Anda di halaman 1dari 9

1. Instalasi Farmasi harus dapat menjamin tidak ada kesalahan penggunaan obat.

Kegiatan apa saja yang dapat diselenggarakan oleh instalasi farmasi terkait diatas?
Jelaskan !
Jawaban:

Untuk menjamin tidak ada kesalahan penggunaan obat Instalasi Farmasi melakukan
kegiatan berikut:
a. Melakukan jaminan mutu penggunaan obat
Penggunaan obat harus dipastikan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau.
Untuk menjamin obat sesuai indikasi dilakukan telaah resep, semua resep harus ditulis
lengkap dan jelas untuk mengurangi kesalahan telaah resep. Untuk mengurangi kesalahan
resep karena resep tidak terbaca bisa dilakukan pembuatan pedoman peresepan oleh
dokter sehingga dapat menjamin tidak ada resep yang tidak terbaca dan tidak ada resep
yang salah obat dan dosis. Sebelum peresepan dilakukan visite bersama, selama
peresepan dilakukan skrining resep, penyiapan obat dan telaah obat apakah sudah sesuai,
setelah peresepan dilakukan pemantauan efek terapi dan pemantauan efek samping obat.
b. Mengevaluasi penggunaan obat
Dibuat evaluasi yang terstruktur dan berkesinambungan untuk memantau
penggunaan obat di rumah sakit, mengevaluasi kesesuaian penggunaan obat sesuai
prosedur, efek terapi dan efek sampingnya, mengevaluasi penggunaan obat secara
kualitatif (kesesuaian penggunaan obat) dan kuantitatif (% kesesuaian, jumlah kasus, dll).
Adapun tujuan dari Evaluasi Penggunaan obat adalah:
 mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola penggunaan Obat
 membandingkan pola penggunaan Obat pada periode waktu tertentu
 memberikan masukan untuk perbaikan penggunaan Obat
 menilai pengaruh intervensi atas pola penggunaan Obat.
c. Promosi peresepan yang rasional
Menjamin bahwa resep sesuai dengan 7 benar (tepat indikasi, pasien, obat, dosis,
waktu pemberian, cara pemberian, waspada ESO) dengan memperhatikan unsur obat,
kombinasi obat dan penderita atau pasien yang menerima obat.

2. Siapa saja yang berperan dalam mewujudkan pengobatan yang rasional? Sebutkan
dan berikan penjelasannya !
Jawaban:
Penggunaan obat rasional merupakan hal utama dari pelayanan kefarmasian. Di
rumah sakit dan sarana pelayanan kesehatan lainnya, kejadian medication error dapat
dicegah jika melibatkan pelayanan farmasi klinik dari apoteker yang sudah terlatih.
Peran Apoteker dalam keselamatan pengobatan (Medication Safety Pharmacist)
meliputi:
a. Mengelola laporan medication error
o Membuat kajian terhadap laporan insiden yang masuk
o Mencari akar permasalahan dari error yang terjadi
b. Mengidentifikasi pelaksanaan praktek profesi terbaik untuk menjamin medication
safety
o Menganalisis pelaksanaan praktek yang menyebabkan medication error
o Mengambil langkah proaktif untuk pencegahan
o Memfasilitasi perubahan proses dan sistem untuk menurunkan insiden yang sering
terjadi atau berulangnya insiden sejenis
c. Mendidik staf dan klinisi terkait lainnya untuk menggalakkan praktek pengobatan
yang aman
o Mengembangkan program pendidikan untuk meningkatkan medication safety dan
kepatuhan terhadap aturan/ SOP yang ada
d. Berpartisipasi dalam komite / tim yang berhubungan dengan medication safety
e. Komite keselamatan pasien RS dan komite terkait lainnya
f. Terlibat didalam pengembangan dan pengkajian kebijakan penggunaan obat
g. Memonitor kepatuhan terhadap standar pelaksanaan keselamatan pasien yang ada

3. Mengapa rumah sakit yang memiliki unit produksi internal seharusnya juga
mempunyai laboratorium internal ? Jelaskan !

Jawaban

Hal ini dikarena, adanya laboratorium internal sebagai control kualitas


terhadap produk dari unit produksi IFRS dan unit lain; meliputi bahan baku sampai
produk jadi. Serta harus memenuhi CPOB. Laboratorium internal merupakan Suatu
unit kerja di Instalasi Farmasi yang bertugas menyelenggarakan pengawasan dan
pengujian baik kualitatif maupun kuantitatif terhadap bahan baku obat dan produk jadi
 kualitas terjamin sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan dan berpartisipasi
kegiatan penelitian dan pendidikan sehingga memenuhi kwalifikasi saat akan
diproduksi.

