Anda di halaman 1dari 92

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PENETAPAN KADAR HIDROKUINON DALAM LARUTAN PENCERAH


MEREK “A” YANG BEREDAR DI PASARAN DENGAN METODE
SPEKTROFOTOMETRI VISIBEL

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat


Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh:
Shinta Lia Dewi Handoyo
NIM : 048114096

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2010
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PENETAPAN KADAR HIDROKUINON DALAM LARUTAN PENCERAH


MEREK “A” YANG BEREDAR DI PASARAN DENGAN METODE
SPEKTROFOTOMETRI VISIBEL

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat


Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh:
Shinta Lia Dewi Handoyo
NIM : 048114096

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2010

ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

HALAMAN PERSEMBAHAN

Papa dan mama yang mengubah kisah hidupku

dengan berbagai cara mereka mengubah kekuranganku

menjadi kelebihan yang mengagumkan

dan membuatku mampu berjalan dengan tenang,

dan bahagia atas bayang-bayang kepedihanku

dan penderitaan yang kujalani.

Karya ini yang kupersembahkan untuk:

Papa dan mama yang selalu sabar dan membimbing saya


Kakak dan adikku yang selalu mendukung saya
Serta almamaterku

v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah

melimpahkan segala berkat, kasih, dan karunia-Nya untuk menyelesaikan penelitian dan

penulisan skripsi yang berjudul “Penetapan Kadar Hidrokuinon dalam Larutan Pencerah

Merek”A” yang Beredar di Pasaran dengan Metode Spektrofotometri Visibel.” Skripsi

ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat tugas akhir untuk memperolehi gelar Sarjana

Farmasi (S.Farm.) Program studi Ilmu Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Dalam menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini, penulis telah banyak

mendapat bantuan baik moral maupun spiritual dan dukungan yang berupa bimbingan,

dorongan, sarana, maupun fasilitas dari berbagai pihak dalam penulisan skripsi ini. Oleh

karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta.

2. Christine Patramurti, S.Si, M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing atas kesabarannya

membimbing, memberi saran dan kritik, dan pengarahan selama penyusunan proposal

hingga selesainya skripsi ini.

3. Lucia Wiwid Wijayanti, M. Si., selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktu

untuk masukan, saran, dan kritik yang membangun selama penelitian.

4. Jeffry Julianus, M. Si., selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktu untuk

masukan, saran, dan kritik yang membangun bagi penulis.

vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

5. Rekan tim penelitian hidrokuinon (Leo dan Lian) yang selama ini telah membantu,

menemani, mendukung dan menyemangati penulis selama penelitian dan penyusunan

skripsi ini.

6. Segenap staf laboran terutama laboran lantai IV atas masukan, bantuan, kebersamaan

dan kerjasamanya selama penelitian.

7. Acay telah membantu mencari teman yang dapat membuat gambar dan tata tulis.

8. Tris dan Putut telah membantu membuat gambar dan mengatur tata tulis selama ini.

9. Teman-teman FST 2004 atas persahabatan dan kekompakan selama kuliah.

10. Semua pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penelitian dan penyusunan skripsi ini masih memiliki

kekurangan mengingat keterbatasan kemampuan dan pengetahuan penulis, maka penulis

sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak demi kemajuan

dan kesempurnaan penelitian yang telah dilakukan. Semoga skripsi ini memberikan manfaat

bagi orang lain yang membutuhkan.

