Panduan Mutu
Panduan Mutu
PENDAHULUAN
2
tahun 1953-1965 standar akreditasi direvisi enam kali, selanjutnya beberapa tahun
sekali diadakan revisi.
Atas keberhasilan JCAH dalam meningkatkan mutu pelayanan, Pemerintah
Federal memberi pengakuan tertinggi dalam mengundangkan “Medicare Act”.
Undang-undang ini mengabsahkan akreditasi Rumah Sakit menurut standar yang
ditentukan oleh JCAH. Sejak saat itu Rumah Sakit yang tidak diakreditasi oleh JCAH
tidak dapat ikut program asuransi kesehatan pemerintah federal (medicare), padahal
asuransi di Amerika sangat menentukan utilisasi Rumah Sakit karena hanya 9,3%
biaya Rumah Sakit berasal dari pembayaran langsung oleh pasien.
Sejak tahun 1979 JCAH membuat standar tambahan, yaitu agar dapat lulus
akreditasi suatu Rumah Sakit harus juga mempunyai program pengendalian mutu
yang dilaksanakan dengan baik.
Di Australia, Australian Council on Hospital Standards (ACHS) didirikan
dengan susah payah pada tahun 1971, namun sampai tahun 1981 badan ini baru
berhasil beroperasi dalam 3 Negara bagian. Tetapi lambat laun ACHS dapat diterima
kehadirannya dan diakui manfaatnya dalam upaya peningkatan mutu pelayanan
sehingga sekarang kegiatan ACHS telah mencakup semua negara bagian.
Pelaksanaan peningkatan mutu di Australia pada dasarnya hampir sama dengan di
Amerika.
Di Eropa Barat perhatian terhadap peningkatan mutu pelayanan sangat tinggi,
namun masalah itu tetap merupakan hal baru dengan konsepsi yang masih agak kabur
bagi kebanyakan tenaga profesi kesehatan. Sedangkan pendekatan secara Amerika
sukar diterapkan karena perbedaan sistem kesehatan di masing-masing negara di
Eropa. Karena itu kantor Regional WHO untuk Eropa pada awal tahun 1980-an
mengambil inisiatif untuk membantu negara-negara Eropa mengembangkan
pendekatan peningkatan mutu pelayanan disesuaikan dengan sistem pelayanan
kesehatan masing-masing.
Pada tahun 1982 kantor regional tersebut telah menerbitkan buku tentang
upaya meningkatkan mutu dan penyelenggaraan simposium di Utrecht, negeri
Belanda tentang metodologi peningkatan mutu pelayanan. Dalam bulan Mei 1983 di
Barcelona, Spanyol suatu kelompok kerja yang dibentuk oleh WHO telah
mengadakan pertemuan untuk mempelajari peningkatan mutu khusus untuk Eropa.
3
Walaupun secara regional WHO telah melakukan berbagai upaya, namun pada
simposium peningkatan mutu pada bulan Mei 1989 terdapat kesan bahwa secara
nasional upaya peningkatan mutu di berbagai negara Eropa Barat masih pada
perkembangan awal.
Di Asia, negara pertama yang sudah mempunyai program peningkatan mutu
dan akreditasi Rumah Sakit secara nasional adalah Taiwan. Negara ini banyak
menerapkan metodologi dari Amerika. Sedangkan Malaysia mengembangkan
peningkatan mutu pelayanan dengan bantuan konsultan ahli dari Negeri Belanda,
Di Indonesia langkah awal yang sangat mendasar dan terarah yang telah
dilakukan Departemen Kesehatan dalam rangka upaya peningkatan mutu yaitu
penetapan kelas Rumah Sakit pemerintah melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan
No.033/Birhup/1972. Secara umum telah ditetapkan beberapa kriteria untuk tiap kelas
Rumah Sakit A,B,C,D. Kriteria ini kemudian berkembang menjadi standar-standar.
Kemudian dari tahun ke tahun disusun berbagai standar baik menyangkut pelayanan,
ketenagaan, sarana dan prasarana untuk masing-masing kelas Rumah Sakit.
