Anda di halaman 1dari 13

Paper

Oleh
Nama : Andrian Nusi
NIM : 621 416 006
KELAS : B “Peternakan”

Jurusan Peternakan
Fakultas Pertnian
Universitas Negeri Gorontalo
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas dan ijinNya lah saya mampu
menyelesaikan paper tentang penyakit brucellosis dan mastitis, shawalat serta salam tercurahkan
kepada junjungan kita nabi besar Muhammad SAW karena beliau yang telah membawa kita dari
alam kekelapan kealam penuh agugrah ini.

Penulis mengaharapkan paper ini dapat menambah wawasan pembaca maupu penulis
tentang penyakit brucellosis dan mastitis yang terjadi atau menyerang ternak. Jika kiranya terdapat
kekeliruan dalam penyusunan paper ini, penulis mengharapkan masukandemi menyempurnakan
paper sehingganya kita semua dapat memahi lebih jelas lagi tentang penyakit pada ternak yang
ada dalam paper tersebut.

Gorontalo, Maret 2018

PENULIS
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Umumnya penyakit zoonosis bersifat fatal baik pada hewan maupun manusia. Penyakit
zoonosis menurut agen penyebabnya yaitu zoonosis akibat virus, bakteri, protozoa dan arthropoda,
parasit, serta jamur.
Salah satu penyakit zoonosis karena bakteri adalah Brucellosis atau biasa dikenal dengan
penyakit keluron. Umumnya penyakit ini banyak menyerang sapi dan menyebabkan abortus
(keguguran) sedangkan pada manusia sering menyebabkan gejala – gejala saraf. Sehingga
diperlukan langkah-langkah strategis untuk mencegah dan menanggulangi penyebaran penyakit
ini.
Brucellosis merupakan penyakit ternak yang menjadi problem nasional baik dari segi kesehatan
masyarakat maunpun dari segi ekonomi peternakan. Peningkatan kasus brucellosis sejalan dengan
peningkatan populasi ternak di Indonesia. Selain itu, seringnya mutasi sapi perah merupakan faktor utama
penyebab meningkatnya kasus brucellosis di Indonesia. Oleh sebab itu , penyakit brucellosis dimasukkan
dalam daftar 5 penyakit menular yang menjadi prioritas utama dalam pengendalian dan pemberantasannya
secara nasional sejak tahun 1959 (Peraturan Direktur Jenderal Peternakan No. 59/KPTS/PD610/05/2007).
BAB II
PEMBAHASAN
A. Penyakit Brucellosis

Brucellosis adalah penyakit yang menular dari hewan ke manusia terutama melalui kontak
langsung dari hewan terinfeksi, minum susu dari hewan
terinfeksi dan menghirupudara yang tercemar oleh
bakteri penyebab Brucellosis yaitu Brucella sp.
Brucellosis memiliki dampak terhadap kesehatan
masyarakat di hampir seluruh negara.

Bakteri Brucella sp termasuk jenis gram negatif,


berbentuk coccobacillus, dan hidup di dalam sel. Terdapat 4 species Brucella yang hidup di
dalam hewan yang dapat menginfeksi manusia yaitu B. abortus yang hidup di sapi, B. mellitensis
hidup pada kambing dan do mba, B. suis pada babi dan B. canis pada anjing.

Brucella sp masuk ke dalam tubuh hewan melalui mulut, saluran reproduksi, oronasal, mukosa
konjungt iva dan luka terbuka. Hewan yang mengalami keguguran dapat mengeluarkan Brucella
sp dalam jumlah banyak dalammembran fetus, cairan reproduksi, urin dan feses yang dapat
mencemari rumput dan air minum, sehingga menyebabkan penularan antar hewan

Di Indonesia, kasus Brucellosis pada hewan ditemukan pertama kali tahun 1915 pada
sapi di Jawa, hingga tahun 2014 belum semua daerah di Indonesia bebas Brucellosis. Indonesia
memiliki 33 propinsi, namun hanya 10 propinsi yang dinyatakan bebas dari Brucellosis pada
hewan, yaitu Riau, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Bengkulu, Bangka Belitung,
Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur dan seluruh pulau Kalimantan. Situasi seperti
itu menyebabkan peluang penularan Brucellosis ke manusia sangat tinggi karena hewan ternak
seperti sapi perah yang merupakan induk semang Brucella sp masih banyak yang terinfeksi
Brucellosis.