Yogyakarta, 10 April 2010

Penulis

vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak

memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan

dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 10 April 2010


Penulis

Shinta Lia Dewi Handoyo


NIM : 048114096

viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

INTISARI

Hidrokuinon merupakan salah satu zat aktif yang digunakan secara luas pada
produk pencerah kulit. Penggunaan hidrokuinon harus dibatasi kadarnya karena
penggunaannya dalam jumlah yang berlebihan akan menimbulkan efek samping yang
berbahaya. Untuk melindungi kenyamanan dan keamanan bagi konsumen, hal itu sangat
diperlukan kontrol kualitas produk larutan pencerah untuk mengetahui mutu produk yang
dihasilkan sehingga kandungan hidrokuinonnya dapat diketahui dan hasilnya dapat
dipertanggungjawabkan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kadar
hidrokuinon dalam larutan pencerah merek “A” yang beredar di pasaran dengan metode
spektrofotometri visibel.
Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental deskriptif menggunakan
metode spektrofotometri visibel dengan pereaksi o-fenantrolina. Pemilihan metode ini
didasarkan atas pembentukan komplek warna antara Fe 2+ dan o-fenantrolina dengan
adanya hidrokuinon sebagai agen pereduksi yang baik.
Berdasarkan analisis hasil, diperoleh kadar rata-rata hidrokuinon yang terkandung
dalam sampel adalah 3,583 ± 0,085 % b/v. Dari data ini dapat disimpulkan bahwa sampel
lebih besar dari persyaratan yang telah ditentukan oleh BPOM.

Kata kunci: hidrokuinon, larutan pencerah, spektrofotometer visibel.

x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ABSTRACT

Hydroquinone is one of active agent that can be used widely at product of


bleaching skin. The uses of hydroquinone must be limited because abundant usage in a
big concentractions can cause dangerous adverse effect. For protect consument
confortabel and safety, so that quality control product is very needed to know quality of
product is producted so that the hydroquinone content is knowable and the result can be
guaranteed. Purpose of this research was know hydroquionone concentraction of
bleaching solution merek”A” was revolved in market with visible spectophotometry
method.
This study was a non experimental descriptive which was using visible
spectrophotometry method with o-phenanthroline reagent. The choice the methods based
on form a coloured complex ion from that amount of Fe 2+ and o-phenanthroline with
hydroquinone as a good reducing agent.
Based on the result analysis, it was found that the average concentraction of
hydroquinone in the sample with the trade mark was 3,583 ± 0,085 % b/v. Based on the
data, it can be concluded that sample was not conditional fulfilled in BPOM.

Keywords: hydroquinone, bleaching solution, visible spectrophotometry.

xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................................................... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................ iii

HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................................... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ......................................................................................... v

PRAKATA ......................................................................................................................... vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .......................................................................... viii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ............................................ ix

INTISARI ........................................................................................................................... x

ABSTRACT ........................................................................................................................ xi

DAFTAR ISI ..................................................................................................................... xii

DAFTAR TABEL ............................................................................................................. xv

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................... xvii

BAB 1. PENDAHULUAN ................................................................................................. 1

A. Latar Belakang ........................................................................................................ 1

1. Permasalahan .................................................................................................... 3

2. Keaslian Penelitian............................................................................................ 3

3. Manfaat Penelitian ............................................................................................ 4

B. Tujuan Penelitian .................................................................................................... 5

xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ................................................................................ 6

A. Larutan .................................................................................................................... 6

1. Pengertian larutan ............................................................................................. 6

2. Penggolongan tipe larutan................................................................................. 7

3. Faktor yang mempengaruhi kelarutan............................................................... 9

4. Kelebihan dan kekurangan sediaan larutan..................................................... 11

B. Larutan Pencerah................................................................................................... 13

C. Hidrokuinon .......................................................................................................... 14

1. Struktur dan sifat hidrokuinon ........................................................................ 14

2. Penggunaan dan mekanisme kerja hidrokuinon ............................................. 15

3. Efek samping hidrokuinon .............................................................................. 16

D. Spektrofotometri Visibel ....................................................................................... 17

1. Deskripsi umum .............................................................................................. 17

2. Interaksi elektron dengan radiasi elektromagnetik (REM) ............................. 18

3. Analisis kuantitatif dengan spektrofotometri visible ...................................... 25

4. Instrumentasi spektrofotometri visibel............................................................ 29

E. Senyawa kompleks.................................................................................................30

F. Hipotesis ............................................................................................................... 37

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ........................................................................ 38

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ............................................................................ 38

B. Definisi Operasional.............................................................................................. 38

xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

C. Bahan Penelitian.................................................................................................... 38

D. Alat Penelitian ....................................................................................................... 39

E. Tata Cara Penelitian .............................................................................................. 39

1. Pembuatan larutan baku hidrokuinon ............................................................. 39

2. Pembuatan larutan besi (III) ............................................................................ 39

3. Pembuatan larutan o-fenantrolina ................................................................... 40

4. Pembuatan larutan natrium asetat ................................................................... 40

5. Penetapan kadar hidrokuinon dalam sampel larutan pencerah ....................... 41

F. Analisis Hasil ........................................................................................................ 42

