Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN INDIVIDU

MANAJEMEN RUMAH SAKIT


DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH (RSUD)
KOTA SURAKARTA

Oleh:
Novi Arizha G99162023

Pembimbing:
dr. Niken Yuliani Untari

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2017
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN INDIVIDU KEGIATAN PEMBELAJARAN DI RUMAH


SAKIT UMUM DERAH (RSUD) KOTA SURAKARTA:

MANAJEMEN RUMAH SAKIT DI


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH (RSUD) KOTA SURAKARTA

Oleh:
Novi Arizha G99162023

Telah disetujui dan disahkan pada:


Hari : Senin
Tanggal : 5 Juli 2017

Mengetahui,

Pemimpin BLUD RSUD Kota Surakarta Pembimbing

dr. Willy Handoko Wijaya, MARS dr. Niken Yuliani Untari


NIK. 19520925 201401 1 051 NIP. 19780813 200701 2008
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan nikmat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan individu kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat (IKM) di
RSUD Kota Surakarta.
Laporan ini disusun untuk memenuhi persyaratan dalam menempuh
kepaniteraan Ilmu Kesehatan Masyarakat (IKM) Fakultas Kedokteran UNS.
Pada kesempatan ini saya mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Prof. Hartono, dr., M.Si selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
2. Dr. dr. Eti Poncorini Pamungkasari, M.Pd selaku Kepala Bagian Ilmu
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
3. dr. Willy Handoko Wijaya, MARS selaku Pemimpin BLUD Pada RSUD
Kota Surakarta.
4. dr. Niken Yuliani Untari selaku staff pembimbing dokter muda di RSUD
Kota Surakarta.
5. Seluruh staff di RSUD Kota Surakarta.

Surakarta, 5 Juli 2017

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

Rumah sakit sebagai sarana pelayanan kesehatan mempunyai kewajiban


untuk melayani pasien dengan fasilitas yang lengkap serta pelayanan yang
cepat dan tepat. Untuk mencapai hal tersebut manajemen rumah sakit harus
dilaksanakan dengan benar (Rhesavani, 2013). Seiring dengan perkembangan
zaman, manajemen rumah sakit yang pada mulanya murni bersifat sosial
berkembang menjadi bersifat sosio-ekonomis.
Menurut Hatta (2011), sistem informasi yang pada mulanya hanya
berorientasi pada pelayanan mediknya saja lama-lama berkembang menjadi
memperhitungkan biaya produksi. Namun, tujuan utama dalam pelayanan
kesehatan adalah menghasilkan outcome yang menguntungkan bagi pasien,
provider, dan masyarakat. Informasi mengenai pelayanan kesehatan, baik dari
seluruh pengguna jasa pelayanan medis maupun seluruh individu dalam
populasi diperlukan sebagai sumber data untuk dapat menjawab pertanyaan
mengenai persamaan (equity), efisiensi (efficiency), dan mutu pelayanan
kesehatan (quality) (EEQ), sehingga manajemen informasi dan teknologinya
dalam banyak hal sangat diperlukan dalam manajemen klinis untuk
mendapatkan informasi yang benar dan akurat. Infeksi nosokomial merupakan
infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan.
Berangkat dari kesadaran tersebut, rumah sakit yang ada di Indonesia
baik milik pemerintah maupun swasta, selalu berupaya untuk memberikan
pelayanan yang terbaik kepada pasien dan keluarganya. Baik melalui
penyediaan peralatan, pengobatan, tenaga medis yang berkualitas sampai pada
fasilitas pendukung lainnya seperti tempat penginapan, kantin, ruang tunggu,
apotik dan sebagainya. Dengan demikian masyarakat benar-benar memperoleh
pelayanan kesehatan yang cepat dan tepat. Rumah sakit sebagai salah satu
fasilitas pelayanan kesehatan memiliki peran yang sangat strategis dalam upaya
mempercepat peningkatan derajat kesehatan masyarakat (Aditama, 2006).
Salah satu upaya pelayanan kesehatan dalam meningkatkan mutu
pelayanan adalah dengan menciptakan pelayanan yang cepat, tepat, dan akurat,
baik dalam pelayanan medis maupun nonmedis. Peran rekam medis dalam
peningkatan mutu pelayanan ini yaitu dengan memberikan pelayanan yang
cepat, pengolahan data yang tepat, dan akan diperoleh keluaran informasi yang
akurat, relevan, serta tepat waktu. Hal tersebut akan terwujud apabila data yang
dimasukkan lengkap dan benar. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 44 tahun
2009 tentang Rumah Sakit, setiap rumah sakit wajib melakukan pencatatan dan
pelaporan tentang semua kegiatan penyelenggaraan rumah sakit dalam bentuk
sistem informasi rumah sakit (SIRS).
Menurut Permenkes 1171/MENKES/PER/VI/2011 tentang SIRS, ada
dua macam pelaporan, yaitu pelaporan terbarukan dan pelaporan periodik.
Oleh karena itu, petugas rekam medis harus mampu mengolah data-data yang
ada secara cepat agar menghasilkan informasi yang dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya. Kegiatan pengolahan datadata tersebut
akan lebih efektif dan efisien apabila menggunakan perangkat lunak komputer.
Menurut Rustiyanto (2010), Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit
(SIMRS) merupakan suatu rangkaian kegiatan yang mencakup semua pelayaan
kesehatan (rumah sakit) disemua tingkatan administrasi yang dapat
memeberikan informasi kepada 3 pengelola untuk proses manajemen
(berhubungan dengan pengumpulan data, pengolahan data, penyajian
informasi, dan analisa) pelayanan rumah sakit. Sistem ini dirancang untuk
meningkatkan kinerja petugas, diantaranya dokter dan asisten dokter, bidan dan
perawat, staff administrasi dan personlia, apoteker, logistik, dan top manajerial.
Oleh karena itu sudah semestinya sistem informasi yang ada membantu
pekerjaan dari petugas lebih mudah dan lebih cepat terselesaikan. Kebutuhan
sistem informasi pada rumah sakit bahkan telah ditetapkan sebagai suatu
kewajiban, seperti yang tertuang pada Undang-Undang No. 44 Tahun 2009
Tentang Rumah Sakit, pasal 52 ayat 1 yang berisi setiap rumah sakit wajib
melakukan pencatatan dan pelaporan tentang semua kegiatan penyelenggaraan
rumah sakit dalam bentuk sistem informasi manajemen rumah sakit. Peran
sistem informasi manajemen rumah sakit (SIMRS) harus dimanfaatkan secara
maksimal untuk membantu kelancaran pelayanan. Dalam usaha memanfaatkan
SIMRS secara optimal maka selalu dilakukan pengembangan sistem sehingga
akan memperkaya kemampuan suatu sistem. Dengan begitu diharapkan terjadi
kesesuaian antara kebutuhan pengguna dengan kemampuan yang dimiliki
sistem.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Rumah Sakit
1. Pengertian Rumah Sakit
Menurut Azwar (1996) beberapa pengertian rumah sakit yang
dikemukakan oleh para ahli, diantaranya
a. Menurut Assosiation of Hospital Care (1947) rumah sakit adalah
pusat dimana pelayanan kesehatan masyarakat, pendidikan serta
penelitian kedokteran diselenggarakan.
b. Menurut American Hospital Assosiation (1974) rumah sakit adalah
suatu alat organisasi yang teriri tenaga medis professional yang
terorganisir serta sarana kedokteran yang permanen
menyelenggarakan pelayanan kedokteran, asuhan keperawatan yang
berkesinambungan, diagnosis serta pengobatan penyakit yang diderita
oleh pasien.
c. Menurut Wolper dan Pena (1997) rumah sakit adalah tempat dimana
orang sakit mencari dan menerima pelayanan kedokteran serta tempat
dimana pendidikan klinik untuk mahasiswa kedokteran, perawat dan
tenaga profesi kesehatan lainya diselenggarakan.
2. Fungsi rumah sakit
Menurut Permenkes RI No.159b/Men kes/Per/1998 fungsi rumah
sakit adalah :
a. Menyediakan dan menyelenggarakan pelayanan medik, penunjang
medik. rehabilitasi, pencegahan dan peningkatan kesehatan.
b. Menyediakan tempat pendidikan dan atau latihan tenaga medik dan
paramedik.
c. sebagai tempat penelitian dan pengembangan ilmu dan teknologi
bidang kesehatan.
Fungsi-fungsi ini dilaksanakan dalam kegiatan intramural (didalam
rumah sakit) dan ekstramural (di luar rumah sakit). kegiatan intramural
dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu pelayanan rawat inap dan
pelayanan rawat jalan.

