Anda di halaman 1dari 19

Manajemen Rumah Sakit

February 14, 2010dr. Cinta

Rumah sakit sebagai salah satu subsistem pelayanan kesehatan menyelenggarakan


dua jenis pelayanan untuk masyarakat yaitu pelayanan kesahatan dan pelayanan
administrasi. Pelayanan kesehatan mencakup pelayanan medik, pelayanan
penunjang medik, rehabilitasi medik dan pelayanan perawatan. Pelayanan tersebut
dilaksanakan melalui unit gawat darurat, unit rawat jalan, dan unit rawat inap. Dalam
perkembangannya pelayanan rumah sakit tidak terlepas dari pembangunan ekonomi
masyarakat. Perkembangan ini tercermin pada perubahan fungsi klasik RS yang
pada awalnya hanya memberikan pelayanan yang bersifat penyembuhan (kuratif)
terhadap pasien melalui rawat inap. Pelayangan RS kemudian bergeser karena
kemajuan ilmu pengetahuan khususnya ilmu kedokteran, peningkatan pendapatan
dan pendidikan masyarakat. Pelayanan kesehatan di RS saat ini tidak saja bersifat
kuratif (penyembuhan), tetapi juga bersifat pemulihan (rehabilitatif). Keduanya
dilaksanakan secara terpadu melalui upaya promosi kesehatan (promotif) dan
pencegahan (preventif). Dengan demikian, sasaran pelayanan kesehatan RS bukan
hanya untuk individu pasien, tetapi juga berkembang untuk keluarga pasien dan
masyarakat umum. Fokus perhatiannya memang pasien yang datang atau yang
dirawat sebagai individu dan bagian dari keluarga. Atas dasar sikap seperti itu
pelayanan kesehatan di RS merupakan pelayanan kesehatan yang paripurna
(komperhensif dan holistik).

Pelayanan RS di Indonesia saat ini sudah bersifat padat modal, padat karya, dan
padat teknologi dalam menghadapi persaingan global. Dalam hal rujukan medik, RS
juga diandalkan untuk memberikan pengayoman medik (pusat rujukan) untuk pusat-
pusat pelayanan yang ada di wilayah kerjanya. Sifat pengayoman sangat erat
kaitannya dengan klasifikasi Rumah Sakit. Ada empat jenis RS berdasarkan
klasifikasi perumahsakitan di Indonesia yaitu kelas A, B, C, dan D. Kelas RS yang
lebih tinggi (A) mengayomi kelas Rumah Sakit yang lebih rendah dan mempunyai
pengayoman wilayah yang lebih luas. Pengayoman dilaksanakan melalui dua sistem
rujukan yaitu sistem rujukan kesehatan (berkaitan dengan upaya promotif dan
preventif seperti bantuan teknologi, bantuan sarana dan operasionalnya)
dan rujukan medik (berkaitan dengan pelayanan yang bersifat kuratif dan
rehabilitatif)

Dan berubahnya RS kelas A dan B menjadi RS seadanya, bahkan ada yang menjadi
Perusahaan Jawatan (Perjan), menejemen klasik RS di Indonesia sudah pasti
mengalami perubahan. Perubahan dalam hal peningkatan profesionalisme staf,
tersedianya peralatan yang lebih canggih, dan lebih sempurnanya sistem
administrasi RS yang akan bermanfaat untuk peningkatan mutu pelayanan
kesehatan RS

JENIS RUMAH SAKIT DI INDONESIA

Di Indonesia dikenal tiga jenis RS sesuai dengan kepemilikan, jenis pelayanan dan
kelasnya. Berdasarkan kepemilikannya, dibedakan tiga macam RS yaitu RS
Pemerintah (RS Pusat, RS Propinsi, RS Kabupaten), RS BUMN/ABRI, dan RS
Swasta yang menggunakan dana investasi dari sumbar dalam negeri (PMDN) dan
sumber luar negeri (PMA). Jenis RS yang kedua adalah RS Umum, RS Jiwa, RS
Khusus (mata, paru, kusta, rehabilitasi, jantung, kanker, dsb). Jenis RS yang ketiga
adalah RS kelas A, kelas B (pendidikan dan non-pendidikan), RS kelas C dan RS
kelas D (Kepmenkes No.51 Menkes/SK/II/1979). Pemerintah sudah meningkatkan
status semua RS Kabupaten menjadi kelas C.

Kelas RS juga dibedakan berdasarkan jenis pelayanan yang tersedia. Pada RS


kelas A tersedia pelayanan spesialistik yang luas termasuk spesialistik. RS kelas B
mempunyai pelayanan minimal sebelas spesialistik dan subspesialistik terdaftar. RS
kelas C mempunyai minimal empat spesialistik dasar (bedah, penyakit dalam,
kebidanan, dan anak). Di RS kelas D hanya terdapat pelayanan medis dasar.

Keputusan Menteri Kesehatan No.134 Menkes/SK/IV/78 Th.1978 tentang susunan


organisasi dan tata kerja Rumah Sakit Umum di Indonesia antara lain

Pasal 1 : Rumah Sakit Umum adalah organisasi di lingkungan Departemen


Kesehatan yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Dirjen
Yan Medik.

Pasal 2 : Rumah Sakit Umum mempunyai tugas melaksanakan pelayanan


kesehatan (caring) dan penyembuhan (curing) penderita serta pemulihan keadaan
cacat badan dan jiwa (rehabilitation).

