Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bayi baru lahir neonatus meliputi umur 0-28 hari. Kehidupan pada masa
neonatus ini sangat rawat oleh karena memerlukan penyesuaian penyesuaian
fisiologik agar bayi diluar kandungan dapat hidup sebaik-baiknya. Hal ini dapat
dilihat dari tingginya angka kesakitan dan angka kematian neonatus. Diperkirakan 2/3
kematian bayi dibawah umur satu tahun terjadi pada masa neonatus. Peralihan dari
kehidupan intrauteri ke ekstrauteri memerlukan berbagai perubahan biokimia dan
faali. Dengan terpisahnya bayi dari ibu, maka terjadilah awal proses fisiologi.
Banyak masalah pada bayi baru lahir yang berhubungan dengan gangguan
atau kegagalan penyesuaian biokimia dan faali yang disebabkan oleh prematuritas,
kelainan anatomi, dan lingkungan yang kurang baik dalam lingkungan, pada
persalinan maupun sesudah lahir.
Masalah pada neonatus biasanya timbul sebagai akibat yang spesifik terjadi
pada masa perinatal. Tidak hanya merupakan penyebab kematian tetapi juga
kecacatan. Masalah ini timbul sebagai akibat buruknya kesehatan ibu, perawatan
kehamilan yang urang memadai, manajemen persalinan yang tidak tepat dan tidak
bersih, kurangnya perwatan bayi baru lahir. Kalau ibu meninggal pada waktu
melahirkan, si bayi akan mempunyai kesempatan hidup yang kecil

B. Tujuan
Untuk mengetahui penyakit-penyakit resiko tinggi dan bermasalah serta
penatalaksanaannya.

C. Rumusan Masalah
Apa saja penyakit-penyakit resiko tinggi dan bagaimana penatalaksanaannya?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir
kurang dari 2500 gram tampa memandang masa gestasi. Berat lahir adalah berat bayi
yang ditimbang dalam 1 (satu) jam setelah lahir (Prawirohardjo, 2006).
B. Etiologi
faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya BBLR, yaitu antara lain:
a. Faktor Ibu
1. Hipertensi
2. Perokok
3. Gizi buruk
4. Riwayat kelahiran Prematur sebelumnya
5. Pendarahan antepartum
6. Malnutrisi
7. Hidraminon
8. Umur ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
9. Jarak dua kehamilan yang terlalu dekat
10. Infeksi dan trauma
b. Faktor Janin
1. Kehamilan ganda
2. Kelainan kromosom
3. Cacat bawaan
4. Infeksi dalam kandungan
5. Hidramnion
6. Ketuban pecah dini
c. Keadaan sosial ekonomi yang rendah
d. Kebiasaan : pekerjaan yang melelahkan, merokok
Bentuk Klinik
Bentuk klinik dari BBLR adalah:
a. Bayi berat lahir rendah (BBLR), berat lahir 1500-2500 gram
b. Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR), berat lahir < 1500 gram
c. Bayi berat lahir ekstrem rendah (BBLER), berat lahir < 1000 gram
Gambaran klinik
Tampak luar dan tingkah laku bayi prematur tergantung dari tuanya umur
kehamilan. Makin muda umur kehamilan mangkin jelas tanda-tanda immaturitas.
Karakteristik untuk bayi prematur adalah berat badan lahir sama dengan atau kurang
dari 2500 gram, panjang badan kurang atau sama dengan 45 cm, lingkar dada kurang
dari 30 cm, lingkar kepala kurang dari 33 cm, umur kehamilan kurang dari 37
minggu, kepala relatif lebih besar dari badannya, kulit tipis, lanugonya banyak, lemak
subkutan kurang, sering tampak peristaltik usus, tangisnya lemah dan jarang,
pernapasan tidak teratur dan sering timbul apnea. Refleks tonik-leher lemah dan
refleks moro positif, daya isap lemah, kulit mengkilatdan licin.
Diagnosis
Diagnosis BBLR yaitu:
a. Sebelum Bayi Lahir
1. Pada anamnesa sering dijumpai adanya riwayat abortus, partus prematurus dan
Lahir mati.
2. Pembesaran uterus tidak sesuai tuanya kehamilan.
3. Pergerakan janin yang pertama terjadi lebih lambat, gerakan janin lebih lambat
walaupun kehamilan sudah angka lanjut.
4. Pertambahan berat badan ibu lambat dan tidak sesuai menurut yang seharusnya
5. Sering dijumpai kehamilan dengan oligohidramnion atau bisa pula dengan
Hidramnion, hipermisis gravidarum dan pada hamil lanjut dengan pendarahan
Antepartum.

b. Setelah Bayi Lahir


1. Secara klasik tampak seprti bayi yang kelaparan, tanda-tanda bayi ny tengkorak
kepala keras, gerakan bayi terbatas, kulit tipis dan kering.
2. Bayi prematur yang lahir sebelum kehamilan 37 minggu jaringan lemak bawah kulit
sedikit, tulang tengkorak lunak, mudah bergerak dan menangis lemah.
3. Bayi prematur kurang sempurna pertumbuhan alat-alat dalam tubuhnya karena itu
sangat peka terhadap gangguan pernapasan, infeksi, trauma kelahiran, hipotermi dan
sebagainya.
Komplikasi
Alat tubuh bayi lebih banyak kesulitan untuk hidup diluar uterus. Dalam hubungan
ini sebagian besar kehamilan perinatal terdapat bayi-bayi BBLR (Prawirohardjo,
2006).
Komplikasi yang mungkin terjadi bila bayi lahir dengan BBLR tidak segera ditangani
maka sering menjadi masalah yang berat, misalnya kesukaran bernapas, kesukaran
pemberian minum, ikterus berat, hipotermi dan infeksi (Saifuddin, 2006). Komplikasi
langsung yang dapat terjadi pada bayi berat lahir rendah antara lain:
1. Hipotermia
Suhu tubuh rendah (hipotermia) dapat disebabkan oleh karena terpapar dengan
lingkungan yang dingin (suhu lingkungan yang rendah, permukaan yang dingin atau
basah) atau bayi dalam keadaan basah atau tidak berpakaian. Kenaikan suhu tubuh
(hipotermia) dapat disebabkan karena terpapar dengan lingkungan yang hangat (suhu
lingkungan panas, paparan sinar matahari atau paparan panas yang berlebihan dari
inkubator atau alat pemancar panas).
Hipotermia maupun hipertermia dapat merupakan tanda sepsis. Bila bayi telah dalam
suhu lingkungan yang stabil inkubator atau ruangan rumah sakit dengan suhu yang
konstan) selama minimal satu hari dan minimal tiga kali pemeriksaan suhu dalam
batas normal (36,5-37,50 C), tetapi kemudian terjadi fluktuasisuhu naik atau
turun,maka carilah tanda sepsis.

MASALAH
 Suhu aksiler kurang dari 36,50 C
 Suhu aksiler lebih dari 37,50 C.

