Anda di halaman 1dari 161

THE SWORDlESS SAMURAI

Pemimpin legendaris Jepang Abad XVI

" ... Dalam karya sejarah maupun sastra Jepang tokoh ini

dikarakterkan dalam senryu (puisi satire) sebagai berikut: ((Nakanunara, nakashitemiseyou, ototogisu"
(Apabila burung kukuk tidak mau berkicau, bujuklah)

Dalam buku ini Anda akan menemui karakter Toyotomi Hideyoshi dalam Petuah yang am at berguna
bagi siapa saja ... dan senryu di at as pas untuk menganalogikan salah satu karakter Toyotomi
Hideyoshi."

-Prof Dr. I Ketut Surajaya, M.A (Guru besar sejarah Jepang FIB-UI)

"Toyotomi Hideyoshi mengajarkan prinsip-prinsip kepe-mimpinan yang sederhana tapi sering kali
diabaikan ... " -Andy F. Noya (Host acara dialog Kick Andy METRO TV)

"... Membaca buku ini membuat saya belajar banyak ten-tang keuletan, dan kemauan untuk terus
belajar. Jika Anda ingin menjadi seorang pemimpin yang kuat dan disegani, tidak salah, inilah buku
bacaan yang tepat untuk Anda."

-Sulaiman Budiman (Store manager TB. Gramedia Matraman dan Penulis buku Ubah Slogan Jadi
Tindakan)

" ... Buku yang ditulis dengan gaya pengakuan agar dapat menggali butir-butir strategi berharga di
sepanjang perja-lanan hidup negarawan yang pertama menyatukan Jepang ini, layak dibaca oleh setiap
pembelajar Manajemen Stratejik"

-Sammy Kristamuljana, PhD. (Profesor Manajemen Stratejik, Prasetiya Mulya Business School)

"Buku ini bukan saja mampu membakar semangat pem-baca untuk1lleraih puncak sukses, namun juga
memberi inspirasi untuk berpegang teguh pada nilai-nilai. The Swordless Samurai memberi keyakinan
bahwa memper-tajam kecerdasan Intelektual, Emosional, dan Spiritual lebih penting daripada
mempertajam pedang".

-Ary Ginanjar Agustian (Pemimpin ESQ


Leadership Center, Penulis buku bestseller ESQ)

"The Swordless Samurai menggambarkan dengan sangat menarik. . .. Perjalanan hidup Hideyoshi
membuktikan bahwa "mustahil" hanya ada dalam pikiran, karena sesung-guhnya tidak ada satu pun di
dunia ini yang mustahil."

-Arfan Pradiansyah (Managing Director ILM,

Penulis buku You Are A Leader.'

"Satu lagi warisan sejarah kepemimpinan yang memukau dari Asia... Sebuah bacaan berharga di tengah
dahaga kepemimpinan bangsa saat ini".

-Badroni Yuzirman (Founder Komunitas Tangan Di Atas)

KITAMI MASAO

THE

SWORDlESS

SAMURAI

Pemimpin Legendaris

Jepang Abad XVI

Diedit dan dengan Kata Pengantar oleh:

TIM CLARK
TflE SWORDLESS SAMURAI Pemimpin Legendaris Jepang Abad XVI Penerjemah: Mardohar S. Penyunting:
Poppy Damayanti e. K. Pewajah Sampul: lksaka Banu Pewajah lsi: Ahmad-CreatiFast

.~

THE SWORDLESS SAMURAI: LEADERSHIP WISDOM OF JAPAN'S SIXTEENTH CENTURY ~EGEND BY KITAMI
MASAO, EDITED WITH AN INTRODUCTION BY TIM CLARK Copyright © 2005 by Kitami Masao, 2007 by
Tim Clark This edition arranged with ST. MARTIN'S PRESS, LLe. through BIG APPLE TUTTLE-MORI
AGENCY, Labuan, Malaysia. Indonesian edition copyright (hak cipta terjemahan): by RedLine Publishing

All rights reserved

Cetakan I: Mei 2013 Cetakan II: Oktober 2013

Pertama kali terbit di Jepang dengan judul Toyotomi Hideyoshi no Keiei Juku.

info@pustakainspira.com

www.pustakainspira.com

II @pustakainspira

Siapa pun dapat mencapai kesuksesan tertinggi; kekurangan bukanlah penghalang untuk meraih sukses.
Pustaka Inspira akan membuktikannya dengan menyuguhkan biografi inspiratif yang dapat memberikan
pencerahan dan semangat kepada Anda.

Mulai dari kisah anak petani miskin di zaman feodal yang dapat menjadi penguasa mudak di Jepang;
seorang pecundang yang dapat membesarkan perusahaan kelas teri menjadi perusahaan dengan
penghasilan terbesar di dunia; anak muda sederhana yang memiliki penghasilan 30 juta dolar dari hasil
kreatifitasnya, dan lainnya.

Pustaka Inspira tidak berhenti di penerbitan buku semata, namun sebagai wadah untuk berbagi
kebaikan.
Pustaka Inspira

adalah sarana untuk meraih kesuksesan.

Daftar lsi'

Kata Pengantar -ix Narnaku Toyotomi Hideyoshi -3 Melayani Lord Nobunaga -31 Benteng Kiyoshu -51
Mernirnpin di Saat Krisis -77 Pernirnpin yang Kuat -101 Mengepung Benteng Miki -129 Tujuh Tornbak -
157 Ternan dan Kelu.arga -185 Wakil Kaisar '-213 Kekuasaan yang Melenakan -237

Kronologis Riwayat Hidup _ Toyotomi Hideyoshi -255 Catatan -259

vi

Untuk ayahku, R.N. Clark,

,· 1925-2006

Kata Pengantar

Hideyoshi adalah pemimpin yang menakjubkan-dan paling luar biasa-dalam sejarah Jepang.

Ia lahir pada tahun 1536 dari keluarga miskin di Nagoya. Dilihat dari asal-muasalnya yang seder-hana,
tak ada yang menyangka ia akan menjadi orang terkemuka. Hideyoshi bertubuh pendek, tidak atletis,
tidak berpendidikan, dan berwajah jelek. Daun telinga yang besar, mata yang dalam, tubuh yang kecil,
dan wajah yang merah serta keriput (,sekeriput apel kering'), membuatnya tampak seperti kera,
sehingga orang menjulukinya 'Monyet' seumur hidupnya.
Hideyoshi lahir pada puncak masa kekacauan Jepang, Zaman Perang Antar-Klan, ketika kemam-puan
bertarung atau dunia kependetaan menjadi satu-satunya cara bagi rakyat jelata yang ambisius untuk
melarikan diri dari kehidupan banting tulang sebagai petani. Perawakan Hideyoshi yang hanya

[ The Swordless Samurai ]

setinggi 150 senti dan berbobot lima puluh kilogram serta bungkuk tampaknya menutup peluang untuk
berkarier di bidang militer. Namun ) a melesat ke puncak kekuasaan bak meteor, sekaligus menyatu-kan
negeri yang sudah tercabik-cabik perang saudara selama lebih dari seratus tahun. Bagaimana bisa?

Berbekal kemauan sekeras baja, otak setajam silet, semangat yang tak kunjung padam, dan wawasan
mendalam tentang manusia membuat Hideyoshi mampu "mc:mbuat orang yang meragu-kannya justru
menjadi pengikut setia, pesaing menjadi sahabat, dan lawan menjadi kawan."l Tanpa kemampuan bela
diri, sang 'samurai tanpa pedang' ini menggunak~n olok-olok pada diri sendiri, kecerdasan, dan keahlian
bernegosiasi yang menakjubkan untuk mengungguli para pesaingnya yang berdarah biru dan akhirnya
menjadi penguasa seluruh ]epang. Dalam tatanan masyarakat hierarki yang kaku dan melarang keras
penyatuan kelas sosial, Hideyoshi menjadi pahlawan kaum jelata: suatu simbol tentang kesempatan
pembuktian diri dan menanjak dari miskin papa menjadi kaya raya.

Pada tahun 1590 Hideyoshi telah menjadi pemimpin tertinggi negara. Ia dinobatkan sebagai wakil kaisar
oleh Kaisar Go Yozei dan menikmati kekuasaan bagaikan raja. Kaisar memberinya nama

[ Kata Pengantar ]

keluarga (nama belakang) Toyotomi, yang berarti 'menteri yang dermawan.'

Masa pemerintahan Hideyoshi juga tidak luput dari lembaran hitam, tapi keberhasilannya yang
spektakuler membuat kegagalannya termaafkan dan legendanya terus bergaung, bahkan setelah
kematiannya pada tahun 1598. Petualangan-petualangannya ditulis dengan detail-dan ber-lebihan-
dalam buku Taikoki, sebuah biografi resmi yang terbit pada tahun 1625.

Sampai hari ini, lebih dari empat ratus tahun setelah kematiannya, semua anak sekolah di ]epang
mengenal nama Hideyoshi, sementara tak terhitung jumlah biografi, novel, drama, dan film-bahkan
video game-menceritakan kembali kisahnya atau menampilkan karakternya.

Sejarah Singkat Samurai Asal-muasal kaum samurai dimulai pada keluarga Yamato, yang muncul sebagai
klan terkuat di ]epang pada abad ketujuh Masehi. Kata samurai berarti 'orang yang melayani', dan kata
itu diberikan kepada mereka yang lahir di keluarga terhormat dan ditugaskan untuk menjaga anggota
keluarga Kekaisaran. Falsafah pengabdian ini adalah akar

xi

[ The Swordless Samurai ]

dari keningratan kaum samurai, baik dalam tatanan sosial maupun spiritual.

Pada akhirnya, keluarga Yamato kesulitan mempertahankan pemerintahan sentralisasi negara dan mulai
'mendelegasikan' tugas militer, adminis-trasi, dan penarikan pajak kepada para mantan pesaing yang
berfungsi sebagai gubernur. Saat Yamato dan Pemerintahan Kekaisaran melemah, para guoernur lokal
malah semakin kuat. Akhirnya beberapa di antara f!1ereka berevolusi menjadi daimyo, atau penguasa
feodal yang menguasai teritori tertentu 'yang independen dari pemerintah pusat. Pada tahun 1185,
Minamoto no Yoritomo, panglima perang dari provinsi timur dan masih kerabat kaisar, membang~n
pemerintahan militer negara yang pertama, dan Jepang memasuki era feodal (1185-1867). Negara itu
berada di bawah pemerintahan militer selama hampir tujuh ratus tahun.

Stabilitas negara yang dirintis oleh Minamoto pada tahun 1185 itu tidak bertahan lama. Penguasa militer
datang dan pergi silih berganti. Pada tahun 1467, pemerintahan militer runtuh sehingga menyebabkan
Jepang terjun dalam kekacauan. Maka dimulailah Zaman Perang Antar-Klan, abad berdarah ketika para
panglima perang lokal saling bertarung untuk melindungi wilayah kekuasaan.

xii

[ Kata Pengantar ]

Mereka berusaha mengalahkan para pesaing dengan menggunakan pembunuhan, aliansi politik,
perni-kahan antarklan, saling mengadopsi anak, dan juga perang terbuka. Sekutu di antara para
panglima perang selalu berubah. Di antara perebutan kekua-saan, bukan hal aneh jika seorang daimyo
membunuh saudara atau bahkan orangtuanya sendiri.

Pada saat Jepang memasuki Zaman Perang Antar-Klan, istilah samurai telah berubah, menan-dakan
tentara negara, perwira penjaga perdamaian, dan prajurit profesional: pendeknya, hampir siapa saja
yang membawa pedang dan mampu melakukan kekerasan.
Meski Zaman Perang Antar-Klan membawa kekacauan, kekuasaan tetap terstruktur dalam era feodal
Jepang. Kaisar adalah penguasa tertinggi kepada siapa semua orang tunduk. Tapi fungsinya hanya
berupa simbol; kekuasaan kaisar sebenarnya hanya terbatas pada penganugerahan gelar resmi,
terutama gelar Shogun. Kaisar sangat bergantung pada para daimyo untuk membiayai anggaran
istananya dan tidak turun langsung dalam urusan negara.

Kelas sosial yang di bawah kaisar adalah kaum bangsawan, termasuk para pangeran, putri, dan bawahan
yang memiliki hubungan darah dengan kaisar. Mereka juga tidak terlibat dalam urusan

xiii

[ The Swordless Samurai ] •

negara dan bergantung pada warisan serta upeti dari para daimyo untuk membiayai rumah tangga
mereka.

Secara resmi berada di bawah kaum bangsawan adalah Shogun, namun sebenarnya kaum bangsawan
dan kaisar pun tidak. memiliki otoritas terhadapnya. Pemegang komando militer tertinggi ini dapat
disamakan dengan presiden atau perdana memeri, membuat keputusan administratif sehari-hari yang
dibutuhkan untuk menjalankan negara. Kekacauan Zaman Perang Antar-Klan terutama disebabkan oleh
ketiadaan. sosok Shogun yang benar-benar memiliki otoritas. Tema sentral pada periode sejarah ]epang
ini adalah perjuangan para panglima perang lokal yang ambisius-seperti Oda Nobunaga, atasan
Hideyoshi-umuk bisa sampai ke Kyoto, dinyata-kan sebagai Shogun oleh kaisar, untuk kemudian
menyatukan negeri.

Panglima perang, atau daimyo, berada pada urutan berikutnya. Beberapa daimyo adalah panglima ~dal
yang membangun kerajaan-kerajaan kecil dari noli beberapa adalah bekas gubernur yang menolak
tunduk pada pemerintah pusat dan sepenuhnya memerintah daerah mereka sendiri; lainnya adalah
mantan pengikut yang menggulingkan gubernur mereka yang tidak kompeten. Para daimyo mengatur
k9ta yang tumbuh di sekitar kastel mereka dan

xiv

[ Kata Pengantar ]

mendapatkan penghasilan dari pajak yang ditarik dari penduduk kota atau petani.

Samurai yang dipekerjakan oleh para daimyo menduduki tingkat sosial berikutnya. Orang-orang terbaik
di kelompok kesatria abad pertengahan ]epang ini sangat setia pada atasan dan menjunjung tinggi nilai
Bushido (biasanya diterjemahkan sebagai 'semboyan kaum kesatrii atau 'jalan panglimi). Samurai yang
terburuk tidak jauh berbeda dengan preman pasar.

Lapisan kelas sosial di bawah samurai adalah ronin, atau samurai tanpa majikan. Ronin bisa saja lahir
dalam keluarga samurai yang kurang berumung atau menjadi pengangguran karena majikan mereka
bangkrut atau kalah perang. Kaum ronin terdiri dari pejuang yang jujur dan para bajingan. Mereka
adalah golongan sosial paling rendah yang berhak menyandang nama keluarga, suatu kehormatan yang
membedakan mereka dari rakyat jelata.

Di bawah ronin adalah penduduk kota, peng-rajin, pedagang, dan petani-masyarakat kelas pekerja yang
merupakan mayoritas dari seluruh penduduk ]epang. Mereka tidak bergelar dan hanya menyandang
satu nama (nama pertama). Mereka juga satu-satunya golongan masyarakat yang dike-nai pajak.

xv

[ The Swordless Samurai]

Dari lapisan-Iapisan kelas sosial ini, kaum samurai muncul sebagai figur sentral yang berwarna-warni
dalam sejarah Jepang. Namun peran samurai berubah drastis setelah kematian Hideyoshi. Dengan
datangnya masa kedamaian, peran mereka sebagai prajurit profesional lenyap, dan mereka menjadi
kurang menyibukkan diri dengan melatih ilmu bela diri tapi lebih mementingkan pengem-bangan
"spiritual, pengajaran, dan seni. Pada tahun 1867, saat kepemilikan pedang oleh sipil dinya-takan
melanggar undang-undang dan kelas prajurit ditiadakan, hum samurai telah berubah menjadi apa yang
dicontohkan Hideyoshi hampir tiga ratus tahun sebelumnya: samurai tanpa pedang.

Catatan Tentang Narasumber Tertulis Meskipun Hideyoshi meninggalkan ribuan lembar surat dan
dokumentasi lain, para ahli masih tidak sepakat tentang berbagai fakta dalam hidupnya, tc;rmasuk
tahun kelahirannya. Ahli sejarah masih memperdebatkan kebenaran prestasi gemilangnya, detail di balik
aliansi politiknya, dan sejenisnya. Meski demikian, garis besar riwayat hidup Hideyoshi dan pencapaian-
pencapaiannya yang tertera dalarn buku ini pada dasarnya sudah disepakati dan diakui k~akuratannya.

xvi

Pembaca harus mengerti bahwa tak ada catatan historis yang menyebutkan bahwa Hideyoshi secara
eksplisit mengucapkan prinsip-prinsip kepemim-pinan yang ada dalarn buku ini. Tapi prinsip-prinsip ini
diekstrapolasi dari Taikoki, dari kejadian yang sebenarnya, dan dari pengetahuan atas karakter Hideyoshi
melalui surat dan dokumen-dokumen lain.

Saya mengarnbillangkah besar dalarn mengima-jinasikan ucapan Hideyoshi dengan nada yang terkadang
bijaksana dan penuh instrospeksi, meski bukti sejarah cukup kuat menyiratkan kesombongan dan
kecongkakan di tahun-tahun terakhir hidupnya (beberapa ahli sejarah berpendapat ia belakangan
menderita sakit jiwa). Guna menyaring pelajaran kepemimpinan yang layaknya, saya berupaya
men-ciptakan kesan bahwa sang Raja Monyet menjadi orang yang reflektif menjelang akhir hidupnya
dan ingin meneruskan kebijaksanaan yang didapatnya dari pandangan jujur dan introspektif tentang
kesuksesannya yang dahsyat-juga berbagai kega-galannya yang besar. Saya berharap dengan begini
akan bisa memenuhi kenyamanan pembaca.

Akhir kata, saya berterima kasih yang sebesar-besarnya pada Mr. Kitarni Masao atas izinnya untuk
mengadaptasi buku ini bagi pembaca berbahasa Inggris; agen saya Martha Jewett, atas nasihat dan

xvii

[ The Swordless Samurai ]

bantuannya yang tak kenal lelah dari awal sampai akhir; dan James Reid Harrison, untuk dedikasi yang
luar biasa dan efektivitas proses penyuntingan.

Tim Clark

Tokyo, Jepang dan Portland, Oregon

Agustus 2006

xviii

IJJ

8=t

J~j'
ijfiX

~1

nfl

ilJ

t~

5Pi2

iT

A/a(.,tj,dAk HUJ.iUr dal,a,m, SeJ1k

b~.B~YOIfiK, Icda£ tija"

s4H1JUf'~~

~perlaLaituut)tt.1tutaH1

AmstWu ~war teb~

~J~otakdAr~tub~

kJuuarHfa"j~~Utjilt/~

tetPf'~&Leher.
Namaku

Toyotomi Hideyoshi

"Jadi bocah, kau mau mengabdi padaku?"

Berlatar belakang langit biru kehitaman, siluet pria di atas kuda itu, dengan helmnya yang ber-tanduk,
menjulang di hadapanku bagai raksasa saat aku berlutut di tanah. Aku tidak bisa rrielihat wajahnya, tapi
aku mengenali wibawa dalam suara-nya yang bergemuruh, atau nada mengejek dalam pertanyaannya.

Aku mencoba bicara, namun yang mampu aku keluarkan hanyalah koakan lirih. Mulutku menjadi kering,
begitu kering seakan -akan aku sedang sekarat kehausan. Namun aku harus menjawab. Nasibku-dan
nasib seluruh Jepang, meski pada waktu itu aku belum mengetahuinya-bergantung pada jawabanku.

Mengangkat kepala sampai batas keberanianku untuk melirik sosok mengerikan itu, kulihat ia

[ The Swordless Samurai ]

memelototiku, bagaikan elang yang siap menyambar tikus tanah dengan cakarnya.

Ketika berhasil bicara, suaraku terdengar jelas dan mantap, dan keberanianku meningkat seiring setiap
suku kata.

"Benar, Lord Nobunaga," kataku. "Saya mau."

Kala itu adalah zaman pembantaian dan kege-lapan: Zaman Peperangan, saat negeri dicabik oleh
pertumpahan darah dan satu-satunya hukum yang ada adalah hukum pedang. Saat itu aku masih
remaja, berkelana sendirian ke seluruh pelosok, mencari kebebmtungan tanpa uang sekeping pun di
saku. Meski demikian, aku masih berangan-angan untuk menjadi seorang pemimpin, walau aku tidak
pernili kuduga sampai sejauh mana angan-angan itu bisa membawaku.

Namaku Toyotomi Hideyoshi, dan kini akulah pemegang kedaulatan tertinggi di seluruh Jepang, anak
petani pertama yang bisa naik ke tampuk kekuasaan mutlak.2 Akulah satu-satunya penguasa feodal-dari
sekitar dua ratus penguasa pada masa itu yang mencapai posisi ini karena kerja keras dan bukan melalui
silsilah. Aku berangkat dari kemiskinan untuk memimpin sebuah bangsa besar dan memegang komando
ratusan ribu kesatria samurai. Sekarang, kutulis ini agar kisahku bisa
menginspirasi orang lain untuk menjadi pemimpin yang lebih baik.

Beberapa di antaramu sudah memimpin banyak pengikut. Beberapa di antaramu baru saja memulai
kisah kepemimpinanmu. Beberapa di antaramu masih menjadi pengikut yang memiliki aspirasi untuk
memimpin. Apa pun posisimu sekarang, rahasia-rahasia abadi yang dibeberkan dalam lembaran ini pasti
akan berguna, karena hikmahnya bisa diambil oleh pengikut ataupun pemimpin.

Orang menyebutku Monyet karena kecerdikan diriku dan karena telingaku yang lebar, kepala yang
kebesaran, dan tubuh yang kerempeng. Aku pendek dan tidak menarik. Mereka yang baru pertama kali
bertemu denganku terkaget-kaget mereka tak mengira orang yang paling berkuasa di negeri ini punya
perawakan mirip kurcaci botak dengan bentuk tubuh tak keruan. Beberapa bahkan berkata akulah
pemimpin berwajah paling jelek dalam sejarah Jepang!

Biarkan saja. Mungkin aku memang juara dalam kategori penguasa utama yang paling tidak sedap
dipandang, tapi orang-orang berdedikasi kepadaku karena aku juga mendedikasikan diri kepada mereka.
Itulah Rahasia Pengabdian, yang nanti akan kujabarkan.

Kau pasti terkejut saat mendapati bahwa keberhasilanku meraih kepemimpinan dibangun atas dasar-
dasar yang terdengar lumrah, seperti pengabdian, penghargaan, kerja keras, dan tindakan tegas. Prinsip-
prinsip demikian terdengar begitu sederhana sehingga kau takkan menyebut hal-hal semacam itu
sebagai 'rahasia'. Namun hanya sedikit orang yang memahami kekuatan sejati prinsip-prinsip itu, dan
lebih sedikit lagi orang yang mengerti bahw;:t prinsip-prinsip itulah yang menjadi fondasi kode etik
samurai, sebuah protokol kepemimpinan yang dijunjung tinggi, diwariskan secara turun-temurun selama
ratusan tahun. Kode etik samurai bukan sekadar meliputi penggunaan senjata, yang menguntungkan
untukku, karena aku punya reputasi sebagai petarung terburuk dalam sejarah Jepang! Namun senjata
paling ampuh yang aku miliki adalah benakku: Kau bisa menyebutku samurai tanpa pedang.

Sepanjang jalan menuju puncak kepemimpinan, aku berpegang teguh pada prinsip-prinsip ini, dan hal
itu sangat membantu. Pelajaran kepemimpinan yang dulu kupelajari masih berlaku hingga kini, dan kode
etik samurai akan terus bergema ke segala penjuru negeri dan lebih jauh lagi.

Aku terlahir sebagai anak petani miskin di Nakamura, Provinsi Owari.3 Tidak punya uang,

berwajah jelek, tanpa status sosial, mirip kera itulah aku: Hideyoshi, si anak monyet. Ayahku mati muda.
Berkali-kali aku berganti pekerjaan dan selalu bertengkar dengan ayah tiriku. Aku tidak berpendidikan
dan tak sekali pun mencicipi kesenangan kaum berpunya.

Tetapi aset yang kumiliki kugunakan sebaik mungkin. Kemiskinan menjadi keunggulan karena hal itu
membantuku mengerti perjuangan rakyat jelata. Sembilan puluh lima persen dari mereka
yang bertempur di medan perang adalah prajurit rendah, mereka yang hidup di urutan terbawah dalam
masyarakat. Aku mengerti perasaan mereka karena dulu aku seperti mereka. ltulah mengapa aku begitu
terampil dalam meraih dukungan dan kekaguman mereka; mereka akan melakukan apa pun untukku
dengan senang hati. Dalam hal itu, tak ada yang dapat menandingiku. Bagaimana mungkin mereka yang
tidak pernah kekurangan makanan dan pakaian bisa memahami mereka yang merasakannya?

Kekuranganku yang terbesar-atau setidaknya itulah yang semula kupikirkan-adalah tubuhku yang
pendek dan ceking. Seperti pemuda pada umumnya, aku ingin sekali menjadi samurai, tapi aku tidak
memiliki kekuatan maupun ketangkasan. Selama Zaman Peperangan 4, setiap penguasa harus

bergantung pada prajurit mereka sendiri untuk mempertahankan kekuasaan, dan biasanya mereka
merekrut prajurit dari kaum petani. Sulit sekali bagi mereka yang bertubuh mungil untuk masuk
hitungan. Aku tidak mahir dalam seni berpedang. Bahkan ronin5 kelas tiga sanggup mengalahkanku
dalam perkelahian jalanan! Aku sadar aku harus lebih menggunakan otak daripada tubuh, khususnya jika
aku ingin kepalaku tetap menempel di leher.

Maka aku menjadi seorang samurai yang lebih mengandalkan akal daripada senjata. Aku lebih memilih
strategi daripada pedang, dan logistik dari-pada tombak. Pendekatan kepemimpinanku membantuku
mengungguli para pesaing. Begitu banyak samurai 'yang akhirnya' menjadi pengikutku, dan mereka yang
berasal dari kalangan biasa dan kaum berada memberikan hidup mereka kepadaku. Aku sangat
mensyukuri pengorbanan mereka. Dan rasa terima kasih adalah inti sebuah kepemimpinan,
sebagaimana yang akan kaulihat.

Kisahku memiliki awal yang sederhana. Selain miskin, tak berpendidikan, dan bukan dari silsilah keluarga
masyhur, aku juga pendek, lemah, dan tampak aneh. Tapi aku tidak membiarkan kekurangan

itu menentukan nasibku. Aku memiliki semangat hidup yang jarang ada di dunia ini. Meski terlahir
sebagai anak petani penggarap, aku ingin menjadi pemimpin, dan bertekad bahwa
ketidaksempurnaanku tidak akan menghalangi. Dalam lubuk hati terdalam aku tahu aku lebih dari
sekadar apa yang dianggap orang lain.

Ayahku mulanya petani, lalu menjadi prajurit rendahan di ketentaraan Oda, dan berakhir cacat di medan
perang. Ibuku harus membanting tulang sebagai pembantu penggarap lahan. Setelah kema-tian Ayah,
saat usiaku tujuh tahun, ia menikah dengan seorang pria bernama Chikuami, yang juga petani dan
mantan prajurit Oda.

Aku begitu berbakti pada ibu, yang hidupnya tak ubah seperti untaian kisah bertahan menghadapi
cobaan sejak masa kecilnya. Bahkan saat masih ingusan, aku mengerti betul betapa keras hidupnya, dan
tekadku untuk meringankan bebannya menjadi tujuan hidupku-tapi sebelumnya aku menimbul-kan
lebih banyak kepedihan baginya.
Aku adalah anak nakal yang membenci sekolah dan lebih suka melempar batu dan bermain di medan
perang. Ibu kewalahan mengaturku, sehingga ia menitipkanku untuk mendapat pendidikan di kuil
Buddha, dengan harapan aku akan menjadi disiplin. Tapi aku tak memedulikan guru-guruku dan terus

bermain di luar seharian, mengayunkan tombak

bambu pada kucing jalanan dan menyerang kupu-

kupu dengan pedang kayu. Para biksu akhirnya

angkat tangan. Buddha pun takkan punya kesabaran

untuk mengurus Hideyoshi; kata mereka. Maka

aku kembali ke keluargaku.

Di rumah, aku memotong rumput dan menangkap ikan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari,

tapi apa daya kami lebih sering kelaparan. Lebih

buruk lagi, ayah tiriku dan aku tidak henti-hentinya

bertengkar, dan ia sering mencambukku. Suatu

hari, ibuku sudah tidak sanggup lagi.

"Hideyoshi," katanya. "Karena kau tidak mau

sekolah, dan biksu-biksu tak mau lagi menerimamu,

aku' telah mengatur supaya kau bisa bekerja pada

keluarga yang tinggal tidak jauh dari sini dan belajar

berdagang. "

Aku tak percaya mendengarnya. Aku selalu berpikir bahwa ibu adalah sekutu terbaikku. "Bagai-mana ibu
bisa melakukan ini padaku?" tanyaku. ,Mendengarnya, ia mendekap dan memelukku begitu erat sampai
aku sulit bernapas, dan air mata

mengalir deras di wajahnya.

"Aku khawatir dengan apa yang bakal terjadi

kalau kau terus bertengkar dengan ayah tirimu.


Kelak ia mungkin tak bisa menahan diri saat memu-

kulimu. Aku tak tahan lagi. Tolonglah, demi surga,

10

tinggalkan rumah ini. Aku merindukanmu dengan segenap hatiku, tapi kau mesti pergi." "Tidak! Aku
tidak mau pergi!" aku menangis. "Alm menyayangimu, ibu!"

"Dengarkan aku baik-baik, Hideyoshi," ia terisak. "Di dunia ini kau butuh tanah dan uang untuk hidup.
Sebetulnya aku tak mau menikah lagi, tapi aku mesti bertahan hidup. Sekarang kau harus melakukan
bagianmu, demi kita semua."

Itu bukan terakhir kalinya aku meninggalkan rumah untuk bekerja demi memenuhi keinginan ibuku. Hal
yang sama terjadi lagi dan lagi, dan selalu berakhir sarna. Ibu akan memohon padaku untuk mencari
pekerjaan mapan. Aku akan pergi, bekerja dengan keluarga yang lain lagi, dan dipecat setelah beberapa
bulan, lalu pulang ke rumah. Ibu memarahiku. Ia menangis. Ia meraung putus asa. Tapi aku tidak terlalu
peduli lagi pada nasihatnya, dan tidak punya ketekunan untuk pekerjaan apa pun selain mengabdi pada
seorang samurai.

Suatu hari aku membuat keputusan. "Ibu, aku akan pergi selamanya untuk mencari jalanku sendiri," aku
mengumumkan. "Alm takkan pulang sampai aku berhasil." Meski aku baru lima belas tahun, kebulatan
tekad yang terpancar dari mataku cukup meyakinkannya bahwa tak ada alasan yang bisa mengubah
pendirianku.

11

Sebelum mengucapkan selamat tinggal sambil berlinang air mata, ia membekaliku dengan sekantong
penuh berisi koin tembaga, cukup untuk membeli beras selama setahun. Ibu tahu bahaya yang akan
dialami seorang bocah laki-Iaki saat mengembara sendirian dan khawatir kalau-kalau kami takkan
bertemu lagi. Maka diberikannya uang yang telah ia simpan untuk warisanku. ltulah warisan terbaik
yang bisa diberikan oleh keluarga petani. Tidak terbayangkan bagaimana ia berusaha mati-matian untuk
'mengumpulkannya! Saat itu aku menyadari betapa dalam kasih sayangnya dan betapa besar
pengorbanannya. Untuk pertama kali-nya aku merasa berterima kasih setulus-tulusnya. Pada hari yang
sama, 'saat melintasi jalan tanah ke luar dari Nakamura, satu-satunya desa yang kukenal, aku bertekad
untuk membuat hidup ibu lebih baik. Aku akan bekerja sebaik mungkin menuju puncak, membawanya
ke luar dari tanah garapan, dan memberinya kemewahan yang hanya dikenalnya dalam mimpi.

Rasa syukur mengobarkan semangat luar biasa dalam diriku untuk memperbaiki diri dan membantu
orang lain. Berlawanan dengan yang dipikirkan banyak orang, inti dari kepemimpinan terletak pada
melayani, bukan dilayani. Mereka yang memiliki aspirasi untuk memotivasi pengikutnya

12

harus bisa menghargai karena Pemimpin harus bisa bersyukur.


*

Meninggalkan lingkungan masa kecil menandai dimulainya masa gonta-ganti

pekerjaan. Di Kiyosu, tujuan pertamaku,

aku membelanjakan hampir seluruh uang

warisan untuk membeli jarum untuk menjahit kain katun. Jarum memang mahal, tapi jauh lebih ringan
daripada sekantong uang logam, dan sangat dibutuhkan. Pada masa itu, Jepang butuh katun-bukan
hanya untuk pakaian, tapi juga untuk melapis baju zirah dan beberapa keperluan militer lainnya. Aku
berencana menjual jarum kepada penjahit desa dan keluarga samurai.

Hidup sebagai pedagang keliling cukup berat, khususnya bagi pemula yang baru berumur lima belas
tahun. Tidak lama kemudian aku sudah meng-habiskan uang simpanan dan bekerja serabutan-mencuci,
menarik kereta, pekerjaan apa pun yang bisa kudapatkan-untuk sekadar mengisi perut. Aku tidur di
jalanan dan berhari-hari tidak makan. Kadang-kadang aku sampai mengemis!

Akhirnya, aku berhasil mendapatkan pekerjaan, betapa pun remeh dan singkat. Aku berdagang
bermacam-macam barang, bekerja sebagai tukang

13

kayu, pembuat tong, penjaja ikan keliling, pengrajin logam, pemotong rumput, pembantu tukang tungku
batubara, pedagang minyak keliling, dan

pengasah pisau - itu hanya beberapa di antaranya.

Aku menjadi mahir soal jual-beli, membaca watak

pelanggan dan pemimpin, dan menebak suasana

hati orang. Aku menyaksikan kemurahan hati

dan keserakahan, kebersyukuran dan kelicikan,

kebaikan dan kejahatan. Mengamati langsung

berbagai transaksi kehidupan, baik yang bersifat

komersil, maupun sosial, mengasah kemampuan

untuk menilai karakter orang. Lama-kelamaan

wawasanku tentang kondisi kehidupan manusia


menjadi lebih dalam, dan aku memupuk keahlian

membaca sifat segala jenis manusia, dan mengambil

hati mereka.

Namun aku tetap berpegang pada impianku

untuk menjadi samurai, alih-alih menjadi pedagang biasa. Dengan tujuan itu terpatri di kepala, aku pun
berangkat ke Sunpu,6 temp at kediaman Klan " Imagawa, keluarga samurai yang memerintah tiga
provinsi yang berbatasan dengan Samudra Pasifik. Berminggu-minggu kuhabiskan berjalan kaki
melewati Jalur Laut Timur-jalan raya besar yang menghubungkan wilayah Barat dan Timur Jepang-untuk
sampai ' ke tujuan, dan sepanjang ,perjalanan aku terus memikirkan cara meminta

14

keluarga Imagawa menerimaku menjadi abdi mereka.

Pada suatu hari, ketika aku sedang duduk

beristirahat di jembatan, seorang utusan keluarga

Matsushita yang bernama Naganori lewat dengan

menunggang kuda.l Belakangan ia berkata padaku

bahwa saat pertama kali melihatku, ia tak yakin

apakah aku ini manusia yang mirip monyet atau

monyet yang mirip manusia!

"Dari mana asalmu, bocah?" tanya Naganori, memandangku ke bawah dari atas pelananya.

"Aku dari Nakamura di Provinsi Owari," aku memberitahu, "tapi aku sedang menuju Timur untuk
mencari pekerjaan pada keluarga samurai."

Naganori tertawa. "Siapa yang mau mempeker-jakan gelandangan ceking sepertimu?"

"Yah, tampangmu juga tidak seperti bangsawan. Hanya karena kau tidak menyukai penampilanku, tidak
berarti orang lain berpendapat sama!"

Ia tertawa lagi mendengar jawaban bersemangat yang tidak terduga ini dan menanyaiku lagi. Aku telah
menarik perhatian seorang anggota rumah tangga samurai yang penting!
Naganori membawaku ke rumah keluarga Matsushita dan memperkenalkanku kepada abdi-abdi yang
lain sebagai 'pemuda menarik'. Mereka tertawa saat melihatku dengan rakus melahap

15

buah berangan dan kesemek yang mereka lempar

kepadaku, dan mereka mulai memanggilku Monyet.

Tak lama kemudian semua orang mengenalku, dan

aku akhirnya bisa makan kenyang dua kali sehari.

Sejak saat itu, dimulailah kehidupan baruku

bersama Klan Matsushita. Keluarga Matsushita ada-

lah pengikut Imagawa, yang dikepalai oleh Yoshi-

moto, seorang penglima terkenal dan pelindung seni.

Tugas pertamaku adalah menjadi pembawa sandal.

Pembawa sandal selalu mengikuti majikan untuk

melakukan pekerjaan sehari-hari, melaksanakan

berbagai jehis tugas termasuk memasangkan dan

melepaskan alas kaki. Selanjutnya, aku menjadi

pelayan rumah, mengurus pakaian keluarga dan

membantu mereka mengenakan dan menanggalkan

pakaian. Akhirnya, akU ditugaskan untuk mengurus

gudang.

Karena melakukan pekerjaan dengan efisien, aku

dianggap pelayan yang berharga. Lord Matsushita

lalu menganugerahi nama keluarga pertamaku: Nakamura, nama kota tempatku berasal.8

Aku sangat bangga dengan pekerjaanku sebagai

pemimpin gudang. Aku memiliki seekor anjing

penjaga dan keamanan adalah prioritas utamaku.


Pernah beberapa kali terjadi pencurian, tapi setelah

aku mengambil alih, hal-hal seperti itu tak pernah terjadi lagi. Aku sangat senang melakukan tugas

16

ini dan semua pekerjaan lain-dan bukan hanya

karena akhirnya aku berhasil membebaskan diri

dari belenggu kemiskinan. Aku menganggap setiap

tugas baru, betapa pun remeh, sebagai sebuah

pijakan menuju jabatan yang lebih tinggi. Karena

bentuk tubuhku tak menguntungkan, maka aku

memutuskan bahwa melakukan pekerjaan dengan

ekstrakeras. ltulah satu-satunya cara agar aku

berbeda dengan yang lain.

Tetapi orang luar yang menanjak begitu cepat dalam sebuah organisasi memancing rasa iri. Pada suatu
hari, seorang abdi yang iri menuduhku telah mencuri barang dari gudang yang kujaga. Abdi-abdi lain
melontarkan tuduhan tambahan, dan akhirnya Naganori berkata bahwa, meski aku tidak bersalah, aku
telah membawa perpecahan dalam rumah tangga Matsushita. Ia kasihan padaku, tapi tak mungkin
baginya untuk mengganti seluruh staf yang penuh dengki hanya untuk mempertahankanku. Ia pun
memecatku.

Saat aku memprotes dan menegaskan bahwa aku tidak bersalah, Naganori menjadi marah dan
memakiku atas ketidaksopananku. Pecahlah tangisku dan saat itu juga aku meninggalkan rumah
Matsushita. Waktu itu usiaku delapan belas tahun.

Pengalaman dipecat membuatku shock, tapi kegundahanku sirna dengan cepat. Aku yakin ada

17

orang lain, entah di mana, yang akan menghargaiku

apa adanya. Aku mulai memahami bahwa menilai

suatu pengalaman baik atau buruk tidak ada artinya.


Yang paling penting adalah bagaimana mengambil

pelajaran dari semua itu.

Bertahun-tahun kemudian, setelah aku meraih

kesuksesan, aku memiliki waktu untuk mencari cara

membalas budi mereka yang sudah menolongku

di masa mudaku. Aku pergi mencari Naganori,

abdi Matsushita yang pernah mempekerjakanku,

untuk memberitahu betapa berterima kasihnya aku

karena telah dipekerjakan olehnya pada masa itu.

Karena tidak menemukannya, aku menganugerahi

putranya, Yukitsuna, wilayah yang cukup luas dan

belakangan menjadikannya tuan tanah. Dengan

demikian, aku sudah membayar utang budi sebaik

yang kubisa.

Usaha yang amat keras memungkinkan mereka yang mulai dari nol untuk mengungguli mereka yang
sudah dibekali kedudukan dan hak istimewa. '-Inilah Perjuangan, karena Pemimpin harus bekerja

lebih keras daripada yang lain.

18

Setelah dipecat dari rumah tangga Matsushita, aku bertekad untuk memilih majikan

berikutnya daripada mencari suatu kebetulan seperti yang kulakukan di jembatan

itu tiga tahun berselang. Tapi kepada siapa

aku akan mengabdi?


Di provinsi asalku, Owari, ada seorang panglima perang muda bernama Oda Nobunaga, yang ayahnya,
Nobuhide, pernah menjadi majikan ayahku. Para pengikut Lord Nobunaga menjuluki-nya Halilintar
Perang karena kebuasan dirinya di medan pertempuran. Berdasarkan reputasinya, dan juga dari hasil
pengamatanku, aku memutuskan bahwa Lord Nobunaga bukan saja akan menjadi atasan yang cocok,
tetapi juga seorang mentor tangguh yang luar biasa.

Setelah memilihnya sebagai majikan baruku yang beruntung, timbul masalah tentang cara menarik
perhatiannya. Aku memiliki antusiasme yang begitu besar, tapi hampir semua kualifikasi yang
dibutuhkan tidak kumiliki, termasuk derajat, garis keturunan, dan reputasi sebagai kesatria.
Perda-gangan adalah satu-satunya bidang yang paling kukuasai. Kegiatan tawar-menawar yang rutin aku
lakukan setiap hari telah membantuku untuk mendapatkan pengetahuan mendalam tentang nilai
barang dan jasa, dan aku telah mengamati bahwa

19

keluarga samurai, yang menganggap diri mereka

terlalu penting untuk mempelajari hal semacam ini,

sering kali payah saat berurusan dengan pedagang.

