Anda di halaman 1dari 7

Aliran-aliran Filsafat

Realisme

Realisme berasal dari kata real, yang berarti ada. Secara umum, realisme adalah patuh
terhadap fakta yang ada, terhadap apa yang terjadi, bukan kepada apa yang menjadi harapan
atau keinginan. Secara sempit, realisme berarti anggapan bahwa obyek indera kita adalah real,
benda-benda yang ada, terlepas dari kenyataan bahwa benda itu kita ketahui, kita persepsikan,
atau berhubungan dengan pikiran kita.

Dengan kata lain, bukan benda tersebut yang menyesuaikan dengan ide atau pikiran
kita. Namun ide dan pikiran kita lah yang terus berubah, berganti hingga kita memperoleh ide
yang benar. Misalnya, pikiran kita tidak dapat menyatakan bahwa kucing adalah kucing.
Namun kita mengenali kucing karena kita bisa menemukan, bahwa ia adalah binatang berkaki
empat yang mengeong. Dengan ini, ditemukanlah bahwa kucing yang kita bicarakan adalah
kucing yang sebenarnya, bukan anjing, kambing atau kuda. Sekuat apapun kita mengusahakan
pikiran kita, kita tidak dapat merubah kucing tersebut menjadi kambing atau kuda.

Jadi, aliran realisme menekankan bahwa sesuatu itu berdasarkan dari apa yang
tampak, dengan ukuran kebenarannya tentang gagasan dari sesuatu tersebut yakni apakah
memberi pengetahuan kepada kita atau tidak.

Naturalisme

Naturalisme berasal dari kata nature yang berarti alam. Dengan begitu, dapat
didefinisikan bahwa naturalisme adalah segala sesuatu yang ada, adalah bagian dari alam.
Sudut pandang dari aliran ini merupakan sudut pandang yang bertentangan dengan dunia lain.
Maksudnya adalah, naturalisme menolak adanya pemikiran adi-alami, atau supernatural dan
transedental. Aliran ini menolak untuk berpikir dengan cara yang melampaui pemahaman
manusia. Dengan demikian, menurut aliran naturalisme, Tuhan, malaikat, dan roh-roh adalah
bagian dari alam.

Aliran naturalisme condong kepada cara memperoleh pengetahuan dengan metode


yang dapat diterapkan dan dipergunakan di alam, yaitu metode ilmiah. Dalam filsafat
pendidikan, naturalisme menganggap bahwa guru yang paling alamiah bagi seorang anak
adalah ketika anak tersebut belajar langsung sesuai perkembangan alam. Salah satu orang
yang menganut aliran naturalisme adalah musisi Iwan Fals.

Naturalisme diperdalam lagi menjadi 2, yakni naturalisme materialistik yang berbicara


banyak soal materi, dan naturalisme humanistik yang berbicara soal manusia yang mampu
mengendalikan apa yang ada di dunia dengan ilmu pengetahuan.
Materialisme

Materialisme terdiri dari kata “materi” dan “isme”. Materi dapat kita pahami sebagai
bahan, benda, atau sesuatu yang tampak. Materialisme adalah suatu pandangan hidup yang
mencari dasar segala sesuatu, yang termasuk kehidupan manusia dalam alam kebendaan
semata, dengan mengesampingkan segala sesuatu yang mengatasi alam indera atau pikiran.

Materialisme mengatakan bahwa hal yang benar-benar ada hanyalah materi, tidak ada
roh, hantu, setan, malaikat, dan Tuhan. Karena hal-hal tersebut tidak terwujud dalam suatu
bahan, benda, atau nampak. Jadi, menurut materialisme, segala yang ada berasal dari satu
sumber yakni materi. Kalau bukan dari materi, maka dianggap tidak ada.

Ajaran ini menjadi lebih populer daripada induknya, naturalisme, karena pada
akhirnya materialisme menjadi ideologi utama negara sosialis seperti Rusia dan Republik
Rakyat Cina.

Di dalam materialisme, ada 3 aliran lagi, yakni materialisme mekanik, materialisme


metafisik, dan materialisme dialektis.

Idealisme

Idealisme berasal dari kata “ide” yang artinya dunia dalam jiwa. Pandangan ini
menekankan pada hal-hal yang bersifat ide, dan mengesampingkan hal-hal yang bersifat
materi atau fisik. Menurut idealisme, tidak segala sesuatu yang berkaitan dengan diri manusia
bersifat lahiriah, tetapi berdasarkan prinsip kerohanian. Apapun yang terjadi, bagi idealisme,
adalah sebuah kenyataan yang sifatnya spiritual. Segala peristiwa punya kekuatan spiritual
dibaliknya.

Walaupun banyak berbicara soal ide, para filsuf aliran idealisme tidak serta merta
menolak adanya materi dan hukum alam. Mereka tetap meyakini keberadaannya, namun
menganggap materi merupakan sebatas manifestasi dari ide. Ide muncul terlebih dulu
daripada materi. Ide-ide tersebut dapat berupa pikiran manusia atau gagasan kesempurnaan
seperti Tuhan.

