Anda di halaman 1dari 35

REFERAT BEDAH SARAF

FRAKTUR TULANG BELAKANG

Disusun oleh:

Muhammad Taufiq H G99162052

Ayu Luh Ratri Wening G99162127

Bashofi Ashari Mappakaya G99162045

Henry Aldezzia G99161081

Ni’matul Mufidah

Periode: 5 Maret – 12 Maret 2018

Pembimbing:

Hanis Setyono, dr., Sp.BS

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDI

SURAKARTA

2018
BAB I

PENDAHULUAN

Vertebra dimulai dari cranium sampai pada apex coccigeus, membentuk

skeleton dari leher, punggung dan bagian utama dari skeleton (tulang cranium,

costa dan sternum). Fungsi vertebra yaitu melindungi medulla spinalis dan serabut

saraf, menyokong berat badan dan berperan dalam perubahan posisi tubuh.

Vertebra pada orang dewasa terdiri dari 33 ruas dengan pembagian 5 regio yaitu 7

cervical, 12 thoracal, 5 lumbal, 5 sacral, 4 coccigeal.

Tulang belakang merupakan suatu satu kesatuan yang kuat diikat oleh

ligamen di depan dan dibelakang serta dilengkapi diskus intervertebralis yang

mempunyai daya absorbsi tinggi terhadap tekanan atau trauma yang memberikan

sifat fleksibel dan elastis. Semua trauma tulang belakang harus dianggap suatu

trauma hebat sehingga sejak awal pertolongan pertama dan transportasi ke rumah

sakit harus diperlakukan dengan hati-hati.

Trauma tulang belakang dapat mengenai jaringan lunak berupa ligamen,

diskus dan faset tulang belakang dan medulla spinalis. Penyebab trauma tulang

belakang adalah kecelakaan lalu lintas (44%), kecelakaan olah raga (22%),

terjatuh dari ketinggian (24%), dan kecelakaan kerja.

Fraktur tulang belakang adalah cedera serius. Fraktur yang paling umum

dari tulang belakang terjadi vertebra servikal dan lumbal atau pada sambungan

1
dari torakolumbal junction. Patah tulang ini biasanya disebabkan oleh kecelakaan

kecepatan tinggi, seperti kecelakaan mobil atau jatuh dari ketinggian.

Pria mengalami fraktur tulang belakang dada atau lumbal empat kali lebih

sering daripada wanita. Usia juga berisiko untuk terjadi fraktur ini, karena tulang

melemah yang disebabkan osteoporosis. 4

Karena energi yang didapat saat terkena fraktur tulang belakang, pasien

sering mengalami cedera tambahan yang memerlukan penatalaksanaan lebih.

Spinal cord dapat terluka, tergantung pada tingkat keparahan fraktur tulang

belakang.

Gejala dari cedera vertebra bervariasi tergantung dari lokasi cedera. Cedera

pada spinal cord dapat menyebabkan kelemahan otot dan mati rasa pada tempat

tempat tertentu. Jenis cedera tulang belakang adalah keadaan kegawatdaruratan

medis dan membutuhkan operasi yang segera. Rentang waktu antara cedera dan

penatalaksanaan dapat berpengaruh pada hasil akhir.

2
BAB II

VERTEBRA

2.1 Anatomi Vertebra

Vertebra adalah pilar yang berfungsi sebagai penyangga tubuh dan

melindungi medulla spinalis. Pilar itu terdiri atas 33 ruas tulang belakang yang

tersusun secara segmental yang terdiri atas 7 ruas tulang servikal (vertebra

servikalis), 12 ruas tulang torakal (vertebra torakalis), 5 ruas tulang lumbal

(vertebra lumbalis), 5 ruas tulang sakral yang menyatu (vertebra sakral), dan 4

ruas tulang ekor (vertebra koksigea).

Setiap ruas tulang belakang dapat bergerak satu dengan yang lain oleh

karena adanya dua sendi di posterolateral dan diskus intervertebralis di anterior.

Pada pandangan dari samping, pilar tulang belakang membentuk lengkungan atau

lordosis di daerah servikal dan lumbal. Keseluruhan vertebra maupun masing-

masing tulang vertebra berikut diskus intervertebralisnya merupakan satu

kesatuan yang kokoh dengan diskus yang memungkinkan gerakan antar korpus

ruas tulang belakang. Lingkup gerak sendi pada vertebra servikal adalah yang

terbesar. Vertebra torakal berlingkup gerak sedikit karena adanya tulang rusuk

yang membentuk toraks, sedangkan vertebra lumbal mempunyai ruang lingkup

3
gerak yang lebih besar dari torakal tetapi makin ke bawah lingkup geraknya

semakin kecil.

Secara umum, struktur tulang belakang tersusun atas dua yaitu :

1. Korpus vertebra beserta semua diskus intervetebra yang berada di

antaranya.

2. Elemen posterior (kompleks ligamentum posterior) yang terdiri atas

lamina, pedikel, prosesus spinosus, prosesus transversus dan pars

artikularis, ligamentum-ligamentum supraspinosum dan intraspinosum,

ligamentum flavum, serta kapsul sendi.

Setiap ruas tulang belakang terdiri atas korpus di depan dan arkus neuralis

di belakang yang di situ terdapat sepasang pedikel kanan dan kiri, sepasang

lamina, 2 pedikel, 1 prosesus spinosus, serta 2 prosesus transversus. Beberapa

ruas tulang belakang mempunyai bentuk khusus, misalnya tulang servikal pertama

yang disebut atlas dan ruas servikal kedua yang disebut odontoid. Kanalis spinalis

terbentuk antara korpus di bagian depan dan arkus neuralis di bagian belakang.