Karena pernah miskin, aku tahu cara membuat uang

sepeser menjadi berguna. Ka1au saja ada cara yang

bisa kugunakan agar Lord Nobunaga terkesan! Aku

memutuskan untuk memohon langsung kepadanya

agar memberiku suatu posisi dalam organisasinya,

karena kuduga ia orang yang lebih mengapresiasi

keberanian dan menghargai kinerja daripada garis

keturunan. Aku benar!

Agar rencana berjalan mulus, aku membayar

seorang kenalan yang bekerja pada Klan Oda

seratus keping koin tembaga-setiap peser yang

kumiliki-untuk memberitahuku secara persis ke

mana dan kapan Lord Nobunaga akan melakukan


perjalanan. Itulah investasi terbaik yang pernah

kulakukan.

Pada musim panas tahun 1554 di daerah pinggiran Provinsi Owari, dekat Mino, aku berjongkok, di balik
semak-semak, di sebelah gerbang raksasa yang mengelilingi rumah keluarga bangsawan yang dikunjungi
oleh Lord Nobunaga. Saat itu adalah yang ketiga kalinya aku menunggu kedatangan sang panglima
perang muda dan para pengikutnya. Kali pertama, kudanya sudah berderap jauh sebelum aku bisa
melompat ke sisi jalan. Yang kedua kalinya, aku telah berusaha memanggil, tapi hujan yang mendadak
turun meredam suaraku dan membuatku kehilangan kesempatan dalam keadaan basah kuyup.

Tapi malam itu, keberuntungan berada di pihakku. Saat Lord Nobunaga berkuda perlahan mendekati
gerbang, aku melompat maju dan mere-bahkan diri di hadapannya di jalan, membungkuk begitu rendah
sehingga alisku menyapu tanah. "Lord Nobunaga, saya hendak mengabdi kepada Anda!" teriakku.

Dari atas tunggangan, pemimpin keluarga Oda itu mengarahkan tatapan galak padaku. "jadi, bocah, kau
mau mengabdi padaku?" Ia memuntah-kan kalimat itu.

"Benar, Lord Nobunaga," jawabku. "Saya mau." "Monyet kecil ini mengira ia bisa berguna,"
komentarnya.

Itu lebih merupakan pernyataan daripada pertanyaan, tapi aku tetap menjawab. Aku mene-ngadahkan
kepala dan kutatap dia terang-terangan. "Ya, Tuan. Saya yakin begitu," jawabku dengan nada hormat
namun penuh percaya diri.

Sang jenderal mengangguk. "Nah, kalau begitu, katakanlah," katanya dengan suara bergemuruh, yang
ditujukan kepada para pengikutnya, "berapa menurut kalian biaya yang mesti aku keluarkan

21

untuk mempekerjakan orang seperti kalian?" Ia

tak menunggu sampai ada yang berani memberi

tanggapan. "Satu pria menghabiskan 150 kilo beras

setahun. Ditambah misoa, garam, sayuran, kacang-

kacangan, ikan, atau ayam setiap sepuluh hari,

ditambah biaya memasak dan transportasi, dan

setiap pria yang kupekerjakan membebani uang

kasku setara dengan 126 kilo beras setahunnya.


Ditambah dengan dua setel pakaian setiap tahun

dan anggaran hiburan yang dihabiskan untuk

perempuan dan minuman, bahkan gelandangan

penghuni gubuk seperti monyet yang menyembah-

nyembah ini, akan menerima gaji, dariku, sebanyak

420 kilo beras setiap tahunnya!". Sebagian besar prajurit rendah di sekitar kami

menunduk saat ia bicara. Ceramah yang familier

bagi mereka ini berarti suasana hati tuan mereka

sedang buruk.

"Jadi, bagaimana dengan itu, Monyet?" tanya Lord Nobunaga dengan pedas. "Bisakah jasamu mengganti
semua biaya itu?"

"Ya, Tuan," aku menjawab tanpa keraguan.

"Jasa yang saya berikan akan menutup dua kali-

bukan, tiga kali jumlah itu."

"Bagaimana caranya?" sambar sang panglima,

sambil mempererat genggamannya pada tali kekang.

22

Jawabanku mantap. "Dengan penghematan, Tuanku. Dengan penghematan."

Hari itu juga secara resmi aku mulai mengabdi pada Lord Nobunaga. Aku memulai sebagai pelayan
rendahan meski tidak lama berada di posisi itu.

Langkah pembuka yang berani telah mengubah nasibku dan bisa mengubah nasibmu juga. Jangan jadi
orang yang, dua puluh tahun dari sekarang, mengingat-ingat masa lalunya dan menyesali kegagalannya
memanfaatkan momen yang mungkin akan mengubah keberuntungannya. Sambarlah kesempatan
dengan kedua tanganmu!

Keberuntungan memihak mereka yang berani.

Pemimpin mesti mengeksploitasi dalam membuat

Keputusan. Bertindaklah berani pada saat-saat


kritis.

Bergabung dengan Klan Oda merupakan

titik balik yang menentukan dalam per-

kembanganku sebagai seorang pemimpin.

Lord Nobunaga membantu kesuksesanku

karena ia melihat nilai kinerjaku yang

patut dicontoh dalam tugas-tugas non militer. Aku

menjadi orang "serbabisa" nya, orang yang mampu

melaksanakan tugas apa pun.

23

Di hari-hari awalku bertugas, aku jarang tidur nyenyak semalaman. Seorang pelayan mesti berada tidak
jauh dari tuannya dan siap ditugaskan kapan saja. Aku harus mengantisipasi saat-saat tidak biasa, siang
atau malam, ketika ia mungkin mendadak memutuskan untuk berburu dengan elang atau berkuda-dan
menyiapkan segala sesuatunya lebih awal. Dan ia tidak hanya punya satu kuda, tapi banyak aku harus
memperkirakan kuda mana yang ingin ia tunggangi di hari tertentu. Belum lagi Lord Nobunaga sendiri
punya perangai bagaikan kuda liar!

Tugasku cukup berat, tapi layak dilakukan. Sebagai tambahan keuntungan pada saat melayani Lord
Nobunaga, aku memiliki kesempatan untuk mengenali hampir semua anggota keluarga Oda dan anggota
senior dari klan lainnya. Aku menikmati perspektif orang tentang politik dan intrik-intrik yang biasa
dilakukan di Zaman Perang. Yang paling penting, melalui kerja keraslah aku berjuang untuk

membuktikan bahwa aku layak mendapatkan kepercayaan dari pemimpinku. Kebijakanku adalah
bekerja tiga kali lebih keras daripada yang lain!

Seperti banyak orang lain, Lord Nobunaga suka memanggilku dengan sebutan Monyet, dan di tahun-
tahun berikutnya, Tikus Botak. Aku selalu sadar akan kekurangan fisikku, tapi seorang

24
pemimpin harus mengubah kekurangan menjadi kelebihan. Saat berburu dengan Lord Nobunaga, seekor
elang terbang dari dudukannya lalu terbelit talinya sendiri di atas pohon tinggi. "Monyet," perintah Lord
Nobunaga, "lepaskan burungnya!"

Tidak sekali pun aku menolak perintah atasan, dan aku bangga bisa menjadi orang yang ceria dan
melayani kapan saja. "Ya, Tuan!" kataku, sambil melompat-lompat seperti simpanse, lalu memanjat
pohon. "Saya monyet kecil yang selalu melakukan apa pun dengan cepat!" Kejenakaanku selalu
mem-buat Lord Nobunaga dan para pengikutnya tertawa lepas. Selera humor dan kemauan untuk
mengabdi adalah aset yang sangat berharga bagi seorang pemimpin yang punya aspirasi.

Suatu ketika, pada hari yang membeku pada musim dingin, aku menunggu Lord Nobunaga di luar rumah
kayu tempatnya mengadakan rapat, terus memegangi sandalnya. Meskipun kedinginan, aku mendekap
erat sandalnya di dada untuk menghangatkannya. Saat Lord Nobunaga keluar dan melihat
pengorbananku demi kenyamanannya, ia terharu. Tidak lama kemudian aku memperoleh kenaikan
pangkat yang signifikan.

Dedikasi kepada orang lain akan membuat orang lain berdedikasi kepadamu. Hanya mereka, para
pengikut yang berdedikasi, yang bisa mencapai

timpuk kepemimpinan. Jika kau berhasrat memiliki pengikut setia, terapkan Pengabdian untuk itu

Dedikasikan dirimu pada pemimpinmu.

Orang-orang sinis mungkin memandang penghar-gaan, kerja keras, tindakan tegas dan pengabdian
sebagai hal-hal sederhana yang tak layak mendapatkan perhatian mereka. Namun perhatikanlah dunia
di sekitarmu . . Perhatikan bahwa mereka yang tidak bersyukur adalah orang yang tidak bahagia.
Perhatikan "bahwa kerja keras adalah satu-satunya faktor penentu kesuksesan dalam hidup. Perhatikan
bahwa keberuntungan memihak mereka yang berani. Perhatikan bahwa pengabdian-pada orang tua,
anak, atasan, bawahan akan berbalik menguntungkan mereka yang mengabdi hingga ratusan kali lipat.

Beberapa mungkin berpikir bahwa konsep-konsep ini hanya berlaku untuk pengikut, bukan

pemimpin. Tapi mereka yang punya aspirasi untuk memimpin mula-mula harus belajar melayani. Dan
mereka yang ingin menjadi atasan bagi orang lain, harus menjadi majikan bagi mereka sendiri. Dengan
demikian, prinsip-prinsip kepemimpinan berlaku sama untuk atasan maupun bawahan.

Penghargaan, pengabdian, kerja keras dan tindakan berani. Kata-kata ini mudah diucapkan. Tapi prinsip-
prinsip tersebut menempa jiwa seorang samurai dan adalah inti seni kepemimpinan. Terapkan hal itu,
dan kau akan mengubah hidupmu, seperti yang kualami.

27

Melayani
lord Nobunaga

Memilih pemimpin yang tepat adalah keputusan ter-penting yang bisa dilakukan oleh mereka yang
masih muda. Sekarang aku akan mengemukakan kriteria yang kugunakan saat memilih Lord Nobunaga
sebagai junjungan, dan metode yang membuatku menonjol saat memberikan pelayananku.

Kalau kau memulai perjalananmu tanpa apa-apa, seperti yang kualami, peluang terbaikmu untuk maju
adalah dengan mencari pemimpin yang luar biasa untuk dilayani. Aku beruntung bisa bergabung dengan
organisasi seorang pemimpin muda yang punya visi ke depan, Oda Nobunaga, yang dengan cepat
menjadi mentorku. Lord Nobunaga ternyata lebih hebat dari yang semula kuduga. Jabatannya menanjak
dengan cepat, dan aku maju bersamanya.

Beberapa orang mengira aku bisa berhasil hanya karena beruntung bisa bekerja pada Lord Nobunaga.
Mereka menyalah artikan keberuntungan dengan dorongan. Yang mereka lihat adalah keberuntungan,
tapi mengabaikan ketekunan dan antusiasme dan wawasan ke depan dalam memilih seorang pemimpin.

Keberuntungan memengaruhi segalanya dalam hidup, tapi tidak ada yang bisa mengalahkan tujuan yang
terencana serta berjuang dengan sepenuh jiwa dan raga untuk mencapainya. Apakah aku beruntung
mendapat kesempatan melayani Lord Nobunaga? Tentu saja! Tapi kesempatan itu muncul lebih dari
sekadar keberuntungan. Aku memikirkan dengan hati-hati tentang siapa yang akan menyatukan negeri
serta melakukan penelitian mendalam sebelum aku menganggap Lord Nobunaga akan menjadi Shogun
Jepang berikutnya yang paling menjanjikan.

Empat kriteria inilah yang kugunakan. Sebaiknya terapkan pemikiran yang sarna untuk menyeleksi

'-pemimpinmu berikutnya. Apakah dia mendemonstrasikan impiannya? Apakah dia seorang pemikir
yang inovatif? Apakah dia menilai dari kinerja atau silsilah keluarga? Apakah ukuran kekuasaan dia tepat
untukmu? Lord Nobunaga memiliki impian dahsyat untuk , menyatukan Jepang di bawah satu
pemerintahan

32

dan mengakhiri Zaman Peperangan. Inilah yang dibutuhkan oleh bangsa dan diinginkan masyarakat. Di
mana-mana masyarakat merasakan masa depan yang tidak pasti, tapi tidak ada yang lebih meragukan
masa depan daripada, kaum petani pada abad yang penuh dengan pertumpahan darah ini, dan itu
sangat beralasan. Itu adalah masa-masa sulit. Pemimpin adalah seseorang yang memiliki visi jelas
tentang masa depan yang lebih baik, yang dapat menyatakan visinya dan membangkitkan rasa percaya
diri pada orang lain. Lord Nobunaga adalah orang seperti itu.

Usia muda mentor baruku itu juga membuatku tertarik. Aku berusia delapan belas ketika bekerja
padanya, dan Lord Nobunaga baru 21, maka aku tahu ia memiliki masa depan panjang. Usia muda dan
visi yang jelas adalah kombinasi yang tidak terkalahkan.

Pada saat aku memutuskan untuk bergabung dengan Klan Oda, perilaku Nobunaga yang liar dan
eksentrik telah menimbulkan kesan bagi banyak orang-termasuk beberapa dalam organisasinya sendiri-
bahwa mentalnya tidak stabil. Diam-diam, mereka mengkritiknya dengan sebutan Tuan Tolol, tapi aku
tahu ia sama sekali tidak bodoh. Ia hanya mencemooh adat kebiasaan dan pola pikirnya melampaui
zamannya. Sebagai contoh, ia adalah

33

orang pertama di Jepangyang menggagas terciptanya

prajurit profesional. Pada masa itu, para panglima

perang biasanya membangun markas permanen

di tengah masyarakat petani yang mereka jadikan

tentara saat dibutuhkan. Pada Zaman Peperangan,

delapan puluh persen dari seluruh tentara adalah

petani. Begitu pentingnya peranan tentara petani

ini sehingga ada semacam kesepakatan tahu-sama-tahu di antara para panglima untuk menghindari

pertempuran pada saat musim tanam dan panen

tiba. Lord Nobunaga mengabaikan kebiasaan ini

dan membalik persentase petani-dan-prajurit-

profesional tersebut: prajurit profesional berjumlah

sekitar delapan puluh persen dari keseluruhan

tentara. Mempertahankan rasio tentara yang tidak

disibukkan oleh pertanian adalah kunci keunggulan

militernya; ia melawan kebiasaan sebagaimana ia

melawan musuhnya!
Lord Nobunaga juga inovatif dalam berbagai bidang lain. Tidak seperti penguasa lain sezamannya, ia
mencari anak buah dari latar belakang dan daerah berbeda-beda. Ia mempekerjakan orang berdasarkan
kemampuan, bukan karena garis keturunan, dan memberikan penghargaan atas dasar kinerja bukan
senioritas. Berita tentang metode perekrutan yang tidak biasa ini menarik perhatian tenaga-tenaga
kompeten dari seluruh penjuru negeri.

Ia juga menerapkan pendekatan yang tidak

ortodoks dalam pertempuran, tanggap melihat

keunggulan teknologi baru dan memaksimalkan

senjata api dalam strategi militer berbasis skuadron-

nya. Ia mengerahkan tiga ribu tentara bersenapan 10

dalam Pertempuran Nagashino.

Karena aku tidak berpendidikan dan berasal dari kalangan jelata, beberapa organisasi besar dan tangguh
yang dipimpin oleh para penguasa tersohor hampir mustahil mau mempekerjakanku. Tetapi aku
mengambil sisi positif dari situasi demikian dengan pemikiran bahwa klan yang lebih kecil akan memberi
kemungkinan pekerja baru bertemu langsung dengan pemimpin. Dan jika aku bisa membuat diriku
berguna, menurutku organisasi yang sedang berkembang akan lebih potensial dalam memberiku jalan
untuk naik jabatan.

Semakin dalam aku memahami Lord Nobunaga dan Klan Oda, semakin aku yakin bahwa ia adalah
pemimpin yang paling tepat untukku mengabdi. Apakah kau ingin mengembangkan dirimu? Maka
praktikkan Pandangan ke Depan. Pilihlah pemimpin yang memiliki visi.

Aku memulai pekerjaan dengan bekerja pada Lord Nobunaga sebagai pembawa sandal, sama seperti
saat aku bekerja pada Naganori, majikan samurai pertamaku. Tapi Lord Nobunaga bukanlah pemimpin
biasa: saat sedang mengepalai sebuah ekspedisi militer, mengawasi daerah taklukan, berdiplomasi, atau
mengurus masalah-masalah pribadi, ia memercayai kompetensi bawahannya dan memberi mereka
kebebasan untuk menyelesaikan pekerjaan dengan cara mereka sendiri. Begitu mengambil keputusan, ia
akan melontarkan perintah kilat, melompat ke atas kudanya, dan pergi seketika, meninggalkan
sekumpulan pengikut yang kebingungan untuk mengikuti perintah dengan instruksi sesingkat itu. Untuk
mengimbangi gaya manajemennya yang secepat kilat memang sulit di saat seperti apa pun!

Gaya hidup Oda adalah beraktivitas sepanjang waktu; itulah sebabnya aku memilih kamar dekat pintu
masuk kastel. Tempat tidurku terbuat dari tumpukan jerami yang tersebar di lantai tanah, tapi
beristirahat di sana berarti aku bisa terus menangkap pergerakan Lord Nobunaga dan meres-pons
keinginannya secara instan-meski aku tidak pernah merasakan tidur nyenyak semalaman! Orang-orang
di dekatku menganggap remeh , pekerjaanku, tapi aku sangat mensyukuri posisi

awalku dan mengerjakannya dengan sepenuh hati dan jiwa. Kebijakanku mudah saja: Selalu
melak-sanakan tugas sebaik-baiknya. Apa pun pekerjaan yang ditugaskan oleh atasan-tidak peduli
seberapa remeh-menuntut usaha terbaikmu.

Sebagai pelayan, sebagian besar tugasku adalah mengurus kebutuhan pribadi Lord Nobunaga, dan aku
berjuang untuk mengambil perhatian dari kinerja yang kuberikan. Pada suatu pagi, sebagai contoh,
terjadi kebakaran di kastel. Aku terbangun jauh sebelum tanda bahaya diserukan dan secepat mungkin
menuju kandang kuda. Aku bisa men-dengar ringkikan kuda-kuda yang ketakutan dan orang-orang yang
berlarian karena panik, sosok-sosok gelap berlatar belakang api. Sementara itu, Lord Nobunaga dengan
cepat berpakaian dan bergegas menuju pelataran tengah. Tepat pada saat ia ke luar dari kepulan asap,
aku muncul dengan kudanya yang sudah berpelana, sehingga ia bisa segera menungganginya dan
memimpin semua orang ke tempat aman.

Di lain waktu Lord Nobunaga dan beberapa prajurit bertolak di tengah kabut sebelum fajar dalam
sebuah misi untuk menyerang pos tentara musuh. Saat kudanya berderap perlahan melewati gerbang,
ia mendapati sebuah sosok duduk ceria

37

di punggung kuda, menanti majikannya di luar tembok kastel. "Siapa di sana?" teriaknya.

"Saya, Hideyoshi!" jawabku. Aku mendengar

desas-desus tentang misi tersebut dan mengambil

inisiatif untuk menyertai atasanku. Lord Nobunaga

terkejut melihat tindakan seperti itu dari seorang

pelayan yang tidak diberi tugas militer-tapi aku

sudah" membulatkan tekad untuk tidak terlalu

terikat dengan tugas-tugas yang telah ditentukan

untukku. Melampaui harapan adalah semboyanku.

Lord Nobunaga gemar berburu menggunakan


elang, dan tidak kenal waktu. Saat sedang kepengin

berburu, ia akan segera ke pelataran utama, burung

pemangsa dengan mata tertutup bertengger di

tangan, dan berteriak, "Ada orang di sini?" Dengan

sigap, aku akan menjawab, "Saya di sini, Tuanku!" Tak lama kemudian majikanku tahu bahwa si Monyet
akan segera berada di sisinya setiap kali ia memanggil. Aku tak pernah lalai melaksanakan apa pun yang
dibutuhkannya, entah mengambil air, memangkas pagar hijau yang menutupi jalan, atau

mencari burung gagak yang jatuh.

Suatu malam, Lord Nobunaga dan tentaranya

berkemah dalam suatu misi. Kepungan kabut yang

menakutkan mulai merambah, kepulan awan yang

begitu tebal sehingga orang bahkan tidak bisa

melihat ujung tangan yang diulurkannya. Tahu bahwa biasanya tentara mengendurkan kesiagaan
mereka pada jam-jam seperti itu, Nobunaga bangkit dan mulai mengawasi pasukannya. Pada saat yang
sarna, ia mendengar seseorang berkeliling di sekitar area perkemahan, sambil berteriak-teriak, "Tetap
waspada! Tetap waspada!"

Kebetulan yang aneh ini berlanjut malam demi malam, tepat pada Jam Kuda. Penasaran, Lord Nobunaga
mencoba mencari identitas si penjaga malam misterius. Tentu saja, ia mendapati akulah orangnya!
Terkesan dengan kesiagaanku, ia mem-promosikanku ke jabatan yang lebih tinggi.

Pemimpin yang memiliki aspirasi memahami Dedikasi. Lakukan segalanya demi tugas yang sedang
dikerjakan.

Orang bertanya-tanya-meskipun hanya sedikit yang bertanya langsung-mengapa, dengan tubuh kecil,
aku begitu bersemangat terlibat di bidang militer. Yang jelas, aku payah dalam ilmu bela diri. Daripada
menghunus pedang atau tombak, aku memutuskan akan jauh lebih efektif jika aku memegang sempoa:
alat hitung tradisional mekanis yang mampu kugunakan dengan terampil. Aku menawarkan tenagaku
pada

Lord Nobunaga untuk mengurus persediaan kayu bakar. Hanya ada sedikit posisi yang lebih jauh dengan
dunia kesamuraian seperti pengelola kayu bakar. Posisi itu tidak populer, j-auh dari kemewahan atau
gengsi. Para pengikut lain memandang remeh pekerjaan tersebut; mereka mengasosiasikannya dengan
dapur kastel, tempat orang yang paling tidak kompeten dipekerjakan.

Tapi aku menduga aku bisa memperbaiki ke-uangan rumah tangga Oda dengan cara mengurangi biaya
bahan bakar. Lord Nobunaga berbeda dengan rekan-rekan sezamannya dalam hal mengakui dan
menghargai pencapaian nonmiliter dan menyema-ngati pengikutnya untuk mengembangkan
kemam-puan alamiah mereka. Aku bisa menonjol karena ia menghargai pengikut yang bekerja dengan
mereka, dan bukan hanya dengan tangan.

Aku berkesempatan menunjukkan kemampu-anku setelah Lord Nobunaga memindahkan markas


besarnya ke Benteng Kiyosu dan persediaan bahan bakar menjadi masalah serius. Kami menggunakan
kayu bakar untuk memasak dan pemanasan, dan harga-harga membubung setiap tahun.

Langkah pertamaku sebagai pengelola kayu bakar yang baru adalah menyelidiki pemakaian

40

bahan bakar. Aku pergi ke dapur untuk menghitung jumlah kayu yang dipakai untuk memasak.

"Selamat pagi!" sapaku dengan ceria pada pekerja dapur. Para pekerja menatap curiga pada si
pendatang baru yang bertampang kera. ''Aku kemari untuk membantu sedikit!" Aku meyakinkan
mereka.

Aku segera bekerja, mencuci beras dan menanak nasi dan membuat sup, dan dalam proses tersebut aku
menghitung jumlah kayu bakar yang terpakai. Pekerja dapur ternyata melakukan pekerjaan mereka
dengan efisien. "Bagus sekali," kataku. "Teruskan. Kalian tidak menyia-nyiakan kayu sepotong pun."

Selanjutnya, aku menyelidiki pembelian kayu bakar. Pendahuluku, yang benci kehilangan posisi-nya,
menyambutku dengan ketus. Ia pria yang jangkung, kasar, dan matanya buta sebelah. Sambil tersenyum
ceria dan pura-pura tidak menyadari sikapnya yang ketus, aku menyapanya dengan nada paling akrab
yang bisa kuberikan.

"Halo. Aku Hideyoshi. Aku diberi tugas untuk mengurus persediaan kayu bakar, tapi aku sama sekali
tidak berpengalaman. Maukah kau menga-jariku seluk-beluk pekerjaan ini?"

"Maksudmu untuk melaporkan kegagalanku pada tuan kita," gerutunya.

41

[ The Swordless Samurai ]


"Omong kosong," jawabku. "Aim hanya ingin tahu bagaimana kau membeli kayu bakar dan
membawanya ke kastel." r'\

Dengan berat hati, dia memberikan keterangan

. mendetail. Pertama, kegiataIi pembelian sungguh berantakan; ia tidak mengikuti prosedur pembelian
secara wajar. Kedua, bawahannya yang mengatur perjanjian dengan pedagang. Ketiga, pedaganglah
yang dipercayakan untuk melaksanakan pembelian. Terakhir, kayu baka~ harus melalui beberapa agen
dalam perjalanannya menuju kastel.

Tidak heran harga kayu bakar melonjak! pikirku. Mengapa tidak memangkas jalur pembelian dari
perantara dan membeli langsung dari produsen?

Saat aku berjalan ~enujutemp at penggergajian, menimbang-nimbang rencanaku untuk membeli


langsung, aku melihat banyak pohon mati di daerah itu. Mendadak sebuah ilham terbersit di kepalaku.
Aim berbalik ke luar hutan dan malah menuju rumah seorang tetua kampung.

"Menurutmu, berapa banyak pohen mati yang ada di kampung ini?" Tanyaku pada sang kepala
kampung. ''Apakah kalian akan mengizinkanku mengambilnya tanpa membayar? Kalau kalian
membawanya ke kastel, aku akan memberi lima bibit pohon untuk setiap pohon mati."

42

[ Melayani Lord Nobunaga ]

Pria tua itu tersenyum cerdik, menimbang-nimbang orang asing bertampang aneh yang ada di depannya
ini bisa membawa keuntungan bagi penduduk kampung. Lalu ia memberi tahu penduduk tentang
penawaranku, dan tidak lama setelah itu, para petani mulai mengantarkan kayu bakar langsung ke
markas besar kami. Tidak lama kemudian, Lord Nobunaga memanggilku ke ruangannya.

''Aku dengar kau sudah menemukan cara jitu dalam hal pengadaan kayu bakar!" katanya.

"Ya, tuanku," jawabku. "Mulai sekarang, Benteng Kiyosu tidak perlu membayar biaya bahan bakar
sepeser pun secara langsung. Meski demikian, kita harus mengeluarkan biaya penggantian berupa bibit
pohon." Dari mimik Lord Nobunaga, aku bisa menebak apa yang' dipikirkannya, Orang ini berbeda dari
pengikutku yang lain.

Jika kau memiliki aspirasi untuk memimpin, cobalah berusaha untuk Menonjol. Buatlah dirimu berbeda
dari yang lain dengan menggali kemampuan alamiahmu.

*
43

[ The Swordless Samurai ]

iJJMusuh paling terkenal dalam sejarah Klan

Oda adalah seorang jago pedang bernama ~Mitsuhide. 12 Dulu kami acla,4lh saudara seper-If':f:j
juangan; sekarang aku .mengutuk namanya.

Aku dan Mitsuhide jdalah pengikut Lord Nobunaga, tapi kesamaan kami berhenti sampai di situ.
Mitsuhide adalah orang yang sangat terpelajar, hasil / didikan kelas atas. Ia sangat menganggap serius
suatu kesalahan dan tak pernah bercanda. Seorang ahli ilmu bela diri, tujuan utamanya adalah
bagaimana menyempurnakan · keahliannya sendiri-dan ia berusaha keras untuk mencapainya.

Sebaliknya, aku adalah gelandangan lusuh

dengan riwayat pengidikan formal yang begitu

si~gkat. Aku bercanda tanpa henti, baik dengan

orang terhormat maupun dengan orang biasa.

Sebagai prajurit, keahlianku pantas ditertawakan.

Tapi daripada mencari kesempurnaan diri sendiri,

aku mengabdikan diri setiap hari pada pemimpinku.

Sebagai contoh, begitu aku bekerja pada Lord

Nobunaga, aku mempelajari karakter pemimpin

baruku dengan saksama. Setiap tindakannya menjadi

contoh yang kupelajari sungguh-sungguh. Usaha

teramat keras yang kulakukan untuk memahami

junjunganku menghasilkan pengetahuan mendalam

tentang sifatnya dan apa yang ia suka dan tidak suka

[ Melayani lord Nobunaga ]

lakukan. Dan semakin banyak yang kupelajari, semakin besar baktiku padanya.
'Serangan Air' -ku yang terkenal terhadap Benteng T akamatsu pada tahun 1582, membuktikan
kedalaman bakti itu. Saat mengepung benteng itu, muncul dalam benakku untuk menghalangi akses
persediaan dan bantuan musuh dengan cara membelokkan sungai agar membanjiri kastel dan daerah
sekitarnya. Strategi ini menjamin kejatuhan Takamatsu, tapi ketimbang menyerbu dengan pasu-kanku
sendiri, aku mengirimkan berita kepada Lord Nobunaga untuk pergi ke Takamatsu guna meng-ambil alih
komando dan mendapatkan penghargaan atas kemenangan tersebut. Aku telah mempelajari kunci
keberhasilan untuk maju selangkah: Buadah atasanmu terlihat hebat!

Mitsuhide, di lain pihak, mengorbankan kepen-tingan pemimpin kami di atas altar egonya sendiri. Saat
aku mengepung Takamatsu, Lord Nobunaga mengirimkan instruksi kepada Mitsuhide dan tiga belas
letnan berpangkat di bawahnya untuk menye-rang daerah lain. Sesuai tradisi, nama Mitsuhide
semestinya berada paling atas dalam daftar perwira tersebut, tapi entah bagaimana namanya berada di
tengah. Dulu ia pernah berselisih hebat dengan Lord Nobunaga dan melihat penghinaan ini sebagai
batas terakhir kesabarannya. Mengabaikan

45

[ The Swordless Samurai]

perintah, ia membawa pasukannya ke Kyoto dan dengan liciknya membunuh junjungan kami, dan
kemudian mencoba menjadikan"dirinya seorang Shogun.

Tindakan brutal ini zmengejutkan seluruh negeri dan membuat keluarga Oda kalang kabut, tetapi aku
mencoba tetap tenang dan bersumpah uiuuk membalas dendam. Dengan cepat aku men:gosiasikan
perjanjian gencatan senjata dengan musuh, dan membq.wa pasukan dengan kecepatan luar biasa untuk
menghadapi Mitsuhide dan meng-habisi pasuRannya. Sebagai sebuah akhir yang sempurna, Mitsuhide
dibantai oleh sel}.elompok petani saat mencoba k31bur dari medan perang.

. Nanti akan kujelaskan dengan rinci ten tang bagaimana Gerakan Pasukan Besar bergerak untuk
membalas kematian Lord Nobunaga dan juga bagai-mana kejadian-kejadian selanjutnya menuntunku
menjadi penguasa tertinggi. Untuk saat ini, ingatlah Rahasia dalam Melayani yaitu Kesampingkan
kepen-tinganmu sendiri demi kepentingan pemimpinmu.

***

Saat aku masih muda dan naif, aku mengira para pemimpin adalah mereka yang selalu membuat
keputusan yang tepat. Di kemudian hari aku belajar , bahwa bahkan para pemimpin besar pernah mela-
46

[ Melayani Lord Nobunaga ]

kukan kesalahan. Sekarang aku mengerti bagaimana sesungguhnya: Pemimpin besar bisa saja salah-tapi
mereka tidak bisa ragu-ragu. Visi yang kuat dan terfokus pada masa depan-hal yang menginspirasi
harapan dan kepercayaan diri di antara para peng-ikut-adalah ciri kepemimpinan utama. Visi Lord
Nobunaga tentang ]epang yang bersatu menopang kenaikannya dari panglima perang biasa menjadi
pemimpin para penguasa, dari seorang pemimpin yang mengepalai puluhan menjadi penguasa jutaan.
Kejelasan dan kekuatan visi ikut pula menopang kenaikanku ke puncak kepemimpinan.

Ingadah, orang yang menjadi kiblatmu akan menuntun garis hidupmu lebih daripada aktivitas-aktivitas
yang kaujadikan pilihan. Orang-orang muda, pada khususnya, cenderung menekankan apa daripada
siapa. Aim menganjurkanmu untuk meng-alihkan perhatian dari apa yang kaukerjakan-dan lebih
berkonsentrasi kepada siapa kau bekerja.

Aim telah memilih Oda Nobunaga sebagai pemimpinku. Siapa yang akan kaupilih sebagai pemimpinmu?

47

.,. lltJ .

'--

-c ~ ~

q~

,~

f~
~~

Q 9G

v'

v'

Benteng Kiyoshu

Aku tidak percaya pada kata "mustahil". Dalam hidupku, aku berhasil mencapai banyak hal yang
semestinya mustahil. Kau bahkan bisa berkata bahwa tugas pemimpin adalah untuk mengubah
kemustahilan menjadi kenyataan. Tapi bagaimana caranya?

,{JiO Determinasi yang tidak tergoyahkan mem-fjlf!bawaku meraih prestasi. Aku selalu bekerja ,~dengan
sikap bahwa hidupku bergantung 1.7\:pada keberhasilan-yang kadang-kadang memang demikian!

Pencapaian menuntut keyakinan yang man tap. Sebagian besar orang akan memikirkan alasan mengapa
tantangan-tantangan berat tidak bisa ditaklukkan. Mereka meyakinkan diri akan tingkat kesulitan
masalah tersebut, dan ketidakmungkinan

51

[ The Swordless Samurai ]

keberhasilan. Tetapi mengapa mengadopsi sikap negatif sejak awal? Mengapa tidak membayangkan

bagaimana tujuan tersebut bisa dicaeai?


Determinasi yang dalam akan menempa kemauan menjadi sebuah aril yang akan menebas setiap
rintangan yang ada di hadapanmu, seperti membabat rumput. Pemimpin besar percaya apa pun b~a
dilakukan. Di sanalah terletak Rahasia Penyelesaian Masalah. Hadapi setiap tugas dengan tekad yang
mantap.

r-b Mereka yang takut padamu mungkin akan

JlS;'\ mengikuti perin~ahmu, tapi mereka tidak

~akan pernah setia. Kalau kau menempatkan

!f::Jt dirimu di atas para pekerja, ketika nasib berbalik melawanmu, demikian juga dengan mereka. Jika
itu terjadi padaku, mereka yang kupimpin akan mengikutiku bahkan ke neraka sekalipun. Tapi
seandainya aku memimpin mereka '-dengan kebencian, mereka akan menlnggalkanku

begitu ada kesempatan, dan itu bisa dimaklumi.

Menyatu dengan pengikutmu dan menginspi-

rasi mereka dengan kekuatan visimu akan membu-

atmu mampu menaklukkan peluang-peluang yang

nyaris mustahil. Begitulah yang kupelajari saat Lord

[ Benteng Kiyoshu ]

Nobunaga memerintahkanku untuk membangun kembali Benteng Kiyosu.

Ak~berumur 21 saat seorang lawan yang sangat tangguh, Yoshimoto, pemimpin Klan Imagawa dan
penguasa provinsi-provinsi pesisir, akan menginvasi daerah kekuasaan Lord Nobunaga. Terpaan angin
topan yang garang telah menimbulkan kerusakan pada sepanjang kurang lebih tiga ratus meter tembok
yang terbuat dari batu dan lempung yang mengelilingi Benteng Kiyosu, markas besar kami. Seandainya
tentara Yoshimoto menyerang sebelum tembok selesai diper~aiki, kami bakal jadi seperti kawanan
domba yang dibantai.

Lord Nobunaga mengumpulkan pengikutnya dan menugaskan lima ratus orang untuk memper-baiki
tembok itu secepat mungkin. Namun hari demi hari berlalu tanpa kemajuan yang berarti. Pengikut
senior mencurigai ada mata-mata yang telah dikirim oleh Yoshimoto dan telah menyogok beberapa
pekerja untuk memperlambat proses pemugaran. Marah mendengarnya, Lord Nobunaga memanggil
mandor kepala dan meminta penjelasan tentang keterlambatan tersebut, tapi pria itu mem-beri
jawaban yang tidak jelas dan melemparkan kesalahan pada para pekerjanya.

Kembali ke area konstruksi, si mandor mulai mencaci-maki anak buahnya karena ketololan

[ The Swordless Samurai ]

dan kemalasan mereka. Tindakan ini tampaknya malah lebih memperlambat kerja mereka. Meraih
sebatang tongkat , ia mulai mengeja pekerja yang berada paling dekat dengannya: berteriak-teriak ia
akan memberinya pelajaran, tapi si pekerja ternyata terlalu cepat dan si mandor yang gemuk segera

kehabisan napas. Saat;. itu aku bahkan belum meraih pangkat sebagai prajurit infanteri. Meskipun aku
telah mencapai prestasi saat berhasil memangkas biaya bahan bakar, posisi resmiku masih terhitung
sebagai pelayan. Maka dari itu aku belum layak ikut ambil bagian dalam keputusan-keputusan
manajerial, apal~gi mengutarakan gllgasan soal strategi. Meski demikian, secara tidak resmi, aku
bertekad mema-inkan peran apa pun agar bisa memenuhi visi Lord Nobunaga menyatukan Jepang dan
mengakhiri

Zaman Peperangan. Saat suara palu berdentang di udara, Lord No-bunaga naik kuda hitamnya bolak-
balik di bawah 'benteng tidak jauh dari tembok untuk"mengamati proses pengerjaan. Gerak pekerja
yang lamb an dari rangka satu ke rangka pendukung lain membuatnya

berang. "Terkutuk! Tembok benteng bahkan seperem-

patnya pun belum selesai."

54

[ Benteng Kiyoshu ]

"Masalah yang sangat genting, terutama di

saat-saat seperti ini," aku bergumam pada diri

sendiri. "Dengan tembok seperti itu, Yoshimo bisa

mengganyang kita besok."

"Monyet! Apa kaubilang?" tanya Lord Nobu-

naga. Aku melompat ke depan dan membungkuk


dalam-dalam, siap mendapat teguran keras. Hari-

hari itu, lidahku memang lebih cepat daripada

otak.

"Katakan sekali lagi!" perintah Lord Nobunaga.

Setelah meminta maaf karena ketidaksopanan-ku, kuulangi lagi ucapanku-lalu menambahkan gagasan
tentang bagaimana cara terbaik untuk memperbaiki tembok itu. Pekerjaan-pekerjaan besar, saranku,
tidak akan pernah bisa diselesaikan tanpa semangat tinggi; daripada mengancam mereka dengan
hukuman, mengapa tidak memberi para pekerja istirahat untuk makan dan minum, dan sebagai
tambahan upah harian, mengapa tidak diberi bonus jika dapat menyelesaikan pekerjaan lebih awal?

"Jadi menurutmu kau bisa melakukan lebih baik," gerutu Lord Nobunaga. "Menarik. Yah, setidaknya kau
takkan bisa menjadikannya lebih buruk lagi! Kita akan mencoba caramu selama tiga hari, dan jika kau
tidak berhasil, tongkat si mandor adalah hal paling sepele yang akan kaucemaskan."

[ The Swordless Samurai ]

Ia menyatakan percakapan telah berakhir dan keputusannya sudah final dengan berderap pergi di

atas kudanya. Keringat dingin segera mengucur di tubuhku. Karena keceplosan menguliahi ~tasan
tentang cara menyelesaikan pekerjaan lebih cepat, aku sudah meletakkan nasibku di ujung tanduk.
Gagal me-ngerjakannya bisa berarti pecutan, itu pun masih bagus. Tindakan berani yang kuambil dulu
terbukti berguna bagiku. Mungkinkah aku melakukannya

.{I

agl. .' , Kembali ke kamar, aku berpikir keras tentang

bagaimana cara mengerjakan pekerjaan itu, dan sarna. sekali tidak bisa tidur. Akhirnya, dengan kuas dan
kertas aku mencoba menggambarkan detail rencana konstruksi, dan semacam pendekatan un-tuk
memberi inspirasi kepada pekerja-pekerja yang

melempem itu. Hari berikutnya, para pekerja itu, lima ratus .orang banyaknya, berkumpul di area
konstruksi. Biasa bekerja kasar, perawakan mereka"yang kasar setara dengan perilaku mereka. Wajah
mereka yang cemberut menyiratkan mereka sudah siap menerima makian tentang keterlambatan
seperti biasa. Peme-catan mandor mereka sebelumnya, yang digantikan Hideyoshi, pelayan bertubuh
kurus, membuat

'semangat mereka lebih merosot lagi.


[ Benteng Kiyoshu ]

"Kenapa ia yang ditugaskan?" gerutu mereka satu sarna lain, ketidakpuasan mereka jelas terlihat.

Lord Nobunaga hanya memberiku waktu tiga hari untuk menyelesaikan tugas itu, tapi aku
menghabiskan hari pertama hanya dengan dua agenda: memberikan pengarahan tentang pekerjaan apa
yang akan mereka lakukan, dan mengadakan pesta untuk para pekerja. Pada saat memberikan
pengarahan, aku menekankan alasan men gap a mereka harus melakukan pekerjaan itu secepat
mungkin.

"Kalian semua tahu betapa berbahayanya zaman kita hidup sekarang," teriakku dari atas balkon
sementara. Meski bertubuh kecil, aku tahu bagaimana membuat suaraku terdengar lantang.

"Laporan tentangruntuhnyasatu bagian tembok dan sebagian benteng batu pastinya sudah sampai ke
telinga musuh kita. Seandainya kita diserang hari ini, benteng pertahanan kita akan jatuh dan setiap
orang di Benteng Kiyosu, termasuk kalian dan keluarga kalian, akan musnah. Inilah mengapa kita mesti
mengerjakan pemugaran ini secepat yang kita bisa!"