Disamping standar, Departemen Kesehatan juga mengeluarkan berbagai panduan
dalam rangka meningkatkan penampilan pelayanan Rumah Sakit.
Sejak tahun 1984 Departemen Kesehatan telah mengembangkan berbagai
indikator untuk mengukur dan mengevaluasi penampilan (performance) Rumah Sakit
pemerintah kelas C dan Rumah Sakit swasta setara yaitu dalam rangka Hari
Kesehatan Nasional. Indikator ini setiap dua tahun ditinjau kembali dan
disempurnakan. Evaluasi penampilan untuk tahun 1991 telah dilengkapi dengan
indikator kebersihan dan ketertiban Rumah Sakit dan yang dievaluasi selain kelas C
juga kelas D dan kelas B serta Rumah Sakit swasta setara. Sedangkan evaluasi
penampilan tahun 1992 telah dilengkapi pula dengan instrumen mengukur
kemampuan pelayanan. Evaluasi penampilan Rumah Sakit ini merupakan langkah
awal dari Konsep Continuous Quality Improvement (CQI). Berbeda dengan konsep
QA tradisional dimana dalam monitor dan evaluasi dititik beratkan kepada pencapaian
standar, maka pada CQI fokus lebih diarahkan kepada penampilan organisasi melalui
penilaian pemilik, manajemen, klinik dan pelayanan penunjang. Perbedaan yang
sangat mendasar yaitu keterlibatan seluruh karyawan.
Sejalan dengan hal di atas maka Departemen Kesehatan telah mengadakan
Pelatihan Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit pada beberapa Rumah Sakit.
4
Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa kesadaran untuk meningkatkan
mutu sudah cukup meluas walaupun dalam penerapannya sering ada perbedaan.
5
BAB III
KONSEP DASAR UPAYA PENINGKATAN MUTU
PELAYANAN RS CONTOH
6
Setiap kepentingan yang disebut di atas berbeda sudut pandang dan
kepentingannya terhadap mutu. Karena itu mutu adalah multi dimensional.
4. Dimensi Mutu
Dimensi atau aspeknya adalah :
a. Keprofesian
b. Efisiensi
c. Keamanan Pasien
d. Kepuasan Pasien
e. Aspek Sosial Budaya
7
profesional baik di bidang teknis medis maupun administrasi kesehatan. Untuk
menjaga dan meningkatkan mutu, RS CONTOH harus mempunyai suatu ukuran
yang menjamin peningkatan mutu di semua tingkatan.
Pengukuran mutu pelayanan kesehatan RS CONTOH diawali dengan
penilaian akreditasi RS CONTOH yang mengukur dan memecahkan masalah
pada tingkat input dan proses. Pada kegiatan ini RS CONTOH harus menetapkan
standar input, proses, output, dan outcome, serta membakukan seluruh standar
prosedur yang telah ditetapkan. RS CONTOH dipacu untuk dapat menilai diri
(self assesment) dan memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan. Sebagai kelanjutan untuk mengukur hasil kerjanya perlu ada latar ukur
yang lain, yaitu instrumen mutu pelayanan RS CONTOH yang menilai dan
memecahkan masalah pada hasil (output dan outcome). Tanpa mengukur hasil
kinerja RS CONTOH tidak dapat diketahui apakah input dan proses yang baik
telah menghasilkan output yang baik pula. Indikator RS CONTOH yang disusun
dengan tujuan untuk dapat mengukur kinerja mutu RS CONTOH secara nyata.
8
lebih baik selalu memerlukan biaya lebih banyak atau mutu rendah biayanya lebih
sedikit.
Berdasarkan hal di atas maka disusunlah definisi dan tujuan dari upaya
peningkatan mutu pelayanan RS CONTOH
1. Definisi Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan RS CONTOH
Adalah keseluruhan upaya dan kegiatan yang komprehensif dan integratif yang
menyangkut input, proses dan output secara objektif, sistematik dan berlanjut
memantau dan menilai mutu dan kewajaran pelayanan terhadap pasien, dan
memecahkan masalah-masalah yang terungkapkan sehingga pelayanan yang
diberikan di RS CONTOH berdaya guna dan berhasil guna.
