Anda di halaman 1dari 22

Latihan Tanya Jawab Sidang

Komprehensif Mhw. Apoteker part.1


Mei 5, 2014 acepqurnadi Tinggalkan komentar

Tengs bagi rekan pengunjung… Kunjungan anda adalah berkah bagi blog saya. Silhkan
coment pada kolom yang disediakan untuk perbaikan blog.

Point point dalam sidang kompre :

1.Apa yang menjadi Dasar Hukum Kompetensi Apoteker?

DASAR HUKUM

(1) Undang Undang No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan


(2) Undang Undang No 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
(3) Peraturan Pemerintah No 20 tahun 1962 tentang Lafal Sumpah/Janji Apoteker
(4) Peraturan Pemerintah No 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan
(5) Peraturan Pemerintah No 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian
(6) Keputusan Menteri Kesehatan No 1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek
(7) Keputusan Menteri Kesehatan No 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit
(8) Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Ikatan Apoteker Indonesia (AD/ART
IAI) Hasil Kongres Nasional ISFI tahun 2009
(9) Kode Etik Apoteker Indonesia – Hasil Kongres Nasional ISFI tahun 2009
(10) Hasil Rakernas IAI tanggal 10-12 Desember 2010 tentang Sertifikasi Kompetensi
Apoteker
(11) Standar Kompetensi Apoteker Indonesia Tahun 2011

2. Kenapa harus ada himpunan seminat Farmasi ??

Jawab :

PERATURAN ORGANISASI
TENTANG HIMPUNAN SEMINAT

NOMOR : 009 /PO/PP-IAI/V/2010

1. Himpunan seminat dibentuk di tingkat Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia (PP IAI)
dan Pengurus Daerah Ikatan Apoteker Indonesia (PD IAI), melalui musyawarah himpunan
seminat di tingkat pusat dan daerah
2. Himpunan seminat mempunyai tugas untuk menjaga ,meningkatkan dan
mengembangkan kompetensi anggotanya.
3. Penyebutan nama Himpunan seminat adalah Nama Himpunan Seminat diikuti nama
Pengurus Pusat IAI atau Pengurus Daerah IAI dan nama Propinsinya. Contohnya untuk
Himpunan Seminat Farmasi Rumah Sakit penyebutannya adalah Himpunan Seminat Farmasi
Rumah Sakit Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia disingkat HISFARSI PP IAI dan
untuk daerah misalnya Jawa Tengah HISFARSI PD IAI Jawa Tengah.
4. Untuk sementara Himpunan Seminat dibentuk untuk

 a) Himpunan Seminat Farmasi Rumah Sakit (HISFARSI)


 b) Himpunan Seminat Farmasi Masyarakat (HISFARMA)
 c) Himpunan Seminat Farmasi Distribusi (HISFARDIS)
 d) Himpunan Seminat Farmasi Industri (HISFARIN)
 e) Himpunan Seminat Farmasi Industri Obat Tradisional (HISFARINOT)
 f) Himpunan Seminat Farmasi Klinik (HISFARKLIN)

Dan selanjutnya dapat dibentuk sesuai dengan kebutuhan.


5. Surat Keputusan Penetapan Susunan Pengurus Himpunan Seminat di tingkat pusat
dikeluarkan oleh Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia (IAI)
6. Surat Keputusan Penetapan Susunan Pengurus Himpunan Seminat di tingkat daerah
dikeluarkan oleh Pengurus Daerah Ikatan Apoteker Indonesia (IAI)
7. Himpunan Seminat merupakan bagian integral dari struktur kepengurusan di tingkat
Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia (PPIAI) dan Pengurus Daerah Ikatan Apoteker
Indonesia (PD IAI)

Ditetapkan di : J a k a r t a
Pada tanggal : 3 Mei 2010

PENGURUS PUSAT
IKATAN APOTEKER INDONESIA
Drs. M Dani Pratomo, MM, Apt (Ketua Umum)
Drs. Nurul Falah Eddy Pariang, Apt (Sekretaris Jenderal)

3. Apa itu GP Farmasi ??

Jawab :

Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia (G.P. FARMASI INDONESIA) didirikan pada


tanggal 19 Agustus 1969 di Lembang Jawa Barat oleh para utusan-utusan yang mewakili
usaha-usaha Farmasi dari seluruh Indonesia.

Organisasi ini adalah merupakan kelanjutan dari organisasi sebelumnya yaitu Gabungan
Perusahaan Sejenis Farmasi (GPS-FARMASI), yang juga merupakan kelanjutan dari
organisasi sebelumnya yaitu Gabungan Pengusaha Pharmasi (GAPERHARM) semuanya
berkantor pusat di Ibukota Jakarta.

Pada saat yang sama juga telah ada organisasi-organisasi farmasi, yaitu :

 G.A.S.I (Gabungan Apotik Seluruh Indonesia)


 P.I.PH.I (Persatuan Importir Pharmasi Indonesia)
 G.A.F.I (Gabungan Industri Farmasi Indonesia).

Dalam rangka pernertiban di bidang organisasi sesuai dengan maksud Pemerintah, maka pada
tanggal 21 september 1961 secara resmi diadakan penggabungan organisasi-organisasi
kefarmasian tersebut dibawah satu nama organisasi, yaitu Gabungan Pengusaha Pharmasi
Indonesia (GAPEPHARM).
Sesuai dengan perkembangan pada saat berlangsung Musyawarah Nasional GPS-FARMASI
tanggal 709 Agustus 1969 di Lembang, Jawa Barat, secara resmi dinyatakan GPS-FARMASI
dibubarkan dan diganti organisasi yang diberi nama : GABUNGAN PERUSAHAAN
FARMASI INDONESIA yang pada mulanya bersifat federasi, beranggotakan persatuan
Apotik, persatuan PBF, persatuan Industri Farmasi dan persatuan Toko Obat.

Keberadaan G.P. FARMASI INDONESIA ini telah dinyatakan dalam surat keputusan
Menteri Kesehatan R.I nomor 222/kab/B. VII/69 tanggal 3 Oktober 1969 sebagai satu-
satunya wadah induk organisasi perusahaan-perusahaan farmasi di Indonesia.

Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia merupakan wadah komunikasi dan konsultasi antar
pengusaha farmasi dan antar pengusaha dengan pemerintah dan juga pihak-pihak lain yang
terkait mengenai hal-hal yang berhubungan dengan masalah produksi obat, distribusi obat
dan pelayanan obat.

4. Beberapa Istilah Umum

 Pekerjaan kefarmasian: pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi,


pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat,
pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta
pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.
 Tenaga kefarmasian: tenaga yang melakukan pekerjaan kefarmasian, yang terdiri
atas Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian.
 Apoteker: Sarjana Farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan
sumpah jabatan Apoteker.
 Tenaga Teknis Kefarmasian: tenaga yang membantu Apoteker dalam menjalankan
pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis
Farmasi dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker;
 Sertifikat kompetensi profesi adalah surat tanda pengakuan terhadap kompetensi
seorang Apoteker untuk dapat menjalankan pekerjaan/praktik profesinya di seluruh
Indonesia setelah lulus uji kompetensi.
 Registrasi adalah pencatatan resmi terhadap tenaga kefarmasian yang telah
memiliki sertifikat kompetensi dan telah mempunyai kualifikasi tertentu serta diakui
secara hukum untuk menjalankan pekerjaan/praktik profesinya.
 Registrasi ulang adalah pencatatan ulang terhadap tenaga kefarmasian yang telah
diregistrasi setelah memenuhi persyaratan yang berlaku.
 Surat Tanda Registrasi Apoteker, yang selanjutnya disingkat STRA adalah bukti
tertulis yang diberikan oleh Menteri kepada Apoteker yang telah diregistrasi.
 Surat Tanda Registrasi Apoteker Khusus, yang selanjutnya disingkat STRA Khusus
adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Menteri kepada Apoteker warga negara asing
lulusan luar negeri yang akan melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia.
 Surat Tanda Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian, yang selanjutnya disingkat
STRTTK adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Menteri kepada Tenaga Teknis
Kefarmasian yang telah diregistrasi.
 Surat Izin Praktik Apoteker, yang selanjutnya disingkat SIPA adalah surat izin yang
diberikan kepada Apoteker untuk dapat melaksanakan praktik kefarmasian pada
fasilitas pelayanan kefarmasian.
 Surat Izin Kerja Apoteker, yang selanjutnya disebut SIKA adalah surat izin praktik
yang diberikan kepada Apoteker untuk dapat melaksanakan pekerjaan kefarmasian
pada fasilitas produksi atau fasilitas distribusi atau penyaluran.
 Surat Izin Kerja Tenaga Teknis Kefarmasian, yang selanjutnya disebut SIKTTK
adalah surat izin praktik yang diberikan kepada Tenaga Teknis Kefarmasian untuk
dapat melaksanakan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas kefarmasian.
 Komite Farmasi Nasional, yang selanjutnya disingkat KFN adalah lembaga yang
dibentuk oleh Menteri Kesehatan yang berfungsi untuk meningkatkan mutu Apoteker
dan Tenaga Teknis Kefarmasian dalam melakukan pekerjaan kefarmasian pada
fasilitas kefarmasian.
 Organisasi profesi adalah organisasi tempat berhimpun para Apoteker di Indonesia.

5. Tuliskan isi

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR


889/MENKES/PER/V/2011
TENTANG
REGISTRASI, IZIN PRAKTIK, DAN IZIN KERJA TENAGA KEFARMASIAN??

Jawab :

REGISTRASI

 Setiap tenaga kefarmasian yang menjalankan pekerjaan kefarmasian wajib memiliki


surat tanda registrasi.
 Surat tanda registrasi berupa:

– a. STRA bagi Apoteker; dan

– b. STRTTK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian.

 STRA dan STRTTK dikeluarkan oleh Menteri.


 Menteri mendelegasikan pemberian:

– a. STRA kepada KFN; dan

– b. STRTTK kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.

 STRA dan STRTTK berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diregistrasi ulang
selama memenuhi persyaratan.

Apoteker WNA

 Apoteker WNA lulusan luar negeri yang akan menjalankan pekerjaan kefarmasian di
Indonesia dalam rangka alih teknologi atau bakti sosial harus memiliki STRA Khusus.
 STRA khusus dikeluarkan oleh KFN untuk jangka waktu kurang dari 1 (satu) tahun.
 Untuk dapat menjalankan pekerjaan kefarmasian, Apoteker yang telah memiliki
STRA Khusus tidak memerlukan SIPA atau SIKA, tetapi wajib melapor kepada
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
 Apoteker lulusan luar negeri yang akan menjalankan pekerjaan kefarmasian di
Indonesia harus melakukan adaptasi pendidikan.
 Adaptasi pendidikan dilakukan pada institusi pendidikan Apoteker yang terakreditasi.
 Ketentuan lebih lanjut mengenai adaptasi pendidikan diatur oleh Menteri.
Persyaratan Registrasi

 Untuk memperoleh STRA, Apoteker harus memenuhi persyaratan:

a) memiliki ijazah Apoteker;

b) memiliki sertifikat kompetensi profesi;

c) memiliki surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji Apoteker;

d) memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat izin
praktik; dan

e) membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi.

 Selain memenuhi pesyaratan sebagaimana dimaksud bagi Apoteker lulusan luar


negeri harus memenuhi:

a) memiliki surat keterangan telah melakukan adaptasi pendidikan Apoteker dari institusi
pendidikan yang terakreditasi; dan

b) memiliki surat izin tinggal tetap untuk bekerja sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan dan keimigrasian bagi Apoteker warga
negara asing.

 Untuk memperoleh STRTTK, Tenaga Teknis Kefarmasian harus memenuhi


persyaratan:

a) memiliki ijazah sesuai dengan pendidikannya;

b) memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat izin
praktik;

c) memiliki rekomendasi tentang kemampuan dari Apoteker yang telah memiliki STRA,
atau pimpinan institusi pendidikan lulusan, atau organisasi yang menghimpun Tenaga Teknis
Kefarmasian; dan

d) membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika kefarmasian.