Kemudian aku memasang peta benteng di antara dua tonggak dan menjelaskan bagaimana proyek itu
akan dikerjakan. Untuk mempercepat proses penyelesaian, aku membagi kelima ratus

[ The Swordless Samurai ]

pekerja dalam sepuluh tim yang akan bersaing satu

dengan yang lain. "Kepada setiap anggota tim ' y~ng tercepat, Lord Nobunaga akan membe,ri kalian-
sebagai tambahan dari upah kerja hariah-bonus istimewa sebesar lima ratus koin tembaga!" kataku.
"Beserta kecepatan, kualitas juga akan dievaluasi. Pekerjaan asal-asalan akan dianggap sebagai tindakan
mata-mata dan yang melakukannya akan mendapat

ganjaran setimpal." Setelah aku memberi tanda, beberapa prajurit datang memba~a sebuah peti yang
penuh berisi uang tembaga dan meletakkan peti yang berat itu di aqs sebuah tong kayu ,sampai
berdebum. "Bagaimana?" aku berteriak, sambil mem-benamkan telapak tangan ke dalam peti lalu
memperdengarkan bunyi dentingan uang tembaga berjatuhan ke dalam peti. "Siapa yang mau
men-dapat bonus?" Gumam kegembiraan menyebar di

antara para pekerja. '. "Alm tahu kalian sudah bekerja mati-matian, maka hari ini kuberi kalian libur,"
lanjutku. "Lord Nobunaga sudah menyiapkan banyak makanan dan minuman, jadi bersenang-senanglah
dan isi perut

kalian!" Kata-kata tadi disambut teriakan gembira dan 'menutup acara pengarahan dengan apik. Meski
baru
beberapa saat lewat tengah hari, aku memulai pera-yaan secara resmi, berkeliling di antara para pekerja
yang tinggi menjulang jauh di atas kepalaku, dan menyilakan mereka makan dan minum sepuasnya.

Mulai saat itu, mereka melihatku dengan cara berbeda. Hingga pagi tadi, mereka hanya menganggapku
sebagai tangan kanan sableng Nobunaga yang lain. Sekarang mereka melihatku sebagai seorang
pemimpin yang berjuang bersama mereka dan bukan di atas mereka. Mandor mereka sebelumnya
meneriakkan perintah tanpa henti dan mengancam dengan hukuman; sebaliknya, aku malah
menggunakan waktu untuk menjelaskan alasan di balik pekerjaan ini, dan metode kerja khusus untuk
menyelesaikannya. AIm memper-lakukan mereka sebagai manusia sewajarnya yang layak mendapatkan
penjelasan-dan memberikan hadiah tambahan jika bekerja dengan baik. Akal sehat mengatakan bahwa
seorang pemimpin harus menjabarkan pandangan mereka jika ia ingin yang lain berjuang bersamanya
untuk sebuah alasan.

Sepanjang sisa hari kami tidak melakukan apa-apa selain minum, tertawa dan bernyanyi. Aku mengobrol
dengan mereka, menuangkan sake, menawarkan makanan dan menyemangati mereka untuk bekerja
habis-habisan di hari berikutnya. Saat aku mengisi cangkir mereka dengan sake, berulang

[ The Swordless Samurai ]

kali aku memberi penekanan soal pengkhianatan dengan suara cukup keras sehingga semua orang bisa
mendengar. "\

"Lord Nobunaga tahu betul mata-mata sudah menyusup ke Benteng Kiyosu;' Jika kalian bekerja dengan
rajin sekali, ia akan melupakan hal itu. Tapi mereka yang menelantarkan pekerjaannya akan kehilangan
kepala sebagaimana musuh-musuh Oda." Meski sambil minum dengan gembira, para pekerja
mendengarkan perkataanku dengan

sungguh -sungguh. Aku bangga akan kemampuanku dalam meng-atur -para pekerja. Disadari atau tidak,
"atasan" memandang rendah bayvahan mereka dan selalu men~ingatkan bawahan tentang
keinferioritasan mereka. Hal ini hanya memancing kebencian dan men gun dang perselisihan. Jelas
sekali aku adalah atasan mereka, tapi aku tidak bersikap seperti atasan. Aku bahkan berkelakar bersama
mereka. Saat para pekerja tiba di area konstruksi keesok-'-an harinya, aku berdiri tepat di sebelah peti
kayu yang penuh berisi uang tembaga. "Bonusnya sudah siap untuk diambil. Mari bekerja!" teriakku.
Apa yang terjadi selanjutnya bahkan membu-atku terkejut. Seketika itu juga, mereka memulai pekerjaan
disertai teriakan penuh semangat. Area 'konstruksi disibukkan dengan kegiatan dan lebih
60

[ Benteng Kiyoshu ]

menyerupai sebuah gelanggang olahraga daripada

temp at yang penuh pekerjaan membosankan. Setiap

pekerja, masing-masing memfokuskan perhatian

sebaik mungkin pada tugas yang diberikan.

Mengenakan pakaian kerja sederhana, aku berkeliling dari satu tim ke tim yang lain, membuat para
buruh bekerja lebih bersemangat lagi. Atas dedikasi mereka, kami menyelesaikan pekerjaan itu hanya
dalam waktu tiga hari-termasuk hari yang digunakan untuk berpesta! Kemudian aku membagikan bonus
untuk setiap anggota tim yang menang setelah tembok berhasil dibangun kembali dengan gemilang, dan
berterima kasih kepada setiap anggota tim secara pribadi.

Saat Lord Nobunaga kembali ke benteng dan melihat perbaikan sudah selesai dilakukan, ia hampir tidak
memercayai penglihatannya. Ia menatapku dan seulas senyum yang jarang singgah di wajahnya. "Bagus
sekali, Monyet."

Aku membungkuk dengan senang. Aku tahu la telah mengakui kemampuanku dan berpikir,

Hideyoshi adalah orang yang bisa menyelesaikan apa pun.

Dan atas kinerjaku sebagai mandor konstruksi pada proyek Benteng Kiyosu, pangkatku naik ke tingkat
prajurit. Aku telah mengambil langkah

[ The Swordless Samurai ]

besar pertama menuju tingkat yang lebih tinggi dalam karier kepemimpinanku. Apakah kau mengerti
cara Menjaga Loyalitas?

Jadilah seorang pemimpin, bukan seorang atasan.

>

*
Tidak ada yang bakal tumbuh di lahan yang ti~ak terawat. Pohon ek yang terkuat pun akan roboh bila
tanah tidak memberinya makan. Siapapun yang kautemui dalam perjalananmu 0' ke puncak
kepemimpinan, ~ari prajurit paling ~ rendah sampai pejabat palmg berkuasa, adalah tanah tempat
kariermu bakal tumbuh-atau bakallayu, dan mati. Jaga hubungan deng~n orang yang kautemui, dan
suatu saat nanti

mereka akan membantumu.

Pentingnya ikatan personal kualami pada saat pembangunan Benteng Sunomata. Sekali lagi, aku akan
menyembulkan kepalaku keluar dari kerumunan-hanya saja kali ini kegagalan berarti

~ecara harafiah kepala ini tidak akan ada tagi!

Pada tahun 1566, Lord Nobunaga melancarkan serangan pada Provinsi Mino, namun mendapatkan
perlawanan yang cukup hebat. Ia menyimpul~a~ bahwa satu-satu jalan untuk menaklukkan provmsl
tetangga itu adalah dengan membangun benteng di

Sunomata.

62

[ Benteng Kiyoshu ]

Desa Sunomata terhampar di perbatasan Owari-Mino, terletak di bantaran yang terbentuk dari
pertemuan tiga sungai. Daerah itu adalah sebuah lokasi ideal untuk melancarkan serangan ke Provinsi
Mino. Tapi itu juga bagian dari daerah kekuasaan musuh.

Lord Nobunaga telah dua kali memerintahkan jenderalnya untuk membangun benteng itu, dan
keduanya telah gagal, serta kehilangan begitu ba-nyak prajurit sehingga area konstruksi merah oleh
darah. Saat Lord Nobunaga mengumpulkan para pengikutnya dan mengumumkan bahwa ia akan
melakukan percobaan ketiga kalinya, semua orang keberatan.

Ketidaksenangan Nobunaga atas sikap pengecut ini jelas kelihatan.

"Kita harus membuat benteng pertahanan di Sunomata!" seru Lord Nobunaga dengan suara
bergemuruh. "Tidak adakah di antara kalian yang akan melakukan tugas ini? Apa yang terjadi dengan
kalian! Tak adakah yang sanggup melakukannya?"

Tidak ada yang bergerak. Sekarang j un j unganku itu meledak. "Keparat! Pengecut! Kalian menyebut diri
sebagai prajurit Oda?" Akulah yang pertama angkat bicara. "Saya mau, tuanku."
[ The Swordless Samurai ]

Lord Nobunaga segera memutar tubuh dan menghadapku. "Kau me1akukannya dengan baik ·
sebe1umnya, tapi waktu itu tidak ada panah yang berse1iweran di atas kepalamu, Monyet! Kali ini

..

berbeda."

Jawabanku mantap. "Saya mengerti, tuanku.

Saya tidak akan gagal." Untungnya, aku sudah berkali-kali pergi ke Sunomata saat masih muda dan
mengenal daerah itu dengan baik. Bahkan kala itu aku sudah pernah memperkirak!ln kemungkinan-
kemungkinan stra-tegis, meski ;a~pa tujuan apa pun, meski aku tidak pernah ditugaskan membangun
sebuah benteng di sana,sebe1umnya. Sekara,ng, saat berusia tiga puluh tahun, aku menghadapi
tantangan terhebat-dan pe1uang paling luar biasa-dalam karierku. Tindakanku yang pertama adalah
mengirim mata-mata ke Benteng Saito di Inabayama untuk menaksir pergerakan ten tara lawan dan
membuat semacam pengalih perhatian jauh dari daerah 'sekitar Sunomata. Se1anjutnya, aku
menugaskan para profesional: penebang kayu untuk memotong kayu ge1ondongan; juru mudi untuk
membawa potongan kayu ke hilir; tukang bangunan dan mandornya; pandai besi untuk membuat
peralatan. Kunci dalam membangun sebuah benteng secepat mungkin, menurut pendapatku, terletak

[ Benteng Kiyoshu ]

pada perSlapan yang nnCl dan pembagian pekerjaan-menyiapkan komponen-komponen siap pasang
untuk se1anjutnya dirakit dengan kilat. Semua ini memerlukan pengrajin-pengrajin yang berpengalaman
dari berbagai disiplin, sehingga aku menugaskan kotak-kotak pekerjaan pada tim-tim khusus, lalu
mengerahkan semua orang untuk perakitan terakhir. Untuk mempercepat proses ini, kami memotong
kayu ge1ondongan di bukit sekitar, sehingga rangka benteng bisa dipasang dengan cepat di temp at.
Metode konstruksi prefabrikasi seperti ini be1um dikenal pada masa itu.

Aku baru mulai merencanakannya ketika me-nyadari bahwa aku kekurangan pekerja umuk tugas ini, dan
saat inilah aku bergantung pada salah satu keunggulanku. Aku te1ah membangun jaringan ternan dan
kenalan yang cukup luas sejak hari-hari ke1amku, saat aku bekerja bersama para pengrajin andal dalam
berbagai bidang dan berkumpul dengan orang dari kalangan manapun.
Koroku adalah salah seorang rekanku yang mengambil dunia hitam sebagai pilihan hidupnya: Ia adalah
pemimpin sebuah geng ten tara bayaran yang cukup terkenal. Saat aku dalam keputusasaan, ia te1ah
menerimaku untuk sementara waktu. ltu bukanlah jenis pekerjaan yang direstui ibuku, dan lagi pula aku
tidak terlalu lama tinggal dengan

64

[ The Swordless Samurai ]

Koroku, karena aku ingin sekali menjadi samurai . yang terhormat dan berjuang untuk naik ke puncak
dunia. Tapi persahabatan yang kujalin dengannya dan orang-orang lain dalam gengnya terbukti sangat
bermanfaat. La dan pengikutny1. berhasil men gum-pulkan sekitar dua ribu orang untuk membantu
proses konstruksi di Sunomata.

Dengan pertolongan dari jaringan kenalanku,

benteng tersebut selesai pada bulan September

1566. Legenda -mengatakan bahwa benteng itu

dibangun dal~~ semalam. Berlebihan! Pekerjaan itu

menghabiskan waktu enam minggu penuh. Meski

demikian, pada masa itu waktu yang dibutuhkan

untu}<. menyelesaikan pekerjaan besar semaeam

itu terhitung sangat singkat. Lord Nobunaga

menghargai prestasiku dengan eara menjadikanku

jenderal dan mengepalai sebuah brigade yang

terdiri dari tiga ribu orang. Aku kembali ke Benteng

Kiyosu membawa kemenangan, namun aku tidak

pernah melupakan kehidupanku yang bersahaja


dulu-atau orang-orang yang kutemui dalam

hidupku, seperti Koroku, yang membuatku bisa

meraih prestasi ini.

Bahkan setelah bergabung dengan Klan Oda,

aku terus mempererat hubungan dengan orang-

?rang dari masa lalu. Aku menyapa setiap orang

dengan senyum dan selalu berusaha mencari sisi

[ Benteng Kiyoshu ]

baik dari setiap orang dan memberikan pujian. ltulah sebabnya, saat aku butuhkan, mereka selalu ada
untukku. Dalam sejarah perjuanganku, aku mendapatkan rahasia yang sangat penting: Mem-pererat
hubungan dengan orang lebih mudah bila kau bisa meneieipi seeangkir atau dua cangkir sake bersama-
sama. Setiap kali ajakan untuk ke sebuah pesta sampai ke telinga, aku akan selalu berusaha hadir, entah
kapan dan di mana. Beberapa orang menganggapku aneh, tapi nyatanya banyak yang terkesan padaku.

Jika kau berusaha menarik pengikut, lakukanlah ini dalam Menjalin Relasi dan Pelihara asetmu yang
paling berharga--jaringan personal.

Entah engkau memimpin para pekerja atau prajurit, semua tantangan "mustahil" memerlukan dua hal:
perhitungan menye-luruh tentang masalah yang sedang diha-dapi, dan pengambilan tindakan yang
menentukan. Orang yang melihatku sebagai seorang yang s~m~rono dan impulsif gagal mengetahui
persiapan nne! yang menggarisbawahi tindakan-tindakan beran!~u. Dalam perang, aku selalu mulai
dengan penelman mendalam, menyelidiki kekuatan dan kelemahan lawan. Hanya setelah
mempertimbang-

66

[ The Swordless Samurai ]


kan setiap isu yang relevan, dengan hati-hati aku memaparkan rencana untuk menjatuhkan lawan. Aku
memastikan diri menganali.sa pengalaman-pengalamanku sebelumnya. Setelah r'\ menjadi jen-deral,
sebagai contoh, butuhwaktu dua tahun bagiku untuk menundukkan Benteng Miki karena benteng
pertahanan tersebut punya persediaan makanan, air, dan kebutuhan hidup lain yang cukup banyak.
Pengalaman itu memberiku pengalaman berharga, pengalaman yang sa~gat kubutuhkan ketika aku
diperintahkan untuk memaksa Klan Mori keluar dari BentengTettori.

Pada musim semi 1581, sebelum mengmm prajurit untuk melancarkan pengepungan, aku mengirim
pedagang-pedagang muda ke daerah pinggiran Tottori dan membeli beras dalam jumlah yang cukup
besar dengan harga yang sangat tinggi yang bisa dibilang tidak wajar. Saat ten tara lawan di Benteng
Tottori tahu bahwa jumlah beras yang sangat besar dibutuhkan di dalam kota, mereka 'mulai menjual
persediaan mereka sendiri. Kesera-kahan membutakan akal sehat mereka untuk

berpikir tentang alas an pedagang dari luar kota mendadak membeli beras dengan nilai kontrak yang
sangat tidak lazim!

Berikutnya, aku mengepung Benteng Tottori dengan pasukan sebesar 20.000 orang. Kami mem-

[ Benteng Kiyoshu ]

bentuk dua belas kilometer garis pertahanan, parit-parit, tembok yang mengelilingi benteng hingga
seekor tikus pun takkan bisa lolos. Kami tempatkan api sinyal di atas sebuah menara pengawas
bertingkat tiga yang dibangun setiap selang satu kilometer. Kami buang balok-balok ke dasar sungai
untuk mencegah perahu-perahu yang akan menyeberang. Tentara bantuan musuh mencoba meinbantu
rekan mereka, tapi angkatan laut kami di pantai Utara memblokade mereka dengan efektif, sehingga
benteng tersebut sarna sekali terisolasi. Mereka yang mempertahankan Benteng Tottori menemui akhir
-yang mengerikan. Tentara musuh mulai makan rerumputan, kuda-kuda yang mati, dan akhirnya, daging
ternan mereka yang gugur. Tidak membutuhkan dua tahun untuk membuat mereka menyerah.

Daripada membantai mereka habis-habisan, aku memilih untuk mengungguli mereka, menggunakan
kecerdikan dan perkiraan untuk menempatkan mereka dalam posisi yang memaksa mereka untuk
bernegosiasi dengan persyaratan yang kuajukan. Begitulah yang terjadi di Tottori. Aku hanya akan
menggunakan kekerasan saat akal saja tidak cukup, tapi tusukan tombak dan pertumpahan darah tidak
menarik untukku. Mereka yang hanya bergantung

69
[ The Swordless Samurai ]

pada pedang mungkin kuat dalam persenjataan, tapi lemah dalam pikiran.

Aku juga tidak merayakan kef!1enangan. Alih-alih membusungkan dada, aku m2ncoba untuk mengatasi
masalah yang telah kutimbulkan. Keber-hasilanku dalam membeli persediaan makanan di sekitar Tottori
telah menyebabkan kelaparan yang melanda petani setempat, termasuk musuh kami. Segera setelah
mengambil alih benteng, aku men-distribusikan lebih dari 45.000 kilogram beras bagi mereka yang
kelapara~. Aku bukan orang kejam. Selain itu, hadiah yang kuberikan berguna lebih jauh untuk
memastikan kesetiaan para petani.

Seandainya aku menyerang benteng mengguna-

kan kekuatan penuh alin-alih merencanakan setiap

aspek strategis dengan hati-hati, akan lebih banyak

lagi, dari kedua sisi, yang akan mati sia-sia. Dalam

perdagangan, sebagaimana dalam peperangan,

pemimpin yang bijaksana akan Berstrategi dengan

cara Melakukan persia pan dengan matang dan

hertindak berani.

70

[ Benteng Kiyoshu ]

Pemimpin dan pengikut harus menyadari kelemahan mereka dan mengubahnya men-

jadi keunggulan. Keberhasilanmu bisa saja

bergantung pada hal itu, sebagaimana yang

terjadi padaku di Takamatsu.

Pada tahun 1582, Lord Nobunaga memerintah-kan aku mengambil alih Benteng Takamatsu. Lima ribu
samurai dari Klan Shimizu yang dipimpin oleh panglima perang Muneharu mempertahankan benteng
itu, sementara pasukan kami 20.000 orang. Kemenangan yang mudah, pikirku. Tapi kekeras-kepalaan
Muneharu untuk bernegosiasi membuatku gelisah. Apakah aku takmengindahkan faktor-faktor penting?
Aku melancarkan serangan dengan enggan dan kemudian barulah aku menyadari mengapa ada
perasaan tidak enak yang menghinggapiku: Daerah rawa menghambat pergerakan pasukanku, dan
prajurit-prajurit Muneharu yang garang membuat cukup banyak korban berjatuhan di pihak kami.
Penyerangan pertama kami adalah sebuah bencana.

Terenyak dengan kemunduran ini, aku berpikir keras tentang situasi yang kami hadapi semalaman,
berjuang mencari jalan keluar berupa solusi yang menggunakan strategi ketimbang serangan biasa.

Aku menyadari bahwa daerah sekitar T akamatsu membuatnya nyaris tidak tertembus. Benteng itu
dibangun di dataran rendah, yang dikelilingi au

71

dan daerah rawa. Sebuah sungai mengalir di satu sisi; dua yang lain dibatasi oleh danau; dan sebuah
parit besar yang dijaga ketat menjad~ rintangan jalan masuk yang keempat. Taktik biasa takk:.an
mungkin

berhasil. i Mendadak sebuah inspirasi melintas di kepala-ku. Jika Takamatsu tidak bisa ditembus karena
dilindungi oleh air, maka dengan airlah aku akan menghancurkannya! Pertahanannya yang tidak la-zim,
baru kusadari, membuka Peluang bagi sebuah strategi yang tidak terpikirkan sebelumnya: banjir. Aku
bisa mengabah benteng alam menjadi sebuah kelemahan untuk mereka, dan keuntungan bagi kami.
Kami pun melancarkan serangan air dengan cara membangun bendungan yang mengelilingi benteng.
Bendungan itu berupa konstruksi besar, beberapa meter tingginya dan hatnpir tiga kilo-meter
panjangnya. Kami memberi insentif bagi setiap kerjasama dari para petani lokal, membayar mereka
dengan harga pasti dalam bep.tuk uang tembaga atau beras untuk setiap karung pasir yang diletakkan di
bendungan. Para petani yang antusias meletakkan lebih dari 600.000 kantong pasir untuk kami.
Konsisten dengan kebijakan yang kupilih, yaitu penaklukan tanpa pertumpahan darah, kami mengubah
penyerangan ke benteng itu menjadi

72

[ Benteng Kiyoshu ]

sebuah proyek teknik sipil! Hanya dalam waktu dua minggu, kombinasi dari tentara dan petani berhasil
menyelesaikan proyek raksasa ini.
Setelah menyelesaikan bendungan itu, kami belokkan aliran sungai dan membanjiri daerah yang kami
tutup, dan dengan cepat ~engubah Benteng Takamatsu menjadi danau buatan. Dengan air yang
membanjiri fondasi benteng dan mengisolasi musuh kami dari persediaan makanan dan bala bantuan,
menyerahnya musuh tinggal masalah waktu. Aku memberi kabar pada Lord Nobunaga untuk bergabung
bersama kami dan memimpin parade kemenangan.

Pemimpin yang cerdas akan membalikkan situasi, mengubah kelemahan menjadi keunggulan.

73

Am IwrftVfU'1ftV tuj~rahu ()rang wtmk membeJtteJ1j~bP.j~b~ fM~~bebuapa-rihu-tenJ:artV HU-U~yMj


fudaJt" bUJuak meJUAju-pofif~~ Kuperkir~ uurektv~f~feb~fajaJ)

fitut, ~tVmembui,ku, bebuapa-jt1..l4V

untukm,elah~r~

Memimpin

di Saat Krisis

Pernahkah kau memimpin di saat krisis? AIm sudah berulang kali mengalami keadaan darurat selama
bertahun-tahun, tapi situasi-situasi gawat malah cenderung membuatku mengeluarkan kemampuan
terbaik. Bab ini akan menunjukkan bagaimana situasi krisis bisa menciptakan kesempatan untuk
mengembangkan kemampuan kepemimpinanmu.

-Kepemimpinan berarti mengambil risiko-

W
J=f dan terkadang mempertaruhkan segalanya. Aku pernah berada dalam situasi sulit, tapi membawahi
garda belakang saat penarikan muildur pasukan Lord Nobunaga dari Kanegasaki adalah urusan yang
sangat berbahaya. Keadaan yang membuatku nyaris tewas.

Pada tahun 1570, Lord Nobunaga sudah mendapat gelar wakil Shogun dan menetapkan

77

[ The Swordless Samurai ]

Kyoto, ibukota Jepang, sebagai basisnya. Delapan puluh kilometer arah timur laut Kyoto terletak Provinsi
Echizen, yang dip imp in ke\.varga Asakura. Seperti klan lain, Asakura jug~ dicabik-cabik oleh
perselisihan internal, dan panglima perang mereka yang kejam, Yoshikage, disibukkan oleh perempuan
dan minuman. Echizen tampaknya sudah siap

dipetik:.-Pasukan kami bergerak dari Kyoto pada. tanggal 20 April 1570, dan mengepung
BentengAsakura di Kanegasaki lima hari kemudian. Kami tahu bahwa tentara-tent;~a-yang t~rperangkap
di dalam tidak mungkin bertahan selamanya. Pertahanan mereka akaJ? runtuh, cepat atau)ambat.
Sesuai dengan keyakinanku bahwa penaklukan tanpa pertumpahan darah adalah yang terbaik, aku
menyarankan Lord Nobunaga untuk menegosiasi-kan syarat-syarat penyerahan diri dengan jenderal
yang mempertahankan benteng, Kagetsune. Tetapi Kagetsune adalah orang yang keras kepala dan '-
menolak untuk menemui kami. Baiktah, pikirku. Jika ia tidak mau mendatangi kami, aku yang akan
mendatanginya.

Berjalan menuju sarang lawan sendirian dan tidak bersenjata sangat berisiko. Kagetsune bisa saja
memerintahkan prajuritnya untuk membunuhku.

'Tapi menurutku peluangterbaik untukmeyakinkan-

[ Memimpin di Saat Krisis ]

nya agar menyerah adalah dengan cara masuk ke

kastel sendirian tanpa pengikut dan berhadapan

dengannya secara langsung.

Kagetsune terkejut atas keberanian sikapku, dan akhirnya aku berhasil meyakinkannya untuk menyerah
dengan cara menjamin tentaranya tidak akan ada yang terlukasaat meninggalkan Kanegasaki. Dengan
kemenangan yang kelihatannya sudah dalam genggaman, kami bersiap kembali ke markas besar kami di
Kyoto. Tapi nasib berkata lain.
Dalam perjalanan menuju Echizen, kami melin tasi daerah yang dikuasai N agamasa, kakak ipar Lord
Nobunaga. Dengan status perkawinan yang menyatukan kedua keluarga, kami beranggapan bahwa jalan
pulang cukup aman. Mendadak seorang kurir datang membawa kabar bahwa Nagamasa-mantan sekutu
kami-telah berkhianat dan diam-diam bergabung dengan Asakura! Bukan saja kami harus melewati jalan
yang berbeda, sekarang kami mesti menghadapi dua lawan yang bergerak untuk menghadang kami.
Tentara musuh jelas tidak akan menyerah tanpa perlawanan sekarang.

Berita tersebut sampai saat terjadi pertemuan dewan petinggi militer. Saat selesai membaca pesan,
kipas Lord Nobunaga meluncur dari jemarinya dan jatuh ke tanah. Wajahnya memucat, dan matanya
menatap langit, melihat tanpa kata-kata pada

79

[ The Swordless Samurai ]

sebuah titik di angkasa selama beberapa menlt. Kasak-kusuk gelisah beredar di antara jenderal yang
mengelilinginya. Kami tidak e..ernah melihat junjungan kami begitu kehilangan kata-kata.

"Kita dikhianati," katanya;" akhirnya memecah kesunyian. "AIm akan kembali ke Kyoto. Siapa yang akan
memimpin pasukan belakang dalam perjalanan penting ini?" Tak seorang pun menjawab. Semua tahu
b~hwa menjadi pasukan pelindung tentara yang sedang mundur adalah tugas paling berbahaya, dengan
kemungkinan terbunuh paling besar.

Dengan ke~al Lord Nobunaga mengamati para pengikutnya yang sekarang terdiam. "Jika tidak ada
seorang sukarelawan p~n," ujarnya menggelegar, "aku' akan melakukannya sendiri!"

Kemudian aku maju ke depan dan angkat bicara. "Izinkan saya melakukan kehormatan ini dan
memimpin pasukan penjaga, Tuanku."

Lord Nobunaga berpaling padaku. "Komando ini milikmu, Hideyoshi. Jangan kecewakan kami." J-arang
sekali ia menyebut namaku yang sebenarnya, maka pada saat ia memanggilku demikian, aku tahu
bahwa ia berpikir kami tidak akan bertemu lagi.

Meski keselamatanku nanti masih diragukan, jawabanku tidak. "Saya tidak akan mengecewakan,"
jawabku.

80

[ Memimpin di Saat Krisis ]


Tepat tengah malam, Lord Nobunaga ke luar dari kemah, dan berangkat hanya dengan sejumlah
samurai elite dengan tujuan berangkat secepat mungkin. Pasukan utama Oda akan mengikuti tidak lama
setelah itu, dan aku hanya punya tujuh ratus orang untuk membentengi bagian belakang pasukan
melawan beberapa ribu tentara musuh yang sudah bergerak menuju posisi kami. Kuperkirakan mereka
akan sampai sebelum fajar, dan hanya memberiku beberapa jam untuk melaksanakan rencana.

Bagaimana menahan mereka selama mungkin agar memberi cukup waktu bagi Lord Nobunaga . menuju
titik aman? Jantungku berdebar keras seakan-akan ingin menembus dada, tapi aku harus tetap terlihat
tenang dan berpikir cepat. Aku teringat beberapa kata dari Sun-tzu, ahli strategi gemilang
berkebangsaan China, yang mengatakan bahwa semua hal tentang perang pada dasarnya adalah
masalah mengelabui musuh. Secepat itu juga, aku tahu apa yang harus kulakukan.

Sebelum mereka berangkat, aku meminta para jenderallain agar meninggalkan panji-panji mereka.
Bergambar lam bang Nobunaga yang berbentuk seperti bunga, umbul-umbul peperangan sangat bagus
dan mudah dikenali. Aku memerintahkan orang-orangku untuk menggantung panji tinggi-tinggi di
pepohonan sekitar, membentuk lingkaran

81

[ The Swordless Samurai ]

besar yang mengelilingi posisi kami. Selanjutnya, kuperintahkan mereka untuk menyalakan ratusan api
di sekitar Benteng Kanegasai}f. Kelap-kelip warna jingga membuat umbul-umbul tadi ikut bercahaya saat
mereka berayub tertiup angin, dan dari kejauhan mereka kelihatan seperti sebuah perkemahan ten tara
yang cukup besar.

Tipyan tersebut berhasil. Tepat pada saat suara gemuruh kuda-kuda perang, getaran yang seperti
sapuan salju longsor, sampai ke telinga kami, musuh kami mendadak menghentikan laju mereka;
mereka me~i1ih menunggu hingga hari lebih terang untuk memperkirakan berapa jumlah kami sebelum
melancarkan serangan. Cahaya matahari

.'

pagi membuat mereka sadar bahwa mereka sudah diperdaya oleh pasukan yang tidak ada. Berang
terhadap kecerdikanku, pasukan infanteri Asakura datang dengan teriakan perang untuk membantai
kami. Tapi aku masih punya kejutan lain untuk mereka.
AIm telah menyembunyikan tiga ra.tus tentara dan membagi sisanya yang berjumlah empat ratus orang
ke dalam dua kelompok sarna besar. Dua ratus yang terdepan menghadapi gelombang serangan
pasukan Asakura yang pertama dan segera mundur teratur, sebagaimana yang telah kuperkirakan. Dua

82

[ Memimpin di Saat Krisis ]

ratus tentara yang kedua juga melakukan hal yang sarna. Sekarang lawan kami, begitu yakin bahwa
musuh mereka sudah terpukul, menyerang secepat kilat tanpa melihat kiri kanan. Namun setelah
mendapat tanda dariku, tiga ratus orang yang sudah menunggu melontarkan teriakan yang mengerikan
seraya menyerang. Serangan mendadak ini membuat mereka kalang-kabut, dan kali ini merekalah yang
dipaksa mundur, sehingga membuat kami punya banyak waktu untuk menarik mundur pasukan. Kami
sudah berhasil membuat jeda, tapi maut masih dekat. Untuk mencapai Kyoto, kami harus melewati
teritori musuh yang lain: biksu-pejuang yang berasal dari Sekte Satu Tujuan. Direkrut oleh seorang man
tan biksu yang sinting tapi karismatik, sekte yang dianut para petani ini sebenarnya adalah
segerombolan rakyat jelata, tapi tidak tertandingi dalam hal kebuasan. Yakin bahwa surga akan menanti
tepat saat mereka mas uk ke liang kubur, mereka sarna sekali tidak takut mati-dan mereka membenci
nama Oda setengah mati. Fanatik-fanatik haus darah tersebut terlihat seperti kabar dari neraka saat
merangsek ke arah kami. Tapi para pemanahku melepaskan anak panah dengan akurasi yang begitu baik
sehingga banyak orang sinting itu mati sebelum tubuh

83

[ The Swordless Samurai ]

mereka ambruk ke tanah. Entah mereka sampai ke surga atau tidak, aku tidak bisa memastikannya. Yang
pasti mereka sudah meninggal-fan dunia ini, sementara kami masih di sini.

Setelah sekali lagi berhasif main mata dengan maut, akhirnya kami tiba di Kyoto. Saat itu, baik kuda
maupun penunggang langsung ambruk karena kelelahan. Syarafku kacau-balau; aku merasa seperti
/seekor kucing yang sudah menghabiskan kesembilan nyawanya. dan berharap memiliki yang
kesepuluh!

Mengajukan diri untuk memimpin pasukan garda belakang saat mundur dari Kanegasaki adalah tindakan
ceroboh. Tapi berkat pemikiran yang cepat dan ' keberuntungan, aku berhasil melakukannya. AIm sudah
mengorbankan segalanya untuk menca-pai sasaran dan membuktikan pada seluruh anggota Klan Oda
bahwa kata-kataku bukan omong kosong belaka.

Bagi mereka, orang-orang yang kupimpin 'merasa lebih yakin bahwa dengan mengikutiku
mereka akan punya prospek masa depan yang lebih

cerah lagi. Dan Lord Nobunaga begitu senang men-

dengar kepulanganku. Tetap saja, beberapa jenderal

yang berdarah bangsawan kian membenciku karena

ketangkasan-dan keberhasilan diriku. Di mata

'mereka, aku akan tetap dianggap sebagai orang

[ Memimpin di Saat Krisis ]

kampung. Tapi aku menganggap ketidaksenangan mereka adalah harga yang harus dibayar untuk
sebuah hak istimewa sebagai pemimpin. Bila dibandingkan dengan risiko yang harus kuhadapi, perasaan
dengki para pesaingku tidak lebih dari sekadar debu yang bertebaran di udara.

Kebesaran sebagai pemimpin diukur dari sebe-rapa besar kemauanmu menerima tantangan yang
merisaukan. Raihlah tujuan yang berat dengan m:elaksanakan Komitmen. Pertaruhkan semua untuk
memenangkan semua.

Aku telah memberikan instruksi padamu agar menangani sebuah tugas dengan deter-

minasi yang tidak tergoyahkan. Sekarang

aku akan menunjukkan padamu alasan pentingnya merespons dengan segera dalam krisis, sama seperti
yang kulakukan dalam Gerakan Pasukan Besar.

Mitsuhide memicu Gerakan Pasukan Besar dengan cara membunuh Lord Nobunaga dengan licik. Itulah
kesalahannya yang pertama; dan yang kedua adalah memilih orang tolol untuk membawa berita pada
sekutu-sekutunya. Setelah membantai pemimpin kami, Mitsuhide mengirimkan seorang kurir ke musuh
kami, Klan Mori, untuk mengabari

85
mereka tentang perbuatan tercelanya. Berita itu bisa menjadi faktor keunggulan bagi mereka. Tapi di
malam hari kurir tersebut salah masuk perkemahan

r'\

karena ia menyangka perkemahan kami adalah milik Klan Mori dan ia pun diiangkap.

Berita kematian yang didapat dari si kurir, disampaikan oleh perlari cepat malam itu, dan menyambarku
seperti petir. AIm merintih karena Mitsuhide telah melakukan sesuatu yang terkutuk di bumi dan langit .
. Aku menangis seakan-akan kehilangan ayahku sendiri. Sambil mencoba menguatkan bati, aku
bersumpah akan membalas kematian Lord Nobunaga dan menyelesaikan tugas yang telah dimulainya.

Tapi bagaimana car;nya? Aku baru saja dengan sukses membuat Benteng Takamatsu kebanjiran dan
bersiap untuk melancarkan serangan terakhir pada keluarga Mori. Memastikan kemenangan itu
merupakan langkah yang sangat penting untuk mencapai tujuan kami menyatukan seluruh Jepang tii
bawah satu panji. Tetapi aku juga bertanggung jawab untuk segera berangkat ke Kyoto guna
membalaskan den dam junjunganku. Bagaimana cara mencapai keduanya?

Menjelang fajar, arah yang mesti kutempuh jadi lebih jelas. Apabila Klan Mori mengetahui Lord
Nobunaga sudah tewas, mereka akan merasa di atas

86

angin, dan menolak menyerah dengan damai. Maka aku memutuskan untuk merahasiakannya dan
dengan cepat membuat perjanjian gencatan senjata yang mereka tanda tangani pagi itu. Kemudian kami
segera membereskan kemah dan bergerak menembus angin yang menderu-deru dan sapuan hujan
menuju Himeji, bergerak 113 kilometer dalam waktu sehari lebih sedikit. Lalu dimulailah Gerakan
Pasukan Besar untuk membalas den dam pada pembunuh Lord Nobunaga.

Sementara itu, pengikut Oda yang lain, panik mendengar berita terbunuhnya pemimpin mereka, gagal
untuk bertindak dengan tepat. Kalau aku kem-bali menengok ke ~elakang, kecepatan dan keputus-an
yang kuambil setelah kematian Lord Nobunaga adalah faktor yang sangat penting yang selanjutnya
membawaku ke puncak kepemimpinan.

Pasukanku tiba di Kota Himeji, sebelah barat Kyoto,letih setengah mati setelah berjalan tanpa henti
selama kurang lebih 25 jam. Kukosongkan brankas kastel dan membagikan seluruhnya pada anak
buahku, membayar langsung setengah dari gaji mereka setahun. Dengan semangat yang bangkit
kembali, mereka beristirahat sejenak, dan segera bertolak ke Kyoto.

Sementara itu, si pengkhianat Mitsuhide sudah mencaplok Benteng Azuchi, bekas markas besar dan

87
[ The Swordless Samurai]

rumah penyimpanan Lord Nobunaga. Akan tetapi

ia melakukan kesalahan yang sangat fatal. Ia ragu-

ragu-dan itu adalah bencana bagi setiap musuhku!

Mitsuhide bertaruh "

banyak pada dukungan klan-klan seperti Klan Hosukawa, yang punya hubungan perkawinan dengan
keluarganya. Sayang-nya keluarga Hosokawa bersimpati pada keinginan Lord Nobunaga untuk
menyatukan kembali Jepang di baw~h satu pedang dan menolak ikut serta dalam rencana berdarah
Mitsuhide.

Saat dukungan yang diharapkan ternyata tidak terwujud, Mitsuhide langsung kehilangan pegangan
tentang apa yang mesti dilakukan, dan setiap menit dalam keragu-raguan membawanya lebih dekat
pada kehancuran. Se~entara itu, lebih banyak jenderal Oda yang bergabung dengan pasukan balas
dendamku, termasuk putra ketiga Lord Nobunaga, Nobutaka. Bersama-sama, jumlah kami mencapai
angka 40.000, jauh melampaui jumlah musuh.

Mitsuhide akhirnya memutuskan bahwa satu-'satunya pilihan adalah mengonsolidasikan pasukan-nya


dekat Yamazaki, sebuah kota kecil di pinggiran Kyoto. Menempatkan pasukan di belakang sebuah
sungai, ia menunggu seranganku di bawah derasnya hujan yang menyapu tanah. Ia telah mencoba untuk
menempatkan anak buahnya di dalam hutan yang t:idak jauh dari temp at itu, tetapi salah satu sekutuku

88

sudah mengambil keuntungan geografis dengan tiba di sana lebih dulu. Begitu jenderal-jenderalku
menaklukkan sayap utama dari pasukan Mitsuhide, aku segera memerintahkan serangan terbuka dan
menghancurkan sisanya. Dengan akhir memilukan, gelandangan-gelandangan yang sedang memulung
kemudian menghabisi Mitsuhide di dalam lumpur saat ia mencoba kabur.

Segera saja aku mengirim pesan kepada para panglima perang di segala penjuru bahwa aku sudah
membalas den dam pada pembunuh Lord Nobunaga. Menyebarkan berita . tersebut dengan cepat,
sangat penting artinya untuk membuat setiap orang paham bahwa Klan Oda tetap perkasa seperti
biasanya. Persepsi publik bisa seampuh kekuatan tentara mana pun, sehingga aku membentuk citra
organisasi kami dengan sangat hati-hati.

Seandainya aku ragu pada hari-hari kritis tersebut, lawan-lawanku sudah pasti akan melang-kahiku.
Karena aku bertindak cepat, keunggulan itu ada di pihakku. Baik dalam perdagangan, administrasi, atau
di medan perang, pemimpin yang menang akan memahami Rahasia Kemenangan:
Bertindaklah lebih awal untuk selesai lebih awal.

89

[ The Swordless Samurai ]

Jl:: Orang sering berkata bahwa aku punya cara yang tidak lazim untuk mengubah tantangan ~menjadi
keunggulan. Tap~ sang ahli strategi

0"'\ •

China, Sun-tzu, berkata bahwa setlap konflik diselesaikan bahkan sebelum pertarungan dimulai.
Perhitungan yang hati-hati akan membawa kemenangan. Gagal merencanakan, dan kau akan kalah
bahkan jauh sebelum menjejakkan kaki ke medan" perang.

Elemen-elemen politik penting artinya. Kau harus memenangkan hati sekutumu, mengurangi jumlah
musuft, dan memanipulasi setiap faktor untuk keuntunganmu. ltulah sebabnya mengapa aku begitu
perhatian dalam membangun aliansi-aliansi besar sebelum m~lakukan Gerakan Pasukan Besar.

Salah satu unsur kunci yang lain adalah men-justifikasikan alasanmu. Dengan demikian, penting artinya
bagi anak Lord Nobunaga, Nobutaka, untuk hadir di kemah kami sebelum kami menyerang pas~kan
Mitsuhide. Kami perlu simbol untuk mengajak yang lain bertempur di pihak kami, dan Nobutaka sangat
sesuai untuk peran itu. Memim-pinnya di bawah panjiku menjadikan sebuah perang yang netral menjadi
aksi balas den dam sang anak atas kematian ayahnya.