Pasal 3 : Untuk menyelenggarakan tugas tersebut RS mempunyai fungsi :

1. Melaksanakan usaha pelayanan medik


2. Melaksanakan usaha rehabilitasi medik
3. Usaha pencegahan komplikasi penyakit dan peningkatan pemulihan kesehatan
4. Melaksanakan usaha perawatan
5. Melaksanakan usaha pendidikan dan latihan medis dan paramedis
6. Melaksanakan sistem rujukan
7. Sebagai tempat penelitian

Pasal 4 :

1. RS Umum yang dimaksud dalam keputusan ini adalah RS kelas A, kelas B, kelas
C.
2. RS Umum kelas A adalah RSU yang melaksanakan pelayanan kesehatan yang
spesialistik dan subspesialistik yang luas
3. RS Umum kelas B adalah RSU yang melaksanakan pelayanan kesehatan
spesialistik yang luas.
4. RS Umum kelas C adalah RSU yang melaksanakan pelayanan kesehatan
spesialistik paling sedikit empat spesialis dasar yaitu: Penyakit Dalam, Penyakit
Bedah, Penyakit Kebidanan/Kandungan, dan Kesehatan Anak.

SUSUNAN ORGANISASI RSU DI INDONESIA


Untuk Rumah Sakit Umum kelas A, susunan organisasinya diatur sesuai dengan SK
Menkes No. 543/VI/1994 adalah sebagai berikut.

1. Direktur
2. Wakil Direktur yang terdiri dari:

 Wadir Pelayanan Medik dan Keperawatan


 Wadir Penunjang Medik dan Instalasi
 Wadir Umum dan Keuangan
 Wadir komite Medik

Tiap-tiap Wadir diberikan tanggung jawab dan wewenang mengatur beberapa


bidang/bagian pelayanan dan keperawatan serta instalasi. Instalasi RS diberikan
tugas untuk menyiapkan fasilitas agar pelayanan medik dan keperawatan dapat
terlaksana dengan baik. Instalasi RS dipimpin oleh seorang kepala yang diberikan
jabatan non struktural. Beberapa jenis instalasi RS yang ada pada RS kelas A
adalah instalasi rawat jalan, rawat darurat, rawat inap, rawat intensif, bedah sentral,
farmasi, patologi klinik, patologi anatomi, gizi, laboratorium, perpustakaan,
pemeliharaan sarana rumah sakit (PSRS), pemulasaran jenazah, sterilisasi sentral,
pengamanan dan ketertiban lingkungan, dan binatu.

Komite Medik (KM) juga diberikan jabatan nonstruktural yang fungsinya


menghimpun anggota yang terdiri dari para kepala Staf Medik Fungsional (SMF).
KM diberikan dua tugas utama yaitu menyusun standar pelayanan mediks dan
memberikan pertimbangan kepada direktur dalam hal:

1. Pembinaan, pengawasan dan penelitian mutu palayanan medis, hak-hak klinis


khusus lepada SMF, program pelayanan medis, pendidikan dan pelatihan
(diklat), serta penelitian dan pengembangan (litbang).
2. Pembinaan tenaga medis dan bertanggung jawab terhadap pelaksanaan etika
profesi.

Semua kepala SMF diangkat oleh Dirjen Yan. Medik Depkes RI berdasarkan usulan
dari Direktur RS. Dengan mengkaji struktur organisasi dan tugas-tugas pokok RS,
dapat dibayangkan bahwa manajemen sebuah RS hampir mirip dengan manajemen
hotel. Yang berbeda, tujuan mereka yang berkunjung dan jenis pelayanannya.
Masyarakat yang berkunjung ke RS bertujuan untuk memperoleh pelayanan medis
karena kejadian sakit yang dideritanya, sedangkan mereka yang berkunjung ke hotel
adalah untuk bersenag-senang.

Pembentukan KM di RS sangat diperlukan untuk membantu tugas-tugas direktur RS


dalam menjaga mutu dan etika pelayanan RS. KM dibentuk berdasarkan SK Dirjen
Yan. Medik Depkes RI sesuai dengan usul Direktur RS. Masa kerja Wadir KM
adalah tiga tahun. Di bawah Wadir KM terdapat panitia infeksi nasokomial, panitia
rekam medis, farmasi da terapi, audit medik, dan etika.

SMF yang menggantikan UPF ( Unit Pelaksanaan Fungsional) terdiri dari dokter
umum, dokter gigi, dokter spesialis, dan dokter subspesialis. Mereka mempunyai
tugas pokok menegakkan diagnosis, memberikan pengobatan, pencegahan
penyakit, peningkatan dan pemulihan kesehatan, penyuluhan, pelatihan dan
penelitian pengembangan pelayanan medis. Untuk RS kelas A jumlah SMF yang
dimiliki minimal 15 buah yakni(1) Bedah (2) Kesehatan Anak (3) Kebidanan dan
Penyakit Kandungan (4) Penyakit Dalam (5) Penyakit Saraf (6) Penyakit Kulit dan
Kelamin (7) THT (8) Gigi dan Mulut (9) Mata (10) Radiologi (11) Patologi Klinik (12)
Patologi Anatomi (13) Kedokteran Kehakiman (14) Rehabilitasi Medik (15) Anestesi.

Masing-masing Wadir juga dilengkapi sekretariat khusus dan bidang-bidang yang


dibagi lagi menjadi subbagian dan seksi ( sesuai dengan SK Menkes No. 134).
Susunan RSU kelas B hampir sama dengan kelas A. Bedanya hanya terletak pada
jumlah dan jenis-jenis masing-masing SMF. Untuk RSU kelasB tidak ada
subspesialisasinya.

Susunan organisasi RS kelas C dan D lebih sederhana jika dibandingkan dengan


kelas A dab B. Di sini tidak ada wakil direktur, tetapi dilengkapi dengan staf khusus
yang mengurus administrasi. Kondisi ini berpengaruh pada jenis pelayanan medis
dan jumlah staf profesional (medis dan paramedis) yang dipekerjakan pada tiap-tiap
RS ini. Secara umum, jenis kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan juga
akan ikut menentukan peningkatan kelas sebuah RS di suatu wilayah, terutama
yang berlokasi di ibu kota provinsi.

PENERAPAN MANAJEMEN RUMAH SAKIT

Rumah sakit perlu menerapkan sistem manajemen yang berorientasi pada


kepuasan pelanggan. Untuk itu rumah sakit di Indonesia harus menciptakan kinerja
yang unggul. Kinerja yang unggul atau Performance Excellence merupakan salah
satu faktor utama yang harus diupayakan oleh setiap organisasi untuk
memenangkan persaingan global, begitu juga oleh perusahaan penyedia jasa
pelayanan kesehatan.