Sertifikat Kompetensi Profesi

 Sertifikat kompetensi profesi dikeluarkan oleh organisasi profesi setelah lulus uji
kompetensi.
 Sertifikat kompetensi profesi berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat dilakukan uji
kompetensi kembali setelah habis masa berlakunya.
 Bagi Apoteker yang baru lulus pendidikan profesi dianggap telah lulus uji
kompetensi dan dapat memperoleh sertifikat kompetensi profesi secara langsung.
 Permohonan sertifikat kompetensi diajukan oleh perguruan tinggi secara kolektif 1
(satu) bulan sebelum pelantikan dan pengucapan sumpah Apoteker baru.
 Organisasi profesi harus memberitahukan kepada KFN mengenai sertifikat
kompetensi yang dikeluarkan paling lama 2 (dua) minggu sebelum pelantikan dan
pengucapan sumpah Apoteker.
 Uji kompetensi dilakukan oleh organisasi profesi melalui pembobotan Satuan
Kredit Profesi (SKP).
 Pedoman penyelenggaraan uji kompetensi ditetapkan oleh KFN.

Tata Cara Memperoleh STRA

 Untuk memperoleh STRA, Apoteker mengajukan permohonan kepada KFN dengan


menggunakan Formulir 1
 Surat permohonan STRA harus melampirkan:

a) fotokopi ijazah Apoteker;

b) fotokopi surat sumpah/janji Apoteker;

c) fotokopi sertifikat kompetensi profesi yang masih berlaku;

d)surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat izin praktik;

e)surat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi;

f) pas foto terbaru berwarna 4 x 6 cm = 2 lembar dan 2 x 3 cm = 2 lembar.

 Permohonan STRA dpt diajukan dgn menggunakan tekn. informatika atau secara
online melalui website KFN.
 KFN harus menerbitkan STRA paling lama 10 hari kerja sejak surat permohonan
diterima dan dinyatakan lengkap menggunakan Formulir 2
 Bagi Apoteker yang baru lulus pendidikan dapat memperoleh STRA secara langsung.
 Permohonan STRA diajukan oleh perguruan tinggi secara kolektif setelah
memperoleh sertifikat kompetensi profesi 2 (dua) minggu sebelum pelantikan dan
pengucapan sumpah Apoteker baru dengan menggunakan contoh sebagaimana
tercantum dalam Formulir 3 terlampir.

Tata Cara Memperoleh


Surat Tanda Registrasi TTK

 Untuk memperoleh STRTTK, Tenaga Teknis Kefarmasian harus mengajukan


permohonan kepada kepala dinas kesehatan provinsi dengan menggunakan contoh
Formulir 4 terlampir.
 Surat permohonan STRTTK harus melampirkan:

– a. fotokopi ijazah Sarjana Farmasi atau Ahli Madya Farmasi atau Analis Farmasi atau
Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker;

– b. surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat izin praktik;

– c. surat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika kefarmasian;


– d. surat rekomendasi kemampuan dari Apoteker yang telah memiliki STRA, atau
pimpinan institusi pendidikan lulusan, atau organisasi yang menghimpun Tenaga Teknis
Kefarmasian; dan

– e. pas foto terbaru berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar dan ukuran 2 x 3
cm sebanyak 2 (dua) lembar.

 Kepala Dinas Kesehatan Provinsi harus menerbitkan STRTTK paling lama 10


(sepuluh) hari kerja sejak surat permohonan diterima dan dinyatakan lengkap
menggunakan Formulir 5 terlampir.

Registrasi Ulang

 Registrasi ulang dilakukan sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12


atau Pasal 14 ( sama mencari baru) dengan melampirkan surat tanda registrasi yang
lama.
 Registrasi ulang harus dilakukan minimal 6 (enam) bulan sebelum STRA atau
STRTTK habis masa berlakunya

Pencabutan STRA dan STRTTK

 STRA atau STRTTK dapat dicabut karena:

– a. permohonan yang bersangkutan;

– b. pemilik STRA atau STRTTK tidak lagi memenuhi persyaratan fisik dan mental
untuk menjalankan pekerjaan kefarmasian berdasarkan surat keterangan dokter;

– c. melakukan pelanggaran disiplin tenaga kefarmasian; atau

– d. melakukan pelanggaran hukum di bidang kefarmasian yang dibuktikan dengan


putusan pengadilan.

 Pencabutan STRA disampaikan kepada pemilik STRA dengan tembusan kepada


Direktur Jenderal, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dan organisasi profesi.
 Pencabutan STRTTK disampaikan kepada pemilik STRTTK dengan tembusan
kepada Direktur Jenderal, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan organisasi
yang menghimpun Tenaga Teknis Kefarmasian.

IZIN PRAKTIK DAN IZIN KERJA

 Setiap tenaga kefarmasian yang akan menjalankan pekerjaan kefarmasian wajib


memiliki surat izin sesuai tempat tenaga kefarmasian bekerja.
 Surat izin berupa:

– a. SIPA bagi Apoteker penanggung jawab di fasilitas pelayanan kefarmasian;

– b. SIPA bagi Apoteker pendamping di fasilitas pelayanan kefarmasian;


– c. SIKA bagi Apoteker yang melakukan pekerjaan kefarmasian di fasilitas produksi
atau fasilitas distribusi/penyaluran; atau

– d. SIKTTK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian yang melakukan pekerjaan kefarmasian


pada fasilitas kefarmasian.

 SIPA bagi Apoteker penanggung jawab di fasilitas pelayanan kefarmasian atau SIKA
hanya diberikan untuk 1 (satu) tempat fasilitas kefarmasian.
 Apoteker penanggung jawab di fasilitas pelayanan kefarmasian berupa puskesmas
dapat menjadi Apoteker pendamping di luar jam kerja.
 SIPA bagi Apoteker pendamping dapat diberikan untuk paling banyak 3 (tiga) tempat
fasilitas pelayanan kefarmasian.
 SIKTTK dapat diberikan untuk paling banyak 3 (tiga) tempat fasilitas kefarmasian.
 SIPA, SIKA, atau SIKTTK dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota tempat pekerjaan kefarmasian dilakukan.
 SIPA, SIKA, atau SIKTTK masih tetap berlaku sepanjang:

– a. STRA atau STRTTK masih berlaku; dan

– b. tempat praktik/bekerja masih sesuai dengan yang tercantum dalam SIPA, SIKA, atau
SIKTTK.