B. Mutu Pelayanan Rumah Sakit


Mutu pelayanan rumah sakit adalah derajat kesempurnaan rumah sakit
untuk memenuhi permintaan konsumen akan pelayanan kesehatan yang
sesuai dengan standart profesi dan standart pelayanan dengan menggunakan
potensi sumber daya yang tersedia di rumah sakit dengan wajar, efisien dan
efektif serta diberikan secara aman dan memuaskan sesuai dengan norma,
etika, hukum dan sosio budaya dengan memperhatikan keterbatasan dan
kemampuan pemerintah dan masyarakat konsumen (Depkes RI, 1992).

C. Pelayanan Kesehatan Rawat Inap


1. Pelayanan Rawat Inap
Pelayanan rawat inap adalah suatu kelompok pelayanan kesehatan
yang terdapat di rumah sakit yng merupakan gabungan dari beberapa
fungsi pelayanan. Kategori pasien yang masuk rawat inap adalah pasien
yang perlu perawatan intensif atau observasi ketat karena penyakitnya
(Trisnantoro, 1996).
Menurut Revans (1986 ) bahwa pasien yang masuk pada pelayanan
rawat inap akan mengalami tingkat proses transformasi, yaitu:
a. Tahap admission, yaitu pasien dengan penuh kesabaran dan keyakinan
dirawat tinggal di rumah sakit.
b. Tahap diagnosis, yaitu pasien diperiksa dan ditegakan diagnosisnya.
c. Tahap treatment, yaitu berdasarkan diagnosis pasien dimasukan dalam
program perawatan dan therapi.
d. Tahap inspection, yaitu secara continue diobservasi dan dibandingkan
pengaruh serta respon pasien atas pengobatan.
e. Tahab control, yaitu setelah dianalisa kondisinya, pasien dipulangkan.
pengobatan diubah atau diteruskan, namun dapat juga kembali ke
proses untuk didiagnosa ulang.
2. Kualitas Pelayanan Rawat Inap
Menurut Jacobalis ( 1990 ) kualitas pelayanan kesehatan di ruang
rawat inap rumah sakit dapat diuraikan dari beberapa aspek, diantaranya
adalah:
a. Penampilan keprofesian atau aspek klinis
Aspek ini menyangkut pengetahuan, sikap dan perilaku dokter
dan perawat dan tenaga profesi lainya.
b. Efisiensi dan efektifitas
Aspek ini menyangkut pemanfaatan semua sumber daya di
rumah sakit agar dapat berdaya guna dan berhasil guna.
c. Keselamatan Pasien
Aspek ini menyangkut keselamatan dan keamanan pasien
d. Kepuasan Pasien.
Aspek ini menyangkut kepuasan fisik, mental, dan sosial pasien
terhadap lingkungan rumah sakit, kebersihan, kenyamanan, kecepatan
pelayanan, keramahan, perhatian, biaya yang diperlukan dan
sebagainya.
Menurut Adji Muslihuddin (1996), mutu asuhan pelayanan rawat
inap dikatakan baik apabila :
a. Memberikan rasa tentram kepada pasienya yang biasanya orang sakit.
b. Menyediakan pelayanan yang benar benar profesional dari setiap
strata pengelola rumah sakit. Pelayanan ini bermula sejak masuknya
pasien ke rumah sakit sampai pulangnya pasien.
Dari kedua aspek ini dapat diartikan sebagai berikut:
a. Petugas penerima pasien dalam melakukan pelayanan terhadap pasien
harus mampu melayani dengan cepat karena mungkin pasien
memerlukan penanganan segera.
b. Penanganan pertama dari perawat harus mampu membuat pasien
menaruh kepercayaan bahwa pengobatan yang diterima dimulai secara
benar.
c. Penanganan oleh para dokter yang profesional akan menimbulkan
kepercayaan pasien bahwa mereka tidak salah memilih rumah sakit.
d. Ruangan yang bersih dan nyaman, memberikan nilai tambah kepada
rumah sakit.
e. Peralatan yang memadai dengan operator yang profesional.
f. Lingkungan rumah sakit yang nyaman (Jacobalis, 2000).