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................... 43

A. Optimasi Metode ................................................................................................... 43

1. Penentuan Operating Time (OT) .................................................................... 46

2. Penentuan panjang gelombang serapan maksimum........................................ 48

3. Pembuatan kurva baku .................................................................................... 52

B. Penetapan Kadar Hidrokuinon dalam Sampel Larutan Pencerah ......................... 55

1. Pemilihan sampel ............................................................................................ 55

2. Preparasi sampel ............................................................................................. 56

3. Penetapan kadar hidrokuinon .......................................................................... 56

BAB V. KESIMPULAN .................................................................................................. 59


DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 60
LAMPIRAN ...................................................................................................................... 64
BIOGRAFI PENULIS ...................................................................................................... 75

xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR TABEL

Tabel I. Kategori kelarutan ............................................................................................. 7

Tabel II. Data replikasi seri baku hidrokuinon ................................................................ 3

Tabel III. Kadar rata-rata hidrokuinon dalam sampel larutan pencerah ......................... 57

xv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur hidrokuinon ..................................................................................... 14

Gambar 2. Reaksi oksidasi hidrokuinon menjadi kuinon ............................................... 15

Gambar 3. Tingkat energi elektronik molekul ................................................................ 19

Gambar 4. Pengaruh pelarut polar pada transisi n → π* ................................................ 21

Gambar 5. Pengaruh pelarut-pelarut pada transisi π → π* ............................................. 22

Gambar 6. Instrumentasi spektrofotometer visibel ......................................................... 29

Gambar 7. Reaksi pembentukan senyawa kompleks [(C12H8N2)3Fe]2+ ......................... 32

Gambar 8. Spliting orbital d pada senyawa kompleks oktahedral .................................. 34

Gambar 9. Spliting orbital d pada Fe2+ dengan adanya ligan o-fenantrolina .................. 35

Gambar 10. Transisi elektron dari orbital d ke π* ............................................................ 36

Gambar 11. Pembentukan ikatan koordinasi pada senyawa kompleks ............................ 36

Gambar 12. Reaksi Redoks antara besi (III) dan hidrokuinon.......................................... 44

Gambar 13. Reaksi pembentukan senyawa kompleks berwarna ...................................... 46

Gambar 14. Hasil penetapan operating time pada panjang gelombang 510,0 nm............ 48

Gambar 15. Hasil pembacaan panjang gelombang serapan maksimum ........................... 51

Gambar 16. Kurva baku hidrokuinon dari replikasi II ...................................................... 54

xvi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Data penimbangan hidrokuinon baku untuk kurva baku ............................ 64

Lampiran 2. Perhitungan seri kadar baku hidrokuinon ................................................... 64

Lampiran 3. Hasil scanning Operating Time (OT) ......................................................... 65

Lampiran 4. Data Operating Time (OT) ......................................................................... 66

Lampiran 5. Hasil scanning λ max kadar hidrokuinon ................................................... 66

Lampiran 6. Data scanning λ max kadar hidrokuinon .................................................... 67

Lampiran 7. Hasil scanning kurva baku hidrokuinon ..................................................... 67

Lampiran 8. Data kurva baku hidrokuinon ..................................................................... 68

Lampiran 9. Kurva baku dari 3 replikasi ........................................................................ 68

Lampiran 10. Komposisi sampel larutan pencerah hidrokuinon ...................................... 69

Lampiran 11. Gambar kemasan larutan pencerah merek”A” telah beredar di pasaran .... 70

Lampiran 12. Hasil pembacaan serapan sampel ............................................................... 71

Lampiran 13. Data serapan sampel ................................................................................... 73

Lampiran 14. Contoh perhitungan kadar hidrokuinon dalam sampel larutan pencerah ... 74

Lampiran 15. Data perhitungan KV (%) ........................................................................... 74

Lampiran 16. Foto larutan sampel dan blangko ................................................................ 74

xvii
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penggunaan produk kosmetik semakin berkembang di masyarakat terutama

produk pencerah yang biasa digunakan untuk menjaga penampilan dan mempercantik

penampilan tubuh seseorang. Produk pencerah ini dipercaya konsumen dapat

membuat penampilan tubuh seseorang tampak putih dan bersih seri sehingga lebih

percaya diri.