Kanalis spinalis ini di daerah servikal berbentuk segitiga dan lebar, sedangkan di

daerah torakal berbentuk bulat dan kecil. Bagian lain yang menyokong

kekompakan ruas tulang belakang adalah komponen jaringan lunak yaitu

ligamentum longitudinal anterior, ligamentum longitudinal posterior, ligamentum

flavum, ligamentum interspinosus, dan ligamentum supraspinosus.

Stabilitas tulang belakang disusun oleh dua komponen, yaitu komponen

tulang dan komponen jaringan lunak yang membentuk satu struktur dengan tiga

pilar. Pertama yaitu satu tiang atau kolom di depan yang terdiri atas korpus serta

4
diskus intervertebralis. Kedua dan ketiga yaitu kolom di belakang kanan dan kiri

yang terdiri atas rangkaian sendi intervertebralis lateralis. Tulang belakang

dikatakan tidak stabil, bila kolom vertikal terputus pada lebih dari dua komponen.

Terdapat dua tipe berdasarkan kestabilannya, yaitu:

- Cedera stabil : jika bagian yang terkena tekanan hanya bagian medulla

spinalis anterior, komponen vertebral tidak bergeser dengan

pergerakan normal, ligamen posterior tidak rusak sehingga medulla

spinalis tidak terganggu, fraktur kompresi dan burst fraktur adalah

contoh cedera stabil.

- Cedera tidak stabil : cedera yang dapat bergeser dengan gerakan

normal karena ligamen posteriornya rusak atau robek. Fraktur medulla

spinalis disebut tidak stabil jika kehilangan integritas dari ligamen

posterior. Menentukan stabil atau tidaknya fraktur membutuhkan

pemeriksaan radiografi. Pemeriksaan radiografi minimal ada 4 posisi

yaitu anteroposterior, lateral, oblik kanan dan kiri. Dalam menilai

stabilitas vertebra, ada tiga unsur yamg harus dipertimbangkan yaitu

kompleks posterior (kolumna posterior), kompleks media dan

kompleks anterior (kolumna anterior).

Pembagian kolumna vertebralis adalah sebagai berikut :

1. kolumna anterior yang terbentuk dari ligament longitudinal dan 2/3

bagian anterior dari corpus vertebra, diskus dan annulus vertebralis.

2. kolumna media yang terbentuk dari 1/3 bagian posterior dari corpus

vertebralis, diskus dan annulus vertebralis.

5
3. kolumna posterior yang terbentuk dari pedikulus, sendi-sendi

permukaan, arkus tulang posterior, ligamen interspinosa dan

supraspinosa.

Medulla spinalis berjalan melalui tiap-tiap vertebra dan membawa saraf

yang menyampaikan sensasi dan gerakan dari dan ke berbagai area tubuh.

Semakin tinggi kerusakan saraf tulang belakang, maka semakin luas trauma yang

diakibatkan. Misal, jika kerusakan saraf tulang belakang di daerah leher, hal ini

dapat berpengaruh pada fungsi di bawahnya dan menyebabkan seseorang lumpuh

pada kedua sisi mulai dari leher ke bawah dan tidak terdapat sensasi di bawah

leher. Kerusakan yang lebih rendah pada tulang sakral mengakibatkan sedikit

kehilangan fungsi.

2.2 Medulla Spinalis

Medulla spinalis berawal dari ujung bawah medulla oblongata di foramen

magnum. Pada dewasa berakhir di sekitar tulang L1 berakhir menjadi konus

medularis. Selanjutnya akan berlanjut menjadi kauda equine yang lebih tahan

terhadap cedera. Dari berbagai traktus di medulla spinalis secara klinis traktus

kortikospinalis, traktus spinothalamikus dan kolumna posterior. Setiap pasang

traktus dapat cedera pada satu atau kedua sisinya.7

Traktus kortikospinal yang terletak dibagian posterolateral medulla

spinalis mengatur kekuatan motorik tubuh ipsilateral dan diperiksa dengan melihat

kontraksi otot volunteer atau melihat respon involunter dengan rangsang nyeri.

Traktus spinotalamikus yang terletak di anterolateral medulla spinalis membawa

6
sensais nyeri dan suhu dari sisi kontralateral tubuh. Secara umum diperiksa

dengan tusukan atau sentuhan ringan. Kolumna posterior membawa sensasi posisi

(proprioseptif), getar dan sentuh dari bagian tubuh ipsilateral. Kolumna ini

diperiksa dengan sensasi posisi ibu jari dan jari-jari atau getar dengan garpu tala.7

Keadaan dimana tidak ada lagi fungsi sensorik dan motorik dibawah level

tertentu disebut dengan cedera medulla spinalis kompllit. Dalam minggu pertama

pasca trauma, diagnosis belum dapat ditegakkan secara pasti karena masih ada

kemungkinan terjadisyok spinal. Cedera inkomplit adalah cedera dimana masih

ada fungsi motorik atau sensorik yang tersisia, prognosisnya lebih baik

dibandingkan cedera komplit. Sisa sensasi di daerah perianal mungkin hanya satu-

satunya tanda dari fungsi yang tersisa. Sacralsparing dapat ditunjukan oleh

preservasi sensorik di region perianal dan/atau kontraksi volunteer sfingter ani.7

