Anda di halaman 1dari 9

III ∼ 1

Diktat Struktur Kayu ∼ Ir. Frans Phengkarsa

Bab III

SAMBUNGAN DAN ALAT-ALAT SAMBUNG

Sambungan dibutuhkan untuk merangkai elemen batang menjadi suatu


konstruksi. Sambungan perangkai elemen batang tersebut sering disebut sebagai
sambungan titik buhul atau sambungan titik simpul.
Di samping itu, akibat terbatasnya ukuran panjang kayu, sambungan dibutuhkan
untuk mendapatkan ukuran kayu yang sesuai dengan kebutuhan yang
direncanakan. Sambungan semacam ini pada umumnya disebut sebagai
sambungan perpanjangan.
Karakteristik sambungan struktur kayu (sambungan perpanjangan maupun
sambungan titik buhul) adalah terjadinya deformasi-deformasi atau pergeseran
pada sambungan. Dengan demikian sifat sambungan kayu adalah tidak kaku,
artinya sanmbungan tersebut tidak dapat menahan momen.
Tiga hal pokok yang harus diketahui tentang sambungan pada struktur kayu
yaitu:
a. Macam dan jenis alat-alat sambung.
b. Besaran dan arah gaya dari elemen batang yang disambung.
c. Ukuran-ukuran dan jenis bahan dari elemen batang yang akan disambung

Persyaratan umum sambungan kayu :


1. Dipenuhinya tegangan-tegangan izin, baik dari elemen batang yang akan
disambung maupun dari alat-alat penyambung.
2. Jarak pergeseran (deformasi) yang terjadi tidak boleh terlalu besar. Lazimnya
sambungan kayu itu mempunyai angka keamanan antara 2,5 s/ d 3; Sedangkan
pergeseran diambil tidak lebih besar dari 1,5 mm.

Untuk beban yang sama, sambungan baut memberi pergeseran yang


terbesar. Hal sebaliknya terjadi pada sambungan yang menggunakan perekat.
Perekat merupakan alat penyambung kayu yang terkaku dibandingkan dengan alat
penyambung yang lain.
Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil ∼ Universitas Kristen Indonesia Paulus
III ∼ 2
Diktat Struktur Kayu ∼ Ir. Frans Phengkarsa

Pada sambungan perekat gaya yang mematahkan sambungan (disebut P patah )


akan terjadi pada saat besarnya pergeseran kurang dari 1,5 mm. Sementara itu
pada sambungan baut, sebelum P patah terjadi pada sambungan telah terjadi
deformasi (perubahan bentuk akibat pergeseran) yang cukup besar. Angka
keamanan sambungan adalah perbandingan antara P patah dengan P yang
diisikan (P patah /P isi ).
Akibat adanya deformasi, maka sambungan kayu tidak direkomendasikan
untuk menahan momen. Untuk itu dalam penyambungan harus diupayakan agar
tidak terjadi eksentrisitas arah gaya yang akan menimbulkan momen. Dengan kata
lain, gambar arah gaya harus bertemu pada satu titik.

Alat penyam bung k ayu

Alat penyambung berfungsi untuk dapat menahan dan mengalihkan gaya-


gaya yang terjadi dari elemen batang yang satu terhadap elemen batang lain yang
akan disambung. Macam gaya yang terjadi dan macam alat penyambung yang
umum digunakan untuk menahan gaya tersebut adalah :
1. Gaya geser : Perekat, baut, paku, pasak kayu.
2. Gaya lentur : Baut, paku, pasak kayu.
3. Gaya jungkit : Pasak kayu.
4. Gaya desak : Kokot bulldog, cincin belah, dan sebagainya.

I I I .1 . Sam bu ng an d eng an baut (P K K I .p s.1 4 )

Karena mudah dalam pelaksanaan (dapat dibongkar pasang), baut sebagai


alat penyambung tetap banyak dipakai meskipun mempunyai beberapa
kelemahan. Di antaranya efisiensi yang rendah (30%) dan deformasi (bergesernya
sambungan akibat beban) besar. Di samping itu, perlemahan luas batang akibat
sambungan baut cukup besar yaitu sekitar 20% - 25%.

Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil ∼ Universitas Kristen Indonesia Paulus


III ∼ 3
Diktat Struktur Kayu ∼ Ir. Frans Phengkarsa

Kekuatan sambungan baut tergantung pada :


a. Kekuatan baut – baut dalam menahan muatan.
b. Deformasi atau geseran yang terjadi pada sambungan yang tergantung
pada gaya tarik yang terjadi.
c. Kekuatan izin kayu.

Ada dua macam sambungan :


1. Sambungan tampang satu.
2. Sambungan tampang dua.

½S
S
S
S
½S
Sambungan Tampang 1 Sambungan Tampang 2

Untuk menganalisa sambungan dengan baut dilakukan pembebanan sampai


rusak. Ada 2 (dua) kemungkinan “kerusakan” sambungan, yaitu :
1. Baut cukup kaku, yang rusak hanya kayunya (baut gemuk).
2. Baut membengkok sehingga kayu ikut rusak (baut langsing).

A. Sam bungan Tam pang 1

1. Baut cukup kaku, yang rusak hanya kayunya.

P
P P = 0,414.t K .d.l
d
Dimana :
P P
* tK = Tegangan tumpu kayu
P
* = Gaya P
l l

Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil ∼ Universitas Kristen Indonesia Paulus


III ∼ 4
Diktat Struktur Kayu ∼ Ir. Frans Phengkarsa

2. Baut membengkok sehingga kayu ikut rusak.


P

P = 0,442.d2. t K .t B

Dimana :
d * tB = Tegangan tumpu baja
* = Gaya P
P

l l

Jadi untuk sambungan tampang 1, ada “2 (dua) rumus”. Dari hasil kedua
rumus ini diambil harga yang terkecil (aman).

B. Sam bungan Tam pang 2

1. Baut cukup kaku (tidak membengkok).


Ada 3 (tiga) kemungkinan :
− Kayu di tengah > 2 kayu tepi.
− Kayu di tengah < 2 kayu tepi.
− Kayu di tengah = 2 kayu tepi.
2. Baut membengkok di bagian tengah tetapi tidak membengkok di bagian
tepi.
3. Baut membengkok di bagian tengah dan tepi.

1. Baut cukup kaku


½.P ½.P
* m ≥ 2.l

P = 2.t K .d.l

d * m ≤ 2.l

P = t K .d.m
P * Untuk m = 2.l dapat dipakai
l m l
kedua rumus di atas

Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil ∼ Universitas Kristen Indonesia Paulus


III ∼ 5
Diktat Struktur Kayu ∼ Ir. Frans Phengkarsa

2. Baut membengkok di bagian tengah saja di tepi tidak.


P

 3π t b d2 
P = 0,667.t K .d.l . − 1 + 4 + . .
 8 t K l 2 
 
d

½.P ½.P
m
l l

3. Baut membengkok di tengah dan di tepi


P

P = 0,886.d2 . t K .t b
d

½.P ½.P
l m l

Untuk sambungan tampang 2, ada “4 rumus ”:


I. P = 2.t K .d.l (m ≥ 2.l )

II. P = t K .d.m (m < 2.l )

 3π t B d2 
III. P = 2.t K .d.l - 1 + 4+ . . 
 8 tK l 2 

IV. P = 0,886.d2. t K .t B

Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil ∼ Universitas Kristen Indonesia Paulus


III ∼ 6
Diktat Struktur Kayu ∼ Ir. Frans Phengkarsa

Bila nilai-nilai untuk t K , t B , d, l , dan m dimasukkan dalam rumus-rumus

di atas, ternyata hasil rumus III selalu di antara hasil rumus-rumus I, II, IV.
Karena selalu diambil harga “terkecil”, maka rumus III tidak perlu dipakai
sehingga tinggal 3 rumus saja.

Jadi rumus untuk sambungan tampang 2.

I. P = 2.t K .d.l (m ≥ 2.l )

II. P = t K .d.m (m < 2.l )

III. P = 0,886.d2. t K .t B

Dari hasil ketiga rumus ini diambil harga yang terkecil.

Perumusan untuk Pemakaian : Dipakai Angka keamanan n


(safety factor).
n kayu ≠ n baja (sambungan baut!)
− n kayu diambil = 4
− n baja diambil = 2,25

Dengan demikian angka keamanan untuk rumus :


a. Yang mengandung t K : n = nK = 4

b. Yang mengandung t K .tB : n= 4.2,25 = 3

Selanjutnya diambil :
− Untuk besi (baut) : t B = 5400 kg/cm2
− Untuk kayu : Gol. I : t K = 500 kg/cm2.
Gol. II : t K = 400 kg/cm2.
Gol. III : t K = 300 kg/cm2.