3. Pelayanan Rawat Jalan


Pelayanan rawat jalan (ambulatory) adalah satu bentuk dari
pelayanan kedokteran. Secara sederhana yang dimaksud dengan
pelayanan rawat jalan adalah pelayanan kedokteran yang disediakan
untuk pasien tidak dalam bentuk rawat inap (hospitalization).Pelayanan
rawat jalan ini tidak hanya yang diselenggarakan oleh sarana pelayanan
kesehatan yang telah lazim dikenal rumah sakit atau klinik, tetapi juga
yang diselenggarakan di rumah pasien (home care) serta di rumah
perawatan (nursing homes). Tujuan dari pelayanan rawat jalan
adalah mengupayakan kesembuhan dan pemulihan pasien secara optimal
melalui prosedur dan tindakan yang dapat dipertanggung jawabkan
(Standart pelayanan Rumah sakit, dirjen yanmed depkes RI thn 1999).
Sedangkan fungsi dari pelayanan rawat jalan adalah sebagai tempat
konsultasi, penyelidikan, pemeriksaan dan pengobatan pasien oleh dokter
ahli dibidang masing-masing yang disediakan untuk pasien yang
membutuhkan waktu singkat untuk penyembuhannya atau tidak
memerlukan pelayanan perawatan.
Jenis pelayanan rawat jalan di rumah sakit secara umum dapat
dibedakan atas 4 macam yaitu :
a. Pelayanan gawat darurat (emergency services) yakni untuk
menangani pasien yang butuh pertolongan segera dan mendadak
b. Pelayanan rawat jalan paripurna (comprehensive hospital outpatient
services) yakni yang memberikan pelayanan kesehatan paripurna
sesuai dengan kebutuhan pasien
c. Pelayanan rujukan (referral services) yakni hanya melayani pasien-
pasien rujukan oleh sarana kesehatan lain. Biasanya untuk diagnosis
atau terapi, sedangkan perawatan selanjutnya tetap ditangani oleh
sarana kesehatan yang merujuk
d. Pelayanan bedah jalan (ambulatory surgery services) yakni
memberikan pelayanan bedah yang dipulangkan pada hari yang
sama.
4. Pelayanan Tenaga Medis
Tenaga medis merupakan unsur yang memberikan pengaruh paling
besar dalam menentukan kualitas dari pelayanan yang diberikan kepada
pasien di rumah sakit. Fungsi utamanya adalah memberikan pelayanan
medik kepada pasien dengan mutu sebaik baiknya, menggunakan tata
cara dan teknik berdasarkan ilmu kedokteran dan etik yang berlaku serta
dapat dipertanggungjawabkan kepada pasien dan rumah sakit (Depkes,
1992).
Donabedian (1980), mengatakan bahwa perilaku dokter dalam
aspek teknis manajemen, manajemen lingkungan sosial, manajemen
psikologi dan manajemen terpadu, manajemen kontinuitas, dan
koordinasi kesehatan dan penyakit harus mencakup beberapa hal yaitu:
a. Ketepatan diagnosis
b. Ketepatan dan kecukupan terapi
c. Catatan dan dokumen pasien yang lengkap
d. Koordinasi perawatan secara kontinuitas bagi semua anggota
keluarga.
5. Pelayanan Tenaga Perawat / Paramedis.
Pelayanan perawatan di rumah sakit merupakan bagian integral dari
pelayanan rumah sakit secara menyeluruh, yang sekaligus merupakan
tolok ukur keberhasilan pencapaian tujuan rumah sakit, bahkan sering
menjadi faktor penentu citra rumah sakit di mata masyarakat (Depkes,
1991).
Keperawatan sebagai suatu profesi di rumah sakit yang cukup
potensial dalam menyelenggarakan upaya mutu, karena selain jumlahnya
yang dominan juga pelayananya menggunakan pendekatan metode
pemecahan masalah secara ilmiah melalui proses keperawatan (Depkes,
1991).
Asuhan keperawatan meliputi :
a. Pelayanan keperawatan (Nursing Service) adalah seluruh fungsi,
tugas, kegiatan dan tanggung jawab yang dilaksanakan oleh seorang
perawat dalam praktek profesinya.
b. Asuhan keperawatan ( Nursing Care ) adalh suatu pelayanan
keperawatan langsung berupa bantuan , bimbingan, penyuluhan,
pengawalan atau perlindungan yang diberikan seorang perawat untuk
memenuhi kebutuhan pasien (Depkes, 1991).
6. Penyediaan Sarana Medik, Non Medik, dan Obat-obatan
Standart peralatan yang harus dimiliki oleh rumah sakit sebagai
penunjang untuk melakukan diagnosis, pengobatan, perawatan dan
sebagainya tergantung dari tipe rumah sakit, disamping tersedianya
sarana penunjang medik juga perlu tersedia alat alat keperawatan. Dalam
rumah sakit, obat merupakan sarana yang mutlak diperlukan, bagian
farmasi bertanggung jawab atas pengawasan dan kualitas obat.
Persediaan obat harus cukup, penyimpanan efektif, diperhatikan tanggal
kadaluarsanya, dan sebagainya (Bouwhuizen, 1996).

D. Keinginan Pelanggan Rumah Sakit


1. Persepsi dan Harapan Pelanggan Rumah Sakit
Menurut Gilson, dkk (1994) dalam tesis Atit Hadiati (2002), yang
menjadi elemen penting dalam menentukan harapan masyarakat terhadap
pelayanan kesehatan :
a. Kemanjuran obat, keterjangkauan biaya, tidak membutuhkan waktu
yang lama dalam proses perawatan.
b. Memperoleh obat merupakan faktor yang terpenting yang mendasari
pola pemanfaatan pelayanan kesehatan.
c. Pandangan yang menyeluruh mengenai penampilan, seperti sikap
petugas yang baik, kecakapan petugas, dan hubungan petugas dengan
pasien.
d. Persepsi masyarakat terhadap kualitas sarana dan prasarana yang
meliputi jarak yang dapat dicapai, keadaan gedung, ruang tunggu,
privasi, dan kelengkapan peralatan medis.
e. Persepsi masyarakat terhadap kualitas proses yang meliputi
keterampilan petugas, kecukupan staf, biaya perawatan, dan penjelasan
pengobatan.
Dalam konsep model kualitas yang dikemukakan oleh
Parasuraman, Zeithmal dan Berry (1990) yang dikenal dengan servqual
model menyatakan ada empat faktor yang mempengaruhi persepsi dan
harapan pasien terhadap jasa pelayanan, yaitu:
a. Pengalaman dari teman ( word of mouth )
b. Kebutuhan atau keinginan ( personal need )
c. Pengalaman masa lalu saat menerima jasa pelayanan ( past
experience)
d. Komunikasi melalui iklan/ pemasaran ( external communications to
customer ).