Eksistensialisme

Eksistensialisme lahir dari reaksi antara materialisme dan idealisme, yang pusat
berpikirnya adalah manusia. Manusia menjadi sentral dalam pemikiran eksistensialis.
Materialisme menganggap bahwa manusia adalah betul-betul materi, sama dengan batu atau
kayu. Dari segi keberadaan, materialisme menganggap manusia sama saja dengan benda-
benda lain. Idealisme menganggap, tidak ada benda lain selain pikiran. Manusia hanya dilihat
sebagai subjek dan sebagai suatu kesadaran. Maka, eksistensialisme muncul sebagai penengah
dari keduanya, yakni menempatkan manusia tidak hanya sebagai objek seperti menurut
materialisme, tidak juga hanya sebagai subjek seperti menurut idealisme, tetapi manusia
sebagai objek dan sekaligus subjek.

Eksistensialisme menekankan pada manusia sebagai suatu makhluk yang harus


bereksistensi secara fisik. Eksistensialisme juga mengkaji cara manusia berada di dunia
dengan kesadaran. Keberadaan manusia dihadirkan lewat kebebasan. Bebas dalam arti,
manusia membuat sebuah pilihan atas dasar keinginan sendiri, dan sadar akan tanggung
jawabnya, itulah inti dari eksistensialisme. Jadi, pada eksistensialisme, materi dan ide sangat
berkaitan. Materi membutuhkan ide agar dapat bereksistensi, dan ide membutuhkan materi
sebagai manifestasi dalam berbagai situasi konkret.

Fenomenologi

Fenomenologi adalah sebuah studi dalam bidang filsafat yang mempelajari manusia
beserta pengalamannya sebagai suatu fenomena.

Ada asumsi bahwa manusia memahami dunia sekelilingnya sebagai sebuah


pengalaman dan menginterprestasikan pengalaman tersebut dengan memberikan makna atas
sesuatu yang dialaminya. Fenomenologi membantu manusia untuk memahami pengalaman,
sebagaimana manusia mengalami pengalaman, dengan menggunakan 3 prinsip dasar
fenomenologi: 1. Pengetahuan adalah kesadaran, 2. Makna dari sesuatu adalah berdasarkan
masing-masing individu, 3. Bahasa adalah sarana makna.

Kaitannya dengan eksistensialisme, adalah ketika eksistensialisme berbicara tentang


manusia dari segi fisiknya dan momen serta pengalaman yang hadir saat bereksistensi,
fenomenologi memandang membantu manusia dapat memahami lingkungannya.

Postivisme

Positivisme berasal dari kata positive, yang dalam filsafat bermakna sebagai suatu
peristiwa yang benar-benar terjadi, dan yang dapat dialami sebagai suatu realita. Berarti, yang
disebut sebagai positif bertentangan dengan apa yang hanya ada dalam khayalan, atau dari apa
yang hanya merupakan kemampuan berpikir dari akal manusia. Positivisme juga menyatakan
ilmu alam adalah sumber pengetahuan yang benar dan menolak aktifitas yang berkenaan
dengan metafisik. Tidak mengenal adanya spekulasi teoritis untuk memperoleh pengetahuan,
seperti yang diusung oleh penganut aliran idealisme.

Pencapaian kebenaran positivisme berpangkal pada apa yang benar-benar terjadi.


Diluar itu, tidak dikaji dalam positivisme.
Rasionalisme

Rasionalisme berasal dari kata “Rasio” yang berarti akal atau pikiran. Rasionalisme
ialah suatu paham yang berpendapat bahwa kebenaran terletak dan bersumber dari akal
manusia. Oleh karena itu, rasio dipandang sebagai alat untuk memperoleh pengetahuan dan
sumber dari akal manusia.

Dalam proses perkembangan ilmu pengetahuan yang dimiliki manusia, semua harus
dimulai dari rasio. Tanpa rasio, maka mustahil manusia dapat memperoleh ilmu. Karena rasio
adalah berpikir, maka inilah yang kemudian membentuk pengetahuan. Dan manusia yang
berpikirlah yang akan memperoleh pengetahuan. Semakin banyak manusia berpikir, semakin
banyak pengetahuan yang didapat.

Rasionalisme dalam perkembangannya terbagi menjadi 2, yakni rasionalisme ekstrim


yang menitik beratkan kebenaran hanya bersumber dari rasio manusia, dan rasionalisme
moderat yang berpendapat bahwa kebenaran juga bersumber dari panca indra, wahyu, dan
lain-lain.

Empirisme

Empirisme berasal dari kata bahasa Inggris “empirism” dan “experience”, atau dalam
bahasa Yunani “empeiria” dan “experietia” yang berarti pengalaman atau berpengalaman.
Dengan begitu, adalah aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa pengetahuan secara
keseluruhan atau parsial didasarkan pada pengalaman. Pengalaman adalah alat untuk
memperoleh pengetahuan.