Bakteri ini dapat bertahan hidup diluar tubuh induk semang pada berbagai kondisi
lingkungan dalam jangka waktu tertentu. Kemampuan daya tahan hidup kuman Brucella pada
tanah kering adalah 4 hari, tanah lembab 66 hari dan tanah becek 151-185 hari (Crawford et
al. 1990). Pada kotoran atau limbah kandang bagian bawah dengan suhu yang relatif tinggi
bertahan selama 2 hari, pada air minum ternak bertahan selama 5 – 114 hari dan pada air
limbah selama 30 – 150 hari (Noor 2006). Dalam bahan organik (kotoran, tanah) Brucella sp
juga tahan terhadap pengeringan (Madiha 2011). Pada susu bakteri Brucella sp dapat bertahan
selama beberapa hari di dalam susu dan beberapa minggu atau bulan dalam produk susu (Acha
dan Boris 2003).

Penularan Brucellosis pada manusia

B. Gejala Klinis pada Manusia dan Hewan

Masa inkubasi pada manusia yang terinfekai Brucella sp bervariasi dari 5 hari sampai beberapa
bulan dengan rata-rata 2 minggu. Gejala yang timbul mula-mula adalah demam, merasa
kedinginan dan berkeringat pada malam hari. Kelemahan tubuh dan kelelahan merupakan gejala
umum.

Kesakitan umum, sakit kepala, nyeri otot leher, anoreksia, konstipasi, gelisah dan depresi mental

sering dimanifestasikan. Terkadang ditemukan pula batuk yang non produktif dan
pneumonitis. Jarang ditemukan orchitis atau osteomyelitis. Kesembuhan terjadi dalamwaktu
3-6 bulan. Pada beberapa kasus kesembuhan baru terjadi setelah 1 tahun atau lebih (Mantur et al.
2007).

Beberapa sumber membagi gejala yang muncul pada manusia menjadi empat tipe (Chin 2007)
:
1. Akut (<8 minggu dari onset penyakit) : gejala-gejala seperti flu, demam (hingga ≥104 ºF
atau 40 ºC-41 ºC di siang hari), menggigil, pusing kepala, nyeri punggung bagian bawah, nyeri
sendi, malaise, terkadang diare, gejala neurologis (pada 5% kasus).

2. Subakut / undulan (<1 tahun dari onset penyakit) : demam undulan, arthritis, dan
epididimo-orchitis, malaise, nyeri otot, pusing kepala, nyeri leher, demam, berkeringat.

3. Kronis (>1 tahun dari onset penyakit) : anoreksia, kehilangan berat 10Zoonosis Kesehatan
Masyarakat Veteriner badan, nyeri perut, nyeri sendi, pusing kepala, nyeri punggung, sindrom
kelemahan kronis, iritabilitas, insomnia, depresi, konstipasi, arthritis.

4. Hipersensitif, sering ditemukan pada orang yg sering terkena antigen dalam jumlah
sedikit. gejalanya seperti kulit kemerahan, malaise (tdk enak badan), demam, dan gangguan
persendian. Gejela akan hilang apabila tdk terpapar lagi dng antigen (Arut 2010).Pada sapi
gejala klinik yang mencolok adalah terjadi abortus, terutama pada usia kebuntingan lanjut
(7 – 8 bulan). Umumnya sapi hanya mengalami keguguran sekali saja pada kebuntingan
yang berurutan. Meskipun demikian induk sapi yang mengalami keguguran tersebut masih
membawa B. abortussampai 2 tahun. Sapi yang terinfeksi secara kronik dapat mengalami
higroma (pembesaran kantong persendian karena berisi cairan bening atau fibrinopurulen).
Masa inkubasi beragam, rnengikuti kematangan seksual dan tingkat kebuntingan, sedang
pada sapi betina muda ada periode laten yang panjang (Adman 2008).Infeksi pada babi
ditunjukkan dengan gejala klinik terjadinya arthritis(radang sendi), osteomielitis (radang
tulang dan susmsum tulang), bursitis(peradangan pada bursa) dan spondilitis (peradangan
pada tulang belakang). Kadang-kadang ditemukan pula posterior paralisis yang disebabkan
oleh nekrosis discus intervetebrales. Pada babi jantan dapat ditemukan orchitis (radang
kantung testis) tetapi B.suis tidak ditemukan pada semen atau urine.

Dibandingkan dengan sapi abortus relatif jarang terjadi pada babi. Pembentukan abses dapat terjadi
pada organ tubuh dan jaringan, seperti pada uterus, testis, sambungan persendian, dan sebagainya
(Acha dan Boris 2003).