[ Memimpin di Saat Krisis ]

Bila ingin memiliki banyak sekutu-Iakukanlah Pembenaran, justifikasikan alasanmu.

Kita tidak dapat memilih apa yang diso-dorkan takdir untuk kita. Tapi kita bisa

memilih bagaimana cara menghadapinya

dan berjuang untuk mendapatkan kemung-

kinan terbaik yang bisa diraih. Sebagai seorang pemimpin, kau seperti seorang kapten kapal. Kau tidak
bisa mengendalikan empasan ombak ganas. Tapi kau bisa memilih jalur yang akan membawa semuanya
bukan hanya ke temp at yang aman, tapi juga ke tujuan yang lebih baik.
Mitsuhide si pengkhianat sudah mati. Kematian junjungan kami telah terbalaskan. Namun Klan Oda
kehilangan seorang kapten, dan lautan yang penuh marabahaya membentang di depan.

Peristiwa Gerakan Pasukan Besar mendongkrak statusku dengan pesat. Meskipun Nobutaka, putra
ketiga Lord Nobunaga, berperan sebagai pemimpin simbolik dari pasukan yang bertempur melawan
Mitsuhide, aku yang merencanakan dan memimpin perburuan pengkhianat itu. Setelah kemenangan
kami, banyak yang melihatku, alih-alih Nobutaka, sebagai pemimpin yang sesungguhnya dari Klan

90

91

Oda. Dan apa yang mereka perkirakan, demikianlah yang akan terjadi.

Meskipun aku seorang jenderal, idak ada darah bangsawan ataupun status yang bisa memuluskan
jalanku untuk menjadi pengginti Nobunaga. Putra kedua dan ketiganya, Nobukatsu dan Nobutaka,
menunggu di pinggir. Mereka bukanlah pewaris yang sa)1-karena diperanak dari selir-dan secara resmi
memang tidak bisa menjadi pengganti. Bagai-manapun, keduanya. berhasrat untuk mewarisi daerah
kekuasaan ayah mereka-dan memegang gelar Shogun. ~ Satu kubu pengikut keluarga Oda
mendukungNobukatsusementarayanglainmemilih Nobutaka. Pertentanga~ sesungguhnya akan terjadi di
a~tara kedua kelompok bertentangan ini, yang sebenarnya hanya ingin membonceng nama anak emas
mereka demi mencapai keuntungan mereka sendiri.

Tak lama setelah pembunuhan Lord Nobunaga,

suatu pertemuan dilangsungkan di Benteng Kiyosu 'untuk menentukan penggantinya. Nobukatsu dan
Nobutaka hadir dalam pertemuan itu bersama para pengikut senior lainnya dan juga empat orang

jenderal Oda, termasuk aku.

Apapun yang diusahakan oleh kedua putra Nobunaga untuk mendapatkan hak-hak material, jelas
terlihat bahwa tak satu pun di antara keduanya

92
yang mewarisi keahlian memimpin ayah mereka. Mereka segera bertengkar tentang siapa yang paling
layak untuk menggantikan, dan setiap kali seorang peserta mengemukakan usul atas nama kandidat
mereka, pertengkaran menjadi lebih panas lagi.

Nasibku sendiri berada di ujung tanduk. Lord Nobunaga adalah mentorku, orang yang memung-kinkan
aku naik dari bukan apa-apa ke sebuah posisi yang cukup terkenal. Semasa hidupnya, para pengikut Oda
yang iri dengan keberhasilanku masih menahan kejengkelan mereka. Tetapi, jika mereka atau
perwakilan mereka yang memegang tampuk kekuasaan, mereka akan melibasku seperti seek~r jangkrik.

Jenderal Shibata, khususnya, sangat membenci kenaikan pangkatku yang lumayan cepat. Empat belas
tahun lebih senior daripadaku, Shibata selalu memandangku sebagai si bengal yang amatiran, orang
biasa yang tidak pantas menjadi samurai, dan ia lebih suka melihatku mati daripada naik pangkat lagi.
Saat Nobukatsu dan Nobutaka terus bertengkar, aku melihat Shibata mengamati dari belakang. Kumis
dan janggutnya yang hitam selalu tercukur rapi, dan saat kedua saudara tiri mulai saling berteriak,
Shibata tersenyum dan mengel us dagunya. Kemudian ia melihat aku sedang menatap-nya, dan ia
memelototiku dengan galak. Terasa

[ The Swordless Samurai ]

seakan ada udara dingin yang mengalir di belakang

leherku, tapi aku tak mengalihkan pandangan. Aku

seolah-olah bisa mendengar perk~.pan Shibata di

dalam ruangan yang ribut itu: Waktumu akan tiba,

Hideyoshi. Tunggu dan lihatla1J.

Aku tahu ia memang benar, tapi aku tidak akan menunggunya. Aku akan bertindak sekarang.
Keselamatanku dan keselamatan Klan Oda berhu-

-'

bungan erat satu dengan yang lain. Satu-satunya

cara paling pasti unt.uk mencapai keduanya adalah

dengan menyiapkan pijakan untuk naik ke tamp uk

kekuasaan °saat aku masih punya kesempatan.

Tak pernah ada saat yang lebih genting daripada


saat menganggap jalap buntu sebagai peluang,

me'ngubah kesialan menjadi keberuntungan!

Saat kedua putra Nobunaga sudah mulai meng-

acung-acungkan kepalan mereka, aku masuk ke

kamar anak-anak yang berada di sebelah, meraih

cucu Lord Nobunaga yang masih balita, Samboshi,

dan membawanya ke ruang rapat.

"Pernyataan rekan-rekan semua yang terhormat memang ada benarnya," ujarku dengan suara keras,
pada saat semua mata tertuju padaku. "Namun, hari ini kita di sini untuk mengabdi kepada bangsa,
bukan untuk bertengkar tentang pendapat kita sendiri. Marilah kita menahan diri dari memberikan ,
pendapat kita sendiri dan menyelesaikan masalah

94

[ Memimpin di Saat Krisis ]

ini tanpa ada jarak dan melakukannya sesuai tradisi.

Sekarang dalam lengan saya, saya sedang meng-

gendong satu-satunya pewaris Lord Nobunaga yang

paling sesuai: cucunya Samboshi, anak Nobutada."

Nobutada merupakan putra pertama Lord Nobunaga yang lahir dari perkawinan, tapi ia telah terbunuh
bersama ayahnya. Dua dari tiga jenderal yang lain sependapat denganku, sehingga anggota dewan yang
lain tak punya pilihan selain mengakui Samboshi sebagai pewaris yang sah. Karena anak balita belum
bisa memerintah, maka aku ditunjuk sebagai walinya, dan sekarang semuanya siap bagi pemimpin Oda
yang baru untuk naik ke permu-kaan atas dasar kecakapan alih-alih garis keturunan. Kini tatapan mata
Shibata bahkan lebih dingin lagi, namun tidak ada yang bisa dilakukannya. Aku telah mendepak darah
bangsawan dari persamaan-dan sekarang rival-rivalku harus melebihiku berdasarkan kemampuan
mereka sendiri.

Untuk bertahan hidup-dan berhasil-di masa-masa yang berbahaya, temukanlah Rahasia Bertahan Hidup.
Ubah kesialan menjadi keberuntungan.

***
Setelah Lord Nobunaga dibantai, banyak pengikut . senior Oda terpaku, tidak tahu apa yang harus
mereka lakukan selanjutnya. Tetapi, saat mereka

95

[ The Swordless Samurai ]

sedang lumpuh, aku bertindak. Pemimpin yang kuat tahu bahwa tindakan akan menyembuhkan
ketidakpastian. Saat menghadapi krisis, orang sering

'"\

terbelenggu oleh ketakutan. Rasa takut memang alamiah, entah dalam peni'hdingan dagang yang
berisiko tinggi atau dalam pertempuran. Apakah aku merasa takut saat secara sukarela memimpin
pasukan garda belakang ketika pasukan kami mundur dari Kanegasaki? Tentu saja! Aku takut mati sarna
seperti .orang lain. Akan tetapi titik permulaanku yang berangkat dari kemiskinan memberiku sebuah
keunggulan besar, karena aku tak pernah merasa akan kehilangan sesuatu.

Orang yang takut kehilangan banyak hal sering kaIi mengalami kesulitan ketika harus mengambil

. tindakan di saat-saat darurat. Bagaimana mereka bisa menaklukkan rasa takut? Dengan membiarkan
apa yang terjadi menuntun hidup mereka. Peluang menentukan segalanya, kata sebuah pepatah China
kuno. Atasi masa krisis sebagaimana yang kulakukan:

" Berikan apa saja yang kaumampu-dan percayakan selanjutnya pada takdir. Baik dalam dunia perang
atau dunia bisnis, kau harus belajar menaklukkan cengkeraman ketakutan yang melumpuhkan. Mungkin
kau merasa ini sulit dipercaya, tapi keadaan darurat memberikan kesempatan terbaik

[ Memimpin di Saat Krisis ]

untuk memlmpm. Biarkan krisis menjadikanmu seorang pemimpin!

97
.~

71-

Pemimpin yang Kuat

Meski dikenal karena kemampuan kemiliteran, aku masih lebih bangga lagi dengan keterampilanku
sebagai negarawan. Aim lebih memilih bercliplomasi daripada bertempur. Sebagian besar penaklukan
yang kulakukan terjadi tanpa pertumpahan darah, dan banyak orang berkata bahwa aku adalah
diplomat terbaik dalam sejarah Jepang. Jika kau ingin mencapai kesepakatan yang menguntungkan
dengan mereka yang berseberangan denganmu-tanpa harus memenggal kepala mereka-maka kau juga
akan merasakan manfaat dari pendekatan yang kulakukan.

..::: ~Aku bisa menjadi negosiator hebat berkat J.I2!::::, orang-orang luar biasa pula. Tahun-tahun -
7Lyang kuhabiskan saat mengembara sebagai ~_ pedagang keliling atau seorang petualang

101

[ The Swordless Samurai ]


mengajarkan padaku cara bertahan hidup hanya dengan menggunakan akal dan juga memberiku
pengetahuan mendalam tentan~ kondisi hidup manUSla.

Inilah pelajaran penting f ang kudapatkan: Mes-kipun kebutuhanmu besar, kau akan mendapatkan
peruntungan yang lebih baik saat memilih untuk mendahulukan kepentingan orang lain.

F~safah ini kedengarannya sederhana, dan memang begitu ad<l:nya. Meskipun begitu, sangat
mengejutkan bahwa hanya segelintir orang yang mengerti cara menempatkan diri dalam posisi orang
lain dan berpikir melalui cara pandang orang tersebut .

. Namun, mempraktikkan falsafah ini tidaklah sulit. Kau bisa melakukannya, jika kau mengambil langkah
pendekatan yang tepat.

Beginilah tindakanku: Saat bertemu calon sekutu yang potensial, aku selalu bertanya pada diri sendiri,
Apa yang dapat kulakukan untuk menye-

" nangkan orang ini? Dan setelahnya, lakukanlah! Setiap orang begitu akrab dengan gagasan tentang
'memberi dan menerima'. Di sini triknya adalah pertama-tama harus fokus pada sisi memberi. Para
pemimpin yang berharap untuk bisa menarik perhatian sekutunya mula-mula harus membantu , orang
lain untuk mendapatkan apa yang mereka

102

[ Pemimpin yang Kuat ]

cari. Tapi bagaimana kau bisa mengetahui apa yang

diinginkan orang lain? Jawabannya tidak semudah

mengajukan pertanyaan, ''Apa yang kau mau?"

Kuncinya terletak pada proses dua langkah

sederhana. Pertama-tama, masuklah ke situasi orang

lain dan pandanglah masalah dari sisi ini. Kedua,

dengarkan dengan saksama hal-hal yang ingin ia

sampaikan. Ikuti kedua langkah ini, dan kau akan

memahami keinginan orang lain. Kemampuan ini,

bila diasah terus-menerus, akan terbukti sangat

bermanfaat saat berurusan dengan sekutu-sekutu

yang potensial-atau dengan lawanmu.


Coba cermati pertemuanku dengan panglima perang Klan Chokosabe yang hebat, Motochika.

Motochika adalah seorang samurai veteran yang memiliki keberanian luar biasa dan telah menakluk-kan
seluruh wilayah Pulau Shikoku. Agar dapat menyatukan Jepang di bawah satu panji, tidak punya pilihan
selain mengambil alih teritorinya. Seperti biasa, aku memilih diplomasi sebagai langkah awal. Aku
berkata kepada Motochika bahwa jika ia mau bergabung denganku, ia bisa tetap berdaulat atas wilayah
yang telah diraihnya lewat kerja kerasnya.

Tawaran seperti itu adalah yang pertama kalinya dalam sejarah peperangan di Jepang. Tapi setelah
mencoba menempatkan diriku dalam posisinya, menurutku tak ada yang lebih disayanginya dari-

[ The Swordless Samurai ]

pada wilayah yang sudah la rebut dengan susah

payah. Jaminan awal semacam ini kelihatannya

akan mengurangi kemungkinan . .tx10tochika akan

bertarung hingga titik darah penghabisan.

Tetap saja, ia tidak siap ui'ituk segera menyerah.

Aku sudah mengajukan tawaran dan ia menolak;

selanjutnya urusan pedang. Aku mengirim 120.000

prajurit ke provinsi yang dikuasainya. Pamer

kekuatan dengan jumlah yang menghebohkan

seperti ini ditujuka~ untuk menghindari perten-

tangan berdarah dengan cara menunj ukkan langsung

bahwa tidal( ada gunanya mereka melawan-dan

siasat itu ternyata berhasil.

Menyadari konyolnya berperang tanpa ada

kemungkinan menang, Motochika mengajukan


penyerahan tanpa syarat. Berkaitan dengan penye-

rahan tersebut, aku memegang teguh janjiku dan

menghadiahkannya otoritas wilayahnya yang tak

bisa diganggu-gugat.

Perlakuanku yang ramah terhadapnya membuat t,Motochika merasa sangat bersyukur dan akhirnya

menjadi bawahan yang loyal. Dengan memper-

lakukan lawan yang takluk atau bakal ditaklukkan

dengan perlakuan yang sarna seperti pada sekutu,

aku mampu menaklukkan keempat pulau terbesar

Jepang tanpa pertumpahan darah yang tidak perlu.

'Kemampuan untuk melihat dari sudut pandang

104

[ Pemimpin yang Kuat ]

lawan membuatku mampu memahami apa yang mereka inginkan-dan dengan senang hati
memberikannya.

Pemimpin yang baik memahami Hubungan Timbal Balik. Fokuskan pada tindakan memberi.

Apakah pemimpin yang kuat selalu menge-jar musuh-musuhnya tanpa henti lalu

melumat habis mereka? Tidak! Mereka juga

mempertimbangkan sudut pandang lawan

mereka dan bertindak dengan tepat. Pertempuran mesti jadi pilihan terakhir.

Saat prajurit-prajuritku bergerak maju ke Pulau Kyushu, aku bisa membujuk panglima perang lain yang
punya karakter sarna dengan Motochika untuk menyerah. Namanya Yoshihisa. Ia adalah pemimpin Klan
Shimazu, dan ia bukan prajurit biasa.
Sebagai komandan dari pasukan tangguh yang sudah menaklukkan seluruh wilayah Kyushu, nama
Yoshihisa dikenal hingga ke pelosok pulau. Aku mengirimkan pesan padanya untuk menyerah, tapi ia
tidak menanggapi. Lalu kuputuskan mengirim pasukan untuk menggempur wilayahnya.

Sementara itu, aku mengirimkan mata-mata yang menyamar sebagai pedagang, bertugas di Kyushu
selama beberapa bulan-bahkan ke

105

[ The Swordless Samurai ]

Satsuma, daerah yang cukup rawan, sehingga jarang para pengintai bisa kembali dari sana hidup-hidup.
Aku menginginkan mereka mencaA;i tahu sebanyak mungkin tentang Klan Shimazu: stabilitas hubungan
dalam keluarga, ikatan anta'fa para penguasa dan daerah taklukannya, ketegangan antara sekutu dan
lawan, dan detail kondisi geografisnya. Mereka juga menyelidiki klan-klan lain di pulau itu, merekam
posis(benteng pertahanan mereka, besar kecilnya pasukan, dan hubl;mgan mereka dengan pihak
Shimazu.

Dan aka bergerak hanya setelah berhasil mengumpulkan segudang data intelijen. Cerita yang beredar
luas mengatakan bahwa misi penaklukan ini' berlangsung secepa~ kilat, tapi sebenarnya misi ini
didahului oleh penelitian yang hati-hati dan mendalam.

Salah seorang jenderal andalan Yoshihisa yang tangguh dan ambisius adalah Akizuki. Mata-mataku
memberi informasi bahwa ia memilih

" strategi bertahan habis-habisan. Untuk menetralisir kekuatan lawan yang paling agresif, aku
memutuskan untuk lebih dulu berhadapan dengannya.

Pasukan Jenderal Akizuki bertempur dengan gagah berani tapi kalah jumlah, dan daerah kekua-saannya
jatuh ke tangan kami. Setelah pasukan

, utamaku ~engepung bentengnya, Akizuki keluar

106

[ Pemimpin yang Kuat ]

untuk mengumumkan penyerahan mutlak tanpa syaratnya.


"Entah kau membiarkan aku hidup atau me me-rintahkanku untuk bunuh diri," katanya, "aku menerima
apa pun keputusannya." Suara Akizuki mantap, dan aku tahu ia bersungguh-sungguh, tapi aku bisa
melihat tangannya sedikit gemetar. Bahkan seorang samurai pun enggan mati begitu saja.

Aku mengangguk dengan berat hati, kemudian meminta dengan sopan agar aku boleh melihat-lihat
koleksi perabot upacara minum teh terkenal milik-nya yang telah diwariskan dari generasi ke generasi.
Tahu akan minatku terhadap upacara minum teh tradisional ]epang, Akizuki membawa perlengkapan itu
bersamanya dan dengan segera mempersembah-kan benda pusaka itu di hadapanku.

''Anda baik sekali," aku berkata padanya. ''Adalah tindakan wajar bagi seorang samurai sejati seperti
Anda untuk melawanku. Sekarang, setelah Anda menyerah, mari kita lenyapkan den dam di antara kita.
Anda akan tetap berkuasa di tanah Anda dan dipersilakan kembali ke sana."

Karena sebelumnya mengira bakal diperintah untuk bunuh diri, Akizuki tercengang mendapat perlakuan
demikian. Begitu pula para pemimpin dalam organisasiku, yang naluri haus darahnya lebih sering
menekan talenta negarawan mereka

107

yang pas-pasan. Tapi sejak dulu aku sudah belajar

bahwa diplomasi harus dilakukan sebelum dan

setelah kemenangan. Untuk meaggenggam musuh

dalam tangan dan tidak meremasnya sampai hancur;

untuk menahan pasukan yani; mabuk kemenangan

tidak kelepasan: ini adalah ciri kepemimpinan yang

sebenarnya.

Berita tentang Akizuki yang sudah dikalahkan

masih/ bisa memimpin daerahnya menyebar dengan

cepat ke para pangHma perang Kyushu yang lain.

Tidak lama kemudian, jenderal-jenderal yang lain

pun menye-rall satu demi satu. Seperti Akizuki,

mereka mempersembahkan perlengkapan upacara


minum teh yang berh~rga dan pusaka-pusaka lain.

Tidak sampai seminggu setelah pasukan kami

melewati perbatasan Kyushu, taktik tidak lazim yang

kugunakan telah berhasil meyakinkan mayoritas

panglima perang Shimazu untuk meletakkan senjata

hanya dalam sekali hantam. Tapi kami masih harus

menghadapi lawan terberat kami: Yoshihisa. \.,., Aku sudah siap menghadapi mo11len ini, dan

telah menyiapkan hampir seperempat juta ten tara,

jumlah terbesar yang pernah kuhimpun. Angka ini

jauh melampaui kekuatan Yoshihisa.

Yoshihisa bertempur dengan kelihaian yang

luar biasa, tapi pada akhirnya akulah yang tampil

. sebagai pemenang. Ia mengibarkan bendera putih lalu datang menemuiku, kepalanya dicukur habis,
berbalut jubah pendeta putih, sebagai tanda pengunduran dirinya dari jalan kesatria.

Sang mantan penguasa seluruh wilayah Kyushu membungkuk dalam di hadapanku. Para pengikutku
telah melarang pengawalnya untuk menemaninya ke dalam tenda, hingga ia masuk sendirian, tanpa
pedang atau senjata apa pun.

"Mari duduk di sebelahku, Yoshihisa," ujarku, sambil menunjuk bangku di dekatku. Aku menang-galkan
pedang dan kuletakkan dalam jangkauan sang samurai tangguh yang beberapa jam lalu masih menjadi
musuh yang mematikan-dan yang keterampilannya bertarung dengan tangan kosong jauh melebihiku.
"AIm minta maaf karena pengawalku telah menyita senjatamu," kataku. "Kadang-kadang mereka
memang berlebihan. Begitulah. Aku harus ingat untuk menghukum mereka di masa depan. Sementara
itu," tambahku, sambil mengangguk ke arah pedang, "kau boleh mengambil milikku jika kau mau."
Yoshihisa tetap tidak bergerak.

"Kita berdua tahu bahwa kau semestinya mati, berdasarkan aturan para samurai," kataku. "Tapi zaman
sudah berubah. Dan aku bakal membutuh-kan bantuan sebanyak yang bisa kutemukan, jika aku mau
membawa Jepang menuju hari yang baru .

109
[ The Swordless Samurai]

Dan jangan salah, Yoshihisa." Aim mencondongkan tubuh ke depan dan menatap tepat di matanya.
"Hari itu akan tiba. Sayang sekali jika kau tidak ada

1'\

untuk melihatnya."

"Selain itu," kataku, sambil kembali bersandar

ke belakang, "seandainya aku hanya bergantung pada

kemenangan di medan perang, dan menghancurkan

pemimpin Klan Shimazu yang luar biasa, aku akan

menaiiggung malu sampai ke liang kubur. Aku

tidak berperang unt.uk memusnahkan; aku hanya

ingin membuat mereka yang memberontak untuk

tunduk.

"Jenderal Yoshihisa, setelah menimbang penye-

rahan dirimu dan kesahajaan yang kautunjukkan,

dertgan ini aku membiarkanmu hidup. Dan lebih

dari itu, aku bahkan mengizinkanmu untuk tetap

memerintah daerah kekuasaanmu."

Yoshihisa duduk terenyak cukup lama. Dan

setelah berhasil mengatasi rasa kagetnya, ia hanya

berkata, "AIm berutang budi selamanya padamu." .,Sejak itu, ia adalah sekutu yang paling kupercaya.

Para ahli sejarah mengatakan bahwa pengam-

punan yang kuberikan pada bekas lawan-lawanku

sungguh luar biasa. Memang demikian. Akan

tetapi tindakanku juga punya alasan-alasan praktis.


Apakah ada cara lain yang lebih baik untuk meng-

.amankan provinsi-provinsi yang jauh ini? Aku

[ Pemimpin yang Kuat ]

bisa saja melumat Klan Shimazu, tapi siapa yang

akan kupilih sebagai gantinya? Mengganti mereka

dengan keluarga yang punya status dan pengaruh

yang sarna tidaklah mungkin, dan mencoba untuk

menjaga kestabilan dengan cara menempatkan

kekuatanku sendiri di setiap daerah taklukan akan

memakan biaya yang begitu besar.

Keraslah pada dirimu sendiri, tapi berlaku lem-

butlah pada yang lain. Pengampunan akan mencip-

takan kesetiaan. Perdalam kemampuanmu sebagai

pemimpin dengan mengamati Rahasia untuk

Mempertahankan Hubungan. Jadilah'yang pertama

dalam memaafkan.

Setelah mengetahui rahasia kehebatan yang bisa didapat dari memercayai orang lain,

aku jadi tertarik untuk mencoba menem-

patkan diri tanpa perlindungan di tangan

lawan-lawan yang berpeluang untuk dijadikan sekutu. Pendekatan inilah yang kutempuh saat bertemu
dengan Kagekatsu, pemimpin Klan Uesugi di Echigo, sebuah provinsi yang cukup jauh, di timur laut
Kyoto.
Pada zamanku, tidak ada lagi kesatria yang berpegang teguh pada prinsip selain Kagekatsu. Seperti
pusaka keluarga, keluhuran budi adalah

sesuatu yang diwariskan , pada setiap pemlmpm Klan Uesugi dari generasi ke generasi. Kagekatsu dan
aku telah beberapa kali bertukar

f'\

sapa melalui utusan, tapi belum pernah bertemu muka. Sekarang aku harus' mencari tahu apakah ia
akan menjadi sekutu-atau lawan yang mesti dihabisi. Perlu waktu bertahun-tahun dan korban jiwa untuk
mengungguli sang ahli strategi yang anda1 ini. Maka dari itu, aku sudah berencana untuk
menyelesaik.an masalah ini, bagaimanapun caranya, dalam hitungan hari. Untuk meyakinkan Kagekatsu'
bahwa aku pantas dipercaya, aku harus membuktikan bahwa aku juga memercayainya. Kadang-kadang
seorang pemimpin mesti mencari keamanan dengan ca;a nekat.

Dengan menyembunyikan identitas, aku bertolak ke Utara hanya didampingi oleh selusin pengikut
menuju perbatasan di pegunungan Etchu dan Echigo. Dari sana kami bergerak menuju satu-satunya rute
yang bisa ditempuh di antara dua

~, provinsi: daerah yang dikenal dengaa nama Pantai Nyawa-Ditanggung-Sendiri, sebuah daerah
beba-tuan terjal, yang kadang hampir tak bisa dilewati, tempat bertemunya empasan angin kencang dari
arah Laut Jepang dengan hadangan tebing-tebing curam.

112

Tepat di sebelah rute ini terdapat sebuah

benteng yang dikomandoi oleh Suga, salah satu

kapten Kagekatsu yang paling dipercaya. Sambil

tetap menyembunyikan identitas, aku mengirim

utusan dengan permintaan agar 'utusan Hideyoshi'

diizinkan lewat. Suga menolak memberi izin, dan

karenanya utusanku membujuknya untuk mengun-

jungi perkemahan kami.

Bisa dibayangkan betapa terkejutnya Suga saat


mengetahui bahwa ia berurusan dengan sang Raja

Monyet sendiri!

"Aku Hideyoshi," kataku. "AIm punya urusan

penting dengan Lord Kagekatsu dan meminta agar

kau membawaku ke kediamannya."

"Reputasimu jauh mendahuluimu, dan kami merasa terhormat dengan kehadiranmu," jawab Suga.
"Tetapi aku tak berhak mengabulkan permin-taanmu. Hanya Lord Kagekatsu sendiri yang berhak
memutuskan. Aku akan menyampaikan pesanmu dan jawabannya sesegera mungkin, namun aku tak
dalam posisi untuk mengizinkanmu melangkah lebih jauh. Jika kau memaksa masuk, maka aku akan
mempertaruhkan nyawa untuk menghentikanmu."

"Bagus sekali!" tanggapku. "AIm lihat semangat Kagekatsu sudah menurun dalam diri para pengikutnya.
Aku kagum akan pengabdianmu pada JunJunganmu. Silakan lakukan sebagaimana yang

113

[ The Swordless Samurai ]

kaukatakan; kirimlah utusan pada tuanmu dan aku akan menunggu jawabannya."

Setelah menerima berita tenta9;g kemunculanku yang tidak terduga-dan hanya dilindungi segelintir
pengikut-Kagekatsu segerci memanggil anak buah seniornya untuk mendiskusikan langkah terbaik yang
akan diambil. Sebagian besar penasihatnya menyarankan untuk membunuhku, dengan alasan bah~a
inilah cara termudah untuk menyingkirkan lawan yang berb~aya-yang dengan sukarela mengantarkan
dirinya ke dalam genggaman mereka. Namun, seotang pengikut yang masih belia, Naoe, menunjukkan
kehebatan dalam seni kepemim-pinan dengan membe:ikan pendapat lain dari para atasannya.

"Hideyoshi ke tempat ini tanpa perlindungan," katanya, "bukan sebuah tindakan tolol, tapi sebagai bukti
rasa hormatnya yang dalam pada Lord Kagekatsu. Ia tidak akan mengambil risiko seperti itu seandainya
ia berhadapan dengan orang yang

" kurang pantas. Karena ia menjunjung>reputasi Tuan kita yang agunglah, maka ia memercayakan
dirinya pada kita. Bila kita menyalahgunakan kepercayaan-nya dan membantainya, kisah kelicikan kita
akan terus turun hingga ke anak cucu kita." Mereka yangmenyarankan untukmembunuhku
menundukkan kepala saat Naoe melanjutkan ucap-
[ Pemimpin yang Kuat ]

annya, "Biarlah junjungan kita yang menyambut keagungan dengan keagungan. Biarlah junjungan kita
bertemu dengan Hideyoshi dan kita lihat apakah mereka bisa mencapai kesepakatan. Bila kita tidak bisa
sepakat dengan kata-kata, akan ada waktunya kita menghunus pedang, tapi untuk itu kita mesti
menunggu Hideyoshi kembali ke klannya."

Lord Kagekatsu setuju dengan Naoe dan datang menemuiku, hanya ditemani lima belas pengikut. Kami
dengan segera mencapai persetujuan, dan Kagekatsu begitu senang dengan negosiasi tersebut hingga ia
yang menemani kami sampai melewati Pantai Nyawa-Ditanggung-Sendiri dengan aman.

Seorang pengamat menulis bahwa, "Sikap Hideyoshi begitu memukau dan lepas dari segala pakem; tak
seorang pun akan menduga bahwa ia ada di wilayah yang penuh dengan musuh yang mengancam,
tanpa pertahanan. Kagekatsu begitu terkesan sehingga ia mulai melihat bahwa ia ber-urusan dengan
seseorang yang lebih hebat dari dirinya sendiri, dan menyimpulkan bahwa berpe-rang melawan
Hideyoshi sarna sekali bukan hal yang bijaksana."13

Kau tidak selalu bisa memercayai keakuratan seorang pencatat sejarah. Tapi dalam kasus ill! catatan
tersebut benar!

[ The Swordless Samurai ]

Pengalamanku menunjukkan bahwa upaya proaktif untuk menunjukkan kepercayaan mampu mengatasi
kecenderungan bertin<:4lli-lepas kendali dalam diri semua orang, kecuali mereka yang betul-betul jahat.
Inilah prinsip R'alus yang lebih sering dikenal sebagai 'kebajikan lebih unggul daripada kejahatan.'

~aukah kau membuat calon lawanmu menjadi sekutu? Kalau begitu latihlah Kepercayaan. Untuk
mendapatkan kepercayaan, beri kepercayaan.

Siasat untuk memanfaatkan strategi meru-pakan faktor p,enunjang utama keberhasilan diriku sebagai
pemimpin. Mengasah infor-' masi ·adalah hal yang penting sebelum Pertempuran Yamazaki
berlangsung, saat aku mem-buru dan membantai si pengkhianat Mitsuhide setelah ia membunuh Lord
Nobunaga.

Aku bekerja gila-gilaan untuk memperkukuh


~, kekuatan tentara gabungan kami dalam persiapan perang itu. Sampai pada titik genting tersebut, aku
mengirim pesan baik ke kawan maupun lawan. Inilah yang kutulis: "Tetap tenang: Lord Nobunaga dan
anak-anaknya lolos dari bencana di Kuil Honnoji dan , mereka sudah am an sekarang."

116

[ Pemimpin yang Kuat ]

Pernyataan ini, tentu saja, palsu dan memang terpaksa diberitakan demikian demi mencegah calon
sekutu kami bergabung dengan Mitsuhide. Beberapa di antara mereka akhirnya menyatukan diri dengan
kami, dan aku memberi mereka penghargaan yang jumlahnya lumayan besar. Pemimpin harus bisa
bertempur dengan emas selain menggunakan baja.

Setelah keberhasilan kami di Shizugatake, aku mengirimkan berita kemenangan kami kepada jenderal-
jenderal di seluruh negeri. Setiap panglima perang dengan status apa pun, bahkan di provinsi terpencil
yang sebenarnya tidak terlalu terpengaruh dengan situasi di medang perang, menerima pesan yang
berbunyi, "Sekutu-sekutu mulai dari Echigo yang jauh di utara sampai Musashi yang jauh di timur, telah
bergabung dengan Hideyoshi."

Surat tersebut juga berisi berita yang dibuat-buat. Lawan masih mengendalikan daerah Echigo dan
Musashi. Akan tetapi para panglima perang di provinsi-provinsi terpencil, yang kurang peduli dengan
daerah lain yang cukup jauh dari mereka, cenderung memercayai cara komunikasi seperti itu. Tujuan
kami sederhana: menciptakan kesan bahwa perlawanan tidak ada gunanya.

Kepemimpinan memerlukan penyebaran berita ke kalangan umum yang efektif dan juga sarana

117

[ The Swordless Samurai ]

untuk mempromosikan diri. Panglima-panglima perang Jepang cendemng membatasi pengiriman utusan
mereka pada sekutu atau ~nggota keluarga, tapi akulah yang merintis teknik pengiriman berita ke siapa
saja, di mana saja. i

Rahasia Persepsi sarna berharganya sejak ber-abad-abad yang lalu hingga sekarang. Balikkan situasi
konflik atau perdagangan sesuai dengan keperluanmu. Gunakan informasi untuk mengasah persepsimu.

* --;-L Reputasi kejujuranku saat bernegosiasi ter--L.C bukti sangat membantu. Pemimpin hams r~:
mendemonstrasikan integritas mereka dan
memenuhi janji mereka, berapa pun harga yang hams dibayar. Pada Zaman Peperangan, ada banyak
jenderal yang tidak dapat dipercaya, setan-setan bermulut manis. Bertentangan dengan itu, aku
menghargai ~,komitmen-komiten yang kubuat dengan sepenuh hati. Saat masih bekerja pada Lord
Nobunaga, aku

mendapat pelajaran berharga dari usaha diplomasiku yang pertama: meyakinkan para panglima perang
Saito dari Provinsi Bitchu untuk bergabung dengan Klan Oda.

118

[ Pemimpin yang Kuat ]

Benteng terkuat Klan Saito, Benteng Inabayama yang berdiri di pegunungan, disebut-sebut sebagai
benteng yang susah ditembus. Tapi pada awal tahun 1564, kami mendapatkan informasi yang
menya-takan bahwa para anggota klan saling bertengkar. Melihat itu sebagai suatu kesempatan untuk
melan-carkan serangan, Lord Nobunaga memerintahkan aku menjalin persekutuan militer dengan
penguasa dari benteng-benteng lain di daerah itu, yang dapat kami jadikan batu loncatan untuk
menyerang Inabayama.

Menyamar sebagai pedagang keliling-suatu peran yang kumainkan dengan sempurna-aku pergi
berkeliling daerah Bitchu, bertemu diam-diam dengan setiap panglima perang. Pertemuan rahasia ini,
yang dilakukan di tengah suasana panas penuh intrik dari masing-masing anggota klan, mempakan tugas
yang sangat berbahaya: salah langkah sedikit saja, dan nyawaku bisa melayang karenanya. Tapi
untungnya usaha itu membuahkan hasil saat aku berhasil meyakinkan beberapa Jenderal Saito untuk
masuk dalam daftar kami.

Aku ingin meyakinkan Jirozaemon, pimpinan pasukan pertahanan Benteng Unuma, untuk ber-gabung
dengan Oda. Aku diizinkan untuk masuk dalam benteng, dan berkat kelihaian bicara, aku berhasil
menemui Jirozaemon. Tapi ia memenjara-

119

[ The Swordless Samurai ]

kanku sebelum aku selesai mengutarakan maksud! Setidaknya di penjara aku tidak sendirian; di
kere-mangan cahaya obor aku melihat eman satu selku, yang sudah tinggal kulit membalut tulang,
bergerak lemah dalam kekangan borgoi besi. Tulang rusuknya menonjol dari baju yang com pang-
camping, dan janggutnya menjulur hingga ke lantai. Jika aku tidak menengadahkan kepalanya untuk
melihat ke arahku, aku mungkin sudah berkesimpulan bahwa ia telah mati.
"Sudah berapa lama kau ada di sini?" tanyaku. Ia merigclmbil napas dalam-dalam dan meme-jamkan
mata, memikirkan pertanyaanku. "Oh," katanya, s~telah termenung beberapa saat. "Tiga tahun."

"Penjaga," teriakku, melompat dan segera menggedor-gedor pintu sel. "Penjaga, aku mesti bicara
denganmu!"

Berkat lidah yang terampil, aku bisa meyakinkan penjaga bahwa sebuah kekeliruan fatal telah terjadi: l,
Aku adalah utusan yang membawa 'pesan untuk Jirozaemon, dan jika ia tahu soal ini, ia akan murka
pada siapa pun yang bertanggung jawab atas keterlambatan penyampaian pesan ini, bahkan pada
dirinya sendiri, yang karena salah pengertian yang sangat fatal, juga patut disalahkan. "Kalian ingin ,
menggantikanku di dalam sel ini?" Aku bertanya

120

[ Pemimpin yang Kuat ]

pada para penjaga saat mereka saling menatap ragu-ragu. "Maka segera katakan pada Jirozaemon
bahwa aku harus menemuinya tanpa ditunda-tunda lagi!"

Untungnya, diskusiku dengan pemimpin Saito berlangsung lebih baik daripada yang pertama. Setelah
berbicara panjang lebar, akhirnya aku bisa membujuknya untuk beralih dan bersekutu dengan Oda,
dengan syarat ia bisa terus berkuasa atas daerahnya.

Berdua kami kembali ke Benteng Kiyosu, di mana aku menduga Lord Nobunaga akan puas dengan
pengabdian Jirozaemon yang baru saja kudapatkan. Tetapi sebaliknya, ia mengejutkanku dengan sebuah
keputusan yang menabrak prinsip-prinsip dasar yang kupegang teguh.

Setelah menyambut Jirozaemon dengan dingin, Lord Nobunaga menyuruhnya pergi dan memang-gilku
ke ruang sebelah.

"Jirozaemon adalah kesatria veteran yang nama-nya sudah cukup terkenal," kata Lord Nobunaga. "Tapi
apakah persekutuannya tulus? Karena jika ia adalah orang yang berani, ia takkan menyerahkan diri
kepada kita. Bila ia seorang pengecut, maka ia tak ada gunanya. Siapa tahu kelak ia akan bergabung
dengan pihak yang lain lagi? Jadi, bunuh dia!"

121

[ The Swordless Samurai ]

Meskipun terbiasa dengan kekeraskepalaannya

dan suasana hatinya yang selalu berubah-ubah,


perintah ini membuatku terperaFl~.

"Bagaimana mungkin saya bisa membunuh

orang yang persekutuannya kita dapatkan melalui

cara-cara jujur, dan telah menemani saya ke benteng

Tuanku dengan tulus?" aku berkeberatan. "Mem-

bunuh Jirozaemon akan menghancurkan kemung-

kinan ~ntuk meyakinkan para panglima perang Saito

yang lain agar mem.ihak kita. Hubungan dengan

calon sekutu yang potensial akan berantakan dan

sulit diperbaiki. Setiap orang akan memilih mati

daripada bergabung dengan kita! Keputusan yang

diambil oleh Tuanku takkan membawa kebaikan

bagi klan kita."

Akan tetapi, alasan yang kuberikan tak mampu

membuatnya mengubah keputusan. ''Aku tidak

ingin mendengarkan alasanmu hari ini, Monyet.

Bunuh Jirozaemon!"

Perintah yang telah dikatakan dua kali berarti <""keputusan final, dan berusaha untuk menyanggah

perintah Lord Nobunaga sekali lagi mungkin akan

berakibat ada dua kepala yang akan dipenggal.

Dalam sejarah pengabdianku pada Klan Oda,

aku telah mendapatkan pertentangan sedemikian

keras sebelumnya, namun tak pernah dari tuanku

sendiri. Jabatanku masih terhitung rendah di dalam


[ Pemimpin yang Kuat ]

klan; dan meskipun ia sering menerima nasihatku, saat itu aku belum duduk dalam posisi yang akan
kutempati beberapa tahun kemudian sebagai penasihat utamanya. Kini aku menghadapi dilema:
mengingkari janjiku dan membiarkan seseorang mati, atau membangkang perintah pemimpin dan
membuatku kehilangan jabatan. Pikiranku menim-bang tanpa henti di antara dua pilihan sulit ini, dan
mencoba sedapat mungkin mencari pilihan ketiga.

Malam harinya, diam-diam aku masuk ke kamar tamu temp at Jirozaemon tidur. ''Aku sudah berjanji
bahwa aku takkan menyakitimu jika kau bergabung dengan kami," bisikku. "Sekarang, untuk sebuah
alasan yang tidak mengerti, Lord Nobunaga sudah memerintahkan untuk membunuhmu. Aku tidak bisa
menolak perintah tuanku sendiri, tapi aku juga tidak bisa mengingkari kata-kataku. Tidak ada jalan lain:
hidupku ada di tanganmu. Bunuhlah aku dan Lord Nobunaga akan berpikir bahwa aku mati saat
menjalankan perintahnya. Kau akan melarikan diri dan meraih kebebasanmu, janjiku kepadamu tidak
akan pernah teringkari."

Jirozaemon terlihat gemetar mendengar kata-kataku dan perlu waktu beberapa detik sebelum ia bisa
menjawab.

"Menyerahkan hidupmu di tanganku menun-jukkan integritas dalam tingkat yang paling luhur.

[ The Swordless Samurai ]

Tapi aku tidak bisa mengabulkan permintaanmu. Jika aku membantai seorang samurai yang terhormat
sepertimu, kehormatanku akan.hancur. Takkan ada

1'1.

yang bisa membuatku melakukan ini-bahkan kematian."