2. Faktor yang Berhubungan dengan Keputusan Pelanggan Rumah


Sakit
Di dalam masyarakat terdapat bermacam macam kelompok yang
mempunyai perbedaan yang menggambarkan nilai dan kekuatan
kelompok tersebut. Perbedaan ini akan mempengaruhi persepsi dan
harapan pasien. Menurut Anderson (1974) dalam buku Notoatmodjo dkk
(1989) terdapat tiga kategori utama yang mempengaruhi pelayanan
kesehatan, yaitu:
a. Karakteristik predisposisi
Menggambarkan bahwa setiap individu individu mempunyai
kecenderungan yang berbeda beda dalam menggunakan pelayanan
kesehatan. Hal ini karena ada ciri ciri demografi seperti jenis kelamin,
umur, dan status marital, karena struktur sosial, seperti tingkat
pendidikan, pekerjaan, kesukuan dan lain lain serta keyakinan bahwa
pelayanan dapat menolong proses kesembuhan penyakit.
b. Karakteristik pendukung
Penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada sangat
tergantung pada kemampuan konsumen untuk membayar.
c. Karakteristik kebutuhan
Teori pemanfaatan pelayanan kesehatan berkaitan erat dengan
permintaan akan pelayanan kesehatan oleh konsumen. Permintaan
akan pelayanan kesehatan justru selama ini yang meningkat. Hal ini
dikarenakan penduduk sudah benar benar mengeluh sakit serta
mencari pengobatan. Faktor faktor yang mempengaruhi permintaan
pelayanan kesehatan diantaranya adalah pengetahuan tentang
kesehatan, sikap terhadap fasilitas kesehatan dan pengalaman terhadap
kemampuan fasilitas kesehatan tersebut.
3. Pemenuhan Permintaan Pelanggan Rumah Sakit
Seringkali para manager lebih suka mengukur kepuasan pelanggan
untuk menaksir penampilan organisasinya dari pada merencanakan
strategi nilai, mempelajari kebutuhan dan keinginan pelanggan atau
mengukur mutu produk. Tingkat kepuasan pelanggan dapat diukur
dengan membandingkan kesesuaian antara harapan/ keinginan dan
pengalaman yang didapat mereka seperti dalam teori The Expectancy
Disconfirmation Model yang dikemukakan oleh Supranto (1997), sebagai
berikut:
Xi
Tki = x 100%
Yi
Keterangan:
Tki = Tingkat Kesesuaian
Xi = Skor Nilai Pengalaman
Yi = Skor Nilai Harapan
Bila Skor nilai pengalaman mendekati atau bahkan melebihi skor
nilai harapan/ keinginan, maka pasien dapat dianggap puas terhadap
mutu pelayanan yang diterimanya. Sebaliknya, apabila skor nilai
pengalaman berada dibawah skor nilai haparan, berarti pasien tidak puas
terhadap mutu pelayanan yang diterimanya.

E. Pemanfaatan Rumah Sakit


1. Tahap Proses Memilih Rumah Sakit
Proses membeli dari konsumen ada beberapa tahap, yaitu:
a. Keinginan dan kebutuhan apa yang mendorong pelanggan untuk
menggunakan suatu jasa ( need arousal )
b. Apakah pelanggan mengumpulkan informasi berkaitan dengan
kebutuhan yang dirasakan (information Gathering )
c. Bagaimana pelanggan mengevaluasi alternatif ( decision evaluation )
d. Bagaimana pelanggan memanfaatkan jasa rumah sakit (decision
execution )
e. Bagaimana sikap pelanggan setelah memanfaatkan jasa rumah sakit
(post decision assessment ) (Novi, 2001).
2. Keputusan Setelah Memanfaatkan Jasa Rumah Sakit
Dampak setelah memanfaatkan fasilitas rumah sakit dapat berupa :
a. Adanya kepuasan penuh
b. Adanya kepuasan sebagian
c. Sama sekali tidak puas terhadap fasilitas rumah sakit (Novi, 2001).
Kepuasan dikemukakan sebagai rasa lega atau senang karena
harapan atau hasrat tentang sesuatu terpenuhi. Kepuasan mempunyai
dimensi fisik, mental dan sosial. Kepuasan pasien merupakan persepsi
multidimensional yang terkait dengan struktur proses dan outcome
layanan. Sedangkan ketidakpuasan merupakan kesenjangan anatara
harapan/ keinginan dan kenyataan layanan yang diterima oleh pasien
(Jacobalis, 1993).
Ketidakpuasan adalah kekecewaan. Ketidakpuasan terhadap
layanan kesehatan diungkapkan dalam bentuk keluhan, protes,
kemarahan, surat terbuka dalam media masa, pengaduan kepada ikatan
profesi sampai pengaduan di pengadilan dengan tuduhan malpraktek.
Kepuasan/ ketidakpuasan layanan rumah sakit erat kaitanya dengan:
a. Dokter, perawat atau petugas lain di rumah sakit.
b. Aspek hubungan antar manusia.
c. Kemanusiaan.
d. Kenyamanan/ kemudahan fasilitas dan lingkungan
e. Peralatan dan perlengkapan.
f. Biaya pengobatan (Jacobalis, 1993).
Dalam pengalaman sehari hari ketidakpuasan pasien yang paling
sering dikemukakan ialah ketidakpuasan terhadap:
a. Sikap dan perilaku petugas rumah sakit atau karyawan.
b. Keterlambatan layanan oleh dokter/ perawat.
c. Dokter tertentu susah ditemukan.
d. Dokter kurang informatif dan komunikatif.
e. Lamanya proses masuk rawat.
f. Ketertiban dan kenyamanan lingkungan (Jacobalis, 1993).
Suatu teori kepuasan setelah menggunakan suatu produk yang
disebut “cognitive dissonance theory” mengatakan: Bila seseorang
konsumen memilih antara beberapa alternatif, ketidakpuasan atau
ketidakcocokan selalu akan muncul karena tergantung pengetahuan
seseorang, penilaian terhadap pelayanan dapat dinialai positif atau
negatif. Ketidakcocokan selalu muncul setelah adanya keputusan dan
selanjutnya seseorang secara bervariasi akan merasakan berkurangnya
rasa tidak puas secara bertahap (Novi, 2001).
Bila konsumen puas dengan layanan yang diterima, besar
kemungkinan akan kembali pada kesempatan lain, atau akan
menceritakan kepada keluarga atau teman temanya. Sebaliknya bagi yang
tidak puas akan melakukan dua kemungkinan, yaitu meninggalkan
produk tersebut atau mencari informasi yang lebih lengkap untuk
mengurangi rasa ketidakpuasan tersebut. Berdasarkan hal yang terakhir
ini akan sangat baik bagi rumah sakit selalu memelihara hubungan
dengan penderita lepas rawat (Novi, 2001).
BAB III
PEMBAHASAN