2.3 Dermatom

Dermatom adalah daerah kulit yang dipersarafi oleh akson sensoris radiks

saraf segmen tertentu. Pengetahuan mengenai beberapa level dermatom yang

penting sangat berguna dalam menentukan level trauma dan menilai adanya

perbaikan atau perburukan. Level sensoris dermatom dengan fungsi sensoris

normal yang paling rendah dan seringkali berbeda pada kedua sisi tubuh. Untuk

alas an praktis, dermatom servikal atas (C1-C4) sangat bervariasi dalam distribusi

ke kulit dan tidak dipakai dalam lokalisasi. Namun nervus supraclavicularis (C2-

C4) member inervasi sensorik ke daerah yang menutupi muskulus pektoralis.

Adanya senasi pada daerah ini dapat membingungkan pemeriksa pada saat

7
mencoba menentukan level sensorik pada pasien dengan cedera servikal bawah.

Daerah yang dapat dijadikan patokan :

 C2 Protuberensia oksipitalis

 C3 Fossa Supraklavikularis

 C4 Puncak Sendi akromioklavikularis

 C5 Sisi lateral lengan atas

 C6 Ibu jari tangan

 C7 Jari tengah tangan

 C8 Jari kelingking tangan

 T1 Sisi medial fossa antekubiti

 T2 Puncak Axila

 T3 Ruang Interkostal III

 T4 Ruang Interkostal IV (Papilla mammae)

 T5 Ruang Interkostal V (Antara T4-T6)

 T6 Ruang Interkostal VI (Processus xifoideus)

 T7 Ruang Interkostal VII (Antara T6 - T8)

 T8 Ruang Interkostal VIII (Antara T6 - T10)

 T9 Ruang Interkostal IX (Antara T8 - T10)

 T10 Ruang Interkostal X (Umbilikus)

 T11 Ruang Interkostal XI (Antara T8 - T10)

 T12 Pertengahan ligamentum inguinalis

 L1 Pertengahan antara T10 dan L2

8
 L2 Pertengahan anterior paha

 L3 Kondilus femoralis Medialis

 L4 Maleolus medialis

 L5 Dorsum pedis pada sendi metatarsofalangeal III

 S1 Lateral Tumit

 S2 Fossa Poplitea pada garis tengah

 S3 Tuberositas iskium

 S4-S5 Daerah perianal

9
2.4 Myotom

10
Setiap radiks saraf mempersarafi lebih dari satu otot dan kebanyakan otot

dipersarafi lebih dari satu radiks (biasanya dua). Walaupun begitu supaya mudah

beberapa otot atau kelompok otot diidentifikasi sebagai perwakilan dari segmen

saraf spinal tertentu. Daerah otot yang penting adalah:

 C5 Fleksor siku (M. Biceps, brachialis)

 C6 Ekstensor pergelangan tangan (M. Ekstensor karpi radialis longus-

brevis)

 C7 Ekstensor siku (M.Triseps)

 C8 Fleksor jari (M. Fleksor digitorum profundus) pada jari tengah

 T1 Abduktor jari kelingking (M. Abduktor digiti minimi)

 L2 Fleksor panggul (M. Iliopsoas)

 L3 Ekstensor lutut (M. Kuadriseps)

 L4 Dorsofleksor pergelangan kaki (M. Tibialis Anterior)

 L5 Ekstensor jempol kaki (M. Ekstensor halusis longus)

 S1 Plantarfleksor pergelangan kaki (M. Gastroknemius soleus)

2.5 Mekanisme Cedera

Pada cedera tulang belakang, mekanisme cedera yang mungkin adalah: 8

1. Hiperekstensi (kombinasi distraksi dan ekstensi)

Hiperekstensi jarang terjadi di daerah torakolumbal tetapi sering pada

leher, pukulan pada muka atau dahi akan memaksa kepala ke

belakang dan tanpa menyangga oksiput sehingga kepala

membentur bagian atas punggung. Ligamen anterior dan diskus

11
dapat rusak atau arkus saraf mungkin mengalami fraktur. Cedera ini

stabil karena tidak merusak ligamen posterior.

2. Fleksi

Trauma ini terjadi akibat fleksi dan disertai kompresi pada

vertebra. Vertebra akan mengalami tekanan dan remuk yang dapat

merusak ligamen posterior. Jika ligamen posterior rusak maka

sifat fraktur ini tidak stabil sebaliknya jika ligamentum posterior

tidak rusak maka fraktur bersifat stabil. Pada daerah cervical, tipe

subluksasi ini sering terlewatkan karena pada saat dilakukan

pemeriksaan sinar-X vertebra telah kembali ke tempatnya.

3. Fleksi dan kompresi digabungkan dengan distraksi posterior

Kombinasi fleksi dengan kompresi anterior dan distraksi posterior

dapat mengganggu kompleks vertebra pertengahan, di samping

kompleks posterior. Fragmen tulang dan bahan diskus dapat

bergeser ke dalam kanalis spinalis. Berbeda dengan fraktur

kompresi murni, keadaan ini merupakan cedera tak stabil dengan

risiko progresi yang tinggi. Fleksi lateral yang terlalu banyak dapat

menyebabkan kompresi pada setengah corpus vertebra dan distraksi

pada unsur lateral dan posterior pada sisi sebaliknya. Jika

permukaan dan pedikulus remuk, lesi bersifat tidak stabil.

