Oleh:
reproduksi dan penanganan gangguan reproduksi (Gangrep) pada ternak sapi/kerbau, tahun
2016, dimana program ini merupakan langkah awal dalam pelaksanaan program UPSUS
SIWAB tahun 2017, dengan maksud kejadian gangguan reproduksi berkurang sehingga
diharapkan satu indukan dapat menghasilkan 1 anakan setiap tahunnya (one calving one
year) dengan kata lain kedua program ini ditujukan untuk swasembada daging tahun 2026
yang mempunyai tujuan tertentu yang mesti diikuti dan dilakukan oleh para pelakunya
Dua program ini merupakan serangkaian kegiatan yang bertujuan untuk menjadikan
Indonesia sebagai negara swasembada daging, dimana para pelakunya yakni pemerintah
dan peternak lokal. Dalam membuat keputusan jika dipandang dari ilmu filsafat sebuah
keputusan pasti memiliki sebuah tujuan baik secara tersirat maupun tersurat. Dalam hal ini
tujuan yang tersurat dalam program ini yakni memenuhi kebutuhan daging dan protein
hewani di masyarakat. Adapun tujuan tersirat yakni mencerdaskan anak bangsa dengan
Sebuah program yang dicanangkan pemerintah sesuai dengan kajian filsafat yang
memiliki pilar penting yakni ontologis, epistemologis dan axiologis. Keberhasilan program
ini pasti memerlukan kerjasama pemerintah dengan peternak, maka dari itu sebagai
pemerintah harus benar-benar mengerti kedaan rakyat. Sedangkan dari segi rakyat memiliki
hak menerima atau tidak menerima sebuah kebijakan dari pemerintah. Hal ini yang
menjadikan masalah baru atau sebagai tolak ukur dari sebuah program.
Filsafat merupakan sebuah ilmu yang tidak akan berhentik pada penyelesaian masalah.
Namun filsafat juga merupakan suatu ilmu untuk menyelesaikan sebuah masalah. Oleh
karena itu sebagai pemerintah jika dipandang secara professional harus bertanggung jawab
atas keberhasilan program yang dicanangkan dengan kerjasama yang baik dari semua pihak
1. Apakah tujuan dari program Gangrep dan Upsus Siwab (terlihat dan tidak terlihat)?
2. Bagaimana tinjauan kritis terhadap kebijakan pemerintah yakni proyek Gangrep dan
proyek upsus siwab jika dipandang dari ilmu filsafat segi ilmu onkologis, epistemologi
(apakah dampak di peternak dan pemerintah cth pungli, peternak senang ib gratis,
3. Bagaimana tolak ukur keberasilan dari sebuah program gangrep dan upsus siwab antara
pemerintah dengan peternak (peternak malas recording ib, peternak menjadikan ternak
4. Bagaimana penyelesaian dari kendala dari program gangrep dan upsus siwab (sentra
1.3 Tujuan
2. Mempelajari tinjauan kritis terhadap kebijakan pemerintah yakni proyek Gangrep dan
proyek upsus siwab jika dipandang dari ilmu filsafat segi ilmu onkologis, epistemologi
(apakah dampak di peternak dan pemerintah cth pungli, peternak senang ib gratis,
tolak ukur keberasilan dari sebuah program gangrep dan upsus siwab antara pemerintah
dengan peternak (peternak malas recording ib, peternak menjadikan ternak sebagai
3. Mempelajari tolak ukur keberasilan dari sebuah program gangrep dan upsus siwab antara
pemerintah dengan peternak (peternak malas recording ib, peternak menjadikan ternak
4. Mempelajari penyelesaian dari kendala dari program gangrep dan upsus siwab (sentra
1.4 Manfaat
2. Mengetahui tinjauan kritis terhadap kebijakan pemerintah yakni proyek Gangrep dan
proyek upsus siwab jika dipandang dari ilmu filsafat segi ilmu onkologis, epistemologi
(apakah dampak di peternak dan pemerintah cth pungli, peternak senang ib gratis,
tolak ukur keberasilan dari sebuah program gangrep dan upsus siwab antara pemerintah
dengan peternak (peternak malas recording ib, peternak menjadikan ternak sebagai
3. Mengetahui tolak ukur keberasilan dari sebuah program gangrep dan upsus siwab antara
pemerintah dengan peternak (peternak malas recording ib, peternak menjadikan ternak
4. Mengetahi penyelesaian dari kendala dari program gangrep dan upsus siwab (sentra
2.1 Tujuan Program Gangguan Reproduksi (Gangrep) dan Program Upsus Siwab
Ketahanan pangan dalam negeri memang harus terus digerakkan untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat Indonesia yang terus menerus membutukan asupan pangan asal
hewan dari tahun ke tahun. Menurut pendapat Sudaryanto dan Jamal (2000) Upaya
peternakan, juga perlu diperhatikan seberapa jauh usaha yang telah dikembangkan oleh
Produk daging sapi merupakan komoditas kedua setelah unggas (ayam potong).