4. Sebutkan alur proses yang dilakukan dalam pelayanan CSSD dirumah sakit?
jelaskan !
Jawaban:

A. Tatalaksana pelayanan penyediaan barang steril


1. Perencanaan dan penerimaan barang
 Linen
 Instrumen
 Sarung tangan dan bahan habis pakai
2. Pencucian
 Linen dilakukan di bagian rumah tangga/ laundry
 Instrument
 Sarung tangan
3. Pengemasan dan pemberian tanda
 Linen
 Instumen
 Sarung tangan
4. Proses sterilisasi
 Linen
 Instrument
 Sarung tangan, bahan plastik, dan sebagainya
5. Penyimpanan dan distribusi
6. Pemantauan kualitas sterilisasi
 Pemantauan proses sterilisasi : indikator, fisika, kimia, dan biologi
 Pemantauan hasil sterilisasi : sterilisasi dengan tes mikrobiologi
7. Pencatatan dan pelaporan

B. Alur kerja

Tahap-tahap sterilisasi alat/bahan medik meliputi


1. Dekontaminasi
Dekontaminasi adalah proses fisik atau kimia untuk membersihkan benda-benda
yang mungkin terkontaminasi oleh mikroba yang berbahaya bagi kehidupan, sehingga
aman untuk proses-proses selanjutnya. Tujuan dari proses dekontaminasi adalah untuk
melindungi pekerja yang bersentuhan langsung dengan alat - alat kesehatan yang sudah
melalui proses dekontaminasi tersebut, dari penyakit-penyakit yang dapat disebabkan
oleh mikroorganisme pada alat-alat kesehatan tersebut. Kegiatan dari peruses
dekontaminasi ini meliputi penanganan, pengumpulan, dan transportasi benda-benda
kotor; pembuangan limbah; pencucian/ cleaning; penanganan alat-alat yang
terkontaminasi di Point of Use; penanganan alat-alat yang terkontaminasi di ruang
dekontaminasi; pencucian alat baik secara manual maupun mekanis; disinfeksi kimia;
serta pasteurisasi. Tingkat disinfeksi yang diperlukan suatu alat dalam proses disinfeksi
tergantung pada resiko infeksi sehubungan dengan penggunaan alat tersebut. Oleh sebab
itu, pemilihan metode dekontaminasi berdasarkan tingkat daya bunuh (aktivitas
germicidal).
2. Pengemasan
Pengemasan yang dimaksud termasuk semua materi yang tersedia untuk fasilitas
kesehatan yang didesain untuk membungkus, mengemas, dan menampung alat-alat yang
dipakai ulang untuk sterilisasi, penyimpanan, dan pemakaian. Tujuan pengemasan ini
adalah untuk menjaga keamanan dan efektivitas perawatan pasien yang merupakan
tanggung jawab utama pusat sterilisasi.
Prinsip-prinsip pengemasan antara lain :
 Sterilan harus dapat diserap dengan baik menjangkau seluruh permukaan kemasan
dan isinya
 Harus dapat menjaga sterilitas isinya hingga kemasan dibuka
 Harus mudah dibuka dan isinya mudah diambul tanpa menyebabkan kontaminasi.
Bahan kemasan harus memenuhi syarat-syarat tertentu, antara lain dapat menahan
mikroorganisme dan bakteri, kuat dan tahan lama, mudah digunakan, tidak mengandung
racun, segelnya baik, dibuka dengan mudah dan aman, serta diketahui masa kadaluarsa.
Terdapat beberapa tipe dari bahan-bahan kemasan tersebut, yaitu kertas, film plastik,
kain (linen), dan kain campuran
3. Sterilisasi
 Sterilisasi Panas Kering
Proses sterilisasi terjadi melalui mekanisme konduksi panas, dimana panas akan
diabsorpsi oleh permukaan luar dari alat yang disterilkan lalu merambat ke bagian dalam
permukaan sampai akhirnya suhu sterilisasi tercapai. Sterilisasi panas kering biasa untuk
alat-alat atau bahan dimana steam tidak dapat berpenetrasi secara mudah atau untuk
peralatan yang terbuat dari kaca.
Pada sterilisasi panas kering pembunuhan mikroorganisme terjadi melalui mekanisme
oksidasi sampai terjadi koagulasi protein sel. Sterilisasi ini memerlukan waktu yang
lebih lama dengan suhu yang lebih tinggi dan terjadi pada oven konveksi panas kering.
 Sterilisasi Etilen Oksida (EtO)
Metode ini menggunakan suhu rendah. Etilen oksida membunuh mikroorganisme
dengan cara bereaksi terhadap DNA mikroorganisme melalui mekanisme alkilasi. Etilen
oksida hanya digunakan untuk sterilisasi alat yang tidak dapat disterilkan dengan metode
sterilisasi uap/suhu tinggi.
 Sterilisasi Uap
Uap membunuh mikroorganisme melalui denaturasi dan koagulasi sel protein secara
reversibel. Untuk menghasilkan barang steril diperlukan pre-sterilisasi (dekontaminasi
dan pembersihan yang baik, pengemasan yang baik) dan pasca sterilisasi (penyimpanan)
perlu diperhatikan.
 Sterilisasi menggunakan Plasma
Plasma secara umum didefinisikan sebagi gas terdiri dari electron, ion-ion, maupun
partike-partikel neutral. Gas plasma suhu rendah terjadi apabilan dalam keadaan dep-
vacum gas tertentu distimulasi dengan frekuensi radio atau energi gelombang mikro
sehingga terbentuk plasma. Plasma dari beberapa gas seperti argon, nitrogen, dan
oksigen menunjukkan aktivitas sporosdial.
 Sterilisasi Suhu Rendah Uap Formaldehid
Gas ini membunuh mikroorganisme melalui mekanisme alkilasi. Formaldehid telah lama
digunakan untuk mendisinfeksi ruangan, lemari, maupun instrument-instrumen, namun
dalam keadaan tunggal tidak dapat digunakan untuk sterilisasi alat rentan panas,
khususnya dengan lumen kecil, karena daya penetrasinya yang lemah serta aktivitas
sporsidalnya yang sangat lemah. Tapi bila dikombinasikan dengan steam di bawah
tekanan atmosfir, daya penetrasinya meningkat sehingga sterilisasi dapat tercapai dengan
lebih cepat.