Tata Cara Memperoleh SIPA, SIKA

 Untuk memperoleh SIPA atau SIKA, Apoteker mengajukan permohonan kpd Kepala
Dinas Kesehatan Kab/Kota tempat pekerjaan kefarmasian dilaksanakan dgn
menggunakan Formulir 6 terlampir.
 Permohonan SIPA atau SIKA harus melampirkan:

– a. fotokopi STRA yang dilegalisir oleh KFN;

– b. surat pernyataan mempunyai tempat praktik profesi atau surat keterangan dari
pimpinan fasilitas pelayanan kefarmasian atau dari pimpinan fasilitas produksi atau
distribusi/penyaluran;

– c. surat rekomendasi dari organisasi profesi; dan

– d. pas foto berwarna ukuran 4 x 6 sebanyak 2 (dua) lembar dan 3 x 4 sebanyak 2 (dua)
lembar;

 Dalam mengajukan permohonan SIPA sebagai Apoteker pendamping harus


dinyatakan secara tegas permintaan SIPA untuk tempat pekerjaan kefarmasian
pertama, kedua, atau ketiga.
 Kepala Dinas Kesehatan Kab/Kota harus menerbitkan SIPA atau SIKA paling lama
20 hari kerja sejak surat permohonan diterima dan dinyatakan lengkap dgn
menggunakan formulir 7 atau Formulir 8

Tata Cara Memperoleh SIKTTK


 Untuk memperoleh SIKTTK, Tenaga Teknis Kefarmasian mengajukan permohonan
kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat pekerjaan kefarmasian
dilaksanakan dengan menggunakan Formulir 9 terlampir.
 Permohonan SIKTTK harus melampirkan:

– a. fotokopi STRTTK;

– b. surat pernyataan Apoteker atau pimpinan tempat pemohon melaksanakan pekerjaan


kefarmasian;

– c. surat rekomendasi dari organisasi yang menghimpun Tenaga Teknis Kefarmasian;


dan

– d. pas foto berwarna ukuran 4 x 6 sebanyak 2 (dua) lembar dan 3 x 4 sebanyak 2 (dua)
lembar.

 Dalam mengajukan permohonan SIKTTK harus dinyatakan secara tegas permintaan


SIKTTK untuk tempat pekerjaan kefarmasian pertama, kedua, atau ketiga.
 Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota harus menerbitkan SIKTTK paling lama 20
(dua puluh) hari kerja sejak surat permohonan diterima dan dinyatakan lengkap
dengan menggunakan Formulir 10 terlampir.

Pencabutan SIPA, SIKA, SIKTTK

 Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mencabut SIPA, SIKA atau SIKTTK
karena:

– a. atas permintaan yang bersangkutan;

– b. STRA atau STRTTK tidak berlaku lagi;

– c. yang bersangkutan tidak bekerja pada tempat yang tercantum dalam surat izin;

– d. yang bersangkutan tidak lagi memenuhi persyaratan fisik dan mental untuk
menjalankan pekerjaan kefarmasian berdasarkan pembinaan dan pengawasan dan ditetapkan
dengan surat keterangan dokter;

– e. melakukan pelanggaran disiplin tenaga kefarmasian berdasarkan rekomendasi KFN;


atau

– f. melakukan pelanggaran hukum di bidang kefarmasian yang dibuktikan dengan


putusan pengadilan.

 Pencabutan dikirimkan kepada pemilik SIPA, SIKA, atau SIKTTK dengan tembusan
kepada Direktur Jenderal, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, dan organisasi profesi
atau organisasi yang menghimpun Tenaga Teknis Kefarmasian.

Pelaporan
 Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota wajib melaporkan pelaksanaan pemberian
SIPA, SIKA, dan SIKTTK serta pencabutannya setiap 3 (tiga) bulan sekali kepada
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.
 Kepala Dinas Kesehatan Provinsi wajib melaporkan rekapitulasi pemberian SIPA,
SIKA, dan SIKTTK serta pencabutannya setiap 6 (enam) bulan sekali kepada
Direktur Jenderal.

KOMITE FARMASI NASIONAL

 Untuk meningkatkan dan menjamin mutu tenaga kefarmasian dalam melakukan


pekerjaan kefarmasian, Menteri membentuk KFN.
 KFN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan unit non struktural yang
bertanggung jawab kepada Menteri melalui Direktur Jenderal.
 KFN mempunyai tugas: Register, Diklat, dan Pengawasan.

6. Kenapa STRA bisa dicabut ?

Jawab :

 Atas permintaan sendiri,


 Langgar disiplin,
 Pengadilan atau KFN menyatakan bersalah dalam pelanggaran hukum di bid.
kefarmasian,
 Pernyataan Dokter karena Sang apoteker tidak sehat fisik dan atau mental

7. Sebutkan 10 besar Penyakit di Rumah sakit di Indonesia ??

Jawab :

10 besar penyakit rawat inap di rumahsakit di Indonesia

– Diare

– Demam berdarah

– Demam tifoid

– Demam yang sebabnya tidak diketahui

– Keluhan bagian perut

– Hipertensi esensial

– infeksi saluran nafas

– pneumonia

– Usus buntu

– Gangguan lambung.
10 besar penyakit rawat jalan di rumahsakit di Indonesia

– Infeksi saluran nafas bagian atas akut lainnya

– Demam yang sebabnya tidak diketahui

– Penyakit kulit dan jaringan subkutan lainnya

– Diare dan gastroenteritis oleh penyebab infeksi tertentu

– Gangguan refraksi

– Dispepsia (keluhan sakit bagian perut)

– Hipertensi esensial

– Penyakit pulpa dan periapikal

– Penyakit telinga

– Kongjungtivitis

sumber: kompas ekstra

8. Apa dan Bagaimana registrasi Obat Jadi itu?

Jawab :

Registrasi Obat Jadi dibagi atas 3 Kelompok:

1. Obat Baru
 Zat Berkhasiat Baru
 Indikasi Baru
 Bentuk Sediaan/Cara Pemberian Baru
2. Produk Biologi
3. Obat Kopi

Obat yang berkhasiat sama dengan obat yang sudah terdaftar

Prosedur Pendaftaran Obat Jadi

Ada dua tahapan Registrasi Obat, yaitu:

 Pra Registrasi
Untuk pertimbangan jalur evaluasi dan kelengkapan dokumen
registrasi
 Obat Baru (Jalur I: 100 HK, Jalur II: 150 HK, Jalur III: 300
HK)
 Obat Copy (Jalur I: 100 HK, Jalur III: 80 HK atau 150 HK)
Konsultasi kelengkapan dan persyaratan dokumen registrasi

 Registrasi
Penyerahan dokumen registrasi dengan persyaratan sbb:
 Mengisi form permintaan disket sesuai hasil Pra Registrasi atau surat
permohonan
 Membayar biaya evaluasi
 Mengisi disket
 Menyerahkan berkas lengkap sesuai tujuan registrasi

Siapakah yang Mengajukan Pendaftaran?