4. Pergeseran aksial (kompresi)

12
Kekuatan vertikal yang mengenai segmen lurus pada spina servikal atau

lumbal akan menimbulkan kompresi aksial. Nukleus pulposus akan

mematahkan lempeng vertebra dan menyebabkan fraktur vertikal pada

vertebra, dengan kekuatan yang lebih besar, bahan diskus didorong

masuk ke dalam badan vertebral, menyebabkan fraktur remuk (burst

fracture). Karena unsur posterior utuh, keadaan ini didefinisikan

sebagai cedera stabil. Fragmen tulang dapat terdorong ke belakang

ke dalam kanalis spinalis dan inilah yang menjadikan fraktur ini

berbahaya, kerusakan neurologik sering terjadi.

5. Rotasi-fleksi

Cedera spina yang paling berbahaya adalah akibat kombinasi

fleksi dan rotasi. Ligamen dan kapsul sendi teregang sampai batas

kekuatannya, kemudian dapat robek, permukaan sendi dapat

mengalami fraktur atau bagian atas dari satu vertebra dapat

terpotong. Akibat dari mekanisme ini adalah pergeseran atau dislokasi ke

depan pada vertebra di atas, dengan atau tanpa kerusakan tulang.

Semua fraktur-dislokasi bersifat tak stabil dan terdapat banyak risiko

munculnya kerusakan neurologik.

6. Translasi Horizontal

Kolumna vertebralis teriris dan segmen bagian atas atau bawah dapat

bergeser ke anteroposterior atau ke lateral. Lesi bersifat tidak stabil dan

sering terjadi kerusakan syaraf.

13
BAB III

FRAKTUR VERTEBRA SERVIKAL

3.1 Etiologi

Cedera spinal terjadi akibat patah tulang belakang dan terbanyak mengenai

servikal dan lulmbal. Cedera terjadi akibat hiperfleksi, hiperekstensi, kompresi

atau rotasi tulang belakang. Di daerah torakal tidak banyak terjadi karena

terlindung oleh struktur thoraks.

Kelainan dapat berupa patah tulang sederhana, kompresi atau kominutif

dan dislokasi, sedangkan kerusakan pada sumsum tulang belakang dapat berupa

memar, kontusio, kerusakan melintang, laserasi dengan atau tanpa gangguan

peredaran darah atau perdarahan. Kelainan sekunder dapat disebabkan oleh

hipoksemia dan iskemia. Iskemia disebabkan oleh hipotensi, udem atau kompresi.

Kerusakan pada spinal merupakan kerusakan permanen karena tidak ada

regenerasi dari jaringan saraf.

3.2 Epidemiologi

Kecelakaan merupakan penyebab kematian ke empat, setelah penyakit

jantung, kanker dan stroke, tercatat 50 meningkat per 100.000 populasi tiap tahun,

3% penyebab kematian ini karena trauma langsung medula spinalis, 2% karena

multiple trauma. Insidensi trauma pada laki-laki 5 kali lebih besar dari perempuan.

Ducker dan Perrot melaporkan 40% spinal cord injury disebabkan kecelakaan lalu

14
lintas, 20% jatuh, 40% luka tembak, sport, kecelakaan kerja. Lokasi fraktur atau

fraktur dislokasi servikal paling sering pada C2 diikuti dengan C5 dan C6

terutama pada usia dekade 3.

3.3 Patofisiologi

Ketika patah tulang, akan terjadi kerusakan di korteks, pembuluh darah,

sumsum tulang dan jaringan lunak. Akibat dari hal tersebut adalah terjadi

perdarahan, kerusakan tulang dan jaringan sekitarnya. Keadaan ini menimbulkan

hematom pada kanal medulla antara tepi tulang dibawah periostium dengan

jaringan tulang yang mengatasi fraktur.

Terjadinya respon inflamsi akibat sirkulasi jaringan nekrotik adalah

ditandai dengan vasodilatasi dari plasma dan leukosit. Ketika terjadi kerusakan

tulang, tubuh mulai melakukan proses penyembuhan untuk memperbaiki cidera,

tahap ini menunjukkan tahap awal penyembuhan tulang. Hematon yang terbentuk

bisa menyebabkan peningkatan tekanan dalam sumsum tulang yang kemudian

merangsang pembebasan lemak dan gumpalan lemak tersebut masuk kedalam

pembuluh darah yang mensuplai organ-organ yang lain. Hematom menyebabkan

dilatasi kapiler di otot, sehingga meningkatkan tekanan kapiler, kemudian

menstimulasi histamin pada otot yang iskhemik dan menyebabkan protein plasma

hilang dan masuk ke interstitial. Hal ini menyebabkan terjadinya edema. Edema

yang terbentuk akan menekan ujung syaraf, yang bila berlangsung lama bisa

menyebabkan syndrom compartement.

3.4 Gambaran Klinis

15
Gambaran klinis tergantung dari letak dan besarnya kerusakan yang

terjadi. Kerusakan melintang memberikan gambaran hilangnya fungsi motork

maupun sensorik kaudal dari tempat kerusakan disertai syok spinal. Syok spinal

terjadi Karena hilangnya rangsang yang berasal dari pusat. Peristiwa ini umumnya

terjadi selama satu hingga enam minggu. Tandannya adalah kelumpuhan flasid,

anesthesia, arefleksia, hilangnya perspirasi, gangguan fungsi rectum dan kandung

kemih, priapismus, bradikardia dan hipotermal. Setelah syok spinal pulih akan

terdapat hiperrefleksia.