"Maka tinggalkan tempat ini secepat mungkin!" kataku. "AIm akan menemanimu setengah jalan, dan
jika perlu, kau bisa menggunakanku sebagai sandera."

Aku meletakk~n pedangku den gan hati-hati di lantai, merayap keluar dari Benteng Kiyosu dan
menemaninya sampai mencapai tamp at aman.

Membiarkannya melarikan diri berarti akan memancing kemurkaan Nobunaga: dan aku akan
diperintahkan untuk' melakukan seppuku-ritual permintaan maaf dimana aku akan menyayat perutku
dengan pedang-dan setelahnya seorang samurai akan memenggal kepalaku. 14
Tapiapagunanya,kupikir, bilaakumatisekarang? Monyet tanpa kepala takkan menguntungkan Lord
Nobunaga dan visi penyatuan, Jepang yang sudah kami junjung tinggi. Dengan alasan ini, aku mengarang
cerita pada Lord Nobunaga untuk menjustifikasi kaburnya Jirozaemon.

Kejadian-kejadian setelah itu membuktikan manfaat cerita yang kubuat-buat. Kisah ten tang seorang
pengikut Lord Nobunaga yang bersedia

[ Pemimpin yang Kuat ]

mempertaruhkan nyawa untuk memegang teguh janjinya menyebar dari satu panglima perang ke
panglima perang yang lain, dan kredibilitasku pun naik di mata para keluarga bangsawan. Sejumlah
samurai yang perkasa bahkan mengirimkan petisi permohonan untuk menjadi bawahanku!

Setelah episode ini, upayaku untuk menegosia-sikan persekutuan berhasil satu demi satu, dan keempat
benteng kunci di Provinsi Bitchu pun bergabung dengan Oda.

Pemimpin yang sesungguhnya memahami bahwa tindakan mereka harus ditentukan oleh integritasnya.
Untuk menarik pengikut, lakukanlah Ketulusan. Hargai komitmenmu.

***

Lord Nobunaga adalah seorang pemimpin yang perkasa dan pembimbing yang luar biasa. Namun, ia
kurang pandai bersiasat dan bukan negarawan; ia menggunakan kekuatan dan memimpin melalui
intimidasi.

Tiga tahun setelah kematian Lord Nobunaga, aku menguasai setengah wilayah J epang yang meru-pakan
daerah terpadat dan juga terkaya, termasuk wilayah seluas 38.600 kilometer persegi yang belum pernah
terjamah pengaruh Lord Nobunaga. Bukti · seperti apa lagi yang diperlukan untuk menunjuk-

[ The Swordless Samurai ]

kan bahwa kepemimpinan berdasarkan negoslasl dan diplomasi jauh lebih baik daripada diplomasi
berdasarkan ancaman dan kekuatan?

f'\

Zaman Peperangan sudah usai. Diplomasi, bukan konflik, yang menjad· tatan an bam sekarang. Para
pemimpin hebat di masa depan-dalam perda-gangan, administrasi publik, dan bahkan dalam
kemiliteran-bukan berasal dari kalangan kesatria. MereI<a adalah para negarawan.

-
6

Kue:t~sejtU~tidak butvdibefi, s~sekarUltjj~tU~berp.£. ArMv beber~UfMtvytU1j ~~ uMuk m.emlJenruk


aLiaJu~~/Ut/ cartv ytU1j KurtU1j ter/wy~ tapi ~ tiM.kper~~pei1ar/Ut/ meftjer~Iw.r~leu;

Mengepung

Benteng Miki

Memotivasi pengikut dan membantu mereka untuk berkembang adalah tantangan yang dihadapi oleh
para pemimpin setiap hari dan pada usia berapa pun. Hal paling penting yang bisa dilakukan oleh
seorang pemimpin adalah membantu orang lain meraih sesuatu yang kusebut sebagai 'kebiasaan untuk
menang'. Ini berarti membantu mereka mengalami kesuksesan, bahkan jika perlu dimulai dari hal-hal
remeh. Saat orang mulai meraih kesuksesan dalam hal-hal kecil sekalipun, hal itu akan mempertebal
rasa percaya diri mereka dalam berhadapan dengan tantangan-tantangan yang akan datang. Bibit-bibit
kemenangan besar terletak pada berbagai keunggulan kecil: Sebuah organisasi yang berisi individu-
individu penuh percaya diri akan lebih mungkin untuk menang di medan perang. Sama seperti yang
telah dilakukan pemimpin yang lain ketika membantuku, aku menggunakan lima

[ The Swordless Samurai ]

prinsip dasar untuk membimbing samurai-samurai muda selama bertahun-tahun.

~Semua tuan tanah fe'6dal J~pang belajar ten-:J.5t. tang taktik perang Sun-tzu. Ia percaya bahwa
1~:seseorang hanya boleh berperang apabila , r syarat-syarat kemenangan sudah berhasil dipe~uhi.
Ajaran itu kelihatannya sudah jelas, tapi melaksanakannya ti.dak mudah. Hanya sedikit orang yang
sanggup mengimplementasikannya dalam Zaman Peperangan. Meski demikian, aku berhasil
melakukannya, dalam Pertempuran Shizugatake.
. Setelah kematiar; Lord Nobunaga, sebuah dewan dibentuk untuk memilih penerusnya. Aku
menominasikan Samboshi, cucu Lord Nobunaga, sebagai pewaris yang sah. Dewan menerima saranku,
tapi beberapa anggota lain tidak puas dengan keputusan itu-terutama Nobutaka, putra ketiga Lord
Nobunaga di luar nikah, yang begitu

'-, haus kekuasaan. Nobutaka tidak memiliki kemauan kuat, dan sebenarnya bukan ancaman, tapi ia
punya beberapa pendukung kuat yang memanipulasinya seperti boneka. Salah satu dalang yang terkuat
adalah Jenderal Shibata, pesaing lamaku di Klan Oda. Shibata selalu membenci keberhasilanku dan

130

[ Mengepung Benteng Miki ]

melihat Nobutaka sebagai sebuah peluang emas untuk mengakhiri kesuksesanku. N obutaka dan para
pengikutnya berencana untuk menggulingkanku, tapi aku berhasil mengantisipasi langkah mereka dan
membuat rencana-rencana yang jitu. Lawan-lawanku tidak menyadari hal itu sampai semuanya sudah
terlambat, aku berhasil memenangkan per-tempuran bahkan tanpa satu pedang pun terhunus.
Sebagaimana yang dikatakan Sun-tzu, "Para juara selalu menang lebih awal, lalu berperang. Para
pecundang selalu berperang lebih dulu, lalu beru-saha meraih kemenangan."

Bila memiliki siasat yang unggul, satu kekuatan kecil mungkin dapat mengalahkan kekuatan yang lebih
besar. Namun dalam perang berlaku sebuah prinsip dasar bahwa mereka yang jumlah tentaranya lebih
besar biasanya menang. Lalu aku mulai mem-bangun koalisi sesegera mungkin dengan perkiraan bahwa
Nobutaka dan sekutu-sekutunya akan berusaha mencari kekuatan yang mereka butuhkan.

Panglima perang Tokugawa, penguasa provinsi-provinsi Mikawa dan Totomi, memegang posisi kunci
dalam dalam strategi yang kugunakan. Dengan jumlah kepemilikan pribadi dan tentara yang menyaingi
tentaraku, ia bisa saja mengubah peta kekuatan menjadi berpihak pada lawan sean-

131

[ The Swordless Samurai ]

dainya ia bergabung dengan Nobutaka. Maka aku berusaha sekeras mungkin menggiringnya ke pihakku.
'"\

Aim juga berusaha memperkuat aliansi dengan Kagekatsu, penguasa Prospinsi Echigo. Aku tahu
Kagekatsu punya musuh dalam koalisi Nobutaka, dan kugunakan alasan itu untuk meyakinkannya bahwa
kami memiliki alasan yang sarna. Sebagai-mana pepatah: 'musuh dari musuhku adalah
temanku'. Lebih dari itu, aku tahu bahwa beberapa

tentara yang-ada di bawah Jenderal Shibata tidak membaktikan diri atas dasar pilihan, tapi karen a
dipindahtangankan ~ari Lord Nobunaga. Aku

memperkirakan bahwa mereka bisa dibujuk untuk membelot, dan memang ternyata tidak sulit
mem-buat mereka berjanji diam-diam untuk bergabung denganku saat waktunya tiba.

Maka, dengan menyadari bahwa perang sudah tak terhindarkan lagi dan dengan membangun '~ aliansi
di belakang layar, aku sudah· mengetahui hasil akhirnya dengan efektif bahkan jauh sebelum setetes
darah pun tumpah. Berkat perencanaan yang matang dan keunggulan jumlah, aku menghancur-kan
kekuatan Jenderal Shibata, dan daripada menyerah dan menanggung malu, ia mundur ke

[ Mengepung Benteng Miki ]

bentengnya. Di sana ia memberi perintah untuk

menyumpal setiap pintu, lubang dan retakan

dengan jerami. Setelah itu, sekitar delapan puluh

orang menghabiskan malam dengan berpesta dan

hura-hura, bercerita tentang masa keemasan dan

kejayaan mereka. Sekitar fajar, mereka membakar

jerami-jerami itu, lalu mereka serentak bunuh diri

dengan cara melakukan seppuku di an tara nyala api

yang membara.

Pesta malapetaka itu menyisakan satu orang yang selamat. Seorang perempuan tua, tukang cerita yang
terampil, yang dikeluarkan dari temp at itu tepat sebelum api dinyalakan, supaya ia bisa menceritakan
kejadian yang mengerikan itu, untuk memastikan kemasyhuran abadi Jenderal Shibata dan orang-orang
terdekatnya.

Nobutaka, melihat impiannya untuk berkuasa habis tinggal debu, juga memilih untuk melakukan
seppuku. Dengan habisnya para pesaingku, kepe-mimpinanku sekarang tidak lagi diganggu-gugat.

Pemimpin yang cerdas hanya bertarung setelah syarat kemenangan telah dipenuhi.

132
133

[ The Swordless Samurai ]

';=r Naik ke puncak kepemimpinan tidak berarti JLL perjuangan sudah selesai! Malah sebaliknya: I~r Naik
ke puncak kekuas~an berarti tidak 'I~henti-hentinya bernegosiasi, bertempur, dan mengurus masalah m-
anajepial. Hal terpenting dari masalah manajerial terletak pada kebutuhan untuk menjaga semangat
para pengikutku.

Baik saat berhadapan dengan pedagang yang ngot6t atau berperang melawan ten tara musuh, tanggung
jawab ~erpenting seorang pemimpin adalah mengangkat moral bawahannya. Dan kunci dari
mengangkat moral adalah dengan cara menjaga pertalian dengan mereka yang ada di posisi bawah.

Sebagai anak kampung yang memulai karier dari s~brang pembawa san'dal, aku memiliki kedekatan
dengan kelas dan jabatan rendah. Itulah sebabnya aku berusaha sebisa mungkin untuk menyenangkan
mereka.

Saat kelangsungan sebuah organisasi berada dalam saat genting, banyak pemimpin ingin meng-:,..,
hemat uang semaksimal mungkin, setiap pesernya dihemat. Mereka memo tong biaya hingga ke tingkat
yang paling rendah, terutama bila berhubungan dengan kebutuhan pekerja kelas bawah. Beberapa
pesaingku bahkan hanya memberi para pembantu mereka cukup makan agar keesokan harinya masih .
hidup, memperlakukan mereka tak ubahnya

[ Mengepung Benteng Miki ]

binatang pembawa beban. Tapi aku tidak pernah mengambil jalan itu.

Sebaliknya, aku memperlakukan pengikutku seperti keluarga sendiri, dan memastikan mereka ke medan
perang dalam keadaan kenyang. Sebelum pertempuran di Shizugatake, aku membelanjakan persediaan
nasi dalam jumlah besar, cukup untuk memberi makan 50.000 orang lebih. Tak seorang pun yang
mempertaruhkan nyawanya di bawah komandoku akan mati kelaparan! Selain itu, aku belajar dari
pengalaman pribadi bahwa semboyan kuno 'ten tara bertempur dengan perutnya' memang benar
adanya.

Apakah organisasi kemiliteran begitu berbeda dari keluarga? Kurasa tidak. Pemimpin yang dicintai
mempraktikkan rasa Kekeluargaan. Perlakukanlah pengikutmu sebagai keluarga.

Zaman peperangan adalah zaman keka-cauan yang mengerikan dan diisi oleh pertempuran tanpa henti.
Dalam pepe-rangan, mau tidak mau orang harus membunuh atau ia akan dibunuh. Meski tidak ada yang
lebih menjijikkan bagi idealisme samurai selain perjanjian bawah tangan dan tugas-tugas 'miring',
kesatria yang hidup pada

135

[ The Swordless Samurai]

masa serba tidak menentu memang agak susah untuk memercayai siapa pun sepenuhnya. Zaman
Peperangan telah membuat pengkkianatan dan tipu muslihat menjadi hal biasa.

Ancaman marabahaya t ang tidak ada habis-habis adalah alasan mengapa hubungan pribadi menjadi
begitu penting. Seorang pemimpin yang membangun jaringan organisasi yang cukup kuat bisa ;aja
dibunuh oleh anak buahnya sendiri! Itulah sebabnya aku menaruh perhatian yang sangat besar ketika
berhubungan secara personal dengan orang lain.

"AIm tidak akan mengecewakan kalian," aku akan berkata kepada anak buahku. "Alm akan selalu ada
untuk kalian hidgga saat-saat terakhir." Dan aku selalu menepati kata-kataku.

Waktu itu ada seorang wanita tua di organisasi kami, Yotokuin, yang sudah mengabdi pada Lord
Nobunaga sejak menjadi ibu susunya. Setelah kelahiran Lord Nobunaga, banyak pengasuh dida-

" tangkan untuk menyusuinya, tapi Nobunaga sudah begitu temperamental dan keras, hingga ia
kerap menggigit puting susu perempuan-perempuan malang itu. Pengasuh baru pun terus didatangkan
untuk menyusui Lord Nobunaga, dengan hasil yang sarna, sampai akhirnya datanglah Yotokuin.
Mendadak si bayi jadi tenang dan Yotokuin menyu-

[ Mengepung Benteng Miki ]

suinya bersama putranya sendiri, Tsuneoki. Semua

orang berkata itu adalah suatu keajaiban, dan sejak

itu Yotokuin diberi julukan indah sebagai Ibu Susu

Kehormatan. 15

Putra dan cucu laki-Iaki Yotokuin pergi bertempur dalam pasukan Oda, dan keduanya terbunuh di hari
yang sarna pada sebuah misi yang kupimpin. Aku sangat kasihan pada Yotokuin, yang sangat
membutuhkan kesetiaan kami sebagai balas budi dari pengorbanannya. Meskipun aku tidak mahir
menulis, aku memutuskan untuk mengirim-kan surat tulisan tangan sendiri berisi simpatiku. Beginilah isi
surat itu:
"Alm mungkin tidak akan bisa mengetahui seberapa dalam kehilangan yang kaurasakan saat putra dan
cucumu gugur pada saat yang bersamaan. Namun mulai dari sekarang, aku akan merasa sangat
terhormat bila kau rela menganggapku, Hideyoshi, sebagai putra keduamu, meskipun mungkin aku
kurang pantas mendapatkannya. Kapan pun kau membutuhkan pertolongan, kau bebas memanggilku."

Utusanku bercerita bahwa Yotokuin menangis setelah membaca surat ini. Di tahun-tahun berikut-nya,
wanita tua itu memang memanggilku untuk dimintai bantuan, dan aku selalu membantunya dengan
senang hati.

[ Th Swordless Samurai ]

Di hari-hari yang diisi pergulatan tanpa jeda, setiap klan tertutup untuk dirinya sendiri. Perjan-jian antara
mereka mungkin han~a bertahan tidak lebih dari beberapa minggu. Bahkan perjanjian antar keluarga
kadang dinodai oleh tipu daya dan muslihat. Hal ini hanya mendorongku untuk lebih mengawasi
pengikut-pengikutku beserta keluarga mereka lebih lekat. Beberapa samurai bahkan berkelakuan sarna
seperti tentara bayaran, menjual tenaga mereka kep~da penawar tertinggi. Hanya pertimbangan yang
mendalam dan kasih sayang yang mampu-menginspirasi kesetiaan yang sesung-guhnya, sebagaimana
penyesalan seumur hidup yang masih menderaku akibat kejadian saat kami mengepung Benteng Miki.

Penguasa kastel punya pengikut senior bernama Tadashige. Aim berusaha membuat Tadashige
mem-belot dengan menjanjikannya kekayaan seumur hidup jika ia mau menyeberang ke pihak kami dan
secara diam-diam membiarkan tentaraku masuk

" melewati gerbang luar benteng.

Tadashige setuju. Ia menentukan temp at dan waktu pertemuannya, dan pada waktu yang dijan-jikan, ia
mengizinkan seribu tentaraku masuk ke benteng. Tapi ternyata pengkhianatan Tadashige pada tuannya
adalah sebuah taktik! Tentaraku segera dikepung dan dibantai.

[ Mengepung B'lIhuH 111 I I

Tadinya aku mengira sudah men )gr lll'I' 1111

komitmen Tadashige, dan ketololanku m ' 11 '( 1".1 I

kan banyak orang kehilangan nyawa. K'M'II ,III I

sejati tidak bisa dibeli seperti sekarung gandum ,11 ,111


beras. Ada beberapa masa yang memaksaku LIlli III

membentuk aliansi dengan cara yang kurang l 'l

hormat, tapi aku tidak pernah melupakan pelajaran

mengerikan hari itu.

Kesetiaan berlaku baik dulu maupun sekarang.

Kesetiaan bisa didapat, tetapi tidak akan pernah bisa dibeli.

Beberapa tuan tanah sangat terkenal karena

mensyaratkan pengabdian sampai ke

tingkat yang tidak masuk akal, dan begitu

sensitif terhadap bentuk penghinaan

JL~\ sekecil apa pun. Benar atau tidak, setiap

anak sekolah Jepang hapal luar kepala kisah tentang seorang petani yang bermaksud baik tapi dipenggal
oleh seorang samurai congkak hanya karena si petani memperingatkan ada kutu yang merayap di
tengkuk si samurai. Justifikasi berlebihan ten tang pembantaian itu adalah mengasosiasikan seorang
kesatria yang mulia dengan seek~r serangga parasit bisa dianggap sebuah penghinaan yang tidak
terampuni!

139

[ The Swordless Samurai ]

Aku membenci keangkuhan dan penekanan berlebihan terhaaap perbedaan kelas sosial. Pada titik ini
pemikiranku sejalan dengan Masamune, salah satu panglima perang terbesar dan penguasa beberapa
provinsi di Utara. CtProperti yang dibawa jauh melampaui hak," katanya pada suatu kali, "menjadi
sebuah kebohongan."

~asamune adalah seorang samurai tulen, hampir setiap jengkal dari tubuhnya adalah bukti
kesamuraiannya. Sayangnya, tidak terlalu banyak jengkal yang bisa ditarik dari ujung kaki ke ujung
rambutnya;~sama sepertiku, tingginya tidak sampai satu setengah meter! Setelah kehilangan mata
kanan-nya akibat cacar saat be,rusia lima tahun, keberanian M~samune pada masa mudanya
membuatnya diju-luki Naga Bermata Satu. Ketika ia dewasa, keahlian bela dirinya yang luar biasa
memberi arti lebih pada julukan itu. Masamune juga terkenal akan inovasi-inovasi militernya, seperti
baju zirah anti peluru yang dikenakan setiap prajuritnya.

Kami pertama kali bertemu muk!\ saat penge-pungan Odawara. Setelah konflik dan negosiasi selama
bertahun-tahun, akhirnya aku berhasil menguasai seluruh wilayah barat Jepang. Sekarang aku
mengalihkan perhatian ke daerah pesisir timur, temp at letnan-Ietnanku di kemudian hari mendirikan
kota besar bernama Edo.16

[ Mengepung Benteng Miki ]

Pertahanan Benteng Odawara yang luar biasa dan parit di sekelilingnya yang begitu lebar membuat
penyerangan langsung mustahil dilaku-kan, sehingga aku memutuskan untuk menghen-tikan suplai
makanan sampai mereka kelaparan. Agar tampak lebih meyakinkan bahwa kemenangan ada di pihak
kami, dan menekankan pada pasukan pertahanan Odawara bahwa kami akan menunggu mereka
menyerah sampai kapan pun, aku memberi izin jenderal-jenderalku untuk membawa istri-istri dan
gundik-gundik mereka ke perkemahan dan mengadakan pertunjukkan teater dan hiburan-hiburan
lainnya. Tidak lama setelah itu, kelompok kami kelihatan seperti karnaval besar alih-alih perkemahan
tentara!

Aku telah meminta Masamune untuk bergabung denganku dalam pengepungan Benteng Odawara, tapi
ia tidak segera merespons. Ia malah mengirim mata-mata untuk menunggu hasil pertempuran, dan niat
untuk bergabung dengan sang pemenang. Sebenarnya aku juga sudah mengirimkan mata-mata ke
wilayahnya dan aku tahu betul siasatnya.

Saat siapa yang bakal jadi pemenang sudah tampak, Masamune masuk ke perkemahan dengan hanya
ditemani segelintir pengikut dan menyatakan untuk bergabung dan menjadi bawahanku.

141

[ The Swordless Samurai ]

Mulutnya ternganga saat kukatakan bahwa

ia memilih untuk menunggu hasil pertempuran

sebelum memutuskan untuk berg.a~ung. Bagaimana

mungkin aku memercayai orang," kataku, "yang


persekutuannya berubah-u/j'ah mengikuti arah

angin berembus? Mungkin akan lebih baik jika aku

membunuhmu sekarang. Tapi aku masih percaya

bahwa suatu perjanjian kerja sarna akan lebih

meng~ntungkan kita berdua dan biarkanlah yang

lalu berlalu."

Setelah mendengarkan perkataan ini, Masamune

terkejut untuk kedua kalinya hari itu. 1a merasa

sudah kehilangan kepalanya kemudian mendapat-

kannya lagi, hanya dalam selang beberapa detik saja!

. "Karena kau sudili bersusah payah datang

kemari, mari kubawa kau berkeliling perkemahan

kami," lanjutku. "Marilah kita naik ke bukit yang

ada di belakang sana agar bisa melihat pemandangan

lebih jelas." Aku lalu berbalik dan mendaki karang

terjal yang ada di belakang kami, Masamune '-, mengikuti langkahku.

Setiba di puncak, terlihat perkemahan raksasa

yang ada di bawah sana. Blokade kami sudah

sampai hari yang keseratus. Di bawah kami, gadis-

gadis penari yang mengenakan pakaian dengan

warn a-warn a mencolok, pemusik, dan pedagang

. bergabung dengan ribuan tentara, menghibur mata

142

[ Mengepung Benteng Miki ]


kami dengan pertunjukkan yang penuh warna. Tapi aku membawa Masamune ke sana bukan untuk
melihat-lihat pemandangan.

"Kau telah berpengalaman dalam berbagai pertempuran kecil di utara sana, tapi belum pernah melihat
pertempuran besar," ujarku. "Mari kudemonstrasikan cara sebuah perkemahan besar didirikan. Kau bisa
mempelajari formasi . kami sebagai model untuk tentaramu sendiri."

Kuserahkan pada Masamune pedang bersarung yang kubawa, dengan maksud agar aku bisa
meng-gunakan kedua tanganku untuk memberi isyarat tangan untuk mendeskripsikan resimen kami.
Kemudian dengan sengaja aku berbalik membe-lakangi si Naga Bermata Satu. Saat itu hanya ada kami
berdua, dan seandainya Masamune mau, ia bisa saja menusukku lalu melarikan diri. Selain itu,
bagaimana mungkin ia bisa yakin bahwa aku tidak akan berubah pikiran untuk tidak menghukum mati
dirinya? Tapi yang terjadi ia malah berdiri

mematung dan mendengarkan penjelasanku dengan sungguh-sungguh. Pada saat aku menceritakan hal
ini kepada samurai-samurai muda, mereka terkejut da~ berkata bahwa apa yang kulakukan adalah
sesuatu yang gegabah. Mereka salah tangkap: 1tu adalah sebuah perwujudan semangat keberanian!
Masamune

[ The Swordless Samurai ]

terkesan dengan unjuk pamer kekuatan militerku, meski demikian ia juga perlu dibuat sadar bahwa
keberanianku melebihi keberanraOflya.

Setelah menuruni bukit bersama-sama dan kembali ke tendaku, Masa&.une kelihatan begitu takluk. Aku
memutuskan untuk mengirimnya kembali ke rumahnya di utara dan mengembalikan otoritas atas
wilayahnya. Namun beberapa anak buahku yang terdekat berkeberatan.

"Membi~rkan Masamune kembali sarna saja dengan melepaskan harimau kembali ke dalam hutan!"
mereka memperingatkanku. ''Anda benar saat mengatakan bahwa ia tidak bisa dipercaya!"

"Qmong kosong,'~ tanggapku. "Kalian terlalu picik. Kekuatan Masamune di wilayahnya sarna seperti
seek~r katak yang menghabiskan seluruh hidupnya dalam sebuah 'kolam kecil, tidak tahu apa-apa
tentang lautan yang luas. Sekarang saat ia telah melihat jauh dari sekadar wilayahnya yang mungil, ia
takkan berani berenang menyeberang. La

" bukan an cam an bagi kita."

Masamune adalah seorang samurai yang matang, maka dari itu lebih mudah untuk ditangani. Akan
tetapi banyak prajurit yang keahliannya jauh di bawahnya. Diperlukan keahlian yang berbeda-beda
untuk mengelola bawahan yang tidak terlalu terampil. Setiap orang memiliki kelebihan, maka

[ Mengepung Benteng Miki J


tugas seorang pemimpin adalah membantu bawahan menemukan bidang keahlian masing-masing yang
paling mungkin untuk dimanfaatkan secara efektif. Mereka harus dimanfaatkan untuk suatu tujuan,
tidak dibuang hanya karena ketidakmampuan pemimpin mereka untuk mengenali dan memupuk

kompetensi mereka. Aku merasa bangga karena dalam masaku, hanya ada sedikit anak buah yang
terpaksa kupecat.

Selain itu, sarna pentingnya bagi seorang pemimpin untuk tidak mencaci bawahannya secara berlebihan
hanya karena kesalahan-kesalahan kecil. Di puncak karierku, setelah kaisar menyatakan aku sebagai
penguasa tertinggi ]epang, salah satu pembantuku diberi tanggung jawab untuk merawat butung-
burung peliharaan di kastel. Suatu hari,

saat sedang memberi makan, secara tidak sengaja

ia membuat burung parkit kesayanganku lepas dari

sangkar dan terbang jauh.

Anak yang gemetaran itu datang menghadapku dan berlutut, pucat seperti kertas, mencoba sebisa
mungkin untuk meminta maaf. La tahu betapa aku sangat menyukai burung itu. Kemarahan
ber-gemuruh dalam dadaku, namun setelah menatap matanya yang ketakutan, aku teringat kembali
akan pukulan-pukulan yang kuterima dari ayah tiriku.

[ The Swordless Samurai ]

"AIm tahu kau tak bermaksud membuat burung itu lepas," aku menenangkannya. "Sekarang burung itu
sudah pergi, tidak ada yang m~ti dilakukan soal itu. Jangan pusingkan hal itu lagi."

Tapi si bocah tetap berl~tut diam pucat seperti mayat, aku tertawa lembut dan menepuk kepalanya.

''Apa pun yang ada di Jepang adalah milikku. Kem~napun parkit itu pergi, ia tetap burung milik
Hideyoshi," ucapku.

Setelah diperlakukan dengan ramah dan bukan-nya dihukum, si bocah mendadak mendapatkan
suaranya kembali dan tangisnya pun pecah. "Maafkan saya! Maafkan saya!" teriaknya berulang-ulang,
sambil memb,ungkukkan badan di setiap isakan.

Anak itu kemudian menjadi pengikut loyal yang tetap kuarahkan sampai ia beranjak dewasa. Pemimpin
yang menghukum pengikut mereka gara-gara masalah kecil hanya akan menyakiti diri mereka sendiri.
Tapi pemimpin yang mencoba menumbuhkan semangat sebesar ia ·memberi pe-ngaruh adalah
pemimpin yang memberlakukan Rahasia Kebaikan. Maafkanlah kesalahan-kesalahan sepele.

146

[ Mengepung Benteng Miki ]

'S'i!i Pengepungan Benteng Odawara kelihatan ,l.t~ seperti piknik besar-besaran, akan tetapi misi R''I ini
mengingatkanku pada kelemahanku-J](2g dan pentingnya untuk belajar dari bawahan. aR Strategiku
dalam pengepungan Odawara

::!fJ adalah dengan cara menciptakan suasana pesta, dengan maksud untuk memecah kebosanan
menunggu dan juga membuat musuh kami ter-kesima dengan kepercayaan diri kami yang tebal. Meski
demikian, pesta-pesta semacam itu kadang-kadang sering disalahartikan oleh orang-orang yang
berjuang bersamaku. Di sini seorang ahli sejarah mendeskripsikan kejadian itu:

Seorang samurai muda bernama Motoyuki

secara tak sengaja lewat di depan sebuah tenda

yang pada saat itu di dalamnya sedang berlang-

sung pertunjukkan musik yang diminta oleh

Hideyoshi. Saat musik dan teriakan penonton

yang antusias sampai ke telinganya, ia jengkel

bukan main.

"Daripada merencanakan serangan, koman-

dan kita lebih senang membuang-buang waktu-

nya dengan hiburan murahan!" teriak Motoyuki

dengan suara keras sembari berdiri tegap tepat di

pintu masuk tenda. "Kenapa kita jadi begini?"

147
Salah seorang penjaga mendengar teriakan Motoyuki dan langsung balik meneriakinya, "Siapa kau yang
sudah bicara tid-fk sopan seperti

. t"

uu. "AIm Motoyoki, praju~it cadangan Jenderal Kagekatsu. "

''Apa maksudmu bicara sekasar itu tentang . Jenderal Hideyoshi?" tanya penjaga. ''Apakah ka~ sudah
tidak waras? Atau kau hanya mabuk? Apa pun alasan,nya aku mesti melaporkan kelakuanmu pada
atasan."

"Daripada bertanya apakah aku sedang tidak waras atau mabuk, sebaiknya kautanyakan hal yang sarna
pada at~sanmu," tandas Motoyuki. t'Saat menjelang pertempuran, tugas seorang pemimpin adalah
mempersiapkan bawahannya untuk bertempur, bukan bermain musik dan menari-nari! Aku tidak tahu
rasa malu siapa yang lebih besar, pemimpin kita-atau bawahan seperti kalian, yang terlalu takut untuk
berkata

'.., jujur. Aku lebih baik menjaga kehormatanku sebagai samurai dan kehilangan kepala daripada jadi
bagian dari tontonan memalukan ini!" Selesai mengatakan itu, Motoyuki meludah ke tanah lalu
berderap pergi. Penjaga itu lalu menemui atasannya dan melaporkan apa yang telah terjadi. Atasan ini
lalu

148

melapor lagi pada Hideyoshi dan menceritakan perilaku Motoyuki.

Hideyoshi menjadi murka, lalu meminta agar Jenderal Kagekatsu segera menghadap. Pada saat
Kagekatsu tiba, Hideyoshi melompat berdiri dengan marah.

"Kagekatsu, seseorang dalam pasukanmu yang bernama Motoyuki telah menghinaku. Kau harus segera
menangkap dan menyalibnya. Gagal melakukan tugasmu, berarti kau akan ikut disalib!" Hideyoshi
mengentakkan kaki dalam kemurkaannya.

"Mohon maaf Tuanku, tapi saya seharian mendengarkan konser," jawab Kagekatsu, "dan tidak tahu apa-
apa ten tang kelakuan Motoyuki. Tapi jika diizinkan, saya akan menyelidiki masalah ini."

Dengan izin sang Raja Monyet, si anak buah mohon diri dan ke luar mencari Motoyuki. Tapi beberapa
saat kemudian utusan Hideyoshi memangg}lny;a lagi.

Sekarang, pikir Kagekatsu, aku berada dalam masalah yang lebih besar sehubungan dengan kekacauan
gara-gara ucapan Motoyuki.

Akan tetapi saat ia kern bali, ia mendapati Hideyoshi sudah lebih tenang.
[ The Swordless Samurai ]

"Karena Motoyuki tidak mengucapkan itu di depan wajahku, tapi mengalamatkannya pada salah satu
penjaga, jangan k:w bisa penggal dia. Dan pastikan ia tahu bahwa hukuman itu adalah akibat dari
ketidaksdpanannya. Itu akan mencegah yang lain melakukan hal serupa."

Kagekatsu membungkuk dan ke luar untuk mela!<.sanakan perintah. Tapi sekali lagi ia belum berjalan
terlalu jauh saat disuruh menghadap kembali. Apa lagi . kali ini? pikir Kagekatsu, saat ia berlutut di
hadapan Hideyoshi. Untuk beberapa s~at Hideyoshi tidak berkata apa-apa dan kelihatan sedang berpikir
keras. Tidak lama kemudian, ia bicara.

"Motoyuki bukanlah pasukan utamamu. Ia adalah ronin yang bergabung denganmu untuk sementara
waktu, ' jadi memenggal kepalanya akan merusak nama baikmu sebagai pemimpin. Suruh agar
membebastugaskan dirinya sendiri."

Kagekatsu bangkit dan sekali lagi berlalu

" dari hadapan Hideyoshi, namun belum sampai setengah jalan menuju tendanya, seseorang
memberi tahu bahwa Hideyoshi ingin berbicara dengannya lagi.

"Mari mendekatlah, mendekatlah!" ucap Hideyoshi, saat Kagekatsu masuk ke tenda sekali

[ Mengepung Benteng Miki ]

lagi. Ia mempersilakan sang jenderal dud uk di sebuah bangku lipat, lalu mulai berbicara.

"Setelah memikirkan apa yang terjadi," ujar Hideyoshi, "aku sampai pada kesimpulan bahwa yang
dikatakan Motoyuki adalah benar, menurut anggapannya sendiri. Ia mungkin memilih kata-katanya
sembarangan, tapi ia berhak mengucapkannya. Langkahku dalam mengadakan pertunjukan ini bukan
karen a kegilaan atau karen a haus hiburan. Semua ini dilakukan untuk menunjukkan pada lawan yang
sedang mempertahankan benteng bahwa kita merasa bahwa diri kita perkasa dan meng-anggap
pertarungan dengan mereka bagai permainan anak-anak semata. Itulah strategiku untuk menurunkan
semangat ten tara musuh. Tapi Motoyuki tidak sadar ten tang hal ini. Jadi, dari perspektifnya, sikapku
terlihat konyol.

"Jadi, akulah yang bersalah karena membiar-kan harga diri menghalangi pertimbanganku. Semestinya
aku memberi penghargaan, bukan hukuman, kepada mereka yang telah mengutara-kan pikiran
mereka."

Mata Kagekatsu melebar, tapi ia menahan lidahnya.

"Ratusan pejabat dan samurai terkenal yang menghadiri pertunjukan ini tak sedikit pun
memberikomentar. Bagiorangberpangkatrendah seperti Motoyuki untuk mempertanyakan hal itu di
depan umum menunjukk?,p keberanian, sesuatu yang sebenarnya ingin kulihat dalam diri bawahan-
bawahanku. i

"Motoyuki memang mengolok-olok diriku, tapi dengan melakukan hal itu ia menunjukkan bahwa ia
adalah manusia merdeka yang bebas mengungkapkan pikirannya bahkan tentang pej abat yang ada di
tingkat paling tinggi. Dengan cara ini ia mengingatkanku pada diri sendiri saat masih muda dulu.
Bagaimana mungkin aku menghukum orang yang memiliki sesuatu yang kukagumi dalam diri~u sendiri?
Kita semua bisa belajar dari keberanian Motoyuki. Kagekatsu, sebaiknya kaumasukkan Motoyuki ke
dalam pasukan utamamu dan jadikan ia jenderal."17

Sebagai catatan, Kagekatsu benar-benar mengangkat Motoyuki menjadi jenderal, dan di tahun-tahun

, berikutnya orang yang berani mempertanyakan kebijaksanaanku ini terus meraih prestasi lagi dan lagi.
Dengan sikapnya yang idealis itu Motoyuki mengingatkan kita pada Rahasia Kejernihan Ber-pikir: Hati-
hati dengan gengsi.

***

152

Aku sangat berterima kasih kepada orang yang mencatat episode ini, untuk anekdot yang
meng-ilustrasikan bahaya yang mungkin muncul dari kesombongan, yang sering memerangkap para
pemimpin, sebagaimana yang terjadi padaku saat pertama kali merespons sikap Motoyuki. Semakin
besar kekuasaanmu, semakin besar kemungkinan terperosok dalam lubang keangkuhan. Dan dengan
sangat menyesal, bahkan aku · jugamasuk dalam perangkap ini, sebagaimana yang akan kupaparkan
dalam cerita selanjutnya. Tapi untuk saat ini, marilah kita ingat baik-baik: Pemimpiri mana yang sama
sekali tidak belajar apa-apa dari pengikutnya?

153
• 1'\

.' ~

Tujuh Tombak

Pemimpin bertanggung jawab untuk menentukan nilai kompensasi, sebuah tantangan yang rumit kalau
bisa dibilang sebagai tantangan. Setiap orga-nisasi memberikan penghargaan yang berbeda-beda bagi
setiap pegawai, tapi setiap pemimpin dapat menerapkan prinsip-prinsip berikut ini.

~fVt p.emimpin yang baik mendefinisikan sasaran JtJL mereka dengan jelas pada para pegawai ::f R
mereka. Penama-tama, mereka menciptakan

f3

;.t] tanggung jawab tugas dengan cara mem-~bangun tujuan yangjelas. Selanjutnya mereka ~mengukur
kinerja yang dihasilkan terhadap j--f". sasaran-sasaran tersebut. Akhirnya, mereka 'IImenganalisa kinerja
untuk menentukan kom-pensasi. Serangan yang dilancarkan ke Shizugatake melukiskan proses ini.

157

[ The Swordless Samurai ]

Mengonsolidasikan kekuatan dan melindungi

Klan Oda adalah prioritas utamaku setelah kema-

tian Lord Nobunaga pada musim skmi 1582. Salah


satu langkah yang kujalankan adalah mendirikan

dua benteng untuk mengarri"~nkan wilayah selatan

pada titik-titik terdekat ke ibukota di Kyoto, yang

kujadikan sebagai markas besar. Tapi saingan lama-

ku Jen/deral Shibata dan bonekanya Nobutaka, anak

luar nikah Lord Nobunaga, menganggap langkah

ini sebagai tindakao. yang sudah kelewat batas.

Dalam kemarahan, mereka mengirimkan sebuah

pesan yang c:ukup menentukan.

"Hancurkan benteng ini," tulis mereka, "atau

kami akin datang dan rr;elakukannya untukmu."

. Untuk melaksanakan ancamannya, Shibata

harus menunggu sampai salju di Provinsi Echizen

mencair. Echizen, markas utamanya di timur laut

Kyoto, pada saat-saat tertentu adalah rute yang

berbahaya untuk dilewati, penuh lapisan es yang

licin dan lereng-Iereng gunung yang hampir tidak " mungkin untuk dilewati saat musim dingin.

Tapi musim dingin sudah hampir usai, dan aku

sadar bahwa waktunya sudah tiba untuk menyele-

saikan perselisihan di antara kami, bagaimanapun

caranya.

"AIm menunggu kedatanganmu," tulisku.

"Hanya salah satu dari kita yang bisa memerintah

158
[ Tujuh Tombak ]

dunia di atas, dan yang lainnya harus beristirahat

selamanya di dunia di bawah. Kuharap kau siap

untuk tidur panjangmu."

Sekarang aku tidak bisa membuang-buang

waktu. Aku mengirim sebagian pasukan dalam satu

garis sepanjang rute yang mungkin akan ditempuh

Shibata, tepat pada saat sungai di sisinya mulai diisi

air yang mengalir dari salju yang mencair di atas

sana.

Awal musim semi mengirim berita bahwa Shibata telah berangkat dari markasnya dan sedang bergerak
ke selatan. Dengan cepat aku mengirim lebih banyak pasukan ke Shizugatake, satu dari sekian titik
penempatan utara, yang kurencanakan sebagai lokasi untuk memberi Shibata-yang tidak diragukan akan
masih kedinginan setelah menuruni lereng gunung-sebuah sambutan hangat.

Shibata mahir bertempur di pegunungan dan menyebarkan pasukannya di sepanjang lereng utara yang
curam. Aku memilih untuk menghadapinya di kaki gunung dan menempatkan pasukanku di sepanjang
dataran sebelah selatan lembah yang ada di bawahnya. J arak antara kedua garis depan pasukan yang
berlawanan hanya terpisah sejauh tiga kilometer. Pasukanku yang berjumlah 50.000 orang menatap
gelisah pada 20.000 tentara Shibata, dengan samurai-samurai dari kedua belah pihak

[ The Swordless Samurai ]

bertanya-tanya siapakah di antara mereka yang bakal membunuh pertama kali-atau pertama terbunuh.

Shibata kelihatan ragu untuk m~mulai langkah pertamanya. Aku tidak tahu apa yang ditunggunya, tapi
menurutku ada yang tidak beres. Aku memu-tuskan untuk tetap menjaga penempatan pasukanku
sefleksibel mungkin seandainya prajurit-prajuritku diseran~ dari arah lain sementara kami menanti
kedatangan Jenderal Shibata di Shizugatake.