Industri Farmasi utk :

 Obat Jadi Lokal dan kontrak


 Obat Jadi Lisensi
 Obat Jadi Impor

Pedagang Besar Farmasi (PBF) untuk:

 Obat Jadi Impor

9. Sebelum obat itu diproduksi, maka harus melalui tahap pre market. Apa itu pre
market :

Jawab :

Pengawasan pre-market itu artinya produk makanan dan obat-obatan sebelum diedarkan
harus diawasi dulu melalui pre-market evaluation. Kita evaluasi dulu produk tersebut, apakah
memenuhi syarat terhadap mutu dan keamanan produk, juga melakukan pengawasan ke
sarana produksi apakah memenuhi syarat internasional Good Manufacturing Practices (GMP)
apa nggak. Kalau produksi obat ada CPOB (cara pembuatan obat yang baik). Kalau makanan
ada CPPB (cara pembuatan pangan yang baik). Kalau sarana produksinya sudah memenuhi
syarat, produk yang dihasilkan juga harus dievaluasi melalui uji laboratorium, kalau hasil
ujinya memenuhi syarat maka akan diberikan izin edar. Ini bentuk pengawasan pre-market
dari Badan POM. Kode nomor izin edar tergantung apakah produk dalam negeri atau luar
negeri. Kalau produk Makanan dalam negeri kodenya MD sedangkan kalau makanan luar
negeri kodenya ML. Kalau obat tradisional dalam negeri kodenya TR dan Obat tradisional
luar negeri kodenya TI. Sementara untuk kosmetik dalam negeri kodenya CD dan CL untuk
kosmetik luar negeri. Kode CD dan CL hanya berlaku sampai dengan Oktober 2013, karena
mulai Januari 2011 mulai diterapkan harmonisasi ASEAN di bidang kosmetik dan kode
registrasi kosmetik adalah NA.

10. Harmonisasi Asean? apa pula itu ?

Jawab :
HARMONISASI ASEAN Bidang Kosmetik adalah penyeragaman persyaratan teknis
peredaran kosmetik di wilayah ASEAN. Harmonisasi bidang kosmetika (ASEAN
Harmonized Regulatory Scheme/AHCRS) telah disepakati oleh 10 negara anggota ASEAN
untuk diterapkan di Indonesia sejak 1 Januari 2011. Harmonisasi bidang kosmetika itu
mengharuskan adanya sistem pengawasan produk kosmetika setelah beredar di pasaran (post
market surveillance).

Adapun tujuan Harmonisasi Regulasi Kosmetik tersebut adalah :

1. Meningkatkan kerjasama antar negara-negara anggota dalam rangka menjamin


keamanan kualitas dan klaim manfaat dari semua kosmetik yang dipasarkan di
ASEAN.
2. Menghapus hambatan perdagangan kosmetik melalui harmonisasi persyaratan teknis
serta memberlakukan satu standar.
3. Meningkatkan daya saing produk-produk ASEAN.

AHCRS itu sebenarnya telah ditandatangani pada 2 September 2003 oleh 10 negara anggota
ASEAN. Harmonisasi itu bertujuan untuk meningkatkan kerja sama penjaminan mutu,
keamanan, dan klaim manfaat semua produk kosmetika yang dipasarkan di ASEAN.

Selain itu, AHCRS itu diharapkan mampu menghapus hambatan perdagangan melalui
harmonisasi persyaratan teknis. Tujuannya, untuk meningkatkan efisiensi ekonomi,
produktivitas, dan daya saing produk ASEAN di pasar global.

Namun, berbagai pertimbangan terutama terkait kesiapan industri dalam negeri yang wajib
memenuhi syarat pada ASEAN Cosmetic Directive, Indonesia baru bisa menerapkan
harmonisasi AHCRS pada 1 Januari 2011.

Sebelum harmonisasi ASEAN berlaku, produsen atau importir hanya wajib mendaftarkan
produk di BPOM sebelum mengedarkan kosmetika di Indonesia. Sistem pengawasan yang
berlaku pun menganut kontrol produk sebelum beredar (pre market control).

Setelah era harmonisasi ini berjalan, produsen atau importir harus mengajukan permohonan
pengajuan notifikasi pada Kepala BPOM sebelum mengedarkan produknya. Notifikasi itulah
nanti yang akan menjadi alat pengawasan pascaperedaran produk.

Registrasi VS Notifikasi

Sebelum 1 Januari 2011 Setelah 1 Januari 2011


Sistem notifikasi, sehingga tanggung
jawab lebih besar kepada
produsen/importir terhadap mutu,
Evaluasi pre-
Sistem registrasi keamanan, dan kemanfaatan
market
produknya. Kosmetik harus dinotifikasi
oleh produsen / importir ke Badan
POM sebelum beredar dan harus
dijamin mutu dan keamanannya,
dengan:

 Harus memenuhi persyaratan


ACD
 Tersedia Dokumen Informasi
Produk untuk pengawasan
 Melaporkan kejadian yang tidak
diinginkan (KTD) serius

Perkuatan Post-market control oleh


Badan POM:

 Pemeriksaan sarana produksi &


 Pemeriksaan sarana
distribusi
produksi & distribusi
Post market  Inspeksi CPKB
 Sampling produk
control  Sampling dan pengujian
 Pengujian laboratorium
laboratorium
 Audit DIP (Dokumen Informasi
Produk) & evaluasi keamanan
produk

