Anda di halaman 1dari 5

BRONKIOLITIS

1. Definisi

Bronkiolitis adalah suatu infeksi sistem respiratorik bawah yang akut dan ditandai
dengan pilek, batuk, distres pernapasan dan ekspiratorik effort ( usaha napas pada saat
ekspirasi). Atau bisa juga dikatakan suatu peradangan pada bronkiolus (saluran udara yang
merupakan percabangan dari saluran udara utama), yang biasanya disebabkan oleh infeksi
virus. Bronkiolitis biasanya menyerang anak yang berumur di bawah 2 tahun.

2. Epidemiologi

Bronkiolitis terutama disebabkan oleh Respiratory Syncitial Virus (RSV), 60–90%


dari kasus, dan sisanya disebabkan oleh virus Parainfluenzae tipe 1,2, dan 3, Influenzae
B, Adenovirus tipe 1,2, dan 5, atau Mycoplasma. RSV adalah penyebab utama
bronkiolitis dan merupakan satu-satunya penyebab yang dapat menimbulkan epidemi.
Hayden dkk (2004) mendapatkan bahwa infeksi RSV menyebabkan bronkiolitis sebanyak
45%-90% dan menyebabkan pneumonia sebanyak 40%. Bronkiolitis sering mengenai
anak usia dibawah 2 tahun dengan insiden tertinggi pada bayi usia 6 bulan. Pada daerah
yang penduduknya padat insiden bronkiolitis oleh karena RSV terbanyak pada usia 2
bulan. Makin muda umur bayi menderita bronkiolitis biasanya akan makin berat
penyakitnya. Bayi yang menderita bronkiolitis berat mungkin oleh karena kadar antibodi
maternal (maternal neutralizing antibody) yang rendah. Selain usia, bayi dan anak dengan
penyakit jantung bawaan, bronchopulmonary dysplasia, prematuritas, kelainan neurologis
dan immunocompromized mempunyai resiko yang lebih besar untuk terjadinya penyakit
yang lebih berat. Di Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSU Dr. Soetomo Surabaya pada tahun
2002 dan 2003 didapatkan lebih dari 50% penderita bronkiolitis berusia 6 bulan ke bawah.

Insiden infeksi RSV sama pada laki-Iaki dan wanita, namun bronkiolitis berat lebih
sering terjadi pada laki-Iaki. Di RSU Dr. Soetomo penderita laki- Iaki lebih banyak.
Faktor resiko terjadinya bronkiolitis adalah jenis kelamin laki-laki, status sosial ekonomi
rendah, jumlah anggota keluarga yang besar, perokok pasif, berada pada tempat penitipan
anak atau ke tempat-tempat umum yang ramai, rendahnya antibodi maternal terhadap RSV,
dan bayi yang tidak mendapatkan air susu ibu.
3. Etiologi

Penyebab tersering adalah RSV( lebih dari 50%) diikuti oleh virus parainfluenza 3
dan adenovirus. Infeksi oleh adenovirus biasanya dihubungkan dengan komplikasi yang
terjadi seperti bronkiolitis obliterans yang sulit ditangani. Kemungkinan kejadian bronkiolitis
pada anak dengan ibu perokok lebih tinggi dibandingkan pada anak dengan ibu tidak
merokok.

4. Patofisiologi
Mikroorganisme masuk melalui droplet akan mengadakan kolonisasi dan replikasi di
mukosa bronkioli terutama pada terminal bronkiolus sehingga akan terjadi
kerusakan/nekrosis sel-sel bersilia pada bronkioli. Respon imun tubuh yang terjadi ditandai
dengan proliferasi limfosit, sel plasma dan makrofag. Akibat dari proses tersebut akan terjadi
edema sub mukosa, kongesti serta penumpukan debris dan mukus (plugging), sehingga akan
terjadi penyempitan lumen bronkioli. Penyempitan ini mempunyai distribusi tersebar dengan
derajat yang bervariasi (total/sebagian). Gambaran yang terjadi adalah atelektasis yang
tersebar dan distensi yang berlebihan (hyperaerated) sehingga dapat terjadi gangguan
pertukaran gas serius, gangguan ventilasi/perfusi dengan akibat akan terjadi hipoksemia
(PaO2 turun) dan hiperkapnea (Pa CO2 meningkat). Kondisi yang berat dapat terjadi gagal
nafas.
Bronkiolitis akut ditandai dengan obstruksi bronkioulus yang disebabkan oleh edema
dan kumpulan mukus serta puing-puing seluler dan oleh invasi bagian-bagian bronkus yang
lebih kecil oleh virus.
Karena tahanan atau resistensi terhadap aliran udara di dalam saluran besarnya
berbanding terbalik dengan radius/jari-jari pangkat empat, maka penebalan yang sedikit
sekalipun pada dinding bronkiolus bayi dapat sangat mempengaruhi aliran udara. Tahanan
pada saluran udara kecil bertambah selama fase inspirasi dan ekspirasi. Namun karena
selama ekspirasi radius jalan napas menjadi lebih kecil, maka hasilnya adalah obstruksi
pernapasan yang menimbulkan perangkap udara awal dan overinflasi. Atelektasis dapat
terjadi jika obstuksi menjadi total dan udara yang terperangkap diabsorbsi.
Proses patologis menganggu pertukaran gas normal di dalam paru. Perfusi ventilasi
yang tidak sepadan mengakibatkan hipoksemia, yang terjadi pada awal perjalanannya.
Retensi CO2 (hiperkapnea) biasanya tidak terjadi kecuali pada penderita yang terkena berat.
Makin tinggi frekuensi pernapasan, makin rendah tekanan oksigen arteri. Hiperkapnea
biasanya tidak terjadi sampai pernapasan melebihi 60 kali permenit. Selanjutnya proporsi
hiperkapnea ini bertambah menjadi takipneu.