TEMUAN
 Kaji ulang temuan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dapatkan informasi
tambahan berikut sebagai petunjuk manajemen
 Tanya:
- Kapan bayi lahir, dan apakah bayi telah dikeringkan setelah lahir dan dijaga
kehangatannya;
- Apakah bayi telah diselimuti sesuai dengan cuaca atau lingkungan;
- Dimana bayi tidur (misalnya: apakah bayi tidur terpisah dari ibu ?);
- Apakah bayi terpapar dengan lingkungan yang panas (matahari, pemanas).
 Bila bayi telah diletakan dibawah pemancar panas, atau didalam inkubator,
atau dalam bks bayi dirumah sakit, periksa:
- Suhu ruangan;
- Pengaturan suhu diinkubator
- Suhu inkubator atau dibawah pemancar panas yang sesungguhnya.
Temuan”
Anamnesis pemeriksaan klasifikasi
Bayi terpapar suhu Suhu tubuh 320C – 360C hipotermia sedang
lingkungan yang rendah Gangguan napas
Waktu timbulnya kurang Denyut jantung kurang
dari dua hari dari 100 kali/menit
Malas minum
Letargi
Bayi terpapar suhu Suhu tubuh < 320C Hipotermia berat
lingkungan yang rendah Tanda lain hiportemia
Waktu timbulnya kurang sedang
dari dua hari Kulit teraba keras
Napas pelan dan dalam
Tidak terpapar dengan Suhu tubuh berfluktuasi Suhu tubuh tidak stabil (lihat
dingin atau panas yang antara 360C-390C meskipun dugaan sepsis)
berlebihan berada disuhu lingkungan
yang stabil
Fluktuasi terjadi sesudah
periode suhu stabil
Bayi berada dilingkungan Suhu tubuh > 37,50C Hipertermia
yang sangat panas, terpapar Tanda dehidrasi
sinar matahari, berada (elastisitas kulit turun, mata
didalam inkubator, atau dan ubun-ubun besar cekung,
dibawah pemancar panas lidah dan membran mukosa
kering)
Malas minum
Frekuensi napas > 600C
kali/menit
Denyut jantung < 1600C
kali/menit
Letargi
iritabel
Diagnosis pada kolom sebelah kanan tidak dapat ditegakkan apabila temuan yang
dicetak tebal tidak dijumpai pada bayi. Adanya temuan yang dicetak tebal, juga tidak
menjamin diagnosis tegak. Diagnosis ditegakkan hanya bila didapat temuan yang
dicetak miring. Temuan lain yang dicetak tegak merupakan penunjang yang dapat
membantu menegakkan diagnosis, tetapi bila tidak dijumpai tidak dapat digunakan
untuk menyingkirkan diagnosis.

MANAJEMEN
HIPOTERMIA BERAT
 segera hangatkan bayi dibawah pemancar panas yang telah dinyalakan
sebelumnnya. Bila mungkin, gunakan inkubator atau ruangan hangat, bila perlu.

Bila menggunakan cara lain untuk menghangatkan bayi (misalnya botol air panas),
pastikan kulit bayi tidak menyentuh langsung karena bisa mnyebabkann luka bakar .
pastikan juga sumber panas sudah diganti sebelum mulai dingin.

 Ganti baju yang dingin dan basah bila perlu, beri pakaian yang hangat, pakai
topi dan selimuti dengan selimut yang hanga.
 Hindari paparan panas yang berlebihan dan posisi bayi sering diubah.
 Bila bayi dengan gangguan napas (frekuensi napas lebih 60 atau kurang dari
30 kali/menit, tarikan dinding dada, merintih saat espirasi), lihat bab tentang
gangguan panas.
 Pasang jalur IV dan beri cairan IV sesuai dengan dosis rumatan, dan pipa infus
tetap terpasang dibawah pemancar panas, untuk menghangatkan cairan.
 Periksa kadar glukosa darah, bila kadar glukosa darah kurang dari 40 mg/dL
(2,9 mmol/L), tangani hipokglikemia.
 Niai tanda kegawatan pada bayi (misalnya: gangguan napas, kejang atau tidak
sadar) setiap jam dan nilai juga kemampuan minum setiap 4 jam sampai suhu
tubuh kembali dalam batas normal.
 Ambil sampel darah dan beri antibiotika sesuai dengan yang disebutkan dalam
penanganan kemungkinan besar sepsis
 Anjurkan ibu menyusui segera setelah bayi siap:
- Bila bayi tidak dapat menyusu, beri ASI peras dengan menggunakan salah satu
alternatif cara pemberian minum.
- Bila bayi tidak dapat menyusu sama sekali, pasang pipa lambung dan beri ASI
peras begitu suhu bayi mecapai 350C.
 Periksa suhu tubuh bayi setiap jam.bila suhu naik paling tidak 0,5 0C/jam,
berarti upaya menghangatkan berhasil, kemudian lanjutkan dengan memeriksa
suhu bayi setiap 2 jam.
 Periksa juga suhu alat yang dipakai untuk mengahangatkan dan suhu ruangan
setiap jam.
 Setelah suhu tubuh bayi normal:
- Lakukan perawatan lanjutan untuk bayi;
- Pantau bayi selama 12 jam kemudian, dan ukur suhunya setiap 3 jam.
 Pantau bayi selama 24 jam setelah penghentian antibiotika. Bila suhu bayi
tetap dalam batas normal dan bayi minum dengan baik dan tidak ada masalah lain
yang memerlukan perawatan dirumah sakit. Bayi dapat dipulangkan dengan
nasehati ibu bagaimana cara menjaga bayi agar tetap hangat selama dirumah.
HIPOTERMIA SEDANG
 Ganti pakaian yang dingin dan basah dengan pakaian yang
hangat,memakai topi dan selimuti dengan selimut yang hangat.
 Bila ada ibu/pengganti ibu, anjurkan menghangatkan bayi dengan
melakukan kontak kulit dengan kulit (perawatan bayi lekat).
 Bila ibu tidak ada:
- Hangatkan kembali bayi dengan alat pemancar panas, gunakan inkubator
dan ruangan hangat, bila perlu.
- Periksa suhu alat penghangat dan seluruh ruangan, beri ASI peras dengan
menggunakan salah satu alternatif cara pemberian minum dan sesuaikan
pengatur suhu.
- Hindari paparan panas yang berlebihan dan posisi bayi lebih sering diubah.
 Anjurkan ibu untuk menyusui lebih sering. Bila bayi tidak dapat menyusu,
beri ASI peras menggunakan salah satu alternatif cara pemberian minum.
 Mintalah ibu untuk mengamati tanda kegawatan (misalnya ganguan panas,
kejang tidak sadar) dan segera mencari pertolongan bila terjadi hal tersebut.
 Periksa kadar glikose darah, bila < 45 mg/dL (2.6 mmol/L), tangani
hipoglikemia.
 Nilai tanda kegawatan misalnya, gangguan napas, bila ada tangani
gangguan napasnya.
 Periksa suhu tubuh bayi setiap jam, bila suhu naik minimal 0.5 0C/jam,
berarti usaha menghangatkan berhasil, lanjutkan memeriksa suhu setiap 2 jam.
 Bila suhu tidak naik atau naik terlalu pelan, kurang 0,50C/jam, cari tanda
sepsis.
 Setelah suhu tubuh normal:
- Lakukan perawatan lanjutan;
- Pantau bayi selama 12 jam berikutnya, periksa suhu setiap 3 jam.
 Bila suhu tetap dalam batas normal dan bayi dapat minum dengan baik,
serta tidak ada masalah lain yang memerlukan perawatan dirumah sakit, bayi
dapat dipulangkan. Nasihati ibu cara menghangatkan bayi dirumah.
HIPERTERMIA
Jangan memberi obat antipiretik kepada bayi yang suhu tubuhnya tinggi

 Bila suhu diduga karena paparan panas yang berlebihan:


