rujukan) untuk pusat-
pusat pelayanan yang ada di wilayah kerjanya. Sifat pengayoman sangat erat
kaitannya dengan klasifikasi Rumah Sakit. Ada empat jenis RS berdasarkan
klasifikasi perumahsakitan di Indonesia yaitu kelas A, B, C, dan D. Kelas RS yang
lebih tinggi (A) mengayomi kelas Rumah Sakit yang lebih rendah dan mempunyai
pengayoman wilayah yang lebih luas. Pengayoman dilaksanakan melalui dua sistem
rujukan yaitu sistem rujukan kesehatan (berkaitan dengan upaya promotif dan
preventif seperti bantuan teknologi, bantuan sarana dan operasionalnya)
dan rujukan medik (berkaitan dengan pelayanan yang bersifat kuratif dan
rehabilitatif)
Dan berubahnya RS kelas A dan B menjadi RS seadanya, bahkan ada yang menjadi
Perusahaan Jawatan (Perjan), menejemen klasik RS di Indonesia sudah pasti
mengalami perubahan. Perubahan dalam hal peningkatan profesionalisme staf,
tersedianya peralatan yang lebih canggih, dan lebih sempurnanya sistem
administrasi RS yang akan bermanfaat untuk peningkatan mutu pelayanan
kesehatan RS
Di Indonesia dikenal tiga jenis RS sesuai dengan kepemilikan, jenis pelayanan dan
kelasnya. Berdasarkan kepemilikannya, dibedakan tiga macam RS yaitu RS
Pemerintah (RS Pusat, RS Propinsi, RS Kabupaten), RS BUMN/ABRI, dan RS
Swasta yang menggunakan dana investasi dari sumbar dalam negeri (PMDN) dan
sumber luar negeri (PMA). Jenis RS yang kedua adalah RS Umum, RS Jiwa, RS
Khusus (mata, paru, kusta, rehabilitasi, jantung, kanker, dsb). Jenis RS yang ketiga
adalah RS kelas A, kelas B (pendidikan dan non-pendidikan), RS kelas C dan RS
kelas D (Kepmenkes No.51 Menkes/SK/II/1979). Pemerintah sudah meningkatkan
status semua RS Kabupaten menjadi kelas C.
Pasal 4 :
1. RS Umum yang dimaksud dalam keputusan ini adalah RS kelas A, kelas B, kelas
C.
2. RS Umum kelas A adalah RSU yang melaksanakan pelayanan kesehatan yang
spesialistik dan subspesialistik yang luas
3. RS Umum kelas B adalah RSU yang melaksanakan pelayanan kesehatan
spesialistik yang luas.
4. RS Umum kelas C adalah RSU yang melaksanakan pelayanan kesehatan
spesialistik paling sedikit empat spesialis dasar yaitu: Penyakit Dalam, Penyakit
Bedah, Penyakit Kebidanan/Kandungan, dan Kesehatan Anak.
1. Direktur
2. Wakil Direktur yang terdiri dari:
Semua kepala SMF diangkat oleh Dirjen Yan. Medik Depkes RI berdasarkan usulan
dari Direktur RS. Dengan mengkaji struktur organisasi dan tugas-tugas pokok RS,
dapat dibayangkan bahwa manajemen sebuah RS hampir mirip dengan manajemen
hotel. Yang berbeda, tujuan mereka yang berkunjung dan jenis pelayanannya.
Masyarakat yang berkunjung ke RS bertujuan untuk memperoleh pelayanan medis
karena kejadian sakit yang dideritanya, sedangkan mereka yang berkunjung ke hotel
adalah untuk bersenag-senang.