Sindrom sumsum tulang belakang bagian depan menunjukkan

kelumpuhan otot lurik dibawah tempat kerusakan disetai hilangnya sensasi nyeri

dan suhu ada kedua sisinya, sedangkan sensari raba dan posisi tidak terganggu.

Cedera sumsum tulang belakang sentral jarang terjadi. Pada umumnya

terjadi akibat cedera di daerah servikal dan disebabakan hiperekstensia mendadak

sihingga sumsum tulang belakang terdesak oleh ligamentum flavum yang terlipat.

Gambaran klinis berupa tetraparese parsial. Gangguan pada ekstremitas bawah

lebih ringan daripada ekstremitas atas sedangkan daerah perianal tidak terganggu.

Sindrom brown-sequard disebabkan oleh kerusakan paruh lateral sumsum

tulang belakang. Sindrom ini jarang ditemukan gejalanya burupa gangguan

motorik dan hilangnya rasa vibrasi pada posisi ipsilateraldi kontralateral terdapat

gangguan rasa nyeri dan suhu.

16
Kerusakan tulang belakang setinggi vertebra L1-L2 mengakibatkan

anesthesia perianaal, ganggguan fungsi defleksi, miksi,impotensi, serta hilangnya

reflex anal dan reflex bulbokavernosa.

Sindrom kauda equine disebabkan oleh kompresi pada radiks lumbo sacral

setinggi ujung konus medularis dan menyebabkan leumpuhan dan anesthesia di

daerah lumbosakral yang mirip dengan sindrom konus medularis.7

3.5 Diagnosis

Pada penderita yang masih sadar, cedera spinal mudah dikenali dengan

menilai keluhan dan melakukan pemeriksaan terhadap kelainan yang terjadi;

misalnya penderita mengeluh sakit sepanjang kolumna vertebra, mengeluh baal,

kebas hingga lumpuh pada anggota gerak tertentu. Namun pada penderita yang

mengalami penurunan kesadaran hingga koma akan sulit menilai keluhan dan

melakukan pemeriksaan klinis sehingga kita selalu melakukan praduga positif dan

melakukan serangkaian pemeriksaan penunjang.

Beberapa keadaan yang harus dicurigai sebagai cedera spinal dan harus

dikelola sebagai cedera spinal adalah:

 Semua penderita pasca trauma yang tidak sadar

 Penderita yang mengalami gejala neurologis

 Penderita yang mengeluh nyeri gerak da nyeri tekan pada sepanjang

daerah spinal

 Penderita yang jatuh dari ketinggian

 Penderita multiple trauma akibat kecelakaan lalulintas

17
3.6 Tatalaksana

Prinsip dasar pengelolaan cedera spinal adalah dengan melakukan proteksi

sepanjang columna vertebralis agar tidak terjadi gerakan baik fleksi, ekstensi,

rotasi maupun lateral bending. Proteksi spinal yang dilakukan adalah dengan

memasang semi rigid servikal collar dan memfiksasi penderita pada long spine

board. Yang perlu diperhatikan pada prosedur proteksi spinal ini adalah sesegera

mungkin melakukan upaya menegakkan diagnosis ada tidaknya cedera spinal.

Tujuan utama terapi pembedahan adalah melakukan dekompresi terhadap

medulla spinalis dan melakukan instrumentasi stabilisasi jika memang didapati

keadaan tulang belakang yang tidak stabil. Prognosis penderita sangat tergantung

dari beratnya cedera dan lamanya pertolongan hingga tindakan pembedahan.

Terapi medikamentosa segera diberikan begitu penderita dicurigai

menderita cedera spinal, selama transport hingga saat menjelang pembedahan.

Pengelolaan suportif dan medikamentosa berupa :

1. bantuan ventilasi nafas pada penderita yang mengalami paralisis otot nafas

2. cairan intravena dan penanganan renjatan neurogenik

3. obat medikamentosa seperti : glukokortikoid steroid metilprednisolon

dosis tinggi, opiate reseptor antagonis nalokson, non glukokortikoid

steroid tirilazad, monocyaloganglioside.

Prinsip umum :

 Pikirkan selalu kemungkinan adanya cedera spinal

18
 Mencegah terjadinya cedera kedua

 Waspada akan tanda yang menunjukkan jejas lintang

 Lakukan evaluasi dan rehabilitasi

Tindakan :

 Adakan imobilisasi di tempat kejadian (dasar papan)

 Optimaliasi faal ABC : jalan napas,pernapasan dan perderan darah

 Penanganan kelainan yang lebih urgen (pneumotoraks?)

 Pemerikasaan neurologis untuk menentukan tempat lesi

 Pemeriksaan radiologis (kadang diperlukan)

 Tindak bedah (dekompresi,reposisi dan stabilisasi)

 Pencegahan penyulit : ileus paralitik -> sonde lambung

 Penyulit kelumpuhan kandung kemih -> kateter

 Pneumonia

 Dekubitus

Ada dua macam traksi servikal yaitu traksi memakai pita kulit lebar yang

disarungkan di dagu oksipit (biasanya untuk stabilisasi sementara) yang disebut

Halter traction dan traksi skeletal yang dipasang pada tulang tengkorak. Beban

traksi yang diberikan sebaiknya jangan melebihi 5 kg untuk maksmal waktu dua

jam.