Perkuatan Post-Marketing Surveillance:

 MESKOS  Laporan efek samping oleh


Post market
 Pengawasan iklan industri
surveillance
 MESKOS
 Pengawasan periklanan

Konsekuensi dalam pelaksanaan Harmonisasi ASEAN bagi Produsen/Distributor/Importir :

1. Menyiapkan DIP sesuai dengan pedoman ASEAN yang sewaktu – waktu akan diaudit
oleh Badan POM
2. SDM memiliki kemampuan dalam pengisian dan penyusunan template notifikasi.
3. Memiliki safety assessor yang akan memberikan jaminan keamanan produk sebelum
dinotifikasi dan selama diedarkan;
4. Mengikuti persyaratan label dan klaim;
5. Mengikuti perkembangan peraturan terbaru dari ASEAN.
6. Menerapkan CPKB ⇒ kesepakatan ASEAN: setiap produsen yang tidak CPKB tidak
dapat memproduksi produk kosmetika baru;
7. Produk yang dapat diperdagangkan adalah produk yang diproduksi sesuai CPKB;
8. Melakukan MONITORING EFEK SAMPING kosmetika beredar dan melaporkan ke
Badan POM apabila terjadi efek samping serius dan/atau fatal

Pemerintah telah menerbitkan beberapa peraturan untuk mengawal penerapan harmonisasi


ini. Misalnya, Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No 1176 tahun 2010 tentang
Notifikasi Kosmetika, Permenkes No 1175 tahun 2010 tentang Izin Produksi Kosmetika, dan
beberapa aturan yang diterbitkan BPOM.

11. Di dalam notifikasi kosmetik ada istilah DIP. Apa itu DIP ?

Jawab :

Dokumen Informasi Produk, selanjutnya disingkat DIP, adalah data


mengenai mutu, keamanan, dan kemanfaatan kosmetika.

Pemohon notifikasi harus memiliki Dokumen Informasi Produk (DIP) sebelum melakukan
notifikasi
kosmetika. DIP harus disimpan dan siap ditunjukkan apabila sewaktu-waktu diperiksa/diaudit
oleh
petugas Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Pedoman DIP merupakan panduan bagi industri kosmetika, importir kosmetika atau usaha
perorangan/badan usaha yang melakukan kontrak produksi dalam menyiapkan dan menyusun
DIP
bagi kosmetika yang akan dinotifikasi. Selain itu Pedoman DIP juga merupakan panduan
bagi
petugas dalam melakukan pemeriksaan/audit.

FORMAT DIP
Dokumen DIP terdiri atas 4 bagian, yaitu:
Bagian I : Dokumen Administrasi dan Ringkasan Produk
Bagian II : Data Mutu dan Keamanan Bahan Kosmetika
Bagian III : Data Mutu Kosmetika
Bagian IV : Data Keamanan dan Data Kemanfaatan Kosmetika

Isi dari setiap bagian adalah sebagai berikut:


A. Bagian I : Dokumen Administrasi dan Ringkasan Produk
Bagian I DIP terdiri atas dokumen administrasi dan ringkasan informasi yang spesifik untuk
setiap kosmetika dan dapat memberikan gambaran yang cukup tentang kosmetika tersebut.
(1) Dokumen administrasi untuk:
a. kosmetika dalam negeri, paling sedikit berisi fotokopi surat izin produksi kosmetika.
b. kosmetika impor, paling sedikit berisi:
1. fotokopi Angka Pengenal Importir (API);
2. fotokopi surat penunjukkan keagenan dari produsen negara asal;
3. fotokopi Certificate of Free Sale (CFS) untuk kosmetika impor yang berasal dari
negara di luar ASEAN, dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang atau lembaga
yang diakui di negara asal dan dilegalisir oleh Kedutaan Besar/Konsulat Jendral Republik
Indonesia setempat.
c. kosmetika kontrak, paling sedikit berisi:
1. fotokopi surat izin produksi kosmetika industri penerima kontrak;
2. surat perjanjian kerjasama kontrak antara pemohon notifikasi dengan penerima kontrak
produksi.
d. kosmetika lisensi, paling sedikit berisi:
1. fotokopi surat izin produksi kosmetika;
2. surat perjanjian kerjasama antara pemohon notifikasi dengan perusahaan pemberi
lisensi.
(2) Formula kualitatif dan kuantitatif, paling sedikit berisi:
a. Nama bahan dan kadar bahan, nama bahan ditulis dengan nama International
Nomenclature Cosmetic Ingredients (INCI) atau nama lain sesuai dengan referensi
yang berlaku secara internasional dan kadar bahan ditulis dalam persentase dengan
jumlah total 100%.
b. Fungsi dari setiap bahan kosmetika.
c. Untuk bahan pewangi atau bahan aromatis harus mencantumkan:
1. nama pewangi;
2. nomor kode komposisi pewangi sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh
International Fragrance Association (IFRA); dan
3. identitas pemasok.
(3) Penandaan dan informasi kosmetika, paling sedikit berisi:
a. penandaan pada kemasan primer dan/atau kemasan sekunder sesuai dengan yang
diedarkan;
b. informasi lain yang dapat berupa brosur, etiket, dan lain-lain yang merupakan satu
kesatuan dengan kemasan primer dan/atau kemasan sekunder dari kosmetika sesuai
dengan yang diedarkan, bila ada.
(4) Pernyataan pembuatan (Manufacturing Statement):
a. Pernyataan bahwa kosmetika dibuat sesuai dengan CPKB.
1. kosmetika dalam negeri:
a) fotokopi sertifikat CPKB atau surat pernyataan penerapan CPKB sesuai
dengan bentuk sediaan yang akan dinotifikasi.
2. kosmetika impor:
a) fotokopi sertifikat CPKB atau surat pernyataan penerapan CPKB sesuai
dengan bentuk sediaan yang akan dinotifikasi untuk pabrik yang berlokasi di
ASEAN; dan
b) fotokopi sertifikat atau surat keterangan yang menyatakan pabrik kosmetika di
negara asal telah menerapkan CPKB sesuai dengan bentuk sediaan yang
akan dinotifikasi dari pejabat pemerintah yang berwenang atau lembaga yang
diakui di negara asal dan dilegalisir oleh Kedutaan Besar/Konsulat Jendral
Republik Indonesia setempat untuk pabrik yang berlokasi di luar ASEAN.
3. kosmetika kontrak:
a) fotokopi sertifikat CPKB sesuai dengan bentuk sediaan yang akan dinotifikasi
dari industri penerima kontrak.
4. kosmetika lisensi:
a) fotokopi sertifikat CPKB atau surat pernyataan penerapan CPKB sesuai
dengan bentuk sediaan yang akan dinotifikasi dari industri pembuat.
b. Penjelasan tentang sistem penomoran bets.
(5) Ringkasan penilaian keamanan (safety assessment) sesuai dengan Pedoman Evaluasi
Keamanan Kosmetika:
a. Pernyataan keamanan yang ditandatangani oleh Penanggung Jawab Teknis atau
Penilai Keamanan (Safety Assessor) dengan mencantumkan nama dan kualifikasinya;
b. Penilai Keamanan (Safety Assessor) adalah seseorang dengan kualifikasi dan
pengalaman tertentu yang bertanggung jawab untuk melakukan penilaian keamanan
kosmetika baik sebelum maupun selama diedarkan.
(6) Ringkasan efek yang tidak diinginkan pada manusia.
(7) Ringkasan data pendukung klaim:
Ringkasan data pendukung klaim paling sedikit berisi ringkasan laporan penilaian
kemanfaatan kosmetika, berdasarkan komposisi atau uji kemanfaatan yang dilakukan.