- Bila bayi belum pernah diletakkan didalam alat penghangat:
. letakan bayi diruangan dengan suhu lingkungan normal (25-280C);
. lepaskan sebagian atau seluruh pakaiannya bila perlu;
. periksa suhu aksiler setiap jam sampai tercapai suhu dalam batas abnormal;
. bila suhu sangat tinggi (> 390C), bayi dikompres atau dimandikkan selama
10-15 menit dalam air yang suhunya 40C lebih rendah dari suhu tubuh bayi.
Jangan menggunakan air dingin atau air yang suhunya lebih rendah dari 4 0C
dibawah suhu bayi;
- Bila bayi pernah diletakkan dibawah pemancar panas atau inkubator;
. turunkan suhu alat penghangat. Bila bayi didalam inkubator, buka inkubator
sampai suhu dalam batas normal;
. lepas sebagian atau seluruh pakaian bayi selama 10 menit kemudian
. beri pakaian lagi sesuai dengan alat penghangat yang digunakan;
Periksa suhu bayi setiap jam sampai sampai tercapai suhu dalambatas normal;
. periksa suhu inkubator atau pemancar panas setiap jam dan sesuaikan
pengatur suhu
 Bila bukan karena paparan panas yang berlebihan;
- Terapi untuk kemungkinan besar sepsis;
- Letakkan bayi diruang dengan suhu lingkungan normal (25-280C);
- Lepas pakaian bayi sebagian atau seluruhnya bila perlu;
- Periksa suhu bayi setiap jam sampai dicapai suhu tubuh dalam batas
normal;
- Bila suhu sangat tinggi (lebih dari 390C), bayi dikompres atau dimandikkan
selama 10-15 menit dalam air yang suhunya 40C lebih rendah dari suhu tubuh
bayi. Jangan menggunakan air dingin atau air yang suhunya lebih rendah dari
40C dibawah suhu bayi.
Manajemen lanjutan suhu lebih 37,50C
 Yakinkan bayi mendapat masukkan cukup cairan:
- Anjurkan ibu untuk menyusui bayinya. Bila bayi tidak dapat menyusu, beri
ASI peras dengan salah satu alternatif cara pemberian minum.
- Bila terdapat tanda dehidrasi (mata atau ubun-ubun besar cakung,
elastisitas kulit turun, lidah dan membran mukosa kering), tangani dehidrasi.
 Periksa kadar glukosa darah, bila kurang 45 mg/dL (2.6 mmol/L), tangani
hipoglikemia;
 Cara tanda sepsis1 sekarang dan ulangi lagi bila suhu telah mencapai batas
normal.
 Setelah suhu bayi normal
- Lakukan perawatan lanjutan;
- Pantau bayi selama 12 jam berikutnya, periksa suhu setiap tiga jam.
 Bila suhu tetap dalam batas normal dan bayi dapat minum dengan baik
serta tidak ada masalah lain yang memerlukan perwatan dirumah sakit bayi
dapat dipulangkan. Nasehati ibu cara menghangatkan bayi dirumah dan
melindungi dari pancaran panas yang berlebihan.

2. Hipoglikemia
Tinjauan
Hipoklikemi adalah kondisi ketidak normalan kadar glukosa serum yang rendah.
Keadaan ini dapat didefinisikan sebagai kadar glukosa dibawah 40 mg/Dl setelah
kelahiran berlaku untuk seluruh bayi baru lahir, atau pembacaan strip reagen
oxidasi glukosa dibawah 45 mg/Dl yang dikonfirmasi dengan uji glukosa darah.
Teknik terbaru, seperti menggunakan penganalisa oksidase glukosa, atau optical
bedside glucose analyer (mis, one touch), lebih bermakna untuk tujuan skrining
diruang rawat, karena interpretasi warna terkadang tidak subjektif. Pada praktik
klinik, bayi dengan kadar glukosa dari 40 mg/Dl memerlukan intervensi. Juga nilai
glukosa plasma < 20 hingga 25 mg/Dl harus diterapi dengan pemberian glikosa per
parental, tanpa mempertimbangkanusia atau masa gestasi.
Munculnya dan kadar glukosa sangat bervaryasi pada setiap bayi. Gejala
biasanya muncul bila kadar glukosa < 40 mg/Dl, dan tampak antara 24 dan 72 jam
setelah kelahiran, atau dalam 6 jam setelah seatu kelahiran bayi yang mengalami
stres berat. Saat bayi berusia 72 jam, pencapaian kadar glukosa sebesar 45 mg/Dl
atau lebih adalah hasil yang diharapkan tanpa memprtimbangkan berat badan, usia
gestasi, atau faktor predisposisi lainnya. Manifestasi klinis sangat beragam yaitu
mencakup gemetar atau kejang, iritabilitas, letargi atau hipotonia, pernapasan tidak
teratur, apnea, sianosis, pucat, menolak untuk mengisap atau kurang minum ASI,
menangis dengan suara melengking atau melemah, hipotermia, diaporesis, atau
aktivitas kejang neonatus . jika bayi dengan hipoglikemia dibiarkan tidak
mendapatkan terapi, dapat menyebabkan kerusakan otak retardasi mental.
Terapi klinis
Terapi obat. Untuk bayi yang beresiko yang belum dilakukan uji
kadar glukosa darah rendah, pemberian glukosa 5% hingga 10% per oral, atau
pemberian ASI. Jika bayi memiliki kendala mengonsumsi glukosa per oral,
diperlukan infus glukosa 5%-10% dengan kecepatan pemberian 6 hingga 8
mg/kg/menit (pada 90-100 Ml/kghari). Untuk hipoglikemia akut yang
menampakan gejala dosis D10 WIV bolus dengan kecepatan 1-2 ml/kg berat
badan diberikan, diikuti infus glukosa 5%-10%. Pengobatan alternatif adalah
dengan cara pemberian kortikosteroid untuk kasus hipoglikemia lama. Larutan
glukosa intervena harus dihitung berdasarkan barat badan dan kebutuhan
cairan, serta memiliki kolerasi dengan uji glikosa darah, untuk menentukan
kecukupan pengobatan perinfus.
pengkajian keperawatan penting
1. Kaji bayi baru lahir dan catat setiap faktor resiko. Waspada terhadap masa
gestasi khususnya pada bayi, seperti perterm, kurang usia masa gestasi dan
bayi dari ibu diabetes, bayi baru lahir dengan masalah asfiksia, stres karena
kedinginan, sepsis, atau polisitemia terutama termasuk beresiko. Anastesi
epidural ibu dapat mempengaruhi homeostasis glukosa ibu-bayi.
2. Kaji kadar glukosa darah dengan menggunakan strip-kimia pada seluruh
bayi baru lahir dalam 1-2 jam setelah kelahiran (lihat prosedur :
melakukan heel stickpada bayi baru lahir, pada halaman 337). Bayi yang
beresiko harus dikaji tidak lebih dari 2 jam setelah kelahiran, serta saat
sebelum pemberian ASI, apabila terdapat tanda ketidak normalan dan setiap 2-
4 jam hingga stabil.
3. Kaji seluruh bayi untuk tanda-tanda hipoglikemi.