SMF yang menggantikan UPF ( Unit Pelaksanaan Fungsional) terdiri dari dokter
umum, dokter gigi, dokter spesialis, dan dokter subspesialis. Mereka mempunyai
tugas pokok menegakkan diagnosis, memberikan pengobatan, pencegahan
penyakit, peningkatan dan pemulihan kesehatan, penyuluhan, pelatihan dan
penelitian pengembangan pelayanan medis. Untuk RS kelas A jumlah SMF yang
dimiliki minimal 15 buah yakni(1) Bedah (2) Kesehatan Anak (3) Kebidanan dan
Penyakit Kandungan (4) Penyakit Dalam (5) Penyakit Saraf (6) Penyakit Kulit dan
Kelamin (7) THT (8) Gigi dan Mulut (9) Mata (10) Radiologi (11) Patologi Klinik (12)
Patologi Anatomi (13) Kedokteran Kehakiman (14) Rehabilitasi Medik (15) Anestesi.
Banyak cara yang dapat dilakukan oleh para pengelola rumah sakit untuk
menciptakan kinerja yang unggul diantaranya melalui pemberian pelayanan yang
bagus serta tindakan medis yang akurat dan mekanisme pengelolaan mutu
tentunya.
Salah satu strategi yang dilakukan oleh pengelola rumah sakit swasta dalam
mempertahankan atau meningkatkan jumlah konsumen adalah pelayanan. Tuntutan
untuk mendapatkan pelayanan yang berkualitas dan nyaman semakin meningkat,
sesuai dengan meningkatnya kesadaran arti hidup sehat. Keadaan ini dipengaruhi
oleh tingkat pendidikan, sosial budaya dan sosial ekonomi masyarakat yang perlu
mendapat perhatian dari pengelola rumah sakit.
Untuk memenuhi tuntutan masyarakat tersebut, di setiap kota besar seperti Jakarta
banyak sekali usaha rumah sakit dengan kualitas pelayanan dan peralatan medis
yang prima dapat kita temukan di setiap sudut kota, sehingga masyarakat konsumen
yang tadinya harus ke luar negeri demi servis dan kualitas dokter yang prima,
sekarang tidak perlu lagi ke luar negeri.
Dalam usaha peningkatan kualitas pelayanan terhadap konsumen, rumah sakit
berusaha untuk mempunyai tenaga dokter ahli yang tetap, sekaligus
memperkerjakan dokter waktu dan dokter kontrak. Bahkan di beberapa rumah sakit
di kota besar seperti Jakarta dapat kita jumpai pelayanan Unit Gawat Darurat (UGD)
yang ditangani oleh dokter tetap maupun dokter kontrak.
Bahkan ada rumah sakit yang menyediakan tempat dan sarana lengkap seperti
laboratorium dengan tenaga analis, radiologi dan tempat perawatan yang serba
lengkap. Sedangkan untuk tenaga dokternya mereka mengambil dokter-dokter
spesialis yang terkenal dan pengelola rumah sakit menganggap dokter spesialis dan
pasiennya sebagai “customer” mereka
1. Keterbatasan dalam ketepatan informasi dan fakta-fakta tentang masa yang akan
datang.
2. Memerlukan biaya yang cukup besar.
3. Hambatan psikologis.
4. Menghambat timbulnya inisiatif.
5. Terhambatnya tindakan yang perlu diambil.
Tujuannya adalah untuk mengumpulkan data atau fakta. Analisis situasi ini
melibatkan beberapa aspek ilmu yaitu:
Pengumpulan data dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung, yaitu:
Contoh masalah tentang penyakit antara lain KIA/ KB, tingginya prevalensi anemia
pada remaja putri dan wanita hamil, partus kasep, kematian ibu bersakin, BBLR,
kematian neonatal dan perinatal (misalnya akibat tetanus neonatorum, ISPA, diare),
infertility, mioma, Ca. Cervix, Ca. Mammae serta masalah komplikasi pemakaian
IUD.
Masalah input, jumlah staf kurang, keterampilan dan motivasi kerja rendah,
peralatan kurang memadai, jenis obat yang tersedia tidak sesuai.
Masalah proses, terkait dengan fungsi manajemen (POAC) yaitu kurang jelas
tujuan program, kurang jelas rumusan masalah program (Planning), pembagian
tugas tidak jelas (Organizing), kepemimpinan kurang (Actuating), pengawasan
atau supervisi lemah (Controlling).