B. Bagian II: Data Mutu dan Keamanan Bahan Kosmetika


Data tentang mutu dan keamanan bahan kosmetika meliputi:
(1) Spesifikasi dan metode analisis bahan kosmetika :
a. Spesifikasi masing-masing bahan termasuk spesifikasi air, bila ada dalam formula;
b. Metode analisis yang sesuai dengan spesifikasi untuk masing-masing bahan,
termasuk identifikasi bahan kosmetika;
c. Untuk bahan pewangi, tercantum nama dan nomor kode pewangi, nama dan alamat
pemasok, serta pernyataan memenuhi pedoman International Fragrance Association
(IFRA) yang terkini.
(2) Data keamanan bahan kosmetika berdasarkan:
a. Data dari pemasok; atau
b. Data yang dipublikasikan atau laporan dari Komite Ilmiah (Scientific Committees)
seperti ASEAN Cosmetic Scientific Body (ACSB), EU Scientific Committee on
Consumer Products (SCCP) atau US Cosmetic Ingredient Review Board (CIR).
Data bagian ini dapat disimpan terpisah dari bagian DIP lainnya.

C. Bagian III: Data Mutu Kosmetika


Data mutu kosmetika terdiri atas:
(1) Formula kosmetika yang berisi:
a. Nama bahan dan kadar bahan, nama bahan ditulis dengan nama International
Nomenclature Cosmetic Ingredients (INCI) atau nama lain sesuai dengan referensi
yang berlaku secara internasional dan kadar bahan ditulis dalam persentase dengan
jumlah total 100%;
b. Fungsi dari setiap bahan kosmetika.
(2) Pembuatan Kosmetika
a. Data lengkap dan rinci mengenai nama, alamat, dan negara industri kosmetika dan
industri yang melakukan pengemasan jika proses pengemasan primer dilakukan oleh
industri lain;
b. Ringkasan proses pembuatan;
c. Informasi tambahan mengenai proses pembuatan, pengawasan mutu, dan informasi
terkait lainnya harus tersedia bila sewaktu-waktu diperiksa oleh auditor/petugas yang
berwenang.
(3) Spesifikasi dan metode analisis kosmetika:
a. Spesifikasi kosmetika dan metode analisis untuk menguji kesesuaian produk
kosmetika terhadap spesifikasi yang ditetapkan;
b. Kriteria yang digunakan untuk menguji cemaran mikroba dan kemurnian bahan
kosmetika tertentu dalam kosmetika.
(4) Ringkasan laporan stabilitas kosmetika.
Laporan dan data uji stabilitas untuk mendukung penetapan kedaluwarsa.

D. Bagian IV: Data Keamanan dan Kemanfaatan


Data keamanan dan kemanfaatan terdiri dari informasi mengenai penilaian keamanan
kosmetika, data kosmetika serta data pendukung klaim kosmetika.
(1) Penilaian Keamanan
a. Laporan penilaian keamanan kosmetika berdasarkan bahan kosmetika, struktur
kimia dan tingkatan paparan, yang ditandatangani oleh Penanggung Jawab
Teknis atau Penilai Keamanan (Safety Assessor);
b. Curriculum Vitae Penanggung Jawab Teknis atau Penilai Keamanan (Safety
Assessor).
(2) Kompilasi laporan terbaru mengenai catatan laporan efek yang tidak diinginkan pada
manusia karena penggunaan kosmetika;
a. Laporan efek yang tidak diinginkan pada manusia agar diperbaharui secara
berkala.
(3) Data pendukung klaim kosmetika :
a. Laporan lengkap tentang penilaian kemanfaatan berdasarkan komposisi atau
uji kemanfaatan yang dilakukan dan telah ditandatangani oleh pembuat laporan;
b. Data pendukung termasuk kajian pustaka mengenai klaim kemanfaatan.

III. Perubahan data DIP


DIP harus selalu diperbaharui bila ada perubahan yang dilakukan. Riwayat perubahan DIP
harus
didokumentasikan dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari DIP.

IV. Data Lain


Secara umum, data dalam DIP cukup untuk pengkajian keamanan, mutu dan kemanfaatan
kosmetika yang beredar.
Untuk kasus tertentu diperlukan data tambahan atau latar belakang lain yang mendukung DIP
(contoh: riwayat produk/product experience, challenge tests untuk mikroba, metoda analisis
tambahan untuk konfirmasi, dan catatan produksi). Industri kosmetika, importir kosmetika
atau usaha perorangan/badan usaha yang melakukan
kontrak produksi harus dapat menyediakan semua data yang diminta oleh petugas.