Intervensi keperawatan penting


1. Mengacu pada protokol pengujian preparat glikosa, berikan ASI lebih awal atau
glikosa 5%-10% bagi bayi yang beresiko hipoglikemia.
2. Lakukan uji strip reagen glukosa oksidase atau optical bedside glucose
analyzer yang dibaca hasilnya perprotokol institusi. Jika kadar < dari 40 mg/Dl
lakukan STAT glukosa darah menggunakanstick vena yang diambil langsung oleh
petugas laboraturium. Kemudian berikan cairan glukosa per oral (sekitar 30 ml)
bagi bayi. Periksa kembali pemberian strip reagen oksidase glukosa atau optical
badside glucose analyzer dalam 1 jam. Catatan : jika strip reagen oksidase
glukosa atau optical bedside glucose analyzerhasilnya < dari 20 mg/Dl, lakukan
STAT glikosa darah dan siapkan untuk memulai terapi glukosa intravena.
3. Pantau bayi yang berkadar glukosa rendah, setelah diberikan caira glukosa per
oral untuk tanda hipoglikemia yang dapat pulih kembali, kira-kira 3-4 jam
institusi.
4. Jika terapi intervena dipesankan oleh dokter atau didindikasikan sesuai protokol
institusi.
a. Mulai pemberian dekstrosa 5%-10% dan cairan intravena melaui pompa infus,
untuk bayi yang beresiko hipoglekemia kemudian dilanjutkan infus glukosa sesuai
pesanan.
b. Berikan cairan infus melalui vena prifer ekstremitas atas untuk mrnghindari
varises diekstremitas bagian bawah, dan kemungkinan nekrosis jaringan, jika
terjadi infiltirasi intervena.
c. Pantau kadar glukosa menggunakan strip reagen oksidase glukosa atau optical
bedside glucouse analyzer setiap jam, selama terapi yang sesuai dengan protokol
instisusi.lakukan uji kadar glukosa darah minimal tiap 4-8 jam.
5. Pemantauan titrsi glukosa per intervena selama transisi kepemakaian glukosa
oral.
6. Pemberian tindakan yang memberikan rasa nyaman saat istirahat, dan
mempertahankan suhu lingkungan yang optimal, khusus untuk masing-masing
bayi, untuk mengurangi aktivitas dan konsumsi glukosa. Pengisapan bertujuan
relaksasi mungkin mengurangi tingkat aktivitas dan menghemat tingkat energi
bayi.
7. Bantu orang tua agar mengidentifikasi perasaannya serta rasa keprihatinan
terhadap kondisi bayi. Motivasi dan sediakan kontak yang maksimum, antara
orang tua dengan bayinya.
 Bayi dengan kadar glukose darah kurang dari 45 mg/Dl (2,6 mmol/L)
MANAJEMEN
Glukose darah kurang 25 mg/Dl (1,1 mmol/L) atau terdapat tanda
hipoglikemi
 pasang jalur IV jika belum terpasang
 berikan glukose 10% 2 Ml/kg secara IV bolus pelan dalam lima menit
jika jalur IV tidak dapat dipasang dengan cepat, berikan larutan glukose
melalui pipa lambung dengan dosis yang sama.

 Infus glukose 10% sesuai kebutuhan rumatan.


 Periksa kadar glukose darah satu jam setelah bolus glukose dan kemudian
tiap tiga jam :
- Jika kadar glikose darah masih kurang 25mg/Dl (1,1 mmol/L), ulangi
pemberian bolus glukose seperti tersebut diatas dan lanjutkan pemberian
infus ;
- Jika kadar glukose darah 25
- 45 mg/Dl (1,1 – 2,6 mmol/L), lanjutkan infus dan ulangi pemberian
glukose setiap tiga jam sampai kadar glukose 45 mg/Dl (2,6 mmol/L) atau
lebih ;
- Bila kadar glukose darah 45 mg/Dl (2,6 MMOL) atau lebih dalam
kedua kali pemeriksaan berturut-turut, ikuti petunjuk tentang frekuensi
pemeriksaan kadar glukose darah kembali norma.
 Anjurkan ibu menyusui. Bila bayi tidak dapat menyusu, berikan ASI
peras dengan menggunakan salah satu alternatif car pemberian minun.
 Bila kemampuan minum bayi meningkat turunkan pemberian
cairan infus setiap hari secara bertahap. Jangan menghentikan infus
glukose secara tiba-tiba.

Glukose darah 25 mg/Dl (1,1 mmol/L)-45 mg/Dl (2,6 mmol/L) tanpa


tanda Hipoglikemia
 Anjurkan ibu menyusui. Bila bayi dapat menyusu, berikan ASI
perasdengan menggunakan salah satu alternatif cara pemberian minuman.
 Pantau tanda hipoglikemia dan bila dijumpai tanda tersebut, tangani
seperti tersebut diatas
 Pemeriksaan kadar glukose darah dalam tiga jam atau sebelum
pemberian minum berikutnya :
- Jika kadar glukose darah kurang 25 mg/Dl (1,1 – 2,6 mmol/L), tanda
hipoglikemia, tangani seperti tersebut di atas;
- Jika kadar glukose darah antara 25 – 45 mg/Dl (1,1 – 2,6
mmol/L), naikan ferkuensi pemberian minum ASI atau naikan volume
pemberian minum dengan menggunakan salah satu arternatif
cara pemberian umum;
- Jika kadar glukose darah 45 mg/Dl (2,6 mmol/L) atau lebih lihat
tentang frekuensi pemeriksaan kadar glukose darah di bawah ini.

FREKUENSI PEMERIKSAAN GLUKOSE DARAH SETELAH


KADAR GLUKOSE DARAH NOMAL
 Jika bayi mendapatkan cairan IV, untuk alasan apapun, lanjutkan
pemeriksaan kadar glukose darah setiap 12 jam selama bayi masih
memerlukan infus. Jika kapan saja kadar glukose darah turun, tangani
seperti tersebut diatas.
 Jika bayi sudah tidak lagi mendapat infus cairan IV, periksa kadar
glikose darah setiap 12 jam sebanyak dua kali pemeriksaan :
- Jika kapan saja kadar glukose darah turun, tangani seperti tersebut
diatas;
- Jika kadar glukose darah tetap normal selama waktu tersebut, maka
pengukuran dihentikan.
3. Hiperbilirubinemia
Merupakan suatu kondisi bayi baru lahir dengan kadar bilirubin serum total
lebih dari 10mg% pada minggu pertama yang ditandai dengan ikterus, yang dikenal
dengan ikterus nenatorum patologis. Hiperbilirubinemia yang merupakan suatu
keadaan meningkatknya kadar bilirubin dalam jaringan ekstravaskuler, sehingga
kongjungtiva, kulit, dan mukosa akan berwarna kuning. Keadaan tersebut juga
berpotensi besar terjadi ikterus, yaitu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin
indirek pada otak. Bayi yang mengalami hiperbilirubinemia memiliki cirri sebagai
berikut :
1. Adanya ikterus terjadi pada 24 jam pertama
2. Peningkatan konsentrasi bilirubin serum 10mg% atau lebih setiap 24 jam
3. Konsentrasi bilirubin serum 10mg% pada neunatus yang cukup bulan dan
12,5mg% pada neonates yang kurang bulan
4. Ikterus disertai dengan proses hemolisis
5. Kemudian ikterus yang disertai dengan keadaan berat badan lahir kurang dari
2000gr
6. Masa gestasi kurang dari 36minggu
7. Asfiksia
8. Hipoksia
9. Syndrome gangguan pernapasan dll
Gejala atau tanda hiperbilirubinemia yaitu adanya ikterus yang timbul. Ikterus
ada 2 macam, yaitu ikterus fisiologis dan ikterus patologis. Ikterus fisiologis timbul
pada hari 2 dan hari ke3 dan menghilang pada minggu 1, selamabat-lambatnya adalah
10 hari pertama setelah lahir.kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10mg% pada
neonates yang cukup bulan dan 12,5mg% untuk neonnatua yang cukup bulan,
kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5mg setiap hari, kadar bilirubin
direk tidak melebihi 1mg% . jenis ikterus yang ke2 adalah ikterus patologis, dimana
ikterus ini terjadi pada 24 jam pertama , kadar bilirubin serum melebihi 10mg% pada
neonates cukup bulan dan melebihi 12,5mg% pada neonates kurang bulan, terjadi
penigkatan bilirubin lebih dari 5mg %/hari, ikterus nya menetap sesudah 2 minggu
pertama dan kadar bilirubin direct melebihi 1mg%.
4. paten duktus arteriosus

