Anda di halaman 1dari 6

PENGARUH ARV TERHADAP PERUBAHAN PRILAKU ODHA DI RSU

KOTA TANGERANG SELATAN

SKRIPSI

Disusun oleh :

Muhammad Rizal
NIM : 0850100019

PROGRAM STUDI S 1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU
TAHUN 2016

1
2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejak ditemukan kasus pertama di Bali pada tahun 1987, epidemi


AIDS di Indonesia dalam periode kurang dari 20 tahun menunjukan
kecenderungan kenaikan yang luar biasa bahkan beberapa daerah berdampak
pada angka kesakitan dan kematian yang terus meningkat dan tidak mustahil,
akan berdampak buruk pada kelangsungan pembangunan bangsa. Berbagai
upaya pengendalian harus dibangun sejak dini dan secara terintegrasi untuk
meminalisir dampak buruk yang akan ditimbulkan

Secara umum, gambaran tahapan perjalanan alamiah infeksi HIV


adalah infeksi virus terjadi 2- 3 minggu kemudian diikuti dengan gejala
sindrom retroviral akut selama kurang lebih 2- 3 mingguselanjutnya gejala
akan menghilang (recovery) dank an terjadi sero konversi dalam 2 – 4 minggu
berikutnya. Infeksi HV kronik asimtomatis rata-rata berjalan selama 8 tahun
yang dalam kondisi tertentu akan muncul gejala infkesi HIV simtomatis
(AIDS) yang rata-rata selama 1,3 tahun.

Menurut penemu virus HIV yaitu Dr. Luc Montagnier HIV ( Human
Immunodefience Virus ) adalah virus yang menyebabkan penyakit AIDS yang
termasuk dari kelurga retrovirus. AIDS (Acquired Immune Deficiency
Syndrome) adalah merupakan kumpulan gejala-gejala penyakit yang
merupakan bentuk lanjut dari HIV.

HIV akan mempengaruhi sistem kekebalan tubuh dengan


menghasilkan antibodi untuk HIV. Masa antara masuknya infeksi dan
terbentuknya antibody yang dapat dideteksi melalui pemeriksaan
3

laboratorium adalah selama 2 – 12 minggu, masa ini biasa disebut dengan


masa jendela (Window periode). Selama masa jendela pasien sangat infeksius
mudah menularkan kepada orang lain, meski hasil pemeriksaan
laboratoriumnya masih negatif. Hampir 30 – 50 % orang mengalami masa
infeksi akut pada masa infeksius dengan gejala demam pembesaran kelenjar
getah bening, keringat malam, ruam kulit sakit kepala dan batuk.

Seiring berkembangnya teknologi informasi dan pengetahuan HIV


AIDS tidak menjadi hal yang tabu dihampir lapisan masyarakat. Salah satu
faktor perubahan ini adalah dengan ditemukannya obat antiretroviral (ARV)
pada tahun 1996 mendorong suatu revolusi dalam perawatan ODHA di
negara maju. Meskipun belum mampu menyembuhkan penyakit dan
menambah tantangan dalam hal efek samping serta resistensi kronis terhadap
obat, namun secara dramatis terapi ARV menurunkan angka kematian dan
kesakitan, meningkatkan kualitas hidup ODHA, dan meningkatkan harapan
masyarakat, sehingga pada saat ini HIV dan AIDS telah diterima sebagai
penyakit yang dapat dikendalikan dan tidak lagi dianggap sebagai enyakit
yang menakutkan.

Pemberian terapi ARV untuk penderita HIV/AIDS secara signifikan


dapat menurunkan angka kematian dan kesakitan, meningkatkan kualitas
hidup ODHA dan harapan masyarakat. Pada saat ini HIV/AIDS telah diterima
sebagai penyakit yang dapat dikendalikan dan tidak lagi dianggap sebagai
penyakit yang menakutkan. Dari laporan Situasi Perkembangan HIV dan
AIDS sampai dengan Juni 2013 tercatat jumlah ODHA yang mendapatkan
terapi ARV sebanyak 34.418 dari 33 provinsi dan 300 kabupaten/kota.

Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun 2015 terdapat


penurunan kasus HIV yang jatuh pada kondisi AIDS. Tercatat pada tahun
2015 kasus HIV sebanyak 112 orang dan AIDS 11 orang, ini turun dari tahun
sebelumnya dimana kasus HIV yang ditemukan 58 kasus HIV dan 42 kasus
AIDS.