Kejadian selanjutnya memperlihatkan keung-gulan taktik fleksibilitas gerak pasukan yang ku-gunakan.
Seorang utusan membawa pesan bahwa -pasukan Nobutaka sedang bergerak menuju kami dari Provinsi
Gifu di timyr laut. Menyisakan sejum-lah kecil prajurit di Shizugatake, aku memimpin pasukan menuju
Gifu untuk berurusan dengan putra Lord Nobunaga yang lepas kendali. Kami telah bergerak sepanjang
lima puluh kilometer saat seorang kurir yang kehabisan napas membawa berita darurat: sebuah benteng
kecil milik Oda sudah jatuh .ke tangan Morimasa, keponakan Shibata. Kekuatan Morimasa sekarang
sedang bergerak menuju Shizu-

gatake untuk membantu pasukan Shibata!

Dengan cepat kuperintahkan pasukanku untuk

berbalik. Kembali menyisakan sejumlah prajurit

di Gifu untuk berhadapan dengan Nobutaka, aku

langsung membawa pasukan bergerak secepat kilat

[ Tujuh Tombak ]

kembali ke Shizugatake, bersama 15.000 kesatria. Kami menempuh jarak lima puluh kilometer hanya
dalam waktu lima jam: Catatan sejarah menyebut-kan hal itu sebagai salah satu pergerakan pasukan
yang paling cepat dalam sejarah Jepang.

Meskipun mereka kelelahan, kupaksa pasukan untuk terus bergerak dan menyerang lawan di
Shi-zugatake. Kami mengejutkan mereka saat fajar tiba, derap langkah ribuan kuda perang kami
memecah keheningan pagi.

Pertempuran berlangsung hingga tengah hari, saat Tujuh Tombak-pasukan elite berkudaku-merangsek
ke jantung formasi tentara lawan, menusuk tubuh-tubuh dengan tombak saat mereka menerjang.
Pasukan musuh terpecah-belah dan kocar-kacir ke segala arah, turun menyusuri sisi pegunungan yang
nyaris merah oleh darah menuju lembah, dan membuang tombak, bedil, pedang-· bahkan baju
pelindung mereka-dalam keputusasaan untuk mencoba menyelamatkan diri. Shizugatake jadi milik kami
sekarang!

Para ahli sejarah militer mempertanyakan bagaimana mungkin membawa 15.000 prajurit menempuh
jarak lima puluh kilometer dalam kege-lapin malam tanpa ketahuan. Jawabannya bukan terletak pada
para jagoan yang mempunyai kekuatan melebihi manusia biasa, akan tetapi pada sasaran

[ The Swordless Samurai ]

yang didefinisikan dengan jelas dan tanggung jawab tugas untuk mencapainya. ' Sebelum meninggalkan
ti~ik pertemuanku

i'\

dengan Shibata di Shizugatake untuk berurusan


dengan Nobutaka di Gifu ' kami memerlukan

rencana cadangan seandainya Shibata menyerang

saat aku sedang tidak di tempat. Aku menjelaskan

pada Mitsunari, salah seorang letnan kepercayaanku,

bahwa'"tujuanku adalah bisa bergerak balik secepat

mungkin dari Gifu ke Shizugatake, dengan sangat

mendadak jika diperiukan. Bagaimana cara Mitsu-

nari mencapai. sasaran ini adalah urusannya; kebi-

jakanku hanyalah menetapkan tujuan yang jelas,

dan mencoba sedapat mungkin untuk tidak ikut

campur.

Mitsunari dan anak buahnya kemudian berang-

kat lebih dulu untuk mengatur jalur persediaan

dan rute tempuh dari Gifu ke Shizugatake, ber-

henti di hampir setiap rumah untuk menyuruh

penghuninya menyiapkan nasi kepal dan obor kayu

' cemara Kemudian, saat pasukanku .menempuh

".

rute tersebut, mereka segera men yam bar kepalan

nasi dan obor untuk menerangi ja1an menembus

kegelapan.

Menyediakan perbekalan bagi 15.000 ten tara

dan kudanya adalah permasalahan logistik yang

kadang menjengkelkan, tapi yang diperlukan oleh


162

[ Tujuh Tombak ]

orang-orangku hanyalah sebuah tujuan yang jelas dan izin untuk menggunakan keahlian mereka.
Mitsunari dan timnya kemudian mendapatkan penghargaan yang berlimpah, berkat Akuntabilitas:

Tetapkan tujuan yangje/as.

Pertempuran Shizugatake tidak hanya

mengonsolidasikan kepemimpinanku, tapi

§Ji} juga menambah satu lagi perbendaharaan

JtJ~'\ kata ]epang: Tujuh Tombak.

Tujuh prajurit berkuda elitku-Takenori, Masanori, Nagayasu, Katsumoto, Yoshiaki, Kiyo-masa, dan
Yasuharu-memimpin terjangan yang menentukan hingga berhasil menghancurkan musuh dan membuat
kami memenangi pertempuran. Begitu hebat peran mereka di Shizugatake sehingga istilah Tujuh
Tombak mulai digunakan untuk mengacu pada kesatria-kesatria terhebat dalam setiap pertempuran.

Kiyomasa, satu dari tujuh orang itu, adalah putra seorang pandai besi dan tubuhnya yang seperti raksasa
membuatnya dijuluki Gempa Bumi Kiyomasa. La sekuat dan secepat beruang: Ketika kudanya ambruk
saat bergerak secepat mungkin ke Shizugatake, dia menempuh tiga belas kilometer sisanya dengan
berlari kesetanan mengenakan

163

[ The Swordless Samurai ]

pakaian tempur lengkap, melesat sama cepatnya dengan pasukan samurai yang berkuda!

Gempa ,Bumi akan berseri-seri 'jika aku memu-jinya. Wajahnya akan jadi sem~rah kepiting rebus,
sampai ke ujung daun telingariya yang besar. AIm senang sekali melihat wajahnya yang merah muda
terang di atas tubuh raksasanya sehingga aku akan selalu m ...encari kesempatan untuk memujinya lagi
dan lagi. Dan semakin sering aku melakukannya, semakin besar usahanya untuk mendapatkan pujian
lewat kinerjanya yang memukau. Melihat hal ini, anak buahku yang lain berusaha untuk mendapat-kan
pujian, dan dalam usaha mereka untuk men-dapat~an itu, mereka meJakukan pencapaian yang lebih
baik lagi. Setiap orang memiliki kekuatan dan kelemahannya masing-masing, sehingga seorang
pemimpin harus mengembangkan kemampuan un-tuk menemukan dan memuji kelebihan-kelebihan
yang ada dalam diri setiap orang.

Jauh sebelumnya dalam catatan karierku, seorang pengikutku yang bernama Miyabe pindah bekerja
untuk jenderal lain. Di kemudian hari, setelah pencapaianku terkenal di seluruh Jepang, jenderal ini
bertanya pada Miyabe bagaimana rasanya bekerja denganku. Bagaimana aku bisa menyelesaikan tugas-
tugas mustahil, terus tanpa

164

[ Tujuh Tombak ]

henti, dalam sebuah rangkaian keberhasilan demi

keberhasilan yang berturut-turut?

"Yah, Lord Hideyoshi tidak jauh berbeda dengan

yang lain," demikian catatan tentang komentar

Miyabe, "kecuali caranya menghormati pujian dan

penghargaan. Ia bahkan memuji pencapaian remeh

yang diraih bawahannya yang terendah sekalipun

dan menghargai pencapaian-pencapaian yang luar

biasa dengan imbalan yang jauh melampaui perki-

raan. Itu membuat para pengikutnya meningkatkan

pencapaian mereka lagi."

Pujian sama sekali tidak membutuhkan biaya

sepeser pun, tapi bisa memberikan hasil yang luar

biasa. Miyabe mengenali Rahasia untuk Meraih


Dukungan dalam sikapku: Carilah kesempatan

untuk memuji.

6 Meski mereka sangat tangguh, T uj uh Tombak

t:::J hanya menerima penghasilan kecil sebelum ~unjuk kehebatan mereka di Shizugatake.wei' Tapi
kinerja mereka yang memukau dalam pertempuran epik tersebut membawa mereka pada kemasyhuran
dan kekayaan.

Kinerja Masanori yang paling membuatku terkesan. Beberapa saat sebelum pertempuran, ia telah
menanggalkan pedang dan ia dibawa ke

[ The Swordless Samurai ]

perkemahan karena luka kecil yang dia derita. Tapi

dia kemudian menyelinap ke luar, meraih sebilah

pedang pendek, dan bergabung 4engan pasukan

gerak cepat, tak menonjol di antara ten tara yang

penuh gairah bertempur. S~at mencapai medan

pertempuran, ia melihat siluet Haigo, seorang

kesatria yang terkenal karena kebuasannya. Masanori

melou;pat untuk mencegat dan, setelah melihat

celah di baju zirah Haigo, menghabisi samurai itu

dengan sebuah tusukan tangkas, membuat darah

muncrat hebat saat ia menarik kembali pedangnya.

Keberanian dan tindakannya mengabaikan

perintah, mengingatkanku akan diri sendiri semasa

muda, dan aku mengJ1adiahinya sebuah wilayah

yan'g membuat luas tanahnya bertambah lima kali


lipat. Ketika giliran mereka tiba, aku memberi

penghargaan untuk anggota Tujuh Tombak yang

lain dengan membuat harta mereka bertambah tiga

kali lipat.

Ketujuh orang ini begitu terperangah men-" dapatkan kompensasi semewah ini. Tapi aku suka

menjadi dermawan, terutama jika imbalan yang

kuberikan sangat layak mereka dapatkan. Pendekat-

an ini juga memiliki sisi praktis: Seorang samurai

akan tetap setia jika diperlakukan dengan sangat

murah hati.

[ Tujuh Tombak ]

Ingatlah bahwa tindakan hebat yang diberi penghargaan akan berdampak jangka panjang. Setelah aku
dikenal sebagai pemimpin yang adil yang memberikan kompensasi besar kepada mereka yang
memberikan hasil, tentu saja orang-orang yang punya kinerja hebat mulai mencari cara untuk bisa
bergabung denganku. Kalau saja aku pelit, mereka akan mencari ke temp at lain.

Para pemimpin yang tidak berpengalaman biasanya khawatir kalau-kalau pembayaran yang berlebihan
akan mengosongkan simpanan mereka. Omongkosong! Yang sebaliknyalah yang sebenarnya terjadi. Aku
mulai terkenal setelah membayar gaji dengan jumlah besar. Reputasiku sebagai orang yang gemar
memberi kompensasi melimpah menarik perhatian orang-orang terbaik dari kalangan mana saja. Upah
yang sangat tinggi malah menambah, bukannya mengurangi, kekayaanku.

Kompensasi pada dasarnya bersifat kontraintui-tif: Semakin besar harta yang kauberikan kepada mereka
yang telah mengabdi dengan baik, semakin besar pemasukan yang akan kauterima. Tapi hanya sedikit
orang yang menangkap kebenaran ini. Kebanyakan lebih memilih untuk menyimpan sebanyak mungkin
untuk diri mereka sendiri dan memberi sesedikit mungkin. Itulah sebabnya dompet mereka tidak pernah
bertambah tebal.

[ The Swordless Samurai]


Apakah kau masih ingat Rahasia Hubungan Timbal Balik? Fokuskan pada memberi. Terapkan prinsip ini
saat memberikan ko"mpensasi pada pengikut. Hargai mereka yang bekerja dengan baik.

t::::t Pada dasarnya setiap manUSla memiliki

~, sifat tamak, tapi mereka juga ingin men-

~JiJ dapatkan kehormatan. Pemimpin yang

JtJ ~'\ mampu mel).stimulasi orang untuk lebih

menginginkan pengakuan akan segera menarik

pengikut yang setia.

Salah satu cara untuk mengenali kinerja-dan mendemonstrasikan empatimu-adalah menulis surat
sendiri dengan tulisan tangan. Setelah menjadi seorang samurai, aku menulis dan mengirimkan surat
hampir setiap hari. Beberapa pemimpin menganggap menulis surat sendiri itu merepotkan; yang lain
tidak percaya diri dengan kaligrafi mereka. Karena berpendidikan rendah, ejaanku buruk dan ',tulisanku
lebih jelek lagi. Tapi itu bukan masalah sepanjang kau mau mengutarakan isi hatimu. Aku menulis apa
yang kurasakan, dan tidak terlalu

peduli dengan bentuk atau gaya tulisan.

Pemimpin lain menggunakan juru tulis, tapi

aku memilih untuk menulis surat sendiri. Penerima

surat akan terkesan bila menerima surat-surat

[ Tujuh Tombak ]

semacam itu. Sebagai contoh, aku menulis sendiri surat pujian untuk setiap anggota Tujuh Tombak.
"Prestasimu di Shizugatake," aku menulis u~tuk salah satu dari mereka, "telah mengubah wajah Jepang
sampai ke generasi-generasi yang akan datang. "

Pujian tertulis adalah bentuk penghargaan yang penting, karena bisa menentukan urutan duduk pada
saat rapat dewan petinggi militer. Pengikut yang mendapat pujian tertulis paling banyak akan duduk di
sebelah jenderal ~ereka. Jumlah pujian yang mereka terima juga menentukan hak mereka untuk
mengajukan interupsi pada saat pengambilan keputusan. Hal-hal seperti ini cukup mengambil perhatian
para samurai, yang sangat peduli dengan kedudukan mereka di dunia ini.

Pujian tertulis hanyalah satu dari sekian banyak penghargaan yang bukan berbentuk uang. Setiap kali
sebuah peperangan berakhir, aku akan menghadiahkan pedang, baju zirah, dan hadiah-hadiah lain
untuk mereka yang sudah melakukan sesuatu yang luar biasa. Aku selalu melakukannya saat itu juga,
untuk memperingati sumbangsih mereka dalam hal ketangguhan dan keberanian sesegera mungkin.
Mereka yang menerima hadiah tersebut merasa sangat bangga-dan biasanya akan

[ The Swordless Samurai ]

menjadikan hadiah-hadiah semacam itu sebagai pusaka keluarga yang diwariskan ke setiap generasi.

Pemimpin efektif mengetahui r{I1anfaat peng-hargaan baik dalam bentuk ;tang maupun yang tidak
berwujud dalam Memljerikan Penghargaan.

Hargai prestasi seeara personal.

.-

-m Dalam suatu misi militer, kerja sarna adalah hal yang vital.. Tapi apakah itu juga sarna

lJ:ij

pentingnya dalam bidang kehidupan kita fli:: yang l~iii.? Aku percaya bahwa kerja sarna tim

t-adalah dasar keberhasilan suatu organisasi, ~baik dalam kemiJiteran, perdagangan, atau ~administrasi.
Dengan demikian, tugas utama seorang pemimpin adalah rnembangun tim yang solid dan memotivasi
mereka dengan dorongan dan penghargaan yang wajar.

Lord Nobunaga pernah rnempekerjakan ahli bela diri, seorang jago tombak bernama Mondo. Konon ia
sudah mernbuat ratusan orang berakhir di mata tombaknya, dan murid-muridnya berkoar bahwa tak
ada yang bisa menyamai keahliannya. Karena alasan itulah Mondo lantas ditugaskan untuk melatih
prajurit Oda agar mereka mahir menggunakan tombak. Aku tahu reputasinya, dan kedekatannya dengan
Jenderal Shibata-musuh

[ Tujuh Tombak ]
besarku di Klan Oda. Tapi selain itu aku tidak

terlalu memedulikannya.

Sikapku itu berubah di hari Mondo menghadiri

pesta yang diadakan Lord Nobunaga bagi para

anak buahnya yang berpangkat tinggi. Kedua pria

berdiskusi tentang taktik di medan perang, dan

Lord Nobunaga bertanya kepada Mondo yang

mana yang lebih efektif di medan perang: tombak

pendek atau tombak panjang.

"Jelas yang pendek," ujar Mondo mantap. "Jika dihunjamkan ke tubuh lawan, akan bisa dilakukan
dengan kekuatan besar. Tombak pendek bisa diken-dalikan dengan cepat untuk menghantam beberapa
lawan sekaligus. Tornbak pendek sangat mematikan dalam pertarungan jarak dekat, sementara tombak
panjang tidak berguna. Jadi jawabannya sudah pasti: tornbak pendek, dua meter atau kurang, adalah
yang paling bagus. Hanya orang tolol yang menganggap kebalikannya. "

Lord Nobunaga, terbiasa menggunakan tombak yang sangat panjang di medan perang, beringsut gelisah
di tempatnya duduk. Penguasa atau bukan, ia tidak akan berdebat dengan pria yang dipekerja-kannya
sendiri sebagai ahli tombak.

Melihatku di seberang ruangan, ia memanggilku untuk ikut serta dalam percakapan.

170 171

''Ah, Hideyoshi!" kata Lord Nobunaga. "Mung-kin kau bisa memberikan pendapat tentang masalah ini.
Dalam medan perang, menu.rutmu mana yang

"\

lebih baik: tombak panjang atau pendek?"

Entah mengapa hari itu suasana hatiku sedang

jengkel dan aku tidak berusaha menutupinya.

"Mengapa Anda bertanya pada saya?" kataku,

mengangguk ke arah Mondo. "Pria ini ahli dalam


bidang ini. SebaiknyaAnda dengarkan pendapatnya

."

sap. .

"Yah, Monyet," kata Lord Nobunaga, "berikan

saja pendapatm.u kepada kami."

. Mula-mula aku tidak menyadari tekanan suara

Lord Nobunaga pada pertanyaannya yang pertama

tadt, tapi kali ini aku mendengarnya dengan jelas.

!tu saja seharusnya bisa membuatku menimbang-

nimbang apakah jawaban netral akan jadi tindakan

yang bijaksana. Tapi seperti yang telah sering terjadi,

lidahku bekerja lebih cepat daripada akal sehatku.

"Yah, karena Anda memaksa," aku menjawab, -.,"menurut saya tidak perlu ada perbandingan. Tentu
saja tombak panjang adalah yang terbaik."

Mondo membanting cangkir sake-nya ke meja

dan mendengus meremehkan. "Tahu apa kau

tentang itu?" ia menukas.

Sejujurnya, aku hanya menjawab mengikuti

dorongan hati, tanpa memikirkannya lebih dulu.

Tapi setelah Mondo menantang, aku memperta-hankan pendapatku, dan akhirnya malah yakin
pendapatku memang benar.

"Alm bukan ahli sepertimu, tapi aku tahu tombak panjang Inemiliki jangkauan lebih jauh, maka bisa
digunakan untuk membunuh dari jarak yang lebih jauh pula. Maka tombak panjang lebih baik daripada
tombak pendek."

Mondo tidak repot-repot menyembunyikan kebencian dalam nada bicaranya. "Kau membica-rakan
teori. Katakan padaku, tikus botak, dengan teori tombak panjangmu itu-berapa lawan yang sudah
kaujatuhkan menggunakannya, di medan perang sungguhan?"
Di sini Lord Nobunaga menyela, menyelamat-kanku dari keharusan menyebut angka akurat, yang adalah
nol.

"Sudahlah!" katanya. "Berdebat bolak-balik tak akan menyelesaikan masalah ini. Aku mengusulkan
sebuah tes. Kalian masing-masing akan mengepalai lima puluh prajurit. Kalian punya tiga hari untuk
berlatih menggunakan tombak pilihan kalian. Dan di akhir hari ketiga, kita akan mengadakan
pertandingan untuk menentukan pemenangnya. Kalian menerima tantanganku?"

Kami berdua menyetujuinya. Mondo terang-terangan menyeringai mencemooh memikirkan

[ The Swordless Samurai ]

kekalahanku yang takkan bisa kuhindari, sementara aku tersenyum lemah, bertanya-tanya bagaimana
aku bisa mengalahkan lawan yaI?-g sangat terlatih dalam permainannya sendiri. "

Lord Nobunaga memberi"l!perintah agar seratus orang dikumpulkan dan ia menjelaskan peraturan
kontes. Setiap orang buru-buru ingin berada di pihak Mondo, sehingga Lord Nobunaga memerin-tahkan
/mereka untuk menarik undian. Wajar saja, para pemenang memilih Mondo, dan aku berakhir bersama
lima puluh 'orang yang tampak kecewa. Saat mengumpulkan mereka di pertemuan pertama kami, aku
memilih kata-kataku dengan sangat hati-hati.

!'Alm akan berkata 'jujur," aku memberi tahu mereka. "Alm tidak ahli menggunakan tombak, pendek,
panjang, atau di antara keduanya. Kalau pun aku mahir menggunakannya, tiga hari tidak akan cukup
untuk mengajari kalian. Pelajaran apa pun yang berhasil kalian dapatkan akan segera t!,llenguap dari
benak kalian begitu . menerima hantaman keras pertama. Butuh latihan lama dan intensif untuk
menyempurnakan keahlian bela diri, dan seorang master yang layak memberi instruksi. Sayangnya,
kalian tidak memiliki keduanya."

174

[ Tujuh Tombak ]

lni jelas bukan jenis pengarahan yang mereka harapkan. Mereka berpandangan dengan murung,
kemudian mengarahkan mata kepadaku.
"Jika begitu," kata orang pertama yang berani bicara, "mengapa tidak nyatakan dari· sekarang bahwa
pemenangnya adalah Mondo dan sudahi saja? Sudah cukup buruk dinyatakan kalah. Mengapa
membiarkan kami mendapat pukulan yang sudah pasti tapi sebenarnya tidak perlu?"

Melangkah dengan cepat menghampiri pria itu, aku mencengkeram kedua bahunya dan menatap
wajahnya lekat-Iekat. Tapi ketika aku menjawab, nada bicaraku tetap ramah.

"Dengarkan baik-baik," aku memberitahunya. "Alm mengakui tidak punya kemahiran dengan tombak
yang bisa kuajarkan, dan kalian tidak punya waktu untuk mempelajarinya. Tapi aku sama sekali tidak
berkata apa-apa tentang kekalahan."

"Jadi maksud Anda bagaimana?" pria itu berta-nya, melirik kawan-kawannya. "Kami harus muncul pada
waktu yang ditentukan dengan membawa bedil?"

"Taktik itu takkan berhasil," tanggap seorang pria yang agak dungu, yang menyangka temannya tadi
serius. "Lord Nobunaga takkan senang melihat hasilnya. "

175

[ The Swordless Samurai ]

"Kalian tidak butuh bedil!" kataku. "Kalian berada di bawah pimpinanku, dan aku berjanji kalian akan
menang. Tapi kalian harus memiliki

r'\

tekad untuk bertarung sebagai satu tim. Jika kalian mematuhi perintahku dani bertindak serentak, kalian
boleh menggunakan tombak semau kalian. Cukup tusuk lawan kalian keras-keras, dan mereka akan tum
bang. Mengerti?"

Mereka mengangguk dengan ragu-ragu, tidak ada yang mau menat.ap mataku.

"Sekarang," kataku, "kalian akan memulai latihan dengan makan dan min urn bersama teman-ternan
satu tim kalian!"

AIm memerintahkan agar ikan bakar dan sake dibawa ke tendaku, dan 'aku bergabung dengan anak
buahku dalam jamuan besar yang diakhiri dengan gelak tawa mabuk dan jalan sempoyongan.

Keesokan paginya aku membagi mereka-yang masih agak limbung karen a pesta semalam-menjadi tiga
kelompok. Aku menugaskan dua
,]<:elompok pertama menyerang lawan dari kiri dan kanan, sementara kelompok ketiga akan menyerang
dari tengah. "Jika kuberi aba-aba untuk menyerang, kalian harus segera mematuhinya," aku berteriak.
"Siap?

M ·,"

aJu.

[ Tujuh Tombak ]

Setelah membuat mereka berlarian ke sana

kemari, sekali lagi aku memesan makanan dan

minuman untuk dihidangkan dan memuji mereka

atas kepatuhan dan disiplin mereka.

Sementara itu, Mondo melatih anak buahnya

seni bertarung dengan tombak yang benar: cara

menangkis, sudut terbaik untuk menyerang, dan

seterusnya. Tapi karena tak pernah belajar bertarung

dengan tombak sebelumnya, anak buahnya tidak

mengalami kemajuan berarti, sehingga pemimpin

mereka jadi berang. Menggabungkan tusukan

tombak latihnya dengan caci-maki, ia memaksa

mereka menge~uarkan kemampuan yang sebenarnya

tidak mereka miliki, taktik yang hanya membuat

semangat mereka tambah melorot. Pada hari kedua,

setelah mendengar bahwa aku memperlakukan anak

buahku dengan ramah, banyak yang menggerutu


dan berharap mereka kalah undian. Mendengar ini,

Mondo jadi semakin marah.

Malam setelah latihan terakhir, aku berdiri di hadapan timku. "Besok adalah hari pertandingan. Ingat:
Tetap-kan benak kalian untuk bekerja sarna, satu kesatuan,

maka kalian akan menang. Demi kemenangan!" Aku mengangkat gelasku, dan mereka mengangkat gelas
mereka.

[ The Swordless Samurai]

Lawan kami menyudahi hari terakhir latihan dengan gema teriakan kemarahan Mondo masih terngiang
di telinga mereka. Selag· berjalan pulang saat matahari terbenam, mereka bertemu beberapa anggota
timku dan masing-m~sing bertanya tentang kemajuan latihan mereka.

"Kami baru saja selesai latihan terakhir," salah satu a~J.ak buah Mondo mengeluh. "Ia meneriaki kami
dari pagi sampai malam. Kami hampir tidak punya waktu untuk makan! Kami capai dan lengan kami kaku
karena mengayunkan tombak. Setidaknya besok penderitaan kami akan berakhir, apapun hasilnya."

Keesokan harinya" bunyi genderang menandai di~ulainya pertandingan. Saat para kontestan mengambil
tombak bambu latihan, sorak-sorai membahana dari penomon yang berkumpul di sekeliling arena
bertanding. Setiap pria, wanita, dan anak-anak di kastel datang untuk menyaksikan pertandingan.

Sebelum memerintahkan anak bullinya masuk ke arena, Mondo unjuk kebolehan, menyabet dan
menusukkan tombaknya ke udara begitu cepat sehingga yang tampak hanya gerakan buram. Ia
tersenyum kepadaku. Aim mengusap telapak tanganku yang berkeringat, memindahkan tombak

[ Tujuh Tombak ]

dari tangan yang satu ke tangan yang lain, dan mengangguk.

Atas aba-abaku, timku me mencar menjadi tiga bagian dan aku memerintahkan kelompok tengah untuk
menyerang anak buah Mondo, yang mereka lakukan dengan semangat membara. Lawan kami tak
terlatih baik dalam serangan serempak-karena Mondo menghabiskan waktu untuk menyempur-nakan
teknik individual yang benar-dan diserang secara bersamaan oleh timku yang menggunakan tombak
panjang, formasi mereka kocar-kacir dalam kepanikan.
Aku memerintahkan kelompok kiri dan kanan untuk menyerang, dan tim Mondo segera terdesak ke
belakang. Pemimpin mereka berlari ke sana kemari, meneriakkan perintah kepada masing-masing pria
ten tang cara menghalau serangan, tapi usahanya tidak berhasil. Mereka tidak cukup terlatih, dan
seperti yang sudah kuduga, serangan pertama kami membuat keberanian mereka runtuh dan mereka
melupakan semua teknik yang sudah mereka pelajari. Genderang kembali ditabuh dan timku dinyatakan
sebagai pemenang.

Mondo berdiri membeku di sisi arena pertan-dingan, melongo melihat kedua tim, yang salah satunya
lemas karena kalah dan satu lagi bersorak kegirangan. Ia segera minta pertandingan ulang.

[ The Swordless Samurai ]

Lord Nobunaga, tersenyum lebar, bertanya apakah

aku bersedia.

"Jika tim saya mau, silakan .s~a," kataku, dan

mereka semua setuju. Genderang ditabuh lagi, dan

hasilnya sarna seperti sebelurlinya: Tim Mondo ter-

desak sarnpai ke luar arena pertandingan sementara ,

pelatih mereka berteriak-teriak dalam kemurkaan tak

terbendung.

"Pertandingan sudah selesai," Lord Nobunaga

mengumumkan. "pan tim Monyet adalah peme-

nangnya." Ia menoleh untuk bicara langsung

kepadaku dan Mondo.

"Tapi harap kalian ketahui," katanya dengan

suara lebih lirih, "bahwa hasil akhir ditentukan dari

kemarnpuan memimpi~, bukan kelebihan satu jenis

tombak melawan jenis tombak yang lain. Jangan

sarnpai ada dendarn di antara kaIian. Kita semua

adalah Oda."
Wajah mengeras, Mondo terpaksa setuju, semen-tara di sisi lapangan, Jenderal Shibata yang mendu-,
kungnya membalikkan tubuh dan berderap pergi.

Setelah pertandingan, aku mentraktir anak

buahku dengan sake, tapi mereka sudah dilimpahi

hadiah yang mereka dapatkan dari kerja keras, dan

mereka sendirilah yang bisa menganugerahkannya

kepada diri masing-masing: Dengan bekerja sama

[ Tujuh Tombak ]

mereka bisa meraih hal yang tampak mustahil tiga hari yang lalu.

Mengapa timku bisa berhasil mengalahkan tim lawan yang dipimpin orang yang lebih ahli? Karena
anggota timku belajar untuk membina hubungan baik dan saling bergantung satu sama lain. Alih-alih
menitikberatkan pada kemampuan diriku sendiri, seperti yang telah dilakukan Mondo, aku membantu
timku menemukan kehebatan mereka. Pemimpin yang efektif mengerti Kerja Sama karena Kerja sama
tim adalah kunci kemenangan.

***

Menjadi pemimpin yang sukses artinya menda-patkan penghargaan melimpah. Beberapa orang percaya
bahwa penghargaan yang tertinggi adalah kekayaan dan gengsi. Tapi bagiku, hadiah paling berharga
yang didapatkan seorang pemimpin adalah kepuasan dalam membangkitkan kinerja terbaik timnya.
Pemimpin yang baik tidak mendemon-strasikan kehebatan diri sendiri, tapi menunjukkan kepada
pengikutnya bahwa mereka bisa menjadi hebat!

181

8
KOY~mUUl1jadi-~~

S~~((Ke#UlJUV~Monyet

perj4 a.I<:.a ~JJ Wv bwPv berwt« . SebP.jak tt:UUi£v teriJ,ua, kM~a.I<:.a

~~Pv~akkelaw.£tUU1/ ~belaktutjP.i'V UUI1ja.dihuutyPv t~ ~WtWcyPv sel1.dir~

Ternan dan I{eluarga

Kepemimpinan adalah kesendirian. Saat masih menjadi pembawa sandal beberapa dekade yang lalu,
aku menghabiskan siang bersama temanku sesama pelayan, tertawa dan bercanda membicarakan
atasan kami sambil menikmati nasi kepal dan acar sayur pada bangku kayu di belakang kandang kuda.
Kini aku adalah penguasa tertinggi Jepang, dan para panglima perang terhebat pun hams mas uk daftar
tunggu berminggu-minggu sebelumnya, hanya untuk bertemu denganku selama beberapa menit.
Kadang-kadang, ketika merenungkan masa silam, aku mendapati diri melangkah mendekati kandang
kuda di tengah hari. Tapi kelakar para pengums kuda segera berhenti begitu mereka melihatku. Semua
bersimpuh di tanah, membungkuk hormat.

Kekuasaan juga membuatmu terisolasi selain bisa melakukan apa saja. Pemimpin yang tahu diri akan
mencari nasihat bijak untuk meyakinkan efektivitas akan terus berlangsung dan
keputusan-keputusannya memang tepat.

6 Sebelum ini kau sudah behijar cara memupuk


I=::i asetmu yang paling berharga-jaringanJ:::::. relasi. Orang-orang yang telah mengenalmu , I i=i selama
bertahun-tahun adalah sumber vital nasihat berharga. Misalnya saja sahabatku Koroku, pemimpin
kelompok te~tara bayaran yang terkenal liar.

Koroku adalah 'pengaruh buruk' yang kujadikan ternan saat masih terkatung-katung di masa muda dulu.
Lebih tua dariku sepuluh tahun, ia menjadi seperti kakak. Ia memang ~emperkenalkanku pada kegiatan
mencuri, cara hidup yang kutinggalkan ketika aku memilih jalan terhormat menjadi samurai, tapi
persahabatan kami tidak pernah putus. Pada Zaman Peperangan, ketika pengkhianatan dan penipuan
menggelantung bagai awan hitam di atas negeri dan aku menghadapi musuh bahkan di dalam klanku
sendiri, Koroku adalah satu dari sedikit pria kepada siapa hidupku bisa kupercayakan.

Hari-hari setelah Lord Nobunaga terbunuh adalah masa-masa gelap. Pasukanku terisolasi dan aku harus
bernegosiasi dengan satu lawan sementara mencan cara membalas dendam terhadap lawan

186

[ Ternan dan Keluarga ]

yang lain. Sementara itu, para letnan Oda yang mendadak ditinggalkan tanpa pemimpin saling berdebat
keras tentang tindakan apa yang terbaik untuk dilakukan, sementara di balik layar para pesaingku
berebut berusaha menempatkan kandidat mereka dalam tampuk kepemimpinan. ,

Petang di bulan Juni yang menentukan itu, setelah datang berita tentang kematian Lord Nobu-naga,
para penasihatku berdebat hebat tentang cara membalas dendam. Setelah membiarkan kesedihan
menguasaiku, aku berunding dengan para letnanku selama satu jam, kemudian keluar dari tenda untuk
menjernihkan pikiran. Ternan lamaku, Koroku, menggamitku menjauh dari pintu tenda agar tidak
terdengar yang lain, dan menawarkan saran mendesak.

"Sekaranglah saatnya, Monyet," bisiknya. "Ingatkah kau masa-masa indah saat kau masih jadi anggota
geng-ku? Kau kehilangan segalanya kecuali pakaian yang melekat di tubuhmu ketika berjudi lagi dan lagi.
Nah, sekarang tiba taruhan terbesarmu. Para pesaingmu akan menghancurkanmu begitu mereka punya
kesempatan. Kapan lagi kau alan bertindak? Tuanmu sudah tidak ada dan kau takkan bisa membuatnya
hidup kembali. Jangan biarkan misinya mati bersamanya. Sambar kendali kekuasaan dan satukan negeri
ini!"

[ The Swordless Samurai ]

Kata-kata Koroku menyiramku bagai air es di udara petang yang panas. Aku bergabung dengan geng-nya
saat masih remaja dan. Wmbuh dewasa dalam pengawasannya. Seperti seorang ayah yang menyaksikan
perjalanan pudanya menuju kede-wasaan, pada saat itu ia tampak lebih mengenalku daripada diriku
sendiri, dan nasihatnya di masa-masa gelap itu membantu membentuk takdirku. Beberapa jam
kemudian aku memerintahkan Gera-kan Pasukan Besar unWk berderap.

lni hanya salah satu dari sekian banyak kejadian di mana nasihat Koroku terbukti sangat berharga. Ketika
Lord Nobunaga bersia-siap menginvasi Provinsi Mino, rumah , bagi Klan Saito, Koroku merribantuku
membuka jalan dengan cara menim-bulkan kerusuhan di dalam barisan musuh.

Kami berhadapan dengan banyak lawan tang-guh dalam Klan Saito, tapi di antara mereka ada tiga pria
yang lebih berbahaya. Bokuzen, lttetsu, dan Morinari dikenal sebagai triumvirat Mino: tiga samurai yang
memiliki keahlian, keberanian, dan kesetiaan legendaris serta mengabdi pada pemimpin mereka,
Tatsuoki, seperti para triumvirat zaman Romawi kuno. Kami ingin mereka berpihak kepada kami, tapi
kami tahu pendekatan secara langsung tidak akan membuat mereka mengkhianati klan mereka sendiri.

[ Ternan dan Keluarga ]

Korokulah yang mengusulkan kami melakukan

kebalikannya: yakinkan klan mereka untuk berbalik

melawan mereka. Bersama-sama kami menggodok

rencana dan menyebarkan isu bahwa para triumvirat

sudah bergabung dengan kami.

Pemimpin Saito yang terkenal bejat, Tatsuoki, yang kesenangannya akan hiburan cabul membuat akal
sehatnya terganggu, memercayai isu ini dan mulai meragukan kesetiaan ketiga samurainya, yang
sebenarnya adalah pelindungnya yang paling setia! Ketiga prajurit, terkejut karen a dicurigai tanpa
alasan, mengadakan pertemuan diam-diam untuk memutuskan apa tindakan terbaik yang akan mereka
lakukan. Perundingan mereka menghasilkan keputusan untuk bergabung dengan Klan Oda!

Setelah para triumvirat bergabung dengan kami, tak ada lagi yang menghalangi rencana Lord Nobunaga
untuk menaklukkan Provinsi Mino selain Benteng lnabayama. Berdiri di atas tebing, Benteng lnabayama
yang menakjubkan tampak gagah dan menakutkan, sebuah kastel hebat yang dibangun oleh seorang
bekas pedagang minyak andal yang kemudian menjadi panglima perang Saito, Dosan, dijuluki Ular
Beludak Mino karena kekejamannya. Gerbang belakang lnabayama yang superbesar tampak mustahil
ditembus, tapi justru karen a alasan itulah aku menduganya memiliki kelemahan yang

189
[ The Swordless Samurai ]

tersembunyi. Karena tidak ada pasukan berakal sehat yang akan berusaha meruntuhkan pertahanan
sebesar itu, Klan Saito tidak ak9P repot-repot menempatkan banyak prajurit untuk menjaganya.

Bersama-sama Koroku dan beberapa anak buahnya yang paling dipercaya, aku mengendap-endap di
sepanjang jalan setapak menembus hutan pegunungan menuju bagian belakang bemeng, di mana kami
sudah berjanji umuk bertemu seorang informan yang setujll untuk menunjukkan jalan masuk rahasia
menembus gerbang belakang. Begitu berada di dalan'l bemeng, kami berhadapan dengan kira-kira
selusin prajurit musuh, yang langsung kami tangani dengan pedang, sebelum mereka sempat
menyerukan bahaya. Menanggalkan baju pelindung umuk menyamar menjadi pelayan Saito, kami
masuk semakin dalam ke benteng, menyelinap melewati tembok yang diterangi obor, asapnya
melingkar-lingkar bagaikan temakel sehitam tima, sampai kami menemukan gudang makanan.
Kemudian, pura-{Jura mengantar makanan, kami menuju gerbang depan kastel. Saudara tiriku Hidenaga
sudah berdiri di luar, dan setelah saling memberi kode yang telah disepakati sebelumnya, kami berhasil
membuka gerbang utama dan membiarkan masuk gerombolan pasukan Oda yang telah bersembunyi
menunggu. Bemeng Inabayama jatuh ke tangan kami.

[ Ternan dan Keluarga ]

Koroku menjadi penasihatku seumur hidup. "Kemana pun Monyet pergi, aku ikut," ia biasa ber-kata.
Sebagai tanda terimakasih, akumenghadiahinya wilayah kekuasaan dan belakangan menjadikannya tuan
di kastelnya sendiri, dengan kekayaan yang akan memberinya kehidupan nyaman selamanya. Tapi
Koroku ingin terus mengabdi di sampingku dan menyerahkan kastelnya kepada putranya. Ia tetap
menjadi pengikutku yang setia sampai takdir yang harus diterima setiap manusia memisahkan kami.
Koroku selalu berkata ia akan mengikutiku sampai ke liang kubur, tapi pada akhirnya, di usia enam puluh
tahun, ia mendahuluiku. Kematiannya membuatku berduka sampai hari ini.

Pemimpin yang berhasil memercayai sahabat lama dan menarik keumungan dari nasihat mereka.
Mereka mengerti Rahasia Memercayai. Jadikan teman-teman baik sebagai penasihat.

Dari sekian banyak letnanku, tidak ada yang lebih berharga atau lebih kusayangi

daripada saudara tiriku Hidenaga. Tanpa


dirinya, mustahil karierku bisa menanjak ke puncak kepemimpinan.

Aku masih ingat jelas hari-hari awal jabatanku saat Lord Nobunaga menugasiku untuk mengepalai

191

[ The Swordless Samurai ]

seratus prajurit infanteri! Mereka bukan-

bagaimana aku bisa mengandaikannya?-tombak

paling tajam dalam persenjataarr Qda, dan aku

sendiri juga belum berpengala~an. Meski demikian

aku merasa bangga sekali. Akuidiberi cuti beberapa

hari, dan aku ingin sekali pulang ke kampung

halaman untuk menunjukkan kepada ibuku bahwa

usahaku sudah membuahkan hasil. Tapi alasan yang

lebih pe~ting adalah aku ingin meyakinkan saudara

tiriku Hidenaga untuk menjadi pengikut pertama

dalam rumah tangga kecilku dekat Benteng Kiyosu.

Aku ingar merasa gagah perkasa saat menung-

gang kuda pinjaman sendirian di jalan-jalan tanah,

mengenakan pakaian melJcolok yang khusus kubeli

untuk perjalanan itu. Sebagai pemimpin berpangkat

rendah dari skuadron kecil prajurit infanteri, aku


tidak memiliki status sosial untuk menunggang

kuda, tapi darah mudaku yang angkuh ingin aku

terlihat mengesankan. Jika kuingat-ingat, aku sadar

aku pasti tampak konyol sekali: seorang manusia-

Kera, berdandan berlebihan, menunggangi kuda

yang jauh terlalu besar untuknya!