duktus arteriosus adalah saluran yang berasal dari arkus aorta ke vi pada
janin yang menghubungkan arteri pulmonalis dengan aorta desendens. pada bayi
normal duktus tersebut menutup secara fungsional 10 – 15 jam setelah lahir dan
secara anatomis menjadi ligamentum arteriosum pada usia 2 – 3 minggu. bila
tidak menutup disebut duktus arteriosus persisten (persistent ductus arteriosus :
pda). (buku ajar kardiologi fkui, 2001 ; 227)

patent duktus arteriosus adalah kegagalan menutupnya ductus arteriosus


(arteri yang menghubungkan aorta dan arteri pulmonal) pada minggu pertama
kehidupan, yang menyebabkan mengalirnya darah dari aorta tang bertekanan
tinggi ke arteri pulmonal yang bertekanan rendah. (suriadi, rita yuliani, 2001; 235)

patent duktus arteriosus (pda) adalah tetap terbukanya duktus arteriosus


setelah lahir, yang menyebabkan dialirkannya darah secara langsung dari aorta
(tekanan lebih tinggi) ke dalam arteri pulmoner (tekanan lebih rendah). (betz &
sowden, 2002 ; 375)

A. Patofisiologi

PATOFISIOLOGI YANG TERJADI ADALAH :

1. Pirau dari kiri ke kanan, berakibat peningkatan aliran darah ke arteri


pulmonalis
2. Dilatasi atrium kiri peningkatan tekanan atrium kiri
3. Peningkatan volume (volume overload) ventrikel kiri

derajat beratnya pirau kiri – kenan ditentukan oleh besarnya defek. kecuali
pada yang non restriktif, pirau ditentukan oleh perbedaan relatif tahanan antara
sirkulasi sistemik dan sirkulasi paru.

peningkatan tekanan di atium kiri sebagai akibat dari pirau kiri ke


kanan dapat memicu terjadinya pirau kiri ke kanan tambahan dari foramen
ovale yang teregang/ terbuka (stretched foramen ovale). (bila volume di
atrium kiri bertambah tekanan bertambah septum inter atrium akan
terdorong ke arah atrium kanan foramen ovale teregang terbuka,
disebutstretched foramen ovale ).

pada saat janin/fetus, plasenta adalah sumberprostaglandin utama.


setelah lahir, plasenta tidak ada. paru-paru merupakan tempat metabolisme
prostaglandin. dengan hilangnya plasenta, ditambah dengan semakin
matangnya fungsi paru, maka kadar prostaglandin neonatus akan segera
menurun. maka duktus akan mulai menutup secara fungsional
(konstriksi) dimulai dari sisi pulmonal. penutupan duktus ini dipengaruhi
oleh kadar pao2 ateri, prostaglandin, thromboksan.

pada neonatus preterm, penutupan duktus terjadi lambat, karena


metabolisme/degradasi prostaglandin tidak sempurna disebabkan oleh
fungsi paru yang belum matang, dan sensitivitas terhadap duktus
meningkat. respons duktus terhadap oksigen juga tidak baik. sementara itu,
dengan bertambahnnya umur, tahanan vaskular paru akan menurun, maka
pirau kiri ke kanan akan bertambah, sehingga muncullah gejala.

pada usia 2 minggu, duktus akan menutup secara anatomi dengan


terjadinya perubahan degeneratifdan timbulnya jaringan fibrotik, berubah
menjadiligamentum arteriosum

b. etiologi

penyebab terjadinya penyakit jantung bawaan belum dapat


diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa faktor yang diduga mempunyai
pengaruh pada peningkatan angka kejadian penyakit jantung bawaan :

1. Faktor prenatal

a. Ibu menderita penyakit infeksi : Rubella.


b. Ibu alkoholisme.
c. Umur ibu lebih dari 40 tahun.
d. Ibu menderita penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang memerlukan insulin.
e. Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu
2. Faktor genetik

a. Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan.


b. Ayah / Ibu menderita penyakit jantung bawaan.
c. Kelainan kromosom seperti Sindrom Down.
d. Lahir dengan kelainan bawaan yang lain.
C. Manifestasi Klinis

manifestasi klinis pda pada bayi prematur sering disamarkan oleh


masalah-masalah lain dengan prematur (misalnya sindrom gawat nafas).
tanda-tanda kelebihan beban ventrikel tidak terlihat selama 4 – 6 jam
sesudah lahir. bayi dengan pda kecil mungkin asimptomatik, bayi dengan
pda lebih besar dapat menunjukkan tanda-tanda gagal jantung kongestif
(chf)

1. kadang-kadang terdapat tanda-tanda gagal jantung

2. machinery mur-mur persisten (sistolik, kemudian menetap, paling


nyata terdengar di tepi sternum kiri atas)

3. tekanan nadi besar (water hammer pulses) / nadi menonjol dan


meloncat-loncat, tekanan nadi yang lebar (lebih dari 25 mm hg)

4. takhikardia (denyut apeks lebih dari 170), ujung jari hiperemik

5. resiko endokarditis dan obstruksi pembuluh darah pulmonal.

6. infeksi saluran nafas berulang, mudah lelah

7. apnea

8. tachypnea

9. nasal flaring

10. retraksi dada

11. hipoksemia

12. peningkatan kebutuhan ventilator (sehubungan dengan masalah paru)

d. penatalaksanaan medis

penatalaksanaan konservatif : restriksi cairan dan pemberian obat-


obatan : furosemid (lasix) diberikan bersama restriksi cairan untuk
meningkatkan diuresis dan mengurangi efek kelebihan beban
kardiovaskular, pemberian indomethacin (inhibitor prostaglandin) untuk
mempermudah penutupan duktus, pemberian antibiotik profilaktik untuk
mencegah endokarditis bakterial.

1. pembedahan : pemotongan atau pengikatan duktus.


2. non pembedahan : penutupan dengan alat penutup dilakukan pada
waktu
E. Pemeriksaan Diagnostik
1. Foto Thorak : Atrium dan ventrikel kiri membesar secara signifikan
(kardiomegali), gambaran vaskuler paru meningkat

2. Ekhokardiografi : Rasio atrium kiri terhadap pangkal aorta lebih dari 1,3:1
pada bayi cukup bulan atau lebih dari 1,0 pada bayi praterm (disebabkan oleh
peningkatan volume atrium kiri sebagai akibat dari pirau kiri ke kanan)

3. Pemeriksaan dengan Doppler berwarna : digunakan untuk mengeva-luasi


aliran darah dan arahnya.

4. Elektrokardiografi (EKG) : bervariasi sesuai tingkat keparahan, pada PDA


kecil tidak ada abnormalitas, hipertrofi ventrikel kiri pada PDA yang lebih
besar.

5. Kateterisasi jantung : hanya dilakukan untuk mengevaluasi lebih jauh hasil


ECHO atau Doppler yang meragukan atau bila ada kecurigaan defek tambahan
lainnya.