Contoh masalah manajemen pelayanan kesehatan antara lain tingginya jumlah anak
yang menderita diare, air minum yang terkontaminasi air limbah, kebutuhan
masyarakat akan penyuluhan kesehatan, banyaknya tumpukan sampah di
sepanjang jalan umum, pemilikan jamban keluarga yang masih rendah, kurangnya
persediaan oralit di Posyandu dan tervatasnya jumlah staf yang mampu melakukan
deteksi dini diare. Yang menjadi prioritas atau masalah utama adalah tingginya
jumlah anak yang menderita diare.
Hambatan pada sumber daya yaitu meliputi motivasi yang rendah pada staf
pelaksana, partisipasi masyarakat yang rendah, peralatan tidak lengkap,
informasi tidak valid, dana yang kurang dan yang waktu kurang.
Hambatan pada lingkungan yaitu meliputi geografis (jalan rusak), iklim, tingkat
pendidikan rendah, sikap dan budaya masyarakat (mitos, tabu, salah persepsi)
serta perilaku masyarakat yang kurang partisipatif.
Kompleksitas ketenagaan dan jenis profesi yang dimiliki oleh RS, menuntut
dikembangkannya kepemimpinan partisipatif. Model kepemimpinan manajerial
seperti ini akan menjadi salah satu faktor yang ikut menentukan mutu pelayanan RS
(quality of services) karena pelayanan kesehatan di RS hampir semuanya saling
terkait satu sama lain. Atas dasar ini, pelayanan di RS harus mengembangkan
sistem jaringan kerja internal (networking) yang solid dan menunjang satu sama lain.
Semua staf RS harus memahami visi dan misi pengembangan RS serta kebijakan
operasional pimpinan. Untuk menjaga otonomi profesi dari masing-masing SMF,
kualitas pelayanan di RS harus disesuaikan dengan standar profesi yang harus
ditetapkan oleh setiap perkumpulan dokter ahli (ikatan profesi). Stanndar profesi
dikenal denga medical of conduct dan medical ethic juga harus selalu diperhatikan
oleh semua staf SMF dalam rangka menjaga mutu pelayanan RS (quality of care).
Sehubungan dengan kompleksitas sistem ketenagaan dan misi yang harus diemban
oleh RS, penerapan fungsi actuating di RS akan sangat tergantung dari empat
faktor. Faktor pertama adalah kepemimpinan direktur RS; kedua adalah koordinasi
yang dikembangkan oleh masing-masing Wakil Direktur dengan kepala SMF dan
kepala instalasinya; ketiga adalah komitmen dan profesionalisme tenaga medis dan
non medis di RS (dokter, perawat, dan tenagapenunjang lainnya), dan keempat
adalah pemahaman pengguna jasa pelayanan RS (pasien dan keluarganya) akan
jenis pelayanan kesehatan yang tersedia di RS.
Peranan dokter spesialis sangat besar pengaruhnya di dalam penerapan
fungsi actuating ini. Sifat otonomi profesi di tiap-tiap SMF harus diiatur agar tidak
menjadi penghambat penerapan fungsi actuating di RS. Untuk itu, mereka harus
memahami benar visi dan misi RS yang ingin dikembangkan oleh pihak manajemen
(direktur) RS. Oleh karena itu, fungsi RS harus dilihat dalam konteks kesatuan kerja
dari sebuah tatanan sistem yang terpadu.Pelayanan kesehatan dimasing-masing
SMF adalah subsistemnya.
Di pihak lain, intensitas dan frekuensi komunikasi abtara pihak pimpinan RS dan
semua staf profesional harus berlangsung dinamis. Kepemimpinan, komunikasi,
koordinasi merupakan faktor penting didalam pengembangan fungsi actuating.