12. Bagaimana Penggolongan Obat berdasarkan perundangan yang berlaku ?


Jawab :

Penggolongan obat menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor


917/Menkes/Per/X /1993 yang kini telah diperbaiki dengan Permenkes RI Nomor
949/Menkes/Per/ VI/2000 penggolongan obat dimaksudkan untuk peningkatan
keamanan dan ketepatan penggunaan serta pengamanan distribusi.

Penggolongan obat ini terdiri dari : obat bebas, obat bebas terbatas, obat wajib
apotek, obat keras, psikotropika dan narkotika.

a. Obat Bebas
Peratuan daerah Tingkat II tangerang yakni Perda Nomor 12 Tahun1994 tentang izin
Pedagang Eceran Obat memuat pengertian obat bebas adalah obat yang dapat
dijual bebas kepada umum tanpa resep dokter, tidak termasuk dalam daftar
narkotika, psikotropika, obat keras, obat bebas terbatas dan sudah terdaftar di
Depkes RI.Contoh : Minyak Kayu Putih, Tablet Parasetamol, tablet Vitamin C, B
Compleks, E dan Obat batuk hitam
Penandaan obat bebas diatur berdasarkan SK Menkes RI Nomor
2380/A/SK/VI/1983 tentang tanda khusus untuk untuk obat bebas dan untuk obat
bebas terbatas.Tanda khusus untuk obat bebas yaitu bulatan berwarna hijau dengan
garis tepi warna hitam, seperti terlihat pada gambar berikut :

b. Obat Bebas Terbatas


Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI yang menetapkan obat-obatan kedalam
daftar obat “W” (Waarschuwing) memberikan pengertian obat bebas terbatas
adalah obat keras yang dapat diserahkan kepada pemakainya tanpa resep dokter,
bila penyerahannya memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1. Obat tersebut hanya boleh dijual dalam bungkusan asli dari pabriknya atau
pembuatnya.
2. Pada penyerahannya oleh pembuat atau penjual harus mencantumkan tanda
peringatan. Tanda peringatan tersebut berwarna hitam,berukuran panjang 5
cm,lebar 2 cm dan memuat pemberitahuan berwarna putih sebagai berikut :
Peringatan Obat Bebas TerbatasPenandaannya diatur berdasarkan keputusan
Menteri Kesehatan RI No.2380/A/SK/VI/83 tanda khusus untuk obat bebas terbatas
berupa lingkaran berwarna biru dengan garis tepi berwarna hitam, seperti terlihat
pada gambar berikut:

Penandaan Obat Bebas Terbatas

c. Obat Keras
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI yang menetapkan/memasukkan obat-
obatan kedalam daftar obat keras, memberikan pengertian obat keras adalah obat-
obat yang ditetapkan sebagai berikut :
1. Semua obat yang pada bungkus luarnya oleh si pembuat disebutkan bahwa
obat itu hanya boleh diserahkan denagn resep dokter.
2. Semua obat yang dibungkus sedemikian rupa yang nyata-nyata untuk
dipergunakan secara parenteral.
3. Semua obat baru, terkecuali apabila oleh Departemen Kesehatan telah
dinyatakan secara tertulis bahwa obat baru itu tidak membahayakan kesehatan
manusia.Contoh :
v Andrenalinum
v Antibiotika
v Antihistaminika, dan lain-lain.

Adapun penandaannya diatur berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan RI No.


02396/A/SK/VIII/1986 tentang tanda khusus Obat Keras daftar G adalah “Lingkaran
bulat berwarna merah dengan garis tepi berwarna hitam dengan hurup K yang
menyentuh garis tepi”, seperti yang terlihat pada gambar berikut:
Penandaan Obat Keras :
d. Obat Wajib Apotek
Obat wajib apotek adalah obat keras yang dapat diserahkan oleh apotekerdi apotek
tanpa resep dokter.Menurut keputusan mentri kesehatan RI Nomor
347/Menkes/SK/VIII/1990 yang telah diperbaharui Mentri Kesehatan Nomor
924/Menkes/Per/X/1993 dikeluarkan dengan pertimbangan sebagai berikut :
1. Pertimbangan utama untuk obat wajib apotek ini sama dengan pertimbangan
obat yang diserahkan tanpa resep dokter, yaitu meningkatkan kemampuan
masyarakat dalam menolong dirinya sendiri guna mengatasi masalah kesehatan,
dengan meningkatkan pengobatan sendiri secara tepat, aman dan rasional.
2. Pertimbangan yang kedua untuk meningkatkatkan peran apoteker di apotek
dalam pelayanan komunikasi, informasi dan edukasi serta pelayanan obat kepada
masyarakat.
3. Pertimbangan ketiga untuk peningkatan penyediaan obat yang dibutuhkan untuk
pengobatan sendiri. Obat yang termasuk kedalam obat wajib apotek misalnya : obat
saluran cerna (antasida), ranitidine, clindamicin cream dan lain-lain.

e. Obat Golongan Narkotika


Pengertian narkotika menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang
narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik
sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan
kesadaran, hilangnya rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan yang
dibedakan kedalam golongan I, II dan III.Contoh :
v Tanaman Papaver Somniferum
v Tanaman Kokav Tanaman ganja
v Heroinav Morfina
v Ovium
v Kodeina
v Lisergida
v Amphetamin
Obat Narkotika juga memiliki nama lain yaitu “Obat Bius“Penandaan Obat Narkotika
:
f. Obat Psikotropika
Pengertian psikotropika menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997tentang
psikotropika adalah zat atau obat baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika
yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan syaraf pusat yang
menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan perilaku.Contoh :
v Diazepam
v Nitrazepam
v Fenobarbital
v Klordiazepoksida
v Flunitrazepam

Untuk Psikotropika penandaan yang dipergunakan sama dengan penandaan untuk


obat keras, hal ini karena sebelum diundangkannya UU RI No. 5 tahun 1997 tentang
Psikotropika, maka obat-obat psikotropika termasuk obat keras, hanya saja karena
efeknya dapat mengakibatkan sidroma ketergantungan sehingga dulu disebut Obat
Keras Tertentu.Sehingga untuk Psikotropika penandaannya : lingkaran bulat
berwarna merah,dengan huruf K berwarna hitam yang menyentuh garis tepi yang
berwarna hitam.

Anda mungkin juga menyukai