Kontribusi daging sapi terhadap kebutuhan daging nasional sebesar 23% dan diperkirakan
laju peningkatan konsumsi daging sapi yang mencapai 4%, dibandingkan dengan laju
peningkatan produksi sapi potong sebesar 2%, maka dalam jangka panjang diperkirakan
terjadi kekurangan produksi akibat adanya pengurangan ternak sapi yang berlebihan
walaupun ditunjang oleh daging unggas. Secara umum kebutuhan daging sapi masih
program penanganan gangguan reproduksi (Gangrep) dan Program Upsus Siwab, dalam
rangka peningkatan ketersediaan pangan sumber protein hewani asal ternak, maka prioritas
utama yang dikembangkan adalah usaha budidaya dan industri pendukungnya dengan
bertahap akan mengurangi yang sifatnya foot loose. Selain itu, menurut Sudrajat (2000)
menyatakan bahwa strategi ketahanan pangan di bidang peternakan adalah merupakan
Masyarakat Sehat dan Produktif serta Kreatif melalui Pembangunan Peternakan Tangguh
Berbasis Sumberdaya Lokal”. Sehingga potensi populasi ternak dan kualitas produksi
khususnya produksi daging di samping susu dan telur merupakan faktor yang sangat
penting dalam menunjang ketahanan pangan khususnya penunjang protein hewani asal
ternak.
Konsumsi hasil ternak berupa daging pada tahun 2008 adalah 7,8 kg/kapita/tahun atau
mengalami penurunan bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya (tahun 2007) yang
sebesar 8,4 kg/kapita/tahun. Konsumsi kalori dan protein per kapita per hari dipengaruhi
oleh pengeluaran per kapita. Pengeluaran sebulan untuk per kapita pada tahun 2008 rata-
rata sebanyak Rp 386 ribu dan untuk kelompok barang makanan sebesar Rp 193
Siwab mampu memenuhi kebutuhan protein asal hewan yang dibutukan masyarakat
Belum berjalannya swasembada daging di Indonesia karena ada beberapa faktor yang
belum terpenuhi antara lain sistem budidaya merupakan suatu hal yang menyebabkan
produk sapi lokal lebih rendah di Indonesia. Hal ini terjadi karena keefisienan usaha yang
didukung oleh peraturan dan kebijakan pemerintah. Seperti rendahnya tingkat suku bunga,
pengusahaan lahan yang luas dengan periode HGU yang relatif panjang. Hal-hal semacam
itu perlu mendapat perhatian Pemerintah Indonesia dalam upaya pengembangan sapi
potong. Dengan demikian produksi sapi bakalan dapat ditingkatkan dengan harga yang
relatif murah. Pada gilirannya dapat menurunkan harga daging dan mampu bersaing dengan
daging impor.
Upsus Siwab ini hendaknya juga mendapat perhatian dari pihak investor. Terutama
kegiatan usaha pembibitan dan pengadaan sapi bakalan di dalam negeri. Karena dengan
Terdapat tiga sumber pasokan daging di pasar domestik, yaitu dari peternakan rakyat,
industri peternakan rakyat dan impor. Pada kondisi normal (sebelum krisis ekonomi) sistem
pengadaan melalui impor lebih praktis dari industri peternakan rakyat dan dari peternakan
rakyat. Karena jalur pemasarannya lebih sederhana. Bahkan pada industri, cenderung
mengarah pada integrasi vertikal. Namun dari sisi dampak terketerkaitan dengan kegiatan
program Upsus Siwab. Jika dibandingkan impor daging sapi, diperkirakan usaha ini lebih
Dari data pemasaran ternak dan daging sapi di Indonesia dapat diperoleh beberapa
informasi penting yang pertama industri atau pengadaan daging sapi di Indonesia selain
berasal dari sumber domestik, juga dari pasokan impor baik berupa sapi bakalan maupun
keduanya.
Sumber pasokan daging di pasar domestik, yaitu dari peternakan rakyat, industri
peternakan rakyat dan impor. Pada kondisi normal (sebelum krisis ekonomi) sistem
pengadaan melalui impor lebih praktis dari industri peternakan rakyat dan dari peternakan
rakyat. Karena jalur pemasarannya lebih sederhana. Bahkan pada industri, cenderung
mengarah pada integrasi vertikal. Namun dari sisi dampak keterkaitan dengan kegiatan
Program Upsus Siwab. Jika dibandingkan impor daging sapi, diperkirakan usaha ini lebih
dan tata cara pelaksanaan pemberian ijin dan pendaftaran usaha peternakan yaitu SK.
Mentan No. 362/1990 tanggal 28 Mei 1990 yaitu tentang pengiriman surat kepada seluruh
gubernur di seluruh provinsi di Indonesia agar usaha peternakan dapat memperoleh alokasi
(Soedjana, 1997).
DAFTAR PUSTAKA