Ketiganya akan memudahkan penjabaran visi dan misi serta strategi pimpinan RS
menembangkan mutu pelayanan kesehatan di masing-masing SMF.Di sisi lain,
dibutuhkan juga peningkatan keterampilan manajerial di pihak pimpinan RS
sehingga lebih mampu mengintregasikan masing-masing tugas SMF ke dalam satu
kesatuan gerak (networking) yang harmonis dan saling menunjang peningkatan
mutu pelayanan RS demi kepuasan pelanggannya. Jika pendekatan ini kurang
dipahami oleh pihak manajemen RS dan pimpinan SMF, budaya kerja yang
berorientasi kepada peningkatan mutu pelayanan RS tidak akan berkembang.
Meraka cenderung akan bertindak sendiri, arogansi profesi dan dukungan sarana
dan prasarana (input) pelayanan RS (teknologi dan peralatan kedokteran, logistik,
keuangan, dan sebagainya) kurang mendapat perhatian. Untuk itu pengembangan
budaya kerja staf di SMF harus diarahkan untuk mendukung tercapainya visi dan
misi RS. Meraka harus menyadari akan peranannya sebagai staf RS yang diberikan
tugas istimewa memberikan asuhan pelayanan medik dan kesehatan kepada
masyarakat (customer) yang menggunakan jasa pelayanan RS.
Untuk pasien rawat jalan, termasuk pasien gawat darurat RM mempunyai informasi
pasien antara lain:
Untuk pasien rawat inap, sama seperti sebelumnya hanya denagan tambahan:
Untuk di rumah sakit biasanya yang terpenting pelu diperhatikan untuk pasien rawat
inap, yaitupenmbuatan resume akhir. Yang isinya antara lain menjelaskan :
Anamnesis
Hasil penting pemeriksaan fisik diagnostik, laboratorium, rongent dan lain – lain.
Pengobatan dan tindakan operasi yang dilaksnakan.
Keadaan pasien waktu keluar
Anjuran pengobatan dan perawatan.
Untuk menjamin kontinuitas pelayanan medik dengan kualitas yang tinggi serta
bahan yang berguna bagi dikter pad awaktu menerima pasien untuk dirawat
kembali.
Bahan penilai staf medik rumah sakit
Untuk memenuhi permintaan dari badan – badan resmi tentang perawatan
seorang pasien.
Sebagai bahan informasi bagi dokter yang bertugas, dokter ang mengirim, dan
dokter konsultan
Secara umum kegunaan RM adalah:
Sebagai alat komunikasi antara dokter dan tenga kesehatan lainnya yang ikut
andil dalam pelayanan kesehatan.
Merupakan dasar untuk perencanaan pengobatan dan perawatan yang harus
diberikan kepada pasien
Sebagai bukti tertulis segala pelayanan, perkembnagna penyakit dan
pengobatan selama pasien berkunjung atau dirawat di rumah sakit.
Sebagai dasar analisis, study, evaluasi terhadap mutupelayanan yang di beriakn
kepada pasien
Melindungi kepentingan hukum bagi pasien, rumah sakit maupun dokter dan
tenaga kesehatan lainnya
Menyedikan data – data khusus yang sangat berguna untuk penelitian dan
pendidikan
Sebagai dasar di dalam perhitungan biaya pembayaran pelayanan medik pasien
Menjadi sumber ingatan yang harus didokumentasikan, serta sebagai bahan
pertanggungjawaban dan laporan
Dalam pelaksanaan kegunaan RM di atas maka staf medik dan tenaga kesehatan
lainnya dituntut untuk mengisi RM scara cepat, akurat, dan mudah dibaca. Tanpa
adanya informasi medik yang dicatat dengan baik oleh kalangan medik maupun
paramedik, maka kegunaan seperti yang di kemukakan sebelumnya tidak akan
tercapai.
Mutu asuhan kesehatan sebuah RS akan selalu terkait dengan struktur, proses,
outcome sistem pelayanan RS yersebut. Mutu asuhan pelayanan RS juga dapat
dikaji dari tingkat pemanfaatan sarana pelayanan oleh masyarakat, mutu pelayanan
dan tingkat efisiensi RS.