5. Infeksi
Infeksi Pada Neonatus
Infeksi pada neonatus lebih sering ditemukan pada BBLR. Infeksi lebih sering
ditemukan pada bayi yang lahir di rumah sakit dibandingkan dengan bayi yang lahir
di luar rumah sakit. Dalam hal ini tidak termasuk bayi yang lahir di luar rumah sakit
dengan cara septik. Bayi baru lahir mendapat imunitas trans. Plasenta terhadap kuman
yang berasal dari ibunya. Sesudah lahir, bayi terpapar pada kuman yang berasal bukan
saja dari ibunya tetapi juga berasal dari ibu lain. Terhadap kuman yang disebut
terakhir ini, bayi tidak mempunyai imunitas.
A. Patogenesis
Infeksi pada neonatus dapat melalui beberapa cara. Blanc membaginya
dalam 3 golongan, yaitu :

1. Infeksi Antenatal
Kuman mencapai janin melalui sirkulasi ibu ke plasenta. Di sini kuman
itu melalui batas plasenta dan menyebabkan intervilositis. Selanjutnya infeksi
melalui sirkulasi umbilikus dan masuk ke janin. Kuman yang dapat
menyerang janin melalui jalan ini ialah :
a. Virus, yaitu rubella, polyomyelitis, covsackie, variola, vaccinia, cytomegalic
inclusion ;
b. Spirokaeta, yaitu treponema palidum ( lues ) ;
c. Bakteri jarang sekali dapat melalui plasenta kecuali E. Coli
dan listeriamonocytogenes. Tuberkulosis kongenital dapat terjadi melalui
infeksi plasenta. Fokus pada plasenta pecah ke cairan amnion dan akibatnya
janin mendapat tuberkulosis melalui inhalasi cairan amnion tersebut.

2. Infeksi Intranatal
Infeksi melalui jalan ini lebih sering terjadi daripada cara yang lain.
Mikroorganisme dari vagina naik dan masuk ke dalam rongga amnion setelah
ketuban pecah. Ketubah pecah lama ( jarak waktu antara pecahnya ketuban
dan lahirnya bayi lebih dari 12 jam ), mempunyai peranan penting terhadap
timbulnya plasentisitas dan amnionitik. Infeksi dapat pula terjadi walaupun
ketuban masih utuh misalnya pada partus lama dan seringkali dilakukan
manipulasi vagina. Infeksi janin terjadi dengan inhalasi likuor yang septik
sehingga terjadi pneumonia kongenital selain itu infeksi dapat menyebabkan
septisemia. Infeksi intranatal dapat juga melalui kontak langsung dengan
kuman yang berasal dari vagina misalnya blenorea dan ” oral trush ”.

3. Infeksi Pascanatal
Infeksi ini terjadi setelah bayi lahir lengkap. Sebagian besar infeksi
yang berakibat fatal terjadi sesudah lahir sebagai akibat kontaminasi pada saat
penggunaan alat atau akibat perawatan yang tidak steril atau sebagai akibat
infeksi silang. Infeksi pasacanatal ini sebetulnya sebagian besar dapat dicegah.
Hal ini penting sekali karena mortalitas sekali karena mortalitas infeksi
pascanatal ini sangat tinggi. Seringkali bayi mendapat infeksi dengan kuman
yang sudah tahan terhadap semua antibiotika sehingga pengobatannya sulit.
Diagnosa infeksi perinatal sangat penting, yaitu disamping untuk
kepentingan bayi itu sendiri tetapi lebih penting lagi untuk kamar bersalin dan
ruangan perawatan bayinya. Diagnosis infeksi perianatal tidak mudah. Tanda
khas seperti yang terdapat bayi yang lebih tua seringkali tidak ditemukan.
Biasanya diagnosis dapat ditegakkan dengan observasi yang teliti, anamnesis
kehamilan dan persalinan yang teliti dan akhirnya dengan pemeriksaan fisis
dan laboratarium seringkali diagnosis didahului oleh persangkaan adanya
infeksi, kemudian berdasarkan persangkalan itu diagnosis dapat ditegakkan
dengan permeriksaan selanjutnya.
Infeksi pada nonatus cepat sekali menjalar menjadi infeksi umum,
sehingga gejala infeksi lokal tidak menonjol lagi. Walaupun
demikian diagnosis dini dapat ditegakkan kalau kita cukup wasdpada terhadap
kelainan tingkah laku neonatus yang seringkali merupakan tanda permulaan
infeksi umum. Neonatus terutama BBLR yang dapat hidup selama 72 jam
pertama dan bayi tersebut tidak menderita penyakit atau kelaianan kongenital
tertentu, namun tiba – tiba tingkah lakunya berubah, hendaknya harus selalu
diingat bahwa kelainan tersebut mungkin sekali disebabkan oleh infeksi.
Beberapa gejala yang dapat disebabkan diantaranya ialah malas, minum,
gelisah atau mungkin tampak letargis. Frekuensi pernapasan meningkat, berat
badan tiba – tiba turun, pergerakan kurang, muntah dan diare. Selain itu dapat
terjadi edema, sklerna, purpura atau perdarahan, ikterus, hepatosplehomegali
dan kejang. Suhu tubuh dapat meninggi, normal atau dapat pula kurang dari
normal. Pada bayi BBLR seringkali terdapat hipotermia dan sklerma.
Umumnya dapat dikatakan bila bayi itu ” Not Doing Well ” kemungkinan
besar ia menderita infeksi.

Pembagian infeksi perinatal


Infeksi pada neonatus dapat dibagi menurut berat ringannya dalam dua
golongan besar, yaitu berat dan infeksi ringan.
1. Infeksi berat ( major in fections ) : sepsis neonatal, meningitis, pneumonia,
diare epidemik, plelonefritis, osteitis akut, tetanus neonaturum.
2. Infeksi ringan ( minor infection ) : infeksi pada kulit, oftalmia neonaturum,
infeksi umbilikus ( omfalitis ), moniliasis.
B. Sepsis Neonatal
Gejala sespis pada neonantus telah diterangkan pada diagnosis infeksi
perinatal. Dengan menemukan gejala tersebut, apalagi dari anamnesis diketahui
terdapat kemungkinan adanya infeksi antenatal atau infeksi maka tindakan yang
dilakukan ialah :
1. Memberikan antibiotika spektrum luas sambil menunggu biakan darah dan uji
resistensi. Antibiotika yang menjadi pilihan pertama ialah sefalosporin ( sefotaksim )
dengan dosis 200 mg / kgbb / hari intravena dibagi dalam 2 dosis, dikombinasi
dengan amikasin yang diberikan dosis awal 10 mg / kgbb / hari intarvena, dilanjutkan
dengan 15 mg / kgbb / hari atau dengan gentomisin 6 mg / kgbb / hari. Pilihan kedua
ialah ampisilin 300 – 400 mg / kgbb / hari intravena, dibagi dalam 4 dosis. Pilihan
selanjutnya ialah kotriminazol 10 mg / kgbb / hari intravena dibagi dalam 2 dosis
selama 3 hari, dilanjutkan dengan dosis 6 mg / kgbb / hari intravena dibagi dalam 2
dosis ( dihitung berdasarkan dosis trimetoprim ). Lama pengobatan untuk sepsis
neonatal ialah 14 hari. Pada klorompenikol pada neonatus tidak melebihi 50 mg /
kgbb / hari untuk mencegah terjadinya syndrom ” Grey Baby ” dan pemberian
sefalosporin serta kotrimoksazol tidak dilakukan pada bayi yang berumur kurang dari
1 minggu.
2. Pemeriksaan laboratorium rutin.
3. Biakan darah 2 uji resistensi.
4. Fungsi lumbal dan biakan cairan serebrospinalis dan uji resistensi.
5. Bila ada indikasi, dapat dilakukan biakan tinja dan urin.