2. Tujuan Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan RS CONTOH
Umum : Meningkatkan pelayanan kesehatan melalui upaya peningkatan mutu
pelayanan RS CONTOH secara efektif dan efisien agar tercapai
derajat kesehatan yang optimal.
Khusus: Tercapainya peningkatan mutu pelayanan RS CONTOH melalui :
a. Optimasi tenaga, sarana, dan prasarana.
b. Pemberian pelayanan sesuai dengan standar profesi dan standar
pelayanan yang dilaksanakan secara menyeluruh dan terpadu sesuai
dengan kebutuhan pasien.
c. Pemanfaatan teknologi tepat guna, hasil penelitian dan
pengembangan pelayanan kesehatan.
3. Indikator mutu
Indikator mutu RS CONTOH meliputi indikator klinik, indikator yang
berorientasi pada waktu dan indikator ratio yang berdasarkan pada efektifitas
(effectivenes), efisiensi (efficiency), keselamatan (safety) dan kelayakan
(appropriateness).
4. Strategi
Untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan RS CONTOH maka disusunlah
strategi sebagai berikut :
1) Setiap petugas harus memahami dan menghayati konsep dasar dan prinsip
mutu pelayanan RS CONTOH sehingga dapat menerapkan langkah-
langkah upaya peningkatan mutu di masing-masing unit kerjanya.
9
2) Memberi prioritas kepada peningkatan kompetensi sumber daya manusia
di RS CONTOH , serta upaya meningkatkan kesejahteraan karyawan.
3) Menciptakan budaya mutu di. RS CONTOH, termasuk di dalamnya
menyusun program mutu RS CONTOH dengan pendekatan PDCA cycle.
10
BAB IV
PRINSIP DASAR UPAYA PENINGKATAN
MUTU PELAYANAN
Prinsip dasar upaya peningkatan mutu pelayanan adalah pemilihan aspek yang
akan ditingkatkan dengan menetapkan indikator, kriteria serta standar yang digunakan
untuk mengukur mutu pelayanan RS CONTOH
Indikator :
Adalah ukuran atau cara mengukur sehingga menunjukkan suatu indikasi. Indikator
merupakan suatu variabel yang digunakan untuk bisa melihat perubahan. Indikator
yang baik adalah yang sensitif tapi juga spesifik.
Kriteria :
Standar :
Tingkat kinerja atau keadaan yang dapat diterima oleh seseorang yang
berwenang dalam situasi tersebut, atau oleh mereka yang bertanggung jawab
untuk mempertahankan tingkat kinerja atau kondisi tersebut.
Suatu norma atau persetujuan mengenai keadaan atau prestasi yang sangat
baik.
Sesuatu ukuran atau patokan untuk mengukur kuantitas, berat, nilai atau mutu.
11
2. Indikator yang dipilih
a. Indikator lebih diutamakan untuk menilai output daripada input dan proses
b. Bersifat umum, yaitu lebih baik indikator untuk situasi dan kelompok daripada
untuk perorangan.
c. Dapat digunakan untuk membandingkan dengan Rumah Sakit lain, baik di
dalam maupun luar negeri.
d. Dapat mendorong intervensi sejak tahap awal pada aspek yang dipilih untuk
dimonitor
e. Didasarkan pada data yang ada.
3. Kriteria yang digunakan
Kriteria yang digunakan harus dapat diukur dan dihitung untuk dapat menilai
indikator, sehingga dapat sebagai batas yang memisahkan antara mutu baik dan
mutu tidak baik.
4. Standar yang digunakan
Standar yang digunakan ditetapkan berdasarkan :
a. Acuan dari berbagai sumber
b. Benchmarking dengan Rumah Sakit yang setara
c. Berdasarkan trend yang menuju kebaikan
12
BAB V
13
siklus P-D-C-A hanya dapat berfungsi jika sistem informasi berjalan dengan baik dan
siklus tersebut dapat dijabarkan dalam enam langkah seperti diperlihatkan dalam
gambar 3.