Aspek struktur
Struktur adalah semua masukan (input) untuk system pelayanan sebuah RS yang
meliputi tenaga, peralatan, dana dan sebagainya. Ada sebuah asuransi yang
mengatakan bahwa jika struktur sistem RS tertata dengan baik, akan lebih menjamin
mutu asuhannya. Baik tidaknya struktur RS diukur dari tingkat kewajaran, kuantitas,
biaya, efisiensi, mutu dari masing – masing komponen struktur.
Proses
Proses adalah semua kegiatan dokter dan tenaga professional lainnya yang
mengadakan interaksi secara profesional dengan pasiennya. Interaksi ini diukur
antara lain dalam bentuk penilaian tentang pasien, penegakan diagnosa, rencana
tindakan pengobatan, indikasi tindakan, penanganan penyakit, dan prosedur
pengobatan.
Dalam hal ini juga dianut asumsi bahwa semakin patuh tenaga profesi menjalankan
”standards of good practice” yang telah diterima dan diakui oleh masing – masing
ikatan profesi, akan semakin tinggi pula mutu asuhan terhadap pasien. Baik tidaknya
pelaksanaan proses pelayanan di RS dapat diukur dari tiga aspek yaitu relevan
tidaknya proses itu bagi pasien, efektivitas prosesnya, dan kualitas interaksi asuhan
terhadap pasien.
Outcome
Outcome adalah hasil akhir kegiatan dokter dan tenaga profesi lainnya di RS
terhadap pasien. Di sini diperlukan pedoman untuk mengukur mutu asuhan
pelayanan kesehatan. Indikator mutu pelayanan medis meliputi :
Indikator mutu yang berkaitan dengan tingkat kepuasan pasien dapat diukur dengan
:
1. Jumlah dan pesentase kunjungan rawat jalan/inap menurut jarak PS dengan asal
pasien
2. Jumlah pelayanan dan tindakan medik
3. Jumlah tindakan pembedahan
4. Jumlah kunjungan SMF spesialis
5. Pemfaatan oleh masyarakat
6. Contact rate
7. Hospitalization rate
8. Out patient rate
9. Emergency out patient rate
Untuk mengukur mutu pelayanan sebuah RS, angka-angka standar tersebut di atas
dibandingkan dengan standar (indikator) nasional. Jika tidak ada angka standar
nasional, penilaian dialkukan dengan menggunakan hasil pencatatan mutu pada
tahun sebelumnya di RS yang sama setelah dikembangkan kesepakatan pihak
manajemen / direksi RS yang bersangkutan dengan masing-masing SMF dan staf
lainnya yang terkait.
Persentase pemakaian tempat tidur pada satu satuan waktu tertentu. Indikator ini
memberikan gambaran tentang tinggi rendahnya tingkat pemanfaatan tempat tidur
RS.
Frekuensi pemakaian tempat tidur dalam satu satuan waktu (biasanya per tahun)
tempat idur RS. Indikator ini akan memberikan gambaran tingkat pemakaian tempat
tidur RS.
Rata-rata hari tempat tidur tidak ditempati dari saat ke saat sampai terisi berikutnya.
Indikator ini juga menberikan gambaran tingkat efisiensi penggunaan tempat tidur.
Angka kematian di atas 48 jam setelah dirawat untuk tiap-tiap 100 penderita keluar
RS.
Total pasien keluar hidup & mati dalam periode yang sama
Jumlah pasien keluar hidup & mati dalam periode yang sama
Total kematian dalam 10 kali operasi dalam periode waktu tertentu x 100%
Jumlah populasi
Hospitalization Rate
Jumlah populasi
Jumlah populasi
Jumlah populasi
1. BOR : 75-85%
6. GDR : <3%
KESIMPULAN
Pihak-pihak yang berperan dalam manajemen rumah sakit adalah dokter, dokter
umum dan spesialis, dokter gigi, perawat, farmasis, fisioterapis tekhnisi dan lain-lain
yang bekerja di rumah sakit tersebut.
Untuk mencapai organisasi rumah sakit yang baik diperlukan penerapan manajemen
yang baik pula.
SARAN