Banyak cara yang dapat dilakukan oleh para pengelola rumah sakit untuk
menciptakan kinerja yang unggul diantaranya melalui pemberian pelayanan yang
bagus serta tindakan medis yang akurat dan mekanisme pengelolaan mutu
tentunya.

Salah satu strategi yang dilakukan oleh pengelola rumah sakit swasta dalam
mempertahankan atau meningkatkan jumlah konsumen adalah pelayanan. Tuntutan
untuk mendapatkan pelayanan yang berkualitas dan nyaman semakin meningkat,
sesuai dengan meningkatnya kesadaran arti hidup sehat. Keadaan ini dipengaruhi
oleh tingkat pendidikan, sosial budaya dan sosial ekonomi masyarakat yang perlu
mendapat perhatian dari pengelola rumah sakit.

Untuk memenuhi tuntutan masyarakat tersebut, di setiap kota besar seperti Jakarta
banyak sekali usaha rumah sakit dengan kualitas pelayanan dan peralatan medis
yang prima dapat kita temukan di setiap sudut kota, sehingga masyarakat konsumen
yang tadinya harus ke luar negeri demi servis dan kualitas dokter yang prima,
sekarang tidak perlu lagi ke luar negeri.
Dalam usaha peningkatan kualitas pelayanan terhadap konsumen, rumah sakit
berusaha untuk mempunyai tenaga dokter ahli yang tetap, sekaligus
memperkerjakan dokter waktu dan dokter kontrak. Bahkan di beberapa rumah sakit
di kota besar seperti Jakarta dapat kita jumpai pelayanan Unit Gawat Darurat (UGD)
yang ditangani oleh dokter tetap maupun dokter kontrak.

Bahkan ada rumah sakit yang menyediakan tempat dan sarana lengkap seperti
laboratorium dengan tenaga analis, radiologi dan tempat perawatan yang serba
lengkap. Sedangkan untuk tenaga dokternya mereka mengambil dokter-dokter
spesialis yang terkenal dan pengelola rumah sakit menganggap dokter spesialis dan
pasiennya sebagai “customer” mereka

Untuk menjaga agar dokter spesialis ternama tersebut tetap


menjadi customer mereka, maka pihak rumah sakit melakukan strategi sedemikian
rupa. Diantaranya dengan menyediakan peralatan medis yang dikehendaki oleh
para dokter tersebut

Sedangkan untuk menghasilkan mekanisme pengelolaan mutu yang bagus,


perusahaan dalam hal ini rumah sakit perlu menerapkan metode pengukuran yang
efektif untuk dapat menganalisis dan menemukan dimensi mutu 0 yang perlu
diperbaiki atau ditingkatkan untuk mencapai mutu yang tinggi. Salah satu model
pengukuran yang sudah dikenal luas dan terbukti secara efektif membantu
keberhasilan penerapan sistem manajemen mutu adalah sistem Malcolm Baldrige
National Quality Award. Malcolm Baldrige National Quality Awards
(MBNQA) merupakan sistem manajemen yang sangat efektif untuk menghasilkan
loyalitas pelanggan dan kinerja tinggi bila diterapkan dengan tepat.

Kriteria penilaian/pengukuran kinerja yang dimiliki oleh MBNQA juga dapat


digunakan oleh industri jasa pelayanan kesehatan, yang disebut
dengan Performance Excellence for Health Care based on MBNQA. Kriteria
dari Performance Excellence for Health Care based on MBNQA terdiri dari 7
kategori, yaitu: Health Care Results, Patient -and Other Customer- Focused Results,
Financial and Market Results, Staff and Work System Results, Organizational
Effectiveness Results, Governance and Social Responsibility Results.

Dengan penerapan sistem manajemen mutu secara menyeluruh dan model


pengukuran tepat maka perusahaan akan menjadi perusahaan kelas dunia yang
siap memenangkan persaingan.

Dalam penerapannya, manajemen di rumah sakit dapat dilihat dari fungsi


perencanaan rumah sakit dan fungsi pergerakan dan pelaksanaan rumah sakit.

FUNGSI PERENCANAAN RUMAH SAKIT

Perencanaan merupakan proses yang menyangkut upaya yang dilakukan untuk


mengantisipasi kecenderungan di masa yang akan datang dan penentuan strategi
dan taktik yang tepat untuk mewujudkan target dan tujuan suatu organisasi.
Ada dua alasan mengapa perencanaan diperlukan yaitu untuk mencapai “Protective
bennefits” yaitu merupakan hasil dari pengurangan kemungkinan terjadinya
kesalahan dalam pembuatan keputusan dan “Positive benefit” yaitu untuk
peningkatan pencapaian tujuan organisasi.

Fungsi perencanaan di bidang kesehatan adalah proses untuk merumuskan


masalah-masalah kesehatan di masyarakat, menentukan kebutuhan dan sumber
daya yang tersedia, menetapkan tujuan program yang paling pokok, dan menyusun
langkah-langkah untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Perencanaan merupakan fungsi yang penting karena akan menentukan fungsi-


fungsi manajemen yang lainnya dan merupakan landasan dasar dari fungsi
manajemen secara keseluruhan. Perencanaan manajerial akan memberikan pola
pandang secara menyeluruh terhadap semua pekerjaan yang akan dijalankan, siapa
yang akan melakukan dan kapan akan dilakukan. Perencanaan merupakan tuntutan
terhadap proses pencapaian tujuan secara efektif dan efisien.

Manfaat Perencanaan Rumah Sakit

Melalui perencanaan program di rumah sakit akan dapat diketahui:

1. Tujuan program di rumah sakit dan bagaimana cara mencapainya.


2. Jenis dan kegiatan yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan tersebut.
3. Struktur organisasi rumah sakit yang dibutuhkan.
4. Jumlah dan jenis kualifikasi staf yang diinginkan, dan uraian tugasnya.
5. Sejauh mana efektifitas kepemimpinan di rumah sakit.
6. Komunikasi serta bentuk dan standar pengawasan yang perlu dikembangkan
oleh manajer dan perlu dilaksanakan.