Penduduk desa yang pikirannya masih sangat . sederhana rupanya tidak menganggapku konyol,

karena mereka ternganga lebar melihatku berderap

lewat. Ibu dan saudariku tidak memercayai mata

mereka. Apakah benar samurai berkuda ini Hide-

192

[ Ternan dan Keluarga ]

yoshi si anak kampung, yang sudah bertahun-tahun menghilang? Aku menimbulkan kehebohan besar!
Setelah reuni yang membahagiakan disertai banyak bercanda dan tertawa, aku bicara berdua dengan

saudara tiriku Hidenaga. "Lord Nobunaga memberiku gaji bulanan yang

tidak terlalu besar dan menugasiku mengepalai seratus prajurit infanteri," kataku. "Tapi aku belum
punya pengikut sendiri, atau anggota keluarga yang bisa bergabung denganku dan istriku di rumah
tangga kami yang baru. Kau tahu, Hidenaga, di zaman kacau seperti ini, cara terbaik untuk maju adalah
menjadi samurai. Bagaimana jika kautinggal-kan saja kehidupan sebagai petani dan bergabung

denganku?" Sebagai seorang pemikir yang lambat dan hati-hati, Hidenaga yang usianya empat tahun di
bawahku butuh waktu lama hanya untuk memikir-kan keputusan sederhana. Sekarang ia menatap
sawah di seberang gudang reyot di halaman rumah ibuku dan tidak mengucapkan apa-apa. Aku tahu
tugasku untuk meyakinkannya akan sangat sulit. Sepanjang sisa hari sampai jauh malam aku terus
membujuk dan memohonnya agar mau berga-bung dengan keluarga baruku. Keesokan harinya aku
menyeret Hidenaga yang menurut dengan setengah hati kembali ke Benteng Kiyosu, di mana

193
[ The Swordless Samurai ]

ia menjadi pewaris pertamaku: seorang kerabat yang

akan menggantikanku mengepalai rumah tangga

jika aku meninggal. t"\

Ternyata ia menjadi kawan seperjuangan yang

ideal. Meski memiliki pertafian darah, karakter

kami jauh berbeda. Aku selalu berpikir cepat dan

bertindak tangkas; Hidenaga merenungkan masa-

lah dalam jangka waktu lama dan bergerak hanya

setelah -'mempertimbangkan masak-masak. Seperti

pisau di batu asah, pertentangan di antara kami

menajamkan benak kami berdua dan membantuku

membuat keputusan yang lebih tepat. Tidak lama

kemudian saudara tiriku menjadi tidak tergantikan,

bukan hanya sebagai I:rajurit tapi juga sebagai

tema'n terdekatku.

Hidenaga membuktikan keberaniannya saat pembangunan Benteng Sunomata. Setelah seluruh Provinsi
Owari berada dalam genggamannya, kini Lord Nobunaga ingin menguasai Provinsi Mino, tapi tidak
mengalami kemajuan berarti. Ia meme-rintahkanku untuk membangun bentertg baru di Sunomata,
persis di perbatasan Mino dan Owari. Hidenaga melakukan pekerjaan yang patut dipuji saat mengawasi
pekerja yang adalah anggota geng Koroku yang kasar dan sulit diatur. Ketika pem-bangunan selesai,
Hidenaga dan aku berdiri di hadapan Koroku dan anak buahnya.

[ Ternan dan Keluarga ]

"Selamat, saudara-saudaraku!" kataku. "Sekali

lagi, aku berutang keberhasilan pada kalian!" Kami


bertiga berjabat tangan dan merayakan keberhasilan

kami menyelesaikan tugas besar ini.

Saat terjadi aksi pasukan garda belakang ketika

Lord Nobunaga mundur dari Kanegasaki, Hide-

naga menempati posisi perwira utama, memimpin

dua rat us prajurit yang ditempatkan paling dekat

Benteng Kanegasaki. Misi kami adalah menahan

musuh selama mungkin sampai Lord Nobunaga

berhasil melarikan diri.

"Jangan memulai pertempuran tanpa diperlu-kan," instruksiku kepada Hidenaga. "Begitu waktu terasa
tepat, segera pimpin pasukanmu untuk ber-gabung dengan pasukanku."

Hidenaga melakukannya dengan baik dan berhasil memperlambat gerak pasukan musuh. Bersama-
sama, kami membantu Lord Nobunaga menghindari cakar-cakar harimau. Sebagai hadiah, Lord
Nobunaga memberiku tanah luas di Provinsi Omi. Aku segera membagi bidang-bidang tanah besar untuk
Hidenaga dan Koroku.

Hidenaga juga membantuku dengan memimpin pasukan garda belakang saat terjadi Gerakan Pasukan
Besar, ketika, setelah menandatangani perjanjian damai dengan Klan Mori, kami bergegas

[ The Swordless Samurai ]

kembali menuju Kyoto untuk membalas dendam terhadap si pengkhianat Mitsuhide. Situasi saat itu
sangat genting. Klan Mori bisa

1'\

mengetahui kematian Lord Nobunaga kapan saja dan, merasa kami sedang da'l'am keadaan lemah,
membatalkan persetujuan damai dan menyerang. Itulah sebabnya aku menempatkan
Hidenaga-letnanku yang paling kupercaya-di ekor pasukan. Aku perlu tiba di Kyoto secepat mungkin.
Berkat usaha Hidenaga, ger~an pasukan kami berhasil dan kami bisa membalas dendam terhadap
pembunuh Lord Nobunaga.

Saudara tiriku membuktikan kehebatannya dari satu misi ke misi lain. Ketika kami menginvasi Shi-koku,
ia mengambil alih komando seluruh pasukan. Pada waktu itu aku sedang sakit, tapi aku berkeras
berangkat ke Shikoku untuk memimpin sepasukan prajurit. Hidenaga mendengar rencanaku dan
mengirim surat, dengan lembut memaksaku untuk tetap berada di rumah. , "Pergi ke Shikoku hanya
akan memperburuk keadaanmu," tulisnya, "dan bisa merepotkan per-gerakanku di sini." Hidenaga tahu
cara menjaga suasana hatiku tetap tenang sementara mengajukan saran yang baik. Tapi ia juga bersedia
menentang pendapatku jika alasannya masuk akal.

[ Ternan dan Keluarga ]

Contohnya, pada tahun 1586 seorang Wakil Provinsial Ordo Jesuit bernama Gaspar Coelho memberiku
kunjungan kehormatan di Benteng Osaka dan bertanya tentang rencanaku ke depan. "Saat selesai
menciptakan perdamaian di Jepang," aku memberitahunya, "aku akan menyerahkan kepemimpinan
kepada Hidenaga lalu berkonsentrasi menaklukkan Korea dan China."

Wajah Hidenaga memerah, dan tatapannya dialihkan ke lantai saat silllg misionaris Portugis dan aku
bicara. Setelah sang pendeta pergi, Hi-denaga mengajakku bicara di ruang tertutup dan ,
mengemukakan keberatannya atas ideku mengin-vasi negara-negara lain. Sejak saat itu, kapan saja ia
mendengarku membicarakan invasi ke luar negeri, ia berkeras itu adalah rencana buruk. Belakangan aku
baru menyadari betapa tepat nasihatnya.

Saudara tiriku tidak hidup untuk melihatku dengan tolol mengabaikan nasihatnya. Ia jatuh sakit selama
beberapa tahun, dan pada tahun 1591 kesehatannya semakin buruk. Segera setelah Pertempuran
Odawara, aku bergegas kembali ke Kyoto untuk menjenguk Hidenaga yang berbaring di temp at
tidurnya. Aku berlutut dari satu kuil ke kuillain di ibukota besar kami, tapi usahaku berdoa sia-sia. Ia baru
51 tahun.

. 196

197

Kematian Hidenaga adalah pukulan besar

bagi organisasiku. Aku kehilangan seseorang yang

bisa mengembalikanku ke jalan yanR benar jika

aku salah; yang tanpa ragu akan mengungkapkan

pendapatnya; yang menentang ktcongkakanku dan

mendorong sisi terbaikku untuk keluar.


Setelah ia meninggal, aku berangkat menuju bencana di Korea dan China dan mendapati-dengan penuh
penyesalan-bahwa peringatan Hidenaga memang benar. Kematiannya merupakan titik balik dalam
hidupku, di mana aku mengabaikan persepsi kepemimpinan yang telah membawaku sejauh ini, seperti
yang akan kuceritakan sebentar lagi. Aku telah mencapai puncak kekuasaan yang membuatku mabuk,
tapi dengan kematian pena-sihat terdekatku, aku merasa tersesat. Masa depan keluargaku akan jauh
lebih cerah seandainya saja Hidenaga ada di sini sekarang.

Pemimpin yang hanya dikelilingi penasihat dengan pikiran yang sejalan dengannya akan meng-unqang
bencana. Untuk mencari Hidenaga-mu sendiri, temukan Keseimbangan. Carilah saran dari mereka yang
berani tidak sependapat.

198

[ Ternan dan Keluarga ]

I=i§ Begitu seorang pemimpin menyadari 1m tindakannya terbatas pada kemampuan rekan-rekan
terdekatnya, mereka harus1i5I:.. mencari orang-orang yang lebih cakap jika ingin mengembangkan
organisasi mereka. Keberhasilan menarik orang yang memiliki bakat hebat membutuhkan keahlian
komunikasi yang piawai-dan komitmen personal yang sangat kuat.

Keberhasilanku menjadi penasihat Lord Nobunaga membuatnya bergantung padaku untuk mengerjakan
tugas yang semakin besar dan semakin penting, memaksaku untuk menghadapi keterbata-sanku sendiri.
Agar bisa terus menjadi penasihat yang efektif aku butuh seorang ahli strategi andal dalam kelompok
pengikutku yang sudah semakin banyak.

Seorang pria bernama Hanbei punya reputasi sebagai ahli siasat perang yang andal, dan aku ber-tekad
untuk menjadikannya anggota organisasiku. Tapi jangankan membujuknya untuk bergabung denganku,
mencarinya saja butuh kerja keras. Ia orang yang misterius; letih melihat perang yang berlangsung terus-
menerus dan jijik pada Tatsuoki, pemimpin Klan Saito yang bejat, Hanbei mening-galkan urusan-urusan
duniawinya. Keberadaannya tidak diketahui.

199

Melalui mata-mata, aku berhasil mengetahui bahwa Hanbei hidup sebagai pertapa di sepanjang lereng
Gunung Kurihara, jauh di jantung Provinsi

r'\
Mino. Ini adalah daerah kekuasaan Saito, tanah musuh besar kami. Perjalanan ketsana penuh
mara-bahaya, tapi tidak ada perantara atau bawahan yang bisa mengemban tugas merekrut seorang
penasihat sepenting ini. Agar tidak menarik perhatian, aku harus meIakukan perjalanan sendirian.

Menyamar sebagai . ronin yang miskin, aku melakukan perjalanan ke Gunung Kurihara tanpa bertemu
rintangan dan diizinkan mas uk ke temp at tinggal sang pertapa yang sangat sederhana. Tapi Hanbei
tidak tertipu sedikit pun.

"Mata-mata yang dikirim Nobunaga! Kau pasti si muka-monyet yang pernah kudengar," katanya. "Nah,
katakan pada tuanmu aku tidak mau ber-urusan dengannya atau anak buahnya."

Aku menjelaskan bahwa tujuanku datang bukan sebagai mata-mata atau utusan Lord Nobunaga, tapi
atas kemauanku sendiri. Ia masih tidak mau mendengarkan. Aku tahu Hanbei tidak akan mudah

. dibujuk, maka dengan hormat aku minta diri. Tapi

. aku terus mengunjunginya di rumah gunungnya berkali-kali, mendengarkan penolakannya dengan


sopan.

[ Ternan dan Keluarga ]

"Tolong dengarkan," aku akan berkata. "AIm butuh bantuan yang hanya bisa diberikan olehmu." Setiap
pertemuan diakhiri dengan penolakan. Namun setelah setengah lusin kali aku berkunjung, keketusan
Hanbei melunak karena kagum melihat kegigihanku.

Dua belas! Dua belas kali aku mendatanginya. Aku menolak menyerah sarna keras kepalanya seperti ia
menolak bergabung denganku.

''Apakah menurutmu Tatsuoki orang yang lurus?" Aku bertanya padanya suatu kali. "Jika menurutmu ia
adalah orang yang lurus, mengapa tidak membantunya? Sebaliknya, kalau kau merasa ia bukan orang
yang lurus, mengapa tidak ditegur? Kau tahu betul tuanmu adalah orang yang malas dan tidak berguna,
jauh dari para pengikutnya, masyarakat membencinya, dan tidak ada yang bisa menyelamatkannya dari
kehancuran. Daripada patuh pada orang yang sudah jelas bakal hancur, mengapa tidak membantu
atasan yang lebih layak?"

Kekuatan logika pada alasanku tidak terban-tahkan, dan Hanbei yang mulai kewalahan tampak siap
menyerah-meski hanya demi mengusir si pengganggu yang membuatnya jengkel ini.

"Sayang sekali rasanya jika bakat hebatmu terkubur sia-sia bersamamu di gunung ini, padahal

[ The Swordless Samurai ]


sebenarnya kau bisa membantu mengubah dunia," lanjutku.

Hanbei terdiam untuk beberapa,.."lama. Akhir-nya ia bertanya, "Berapa kompensasi yang akan
kauberikan jika kau mempekerjl kanku?"

Tanggapan yang kutunggu-tunggu ini malah membuatku terenyak beberapa saat, karena aku belum
ta!m bagaimana harus menjawab pertanyaan sederhana itu! Gajiku sendiri kecil, maka aku tidak bisa
menawarkan jumlah besar kepadanya. Tapi tiba-tiba aku teringat pada Rahasia Timbal Balik-flkuskan
dala.:n memberi-dan aku tahu hanya ada satu jawaban yang bisa kuberikan.

''A,J<:u akan membayarmu dengan seluruh gaji bulanan yang kuterima dari Lord Nobunaga," janjiku.

Hanbei terperangah. Untuk pertama kalinya ia menyadari seberapa jauh aku akan berusaha
men-jadikannya penasihat. Setelah terdiam lama sekali, ia mengucapkan kata-kata yang telah kutu~ggu
seiama berminggu-minggu.

"Seandainya Nobunaga sendiri yang datang menemuiku," ujarnya perlahan, "ia akan pulang dengan
tangan kosong. Tapi keteguhanmu dan kekuatan karaktermu membuatku terpesona. Aku akan
bergabung denganmu melawan Tatsuoki."

[ Ternan dan Keluarga ]

Perjalanan pulang memberiku banyak waktu untuk memikirkan bagaimana aku harus membiayai rumah
tanggaku, karena aku telah berjanji membe-rikan seluruh gajiku untuk satu pegawai! Aku berhasil
membuat Hanbei bergabung dengan kami, tapi dengan harga seberapa besar? Apakah kami telah
bertukar peran? Mungkin aku malah berakhir menjadi pertapa miskin yang tinggal di lereng Gunung
Kurihara.

Aku menyimpan sendiri pikiran-pikiran mu-rung ini saat Hanbei menguliahiku tentang strategi dan
memperkuat keyakinanku bahwa ia adalah pria yangjauh lebih piawai dalam seni berperang daripada
atasannya yang baru dan canggung ini-atau lernan mana saja di jajaran pasukan Lord Nobunaga.

Untungnya, saat aku tiba di · Benteng Kiyosu, Lord Nobunaga begitu senang atas keberhasilanku
menggiring seorang ahli strategi brilian sehingga ia menaikkan gajiku, menyelamatkanku dari malu
karena tidak menerima gaji bulan depan. Saat aku membungkuk dalam-dalam untuk menunjukkan rasa
terima kasihku, aku nyaris tidak bisa menahan tawa gelisah karena tidak memercayai keberun-tunganku.
Untung saja aku berhasil, dengan susah payah, untuk menahan diri, meski Lord Nobunaga menyipitkan
matanya ke arahku sakan-akan men-curigai sesuatu.

203

"Kau baik-baik saja, Monyet?" ia bertanya. "Ya, tuanku," jawabku. <'Tidak pernah sebaik
.."

Ill!.

"Bagus. Tapi kau kelihatan agak .. .limbung. Mungkin kau perlu lebih banyalf istirahat."

"Ya, Tuanku. Saya segera beristirahat."

Kepindahan Hanbei ke pihak kami adalah langkah ~esar yang membuat kami berhasil menak-lukkan
seluruh Provinsi Mino. Kemenangan kami sebagian besar akibat penilaian Hanbei dan keahlian
militernya. Tapi kepiawaian berstrategi penasihat baruku tidak 'terbatas pada medan perang saja.
Setelah Lord Nobunaga menjadi wakil Shogun, dengan santai Hanbei ~emberi usul yang akan berda~pak
drama tis dalam kehidupanku.

"Lord Nobunaga sekarang memegang kendali pemerintahan," katanya. "Dan akibat itu sikapnya akan
berubah. Sejak sekarang, kecurigaannya terhadap niat orang lain akan lebih dalam daripada
sebelumnya. Kelangsungan hidupmu di Klan Oda tergantung pada keyakinan Lord Nobunaga bahwa
kesetiaanmu tidak diragukan. Hideyoshi, sebaiknya kauadopsi salah satu putranya."

Ucapan Hanbei membuatku terenyak. Tentu saja! Mengapa aku tidak memikirkan ini sebelum-nya?
Kebiasaan mengadopsi anak memang sudah biasa dilakukan di dalam atau bahkan antarklan,

[ Ternan dan Keluarga ]

untuk mempererat ikatan di antara keduanya. Ini strategi umum, tapi aku belum pernah
menerap-kannya. Istriku mandul, dan sampai saat itu tidak punya keturunan kuanggap sebagai sebuah
kelemahan. NasihCit Hanbei mengingatkanku akan Rahasia Bertahan Hidup: Ubah kesialan menjadi
keberuntungan. Aku bisa mengubah kelemahanku menjadi kekuatan!

Aku segera berdiskusi dengan istriku dan menyiapkan permintaan kepada Lord Nobunaga. Aku senang
sekali karen a ia setuj u dan memercayakan putra keempatnya, Hidekatsu, kepada kami. Jarang sekali
ada orang begitu beruntung mendapatkan bimbingan berharga seperti yang diberikan Hanbei hari itu!
Aku percaya keyakinan Lord Nobunaga akan kesetiaanku adalah akibat dari tindakan ado psi lill.

Bertahun-tahun kemudian Hanbei mengusul-kan ide luar biasa untuk menjatuhkan Benteng Miki.
Mengepung benteng jelek itu artinya butuh pengorbanan besar dan pertumpahan darah, maka rencana
Hanbei dipusatkan untuk menyerang per-sediaan makanan musuh alih-alih musuh itu sendiri. Sayangnya
ia mendadak sakit parah dan meninggal di perkemahan ten tara kami. Aku berada di sisinya di saat-saat
terakhirnya. Memegang tangannya saat ajal menjemputnya, aku berkabung atas kepergian

205
seorang samurai hebat, dan seorang ternan yang luar biasa.

Hanbei mengajarkan banyak ha~padaku, tapi yang paling berharga adalah Keterbukaan. Rangkul orang
yang kemampuannya meleiihimu.

I?ari semua orang yang mengelilingi seo-

rang pemimpin, tidak ada yang lebih dekat

daripada pasal)gan hidup. Apakah kau

termasuk yang beruntung karena menikah? Maka manfaatkan bimbingan yang hanya bisa diberikan
oleh pasangan hidupmu.

One, wanita yang kemudian menjadi istriku, tinggat di Benteng Kiyos~ ketika aku pertama kali bertemu
dengannya. Aku masih anggota junior dalam organisasi Oda tanpa banyak yang bisa kubanggakan, dan ia
jauh lebih muda dariku. Tapi aku segera terpikat padanya dan mulai mengiriminya surat cinta. Ia
merespons dan tidak lama kemudian kami menjadi sepasang kekasih.

Orangtuanya murka saat mengetahui hubungan kami. Mereka tidak merestui hubungan kami, sebagian
karena aku dibesarkan dengan didikan kampung. Meski tidak bisa menyembunyikan asal-usul
pedesaanku yang kasar, aku sudah belajar untuk menjaga sikap di depan orang-orang terhormat.
Akhirnya aku bisa mengambil hati mereka.

Upacara pernikahan kami berlangsung seder-hana. Kami menuang sake ke cangkir keramik merah yang
buatannya kasar untuk bersulang dan mengucapkan janji kami di atas tatami jerami, yang menutupi
lantai rumah petak yang dipinjamkan seorang ternan. Hanya ada dua kamar di rumah sempit itu, tapi
setidaknya kami punya rumah.

Kadang orang bertanya apakah One punya firasat bahwa suaminya bakal naik ke tamp uk kekuasaan.
Kurasa tidak. Tapi pada saat orangtuanya menentang pernikahan kami, akti membulatkan tekad untuk
menunjukkan kepada dunia apa yang mampu kulakukan. Aku sering berkata pada One bahwa kelak aku
akan menjadi penguasa kastel besar, dan ia akan menjadi sang nyonya. Ia akan tertawa dan
menggodaku tentang ambisiku yang kelewat besar!

Menikahinya adalah berkah keberuntungan. Ia mengelola rumah tangga dan membantuku menata
hidup. Dengan mantap jabatanku meningkat dalam organisasi Oda, dan akhirnya kami pindah ke rumah
yang jauh lebih besar. Kemudian aku bisa membawa ibuku tinggal bersama kami. Itulah saat yang paling
membahagiakan dalam hidupku.
207

[ The Swordless Samurai ]

Bantuan yang diberikan istriku lebih dari sekadar urusan rumah tangga. Setelah menjadi penguasa
Benteng Nagaharna, aku meranqmRinfrastruktur untuk daerah perkotaan yang akan dibangun dekat
kastelku. Untuk menarik mi'nat para pendatang, kubebaskan mereka dari kewajiban membayar pajak.
!tu menjadi insentif yang luar biasa, dan orang berbondong-bondong pindah ke sana. Tapi karena -aku
adalah pemula dalam perencanaan tata kota, aku terkejut karena mendapati kemungkinan daerah
tersebut menjadi terlalu padat dan dengan tergesa-gesa aku menarik kembali kebijakan bebas pajakku.
Setelah mendengar keluhan dari penduduk kota, One mengusulkan agar aku memberlakukan kembali
kebijakan bebas' pajak sesegera mungkin.

"Kau ti"dak bisa menjanjikan sesuatu lalu mena-riknya kembali, Hideyoshi," ia menegurku. "Orang akan
menganggapmu penguasa yang plin-plan."

Tentu saja ia benar. AIm kembali memberlaku-kan kebijakan bebas pajak.

Itu adalah masa-masa sibuk. Aku bekerja tanpa henti: memimpin pasukan ke medan perang; mela-kukan
perjalanan melintasi perbatasan provinsi untuk mendapatkan persediaan bedil dan mesiu; pergi ke
Kyoto untuk kunjungan resmi; dan mela-kukan lusinan tugas lain. Aku jarang berada di

[ Ternan dan Keluarga ]

Benteng Nagahama dan memercayakan pengelolaan rumah tangga kami seluruhnya kepada One.

Ia adalah mitra yang dapat diandalkan dan sekutu yang kuat. Segera setelah Lord Nobunaga dibunuh di
Honnoji, pasukan Mitsuhide bergerak menuju Benteng Nagahama. Saat itu sebagian besar pengikutku
dan aku sedang tidak berada di tempat, meninggalkan One bertanggung jawab. Ia memimpin para istri
dan anak-anak, lari dari kastel, pergi jauh ke pegunungan, dan memastikan keselamatan semua orang.

Ketika kaisar menganugerahiku jabatan sebagai wakil kaisar pada tahun 1585, One menjadi utusan resmi
yang menjembatani Rumah Tangga Kekaisar-an dan pihak Toyotomi. Aku bangga sekali padanya dan
berterima kasih atas dukungannya yang penuh cinta selama bertahun-tahun.

Beberapa orang memisahkan pekerjaan mereka denganpasangan hidup. Tapi mengapa tidak me-minta
saran dari mereka yang paling mengenalmu? Pemimpin bijaksana menerapkan Rahasia Orang Terdekat.
Dengarkan pendapat pasangan hidupmu.
***

Cerita-cerita yang beredar sering menyebutkan seorang pemimpin pemberani yang melakukan ini dan
itu sendirian. Seperti mitos-mitos zaman dulu, kisah tentang kepemimpinan heroik memang menjerat
imajinasi-tapi pada kenyataannya, kepe-mimpinan jauh dari romantis. Tak ,ada pemimpin yang bisa
mencapai keberhasilan sendi'rian. Semua membutuhkan saran ahli. i

Namaku akan dikenal dalam sejarah, namun tanpa One, Hidenaga, Koroku, dan Hanbei, namaku
mungkin sudah tenggelam. Aku beruntung karen a menemukan mereka-tapi aku juga bijaksana karena
mau mendengarkan nasihat mereka.

Wakil Kaisar

Kisah perjalananku men'uju kepemimpinan meru-pakan kisah tentang mengambil keuntungan dari
kemampuan orang-orang kompeten, terutama dari mereka yang juga memiliki potensi memimpin.
Bersama-sama, kami mengakali atau mengungguli para pesaing kami. Tapi mengalahkan saingan
hanyalah separo dari perjuangan. Sejarah dipenuhi oleh pemimpin sukses yang, setelah meraih puncak
kekuasaan, mengukir jalan kehancuran mereka sendiri dengan menjadi puas diri dan memutuskan
hubungan dengan masyarakat. Pemimpin yang hanya mengejar kepentingan diri sendiri akan berakhir
dalam kegagalan. Organisasi mana pun yang ingin mendapatkan sukses jangka panjang harus memberi
kembali kepada masyarakat di mana organisasi itu tumbuh. Karena keduanya berada di temp at yang
sarna, jika hal buruk terjadi pada satu pihak, maka pihak yang lain pun akan terkena

dampaknya. Jika kau ingin berkembang, kau harus berkembang bersama-sama.

Bisa dikatakan aku memulai karier sebagai pedagang yang hidup pas-pasan, bekerja sebagai pedagang
keliling dan menyam bar pekerjaan apa saja begitu ada kesempatan.
Kemudian, aku menjadi pegawai sebuah perusa-haan kecil tapi sedang . berkembang pesat: Klan Oda.
Pada tahun 1574, aku mencapai tonggak kepemimpinan:.' Lord Nobunaga menghadiahiku tanah yang
kemudian akan jadi tempat berdirinya Benteng Nagahama, daerah kekuasaan pertama yang menjadi
tanggung jawabku. Sekarang aku mengepalai unit independenku sendiri di dalam organisasi Oda yang
lebih besar. Aku berjanji pada istriku bahwa suatu hari nanti ia akan menjadi nyonya sebuah kastel.
Janjiku telah terpenuhi, dan aku adalah penguasa daerahku sendiri.

.,Namun mimpiku yang jadi kenyataan .disertai ujian berat. Sebagai pegawai, aku telah menikmati gaji
bulanan yang besar dan pengeluaranku

"ditanggung sepenuhnya, sebagai imbalan karena mengelola daerah yang jadi tanggung jawabku dengan
baik. Tapi seorang penguasa kastel harus mengatur seluruh wilayahnya, yang terdiri dari

[ Wakil Kaisar ]

banyak manusia, lahan luas, dan aset-aset berharga lainnya. lni menjadikan tantangan yang dihadapi si
pemimpin meningkat sepuluh kali lip at. Mengelola wilayah besar membutuhkan perhitungan dan
membuat berbagai keputusan sulit sendirian.

Karena setiap daimyo, atau penguasa wilayah, mengatur kota di sekelilingnya selain kastelnya, tanggung
jawab baruku bukan lagi hanya urusan ketentaraan tapi juga perniagaan dan administrasi sipil. Sekarang
bukan hanya samurai yang aku butuhkan, tapi juga pekerja andal yang sanggup menangani seratus jenis
pekerjaan yang berbeda. Saat itulah aku merasa kekurangan tenaga yang kompeten, dan untuk pertama
kalinya aku benar-benar menyadari pentingnya sumber daya manusia!

Beberapa hari setelah meraih tanggung jawab berat ini, aku duduk di sebelah penopang konstruksi
bangunan, lengan terlipat, memikirkan cara terbaik untuk menemukan orang-orang yang sangat kami
butuhkan. "Dengan terlalu sedikit staf yang berpengalaman," aku menyuarakan pikiranku, "tidak banyak
kemajuan yang kita capai. Kita bisa memasang pengumuman untuk mencari tenaga baru, tapi
bagaimana kita bisa melatih mereka secepat mungkin untuk menangani masalah yang sedang
berlangsung?"

215

Hanbei, bekas pertapa yang menjadi penasihat

militerku, duduk di sebelahku. Ia tersenyum men-


dengar pertanyaanku.

"Tidak mungkin," katanya.

AIm menunggunya melanjut'kan, tapi ia hanya

duduk diam, memperhatikanku dengan paras

bertanya, seakan-akan menunggu apakah aku bisa

menangkap C!.rti sesungguhnya dari kata-katanya.

"Terin;a kasih untuk saranmu yang cemerlang,"

kataku tidak sabaran. "T~pi daripada memberi tahu

apa yang tidak bisa kulakukan, lebih membantu

jika kaukatakan"apa yang bisa kulakukan."

Hanbei tersenyum lagi. "Kau tidak bisa melatih

mereka," ulangnya. "Kau h~ya bisa menyempurna-

kan kemampuan yang sudah ada dalam diri mereka."

Wajahku pasti memperlihatkan dengan jelas

bahwa aku tidak puas akan nasihatnya ini, karena

ia tertawa dan melanjutkan, "Daripada memasang

pengumuman, lebih baik kau keluar dan merekrut

pegawai sendiri," kata Hanbei. ''Amati dengan

saksama orang-orang yang sedang bekerja, ·dan kau

akan melihat apa yang bisa mereka berikan kepada " organisasi kita." "Di mana menurutmu aku bisa
menemukan mereka?" "Mudah saja, Lord Hideyoshi. Jalan-jalan di daerah kekuasaanmu. Berkuda.
Berburu dengan
elang. Melihat festival. Lakukan apa saja yang kausuka, tapi berbaurlah dengan masyarakat dan bicara
dengan seI~1Ua orang yang kautemui. Amati rakyatmu yang sedang bekerja: para tetua, tukang, pemilik
toko, pendeta, dan pedagang. Dalam pengamatanmu kau pasti menemukan orang-orang yang
kompe~en."

"Ide bagus," kataku. "Tapi begitu aku mene-mukan mereka, aku masih punya masalah untuk melatih
mereka."

"Beri mereka tugas, bukan melatih," jawab Hanbei. "Mula-mula, beri mereka tugas spesifik. Kemudian,
tunjukkan kepada mereka bagaimana bentuk pekerjaan yang berhasil. Lalu perintahkan mereka untuk
mulai bekerja.

"Jika mereka menyelesaikan tugas dengan be-nar, beri mereka hadiah. Kalau mereka gagal tanpa
disengaja, beri mereka tugas yang lain. Potong gaji mereka yang bekerja ceroboh. Pecat mereka yang
bekerja curang. Itu saja."

Masa laluku sebagai pengembara membu-atku gemar bepergian sendirian, dan tindakan memadukan
kegiatan favorit dengan tanggung jawab kepemimpinan sangat menarik bagiku. Aku memutuskan untuk
mencoba gagasan Hanbei.

AIm memilih hari berburu dengan elang untuk eskpedisi pertamaku. Aku berkuda jauh ke

217

pedesaan dan menerbangkan burung favoritku se-lama berjam-jam, terpikat menyaksikannya terbang
dengan anggun dan menukik secepat J.\ilat untuk menyambar mangsa. Akhirnya aku merasa haus dan
mengintip ke dalam kuil yang terietak tidak jauh dari situ.

''Ada orang di sini?" aku berseru. ''Aku minta secangkir teh!"

Seorang biksu muncul dan dengan cekatan menyiapkan teh hijau ml.J.rni dalam cangkir besar tembikar
berwarna cokelat. Dengan penuh rasa terima kasih akli ~menerima cairan berbuih itu dan
menghabiskannya dalam sekali teguk, dengan puas mengamati bahwa sang biksu menyiapkan minuman
itu dengan suhu' cukup dingin untuk segera diminum.

"Boleh aku minta tambah?" aku meminta. Mengangguk tanpa sepatah kata pun, sang biksu menyiapkan
ramuan teh kedua, kali ini lebih hangat dan hanya mengisi setengah cangkir. Sekali lagi aku minum
dengan puas, dan sekali lagi mengamati betapa baiknya sang biksu telah membuat suhu teh ~enjadi
lebih panas dan mengurangi volumenya demi menyesuaikan kebutuhan tamunya yang tidak diduga ini.
AIm meminta cangkir ketiga.

Kali ini, sang biksu hanya menyiapkan sedikit teh hijau yang sangat panas, minuman lezat yang

218

[ Wakil Kaisar ]

memuaskan hatiku. Meski aku menyamar dan tidq.k memberi tahu identitasku kepadanya, biksu ini
memperlakukanku dengan ramah dan pengertian akurat. Aku mendapati dirinya sangat cerdas dan
memintanya ikut bersamaku ke Nagahama, di mana, seperti usul Hanbei, aku memberinya tugas
menantang demi tugas menantang lainnya. Pria ini, Mitsunari, bekerja dengan gemilang dan menjadi
salah satu orang kepercayaanku-dan sosok penting dalam misiku menyatukan Jepang.

Untuk membangun sebuah organisasi, temukan Rahasia Sumber Daya Manusia. Mencari bukan
meminta, menugaskan bukan melatih.

Aku terus berkelana menelusuri seluruh Provinsi Omi, bertemu dan bicara dengan ratusan penduduk,
dan menemukan kembali pentingnya mempekerjakan orang-orang yang juga bisa memimpin selain
mengikuti.

Mitsunari, biksu yang kupekerjakan saat pertama kali aku berjalan-jalan, dengan sempurna
mengilustrasikan prinsip ini. Kemampuannya jauh melebihi seni menggodok ramuan teh. Ketika akhirnya
aku berperang dengan Jenderal Shibata,

219

pesaing terbesarku di dalam Klan Oda, Mitsunari menciptakan strategi cemerlang untuk mengelabui
musuh kami. Pasukan Shibata berkeIpah di pegu-

1'\
nungan di atas benteng kami di Shizugatake. Pada tengah malam, Mitsunari memerintahkan anak
buahnya untuk memasang orang-orangan sawah, didandani seperti prajurit, pada hamparan sawah di
kaki bukit Shizugatake. Pagi harinya, pasukan musuh mefigintip dari lereng gunung dan melihat sesuatu
yang tampak seperti formasi besar pasukan tentara, lalu mundur secepat mungkin ke dataran yang lebih
tinggi. Terkadang tipuan bisa sarna efektifnya dengan kenyataan!

Mitsunari mengingatkanku akan masa mudaku~ pria bertubuh kecil, tidak berotot, tapi cerdas dan
pekerja keras. Ia menjadi ajudanku dan melaksanakan tugas-tugasnya dengan sangat rajin. Suatu kali,
saat angin topan melanda, ia berjalan mengelilingi pekarangan kastel, mempertaruhkan nyawanya
sendiri ketika menembus sapuan hujan leba~ dan angin kencang. Saat fajar menyingsing ia
menyerahkan laporan lengkap ten tang kerusakan pada kastel yang diakibatkan badai. Seorang penjaga

''biasa akan membutuhkan satu hari penuh untuk mengumpulkan laporan semacam itu! Mitsunari juga
menunjukkan kehebatannya dalam usaha luar biasa untuk menarik orang-orang

baru yang berbakat. Suatu kali, saat masih menjadi

pengikut junior bergaji rendah, ia berhasil membuj uk

seorang samurai yang sangat andal bernama Watabe

untuk bergabung dengan kami. Aku keheranan

setengah mati. Watabe sudah berkali-kali menolak

tawaran kami, karena menurutnya kemampuannya

layak dihargai lima kali lip at dari harga yang kami

tawarkan. Aku segera mendatangi kamar Mitsunari

untuk menanyakan rahasia negosiasinya.

"Bagaimana caranya kau bisa membujuk . Watabe?" tanyaku.

"Yah," jawab Mitsunari, "saya menjanjikannya

seluruh gaji saya sekarang, ditambah dengan angka

lima kali lipat yang dimintanya, saat gaji saya sudah

mencukupi."

"Tapi bagaimana kau bisa makan kalau gajimu


habis untuk membayarnya?"

"Yah," Mitsunari menjawab sambil terkekeh,

"saya pinjam dari Watabe!"

Itu adalah salah satu dari sekian kali ia ber-

tindak tanpa mementingkan dirinya sendiri dalam

usaha merekrut pegawai baru. Setelah ia melakukan

langkah brilian di Shizugatake, aku menghadiahi

Mitsunari tanah yang cukup luas. Tidak lama

kemudian aku mengunjunginya untuk bertanya

berapa banyak anak buah yang telah direkrutnya,

221

mengingat penghasilannya yang sudah lumayan

sekarang.

"Oh, saya hanya punya satu, seQr~ng samurai

bernama Sakon," jawab Mitsunari.

Jawabannya membuatku terliejut. Sakon juga

seorang pemimpin luar biasa, seorang samurai ber-

pangkat komandan yang terkenal di seluruh Jepang

karena manuver-manuver militernya yang gemilang.


Agak tidal( masuk akal bagaimana seseorang yang

berpangkat seperti Mits~nari bisa membuat Sakon

bekerja padanya. Bagaimana ia melakukannya? De-

ngan cara menghibahkan setengah tanah miliknya

kepada Sakon!

Mitsunari telah menerapkan Keterbukaan.

Karena ia sendiri bukan prajurit, ia mau mengakui

kelemahannya dengan cara menyewa orang yang

memiliki keahlian bertempur yang jauh melampaui

dirinya sendiri. Dengan melakukan itu, ia juga

menerapkan Rahasia Hubungan Timbal Balik:

mengorbankan penghasilannya sendiri demi kema-

juaQ organisasi.

Mantan biksu ini mendemonstrasikan bakat

kepemimpinannya lagi dan lagi. Tanpa bantuan

" orang lain ia mengatur serangkaian negosiasi rumit

dengan salah satu musuh kami, di mana jika terjadi

salah langkah berarti bencana. Di lain kesempatan,

[ Wakil Kaisar ]

ia mengorgamslf pemindahan 200.000 prajurit Oda beserta seluruh persediaan mereka.

Mitsunari menjadi orang penting di belakang layar dalam misiku menyatukan Jepang, berkat
kemampuannya dalam merekrut dan mengelola orang-orang kompeten lainnya. Mempekerjakannya
membuatku merasa melihat replika diriku sendiri dan juga mempekerjakan selusin pria ahli hanya
dengan harga satu orang.

Ingin organisasimu maju pesat? Maka terap-kanlah Rahasia Melipatgandakan Diri. Pekerjakan
pemimpin, bukan sekadarpengikut.

Saat pengaruhmu sebagai pemimpin meningkat, begitu pula tanggung jawabmu untuk mendefinisikan
visi jelas untuk masa depan-dan untuk merancang strategi agar

fJtfj

Jli

visi itu terlaksana. Untuk mencapainya

Iv

~' kau harus membentuk sebuah tim kreatif: lingkaran penasihat yang bisa diandalkan dan berpikiran
tajam demi mencapai mlSlmu. Mitsunari adalah salah satu anggota penasihat intiku. Kanbei juga

termasuk di dalamnya. Kanbei mengawali kariernya sebagai

pegawai di salah satu keluarga Klan

Satsuma yang besar di daerah Chugoku, wilayah

barat Jepang. Namun saat Kanbei meramalkan

ekspansi Lord Nobunaga akan tiba k~ Chugoku,

dengan segera ia membujuk majikannya untuk

beraliansi dengan Oda. Dengari melakukan itu,


Kanbei menunjukkan kemahirannya mengamati

arah perubahan zaman!

Kemudian Kanbei meminta bertemu dengan

Lord Nob~naga. Menjelaskan situasi di Chugoku,

ia memberi usul kepada. Lord Nobunaga tentang

strategi penaklukan yang bisa diterapkan, dan bah-

kan menawarkan ~diri untuk memimpin pasukan

perintis.

Bekas anak buah S~tsuma tersebut juga berpera~ sebagai pemandu Lord Nobunaga dalam penaklukan
Banshu,18 bagian barat daya Kyoto. Ia mengumpulkan informasi selengkap mungkin ten tang musuh
kami dan menganalisanya dengan saksama, menemukan adanya perebutan kekuasaan internal dan
perselisihan. Kami menggunakan inf&rmasi ini untuk memicu pertengkaran di dalam kubu musuh dan
menggunakan mereka untuk .. mencapai keinginan kami. Pada tahun 1577 sebagian besar Banshu sudah
berada dalam genggaman Lord

Nobunaga berkat bantuan Kanbei.

Setelah keberhasilan kami di Banshu,aku

menyarankan Lord Nobunaga untuk mempromo-

224

[ Wakil Kaisar ]

sikan Kanbei menjadi daimyo dan memberinya wilayah kekuasaan.

Bersama beberapa penasihat yang tepercaya, Kanbei terus berada di sisiku sepanjang mas a paling sulit
dalam karierku: hari-hari setelah Lord Nobunaga terbunuh. Klan Oda bagaikan kapal tanpa kemudi,
terapung-apung tanpa nakhoda. Aku dilanda kesedihan dan keputusasaan, bahkan nyaris kehilangan
kewarasan. Tapi Kanbei, bersama temanku si raja bandit Koroku, menyemangatiku untuk menyambar
kesempatan dan mengemudikan kapal Oda menuju keselamatan.
"Takdir telah menunjukkan dirinya, Lord Hideyoshi," bisik Kanbei lembut. "Sekarang saatnya Anda
memimpin negeri."

Kata-katanya membantuku membulatkan telad untuk mengambil langkah-langkah sulit pertama dalam
jalan menuju puncak kepemimpinan. Dan selanjutnya, segalanya terjadi begitu saja.

Setiap tugas yang diemban Kanbei ditandai dengan persiapan berat. Aku ingat hari saat kami tiba di
Banshu. Berdiri di atas bukit, aku mengamati pasukanku dan, menatap barisan depan, aku terke-jut
melihat bendera perang Klan Mori dan Ukita berkibar diterpa angin.

"Mengapa bendera-bendera itu bisa ada di antara pasukan kita?" aku bertanya kepada samurai-samurai
di sekelilingku. Tapi mereka tidak tahu

menahu soal ini, maka aku memanggil Kanbei.

"Seingatku kita tidak meminta· 9-{lsukan dari

Klan Mori atau Ukita untuk ikut dalam misi ini,"

kataku. "Mengapa bendera merelia ada di sini?"

"Setelah menyelesaikan perjanjian damai de-

ngan Klan Mori, saya berinisiatif bertanya apakah

bisa meminjam bendera mereka," jawab Kanbei.