5. Pada proses pelayanan resep obat rawat inap di rumah sakit. Informasi obat apa
saja yang dibutuhkan apoteker yang sebaiknya tersedia dalam sistem informasi
obat yang terpadu di rumah sakit? Jelaskan !
Jawaban:

Pemberian informasi obat harus benar, jelas, mudah dimengerti, akurat, tidak
bias, etis, bijaksana dan terkini Pemberian informasi obat harus benar, jelas, mudah
dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana dan terkini sangat diperlukan dalam
upaya pengobatan yang rasional oleh pasien. Sumber informasi obat dapat diperoleh
dari Buku Farmakope Indonesia, Informasi Spesialite Obat Indonesia (ISO), Informasi
Obat Nasianal Indonesia (IONI), Farmakologi dan Terapi, serta buku-buku lainnya.
Informasi obat juga dapat diperoleh dari setiap kemasan atau brosur obat . Informasi
obat yang diperlukan oleh apoteker untuk nantinya dapat disampaikan kepada pasien,
meliputi:
a) Waktu penggunaan obat, misalnya berapa kali obat digunakan dalam sehari, apakah
di waktu pagi, siang, sore, atau malam. Dalam hal ini termasuk apakah obat
diminum sebelum atau sesudah makan.
b) Lama penggunaan obat, apakah selama keluhan masih ada atau harus dihabiskan
meskipun sudah terasa sembuh. Obat antibiotic harus dihabiskan untuk mencegah
timbulnya resistensi.
c) Cara penggunaan obat yang benar akan menentukan keberhasilan pengobatan.
Oleh karena itu pasien harus mendapat penjelasan mengenai cara penggunaan
obat yang benar terutama untuk sediaan farmasi tertentu seperti obat oral, obat tetes
mata, salep mata, obat tetes hidung, tetes telinga, suppositoria dank rim atau salep
rectal dan tablet vagina.

