NPM : 110110160238
Awal mulanya hukum internasional itu dari wilayah Mesopotamia pada sekitar tahun
2100 SM, ditemukannya sebuah perjanjian pada dasawarsa abad ke-20 yang ditandatangani
oleh Ennamatum, pemimpin Lagash dan pemimpin Umma. Perjanjian tersebut dibuat karena
adanya persoalan perbatasan antara kedua daerah tersebut.
Pada zaman dahulu kala, meskipun sudah terdapat aturan-aturan yang mengatur
hubungan antara raja-raja atau bangsa-bangsa, namun masih kurang mengikat dan kurang
lengkap. Seperti pada lingkungan India kuno yang notabene sudah ada kaidah dan lembaga
hukum yang mengatur hubungan antara kasta, suku-suku bangsa dan antar raja. Kerajaan-
kerajaan India pada saat itu sudah mengadakan hubungan satu sama yang lain yang diatur
oleh adanya kebiasaan yang disebut Desa Dharma.1
Selain itu, terdapat buku undang-undang Manu, yang berisikan tulisan yang
menunjukkan adanya kaidah yang mengatur hubungan antara raja atau kerajaan; dikenal juga
hak istimewa dan kedudukan diplomat, hak dan kewajiban raja, perjanjian, dan cara
melakukan perang dengan diaturnya perbedaan antara combatant dan non - combatant.2 Di
lingkungan Yahudi kuno juga dikenal mengenai cara perlakuan terhadap orang asing dan cara
1
Mochtar Kusumaatmadja. Pengantar Hukum Internasional. Bandung: PT Alumni, 2003, hlm. 26.
2
Ibid.
melakukan perang. Lingkungan kebudayaannya sudah mengenal dan memiliki aturan
mengenai hubungan berbagai kumpulan manusia yaitu kebudayaan Yunani. Kebudayaan
Yunani juga sudah ada aturan hukum negara yang menggolongkan penduduk antara orang
Yunani dengan orang luar. Kebudayaan Yunani sudah mengenal ketentuan mengenai
perwasitan dan diplomat. Namun sumbangan terbesar kebudayaan Yunani bagi
perkembangan hukum Internasional adalah konsep hukum alam, yaitu hukum yang berlaku
secara mutlak yang berasal dari rasio atau akal manusia, yang dikembangkan oleh ahli filsafat
pada abad 2 SM. Namun, pada zaman Romawi, hukum internasional tidak terlalu mengalami
perkembangan yang pesat karena masyarakat dunia tergabung dalam satu Imperium Roma.
Walaupun demikian, hukum romawi memberikan sumbangan yang penting bagi
perkembangan hukum internasional dengan pengertian hukum bangsa-bangsa (ius gentium),
serta menyumbang asas atau konsep seperti occupation, servitut, bonafides, dan pacta sunt
servanda.3
Adanya Perdamaian Westphalia pada tahun 1648 yang mengakhiri perang 30 tahun
antara Katolik dan Protestan. Perdamaian Westphalia merupakan titik puncak perubahan
reformasi dan sekularisasi dalam kehidupan manusia, khususnya dalam perebutan kekuasaan
antara negara dan gereja.
Dasar dasar yang diletakkan dalam Perjanjian Westphalia diperteguh lagi dalam
Perjanjian Utrecht, yang penting artinya dilihat dari sudut politik internasional pada waktu itu
karena menerima asas keseimbangan kekuatan sebagai asas politik internasional.4
Malcolm Shaw berpendapat bahwa dasar hukum internasional modern saat ini
berasal dari perkembangan kebudayaan dan organisasi politik di Barat (“The foundations of
international law….lie firmly in the development of Western culture and political
organisation”). Jika kembali meninjau perkembangan pada Abad Pertengahan dan
Renaissance (zaman ketika Gereja menjadi objek politik dan pembentukan regulasi, hingga ke
zaman lahirnya negara bangsa atau nation-state). Aliran naturalis (hukum internasional
3
Ibid, hlm. 28.
4
Ibid, hlm. 32.
berbicara kepada hukum alam) dan aliran positivis (hukum internasional berbeda dengan
hukum alam; lebih melihat realita dan kebiasaan atau state practices) lahir pada abad ke-17,
dan terus berkembang hingga abad ke-20, ketika dunia melewati dua masa Perang Dunia.
Hukum internasional juga mulai mendapat pengaruh politis-ideologis, seperti dari kubu
komunisme dan juga mulai lahir istilah Dunia Ketiga (Third World).5
Terbentuknya suatu aturan ataupun hukum tentu karena adanya beberapa teori yang
menjadi dasar hukum itu ada. Dalam hukum internasional, terdapat beberapa teori yang
menerangkan dasar pengikat terbentuk dan lahirnya hukum internasional di lingkungan
masyarakat dunia, yaitu:
Penganut dalam teori ini beranggapan bahwa hukum internasional itu merupakan
hukum negara, dimana hukum tersebut diterapkan pada kehidupan masyarakat bangsa-
bangsa, sehingga setiap negara-negara harus menaati hukum internasional.