Keuntungan perencanaan rumah sakit yang baik:

1. Aktifitas di rumah sakit lebih terarah untuk mencapai tujuan.


2. Mengurangi atau menghilangkan jenis pekerjaan yang tidak produktif.
3. Alat pengukur hasil kegiatan yang dicapai.
4. Memberikan landasan pokok fungsi manajemen lainnya yaitu fungsi
pengawasan.

Kerugian perencanaan rumah sakit:

1. Keterbatasan dalam ketepatan informasi dan fakta-fakta tentang masa yang akan
datang.
2. Memerlukan biaya yang cukup besar.
3. Hambatan psikologis.
4. Menghambat timbulnya inisiatif.
5. Terhambatnya tindakan yang perlu diambil.

Langkah-langkah Perencanaan Rumah Sakit:


1. Analisis situasi

Tujuannya adalah untuk mengumpulkan data atau fakta. Analisis situasi ini
melibatkan beberapa aspek ilmu yaitu:

 Epidemiologi (distribusi penyakit dan determinannya) yakni kelompok penduduk


sasaran (who) yang menderita kejadian tersebut, dimana, kapan masalah
tersebut terjadi. Misalnya: data jenis penyakit yang dapat dicegah dari imunisasi.
 Antropologi (aspek budaya dan perilaku sehat, sakit masyarakat)
 Demografi (angka-angka vital statistik). Misalnya: berdasarkan kelompok umur,
jumlah kelahiran dan kematian, jumlah AKI dan sebagainya.
 Statistik (mengolah dan mempresentasikan data).
 Ekonomi (pembiayaan kesehatan) meliputi pendapatan, tingkat pendidikan,
norma sosial, dan sistem kepercayaan masyarakat.
 Geografis yaitu meliputi semua informasi karakteristik wilayah yang dapat
mempengaruhi masalah tersebut.
 Organisasi pelayanan meliputi motivasi kerja staf dan kader, keterampilan,
persediaan vaksin dan sebagainya.

Jenis informasi yang diperlukan untuk perencanaan adalah:

 Penyakit dan kejadian sakit di wilayah kerja.


 Data kependudukan.
 Jenis dan organisasi pelayanan kesehatan yang tersedia.
 Keadaan lingkungan dan aspek geografisnya.
 Sarana dan sumber daya penunjang.

Pengumpulan data dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung, yaitu:

 Mendengarkan keluhan masyarakat di lapangan.


 Membahas masalah-masalah kesehatan dengan tokoh-tokoh formal dan informal
masyarakat.
 Membahas masalah-masalah bersama petugas lapangan kesehatan.
 Membaca laporan kegiatan program kesehatan.
 Mempelajari peta wilayah, sensus penduduk, laporan khusus, hasil suatu survei,
juklak program, laporan tahunan.

Masalah kesehatan tersebut meliputi:

 Masalah penyakit (medis), intervensi medis yaitu diagnosa penyakit, pengobatan


dan tindak lanjut.
 Masalah kesehatan masyarakat (Public health), surveilen, analisis epidemiologi,
intervensi yaitu promosi kesehatan, perlindungan spesifik atau imunisasi dan
deteksi dini.

2. Mengidentifikasi masalah dan prioritasnya


Masalah dapat dibagi dalam tiga kategori yaitu masalah tentang penyakit, masalah
manajemen pelayanan kesehatan (masalah program), dan masalah perilaku, sikap
dan pengetahuan masyarakat. Prioritas masalah secara praktis dapat ditetapkan
berdasarkan pengalaman staf, dana, dan mudah tidaknya maslah dipecahkan.
Prioritas masalah dijadikan dasar untuk menentukan tujuan.

Contoh masalah tentang penyakit antara lain KIA/ KB, tingginya prevalensi anemia
pada remaja putri dan wanita hamil, partus kasep, kematian ibu bersakin, BBLR,
kematian neonatal dan perinatal (misalnya akibat tetanus neonatorum, ISPA, diare),
infertility, mioma, Ca. Cervix, Ca. Mammae serta masalah komplikasi pemakaian
IUD.

Contoh masalah program adalah sebagai berikut:

 Masalah input, jumlah staf kurang, keterampilan dan motivasi kerja rendah,
peralatan kurang memadai, jenis obat yang tersedia tidak sesuai.
 Masalah proses, terkait dengan fungsi manajemen (POAC) yaitu kurang jelas
tujuan program, kurang jelas rumusan masalah program (Planning), pembagian
tugas tidak jelas (Organizing), kepemimpinan kurang (Actuating), pengawasan
atau supervisi lemah (Controlling).

Contoh masalah manajemen pelayanan kesehatan antara lain tingginya jumlah anak
yang menderita diare, air minum yang terkontaminasi air limbah, kebutuhan
masyarakat akan penyuluhan kesehatan, banyaknya tumpukan sampah di
sepanjang jalan umum, pemilikan jamban keluarga yang masih rendah, kurangnya
persediaan oralit di Posyandu dan tervatasnya jumlah staf yang mampu melakukan
deteksi dini diare. Yang menjadi prioritas atau masalah utama adalah tingginya
jumlah anak yang menderita diare.

Kriteria penetapan prioritas masalah kesehatan:

 Apakah masalah tersebut menimpa sebagian besar penduduk?


 Apakah masalah tersebut potensial sebagai penyebab tingginya kematian bayi?
 Apakah masalah tersebut mempengaruhi kesehatan dan kematian anak balita?
 Apakah masalah tersebut mengganggu kondisi kesehatan dan mengakibatkan
kematian ibu hamil?
 Apakah masalah kesehatan tersebut bersifat kronis, mnimbulkan kecatatan, dan
mengganggu produktifitas kerja masyarakat di suatu wilayah?
 Apakah masalah tersebut mengakibatkan kepanikan masyarakat secara luas?