Brucellosis pada anjing yang disebabkab B. canis menyebabkan sterilitas pada pejantan dan
abortus pada induk, terutama terjadi di kennel (pembiak) anjing di Amerika. Anjing yang
menderita brucellosis akut mengalami kebengkakan kelenjar limfe prefemuralis dan
submandibularis. Pada anjing jantan Brucellosis menyebabkan orchitis sehingga testis terlihat
membengkak beberapa lama kemudian diikuti atropi, testis terlihat mengecil karena sel
pembentuk spermatozoa mengalami kerusakan (Chin 2007)

C. Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Brucellosis

Pencegahan brucellosis pada manusia dapat dilakukan dengan penanggulangan dan kontrol
penyakit pada hewan sebagai hospes, mengurangi kontak langsung dengan hewan terinfeksi,
memasak susu dan produk asal ternak sebelum dikonsumsi (Corbel 1997). Bakteri ini sangat
sensitif terhadap desinfektan (larutan hipoklorite, etanol 70 %, isopropanol, fenolik, formaldehide,

glutaraldehide dan xylene), mudah mati pada pemanasan basah (suhu 121 0C selama 15
menit) dan pemanasan kering (suhu 160 - 170 0C) selama satu jam (Brucellosis Fact Sheet 2003).
Apabila ada ternak yang didiagnosis brucellosis harus segera dipisahkan dan jika ada kejadian
abortus, fetus dan membran fetus harus segera dikirim ke Laboratorium. Tempat terjadinya abortus
harus didisinfeksi dan semua material yang terkontaminasi harus dibakar atau dipendam dalam
tanah (Noor 2006).Tindakan pengendalian brucellosis pada ternak merupakan kombinasi dari
manajemen peternakan, program vaksinasi dan test and slaughter. Pemilihan metode harus
berdasarkan studi epidemiologi penyakit. Berdasarkan Pedoman pemberantasan penyakit hewan
keluron menular (Brucellosis) pada ternak, pemberantasan brucellosis meliputi tindakan :
pengamatan, pengawasan, vaksinasi, pengujian dan test and slaughter (Ditjennak 2000). Untuk
daerah dengan prevalensi < 2 % dilakukan kebijakan test and slaughter. Sedangkan pada
daerah ≥ 2 % dilakukan vaksinasi menggunakan vaksin B. abortus strain 19 atau RB 51 selama 5
tahun berturut – turut sampai diperoleh prevalensi < 2 % dengan unit sasaran vaksinasi jika > 50
% kecamatan telah tertular maka seluruh kabupaten atau pulau bersangkutan harus divaksinasi.
Apabila < 50 % dan pengawasan lalu lintas ternak dapat dikendalikan maka vaksinasi hanya

dilakukan di kecamatan yang tertular berat pada kecamatan tertular ringan dilakukan test and
slaughter (Ditjennak 1998).

D Pengobatan Penyakit Brucellosis

 Pengobatan brucellosis pada manusia dilakukan dengan pemberian antibiotik seperti


tetrasiklin, doksisiklin, streptomisin dan rifampisin selama minimal 6 minggu. Pada
anak dibawah 8 tahun dan ibu hamil sebaiknya diberikan rifampisin dan trimetoprim-
sulfamethoxazole (TMP-SMX) selama 6 minggu (WHO2006).
 Pada hewan khususnya sapi kasus brucellosis umumnya tidak berespon baik terhadap
pengobatan. Oleh karena itu tindakan yang dilakukan didasarkan pada tinggi rendahnya
prevalensi penyakit di suatu daerah (Papas et al. 2005).

E. Penyakit Mastitis

Mastitis adalah peradangan pada jaringan internal ambing atau kelenjar mammaeoleh
mikroba, zat kimiawi dan luka akibat mekanis atau panas. Mastitis juga merupakan penyakit yang
umum terjadi pada peternakan sapi perah di seluruh dunia dan secara nyata menurunkan produksi
susu. Kasus ini biasanya terjadi akibat pengobatan antibiotika yang tidak terkontrol dan lingkungan
perkandangan, serta manajemen yang kurang baik dan kotor.

Agen etiologi dan penyebarannya Meskipun pada umumnya mastitis disebabkan oleh
bakteri, namun kadangkadang cendawan patogenik
(kapang dan khamir) dapat juga menyerang ambing
(SPANAMBERG et al., 2008).