Dengan demikian akan diperoleh:

Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil ∼ Universitas Kristen Indonesia Paulus


III ∼ 7
Diktat Struktur Kayu ∼ Ir. Frans Phengkarsa

Untuk kayu Golongan I. Sambungan Tampang 1.


* P U = 0,414.t K .d.l

500
P = 0,414. d.l P = 50.d.l ....................................... 1
4

* P U = 0,442.d2. tK .tB

500.5400
P = 0,442.d2 P = 240.d2 ........................... 2
3

Dari kedua rumus ini diambil harga terkecil.


…….. dan seterusnya untuk Golongan II, Golongan III.

Untuk kayu Golongan I. Sambungan Tampang 2 .

* P U = 2.t K .d.l

500
P = 2. .l P = 250.d.l ........................................ 1
4
* P U = 2.t K .d.m
500
P = .d.m P = 125.d.m ...................................... 2
4

* P U = 0,886.d2. t K .t B

500.5400
P = 0,886.d2. P = 480.d2 ......................... 3
3

Dari ketiga rumus ini diambil harga terkecil.


…….. dan seterusnya untuk Golongan II, Golongan III.

Catatan :
− Perumusan-perumusan terpakai di atas adalah perumusan untuk keadaan
pembebanan pada sambungan dengan gaya yang bekerja sejajar arah
serat (α = 0).

Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil ∼ Universitas Kristen Indonesia Paulus


III ∼ 8
Diktat Struktur Kayu ∼ Ir. Frans Phengkarsa

− Untuk gaya yang bekerja tidak sejajar arah serat, tetapi membentuk sudut
α (dengan arah serat) maka perumusan tersebut harus dikalikan:
→ (1 – 0,60.sin α) : Untuk rumus yang mengandung t K .

→ (1 – 0,35.sin α) : Untuk rumus yang mengandung t K .t b

− Golongan I untuk Kayu Kelas Kuat I & Kayu Rasamala


Sambungan Tampang 1 : P = 50.l .d.(1 – 0,60.sin α)

λ B = 4,8 P = 240.d2.(1 – 0,35.sin α)

Sambungan Tampang 2 : P = 125.m.d.(1 – 0,60.sin α)


λ B = 3,8 P = 250.l .d.(1 – 0,60.sin α)

P = 480.d2.(1 – 0,35.sin α)

− Golongan II untuk Kayu Kelas Kuat II & Kayu Jati


Sambungan Tampang 1 : P = 40.l .d.(1 – 0,60.sin α)

λ B = 5,4 P = 215.d2.(1 – 0,35.sin α)

Sambungan Tampang 2 : P = 100.m.d.(1 – 0,60.sin α)


λ B = 4,3 P = 200.l .d.(1 – 0,60.sin α)

P = 430.d2.(1 – 0,35.sin α)

− Golongan III untuk Kayu Kelas Kuat III


Sambungan Tampang 1 : P = 25.l .d.(1 – 0,60.sin α)

λ B = 6,8 P = 170.d2.(1 – 0,35.sin α)

Sambungan Tampang 2 : P = 60.m.d.(1 – 0,60.sin α)


λ B = 5,7 P = 120.l .d.(1 – 0,60.sin α)

P = 340.d2.(1 – 0,35.sin α)
Dimana :

Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil ∼ Universitas Kristen Indonesia Paulus


III ∼ 9
Diktat Struktur Kayu ∼ Ir. Frans Phengkarsa

P = Kekuatan izin sambungan kayu/Gaya dukung yang diizinkan untuk


1 baut (kg)
l = Tebal kayu tepi (cm)

m = Tebal kayu tengah (cm)


d = Diameter baut (cm)
α = Sudut penyimpangan arah gaya terhadap arah serat kayu.

P
P

P P

α=0
α=0
Sambungan Tampang 1

α=α

α=0
P

Sambungan Tampang 1

Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil ∼ Universitas Kristen Indonesia Paulus

Anda mungkin juga menyukai