Menurut Laporan Kemajuan WHO tentang HIV/AIDS di Asia


Tenggara tahun 2011, 3,5 juta orang diperkirakan hidup dengan HIV AIDS di
4

tahun 2010, diantaranya 140 ribu anak-anak dan perempuan (37% dari
populasi penderita). Di Indonesia, kasus epidemi penyakit ini masih terus
meningkat, meskipun jumlah infeksi baru menunjukkan tren penurunan di
Myanmar, Nepal, dan Thailand. Indonesia merupakan negara dengan
penularan HIV/AIDS tercepat di Asia Tenggara (WHO, 2009: 7)

Data dari Ditjen PP dan PL (2013) menyebutkan bahwa jumlah


kumulatif kasus HIV dan AIDS di provinsi Sulawesi Selatan, sampai dengan
Juni 2013 sebanyak 4.725 yang terdiri dari 3.178 kasus HIV dan 1.547 kasus
AIDS dengan jumlah kasus tersebut, provinsi Sulawesi Selatan menempati
urutan ke-8 dan Papua menempati urutan pertama yaitu sebanyak 19.666
kasus yang terdiri dari 11.871 kasus HIV dan 7.795 kasus AIDS (Ditjen PP &
PL Kemenkes RI. Laporan situasi Perkembangan HIV dan AIDS di Indonesia
April-Juni 2013)

Sebagian besar infeksi baru diperkirakan terjadi pada beberapa sub-


populasi berisiko tinggi (dengan prevalens > 5 %) yaitu para pengguna
NAPZA suntik (penasun), wanita penjaja seks (WPS), dan waria. Situasi
demikian menunjukan bahwa pada umunya Indonesia berada pada tahap
epidemi terkonsetrasi. Dari beberapa sentinel pada tahun 2006 prevalesni
berkisar antara 21-52 % pada penasun, 1- 22 % pada WPS, 3 % - 17 % pada
waria dan 2 % - 7 % pada pasien TB paru. Sejak tahun 2000 prevalensi HIV
mulai konstan diatas 5 % pada beberapa sub-populasi tertentu yaitu di tanah
Papua (Provinsi papua dan Irian Barat). Keadaan yang meningkat ini ternyata
telah menular lebih jauh, yaitu telah terjadi penyebaran HIV melalui
hubungan seksual beresiko pada masyarakat umum.

Berdasarkan data Dinas Kota Tangerang Selatan pada tahun 2015


tercatat 123 Kasus HIV/AIDS, terdapat kenaikan kasus jika dibandingkan
tahun 2014 yaitu 100 Kasus. Perilaku yang beresiko tertular HIV masih
menjadi penyebab utama penyebab utama sulitnya pengendalian penyebaran
virus yang menurunkan kekebalan daya tahan tubuh manusia ini.

Sejak Kota Tangerang Selatan berdiri yaitu pada tahun 2010


ditemukan ada beberapa populasi beresiko tertular dan menularkan HIV, yaitu
5

diataranya, Heteroseksual merupakan faktor resiko tertular yang paling


banyak, tercatat 160 kasus HIV/AIDS dengan rentan waktu 2009-2015,
selanjutya Penasun (Penguna Jarum Suntik) 129 kasus, Homoseksual 36
kasus.

Mengingat masalah di atas, apabila tidak segera diatasi dan


diselesaikan akan berakibat munculnya masalah-masalah baru d.

B. Perumusan Masalah
Bagaimana meningkatkan kemampuan untuk penjumlahan dan
pengurangan anak usia TK. B menggunakan berbagai media di TK eL
FIKRI?

C. Tujuan Perbaikan
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan perbaikan
pembelajaran ini adalah:
1. Untuk meningkatkan kemampuan penjumlahan dan pengurangan anak
usia 4-5 tahun di TK eL FIKRI.
2. Untuk mempersiapkan belajar anak dalam berhitung.
3. Untuk memberi motivasi kepada anak dalam pembelajaran tersebut.

D. Manfaat Perbaikan
Perbaikan pembelajaran ini diharapkan dapat memberikan manfaat
sebagai berikut:
1. Anak dapat berhitung melalui berbagai media yang
menyenangkan dan bermakna, sehingga dapat menumbuhkan
minat anak dalam berhitung sambil bermain sesuai dengan
kebutuhan anak.
Anak dapat termotivasi dalam belajar di bidang pengembangan
kognitif.
2. Kemampuan anak dalam berhitung dengan berbagai media dapat
meningkat.
3. Bagi guru dapat menambah wawasan tentang stimulasi yang tepat dalam
merangsang perkembangan kognitif anak dan berhitung 1-10 melalui
berbagai media
6

4. Bagi orang tua dapat memfasilitasi dan memotivasi anak dalam berhitung
melalui berbagai media yang bervariatif.

Anda mungkin juga menyukai