Kriteria berdasarkan fisibilitas di lapangan:

 Apakah daerah itu mudah dicapai?


 Bagaimana partisipasi masyarakat setempat?
 Berapa cakupan kegiatan program yang telah mampu dicapai selama ini?
 Apakah masalah kesehatan tersebut adalah salah satu prioritas program
kesehatan nasional?
 Apakah masalah kesehatan tsb. dapat dipecahkan dengan potensi yg. Ada?
3. Penentuan tujuan program

Kriteria penentuan tujuan program:

 Tujuan adalah hasil yang diinginkan (tolok ukur keberhasilan kegiatan).


 Tujuan harus sesuai dengan masalah, bisa dicapai, bisa diukur, bisa dilihat
hasilnya.
 Tujuan penting untuk membuat perencanaan dan mengevaluasi hasilnya.
 Target operasional berhubungan dengan waktu.
 Tetapkan kegiatan program untuk mencapai tujuan.
 Tetapkan masalah dan faktor-faktor penghambat sebelum tujuan dan target
operasional ditetapkan.

Contoh: Untuk meningkatkan cakupan pemeriksaan antenatal care ibu-ibu hamil,


dirumuskan tujuan pelayanan “meningkatnya cakupan K1 (kunjungan ibu hamil yang
pertama) dari 80% menjadi 100%, dan K4 60% menjadi 80%”. Perlu didistribusikan
bidan di setiap desa. Perlu penyediaan kit bidan lengkap.

4. Mengkaji hambatan dan kelemahan program

Sebelum menentukan tolak ukur, perlu dipelajari hambatan-hambatan program


kesehatan yang pernah dialami atau diperkirakan baik yang bersumber dari
masyarakat, lingkungan, Puskesmas maupun dari sektor lainnya.

Hambatan program dalam manajemen rumah sakit antara lain:

 Hambatan pada sumber daya yaitu meliputi motivasi yang rendah pada staf
pelaksana, partisipasi masyarakat yang rendah, peralatan tidak lengkap,
informasi tidak valid, dana yang kurang dan yang waktu kurang.
 Hambatan pada lingkungan yaitu meliputi geografis (jalan rusak), iklim, tingkat
pendidikan rendah, sikap dan budaya masyarakat (mitos, tabu, salah persepsi)
serta perilaku masyarakat yang kurang partisipatif.

Langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah membuat daftar hambatan dan


kendala program kemudaian mengeliminasi, memodifikasi, serta mengurangi yang
tidak bisa dilakukan dan menyesuaikannya dengan tujuan operasional kegiatan
program.

5. Membuat rencana kerja operasional

Dengan Rencana Kerja Operasional (RKO) akan memudahkan pimpinan


mengetahui sumber daya yang dibutuhkan dan sebagai alat pemantau.
Pembahasan rencana kerja operasional meliputi:

 Mengapa kegiatan ini penting dilaksanakan?


 Apa yang akan dicapai?
 Bagaimana cara mengerjakannya?
 Siapa yang akan mengerjakan dan siapa sasaran kegiatannya?
 Sumber daya pendukung?
 Dimana kegiatan akan dilaksanakan?
 Kapan kegiatan ini akan dikerjakan?

FUNGSI PENGGERAKAN DAN PELAKSANAAN

(ACCTUATING) DI RUMAH SAKIT

RS adalah sebuah organisasi yang sangat kompleks. Manajemennya hampir sama


dengan manajemen sebuah hotel. Yang membedakan hanya pengunjungnya.
Pengunjung RS adalah orang yang sedang sakit dan keluarganya.Mereka pada
umumnya mempunyai beban sosial-psikologi akibat penyakit yang diderita oleh
salah seorang dari anggota keluarganya.

Kompleksitas fungsi actuating di sebuah RS dipengaruhi oleh dua aspek yaitu:

 Sifat pelayanan kesehatan yang ientasi kepada konsumen penerima jasa


pelayanan (customer service). Hasil perawatan pasien sebagai customer RS ada
tiga kemungkinan yaitu sembug sempurna, cacat (squalae), atau mati. Apapun
kemungkinan hasilnya, kualitas pelayananharus diarahkan untuk kepuasan
pasien (customer satisfaction) dan keluarganya.
 Pelaksanaan fungsi actuating cukup kompleks karena tenaga yang bekerja di RS
terdiri dari berbagai jenis profesi.

Kompleksitas ketenagaan dan jenis profesi yang dimiliki oleh RS, menuntut
dikembangkannya kepemimpinan partisipatif. Model kepemimpinan manajerial
seperti ini akan menjadi salah satu faktor yang ikut menentukan mutu pelayanan RS
(quality of services) karena pelayanan kesehatan di RS hampir semuanya saling
terkait satu sama lain. Atas dasar ini, pelayanan di RS harus mengembangkan
sistem jaringan kerja internal (networking) yang solid dan menunjang satu sama lain.

Semua staf RS harus memahami visi dan misi pengembangan RS serta kebijakan
operasional pimpinan. Untuk menjaga otonomi profesi dari masing-masing SMF,
kualitas pelayanan di RS harus disesuaikan dengan standar profesi yang harus
ditetapkan oleh setiap perkumpulan dokter ahli (ikatan profesi). Stanndar profesi
dikenal denga medical of conduct dan medical ethic juga harus selalu diperhatikan
oleh semua staf SMF dalam rangka menjaga mutu pelayanan RS (quality of care).