Sediaan pencerah kulit yang beredar di pasaran dalam bentuk larutan paling

disukai oleh konsumen karena mudah menyebar rata di permukaan kulit, tidak

lengket, tidak meninggalkan bekas, dan lebih mudah dibersihkan. Salah satu zat aktif

yang banyak terkandung dalam larutan pencerah kulit adalah hidrokuinon yang

berfungsi untuk menyerap UV dan mengurangi produksi melanin atau

menghilangkan bercak-bercak hitam pada kulit sehingga membuat kulit tampak lebih

putih (Anonim, 2005 b).

Penggunaan hidrokuinon sebagai agen pencerah kulit dapat dikategorikan

menjadi dua yaitu dua yaitu sebagai produk kosmetik dan sebagai obat. Dalam

produk kosmetika, kadar hidrokuinon ≤ 2% biasanya dijual secara bebas di pasaran.

Sedangkan dalam produk obat, hidrokuinon dijual berdasarkan resep dan pengawasan

dari dokter karena kadar yang digunakan umumnya lebih besar dibandingkan pada

produk kosmetik. Daya kerja pemucatan hidrokuinon sangat cepat dengan kadar
2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

tinggi tetapi dapat menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan, misalnya:

kemerahan, rasa terbakar (panas), gatal, dan iritasi kulit ringan pada wajah. Oleh

karena itu penggunaan hidrokuinon harus dibatasi kadarnya.

Ada produk larutan pencerah yang mengandung hidrokuinon yang telah

beredar di pasaran namun tidak mencantumkan kadarnya. Dengan demikian, tidak

diketahui apakah kadar hidrokuinon dalam berbagai merek memenuhi persyaratan

BPOM atau tidak. Untuk melindungi kenyamanan dan keamanan bagi konsumen, hal

itu sangat diperlukan kontrol kualitas produk larutan pencerah untuk mengetahui

mutu produk yang dihasilkan sehingga kandungan hidrokuinonnya dapat diketahui

dan hasilnya dapat dipertanggungjawabkan. Pemilihan metode penetapan kadar

sangat penting karena dapat memberikan pengaruh hasil yang diperoleh. Metode

pilihan untuk menetapkan kadar harus merupakan metode yang sensitif, selektif, dan

praktis bagi senyawa tertentu. Metode-metode tersebut harus memenuhi kriteria

validitas metode uji di antaranya adalah akurasi dan presisi, sehingga hasil yang

diperoleh dapat dipertanggungjawabkan.

Pada penelitian ini digunakan metode spektrofotometri visibel menggunakan

pereaksi o-fenantrolina yang digunakan untuk analisis kuantitatif hidrokuinon.

Teknik spektrofotometri visibel mempunyai keunggulan karena senyawa yang

bersama-sama dengan hidrokuinon yang mengabsorpsi radiasi di daerah ultraviolet,

tidak akan mengganggu pengukuran serapan radiasi pada daerah sinar tampak. Selain

itu, pemilihan metode ini didasarkan atas pembentukan senyawa kompleks berwarna

merah-orange antara Fe2+ dan o-fenantrolina dengan adanya hidrokuinon sebagai


3
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

agen pereduksi yang baik. Senyawa kompleks ini dapat diukur serapannya pada

panjang gelombang daerah visibel (Haris, 1999).

1. Permasalahan

Dari latar belakang tersebut di atas, permasalahan yang akan diteliti adalah:

a) Berapa kadar hidrokuinon dalam larutan pencerah merek “A” yang telah

beredar di pasaran dengan metode spektrofotometri visibel?

b) Apakah kadar hidrokuinon dalam sediaan kosmetik yang berbentuk larutan

memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh BPOM?