Proses infeksi mastitis pada sapi oleh bakteri


atau cendawan terjadinya tidak banyak berbeda karena
selalu dipengaruhi oleh faktor predisposisi seperti
lingkungan, cemaran dan jalan masuknya mikroba.
Infeksi mastitis dapat terjadi melalui beberapa tahapan, yaitu pertama melalui kontak dengan
mikroorganisme kemudian selanjutnya sejumlah mikroorganisme mengalami multiplikasi di
sekitar lubang puting (sphincter), setelah itu dilanjutkan dengan masuknya mikroorganisme ke
dalam jaringan akibat lubang puting yang terbuka ataupun karena adanya luka. Tahap selanjutnya
terjadi respon imun pada induk semang. Respon pertahanan pertama ditandai dengan
berkumpulnya lekosit-lekosit untuk mengeliminasi mikroorganisme yang telah menempel pada
sel-sel ambing. Apabila respon ini gagal, maka mikroorganisme akan mengalami multiplikasi dan
sapi dapat memperlihatkan respon yang lain, misalnya demam. Bila hewan lemah maka akan
terjadi mastitis, bila hewan sehat maka hewan akan meningkatkan imunitas sehingga menimbulkan
kekebalan dan pada akhirnya hewan akan tetap sehat (HURLEYdan MORIN, 2000;
CHAMBERS,2009). Candidasp. adalah khamir komensal yang berhabitat di daerah
mukokutaneus, umumnya ada pada saluran pencernaan dan genital. Cryptococcussp. ditemukan
pada debu, kulit, dan saluran pencernaan hewan (STANOJEVICdan KRANJAJIC, 2009). Bila
hewan dalam kondisi sehat maka infeksi Candidasp. tidak berpengaruh dan hewan tidak akan
terinfeksi. Namun bila hewan lemah maka hewan akan terinfeksi. Infeksi lain yang merupakan
faktor predisposisi dapat berasal dari kanula, jarum, cemaran pada preparat antibiotika dan
perlukaan. Umumnya infeksi cendawan patogen terjadi setelah pengobatan oleh antibiotika yang
tidak tuntas, serta dapat juga terjadi dari cemaran lingkungan yang masuk ke ambing melalui
puting susu yang tercemar oleh lingkungan kotor.

E. Gejala Mastitis

Gejala klinis ditandai dengan adanya kelenjar ambing membengkak, udematus berisi cairan
eksudat disertai tanda-tanda peradangan lainnya, seperti: suhu meningkat, kemerahan, rasa sakit
dan penurunan fungsi. Namun seringkali sulit untuk mengetahui kapan terjadinya suatu
peradangan, sehingga diagnosis terhadap mastitis harus dilakukan melalui pengujian pada
produksi susunya, misalnya dengan melakukan penghitungan jumlah sel somatik (JSS) dalam susu
(BRAMLEY, 1991). Terjadinya peradangan ditandai oleh perbarahan, panas, kemerahan, rasa
sakit pada ambing, menurunnya produksi susu serta perubahan warna dan komposisi susu
(MCDONALD, 2009; MORIN, 2009; HURLEYdan MORIN, 2000). Berdasarkan gejala yang
nampak mastitis dapat digolongkan menjadi klinis dan yang tidak nampak gejala klinis (subklinis).

Mastitis klinis dapat dengan mudah dilihat gejala klinisnya yaitu adanya reaksi peradangan pada
ambing. Sedangkan pada mastitis subklinis tidak nampak gejalanya sehingga perlu dikembangkan
uji untuk mendeteksi mastitis dengan cara menghitung jumlah sel somatik yang terdapat pada air
susu. Menurut BRAMLEY(1991) mastitis subklinis dapat didiagnosa bila jumlah sel somatik
melebihi 200.000 sel/ml susu. Pada mastitis yang disebabkan oleh cendawan/fungi maka dilakukan
tahap lanjutan yaitu isolasi dan identifikasi cendawan patogen dari air susu yang telah
dikategorikan sebagai mastitis. Melalui gambaran morfologi mikroskopik dapatlah ditentukan
genus/spesies cendawan tersebut sebagai contoh seperti pada Gambar 1. Selain itu mastitis klinis
dapat dideteksi melalui palpasi terjadi pembengkakan dengan konsistensi keras pada ambing yang
sakit. Untuk peneguhan diagnosa dapat pula dilakukan pemeriksaan perubahan patologi anatomi
dan histopatologi bila hewan telah disembelih. Pada jaringan organ mammaeyang terinfeksi akan
ditemukan hifa atau spora kapang/cendawan yang menginfeksi jaringan.
F. Pencegahan Penyakit Mastitis