Sehubungan dengan kompleksitas sistem ketenagaan dan misi yang harus diemban
oleh RS, penerapan fungsi actuating di RS akan sangat tergantung dari empat
faktor. Faktor pertama adalah kepemimpinan direktur RS; kedua adalah koordinasi
yang dikembangkan oleh masing-masing Wakil Direktur dengan kepala SMF dan
kepala instalasinya; ketiga adalah komitmen dan profesionalisme tenaga medis dan
non medis di RS (dokter, perawat, dan tenagapenunjang lainnya), dan keempat
adalah pemahaman pengguna jasa pelayanan RS (pasien dan keluarganya) akan
jenis pelayanan kesehatan yang tersedia di RS.
Peranan dokter spesialis sangat besar pengaruhnya di dalam penerapan
fungsi actuating ini. Sifat otonomi profesi di tiap-tiap SMF harus diiatur agar tidak
menjadi penghambat penerapan fungsi actuating di RS. Untuk itu, mereka harus
memahami benar visi dan misi RS yang ingin dikembangkan oleh pihak manajemen
(direktur) RS. Oleh karena itu, fungsi RS harus dilihat dalam konteks kesatuan kerja
dari sebuah tatanan sistem yang terpadu.Pelayanan kesehatan dimasing-masing
SMF adalah subsistemnya.

Di pihak lain, intensitas dan frekuensi komunikasi abtara pihak pimpinan RS dan
semua staf profesional harus berlangsung dinamis. Kepemimpinan, komunikasi,
koordinasi merupakan faktor penting didalam pengembangan fungsi actuating.
Ketiganya akan memudahkan penjabaran visi dan misi serta strategi pimpinan RS
menembangkan mutu pelayanan kesehatan di masing-masing SMF.Di sisi lain,
dibutuhkan juga peningkatan keterampilan manajerial di pihak pimpinan RS
sehingga lebih mampu mengintregasikan masing-masing tugas SMF ke dalam satu
kesatuan gerak (networking) yang harmonis dan saling menunjang peningkatan
mutu pelayanan RS demi kepuasan pelanggannya. Jika pendekatan ini kurang
dipahami oleh pihak manajemen RS dan pimpinan SMF, budaya kerja yang
berorientasi kepada peningkatan mutu pelayanan RS tidak akan berkembang.
Meraka cenderung akan bertindak sendiri, arogansi profesi dan dukungan sarana
dan prasarana (input) pelayanan RS (teknologi dan peralatan kedokteran, logistik,
keuangan, dan sebagainya) kurang mendapat perhatian. Untuk itu pengembangan
budaya kerja staf di SMF harus diarahkan untuk mendukung tercapainya visi dan
misi RS. Meraka harus menyadari akan peranannya sebagai staf RS yang diberikan
tugas istimewa memberikan asuhan pelayanan medik dan kesehatan kepada
masyarakat (customer) yang menggunakan jasa pelayanan RS.

REKAM MEDIS DAN KESEHATAN DI RUMAH SAKIT\

Dalam pelayanan kesehatan dan kedokteran terutama di rumah sakit maupun


praktik pribadi, peranan pencatatan Rekam Medik sangat penting dan sagat melekat
pada pelayanaan. RM adalah orang ketiga dalam pelayanan kesehatan. Catatan
demikian akan berguna untuk merekam dan mengingatkan dokter engan keadaan,
hasilpemeriksaan dan pengobatan yang telah diberikan bila pasien daang kembali
untuk berobat ulang setelah beberapa hari, bulan bahkan tahu.

Untuk mendukung peningkatan mutu dan peranan RM dalam pelayanan kesehatan,


IDI juga menerbitkan Fatwa IDI tentang RM, dalam SK No. 315/PB/A.4/88, yang
menekankan bahwa praktek profesi kedokteran harus meaksanakan RM, tidak saja
untuk dokter yang bekerja di rumah sakit tetapi juga bagi dokter yang praktik pribadi.

Sebelum RM populer seperti sekarang kalangan kesehatan dulunya menggunakan


istilah status pasien tetapi belakangan ini orang lebih cenderung menngunakan
istilah Rekam Medis sebagai terjemahan dari medical record. RM adalah kumpulan
keterangan tentang identitas, hasilanamnesis, pemeriksaan dan catatan segala
kegiatan para pelayan kesehatan atas pasien dar waktu ke waktu. Catatan ini
berupa tulisan maupun gambar, dan belakangan ini dapat pula berupa rekaman
elektronik seperti komputer, mikrofilm dan rekaman suara.
Dalam PERMENKES No. 749a/MenKes/XII/89 tentang RM disebut pengertian RM
adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien,
pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan pelayanan lain kepada pasien pada sarana
pelayanan kesehatan.

Di rumah sakit terdapat 2 jenis RM, yaitu:

 RM untuk pasien rawat jalan


 RM untuk pasien rawat inap

Untuk pasien rawat jalan, termasuk pasien gawat darurat RM mempunyai informasi
pasien antara lain:

 Identitas dan formulir perizinan


 Riwaya penyakit
 Laporan pemeriksaan fisik termasuk pemeriksaan laboratorium.
 Diagnosa atau diagnosis banding
 Instruksi diagnostik dan terapeutik dengan tanda tangan pejabat kesehatan yang
berwenang.

Untuk pasien rawat inap, sama seperti sebelumnya hanya denagan tambahan:

 Persetujuan tindakan medik


 Catatan konsultasi
 Catatan perawat da tenaga kesehatan lainnya
 Catatan observasi klinik dan pengobatan
 Resume akhir dan evaluasi pengobatan

Untuk di rumah sakit biasanya yang terpenting pelu diperhatikan untuk pasien rawat
inap, yaitupenmbuatan resume akhir. Yang isinya antara lain menjelaskan :

 Anamnesis
 Hasil penting pemeriksaan fisik diagnostik, laboratorium, rongent dan lain – lain.
 Pengobatan dan tindakan operasi yang dilaksnakan.
 Keadaan pasien waktu keluar
 Anjuran pengobatan dan perawatan.