Peningkatan
Pemecahan masalah
dan peningkatan
A P
C D
Standar
A P
Pemecahan masalah
C D dan peningkatan
Standar
Plan Do Check
Actio
n
Plan
(1)
(6) Menentukan
Action
Mengambil Tujuan dan sasaran Follow-up
Corrective
tindakan
Action (2)
yang tepat
Menetapkan
Metode untuk
Mencapai tujuan
Improvement
(5) Menyelenggarakan
Pendidikan dan
Gambar 2. Relationship Between akibat
Memeriksa Control and Improvement Under
latihanP-D-C-A Cycle
pelaksanaan
Check
(4) (3)
Melaksanakan
pekerjaan Do
14
Tujuan dan sasaran yang akan dicapai didasarkan pada kebijakan yang ditetapkan.
Penetapan sasaran tersebut ditentukan oleh Kepala RS atau Kepala Divisi.
Penetapan sasaran didasarkan pada data pendukung dan analisis informasi.
Sasaran ditetapkan secara konkret dalam bentuk angka, harus pula diungkapkan
dengan maksud tertentu dan disebarkan kepada semua karyawan. Semakin rendah
tingkat karyawan yang hendak dicapai oleh penyebaran kebijakan dan tujuan,
semakin rinci informasi.
Penetapan tujuan dan sasaran dengan tepat belum tentu akan berhasil dicapai
tanpa disertai metode yang tepat untuk mencapainya. Metode yang ditetapkan
harus rasional, berlaku untuk semua karyawan dan tidak menyulitkan karyawan
15
untuk menggunakannya. Oleh karena itu dalam menetapkan metode yang akan
digunakan perlu pula diikuti dengan penetapan standar kerja yang dapat diterima
dan dimengerti oleh semua karyawan.
Metode untuk mencapai tujuan yang dibuat dalam bentuk standar kerja. Agar
dapat dipahami oleh petugas terkait, dilakukan program pelatihan para karyawan
untuk memahami standar kerja dan program yang ditetapkan.
Dalam pelaksanaan pekerjaan, selalu terkait dengan kondisi yang dihadapi dan
standar kerja mungkin tidak dapat mengikuti kondisi yang selalu dapat berubah.
Oleh karena itu, ketrampilan dan pengalaman para karyawan dapat dijadikan
modal dasar untuk mengatasi masalah yang timbul dalam pelaksanaan pekerjaan
karena ketidaksempurnaan standar kerja yang telah ditetapkan.
Manajer atau atasan perlu memeriksa apakah pekerjaan dilaksanakan dengan baik
atau tidak. Jika segala sesuatu telah sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan
dan mengikuti standar kerja, tidak berarti pemeriksaan dapat diabaikan. Hal yang
harus disampaikan kepada karyawan adalah atas dasar apa pemeriksaan itu
dilakukan. Agar dapat dibedakan manakah penyimpangan dan manakah yang
bukan penyimpangan, maka kebijakan dasar, tujuan, metode (standar kerja) dan
pendidikan harus dipahami dengan jelas baik oleh karyawan maupun oleh
manajer. Untuk mengetahui penyimpangan, dapat dilihat dari akibat yang timbul
dari pelaksanaan pekerjaan dan setelah itu dapat dilihat dari penyebabnya.
16
Konsep PDCA dengan keenam langkah tersebut merupakan sistem yang
efektif untuk meningkatkan kualitas pelayanan. Untuk mencapai kualitas pelayanan
yang akan dicapai diperlukan partisipasi semua karyawan, semua bagian dan semua
proses. Partisipasi semua karyawan dalam pengendalian kualitas pelayanan diperlukan
kesungguhan (sincerety), yaitu sikap yang menolak adanya tujuan yang semata-mata
hanya berguna bagi diri sendiri atau menolak cara berfikir dan berbuat yang semata-
mata bersifat pragmatis. Dalam sikap kesungguhan tersebut yang dipentingkan bukan
hanya sasaran yang akan dicapai, melainkan juga cara bertindak seseorang untuk
mencapai sasaran tersebut.
17