2. Keaslian Penelitian

Sejauh penelusuran pustaka yang dilakukan penulis, penelitian yang telah

dilakukan berjudul ”Penetapan Kecermatan dan Keseksamaan Metode Kolorimetri

Menggunakan Pereaksi Floroglusin untuk Penetapan Kadar Hidrokuinon dalam Krim

Pemutih” (Ibrahim, dkk., 2004), “Validasi Metode Spektrofotometri Visibel

Menggunakan Pereaksi O-fenantrolina Pada Penetapan Kadar Hidrokuinon dalam

Krim Simulasi” (Leo, 2008), dan “Penetapan Kadar Hidrokuinon dalam Krim

Pemutih Berbagai Merk yang Beredar di Yogyakarta” (Liancy, 2008). Sedangkan

sepengetahuan penulis, penelitian tentang “Penetapan Kadar Hidrokuinon dalam

Larutan Pencerah Merek ”A” yang Telah Beredar di Pasaran dengan Metode

Spektrofotometri visibel” belum pernah dilakukan.


4
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

3. Manfaat Penelitian

a. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk memberi dan menambah

informasi bagi ilmu pengetahuan, khususnya dalam dunia kefarmasian

mengenai penetapan kadar hidrokuinon dalam larutan pencerah merek”A”

yang telah beredar di pasaran dengan menggunakan metode spektrofotometri

visibel”.

b. Manfaat metodologis

Penelitian ini dapat menjadi acuan tentang penggunaan metode

spektrofotometri visibel dengan pereaksi o-fenantrolina dalam penetapan

kadar hidrokuinon dan dapat digunakan untuk memberikan informasi bagi

konsumen mengenai mutu, keamanan, dan kemanfaatan hidrokuinon dalam

larutan pencerah merek “A” yang telah beredar di pasaran.

c. Manfaat praktis

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk memberi informasi kepada

masyarakat mengenai kadar hidrokuinon dalam larutan pencerah yang

bermanfaat bagi kecantikan dan kesesuaiannya dengan nilai yang tercantum

dalam label.
5
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

B. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui informasi besarnya kadar hidrokuinon yang terkandung di

dalam larutan pencerah merek”A” yang telah beredar di pasaran dengan metode

spektrofotometri visibel.

2. Untuk mengetahui apakah kadar tersebut memenuhi persyaratan yang ditentukan

oleh BPOM.
6
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Larutan

1. Pengertian larutan

Larutan adalah sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang

terlarut, misalnya: terdispersi merata secara molekuler dalam pelarut yang sesuai atau

campuran pelarut yang saling bercampur. Karena molekul-molekul dalam larutan

terdispersi secara merata, maka penggunaan larutan sebagai bentuk sediaan,

umumnya memberikan jaminan keseragaman dosis dan mempunyai ketelitian yang

baik jika larutan yang diencerkan atau dicampurkan (Anonim, 1995).

Larutan adalah campuran yang bersifat homogen antara molekul, atom

ataupun ion dari dua zat atau lebih. Disebut campuran karena susunannya atau

komposisinya dapat berubah. Disebut homogen karena susunannnya begitu seragam

sehingga tidak dapat diamati adanya bagian-bagian yang berlainan, bahkan dengan

mikroskop optis sekalipun (Anonim, 2010 b). Suatu larutan mengandung satu zat

terlarut atau lebih dari satu pelarut. Zat terlarut merupakan komponen yang

jumlahnya sedikit, sedangkan pelarut adalah komponen yang terdapat dalam jumlah

yang banyak. Komponen dari larutan ialah solute (solvendum) bersinggungan dengan

cairan (solvens), maka solute terbagi homogen atau terdispersi secara molekuler

dalam pelarut yang sesuai (Ahmad, 2001).


7
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Larutan topikal adalah larutan yang biasanya mengandung air tetapi seringkali

mengandung pelarut lain, seperti etanol dan poliol, untuk penggunaan topikal pada

kulit. Larutan pencerah ini tergolong dalam larutan topikal karena larutan ini

mengandung pelarut air (Anief, 2000).

Pernyataan kelarutan zat dalam bagian tertentu pelarut adalah kelarutan pada

suhu 200C, kecuali dinyatakan lain menunjukkan 1 bagian bobot zat padat atau bagian

zat cair larut dalam bagian volume tertentu pelarut. Pernyataan bagian dalam

kelarutan berarti 1 g zat padat atau 1 ml zat cair dalam sejumlah ml pelarut (Anief,

2000).