5. Manifestasi Klinis

Mula-mula bayi menderita gejala ISPA atas ringan berupa pilek yang encer dan
bersin. Gejala ini berlangsung beberapa hari, kadang-kadang disertai demam dan nafsu
makan berkurang. Kemudian timbul distres nafas yang ditandai oleh batuk paroksismal,
wheezing, sesak napas. Bayi-bayi akan menjadi rewel, muntah serta sulit makan dan minum.
Bronkiolitis biasanya terjadi setelah kontak dengan orang dewasa atau anak besar yang
menderita infeksi saluran nafas atas yang ringan.

Bayi mengalami demam ringan atau tidak demam sama sekali dan bahkan
ada yang mengalami hipotermi. Terjadi distres nafas dengan frekuensi nafas lebih dari 60
kali per menit, kadang-kadang disertai sianosis, nadi juga biasanya meningkat. Terdapat
nafas cuping hidung, penggunaan otot bantu pernafasan dan retraksi. Retraksi
biasanya tidak dalam karena adanya hiperinflasi paru (terperangkapnya udara dalam
paru). Terdapat ekspirasi yang memanjang , wheezing yang dapat terdengar dengan ataupun
tanpa stetoskop, serta terdapat crackles. Hepar dan lien teraba akibat pendorongan diafragma
karena tertekan oleh paru yang hiperinflasi. Sering terjadi hipoksia dengan saturasi oksigen
<92% pada udara kamar. Pada beberapa pasien dengan bronkiolitis didapatkan
konjungtivitis ringan, otitis media serta faringitis.

Ada bentuk kronis bronkiolitis, biasanya disebabkan oleh karena adenovirus atau
inhalasi zat toksis (hydrochloric, nitric acids ,sulfur dioxide). Karakteristiknya:
gambaran klinis & radiologis hilang timbul dalam beberapa minggu atau bulan dengan
episode atelektasis, pneumonia dan wheezing yang berulang. Proses penyembuhan,
mengarah ke penyakit paru kronis. Histopatologi: hipertrofi dan timbunan infiltrat
meluas ke peribronkial, destruksi dan deorganisasi jaringan otot dan elastis dinding
mukosa. Terminal bronkiolus tersumbat dan dilatasi. Alveoli overdistensi, atelektasis dan
fibrosis.

6. Prognosis
 Setelah 1 minggu, biasanya infeksi akan mereda dan gangguan pernafasan akan
membaik pada hari ketiga.
 Angka kematian kurang dari 1%.
 Paling kritis adalah 48-72 jam pertama.
 Jarang terjadi bronkiolitis ulang.

7. Terapi
a. Medikamentosa
Anak dengan bronkiolitis ringan dapat dirawat dirumah, untuk bayi dapat dilakukan
observasi yang baik dan pemberian cairan yang cukup. Bayi yang menderita bronkitis
sedang atau berat harus dirawat di RS.
Pengobatan terdiri dari:
- Antibiotik tidak perlu diberikan. Namun bila diperkirakan perlu, misalnya pada
keadaan berat dan ada kemungkinan infeksi sekunder bakteri, antibiotik yang sesuai
dapat diberikan.
- Peran bronkodilator masih kontroversial, maksud pemberian untuk memperbaiki
pertukaran gas. Bila perlu ipratropium bromide, obat simpatomimetik, atau teofilin
yang terbukti memberikan manfaat pada beberapa penderita dapat dicoba untuk
diberikan.
- Pemberian kortikosteroid juga belum dapat dibuktikan bermanfaat. Laporan
penelitian menunjukkan ada yang berhasil baik namun ada juga yang tidak
berpengaruh.
- Pemberian antivirus seperti ribavirin dapat dipertanggung jawabkan, terutama pada
bayi risiko tinggi yaitu dengan cystic fibrosis, bronchopulmonary dysplasia,
imunodefisiensi dan penyakit jantung bawaan. Obat ini terbukti efektif untuk pasien
dengan ventilator.
- Imunoterapi masih dalam penelitian, terutama imunoglobulin untuk infeksi RSV.
b. Suportif
Terapi suportif mencakup pemberian oksigen lembab, monitor kemungkinan hipksemia,
apneu dan gagal napas, monitor suhu tubuh, dan pemberian cairan sesuai kebutuhan.

Sumber :
 Gunadi S, Makmuri MS. Pulmonologi. In: Pedoman diagnosis dan terapi Lab/UPF
Ilmu Kesehatan Anak, RSUD Dr Soetomo Surabaya. Surabaya:RSUD Dr
Soetomo, 1994;219-42 .
 Sari Pediatri, Vol 8, No.2, September 2006: 100-106
 Jurnal International Child Health review collaboration 2012
 Buku Saku Pelayanan Kesehata Anak di Rumah Sakit
 Buku Ilmu Kesehatan Anak Esensial Nelson

Anda mungkin juga menyukai