Traksi skeletal dipasang di tengkorak pada lokasi di atas telinga, pada titik

di atas garis yang ditarik dari prosesus mastoid ke meatus audiotorius eksternal.

Pemasangan pada lokasi yang lebih anterior akan membuat traksi leher menjadi

19
lebih ekstensi, sedangkan lokasi yang lebih posterior akan menjadikan traksi leher

yang fleksi. Pedoman umum yang dipakai untuk menentukan berat beban traksi

pada awalnya adalah 2,5 kg per vertebra mulai dari basis sampai dengna lokasi

cedera. Namun biar bagaimanapun, pemasangan traksi ini harus dipantau ketat

melalui pemeriksaan klinis neurologis dan radiologis. Kadang perlu pula

diberikan obat penenang ringan seperti diazepam dan atau analgetika selama

pemasangan traksi.

20
BAB IV

FRAKTUR VERTEBRA THORAKOLUMBAL

Penyebab tersering cedera torakolumbal adalah jatuh dari ketinggian serta

kecelakaan lalu lintas. Jatuh dari ketinggian dapat menimbulkan patah tulang

vertebra tipe kompresi. Pada kecelakaan lalu lintas dengan kecepatan tinggi dan

tenaga besar sering didapatkan berbagai macam kombinasi gaya, yaitu fleksi,

rotasi, maupun ekstensi sehingga tipe frakturnya adalah fraktur dislokasi.

Berdasarkan mekanisme cederanya, dapat dibagi menjadi:

1. Fraktur kompresi (Wedge fractures)

Adanya kompresi pada bagian depan corpus vertebralis yang

tertekan dan membentuk patahan irisan. Fraktur kompresi adalah fraktur

tersering yang mempengaruhi kolumna vertebra. Fraktur ini dapat

disebabkan oleh kecelakaan jatuh dari ketinggian dengan posisi terduduk

21
ataupun mendapat pukulan di kepala, osteoporosis dan adanya metastase

kanker dari tempat lain ke vertebra kemudian membuat bagian vertebra

tersebut menjadi lemah dan akhirnya mudah mengalami fraktur

kompresi. Vertebra dengan fraktur kompresi akan menjadi lebih pendek

ukurannya daripada ukuran vertebra sebenarnya.

2. Fraktur remuk (Burst fractures)

Fraktur yang terjadi ketika ada penekanan corpus vertebralis secara

langsung, dan tulang menjadi hancur. Fragmen tulang berpotensi masuk

ke kanalis spinalis. Terminologi fraktur ini adalah menyebarnya tepi

korpus vertebralis kearah luar yang disebabkan adanya kecelakaan yang

lebih berat dibanding fraktur kompresi. Tepi tulang yang menyebar atau

melebar itu akan memudahkan medulla spinalis untuk cedera dan ada

fragmen tulang yang mengarah ke medulla spinalis dan dapat menekan

medulla spinalis dan menyebabkan paralisis atau gangguan syaraf parsial.

Tipe burst fracture sering terjadi pada thoraco lumbar junction dan

terjadi paralysis pada kaki dan gangguan defekasi ataupun miksi.

Diagnosis burst fracture ditegakkan dengan x-rays dan CT scan untuk

mengetahui letak fraktur dan menentukan apakah fraktur tersebut

22
merupakan fraktur kompresi, burst fracture atau fraktur dislokasi.

Biasanya dengan scan MRI, fraktur ini akan lebih jelas mengevaluasi

trauma jaringan lunak, kerusakan ligamen dan adanya perdarahan.

3. Fraktur dislokasi

Terjadi ketika ada segmen vertebra berpindah dari tempatnya

karena kompresi, rotasi atau tekanan. Ketiga kolumna mengalami

kerusakan sehingga sangat tidak stabil, cedera ini sangat berbahaya.

Terapi tergantung apakah ada atau tidaknya korda atau akar syaraf yang

23
rusak. Kerusakan akan terjadi pada ketiga bagian kolumna vertebralis

dengan kombinasi mekanisme kecelakaan yang terjadi yaitu adanya

kompresi, penekanan, rotasi dan proses pengelupasan. Pengelupasan

komponen akan terjadi dari posterior ke anterior dengan kerusakan parah

pada ligamentum posterior, fraktur lamina, penekanan sendi facet dan

akhirnya kompresi korpus vertebra anterior. Namun dapat juga terjadi

dari bagian anterior ke posterior. kolumna vertebralis. Pada mekanisme

rotasi akan terjadi fraktur pada prosesus transversus dan bagian bawah

costa. Fraktur akan melewati lamina dan seringnya akan menyebabkan

dural tears dan keluarnya serabut syaraf.

4. Cedera pisau lipat (Seat belt fractures)

Sering terjadi pada kecelakaan mobil dengan kekuatan tinggi dan tiba-tiba

mengerem sehingga membuat vertebra dalam keadaan fleksi, dislokasi fraktur

sering terjadi pada thoracolumbar junction.

24
Kombinasi fleksi dan distraksi dapat menyebabkan tulang belakang

pertengahan membentuk pisau lipat dengan poros yang bertumpu pada bagian

kolumna anterior vertebralis. Pada cedera sabuk pengaman, tubuh penderita

terlempar kedepan melawan tahanan tali pengikat. Korpus vertebra kemungkinan

dapat hancur selanjutnya kolumna posterior dan media akan rusak sehingga

fraktur ini termasuk jenis fraktur tidak stabil.