Di dalam melakukan pencegahan mastitis banyak yang dapat dilakukan dengan mudah dan
sederhana oleh peternak seperti hal-hal berikut ini:

(1) Memperbaiki lingkungan yang kotor agar menjadi baik dan bersih;

(2) Menghindari sapi digembalakan pada lingkungan yang kotor;

(3) Mencuci rumput lebih baik dari pada membuat kandang yang baru untuk menjamin pemberian
pakan yang bersih;

(4). Bila ada beberapa kasus mastitis maka harus diperhitungkan waktu pengobatan untuk proses
penyembuhan;

(5) Bila ada riwayat induk telah terkena mastitis maka keturunannya yang telah dewasa diperiksa/
dirawat 1 bulan sekali;

(6) Melakukan prosedur pemerahan dengan baik dan benar. Hal ini dilakukan dengan cara:

(a) Mempersiapkan sapi-sapi yang bersih dan sehat serta bebas stressdi lingkungannya;

(b) Memeriksa dan mendesinfektan alat pemerahan dan membersihkan ambing secara
rutin;

(c) Mencuci puting ambing, dan permukaan bawah ambing dengan larutan sanitasi yang
hangat;

(d) Melakukan dippingputing sebelum pemerahan minimal selama 1 menit;

(e) Mengeringkan puting secara menyeluruh;

(f) Mengatur dan memasang mesin alat pemerah otomastis dengan benar;

(7) Dalam mengobati harus sampai tuntas dan area pengobatan harus bersih;

(8) Melaksanakan metode kering kandang;

(9) Melakukan cullinguntuk sapi penderita mastitis kronis;

(10) Nutrisi harus diberikan dengan baik dan benar;


(11) Konsultasi dengan ahli nutrisi untuk pengembangan rencana nutrisi;

(12) Konsultasi dengan dokter hewan untuk rencana kesehatan hewan (BLOMQUIST, 2008; MC
DONALD, 2009; RAZA, 2009).

G. Pengobatan

Sapi penderita mastitis dapat diobati dengan Nistatindengan dosis 10 g/kuartir, obat diaplikasikan
melalui puting sesudah selesai diperah, dan didesinfektan dengan larutan povidin iodine,
pengobatan dilakukan setiap hari selama 15 hari (STANOJEVICdan KRNJAJIC. 2009). Selain itu
dapat pula dipakai anti cendawan/fungi lainnya seperti Amphotericin, Clotrimasol, Fluorocitosin,
Miconasol, Nistatindan Polimixin(MCDONALD, 1987; KRUKOWSCIdan SABA, 2003;
STANOJEVICdan KRANJAJIC, 2009). Pengendalian melalui pencegahan akan lebih baik dari
pada mengobati kasus mastitis.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Brucellosis adalah penyakit yang menular dari hewan ke manusia terutama melalui
kontak langsung dari hewan terinfeksi, minum susu dari hewan terinfeksi dan menghirupudara
yang tercemar oleh bakteri penyebab Brucellosis yaitu Brucella sp Brucella sp masuk ke dalam
tubuh hewan melalui mulut, saluran reproduksi, oronasal, mukosa konjungt iva dan luka terbuka
Mastitis juga merupakan penyakit yang umum terjadi pada peternakan sapi perah di seluruh
dunia dan secara nyata menurunkan produksi susu. Kasus ini biasanya terjadi akibat pengobatan
antibiotika yang tidak terkontrol dan lingkungan perkandangan, serta manajemen yang kurang baik
dan kotor.

3.2 Saran
Dalam pembuatan paper ini tentu masi banyak kekurangan, maka dari itu oenulis
mengharapkan kritikan masukan bagi pembaca agar melengkapi paper tersebut, kareana penulis
hanya manusia biasa yang tak luput dari kesalahan.
DAFTAR PUSTAKA

Noor SM. 2006. Brucellosis : Penyakit Zoonosis yang belum banyak dikenal di Indonesia

Chin J. 2007. Manual Pemberantasan Penyakit Menular.

Adman L. 2008. Brucellosis pada sapi. http://www.m2techmicro.com. [2 Oktober 2010]

Akoso,T.B. 1996 Petunjuk Praktis Beternak Sapi Perah

Subronto. 2003. Ilmu penyakit Ternak. Gajah Mada University Press: Yogyakarta.

http://ivani-atman.blogspot.co.id/2014/03/makalah-penyakit-brucellosis.html

http://mydokterhewan.blogspot.com/2014/06/penyakit-zoonosis-brucellosis.html

Anda mungkin juga menyukai