"Tentang -' bepdera Ukita, beberapa perwiranya

dengan senang hati mem,injamkan. Mungkin kedua

bendera itu bisa meyakinkan musuh bahwa jumlah

pasukan kita ierlalu besar untuk dilawan dan ·

memaksa mereka untuk menyerah. Setidaknya,

bendera-bendera itu bisa , menciutkan semangat

tempur musuh kita."

Kagum dengan ketajaman visinya, aku segera


memerintahkan para perwira untuk berkumpul.

"Kalian semua! Dengar dan ingat baik-

baik!" aku berteriak. "Siasat adalah ha1.terpenting

dalam perang! Bertempur nomor dua. Alih-alih

menggunakan pedang untuk memenggai kepala

musuh, gunakan kepala kalian untuk memenggal " pedang musuh! Sun-tzu sendiri akan
terkagum-kagum dengan strategi yang ditunjukkan Kanbei

hari ini."

Kanbei terus memperlihatkan kepiawaiannya.

Mulai dari Pertempuran Yamazaki sampai Penge-

[ Wakil Kaisar ]

pungan Odawara, berulang kali ia tampil dengan gagasan cemerlangnya demi misiku menyatukan
Jepang. Kontribusinya sebagai salah satu penasihat terdekatku me.mang tidak tergantikan.

Apakah kau berkeinginan untuk mencapai puncak?Maka terapkan Rahasia Lingkaran Dalam:

Bentuk tim kreatif

Sampai tahun 1585, akusudahmenyatukan hampir seluruh wilayah Jepang dan karena-

nya aku merasa berhak menyandang

gelar Shogun, atau panglima besar. Aku

meminta Yoshiaki, Shogun yang sudah


tidak menjabat tapi masih memakai gelarnya, untuk menyerahkan gelar itu kepadaku, tapi ia menolak.
Karena meskipun aku sudah menaklukkan semua lawan, aku bukan berasal dari keluarga bangsawan.
Salah satu penasihatku menyarankanku untuk menerima jabatan lain, sebagai wakil kaisar. Aku tidak
tahu apa-apa tentang posisi ini, tapi setelah diberi tahu bahwa wakil kaisar adalah orang kedua setelah
kaisar sendiri, aku senang sekali! Kaisar Go-Yozei mencabut posisi tersebut dari orang yang menjabatnya
dan memberikannya kepadaku.

Maka aku menjadi orang pertama dalam sejarah Jepang yang menempati posisi itu tanpa pertalian
darah dengan kaum bangsawan. Kedudukan yang kudapatkan me,mang membuat gerah kalangan
keluarga ningrat, tapi semua kuanggap",angin lalu. Karena berasal dari kalangan petani, aku lebih
menghargai kinerja daripada ki turunan. Meski demikian, aku mempelajari etiket lingkungan istana, agar
tidak mempermalukan diri sendiri di depan kalangan bangsawan!

Salah satu langkah awal yang kuambil begitu menjadi wakil kaisar ad!llah ~embentuk dewan Lima
Pengurus: terdiri dari anggota lingkaran dalam penasihatku yang ditugaskan mengurusi hubungan dalam
negeri. Aku menginstruksikan mereka untuk bertindak berdasarkan beberapa patokan seperti: jangan
llanya bela yang kara, jangan benci yang miskin, jangan menerima suap, jangan pilih kasih, dan jangan
menunda pekerjaan yang dapat segera diselesaikan.

Menjalani Rahasia Melipatgandakan Diri, aku membiarkan para pemimpin andal ini bekerja dengan
leluasa. Karena ingin melanjutkan pekerjaan administratif, adanya dewan Lima Komisaris mem-,buatku
mampu memusatkan perhatian untuk menyatukan seluruh negeri secara utuh.

Aku memberlakukan kebijakan Penyitaan Sen-jata pada tahun 1588 untuk menguatkan persatuan
nasional. Selama Zaman PeperaIlgan, para penguasa feodal, yang kekurangan prajurit, biasanya
merekrut petani sebagai pasukan infanteri, sementara para prajurit yang majikannya menderita
kekalahan atau kebangkrutan biasanya menyembunyikan senjata mereka dan menjadi petani,
menyebabkan terjadinya lingkaran percekcokan tanpa henti. Demi menghindari terjadinya kembali
kerusuhan dan pertumpahan darah yang berlangsung selama lebih dari satu abad, aku memerintahkan
para panglimaku untuk menyita semua pedang, panah, tombak, dan bedil yang dimiliki penduduk des a
serta melarang pemilikan senjata di kalangan sipil. Semua senjata sitaan segera dilebur untuk
membangun patung

Buddha yang besar di kota Kyoto.


"Senjata-senjata kalian akan digunakan untuk hal yang berguna," aku memberi tahu rakyatku, "dengan
dijadikan bahan baku untuk membangun patung Buddha yang besar. Kalian lihat, aku tidak hanya peduli
pada urusan duniawi kalian, tapi juga pada kehidupan kalian selanjutnya!"

Kebijakan ini juga sekaligus menandai perbe-daan antara sipil dan militer, yang ketidakjelasan
batasannya selama seabad terakhir telah mengubah seluruh negeri menjadi sebuah medan perang
raksasa. Kebijakan ini juga melucuti musuh-musuhku.

Menyusul kebijakan Penyitaan Senjata, aku

mengeluarkan perintah untuk diadakan sensus

229

nasional dan menerapkan peraturan yang memaksa petani untuk membersihkan ronin dari kampung
mereka. Aku juga melaksanakan survej tanah secara

1'\

menyeluruh. Sebelum itu tak ada survei tanah yang memiliki standar nasional dan semilanya dikerjakan
dengan metode serampangan. Sebagai bagian dari langkah itu, para petani dilatih untuk menggunakan
satuan ukuran yang seragam, memberi mereka istilah perelConomian yang bisa mereka gunakan di
seluruh negeri. .

Aku juga membenahi infrakstruktur negara, dengan membanglHl prasarana jalan dan kanal yang lebih
baik. Peningkatan saran a transportasi dan irigasi memberi pengaruh pada meningkatnya laju
pertumbuhan industri. Tindakanku yang meng-alihfungsikan lahan menjadi instalasi militer penting dan
sentra-sentra komersil, aku disebut sebagai tokoh pembangunan yang paling berpengaruh dalam
sejarah Jepang.

Seratus ribu pekerja dikerahkan untuk mem-bangun Istana Jurakutei, temp at kediamanku yang
superbesar, yang kemudian menjadi pusat keindahan kota Kyoto. Setelah istana itu selesai dibangun,
'aku menjamu kaisar dan seluruh keluarga kerajaan selama lima hari penuh, yang pertama kali diadakan
di Jepang sejak lebih dari seratus tahun. Kemegahan pmuan tersebut menjadi buah bibir warga kota,
yang sebagian besar di antara mereka tidak pernah inelihat kaisar secara langsung sebelumnya, dan
selama ini menganggapnya sebagai dewa.

Aku juga peduli pada perkembangan kesenian, memproduseri dan ikut serta dalam berbagai page-laran
teater Noh dan upacara minum teh. Aku pernah mengadakan jamuan teh terbesar di dunia di Hutan
Cemara Kitano. Alih-alih menyebarkan undangan kepada orang-orang tertentu, aku mengundang
masyarakat dengan cara menempelkan poster di seluruh Kyoto dan kota-kota lainnya. Siapa saja boleh
ikut serta dalam acara yang dilangsungkan selama sepuluh hari tersebut, dan tampaknya semua orang
memang hadir: Ribuan orang ikut ambil bagian dan aku bahkan terjun langsung dengan menyajikan
ramuan teh untuk delapan ratus peserta festival. Kau bisa bayangkan betapa senangnya mereka dilayani
secara langsung oleh orang paling berkuasa di Jepang.

Beberapa orang mengkritik acara tersebut seba-gai pemborosan. Tapi selama tiga generasi rakyat telah
menderita dalam Zaman Peperangan, di saat kedamaian hanya mereka anggap sebagai mimpi. Bagiku,
mengembalikan keceriaan pada kehi-dupan masyarakat adalah sumbangan penting bagi penduduk-juga
memberi tanda kepada rakyat bahwa zaman kekacauan telah berakhir.

231

Pada masa ini aIm juga menerapkan reformasi mata uang dan mengharamkan perdagangan budak yang
dipraktikkan para kapten kapal laut Portugis

1'\

di selatan Jepang, bisnis busuk yang diam-diam direstui oleh para misionaris Jes1.llit.

Bagiku, prakarsa-prakarsa di bidang sipil ini lebih membanggakan daripada kemenangan di medan
perang. Sikap sebagai negarawan lebih utama daripada ketentaraan. Meski aku mau memenggal
beberapa kepala jika diperlukan, aku menerapkan peraturan untuk mendahulukan pembangunan
daripada penghancuran! AIm yakin di tahun-tahun mendatang para ahli sejarah akan mengatakan
bahwa langkah-langkah yang kuterapkan telah membentuk fondasi negara Jepang modern.

Beberapa penguasa hanya peduli pada penak-lukan dan mengabaikan kebutuhan rakyat mereka sendiri.
Aku mendapati bahwa dengan memberikan kembali apa yang menjadi hak masyarakat akan membawa
keuntungan jauh lebih besar daripada yang didapat dengan berperang.

Pemimpin yang bertanggung jawab harus bisa Mengayomi. Beri kembali kepada masyarakat.

***

Pada tahun 1590, aku adalah pemlmpm mutlak di seluruh Jepang. Wewenangku, yang langsung

[ Wakil Kaisar ]
diberikan oleh sang kaisar, membentang dari ujung pulau yang satu ke ujung pulau yang lain. Akhirnya,
aku meraih cita-citaku selama ini: aku telah berhasil menyatukan seluruh negeri. Prakarsa sipil dan
pem-bangunan menyeluruh telah menggantikan perang dan pertumpahan darah tanpa henti. Sejak saat
itu, aku menjalani hari-hariku dengan lebih tenang.

Tapi semakin tinggi kekuasaan seorang pemim-pin, biasanya semakin tipis pula sikap rendah hati
mereka. Jika tujuanmu sudah tercapai dan tidak lagi perlu berjuang untuk maju, kau bisa melupakan
alasan perjuanganmu semula.

'Dikorupsi kekuasaan' adalah istilah yang mudah diucapkan, karena hanya segelintir orang yang benar-
benar pernah merasakan godaan-godaan manis yang diberikan kekuasaan sesungguhnya. Tapi bisakah
kau menahan dorongan untuk melakukan tindakan tidak terpuji dan tetap teguh berada di jalan yang
benar di bawah godaan dari kekuasaan mutlak yang memabukkan? Pada akhir-nya aku sendiri
melenceng, dan karena tidak punya banyak waktu lagi, aku akan menggunakan kata-kata terakhirku
untuk memperingatkanmu tentang bahaya kekuasaan.

Kekuasaan yang

Melenakan

Kisah-kisah kesuksesan akan memberikan inspirasi, tapi kesuksesan biasanya bergantung pada keadaan
tertentu. Kegagalan, sebaliknya, selalu mengajarkan kita sesuatu. Pemimpin yang efektif harus bisa
menerima baik kesuksesan maupun kegagalan-dan belajar dari keduanya.

Kebebasan untuk memanjakan diri terde-ngar sangat menggoda, tapi aku telah belajar bahwa dengan
melakukan itu akhirnya menimbulkan lebih banyak kesengsaraan

daripada kebahagiaan.
Saat masih muda, aku menghadapi begitu banyak rintangan. Seperti yang kauketahui, aku memiliki
tubuh kecil dan wajah yang jeleknya tidak tertaridingi-dari situlah asal nama julukanku yang melekat
terus. Meskipun aku menginginkan

237

ternan hidup, tak ada wanita yang tertarik padaku. Terlebih lagi, karen a datang dari keluarga kampung
dan tidak punya keterampilan untuk wendapatkan penghasilan layak, aku sering kelaparan. Satu alasan
mengapa aku berusaha keras ag~r para pengikutku makan dengan cukup adalah karena aku tahu
bagaimana sulitnya bertahan hidup berhari-hari tanpa semangkuk nasi pun!

Mesbpun aku berhasil mengubah kekurang-anku menjadi keunggutan, aku tidak pernah lupa bagaimana
rasanya rendah diri dan kelaparan, tanpa uang sepeser pun. Akibatnya, begitu aku menjadi penguasa
mutlak seluruh ]epang, aku berusaha membalas dendam. Aku s~dah punya seorang istri yang cantik,
tapi aku menginginkan lebih banyak lagi, jauh lebih banyak. Bukan hanya satu wanita-tapi seluruh
wanita! Untuk memberimu gambaran tentang seberapa jauh aku menuruti nafsuku, pada suatu masa
aku bisa memiliki tiga ratus selir, dan itu baru di Benteng Osaka, dengan peraturan keras tid~k ada pria
selain diriku yang boleh mengunjungi mereka!

Ada satu alasan praktis yang membenarkan tindakanku itu. Meski aku sangat meneintai istri-ku One, ia
tidak mampu memberiku anak. Dan setelah kematian Lord Nobunaga, aku, melihat betapa kaeaunya
situasi saat seorang pemimpin

238

[ Kekuasaan yang Melenakan ]

tidak menunjuk keturunan yang bisa mewarisi kekuasaannya. Maka jelas begitu penting artinya bagiku
agar ada seorang putra yang bisa melanjut-kan mengendalikan kemudi kenegaraan jika aku meninggal
nanti. ]adi, itulah alasan adanya selir-selir. Meskipun tampak aneh bagi orang luar, One bahkan menjadi
seperti ibu bagi selir-selic favoritku, menyayangi mereka seakan-akan mereka adalah putri-putrinya
sendiri. Tapi sejujurnya, alasanku memelihara tiga rat us gundik adalah karena posisiku
memungkinkanku melakukannya. Seperti seorang boeah dengan sekantong uang masuk ke toko
permen, aku terlalu memanjakan nafsuku-yang kadang-kadang berakhir dengan beneana.

Suatu hari di tahun 1591, aku kembali dari Kyoto, di mana aku menghadiri jamuan minum teh dan
menikmati festival tahunan ketika pohon-pohon eeri mulai berbunga. Di antara penonton di sisi jalan
berdiri seorang gadis eantik yang berusia sekitar 28 tahun. Aku segera terpikat oleh keean-tikannya dan
mengirim utusan untuk meneari tahu siapa gadis itu sebenarnya. Dengan terkejut aku mendapati gadis
itu adalah anak perempuan Sen no Rikyu yang masyhur, seorang pakar upaeara minum teh, seni kuno
]epang yang sangat kugemari. Sen no Rikyu juga ternan dan orang kepereayaanku.

239

Tak lama kemudian aku meminta izin Sen no Rikyu untuk menjadikan anak perempuannya yang sangat
kusukai sebagai selir. Ia menja~ab bahwa ia malu untuk menolak keinginan seseorang sehebat wakil
kaisar, akan tetapi keadaar1lah yang mengha-langinya. Anak perempuannya baru saja kehilangan suami
yang sangat ia cintai, dan sekarang masih dalam ks:adaan berkabung. Maka, menimbang keadaan
tersebut, ia tidak bisa mengabulkan per-mintaanku. Apakah aku bertindak murah hati dan penuh
pengertian?

Sulit sekali bagiku untuk mengakuinya seka-rang, tapi, jawabannya adalah tidak. Karena sudah biasa
~ipatuhi-dan buta !<-arena nafsu-·-aku mene-mukan penjilat yang bisa mengarang tuduhan palsu pada
sang pakar teh. Aku menduga jika Sen no Rikyu berhadapan dengan hukuman penjara, ia akan segera
menyetujui permintaanku dengan cataran aku akan mencabut segala tuduhan terhadapnya. Tapi pada
malam sebelum ia ditangkap, Sen no Rikyu dan adak perempuannya yang cantik, tidak menemukan jalan
keluar dari bahaya yang kusebabkan, memilih untuk bunuh diri.

Kabar burung yang beredar mengatakan bahwa aku memaksa Sen no Rikyu bunuh diri. Meski berita ini
bohong, tapi ada benarnya, karena akibat nafsu gilaku aku telah membuat pedang mencabut nyawa

240

[ Kekuasaan yang Melenakan ]

mereka seperti akulah yang mengayunkannya. Tanganku berlumuran darah mereka dan takkan pernah
bisa hilang. Bukan saja aku telah menghan-curkan orang yang kuinginkan-wanita yang hanya ingin setia
pada suaminya yang sudah wafat-tapi juga temanku, seorang ayah yang ingin melindungi putri yang
dicintainya.

Nafsu bukan satu-satunya cacatku. Setelah mencapai kekuasaan layaknya seorang raja, aku mendapati
diri minum sake dan menggemari ma-kanan eksotis malam demi malam. Aku mengingin-kan hidangan
yang tidak bias a, yang hanya pernah dicicipi oleh segelintir orang saja. Aku ketagihan pada daging
harimau. Aku menghabiskan banyak uang menyuruh orang menangkap kucing besar itu di Korea,
sehingga dagingnya bisa diawetkan lalu dikirimkan padaku di Jepang. Konon daging harimau akan
membuatmu lebih berani, tapi benar atau tidak, aku makan banyak sekali daging harimau! Namun
terlalu banyak makan dan minum yang enak-enak malah membuatku semakin lemah.
Pepatah lama mengatakan: cIa yang mengen-dalikan orang lain mungkin saja perkasa, tapi ia yang
mengendalikan dirinya sendiri lebih perkasa lagi.' Aku sudah menguasai seluruh negeri, tapi aku bahkan
tidak bisa menguasai diri sendiri. Apa

241

gunanya ratusan ten tara bagi seseorang yang tidak bisa mengendalikan nafsunya sendiri? Naik ke
puncak kekuasaan adalah satu hal, tapi

1'\

untuk bisa tetap lurus setelahnya adalah hal lain. Naluri seorang pemimpin yang iebih tinggi harus bisa
mengalahkan dorongan hatinya yang lebih rendah. Jangan lupakan Kesederhanaan. Jangan manjakan
diri kelewat batas.

iilft Kesalahan-kesalahanku yang terbesar hisa

diangga:p' berasal dari satu kelemahan:

~ kesombongan. Saat kekuasaanku semakin

~ luas, aku mulai m~mercayai mitos tentang

. kehebatanku. Setelah berhasil menyatukan Jepang, seharusnya aku lebih berkonsentrasi mem-bawa
negara dalam kedamaian dan kemakmuran yang lebih tinggi. Tapi aku malah mencari kejayaan di
seberang lautan. Misiku yang congkak akhirnya menimbulkan Perang Tujuh Tahun di Korea dan Chi.na,
yang tidak diragukan lagi adalah kegagalan terbesar dalam hidupku. Aksi-aksi sepihak tersebut

, membuat dua bangs a besar Asia itu membenci ' Jepang. Aku malu setiap kali memikirkan ratusan ribu
orang yang kehilangan nyawa hanya karena

ambisiku yang tidak terkendali.


242

[ Kekuasaan yang Melenakan ]

Seperti raja-raja pada setiap masa, aku bisa menemukan alas an untuk menjustifikasi tindakanku
menginvasi ke luar negeri. Alasan terpenting adalah untuk mengendalikan orang-orang barbar Eropa.
Spanyol dan Portugal berjuang habis-habisan untuk menaklukkan dunia atas nama Kristen, dan di
Jepang beberapa komunitas orang Eropa muncul setelah beberapa penguasa lokal masuk Kristen dan
memberikan tanahnya pada Gereja Katolik. Namun saat mereka mulai menyerang kuil-kuil Buddha dan
kuil-kuillainnya-ditambah lagi orang-orang Portugis mulai menangkapi warga kami untuk dijual sebagai
budak di luar negeri-aku melarang agama mereka karena agresif dan tidak toleran. Akli sendiri bukan
orang yang religius, aku menginginkan kebijakan toleransi beragama yang sudah kuterapkan sejak lama
untuk dipatuhi, terutama oleh sesama orang beragama.

Meski kadang dihadang konflik, di bawah kepemimpinanku Jepang akhirnya memasuki era kemakmuran
setelah lebih dari seratus tahun berada dalam kekacauan. Negara kami mendapatkan keku-atannya
kembali, dan aku yakin kami bisa melebihi orang-orang Eropa itu. Mengapa tidak sekalian saja
memperluas teritori kami, seperti yang mereka lakukan? Pikiran tentang mengukir nama di negara-

243

negara lain membuat ambisiku semakin menyala-nyala-dan keangkuhanku semakin merajalela.

Ada alasan lain yang lebih praktis gntuk Perang Tujuh Tahun: aku perlu teritori baru untukmemuas-kan
samurai-samuraiku yang tan~annyasudah gatal. Saat posisi keluarga Toyotomi menanjak dengan cepat,
aku menyapu segala yang menghalangiku dan menjadi dermawan dengan membagi-bagikan hadiah
n;elimpah, termasuk tanah luas, kepada para pengikutku. Hadiqh-hadiah seperti ini malah membuat
para panglima perangku menginginkan harta yang lebil! besar lagi. Tapi, be{?itu Jepang berhasil
disatukan, tidak ada lagi daerah yang harus ditaklukkan dan dibagika~ kepada pemenangnya. Alih-afih
mencari penyelesaian yang lebih damai, aku malah melirik ke Semenanjung Korea, dan dari sana ke
China.

Perang tidak ubahnya seperti dagang: Organisasi yang terbiasa tumbuh dengan cepat harus memutar
haluan saat menghadapi perlambatan pertumbuhan. Sayangnya, aku gagal beradaptasi dengan situasi
ini. Begitu negara berada dalam genggaman, seha-rusnya aku meredam keinginan prajuritku untuk
melanjutkan penaklukan. Tapi aku malah mengirim pasukan ke negara yang asing, yang bahasa dan
adat-istiadatnya tidak kupahami, dan orang-orangnya begitu gigih melawan kami.

[ Kekuasaan yang Melenakan ]


Apa boleh buat, nasi sudah jadi bubur. Petua-langanku ke luar negeri telah gagal, dan tidak ada lagi
alasan yang bisa membenarkan tindakanku. Sejarahlah yang akan menentukan, lama setelah aku tidak
ada lagi di dunia ini. Hiburan bagiku adalah kau bisa belajar dari kesalahanku, maka aku akan
mengulangi peringatanku: Semakin berhasil seorang pemimpin, semakin hati-hati ia harus menjalankan
Rahasia Rendah Hati. Waspada akan kesombongan.

Mungkin tahun-tahun yang kujalani dalam kemiskinan saat masih muda dulu menebar

benih sikap sok pamer yang kutuai saat

dewasa. Apa pun alasannya, saat berada

di puncak kekuasaan, aku memilih untuk

memamerkan kekayaanku.

Sebagai pembelaan aku harus mengatakan bahwa aku juga mengeluarkan banyak uang untuk orang lain,
tidak semata-mata untuk kepentingan sendiri. Aku suka membagi-bagikan uang. Jika sedang berj alan-j
alan, aku selalu membawa-bawa kantong besar penuh koin, yang akan kubagikan kepada anak-anak
kampung yang berbaris di pinggir jalan untuk melihat kereta kudaku lewat.

"Menyimpan uang di brankas tidak ada bedanya dengan mengurung prajurit hebat dalam penJara
bawah tanah," demikian yang suka kukatakan pada orang-orang terdekatku, "uang hanya bernilai jika
dibelanjakan."

1'\

Banyak orang dalam organisasiku yang tidak

menyetujuiku. "Pola pikir seperti ilu akan menguras

hartamu," protes mereka. Tapi aku mengabaikan

peringatan mereka dan mengatai mereka penakut.


Pemborosanku mencapai puncaknya saat Pem-bagian Bes;r-besaran tahun 1589, sebuah upacara di
mana aku membagi-bagikan uang umuk para pengikutku yang paling setia. Saat kuberi aba-aba, tiga
tandu besar, yang melengkung dibebani 365.000keping emas,19 didorong ke tengah-tengah lapangan
yang berada di luar gerbang selatan Istana Jurakutei di Kyoto. ' Mengenakan pakaian kebesaran, aku
duduk di depan tumpukan keping emas itu sementara Mitsunari memanggil nama setiap penguasa dan
jumlah hadiah yang akan diberikan. Satu demi satu, mereka maju ke depan, membungkuk rendah
memberi hormat, dan meflerima jatah keping emas masing-masing: Begitu banyak jumlah emas yang
dibagikan sehingga para .,Penomon harus memalingkan wajah saat gundukan emas tersebut
memamulkan cahaya matahari, at au mereka akan buta karenanya. Jumlah yang diterima masing-
masing pengikut tergolong famastis, sehingga para penerima hadiah harus dibamu oleh

pelayan masing-masing untuk mengarigkatnya. Upacara ini berlangsung dari pagi sampai petang dan
menimbulkan sensasi ke seluruh Kyoto, yang saat itu dipenuhi wisatawan dan penomon yang
penasaran. Beberapa berkata bahwa Pembagian Besar-besaran itu adalah keajaiban sepanjang masa.
Lainnya tahu bahwa para penerima hadiah adalah orang yang sudah kaya, berkata bahwa tindakan itu
bertentangan dengan kebijakanku sendiri untuk 'jangan hanya bela yang kaya, jangan benci yang
miskin.'

Apa yang akan ada dalam pikiranku, saat masih muda dan miskin dulu, jika melihat seorang pemimpin
memamerkan diri dengan cara membagi-bagikan harta kepada orang-orang favoritnya? Aku selalu
berprinsip bahwa pengikut harus diberi penghargaan umuk usaha mereka. Tetapi kesederhanaan juga
penting. Sebagai seorang penguasa tinggi Jepang, aku mempertahankan satu prinsip, tapi mengabaikan
yang lain.

Kekayaan semata tidak akan memberi kehormatan. Belajarlah dari pengalamanku. Berpeganglah teguh
pada Kesahajaan. Jangan pamer .

Setelah Jepang dipersatukan dan tidak ada lagi musuh di dalam negeri, timbul perselisihan di antara
bawahanku. Hal ini sudah kuduga, dan jika aku lebih mewaspadai pertikaian yang semakin besar di
antara para letnanku, aku. mungkin bisa

r'\

mencegah konflik ini terjadi.

Pertengkaran muncul karena semenjak keda-maian tercipta, pegawai sipil jadi lebih penting dari-pada
samurai. Proyek-proyek besar seperti Pemetaan Nasionallebih membutuhkan mereka yang berotak
encer darfpada prajurit yang berpedang tajam. Hal ini menimbulkan ketega~gan di antara para pejuang
dan administrator-ketegangan yang sebenarnya dapat kuselesaikan seandainya aku bersikap lebih tegas.
Sebaliknya, aku malah membiarkan suasana bertambah parah, dan menyibukkan diri dengan
kesenangan sendiri dan ambisi meraih kemasyhuran di negeri orang.

Keinginanku u~tuk tetap populer di mata para pengikutku membuat suasana bertambah buruk. Saking
sayangnya aku pada setiap pengikut setiaku sehingga tidak mampu menghukum atau menyita ta.Q,ah
mereka, atau memberi tindakan yang lebih tegas lagi jika mereka melakukan kesalahan. Aku ingin
mereka semua melihatku sebagai 'pemimpin yang baik'. Tapi ketidakmampuanku untuk menegur
mereka hanya men gun dang kericuhan.

Pemimpin seFtl bertindak sesuai dengan Ketegasannya. Bersikap tegas untuk menghindari pertikaian.

W Berbekal pengalaman pahit yang terjadiI pada Klan Oda setelah kematian Lord 1l/;;.. Nobunaga, aku
berharap mendapatkan l~J pewaris yang bisa meneruskan kepemim-pinan setelah aku meninggal.
Sayangnya, aku tidak bisa memiliki anak dari istriku, One. Dan meski bertahun-tahun memelihara selir,
tidak satu pun dari mereka yang menghasilkan anak.

Akhirnya, Lady Yodo, selir favoritku, melahir-kan putra pertamaku pada tahun 1589. Saat itu aku berusia
53 tahun.

Kelahiran Tsurumatsu adalah salah satu dari saat-saat paling indah dalam hidupku: aku sangat bahagia.
Tapi putra tersayangku itu meninggal saat usianya baru dua tahun, meninggalkanku dalam keadaan
hancur karena kesedihan sehingga rasanya mustahil untuk pulih kembali. Kemudian secara tidak terduga
Yodo hamillagi dan pada tah~n 1593 ia memberiku anak laki-laki lagi: Hideyori.

Aku mencintai Hideyori melebihi apa pun di dunia. Segala perhatianku tertuju pada putra baruku; begitu
memanjakannya sampai membuat rekan-rekanku terheran-heran. Teman-temanku berkata bahwa
perhatian yang berlebihan itu menjadikanku orang yang betul-betul berbeda. Pa~tinya Hideyori menjadi
pusat hidupku sejak ia tiba di dunia ini, dan cintaku yang obsesif padanya membuatku mengabaikan
tanggung jawab sebagai pemimpin. Jangan pernah mengabaikan keluargamu, tapi kebalikannya juga
betul: kau tidak bisa terlalu sibuk dengan keluarga sehingga mengabaikan organisasi yang kaupimpin.

Kelahiran Hideyori 'memenuhi angan-anganku akan seorang pewaris dari darah dagingku sendiri, tapi
telah mendorongku untuk membuat keputusan mengerikan. Sebelum kelahiran Hideyori, aku merasa'
tidak akan punya' seorang anak laki-laki, maka aku mengadopsi putra saudara perempuanku yang
berusia 23 tahun, Hidetsugu, dengan maksud menjadikannya pewaris. Aku bahkan menganuge-rahinya
jabatan wakil kaisar, sementara aku meng-ambil gelar mantan wakil kaisar. Tetapi, setelah ketahiran
Hideyori, aku menyesal telah memberi-kan gelar itu kepada Hidetsugu, karena tampaknya jabatan itu
telah membuatnya lepas kendali. Kege-marannya akan pertumpahan darah yang tidak perlu
membuatnya dijuluki Si Kejam Hidetsugu dan Algojo Kaisar. Begitu menyakitkan bagiku untuk
menceritakan kekejamannya, sehingga aku lebih memilih mengutip komentar seorang misionaris
Portugis, Luis Frois:

Ia memiliki kegemaran ganjil dan mengerikan saat membunuh orang; ia begitu gemar menum-pahkan
darah ~ehingga bisa saja sifat kejamnya telah tumbuh sejak ia masih menyusu. Salah satu adegan
kesukaannya adalah melihat orang dibunuh dan dibantai dengan kejam. Di waktu senggang, ia suka
turun tangan dengan meng-ambil alih tugas algojo untuk mengeksekusi para terhukum mati. Ia menutup
sebidang area dekat istananya dengan tembok dan meletakkan sejenis meja di tengah-tengahnya temp
at para kriminal akan berbaring untuk dicincang. Kadang ia membelah mereka jadi dua saat mereka
masih berdiri. Tapi yang paling digemarinya adalah memo tong anggota tubuh satu per satu, seperti
orang memo tong paha atau sayap ayam. Di lain kesempatan ia akan menjadikan mereka sasaran anak
panah atau peluru. Kadang, seperti Nero muda, ia suka menyayat wanita untuk melihat isi perut dan
rahim mereka.20

251

Tak lama setelah kelahiran Hideyori, aku bertekad menjadikan darah dagingku ini sebagai pewaris
takhta. Aku memutuskan . uRtuk melibas apa saja-dan segalanya-yang mungkin akan menghalangi
niatku. Tapi tekadku ini mendorong terjadinya hal mengerikan.

Pada suatu malam, datang sebuah firasat mena-kutkan tentang kematianku, yang meyakinkanku bahwa,
begitu aku meninggal, Hidetsugu yang haus darah akan mencqba membunuh bayiku dan ibunya.
Terpengaruh kengerian dari visi ini, aku lantas memutuskan untuk memberantas akar dari bencana yang
akan terjadi di masa depan-dengan . cara memerintahkan Hid~tsugu untuk bunuh diri dan menghukum
mati seluruh anggota keluarganya.

Setelah berulang kali mempertaruhka~ karierku dengan pendirian bahwa kekerasan harus menjadi jalan
keluar terakhir, aku malah menyerah pada doro~gan untuk membunuh. Hidetsugu memang monster,
tapi tidak ada alas an untuk membunuh kduarganya. Bahkan sampai hari ini aku m::tsih tidak
memercayai tindakanku. Aku hanya bisa menya-lahkan rasa cinta yang berlebihan pada Hideyori, cinta
yang membutakanku dan membuatku mau melakukan apa saja demi dirinya.

Untuk menjaga hubungan yang sehat antara keluarga dan klan, seorang pemimpin harus mene-rapkan
Keseimbangan. Kekang obsesimu.

***

Aku banyak mengalami kegagalan, tapi terus-menerus menyesali kesalahan yang telah terjadi hanya
akan menimbulkan kegagalan lagi. Bersikap pesimis adalah cara untuk kalah. Kepemimpinan
membutuhkan rasa percaya diri dan optimisme yang tinggi. Itulah yang membuatku bisa naik ke posisi
tertinggi di negeri ini.

Aku bukan kutu buku karena apa yang aku ketahui kudapatkan secara langsung, bukan melalui tulisan.
Namun aku menemukan beberapa kebenaran tertulis, diwariskan dari generasi ke generasi, yang
mendeskripsikan filosofiku sendiri. Aku menyebutnya sebagai Pedoman Samurai Tanpa Pedang:

Prajurit terbaik tidak pernah menyerang

Petarung terhebat berhasil tanpa kekerasan

Penakluk terbesar menang tanpa perang

Waktuku sudah hampir habis, dan hari baru akan tiba. Zaman Peperangan telah berakhir. Kalian yang
membaca kisahku akan menerapkannya dalam jalan pedagang atau pekerja, bukan jalan para

Kronologis

Riwayat Hidup

Toyotomi Hideyoshi

Lahir di Nakamura, Provinsi Owari. 1551 Meninggalkan rumah mencari

peruntungan. 1554 Mulai bekerja pada Oda Nobunaga. 1560 Membantu Nobunaga menaklukkan
Imagawa Yoshimoto di Okehazama. 1561 Menikahi One. 1566 Membangun benteng di Sunomata. 1567
Membantu Nobunaga mengambil alih

.Benteng Inabayama.

1568 Masuk ke Kyoto bersama Nobunaga; Ashikaga Yoshiaki kembali dijadikan Shogun

1573 Mengepalai beberapa daerah di provinsi Omi dan Echizen; Shogun Yoshiaki didepak.

1574 Menerima daerah kekuasaan di Omi, membangun Benteng Nagahama.

255

[ The Swordless Samurai ]

[ Riwayat Hidup ]

1575 Berpartisipasi dalam Pertempuran Nagashino di mana Nobunaga secara tidak terduga
menggunakan tiga ribp prajurit bersenapan.

1580 Menaklukkan Benteng Miki.

1581 Menaklukkan Benteng Tottori.

1582 Mengepung Benteng Takamatsu; Mitsu-hide membunuh Nobunaga; Hideyoshi ~engalahkan


Mitsuhide di Yamazaki.

1583 Mengalahkan pesaingnya dalam Klan Oda, Shibata Katsuie, di Shizugatake; mulai memb~rigun
Benteng Osaka; menerapkan kebijakan kuniwake (pendistribusian kembali wilayah t~klukan) dan
shirowari (pengurangan jumlah kastel bertentara); mulai melakukan pemetaan.

1584 Berperang melawan Ieyasu di Komaki dan Nagakute. 1585 Menghancurkan biara-biara
pemberontak di Negoro, Kumano, dan Koyasan;

" menaklukkan Shikoku. Ditunjuk sebagai kampaku (wakil kaisar); dianugerahi nama keluarga
Toyotomi oleh kaisar.
1587 Menaklukkan Kyushu; menyelesaikan pembangunan Istana Jurakutei. Hideyoshi

256

menjamu kaisar di Jurakutei; para Jesuit dicekal dari Jepang.

1588 Memberlakukan Penyitaan Senjata.

1589 Mendapatkan anak laki-laki dari selir kesayangan, Lady Yodo (meskipun siapa ayahnya masih
dipertanyakan); meng-umumkan perang melawan Hojo.

1590 Melancarkan serangan ke Kanto; mengepung dan menaklukkan Benteng Odawara,


menyelesaikan penyatuan Jepang. Menempatkan Tokugawa Ieyasu sebagai penguasa wilayah Kanto
(sekarang Tokyo).

1591 Tsurumatsu waf at; Hidenaga wafat; melancarkan invasi ke Korea; membangun markas besar ke
Nagoya (Hizen); mulai membangun Benteng Fushimi; menye-rahkan gelar kampaku ke Hidetsugu, anak
saudara perempuannya, dan mendapat gelar taiko (mantan wakil kaisar).

1592 Invasi langsung ke Korea dari Nagoya.

1593 Mempertahankan posisi tentara di Korea; 'bertemu para duta besar Iv1ing untuk mendiskusikan
penarikan kekuatan dari Korea; ibunda Hideyoshi wafat karena penyakit; mendapatkan anak laki-laki
kedua, Hideyori, dari Lady Yodo (ayahnya masih diragukan).

1594 Menyelesaikan pembangunan,lstana Fushi-mi; pensiun ke Fushimi, dan menyerahkan Istana


Jurakutei ke Hide"'~sugu.

1595 Memaksa Hidetsugu bunuh diri dan mengeksekusi seluruh anggota keluarganya. 1596 Negosiasi
dengan Korea gagal; Hideyori ~enggantikan posisi Hidetsugu.

1597 Invasi kedua ke .Korea.

1598 Menerima sumpah setia dari para daimyo; memiriri pengikut terdekat untuk melindungi
Hideyori setelah kematiannya; Hideyoshi wafat; pasukan Jepang ditarik mundur dari Korea.

-
"

Catatan

1.

Yoshikawa Eiji, Taiko (Kodansha International, 2000)

2.

Pada saat wafatnya, gelar Hideyoshi adalah taiko, atau 'mantan wakil kaisar'. Meskipun disebut 'mantan'
namun kekuasaannya lebih besar daripada kampaku atau 'wakil kaisar'. Keduanya, taiko dan kampaku
berada di bawah kekuasaan kaisar, meski sebenarnya kekuasaan kaisar hanyalah simbol belaka. Maka
Hideyoshi memang penguasa tertinggi Jepang.

3.

Sekarang Nakamura adalah bagian pinggir Nagoya, salah satu kota terbesar di Jepang, dan merupakan
markas besar Toyota Motor Corporation.

4.

Periode sengoku jidai berlangsung antara tahun 1467 dan awal 1600-an. Pada masa ini, daimyo, atau
tuan tanah feodal, berkuasa penuh atas wilayah mereka dan saling berebut
258

kekuasaan. Istilah tersebut bisa diterjemahkan

menjadi Zaman Peperangan, Zaman Perang

Antar-Klan, Masa Perang Saudara, Era Perang

1"\

; , Antar-Negara Bagian, dan sebagainya.

5. Ronin adalah samurai yang inenganggur yang kadang bekerja sebagai ten tara bayaran.

6.

Sunpu sekarang dikenal sebagai Prefektur Shizuoka.

7.

Umufnnya orang beranggapan bahwa Matsu-shita Yukitsuna adalah atasan samurai pertama Hideyoshi,
namun penulis buku ini, Kitami, yakin akan·uugaan bahwa Matsushita Genzae-mon Naganori adalah
orang yang sebenarnya.

8.

Penduduk des a dan penduduk kota tanpa jabatan biasanya tidak memiliki nama belakang (nama
keluarga) dan hanya punya satu nama (nama pertama). Memiliki nama belakang menandakan
keistimewaan, dan nama belakang sering berubah-ubah, sesuai dengan perubahan pekerjaan atau gelar.
Hideyoshi sebenarnya
'-, terlahir dengan nama Hiyoshi (bebetapa ahli percaya bahwa nama sebenarnya adalah
Hiyo-shimaru), tapi seiring peningkatan kariernya, namanya berganti jadi Tokichiro, Nakamura Tokichiro,
Kinoshita Tokichiro, Hashiba Chikuzen no Kami Hideyoshi, dan terakhir Toyotomi Hideyoshi. Seringnya
perubahan nama ini bahkan membingungkan pembaca

Jepang, maka untuk memudahkan aku tetap

menggunakan nama Hideyoshi.

9.

Miso adalah sejenis pasta yang difermentasikan dari kacang kedelai. Nasi dan miso adalah makanan
pokok rakyat Jepang. Sampai sekarang, bukan hal yang aneh bagi orang Jepang untuk makan sup miso
dan nasi dua at'au tiga kali sehari.

10.

Tipe yang mereka pakai adalah arquebus, sejenis senapan portabel pertama yang ditopang oleh kakitiga,
lebih tua daripada bedil.

11.

Berdasarkan jam tradisional Jepang, Jam Kuda berkisar antara pukul 11 :00 malam dan pukul

1:00 pagi.

12.

Yang dipaparkan di sini adalah sudut pandang Hideyoshi. Beberapa ahli sejarah memiliki sudut pandang
yang lebih halus dari tindakan
Mitsuhide.

13. Walter Dening, The Life ofToyotomi Hideyoshi

(J.L. Thomson & Co., 1930).

14. Di luar Jepang, istilah seppuku dikenal dengan

nama harakiri. Karakter kanji untuk keduanya sarna.

15. Adriana Boscaro, 101 Letters of Hideyoshi (Sophi University, 1975).

261

[ The Swordless Samurai ]

16.

Edo kemudian dikenal dengan nama Tokyo.

17.

Diadaptasi dari Dening, op. cit.

18.

Banshu sekarang adalah Prefektur Kyogo.


1'\

19.Penulis Kitami memperkirakan nilai 365.000 keping emas ryo sekaring setara dengan US$130 juta.

20 . Dikutip dari Mary Elizabeth Berry, Hideyoshi

. (Harvard University Press, 1982), dan James Murdoch, A History ofjapan, vol. 2 (Green-berg, 1926).
Ked~a kutipan berasal dari bahasa aslinya, Portugis; ejaan bahasa Inggris kunonya telah diolah kembali
dengan menggunakan ejaan sekarang.

Anda mungkin juga menyukai