4.1 Diagnosis

Diagnosis klinik adanya fraktur thorakolumbal didapatkan melalui

anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Kecurigaan yang tinggi

akan adanya cedera pada vertebra pada pasien trauma sangat penting sampai kita

mengetahui secara tepat bagaimana mekanisme cedera pasien tersebut. Setiap

pasien dengan cedera tumpul diatas klavikula, cedera kepala atau menurunnya

kesadaran, harus dicurigai adanya cedera cervical sebelum curiga lainnya. Dan

setiap pasien yang jatuh dari ketinggian atau dengan mekanisme kecelakaan high-

speed deceleration harus dicurigai ada cedera thoracolumbal. Selain itu patut

dicurigai pula adanya cedera medulla spinalis, jika pasien datang dengan nyeri

pada leher, tulang belakang dan gejala neurologis pada tungkai.

Pemeriksaan klinik pada punggung hampir selalu menunjukkan tanda-tanda

fraktur yang tak stabil namun fraktur remuk yang disertai paraplegia umunya

bersifat stabil. Sifat dan tingkat lesi tulang dapat diperlihatkan dengan sinar-X,

sedangkan sifat dan tingkat lesi saraf dengan CT atau MRI. Pemeriksaan

neurologik harus dilakukan dengan amat cermat. Tanpa informasi yang rinci,

25
diagnosis dan prognosis yang tepat tidak mungkin ditentukan. Pemeriksaan

rektum juga harus dilakukan. Pemeriksaan tentang tanda-tanda shock juga sangat

penting.

Macam-macam shock yang dapat terjadi pada cadera tulang belakang :

a. Hypovolemic shock yang ditandai dengan takikardia, akral dingin dan

hipotensi jika sudah lanjut.

b. Neurogenic shock adalah hilangnya aktivitas simpatis yang ditandai

dengan hipotensi, bradikardi.

c. Spinal shock : disfungsi dari medulla spinalis yang ditandai dengan

hilangnya fungsi sensoris dan motoris. Keadaan ini akan kembali

normal tidak lebih dari 48 jam.

Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan:

1. Roentgenography: pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat tulang vertebra,

untuk melihat adanya fraktur ataupun pergeeseran pada vertebra.

2. Computerized Tomography : pemeriksaan ini sifatnya membuat gambar

vertebra 2 dimensi . Pemeriksaan vertebra dilakukan dengan melihat irisan-

irisan yang dihasilkan CT scan.

3. Magnetic Resonance Imaging: pemeriksaan ini menggunakan gelombang

frekuensi radio untuk memberikan informasi detail mengenai jaringan lunak di

daerah vertebra. Gambaran yang akan dihasilkan adalah gambaran 3 dimensi .

MRI sering digunakan untuk mengetahui kerusakan jaringan lunak pada

ligament dan discus intervertebralis dan menilai cedera medulla spinalis.

26
4.2 Tatalaksana

Pertolongan pertama dan penanganan darurat trauma spinal terdiri atas:

penilaian kesadaran, jalan nafas, pernafasan, sirkulasi, kemungkinan adanya

perdarahan dan segera mengirim penderita ke unit trauma spinal ( jika ada).

Selanjutnya dilakukan pemeriksaan klinik secara teliti meliputi pemeriksaan

neurologis fungsi motorik, sensorik dan reflek untuk mengetahui

kemungkinan adanya fraktur pada vertebra.

Terapi pada fraktur vertebra diawali dengan mengatasi nyeri dan stabilisasi

untuk mencegah kerusakan yang lebih parah lagi, semuanya tergantung dari tipe

fraktur.

1. Braces & Orthotics

Ada tiga hal yang dilakukan yakni,

a. mempertahankan kesejajaran vertebra (alignment)

b. imobilisasi vertebra dalam masa penyembuhan

c. mengatasi rasa nyeri yang dirasakan dengan membatasi pergerakan.

Fraktur yang sifatnya stabil membutuhkan stabilisasi, sebagai contoh;

brace rigid collar (Miami J) untuk fraktur cervical, cervical-thoracic

brace (Minerva) untuk fraktur pada punggung bagian atas, thoracolumbar-

sacral orthosis (TLSO) untuk fraktur punggung bagian bawah, dalam

waktu 8 sampai 12 minggu brace akan terputus, umumnya fraktur pada

27
leher yang sifatnya tidak stabil ataupun mengalami dislokasi memerlukan

traksi, halo ring dan vest brace untuk mengembalikan kesejajaran.

2. Pemasangan alat dan proses penyatuan (fusion).

Teknik ini adalah teknik pembedahan yang dipakai untuk fraktur tidak

stabil. Fusion adalah proses penggabungan dua vertebra dengan adanya

bone graft dibantu dengan alat-alat seperti plat, rods, hooks dan pedicle

screws. Hasil dari bone graft adalah penyatuan vertebra dibagian atas dan

bawah dari bagian yang disambung. Penyatuan ini memerlukan waktu

beberapa bulan atau lebih lama lagi untuk menghasilkan penyatuan yang

solid. 3

28
3. Vertebroplasty & Kyphoplasty

Tindakan ini adalah prosedur invasi yang minimal. Pada prinsipnya teknik

ini digunakan pada fraktur kompresi yang disebabkan osteoporosis dan

tumor vertebra. Pada vertebroplasti bone cement diinjeksikan melalui

lubang jarum menuju corpus vertebra sedangkan pada kypoplasti, sebuah

balon dimasukkan, dikembungkan untuk melebarkan vertebra yang

terkompresi sebelum celah tersebut diisi dengan bone cement.