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Surakarta merupakan Satuan


Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang berperan dalam bidang pelayanan
kesehatan. RSUD Kota Surakarta juga memiliki status sebagai Badan Layanan
Umum Daerah (BLUD) yaitu SKPD di lingkungan Pemerintah Daerah yang
berfungsi memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan
barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan,
dan dalam pelaksanaan kegiatannya berbasis prinsip efisiensi dan
produktivitas. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.340/MENKES/Per/III/2010 RSUD Surakarta ditetapkan sebagai Rumah
Sakit Umum Kelas C. Rumah Sakit Umum Kelas C adalah rumah sakit umum
yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4
(empat) spesialis dasar dan 4 (empat) spesialis penunjang medik.RSUD
Surakarta telah ditetapkan sebagai Rumah Sakit Umum Kelas Csejak 15
Desember 2014.
RSUD Kota Surakarta memiliki visi menjadi rumah sakit kebanggaan
Kota Surakarta dengan pelayanan yang bermutu. Untuk mencapai visi tersebut
disusunlah misi RSUD Kota Surakarta antara lain sebagai berikut:
meningkatkan motivasi dan kinerja sumber daya manusia, meningkatkan
sarana dan prasarana, meningkatkan manajemen rumah sakit, dan
meningkatkan mutu pelayanan. Semua hal tersebut dilakukan untuk
meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat untuk mewujudkan
penyelenggaraan tugas pemerintah dan/atau pemerintah daerah dalam
memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Struktur organisasi yang dipimpin oleh seorang pemimpin yang dibantu
oleh kelompok jabatan fungsional dan sub bagian tata usaha, serta membawahi
tiga seksi yaitu Pelayanan Medis dan Penunjang Medis;Tata Usaha; Sarana,
Prasarana dan Logistik; dan Keuangan. Kepala seksi pelayanan dan penunjang
medik membawahi pelayanan rawat jalan dan rawat inap, serta pelayanan
penunjang dan klaim. Kepala tata usaha membawahi tiga bagian yaitu:
pengelolaan kepegawaian, pengelolaan surat dan dokumen, serta bagian umum
dan rumah tangga. Kepala seksi sarana prasarana dan logistik membawahi
pengelolaan barang dan aset, serta hospital service.Sedangkan kepala seksi
keuangan membawahi bendahara pemasukan dan bendahara pengeluaran.
Tata struktur organisasi tersebut terhitung masih sederhana untuk
pengelolaan sebuah rumah sakitkelas C, sehingga perlu dilakukan pembagian
ranah kerja secara lebih terperinci pada setiap bagian.Di sisi lain, RSUD Kota
Surakarta masih terhitung sebagai rumah sakit baru dan merupakan rumah sakit
milik pemerintah, sehingga penataan struktur organisasi dan rekrutmen
pegawai tidak dapat dilakukan dengan mudah.

Gambar 4.1. Struktur Organisasi RSUD Kota Surakarta.

Struktur tersebut bertanggung jawab untuk melaksanakan tugas pokok


RSUD Kota Surakarta dalam melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya
guna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan
pemulihan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya
peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan. Sedangkan
fungsi yang harus dijalankan yaitu menyelenggarakan pelayanan medis,
menyelenggarakan pelayanan asuhan keperawatan, pelayanan penunjang medis
dan non medis, pelayanan rujukan, pendidikan dan pelatihan, penelitian dan
pengembangan, serta menyelenggarakan administrasi umum dan keuangan.
Sumber daya manusia yang dimiliki oleh RSUD Kota Surakarta
ditampilkan dalam tabel 4.1.Dalam tabel tersebut dapat dilihat bahwa proporsi
pegawai non PNS lebih besar dibanding dengan PNS. Hal ini disebabkan
karenastatus rumah sakit sebagai BLUD, dimana rumah sakit diberi wewenang
untuk mengelola pendapatan dan keuangannya sendiri, sehingga dana untuk
gaji pegawai non PNS bisa dianggarkan melalui sistem keuangan BLUD.
Namun, penyerapan anggaran rumah sakit sebagian besar bisa jadi digunakan
untuk membiayai pegawai non PNS, sehingga rumah sakit akan sulit
berkembang di bidang sarana prasarana, seperti penambahan tempat tidur,
penambahan sarana penunjang medik dan lain sebagainya. Walaupun begitu,
BLUD lebih menguntungkan bagi rumah sakit dari pada non BLUD karena
tidak perlu menunggu keputusan pemerintah apabila terjadi kebutuhan
mendadak terkait pelayanan rumah sakit.

Tabel 4.1.Pegawai di RSUD Kota Surakarta


SDM / Jenis Ketenagaan Jumlah

Dokter umum 9
Dokter spesialis
Penyakit dalam 3
Anak 1
Kulit kelamin 1
Mata 1
Dokter gigi 3
Bidan 16
Perawat 22
Apoteker 1
Farmasi 7
Analis lab 5
Rekam medis 2
Sanitarian 2
Pelaksana gizi 1
Struktural dan administrasi 17
Total jumlah pns 91
Pegawai non pns 114
Dokter spesialis mitra 11
Jumlah total pegawai 216