C. Pencegahan Infeksi
Pencegahan infeksi adalah bagian penting setiap komponen perawatan pada
bayi baru lahir. Bayi baru lahir lebih rentan terhadap infeksi karena sistem imun
mereka imatur, oleh karena itu, akibat kegagalan mengikuti prinsip pencegahan
infeksi terutama sangat membahayakan. Praktik pencegahan infeksi yang penting
diringkas di bawah ini.
Prinsip Umum Pencegahan Infeksi
Dengan mengamati praktik pencegahan infeksi di bawah akan
melindungi bayi, ibu dan pemberi perawatan kesehatan dari infeksi. Hal itu
juga akan membantu mencegah penyebaran infeksi :
1. Berikan perawatan rutin kepada bayi baru lahir.
2. Pertimbangkan setiap orang ( termasuk bayi dan staf ) berpotensi
menularkan infeksi.
3. Cuci tangan atau gunakan pembersih tangan beralkohol.
4. Pakai – pakaian pelindung dan sarung tangan.
5. Gunakan teknik aseptik.
6. Pegang instrumen tajam dengan hati – hati dan bersihkan dan jika perlu
sterilkan atau desinfeksi instrumen dan peralatan.
7. Bersihkan unit perawatan khusus bayi baru lahir secara rutin dan buang
sampah.
8. Pisahkan bayi yang menderita infeksi untuk mencegah infeksi nosokomial.

Asuhan Neonatus Pencegahan Infeksi


Berikan perawatan rutin bayi baru lahir :
1. Setelah enam jam pertama kehidupan atau setelah suhu tubuh bayi stabil,
gunakan kain katun yang direndam dalam air hangat untuk membersihkan
darah dan cairan tubuh lain ( misal: dari kelahiran ) dari kulit bayi, kemudian
keringkan kulit. Tunda memandikan bayi kecil ( kurang dari 2,5 kg pada saat
lahir atau sebelum usia gestasi 37 minggu ) sampai minimal hari kedua
kehidupan.
2. Bersihkan bokong dan area perineum bayi setiap kali mengganti popok
bayi, atau sesering yang dibutuhan dengan menggunakan kapas yang direndam
dalam air hangat bersabun, kemudian keringkan area tersebut secara cermat.
3. Pastikan bahwa ibu mengetahui peraturan posisi penempatan yang benar
untuk meyusui untuk mencegah mastitis dan kerusakan puting.

D. Penatalaksanaan
a. Mengatur posisi tidur/ semi fowler agar sesak berkurang
b. Apabila suhu tinggi lakukan kompres dingin
c. Berikan ASI perlahan-lahan sedikit demi sedikit
d. Apabila bayi muntah, lakukan perwatan muntah yaitu posisi tidur miring ke kiri
atau ke kanan.
e. Apabila ada diare perhatikan personal hygiene dan keadaan lingkungan.
f. Rujuk segera ke rumah sakit. Jelaskan pada keluarga untuk inform consent.
6. Pendarahan intraventrikuler
Perdarahn intraventrikuler dapat terjadi pada bayi prematur dan bayi cukup
bulan. Gambaran klinis perdarahan intraventrikuler tergantung kepada beratnya
penyakit dan saat terjadinya perdarahan.
Pada bayi kurang bulan dapat mengalami perdarahan hebat, gejala ynag
timbul dalam waktu beberapa menit sampai beberapa jam berupa gangguan nafas,
kejang tonik umum, pupil terfiksasi, kuadriparesis flaksid, deserebrasi dan stupor
atau koma yang dalam. Pada perdarahn sedikit, gejala timbul dalam beberapa jam
sampai beberapa hari sampai penurunan kesadaran, kurang aktif, hipotonia dan
lain-lain. Bila keadaab memburuk akan terjadi kejang.
Pada bayi cukup bulan biasanya disertai riwayat intrapartum misalnya
trauma, pasca pemberian cairan hiprtonik secra cepat terutama natrium bikarbonat
dan asfiksia. Manifestasi klinis yang timbul bervariasi mulai dari asimtomatik
sampai gejala yang hebat
Dan masalah jangka panjang yang mungkin timbul pada bayi-bayi dengan
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) antara lain:
1. Gangguan perkembangan
2. Gangguan pertumbuhan
3. Gangguan penglihatan (Retinopati)
4. Gangguan pendengaran
5. Penyakit paru kronis
6. Kenaikan angka kesakitan dan sering masuk rumah sakit
7. Kenaikan frekuensi bawaan
Prognosis
Prognosis bayi berat lahir rendah ini tergantung dari berat ringannya masalah
perinatal, misalnya masa gestasi makin (makin muda masa gestasi bayi tinggi
angka kematian), afiksia/iskemia otok, sindroma gangguan pernapasan,
perdarahan interaventrikuler, displasia bronkopulmonia, retrolental fibroplasias,
infeksi, gangguan metabolik (asidosis hipoglikemia, hiperbilubinemia) kadaan
sosial ekonomi, pendidikan orang tua dan perawatan pada saat kehamilan,
persalinan dan postnatal (pengaturan suhu lingkungan, resusitasi, makanan,
mencegah infeksi, mengatasi gangguan pernapasan, asfiksia, hiperbilirubinemia
, hipoglikemia, dll) .
Pencegahan
Menurut Manuaba (2006), dengan mengetahui berbagai faktor penyebab berat badan
lahir rendah dapat dipertimbangkan langkah pencegahan dengan cara:
1. Melakukan pengawasan hamil dengan seksama dan teratur.
2. Melakukan konsultasi terhadap penyakit yang dapat menyebabkan kehamilan
dan persalinan preterm
3. Memberi nasehat tentang :
 Gizi saat hamil
 Meningkatkan pengertian keluarga berencana internal
 Memperhatikan tentang berbagai kelainan yang timbul dan segera
melakukan konsultasi.
 Menganjurkan untuk pemeriksaan tambahan sehingga secara dini
penyakit ibu dapat diketahui dan diawasi/diobati
Pada kasus Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) Mencegah/preventif
adalah langkah yang penting. Dan hal-hal yang dapat dilakukan
diantaranya:
1. Meningkatkan pemeriksaan kehamilan secara berkala minimal 4 kali
selama kurun kehamilan dan dimulai sejak umur kehamilan muda. Ibu hamil
yang diduga berisiko, terutama faktor risiko yang mengarah melahirkan bayi
BBLR harus cepat dilaporkan, dipantau dan dirujuk pada institusi pelayanan
kesehatan yang lebih mampu.
2. Penyuluhan kesehatan tentang pertumbuhan dan perkembangan janin
dalam rahim, tanda-tanda bahaya selama kehamilan dan perawatan diri selama
kehamilan agar mereka dapat menjaga kesehatanya dan janin dalam
kandunganya dengan baik.
3. Hendaknya ibu dapat merencanakan persalinanya pada kurun waktu
reproduksi sehat (20-34 tahun).
4. Perlu dukungan sektor lain yang terikat untuk turut berperan dalam
meningkatkan pendidikan ibu dan status ekonomi keluarga agar mereka dapat
meningkatkan akses terhadap pemanfaatan pelayanan antenatal dan status gizi
ibu selama hamil.
Penatalaksanaan
Mengingat belum sempurnanya kerja alat-alat tubuh yang perlu untuk pertumbuhan
dan perkembangan dan penyesuaian diri dengan lingkungan hidup diluar uterus maka
perlu diperhatikan pengaturan suhu lingkungan, pemberian makanan, dan bila perlu
pemberian oksigen, mencegah infeksi serta mencegah kekurangan vitamin dan zat
besi .
a. Mempertahankan Suhu
Bayi prematur mudah dan cepat sekali menderita hipotermia bila berada di
lingkungan dingin. Bila bayi dirawat di dalam inkubator, maka suhunya untuk bayi
dengan berat badan kurang dari 2 kg adalah 35°C dan untuk bayi berat badan 2-2,5 kg
34°C agar ia dapat mempertahankan suhu tubu sekitar 37°C suhu inkubator dapat
diturukan 1°C perminggu untuk bayi dengan berat badan kurang dari 2 kg secara
berangsur-angsur ia dapat diletakan didalam tempat tidur bayi dengan suhu
lingkungan 27°C-29°C. Bila inkubator tidak ada, pemanasan dapat dilakukan dengan
membungkus bayi dan meletakkan botol-botol hangat di sekitar atau dengan
memasang lampu petromaks didekatkan pada tempat tidur bayi. Bayi dalam inkubator
hanya dipakaikan popok. Hal ini penting untuk memudahkan pengawasan mengenai
keadaan umum, tingkah laku, pernapasan dan kejang.
Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) mengalami hipotermi, sebab itu suhu
tubuhnya harus di pertahankan dengan ketat (Sarwono, 2006)
Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Setelah lahir adalah
mempertahankan suhu bayi agar tetap normal, dan juga sangat rentan terjadinya
hiportermi, karena tipisnya cadangan lemak dibawah kulit dan masih belum
matangnya pusat pengaturan panas di otak, untuk itu BBLR harus selalu dijaga
kehangatanya. Cara paling efektif mempertahakan suhu tubuh normal adalah sering
memeluk dan mengendong bayi.
Ada suatu cara yang disebut metode kangguru atau atau perawatan bayi lekat,
yaitu bayi selalu didekat ibu atau orang lain dengan kontak langsung kulit bayi
dengan kulit ibu. Cara lain, bayi jangan segera dimandikan sebelum enam jam BBLR
(Kosim, 2007). Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) mudah dan cepat
mengalami hipotermi, kehilangan panas disebabkan oleh permukaan tubuh bayi
relativ lebih luas dibandingkan dengan berat badan, kurangnya jaringan lemak, dan
kekurangan lemak coklat (brown fat) ( Koswara, 2009).
Bayi prematur dengan cepat akan kehilangan panas dan menjadi hipotermi,
karena pusat pengaturan panas belum berfungsi dengan baik, metabolismenya rendah
dan permukaan badan relativ luas oleh karena itu bayi prematur harus dirawat di
dalam indikator sehingga badanya mendekati dalam rahim. Bila bayi dirawat dalam
indikator maka suhu bayi dengan berat badan, 2 kg adalah 35 °C dan untuk bayi
dengan berat badan 2-2,5 kg adalah 33-34 °C. Bila indikator tidak ada bayi dapat
dibungkus dengan kain dan disampingnya diletakan botol yang berisi air panas,
sehingga panas badanya dapat dipertahankan.
b. Penimbangan Berat Badan
Perubahan berat badan mencerminkan kondisi gizi/nutrisi bayi dan erat
kaitannya dengan daya dan tubuh, oleh sebab itu penimbangan berat badan agar bayi
tidak menderita hipoglikemia dan hiperbilirubinemia. Pada umunya bayi dengan berat
lahir 2000 gram atau lebih dapat mengisap air susu ibu dan bayi dengan berat kurang
1500 gram bayi diberi minum melalui sonde. Sesudah 5 hari bayi lahir dicoba
menyusu pada ibunya, bila daya isap cukup baik maka pemberian air susu ibu
diteruskan .
c. Makanan bayi
Pada bayi prematur refleks isap, telan dan batuk belum sempurna, kapasitas
lambung masih sedikit, daya enzim pencernaan terutama lipase masih kurang di
samping itu kebutuhan protein 3-5 gr perhari dan tinggi kalori (110 kal/kg/hari), agar
berat badan bertambah sebaik-baiknya. Pemberian minum dimulai pada waktu bayi
berumur tiga jam agar bayi tidak menderita hipoglikemia dan hiperbilirubinemia pada
umumnya bayi dengan berat badan lahir 2000 gram agar lebih dapat mengisap air
susu ibu dan bayi dengan berat kurang 1500 gram diberi minum melalui sonde.
Sesudah 5 hari bayi dicoba menyusu pada ibunya, bila daya isap cukup baik maka
pemberian air susu diteruskan .

Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) reflek menelan belum sempurna
oleh sebab itu pemberian nutrisi harus dilakukan dengan cepat .
Alat pencernaan bayi masih belum sempurna, lambung kecil, enzim
pencernaan belum matang, sedangkan kebutuhan protein 5 gram/kg/BB, dan kalori
110 kal/kg/BB. Sehingga pertumbuhannya dapat meningkat. Pemberian minuman
bayi sekitar 3 jam setelah lahir dan didahului dengan menghisap cairan lambung.
Reflek menghisap masih lemah, sehingga pemberian minuman sebaiknya sedikit
demi sedikit, tetapi dengan frekuensi lebih sering.

ASI merupakan makanan yang paling penting sehinga ASI yang paling
penting diberikan lebih dahulu, bila faktor menghisapnya kurang maka ASI dapat
diperas dan diminumkan dengan sendok perlahan-lahan atau dengan memasang sonde
lambung menuju lambung. Permulaan cairan diberikan sekitar 50 sampai 60
cc/kg/BB/hari, dan terus dinaikkan sampai mencapai sekitar 200 cc/kg/BB/hari .
Pertumbuhan juga harus ada cadangan kalori untuk mengejar ketinggalan
beratnya. Minuman utama dan pertama adalah Air Susu Ibu (ASI) yang sudah tidak
diragukan lagi keutungan atau kelebihanya. Disarankan Bayi menyusu ASI ibunya
sendiri, terutama untuk bayi prematur. ASI ibu memang cocok untuknya, karena
didalamnya terkandung kalori dan protein tinggi serta elektrolit minimal, Refleks
menghisap dan menelan BBLR biasanya masih sanggat lemah, untuk itu diperlukan
pemberian ASI peras yang disendokan kemulutnya atau bila sangat terpaksa dengan
pipa lambung.
Susu formula khusus BBLR, bisa diberikan bila ASI tidak dapat diberikan karena
berbagai sebab. Kekurangan minum pada BBLR akan mengakibatkan ikterus atau
bayi kuning .
Berat badan rata-rata 2500-4000 gram kurang dari 2500 gram menunjukan
kecil untuk usia gestasi, pemberian nutrisi harus diperhatikan. Bayi dengan dehidrasi
harus diberikan infus. Beri minum dengan tetes ASI/sonde karena reflek menelan
BBLR belum sempurna, kebutuhan cairan untuk bayi baru lahir 120-150 ml/kg BB/
hari.

d. Mencegah Infeksi
Bayi berat lahir rendah mudah sekali terkena daya tahan tubuh yang masih
lemah, kemampuaan leukosit masih kurang dan pembentukan antibodi belum
sempurna, oleh karena itu, upaya preventif sudah dilakukan sejak pengawasan
antenatal sehingga tidak terjadi persalinan prematuritas (BBLR), dengan demikan
perawatan dan pengawasan bayi prematuritas secara khusus dan terisolasi dengan baik
(Manuaba, 2006).
Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) sangat rentan akan infeksi,
perhatikan prinsip-prinsip pencegahan infeksi termasuk mencuci tangan sebelum
memegang bayi .
Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) sangat rentan akan infeksi, ini
disebabkan oleh karena daya tahan tubuh terhadap infeksi berkurang, relativ belum
sanggup membantu antibodi dan daya fagositosis serta reaksi terhadap peradangan
belum oleh karena itu, perhatikan prinsip-prinsip pencegahan infeksi, termasuk
mencuci tanggan sebelum memegang bayi .

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Bayi yang mengalami penyakit resiko tinggi dan bermasalah sebaiknya
langsung dibawah kerumah sakit atau langsung di konsultasikan kedokter agar supaya
mencegah parahnya penyakit yang dialami.

Anda mungkin juga menyukai