Tujuan pembuatan resume ni antara lain:

 Untuk menjamin kontinuitas pelayanan medik dengan kualitas yang tinggi serta
bahan yang berguna bagi dikter pad awaktu menerima pasien untuk dirawat
kembali.
 Bahan penilai staf medik rumah sakit
 Untuk memenuhi permintaan dari badan – badan resmi tentang perawatan
seorang pasien.
 Sebagai bahan informasi bagi dokter yang bertugas, dokter ang mengirim, dan
dokter konsultan
Secara umum kegunaan RM adalah:

 Sebagai alat komunikasi antara dokter dan tenga kesehatan lainnya yang ikut
andil dalam pelayanan kesehatan.
 Merupakan dasar untuk perencanaan pengobatan dan perawatan yang harus
diberikan kepada pasien
 Sebagai bukti tertulis segala pelayanan, perkembnagna penyakit dan
pengobatan selama pasien berkunjung atau dirawat di rumah sakit.
 Sebagai dasar analisis, study, evaluasi terhadap mutupelayanan yang di beriakn
kepada pasien
 Melindungi kepentingan hukum bagi pasien, rumah sakit maupun dokter dan
tenaga kesehatan lainnya
 Menyedikan data – data khusus yang sangat berguna untuk penelitian dan
pendidikan
 Sebagai dasar di dalam perhitungan biaya pembayaran pelayanan medik pasien
 Menjadi sumber ingatan yang harus didokumentasikan, serta sebagai bahan
pertanggungjawaban dan laporan

Dalam pelaksanaan kegunaan RM di atas maka staf medik dan tenaga kesehatan
lainnya dituntut untuk mengisi RM scara cepat, akurat, dan mudah dibaca. Tanpa
adanya informasi medik yang dicatat dengan baik oleh kalangan medik maupun
paramedik, maka kegunaan seperti yang di kemukakan sebelumnya tidak akan
tercapai.

INDIKATOR PENILAIAN MUTU ASUHAN KESEHATAN

Mutu asuhan kesehatan sebuah RS akan selalu terkait dengan struktur, proses,
outcome sistem pelayanan RS yersebut. Mutu asuhan pelayanan RS juga dapat
dikaji dari tingkat pemanfaatan sarana pelayanan oleh masyarakat, mutu pelayanan
dan tingkat efisiensi RS.

Aspek struktur

Struktur adalah semua masukan (input) untuk system pelayanan sebuah RS yang
meliputi tenaga, peralatan, dana dan sebagainya. Ada sebuah asuransi yang
mengatakan bahwa jika struktur sistem RS tertata dengan baik, akan lebih menjamin
mutu asuhannya. Baik tidaknya struktur RS diukur dari tingkat kewajaran, kuantitas,
biaya, efisiensi, mutu dari masing – masing komponen struktur.

Proses

Proses adalah semua kegiatan dokter dan tenaga professional lainnya yang
mengadakan interaksi secara profesional dengan pasiennya. Interaksi ini diukur
antara lain dalam bentuk penilaian tentang pasien, penegakan diagnosa, rencana
tindakan pengobatan, indikasi tindakan, penanganan penyakit, dan prosedur
pengobatan.
Dalam hal ini juga dianut asumsi bahwa semakin patuh tenaga profesi menjalankan
”standards of good practice” yang telah diterima dan diakui oleh masing – masing
ikatan profesi, akan semakin tinggi pula mutu asuhan terhadap pasien. Baik tidaknya
pelaksanaan proses pelayanan di RS dapat diukur dari tiga aspek yaitu relevan
tidaknya proses itu bagi pasien, efektivitas prosesnya, dan kualitas interaksi asuhan
terhadap pasien.

Outcome

Outcome adalah hasil akhir kegiatan dokter dan tenaga profesi lainnya di RS
terhadap pasien. Di sini diperlukan pedoman untuk mengukur mutu asuhan
pelayanan kesehatan. Indikator mutu pelayanan medis meliputi :

1. Angka infeksi nosokomial


2. Angka kematian kasar (Gross Death Rate)
3. Kematian pasca bedah
4. Kematian ibu melahirkan ( Maternal Death Rate-MDR)
5. Kematian bayi baru lahir (Infant Death Rate-IDR)
6. NDR (Net Death Rate di atas 48 jam)
7. ADR (Anasthesia Death Rate)
8. PODR (Post Operation Death Rate)
9. POIR (Post Operative Infection Rate)

Indikator mutu pelayanan untuk mengukur tingkat efisiensi RS :

1. Unit cost untuk rawat jalan


2. Jumlah penderita yang mengalami dekubitus
3. Jumlah penderita yang jatuh dari tempat tidur
4. BOR (Bed Occupancy Rate)
5. BTO (Bed Turn Over)
6. TOI (Turn Over Interval)
7. ALOS (Average Length of Stay)
8. Normal Tissue Removal Rate

Indikator mutu yang berkaitan dengan tingkat kepuasan pasien dapat diukur dengan
:

1. Jumlah keluhan dari pasien/keluarganya


2. Surat pembaca di koran
3. Surat kaleng
4. Surat masuk dari kotak saran, dan sebagainya
5. Survei tingkat kepuasan pengguna pelayanan kesehatan RS

Indikator cakupan pelayanan sebuah RS terdiri dari :

1. Jumlah dan pesentase kunjungan rawat jalan/inap menurut jarak PS dengan asal
pasien
2. Jumlah pelayanan dan tindakan medik
3. Jumlah tindakan pembedahan
4. Jumlah kunjungan SMF spesialis
5. Pemfaatan oleh masyarakat
6. Contact rate
7. Hospitalization rate
8. Out patient rate
9. Emergency out patient rate

Untuk mengukur mutu pelayanan sebuah RS, angka-angka standar tersebut di atas
dibandingkan dengan standar (indikator) nasional. Jika tidak ada angka standar
nasional, penilaian dialkukan dengan menggunakan hasil pencatatan mutu pada
tahun sebelumnya di RS yang sama setelah dikembangkan kesepakatan pihak
manajemen / direksi RS yang bersangkutan dengan masing-masing SMF dan staf
lainnya yang terkait.