Selain pegawai tetap, RSUD Kota Surakarta juga merekrut 11 dokter


spesialis mitra yaitu 2 spesialis bedah, 3 spesialis obsgyn, 2 spesialis anestesi, 1
spesialis radiologi, 1 spesialis patologi klinik, 1 spesialis gigi prostodonti, dan
1 spesialis mata. Dengan adanya moratorium PNS yang dilakukan oleh
pemerintah pada tahun 2015 ini, RSUD Kota Surakarta masih belum bisa
merekrut tenaga kesehatan dari kalangan PNS, sebagai gantinya untuk
pemenuhan SDM, rumah sakit merekrut 160 tenaga BLUD. Upaya tersebut
juga dilakukan untuk mencapai visi RSUD Kota Surakarta sebagai rumah sakit
kebanggaan Kota Surakarta dengan pelayanan yang bermutu.
Pelayanan medis di RSUD Kota Surakarta terdiri dari Pelayanan Rawat
Jalan, Pelayanan Rawat Inap,Pelayanan Gawat Darurat, Pelayanan Bedah,
Pelayanan Persalinan dan Perinatologi, Pelayanan Intensif. Sedangkan
pelayanan penunjang medis di RSUD Kota Surakarta terdiri dari Pelayanan
Radiologi, Pelayanan Laboratorium Patologi Klinik, Pelayanan Rehabilitasi
Medik, Pelayanan Farmasi, Pelayanan Gizi, Pelayanan Transfusi Darah,
Pelayanan Hemodialisa, Pelayanan Pasien Gakin, Pelayanan Rekam Medik,
Pengelolaan Limbah, Pelayanan Administrasi Manajemen, Pelayanan
Ambulance, Pelayanan Pemulasaraan Jenazah, Pelayanan Laundry, Pelayanan
Pemeliharaan Sarana Rumah Sakit, Pencegahan dan Pengendalian Infeksi, dan
Pelayanan Keamanan.
Pelayanan rawat inap yang dimiliki RSUD Kota Surakarta terdapat di
lantai 2 dan lantai 3. Lantai 2 meliputi kasus anak dan obsgyn sedangkan lantai
3 meliputi kasus penyakit dalam, bedah, mata, dan kulit. Berdasarkan
pembagian Jaminan Kesehatan Nasional, pasien yang menjalani rawat inap di
RSUD Kota Surakarta dapat dikelompokkan menjadi Kelas I, II, dan III. Di
kelas 1 terdapat 4 bed yang meliputi pasien anak dan dewasa. Kelas II terdapat
22 bed dengan pelayanan terhadap anak, dewasa, serta maternity. Sementara
kelas III terdapat 90 bed yang meliputi pasien anak, dewasa, dan maternity.
Secara keseluruhan, terdapat 116 bed di RSUD Surakarta.
Adapun pelayanan rawat jalan yang dimiliki RSUD Kota Surakarta
yaitu terdiri dari Poliklinik Umum, Poliklinik Penyakit Dalam, Poliklinik Gizi,
Poliklinik Bedah, Poliklinik Obsgyn, Poliklinik Anak dan Tumbuh Kembang,
Poliklinik Kulit Kelamin, Poliklinik Mata, Poliklinik Gigi dan Spesialis Gigi,
Poliklinik THT, dan Klinik VCT dan CST.
Dalam praktik pelayanan medis dan penunjang medis sehari-hari di
RSUD Surakarta, sering terlihat antrian pasien yang cukup padat di ruang atau
kursi tunggu poli. Di beberapa ruang/poli terhitung cukup sempit untuk bisa
melayani dengan ideal dan nyaman. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan ruang
dan lahan RSUD Surakarta.Sebagai rujukan dari seluruh puskesmas dan dokter
keluarga di lingkungan sekitarnya, RSUD Kota Surakarta perlu dilakukan
perluasan lahan rumah sakit agar nyaman bagi pasien dan pengunjung.
Untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat serta meningkatkan
kepuasan pengguna jasa, rumah sakit harus senantiasa meningkatkan mutu
pelayanan. Dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah
Sakit, Pasal 29 huruf b menyebutkan bahwa rumah sakit wajib memberikan
pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, anti diskriminasi dan efektif dengan
mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan rumah
sakit. Adanya masalah keterbatasan ruang dan lahan ini mengharuskan RSUD
Surakarta perlu melakukan perencanaan strategis penambahan lahan dan
bangunan jika akan meningkatkan kelas rumah sakit. Karena untuk
meningkatkan kelas rumah sakit harus dilakukan penambahan ruang rawat
inap, poli dan berbagai persyaratan lain, sedangkan kondisi saat ini bangunan
dan lahan yang ada sulit untuk dikembangkan/ditambah lagi, karena lahan
tersebut bukanlah milik Kota Surakarta.
Pembiayaan pelayanan pasien RSUD Kota Surakarta didapatkan dari
asuransi/jaminan kesehatan dan pembayaran mandiri dari pasien umum, namun
sebagian besar pasien menggunakan fasilitas jaminan kesehatan.Terdapat tiga
jaminan kesehatan yang dilayani di RSUD Kota Surakarta yaitu JKN/BPJS,
PKMS (Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Surakarta), dan Jamkesda
Kabupaten Karanganyar.Pada sistem Jaminan Kesehatan Nasional BPJS,
pembayaran dilakukan pemerintah berdasarkan tarif dasar Indonesian Case
Based Groups (INA CBGs).Tarif untuk klaim dihitung berdasarkan
pengkodean diagnosis ICD 10.Pengajuan klaim dilakukan setiap dua bulan
sekali melalui Kementrian Kesehatan yang dikirim ke rekening RSUD.Peserta
JKN terdiri atas peserta penerima bantuan iuran (PBI) dan bukan penerima
bantuan iuran (non PBI).Peserta PBI adalah fakir miskin dan orang tidak
mampu yang tidak dibebani iuran sehingga seluruh jaminan kesehatan
ditanggung oleh pemerintah.Peserta PBI mendapat jatah kelas III di rumah
sakit. Untuk peserta non PBI diberikan kewajiban untuk membayar iuran
perbulan dengan tarif yang telah ditentukan.Peserta Non PBI terdiri atas
pekerja penerima upah yang mendapat jatah kelas I dan II, pekerja bukan
penerima upah yang mendapatkan hak kelas I, II, dan III, serta bukan pekerja
yang mendapat jatah kelas I, II, dan III di rumah sakit.
Selain program JKN yang dikelola oleh pemerintah pusat, pemerintah
daerah Kota Surakarta juga menyediakan jaminan kesehatan tersendiri yaitu
PKMS. PKMS terdiri atas PKMS gold dan PKMS silver.PKMS gold diberikan
kepada masyarakat miskin yang sudah ditetapkan dalam SK Walikota.
Masyarakat yang memiliki PKMS gold ditanggung semua biaya perawatannya
oleh pemerintah kota dan pemerintah provinsi Jawa Tengah. Untuk masyarakat
Kota Surakarta yang tidak terdaftar dalam program PKMS gold dapat
menggunakan PKMS silver. Pada PKMS silver klaim biaya dalam setiap
perawatan yang diterima maksimal 5 juta per orang.
Sistem rujukan pada pelayanan kesehatan JKN dilakukan secara
berjenjang.Setiap pasien yang ingin berobat atau mendapatkan pelayanan
kesehatan harus melalui layanan kesehatan primer, yaitu puskesmas atau dokter
keluarga.Bila pasien tersebut memerlukan penanganan lebih lanjut atau tidak
dapat ditangani pada layanan primer dapat dirujuk kepada pelayanan sekunder
yang sifatnya spesialistik.Bila masih tidak dapat ditangani dengan cukup dapat
dirujuk ke pelayanan tersier yang bersifat subspesialistik. Sistem rujukan yang
berjenjang ini sangat diperlukan untuk ketertiban dalam pembiayaan kesehatan
karena semakin tinggi jenis pelayanannya maka akan semakin mahal. Bila
sistem rujukan dapat dilaksanakan dengan baik maka pembiayaan
kesehatanpun bisa lebih efektif dan efisien.
Secara umum, RSUD Kota Surakarta sebagai layanan kesehatan
sekunder masih kurang optimal dalam pelayanannya.Hal tersebut disebabkan
masih sangat terbatasnya sumber daya manusia yang tersedia (terutama
beberapa dokter spesialis yang belum ada di beberapa bidang), juga terdapat
keterbatasan sarana dan prasarana, khususnya alat kesehatan di instalasi
pelayanan dan penunjang rumah sakit baik yang bersifat medis maupun non
medis. Oleh karena itu, perlu dilakukan perbaikan terutama dalam hal sumber
daya manusia dan sarana prasarana. Hal ini seiring dengan berlakunya sistem
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) mulai 2014 yang menerapkan sistem
rujukan berjenjang, sehingga jumlah pasien akan terus bertambah disertai
beragamnya variabel penyakit.
Sebagai Badan Layanan Umum Daerah, RSUD Surakarta diberikan
keleluasaan untuk mengelola setiap pendapatan dan keuangannya sendiri demi
keberjalanan rumah sakit. Hal itu didasarkan pada Peraturan Menteri Dalam
Negeri nomor 61 tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan
Badan Layanan Umum Daerah.Di dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa
pemerintah memberikan fleksibilitas kepada rumah sakit berupa keleluasaan
untuk menerapkan praktek-praktek bisnis yang sehat untuk meningkatkan
pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum
dan mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagai pengecualian dari ketentuan
pengelolaan keuangan daerah pada umumnya.Rumah sakit dapat memberikan
pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang
dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan, dan dalam melakukan
kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.
Tarif layanan BLUD diatur dalam BAB IX pasal 57 sampai 59 yang
didalamnya menyebutkan bahwa BLUD dapat memungut biaya kepada
masyarakat sebagai imbalan atas barang dan/atau jasa layanan yang diberikan.
Tarif layanan BLUD diusulkan oleh pemimpin BLUD kepada kepala daerah
melalui sekretaris daerah. Tarif layanan ditetapkan dengan peraturan kepala
daerah dan disampaikan kepada pimpinan DPRD dengan mempertimbangkan
kontinuitas dan pengembangan layanan, daya beli masyarakat, serta kompetisi
yang sehat.
Pendapatan dan biaya BLUD juga diatur dalam Permendagri tersebut
pada bab X pasal 60 sampai 68. Pendapatan BLUD dapat bersumber dari jasa
layanan, hibah, hasil kerjasama dengan pihak lain, APBD, APBN, dan
pendapatan BLUD lainnya yang sah. Pendapatan BLUD yang bersumber dari
jasa layanan berupa imbalan yang diperoleh dari jasa layanan yang diberikan
kepada masyarakat. Pendapatan BLUD yang bersumber dari hibah dapat
berupa hibah terikat dan hibah tidak terikat. Hasil kerjasama dengan pihak lain
dapat berupa perolehan dari kerjasama operasional, sewa menyewa, dan usaha
lainnya yang mendukung tugas dan fungsi BLUD. Pendapatan BLUD yang
bersumber dari APBD berupa pendapatan yang berasal dari otorisasi kredit
anggaran pemerintah daerah bukan dari kegiatan pembiayaan APBD.
Pendapatan BLUD yang bersumber dari APBN dapat berupa pendapatan yang
berasal dari pemerintah dalam rangka pelaksanaan dekonsentrasi dan/atau
tugas pembantuan dan lain-lain. BLUD dalam melaksanakan anggaran
dekonsentrasi dan/atau tugas pembantuan, proses pengelolaan keuangan
diselenggarakan secara terpisah berdasarkan ketentuan yang berlaku dalam
pelaksanaan APBN.
Pendapatan BLUD lainnya yang sah antara lain adalah hasil penjualan
kekayaan yang tidak dipisahkan, hasil pemanfaatan kekayaan, jasa giro,
pendapatan bunga, keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang
asing, komisi, potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan,
dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh BLUD, serta hasil investasi.
Sebagai BLUD, RSUD Kota Surakarta akan semakin mudah dalam
mengatur rumah tangga keuangannya sendiri sehingga mempunyai peluang
besar untuk menjadi rumah sakit yang maju dan mewujudkan visi sebagai
rumah sakit kebanggaan Kota Surakarta. Adanya sinergi yang baik antara
pemerintah kota Surakarta dan pejabat rumah sakit, ditunjang dengan rencana
strategis pembangunan dan pengembangan rumah sakit,serta adanya sistem
manajemen rumah sakit yang mumpuni dapat membuat RSUD Kota Surakarta
berkembang dengan baik dan berperan besar dalam pencapaian keberhasilan
pembangunan di bidang kesehatan. Adapun status BLUD ini dapat
memunculkan kemungkinan rumah sakit dalam meraup untung sebanyak-
banyaknya. Namun, pada dasarnya rumah sakit adalah organisasi nirlaba.
Untuk itu, rumah sakit seharusnya tidak mengincar keuntungan, namun jangan
sampai jatuh dalam kerugian, sehingga operasional rumah sakit dapat berjalan
sebagaimana mestinya.
BAB V
PENUTUP