Manusia memperoleh ilmu pengetahuan dengan mengalami sendiri suatu situasi.


Situasi tersebut dipahami menggunakan indra. Indra memperoleh kesan dari alam nyata,
untuk kemudian kesan-kesan tersebut berkumpul dalam diri manusia menjadi pengalaman.

Namun meskipun para filsuf mempunyai keyakinan bahwa aliran ini punya peluang
besar untuk benar, indra manusia juga mempunyai keterbatasan. Misalnya, dalam mengalami
sebuah peristiwa, terkadang indera manusia juga tertipu misalnya dengan fatamorgana, atau
indera manusia yang tidak berfungsi dengan baik, misalnya ketika sedang sakit.

Kritisisme

Krititisme berasal dari kata kritik yang secara harafiah berarti pemisahan. Hal yang
melatar belakangi munculnya aliran ini adalah benturan antara aliran rasionalisme dan
empirisme. Rasionalisme menekankan ilmu pengetahuan berasal dari rasio, sedangkan
empirisme menekankan ilmu pengetahuan berasal dari pengalaman.
Aliran ini mencoba menyatukan kedua aliran yang bertentangan tersebut, karena bagi
aliran kritisisme, baik rasionalisme maupun empirisme, masing-masing benar separuh dan
salah separuh. Sebenarnya apabila seseorang tidak menjatuhkan pilihan berat sebelah,
keduanya bisa digabungkan dan merupakan sebuah bagian yang dapat melengkapi satu sama
lain. Dengan kata lain, rasio dan pengalaman dibutuhkan secara serentak.

Menurut aliran kritisisme, ada dua unsur yang memberi sumbangan kepada
pengetahuan manusia tentang dunia. Yang pertama, kondisi lahiriah, fisik, ruang dan waktu
yang manusia tangkap dengan indera. Yang kedua, kondisi batiniah dalam manusia yang turut
menentukan konsepsi manusia tentang dunia.

Pragmatisme

Pragmatisme berasal dari kata pragma yang berarti tindakan. Aliran ini bersedia
menerima segala sesuatu, asalkan membawa akibat praktis. Pengalaman maupun kebenaran
mistis semua bisa diterima sebagai kebenaran, asalkan membawa akibat yang praktis dan
bermanfaat.

Pragmatisme menerima kebenaran yang dilihat berdasarkan rasio maupun


pengalaman, asalkan membawa manfaat. Sebuah ide atau gagasan apabila setelah digagaskan
akan bermakna, maka ide itu benar. Sebuah tindakan apabila dilakukan akan bermakna, maka
tindakan itu benar.

Pragmatisme tidak bertele-tele berdiskusi untuk mencari kebenaran akan suatu hal,
melainkan langsung melihat pada manfaat yang dibawa. Jadi, secara rasionalisme maupun
empirisme pengetahuan itu didapat, semuanya adalah benar, yang penting membawa berguna
dan bermanfaat.
DAFTAR PUSTAKA

O. Kattsoff, Louis. 2004. Pengantar Filsafat. Yogyakarta: Tiara Wacana

Bagus, Lorens. 2005. Kamus Filsafat. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama

Anonim. 2018. Rasionalisme. https://id.wikipedia.org/wiki/Rasionalisme. Diakses pada 4


April 2018.

Pustakawan, Adi. 2013. Kritisisme Immanuel Kant (Tokoh Filsafat Umum).


http://adipustakawan01.blogspot.co.id/2013/06/kritisisme-imanuel-kant-tokoh-filsafat.html.
Diakses pada 4 April 2018.

Wicaksono, Andre. 2013. Filsafat Rasionalisme, Idealisme, dan Kritisisme. http://satuhati-


satukisah.blogspot.co.id/2013/05/filsafat-rasionalisme-empirisme-dan.html. Diakses pada 4
April 2018.

Anonim. 2018. Fenomenologi. https://id.wikipedia.org/wiki/Fenomenologi. Diakses pada 4


April 2018.

Ghofur, Abdul. 2009. Mengenal Filsafat Fenomenologis.


https://kampungtadris.wordpress.com/2009/11/09/mengenal-filsafat-fenomenologis/. Diakses
pada 5 April 2018.

Pustakawan, Adi. 2013. Aliran Eksistensialisme.


http://adipustakawan01.blogspot.co.id/2013/06/aliran-eksistensialisme.html. Diakses pada 5
April 2018.

Imantara Wibowo, Falazuardi. 2018. Filsafat Eksistansialisme dan Fenomenologi.


http://falazuardika.blogspot.co.id/2012/04/filsafat-eksistensialisme-fenomenologi.html.
Diakses pada 5 April 2018.
MATERI ALIRAN-ALIRAN
FILSAFAT

Theresita Rizki Amalia


Kelas A 2015
15 21 031

Anda mungkin juga menyukai