Sistem informasi obat untuk mendukung monitoring distribusi obat pada rawap inap
berisi tentang
a. File data pasien adalah file data yang berisi field-field yangmenjelaskan identitas
pasien seperti : nama, alamat, umur, jenis kelamin, pekerjaan, agama, No. rekam
medik, ruang, identitas dokter
b. File obat adalah file data yang berisi field-field yang menjelaskan Data obat
seperti : nama obat, jumlah yang didistribusikan ke per pasien, harga beli obat,
harga jual obat, identitas pasien yang menggunakan.
c. File dokter adalah file data yang berisi field-field yang menjelaskan
d. Data dokter seperti: nama dokter, no Id dokter, alamat, spesialisasi
e. File ruang adalah file data yang berisi field-field yang menjelaskan data ruang
seperti : nama ruang, kelas, jumlah tempat tidur, harga kamar.
f. File petugas adalah file data yang berisi field-field yang menjelaskan data petugas
seperti : nama, alamat, No.telp, pendidikan, jabatan.
g. File distributor adalah file data yang menjelaskan datadistributor seperti : nama
distributor, alamat, No.tlp, email.

6. Lakukan identifikasi resiko pada pelayanan depo farmasi rawat jalan dan
bagaimana melakukan manajemen resikonya ! Jelaskan !
Jawaban

Manajemen resiko pada pelayanan depo farmasi rawat jalan:


1. Menentukan konteks manajemen resiko
Pada tahap ini, harus ditentukan ruang lingkup dari pelayanan depo farmasi rawat
jalan mana yang akan dilakukan manajemen resiko. Proses ini harus dilakukan dengan
penuh pertmbangan dari karakteristik kondisi klinik pasien, penyakit pasien dan
farmakoterapi pasien.
2. Mengidentifikasi resiko
Beberapa resiko yang berpotensi terjadi dalam pelayanan depo farmasi rawat jalan:
 Terkait karakteristik kondisi klinik pasien, yaitu: umur, jenis kelamin, etnik, ras, status
kehamilan, status nutrisi, status system imun dan fungsi masing-masing organ.
 Terkait penyakit pasien, yaitu: tingkat keparahan, persepsi pasien terhadap tingkat
keparahan dan tingkat cidera yang ditimbulkan oleh keparahan penyakit.
 Terkait farmakoterapi pasien, yaitu: toksisitas, profil relaksi obat yang tidak
dikehendaki, rute da teknik pemberian dan ketepatan terapi.
Berikut ini merupakan contoh dari resiko yang mungkin terjadi:
 Salah membaca tulisan dokter, sehingga pasien tidak mendapat obat sesuai
penyakitnya, dapat berakibat fatal bila obat yang diberikan ternyata memberikan
dampak yang berbahaya bagi pasien.
 Salah mengambil obat karena mirip nama atau kemasan, karena tidak dipisahkan
dalam penyimpanannya ataupun kesalahan karena ketidaktelitian pengambilan.
 Salah memberikan etiket, sehingga dalam aturan pakainya dapat terjadi kesalahan
 Tidak mengkaji resep ada tidaknya interaksi antar obat, sehingga bila ada interaksi
yang menurunkan potensinya, tujuan pengobatan tidak dapat berjalan maksimal.
3. Menganalisa resiko
Setelah seluruh resiko diidentifikasi, maka dilakukan pengukuran tingkat
kemungkinan dan dampak resiko. Pengukuran resiko dilakukan setelah
mempertimbangkan pengendalian resiko yang ada. Pengukuran resiko dilakukan
menggunakan kriteria pengukuran resiko secara kualitatif, semi kualitatif atau kuantitatif
tergantung pada ketersediaan data tungkat kejadian peristiwa dan dampak kerugian ang
ditimbulkan.
Pengukuran secara kualitatif dilakukan dengan memberikan deskripsi dari resiko
yang terjadi. Sedangkan pengukuran secara kuantitatif dilakukan dengan memberikan
paparan secara statistic berdasarkan data sesungguhnya.
4. Mengevaluasi resiko
Dilakukan dengan membandingkan resiko yang telah dianalisis dengan kebijakan
pimpinan Rumah Sakit serta menentukan prioritas masalah yang harus segera diatasi.
Setelah resiko diukur tingkat kemungkinan dan dampaknya, maka disusunlah urutan
prioritas resiko. Mulai dari resiko dengan tingkat resiko tertinggi sampai dengan resiko
terendah. Resiko yang tidak termasuk dalam resiko yang dapat diterima atau ditoleransi
merupakan resiko yang menjadi prioritas untuk segera ditangani. Setelah diketahui
besarnya tingkat resiko dan prioritas resiko, makan perlu disusun peta resiko.
Peta resiko dapat dibuat berdasarkan prioritas resiko, seperti contoh berikut:
1. Penerimaan resep
2. Pembacaan resep
3. Pengentrian ke komputer untuk pengklaiman keuangan
4. Pembuatan etiket
5. Penyiapan obat
6. Penggabungan antara etiket dan obat yang telah disiapkan
7. Pemberian informasi kepada pasien ketika menyerahkan obat.
`Menjadi prioritas utama dalam penerimaan resep, terutama saat pembacaan resep
(bila salah membaca resep, salah pula obat yang diberikan). Diperlukan juga ketelitian
dalam kesesuaian antara lembar resep dengan lembar SEP/jaminan pasien.
5. Mengatasi resiko.
Resiko yang tidak dapat diterima/ditoleransi segera dibuatkan rencana tindakan
untuk meminimalisir kemungkinan dampak terjadinya resiko dan personel yang
bertanggung jawab untuk melaksanakan rencana tindakan.
Pemilihan cara menangani resiko dilakukan dengan mempertimbangkan biaya dan
manfaat, yaitu biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan rencana tindakan lebih rendah
daripada manfaat yang diperoleh dari pengurangan dampak kerugian resiko.
Seluruh resiko yang diidentifikasi, dianalisis, dievaluasi, dan ditangani dimasukkan
ke dalam register resiko yang memuat informasi mengenai nama resiko, uraian mengenai
indikator resiko, faktor pencetus terjadinya peristiwa yang merugikan, dampak kerugian
bila resiko terjadi, pengendalian resiko yang ada, ukuran tingkat kemungkinan/dampak
terjadinya resiko setelah mempertimbangkan pengendalian yang ada, dan rencana
tindakan untuk meminimalisir tingkat kemungkinan/dampak terjadinya resiko, serta
personil yang bertanggung jawab melakukannya.
Ada beberapa cara yang dapat digunakan dalam mengatasi resiko pada pelayanan
depo farmasi rawat jalan, yaitu :
a. Melakukan sosialisasi terhadap kebijakan pimpinan Rumah Sakit.
b. Mengidentifikasi pilihan tindakan untuk mengatasi risiko.
c. Menetapkan kemungkinan pilihan.
d. Menganalisa risiko yang mungkin masih ada.
e. Mengimplementasikan rencana tindakan, meliputi menghindari risiko, mengurangi
risiko, memindahkan risiko, menahan risiko, dan mengendalikan risiko.
6. Memantau resiko.
Perubahan kondisi internal dan eksternal menimbulkan resiko baru, mengubah
tingkat kemungkinan/dampak terjadinya resiko, dan cara penanganan resikonya.
Sehingga setiap resiko yang teridentifikasi masuk dalam register resiko dan peta resiko
perlu dipantau perubahannya.
7. Mengkomunikasikan resiko.
Setiap tahapan kegiatan identifikasi, analisis, evaluasi, dan penanganan resiko
dikomunikasikan/ dilaporkan kepada pihak yang berkepentingan terhadap aktivitas bisnis
yang dilakukan perusahaan untuk memastikan bahwa tujuan manajemen resiko dapat
tercapai sesuai dengan keinginan pihak yang berkepentingan. Pihak yang berkepentingan
berasal dari internal (manajemen, karyawan) dan eksternal (pemasok, pemerintah daerah/
pusat, masyarakat sekitar lingkungan rumah sakit).

Anda mungkin juga menyukai