A. Simpulan
1. RSUD Kota Surakarta merupakan Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD) yang berkedudukan sebagai Rumah Sakit milik Pemerintah Kota
Surakarta yang mendukung kerja pemerintah daerah di bidang pelayanan
kesehatan.
2. RSUD Kota Surakarta adalah Rumah Sakit Umum Kelas C yang
memiliki status sebagai Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) yang
diberikan kewenangan sepenuhnya untuk mengelola keuangannya sendiri
demi kelangsungan operasional rumah sakit.
3. RSUD Kota Surakarta memiliki visi menjadi rumah sakit kebanggaaan
kota Surakarta dengan pelayanan yang bermutu, serta misi meningkatkan
motivasi dan kinerja sumber daya manusia, sarana dan prasarana,
manajemen RS, dan mutu pelayanan.
4. RSUD Kota Surakarta memiliki struktur organisasi yang dipimpin oleh
seorang direktur dibantu oleh kelompok jabatan fungsional dan sub
bagian tata usaha, serta membawahi tiga seksi yaitu Seksi Pelayanan
Medis dan Penunjang Medis, Seksi Sarana, Prasarana dan Logistik, dan
Seksi Keuangan.
5. Pembiayaan pelayanan pasien RSUD Kota Surakarta didapatkan dari
asuransi/ jaminan kesehatan dan pembayaran mandiri dari pasien umum.
Terdapat tiga jaminan kesehatan yang dilayani di RSUD Kota Surakarta
yaitu JKN/BPJS, PKMS (Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat
Surakarta), dan Jamkesda Kabupaten Karanganyar.
6. Di RSUD Surakarta dilakukan sistem rujukan berjenjang dalam
melakukan pelayanan kesehatan JKN atau PKMS.
B. Saran
1. RSUD Kota Surakarta diharapkan agar selalu tetap berpegang teguh pada
visi untuk menjadi RS kebanggan Kota Surakarta yang memiliki
pelayanan yang bermutu sebagai BLUD mandiri
2. RSUD Kota Surakarta diharapkan untuk selalu melakukan perkembangan
demi pelayanan kesehatan yang optimal dan bermutu, diantaranya adalah
dengan penambahan sumber daya manusia (baik PNS maupun non PNS)
dan penambahan sarana-prasarana penunjang baik medis maupun non-
medis.
3. RSUD Kota Surakarta diharapkan untuk selalu memberi pelayanan
terbaik kepada pelanggan kesehatan, dan menjadikan lingkungan rumah
sakit yang nyaman bagi pengunjung, dan tenaga kesehatan yang bekerja.
DAFTAR PUSTAKA