Indikator mutu yang mengacu pada keselamatan pasien:

1. Pasien terjatuh dari tempat tidur/kamar mandi


2. Pasien diberi obat yang salah
3. Tidak ada obat/alat emergensi
4. Tidak ada oksigen
5. Tidak ada alat penyedot lendir
6. Tidak tersedia alat pemadam kebakaran
7. Pemakaian obat tidak sesuai standar
8. Pemakaian air, listrik, gas, dan sebagainya.

Mutu pelayanan medis dan kesehatan di RS sangat erat kaitannya dengan


manajemen RS (quality of services) dan keprofesionalan kinerja SMF dan staf
lainnya di RS (quality of care). Keduanya merupakan oucome dari manajemen
manjaga mutu di RS (quality assurance) yang dilaksanakan oleh gugus kendali mutu
RS. Dalam hal ini, gugus kendali mutu dapat ditugaskan kepada komite medik RS
karena mereka adalah staf fungsional (nonstruktural) yang membantu direktur RS
dengan melibatkan semua staf SMF RS.

Rumus untuk menghitung mutu pelayanan RS

BOR (Bed Occupancy Rate)

Persentase pemakaian tempat tidur pada satu satuan waktu tertentu. Indikator ini
memberikan gambaran tentang tinggi rendahnya tingkat pemanfaatan tempat tidur
RS.

Jumlah hari perawatan RS dalam waktu tertentu x 100%

Jumlah TT x Jumlah hari dalam satu satuan waktu

ALOS (Average Length of Stay)


Rata-rata lamanya perawatan seorang pasien. Indikator ini di samping merupakan
gambaran tingkat efisiensi manajemen sebuah RS, indikator ini juga dapat dipakai
untuk mengukur mutu pelayanan apabila diagnosis penyakit tertentu dapat dijadikan
tracernya (yang perlu pengamatan lebih lanjut).

Jumlah hari perawatan pasien keluar rumah sakit

Jumlah pasien keluar rumah sakit (hidup + mati)

BTO (Bed Turn Over)

Frekuensi pemakaian tempat tidur dalam satu satuan waktu (biasanya per tahun)
tempat idur RS. Indikator ini akan memberikan gambaran tingkat pemakaian tempat
tidur RS.

Jumlah pasien keluar RS (hidup + mati)

Jumlah tempat tidur

TOI (Turn Over Interval)

Rata-rata hari tempat tidur tidak ditempati dari saat ke saat sampai terisi berikutnya.
Indikator ini juga menberikan gambaran tingkat efisiensi penggunaan tempat tidur.

(Jumlah TT x hari) – hari perawatan RS

Jumlah pasien keluar (hidup + mati)

NDR (Net Death Rate)

Angka kematian di atas 48 jam setelah dirawat untuk tiap-tiap 100 penderita keluar
RS.

Jumlah pasien mati di atas 48 jam dirawat x 100%

Jumlah pasien RS – kematian di bawah 48 jam

GDR (Gross Death Rate)

Angka kematian umum penderita keluar RS

Jumlah pasien mati seluruhnya dirawat x 100%

Jumlah pasien keluar (hidup + mati)


Net Death Rate

Total kematian > 48 jam dalam periode waktu tertentu x 100%

Total pasien keluar hidup & mati dalam periode yang sama

Net Infection Rate

Total penderita infeksi yang didapat RS dalam periode tertentu x 100%

Jumlah pasien keluar hidup & mati dalam periode yang sama

Anasthesia Death Rate

Total kematian Anasthesia dalam periode tertentu x 100%

Total pasien yang mendapat anasthesia dalam periode yang sama

Post Operation Death Rate

Total kematian dalam 10 kali operasi dalam periode waktu tertentu x 100%

Total pasien yang dioperasi dalam periode yang sama

Normal Tissue Removal Rate

Total normal tissue yang diangkat x 100%

Total tissue yang diperiksa

Maternal Death Rate

Jumlah pasien kebinanan yang meninggal dalam periode tertentu x 100%

Jumlah pasien kebidanan yang eluar hidup + mati

Foetal Death Rate

Jumlah kematian bayi dengan U.K.>20 minggu x 100%

Jumlah semua kelahiran dalam periode tertentu

Contact Rate (5 mil)


Total pasien keluar hidup + mati x 100%

Jumlah populasi

Hospitalization Rate

Total hari rawat x 100%

Jumlah populasi

Out Patient Rate

Total kunjungan (baru + lama) x 100%

Jumlah populasi

Emergency Out Rate Patient

Total kunjungan pasien gawat darurat x 100%

Jumlah populasi

Hasil perhitungan standar mutu pelayanan RS tersebut harus dibandingkan dengan


masing-masing standar mutu nasional. Untuk ukuran mutu yang tidak ada standar
nasionalnya, angkanya dibandingkan dengan hasil penilaian tahun-tahun
sebelumnya.

Standar nasional untuk asuhan kesehatan RS di Indonesia

1. BOR : 75-85%

2. ALOS : 7-10 hari

3. TOI : 1-3 hari

4. BTO : 5-45 hari

5. NDR (48 jam) : < 2,5%

6. GDR : <3%

7. Anasthesia Death Rate : 1/5000

8. Post Operation Death Rate : <1%


9. Post Operative Infection Rate : <1%

10. Normal Tissue Removal Rate : <10%

11. Maternal Death Rate : <0,25%

12. Neonatal Death Rate : <2%

13. Angka Infeksi Nosokomial : 1-2%

KESIMPULAN

Pihak-pihak yang berperan dalam manajemen rumah sakit adalah dokter, dokter
umum dan spesialis, dokter gigi, perawat, farmasis, fisioterapis tekhnisi dan lain-lain
yang bekerja di rumah sakit tersebut.

Untuk mencapai organisasi rumah sakit yang baik diperlukan penerapan manajemen
yang baik pula.

SARAN

Masing-masing profesi yang bekerja di rumah sakit sebaiknya mengetahui


bagaimana suatu fungsi manajemen yang baik agar dapat menjalankan profesinya
tersebut sekaligus menjaga jalannya fungsi rumah sakit yang baik dan benar.

Anda mungkin juga menyukai