Menurut para penganut ajaran hukum alam ini, hukum internasional itu mengikat
karena hukum internasional itu tidak lain daripada hukum alam yang diterapkan pada
kehidupan masyarakat bangsa-bangsa. Dengan lain perkataan negara itu terikat atau tunduk
pada hukum internasional dalam hubungan antara mereka satu sama lain karena hukum
internasional itu merupakan bagian dari hukum yang lebih tinggi yaitu hukum alam.6
Teori hukum alam diartikan sebagai hukum yang sangat ideal karena didasarkan pada
sifat hakikat manusia sebagai makhluk berpikir, oleh alam kepada akal budi manusia. Para
penganut teori hukum alam ini antara lain Hugo Grotius, dan Pufendorf.
5
Malcolm Shaw. International Law: Sixth Edition. Cambridge: Cambridge University Press, 2008, hlm. 19-42.
6
Mochtar Kusumaatmadja, Op.cit, hlm. 47.
b. Teori Kehendak (Voluntaris)
Pada teori ini, hukum internasional berlaku karena adanya kehendak dari negara yang
bersangkutan untuk tunduk pada hukum internasional. . Para penganut teori ini yaitu George
Jellinek yang terkenal dengan Selbst-limitation-theorie-nya7.
c. Mazhab Wiena
Mazhab ini berbicara bahwa kekuatan kaidah hukum internasional didasarkan suatu
kaidah yang lebih tinggi yang pada gilirannya didasarkan pula suatu kaidah yang lebih tinggi
lagi dan demikian seterusnya. Penganut teori mazhab wiena ini yaitu Kelsen.
d. Mazhab Perancis
Mazhab ini mendasarkan kekuatan mengikat hukum internasional seperti juga segala
hukum pada faktor biologi, sosial, dan sejarah kehidupan manusia yang dinamakan fakta
kemasyarakatan yang menjadi dasar kekuatan mengikatnya segala hukum termasuk hukum
internasional. Penganut teori ini yaitu Fauchille, Scelle, dan Duguit.
7
Ibid, hlm. 49.
internasional dan hukum nasional merupakan dua bagian dari satu kesatuan perangkat
hukum.
Perbedaan antara hukum internasional dan hukum nasional terdapat dua aliran yaitu
monisme dan dualisme. Berdasarkan aliran dualisme, perbedaan kedua hukum tersebut
dapat ditinjau pada sumber hukum, subjek hukum, dan kekuatan hukum. Hukum nasional
bersumberkan pada hukum kebiasaan dan hukum tertulis dari suatu negara, sedangkan
hukum internasional berdasarkan pada hukum kebiasaan dan hukum yang dilahirkan atas
kehendak bersama negara-negara dalam masyarakat internasional. Dari subjek hukumnya,
hukum nasional adalah individu-individu dalam suatu negara, sedangakan hukum
internasional adalah negara-negara anggota masyarakat internasional. Mengenai kekuatan
hukumnya, hukum nasional mempunyai kekuatan hukum yang penuh jika dibandingkan
dengan hukum internasional yang lebih bersifat mengatur negara-negara secara horizontal.
1) Kedua perangkat hukum tersebut yakni hukum nasional dan hukum internasional
mempunyai sumber yang berlainan, hukum nasional bersumber pada kemauan negara,
sedangkan hukum internasional bersumber pada kemauan bersama masyarakat negara;
2) Kedua perangkat hukum itu berlainan subjek hukumnya. Subjek hukum dari hukum
nasional ialah orang perorangan baik dalam apa yang dinamakan hukum perdata maupun
hukum publik, sedangkan subjek hukum dari hukum internasional ialah negara;
3) Sebagai tata hukum, hukum nasional dan hukum internasional menampakkan pula
perbedaan dalam strukturnya. Lembaga yang diperlukan untuk melaksanakan hukum
dalam kenyataannya seperti mahkamah dan organ eksekutif hanya ada dalam bentuk
yang sempurna dalam lingkungan hukum nasional. Alasan lain yang dikemukakan sebagai
argumentasi yang didasarkan atas kenyataan ialah bahwa daya laku atau keabsahan
kaidah hukum nasional tidak terpengaruh oleh kenyataan bahwa kaidah hukum nasional
itu bertentangan dengan hukum internasional. Dengan perkataan lain dalam kenyataan
ketentuan hukum nasional tetap berlaku secara efektif sekalipun bertentangan dengan
ketentuan hukum internasional.
8
Ibid, hlm. 57-58.
Namun, beberapa poin perbedaan diatas dibantah oleh aliraan monisme karena aliran
monisme menganggap bahwa meskipun istilah dari kedua sistem hukum nasional dan
internasional berbeda, namun subjek hukum dari keduanya tetaplah sama yaitu masyarakat-
masyarakat yang terdapat dalam suatu negara. Poin kedua yang dibantah adalah kekuatan
hukum, dimana kekuatan hukum keduanya merupakan bagian dari satu kesatuan ilmu hukum
dan kerena itu kedua perangkat hukum tersebut sama-sama mempunyai kekuatan mengikat
apakah terhadap individu ataupun negara.
Daftar Pustaka
Shaw, Malcolm. 2008. International Law: Sixth Edition. Cambridge: Cambridge University
Press.