Aditama Tjandra Y., 2007. Manajemen Administrasi Rumah Sakit. Penerbit


Universitas Indonesia. Jakarta
Azwar, Azrul (1996). Pengantar Administrasi Kesehatan, Edisi III. Jakarta :
PT Bina Rupa Aksara.
Bouwhuizen M (1996). Ilmu Keparawatan, Bagian I.Jakarta : EGC Penerbit
Buku Kedokteran,.
Chriswardani S (2002).Dimensi kepuasan Pasien Dalam Mutu Pelayanan
Rumah SakitEdisi 02. Semarang : Persi Jateng.
Depkes RI (1991). Konsep dan Proses Keperawatan. Jakarta : Depkes RI.
Depkes RI (1994).Pedoman Akreditasi Rumah Sakit di Indonesia. Jakarta :
Depkes RI.
Depkes RI (1992).Standar Pelayanan Rumah Sakit, Dirjen Yanmed. Jakarta :
Depkes RI.
Ditjen Yankes (1992). Pedoman Kerja Rumah Sakit Jilid III.Jakarta: Depkes
RI.
Donabedian, A (1980). Exploration In Quality Assesment and Monitoring
Health. Michingan : Administrasi Press, Ann Asbor.
Hatta, Gemala R. 2011. Pedoman Manajemen Informasi Kesehatan di Sarana
Pelayanan Kesehatan. Jakarta : Universitas Indonesia.
Jacobalis. S (1993). Beberapa Teknis dalam Manajemen Mutu. Yogyakarta :
Universitas Gadjah Mada.
Jacobalis S (2000). Kumpulan Tulisan terpilih tentang Rumah Sakit Indonesia
dalam Dinamika Sejarah, Transformasi, Globalisasi dan Krisis
Nasional.Jakarta : IDI.
Kartono M, Samsi J, Bertens (1995). Rumah Sakit antara Komersialisasi dan
Etika. Jakarta : Gramedia Widiasarana Indonesia.
Mendagri (2007). Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 61 tahun 2007
tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum
Daerah. Jakarta : Kemendagri.
Menkes RI (2007). Keputusan Menteri Kesehatan No. 1165 tentang Pola Tarif
Rumah Sakit Badan Layanan Umum. Jakarta : Kemenkes RI.
Menkes RI (2010). Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 340 tentang
Klasifikasi Rumah Sakit. Jakarta : Kemenkes RI.
Menkes RI (2004). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan
Rumah Sakit. Jakarta : Kemenkes RI.
Menkes RI (1979). Peraturan Menteri Kesehatan No.262 Tahun 1979. Jakarta
: Kemenkes RI.
Menkes RI (2010). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
340/MENKES/PER/III/2010. Jakarta : Menkes RI.
Menkes RI (1994). Surat Keputusan Menkes No. 543/VI/1994. Jakarta :
Kemenkes RI.
Notoatmodjo S (1993). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineke
Cipta.
Novi S (2001). Mata Kuliah Manajemen Pemasaran: Analisis Peluang Pasar
Rumah Sakit.Jakarta : Universitas Indonesia.
Parasuraman. A, Zeithhaml, Lavenia A, Berry, Leonard L(1988). Serqual Item
Scale for Measuring Consumer Perception of Servive Quality, Journal of
Retailing,64.
Pemerintah RI (1996). Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1996 tentang
Tenaga Kesehatan. Jakarta : Pemerintah RI.
Presiden RI (2009). Undang Undang No. 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan.Jakarta : Pemerintah RI.
Presiden RI (2009). Undang Undang N0.44 tahun 2009 tentang Rumah
Sakit.Jakarta : Pemerintah RI.
Rhesavani, P. (2013) Evaluasi Sistem informasi Rekam Medis di RSU PKU
Muhammadiyah Bantul Berdasarkan Pendekatan Kemudahan dan
Kemanfaatan. Laporan Tugas Akhir (Tidak dipublikasikan). Yogyakarta:
Program Diploma III Rekam Medis Sekolah Vokasi Universitas Gadjah
Mada.
Rustiyanto, Ery. 2010. Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit Yang
Terintegrasi. Yogyakarta: Gosyen Publishing
Slamet Y (1993). Analisis Kuantitatif untuk Data Sosial. Solo : Dabara.
Soedarmono S, Ali A, Emil I (2002). Reformasi Perumahsakitan Indonesia.
Jakarta : Gramedia Widiasarana Indonesia.
Soejoga (1996). Gelar Akreditasi Rumah Sakit. Mencari Mutu, Berita. Jakarta :
Ikatan Dokter Indonesia.
Supranto J (2001). Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan untuk Menaikan
Pangsa Pasar. Jakarta : Rineka Cipta.
Trisnantoro. L (1996). Paradigma Baru Pelayanan Kesehatan. Yogyakarta :
Universitas Gadjah Mada.

Anda mungkin juga menyukai