NIM : B.1710419
BAB I
PENDAHULUAN
Islam melihat konsep jual beli itu sebagai suatu alat untuk menjadikan
manusia itu semakin dewasa dalam berpola pikir dan melakukan berbagai
aktivitas, termasuk aktivitas ekonomi. Pasar sebagai tempat aktivitas jual beli
harus dijadikan sebagai tempat pelatihan yang tepat bagi manusia sebagai khalifah
di muka bumi. Maka sebenarnya jual beli dalam Islam merupakan wadah untuk
memproduksi khalifah-khalifah yang tangguh di muka bumi, tidak sedikit kaum
muslimin yang mengabaikan dalam mempelajari muamalat, melalaikan aspek ini
sehingga tidak mempedulikan lagi, apakah barang itu halal atau haram menurut
syariat Islam.
Jual beli (al-bai’) adalah pertukaran sesuatu dengan sesuatu (yang lain).
Kata lain dari al-ba’i adalah asy-syira’, al-mubadah, danat-tijaarah. Allah
membolehkan jual beli bagi hamba-Nya selama tidak melalaikan dari perkara
yang lebih penting dan bermanfaat. Seperti melalaikannya dari ibadah yang wajib
atau membuat madharat terhadap kewajiban lainnya. Jika asal dari jual beli adalah
disyariatkan, sesungguhnya diantara bentuk jual ada juga yang diharamkan dan
ada juga yang diperselisihkan hukumnya.
B. Rumusan Masalah
Dalam penulisan karya tulis ilmiyah ini ada beberapa rumusan masalah,
yaitu:
PEMBAHASAN
Jual beli menurut bahasa adalah suatu bentuk akad penyerahan sesuatu
dengan sesuatu lain. Sedangkan menurut istilah jual beli adalah transaksi antara
penjual dan pembeli untuk melakukan tukar-menukar barang atas dasar suka sama
suka yang disertai dengan akad. Akad jual beli dapat dilakukan dengan dua cara,
yaitu dengan bentuk perkataan dan perbuatan.
Bentuk perkataan terdiri dari ijab dan qobul, ijab adalah kata yang keluar
dari penjual seperti ucapan “saya jual” dan qobul adalah kata yang keluar dari
pembeli seperti ucapan “saya beli”.
1. Pengertian Khiyar
b. Khiyar Syarat
Yaitu masing-masing dari penjual dan pembeli mensyaratkan adanya
khiyar ketika melakukan akad atau setelahnya selama khiyar majlis dalam
waktu tertentu. Dan dua orang yang bertransaksi sah untuk mensyaratkan
khiyar terhadap salah seorang dari keduanya karena khiyar merupakan hak
dari keduanya, maka selama keduanya ridho berarti hal itu boleh.
c. Khiyar Ghobn
Yaitu jika seorang tertipu dalam jual beli dengan penipuan yang keluar dari
kebiasaan, maka seorang telah tertipu diberi pilihan akan melangsungkan
transaksinya atau membatalkannya. Dan orang yang tertipu tidak akan lapang
jiwanya dengan penipuan, kecuali kalau penipuan tersebut adalah penipuan
ringan yang sudah biasa terjadi, maka tidak ada khiyar baginya.
d. Khiyar Tadlis
Yaitu menampakkan barang yang aib (cacat) dalam bentuk yang bagus
seakan-akan tidak ada cacat. Tadlis diambil dari kata ad-dzulma (gelap) yaitu
penjual menunjukkan barang kepada pembeli yang bagus di dalam kegelapan
sehingga barang tersebut tidak terlihat secara sempurna. Tadlis ada dua
macam, yaitu:
Tadlis hukumnya adalah haram, dan bagi pembeli yang sudah terlanjur
membeli barang tadlis maka syariat memperbolehkan mengembalikan barang
pembeliannya.
e. Khiyar aib
Yaitu khiyar bagi pembeli yang disebabkan adanya aib dalam suatu
barang yang tidak disebutkan oleh penjual atau tidak diketahui olehnya,
akan tetapi jelas aib itu ada dalam barang-barang dagangan sebelum dijual.
Adapun ketentuan aib yang memperbolehkan adanya khiyar adalah dengan
adanya aib itu biasanya menyebabkan nilai barang berkurang atau
mengurangi harga barang itu sendiri.
h. Khiyar Ru’yah
Yaitu khiyar bagi pembeli, jika ia membeli suatu barang berdasarkan
penglihatan sebelumnya, kemudian ia mendapati adanya perubahan sifat
barang tersebut. Maka ketika itu baginya berhak untuk memilih antara
melanjutkan atau membatalkan pembelian.
B. Pengertian Riba
Riba dikelompokkan menjadi dua, yaitu riba hutang piutang dan riba jual
beli. Riba hutang piutang yang terdiri riba qiradh dan riba jabiliyah sedangkan
riba jual beli terbagi atas:
1. Riba Fadhl
Yaitu pertukaran antar barang sejenis dengan kadar atau takaran yang
berbeda, sedangkan yang dipertukarkan itu termasuk dalam jenis barang
ribawi
2. Riba Nasi’ah
Yaitu penangguhan penyarahan atau penerimaan barang ribawi yang
dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba nasi’ah muncul
karena adanya perbedaan perubahan atau tambahan antara yang diserahkan
saat ini dengan yang diserahkan kemudian.
Yang diakadi berupa harga atau sesuatu yang dihargai mampu untuk
dikuasai, karena sesuatu yang tidak dapat dikuasai menyerupai sesuatu yang tidak
ada, maka tidak sah jual belinya..
Barang yang diakadi tersebut diketahui ketika terjadi akad oleh yang
berakad, karena ketidak tahuan terhadap barang tersebut merupakan suatu bentuk
penipuan, sedangkan penipuan itu terlarang. Maka tidak sah membeli sesuatu
yang tidak terlihat atau terlihat namun tidak diketahui hakikatnya.
a. Ada penjual dan ada pembeli yang keduanya harus berakal sehat, atas
b. Ada barang atau jasa yang diperjual belikandan barang penukar seperti
c. Ada ijab qobul, yaitu ucapan transaksi antara penjual dan pembeli.
a. Haram, jika tidak memenuhi syarat dan rukun jual beli, atau
PENUTUP
A. Kesimpulan
disertai dengan akad. Dalam jual beli penjual dan pembeli diberi
Melakukan jual beli terdapat beberapa syarat dan rukun jual beli
yang harus dipenuhi penjual dan pembeli, jika tidak dipenuhi maka tidak
Pada dasarnya hukum jual beli adalah mubah, namun bisa berubah
wajib jika memang sangat terpaksa untuk melakukan jual beli tersebud.
Dan bisa juga berubah haram jika tidak memenuhi syarat dan rukun jual
beli. Selain itu, juga dikarenakan kecurangan atau penipuan dari salah satu
B. Saran
interaksinya.
jual beli dan mengharamkan riba. Maka dari itu, jauhilah riba dan jangan
orang lain.
tertentu. Dimana kita harus melakukan ibadah, seperti shalat jum’at dan
shalat fardhu.
DAFTAR PUSTAKA
Prof. DR. Rachmat Syafei, MA, Fiqih Muamalah, Bandung: Pustaka Setia 2001.