29
Pengelolaan penderita dengan paralisis meliputi :

a. Pengelolaan kandung kemih dengan pemberian cairan yang cukup,

kateterisasi dan evakuasi kandung kemih dalam 2 minggu

b. Pengelolaan saluran pencernaan dengan pemberian laksansia setiap dua

hari

c. Monitoring cairan masuk dan cairan yang keluar dari tubuh

d. Nutrisi dengan diet tinggi protein secara intravena

e. Cegah dekubitus

f. Fisioterapi untuk mencegah kontraktur

30
BAB V

KESIMPULAN

Vertebra pada orang dewasa terdiri dari 33 vertebra dengan pembagian 5

regio yaitu 7 cervical, 12 thoracal, 5 lumbal, 5 sacral, 4 coccigeal. Fungsi

vertebra yaitu melindungi medulla spinalis dan serabut saraf, menyokong berat

badan dan berperan dalam perubahan posisi tubuh.

Pada cedera tulang belakang, mekanisme cedera yang mungkin adalah:

Hiperekstensi (kombinasi distraksi dan ekstensi), fleksi, fleksi dan kompresi

digabungkan dengan distraksi posterior, kompresi, rotasi-fleksi, translasi

horizontal.

Lokasi fraktur atau fraktur dislokasi servikal paling sering pada C2 diikuti

dengan C5 dan C6 terutama pada usia dekade 3. Penyebab tersering cedera

torakolumbal adalah jatuh dari ketinggian serta kecelakaan lalu lintas. Jatuh dari

ketinggian dapat menimbulkan patah tulang vertebra tipe kompresi. Pada

kecelakaan lalu lintas dengan kecepatan tinggi dan tenaga besar sering didapatkan

berbagai macam kombinasi gaya, yaitu fleksi, rotasi, maupun ekstensi sehingga

tipe frakturnya adalah fraktur dislokasi.

Berdasarkan mekanisme cederanya, fraktur dapat dibagi menjadi: Fraktur

kompresi (Wedge fractures), Fraktur remuk (Burst Fracture), fraktur dislokasi,

Seat Belt Fracture.

Diagnosis klinik adanya fraktur vertebra didapatkan melalui anamnesis,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pertolongan pertama dan

31
penanganan darurat trauma spinal terdiri atas: penilaian kesadaran, jalan nafas,

pernafasan, sirkulasi, kemungkinan adanya perdarahan. Selanjutnya dilakukan

pemeriksaan neurologis fungsi motorik, sensorik dan reflek untuk mengetahui

kemungkinan adanya fraktur pada vertebra.

Terapi pada fraktur vertebra diawali dengan mengatasi nyeri dan stabilisasi

untuk mencegah kerusakan yang lebih parah lagi, semuanya tergantung dari tipe

fraktur : Braces & Orthotics, Pemasangan alat dan prosess penyatuan (fusion),

Vertebroplasty & Kyphoplasty

32
DAFTAR PUSTAKA

1. Moore K. Essential Clinical Anatomy. Second Edition. Baltimore:

Williams and Wilkins. 2002

2. Rasjad C. Ilmu Bedah Ortopedi. Makassar: Lamumpatue. 2003

3. Roper S. Spine Fracture. In: Dept. Neurosurgery Unversity of Florida.

(Last updated: 2003; accesed: 14 April 2012). Available from :

http://www.neurosurgery.ufl.edu/Patients/fracture.html

4. American Academic of Orthopaedic Surgeons. Fracture of Thoracic and

Lumbar Spine. Available at: http://orthoinfo.aaos.org/PDFs/A00368.pdf.

5. Medlineplus. Spinal Cord Trauma. Available at:

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001066.htm.

6. Jong, W.D, Samsuhidayat. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC. 2005;

870-874

7. Hughes,Irvene. Advanced Trauma Life Support for Doctors (ATLS) edisi

8. Trauma tulang belakang dan medulla spinalis. Americam College of

surgeons. Chicago : 2008;185 – 202)

8. Apley,A.Graham. Apley’s System O Orthopaedic And Fracture. Seventh

Edition. London: Butterworth Scientific. 2000; 658-665.

9. Thomas. Thoracolumbal Vertebral Fracture; Journal of Orthopaedics.

Available from http://www.jortho.org/index.html.

10. Schwartz.intisari Prinsip-prinsip Ilmu bedah edisi 6.penerbit buku

kedokteran EGC.1995; 626-630

33
11. Departemen Bedah Saraf FKUI-RSCM.Sinopsis Ilmu Bedah Saraf :

Trauma Spinal. Sagung Seto.Jakarta : 2011; 31-42

12. Satyanegara. Ilmu Bedah Saraf edisi IV. Cedera Spinal. PT Gramedia

Pustaka Utama. Jakarta : 2010; 393 – 403

13. Deblick T. Burst Fracture. Available from :

http://www.emedicine.medscape.com/specialties.

14. Claire M. The Three Column Concept. Available at:

http://www.spineuniverse/columnconcept.html.

15. Kuntz C. Spine Fracture. Emedicine Journals. Available at :

http://www.emedicine.com/orthoped/topic567.htm.

34

Anda mungkin juga menyukai