Tabel I. Kategori kelarutan (Anief, 2000)

Istilah kelarutan Jumlah bagian pelarut yang diperlukan untuk


melarutkan
Sangat mudah larut Kurang dari 1
Mudah larut 1 – 10
Larut 10 – 30
Agak sukar larut 30 – 100
Sukar larut 100 – 1.000
Sangat sukar larut 1.000 – 10.000
Praktis tidak larut Lebih dari 10.000

2. Penggolongan tipe larutan

Berdasarkan pengenceran, macam-macam tipe larutan dapat dibagi menjadi 2 yaitu:

a. Larutan encer yaitu jumlah zat A yang terlarut kecil.

b. Larutan pekat yaitu larutan yang mengandung fraksi zat A yang besar (Anonim,

1995).
8
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Berdasarkan kejenuhan, macam-macam tipe larutan dapat dibagi menjadi 3 yaitu:

a) Larutan tak jenuh (unsaturated)

Adalah jika jumlah solute yang terlarut kurang dari kelarutannya. Larutan tak jenuh

lebih encer (kurang pekat) dibandingkan dengan larutan jenuh (Anonim, 2010 b).

b) Larutan jenuh (saturated)

Adalah larutan yang mengandung zat terlarut dalam jumlah yang diperlukan

untuk adanya kesetimbangan antara solute yang terlarut dan yang tak terlarut.

Banyaknya solute yang melarut dalam pelarut yang banyaknya tertentu untuk

menghasilkan suatu larutan jenuh disebut kelarutan zat itu (Anonim, 2010 b).

Larutan yang telah mengandung zat terlarut dalam jumlah maksimal, sehingga

tidak dapat ditambahkan lagi zat terlarut. Pada keadaan jenuh telah terjadi

kesetimbangan antara solut yang larut dan tak larut atau kecepatan pelarutan sama

dengan kecepatan pengendapan. Kelarutan NaCl adalah 36 gram/100 gram air

(pada suhu 20oC). Apabila kita letakkan 40 gram NaCl dalam 100 gram air (pada

suhu pada 20oC), 36 gram akan larut dalam air tersebut.Yang selebihnya (4 gram)

masih dalam keadaan yang tidak larut sehingga terjadi larutan jenuh (Anonim,

2010 b).

c) Larutan lewat jenuh (supersaturated)

Adalah jika jumlah solute yang terlarut lebih banyak dari kelarutannya. Larutan lewat

jenuh lebih pekat daripada larutan jenuh. Larutan lewat jenuh biasanya dibuat dengan

cara membuat larutan jenuh pada temperatur yang lebih tinggi. Pada cara ini zat

terlarut harus mempunyai kelarutan yang lebih besar dalam pelarut panas daripada
9
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

dalam pelarut dingin. Jika dalam larutan yang panas itu masih tersisa zat terlarut yang

sudah tak dapat melarut lagi, maka sisa itu harus disingkirkan dan tidak boleh ada zat

lain yang masuk. Kemudian larutan itu didinginkan hati-hati dengan cara didiamkan

untuk menghindari pengkristalan. Jika tidak ada solute yang memisahkan diri

(mengkristal kembali) selama pendinginan, maka larutan dingin yang diperoleh

bersifat lewat jenuh. Larutan lewat jenuh yang dapat dibuat dengan cara ini misalnya

larutan dari sukrosa, natrium asetat dan natrium tiosulfat (hipo). Larutan lewat jenuh

merupakan suatu sistem metastabil. Larutan ini dapat diubah menjadi larutan jenuh

dengan menambahkan kristal yang kecil (kristal inti/bibit) umumnya kristal dari

solute. Kelebihan molekul solute akan terikat pada kristal inti dan akan mengkristal

kembali (Anonim, 2010 b).

3. Faktor yang mempengaruhi kelarutan

Faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan yaitu:

a. Bahan zat yang dilarutkan (solute) dan bahan pelarut (solven) yang digunakan.

Bahan solut dan solven dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:

1) Perbandingan antara solute dan solven.

Daya larut maksimal dari suatu zat padat dalam suatu cair dinyatakan di

dalam buku resmi (Farmakope). Contohnya: daya larut zat X dalam air = 1 :

10 berarti 1 gram zat X dengan 10 ml air sudah merupakan larutan yang jenuh

(jadi lebih dari perbandingan tersebut tidak mungkin larut).


10
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

2) Pengaruh Jenis Zat pada Kelarutan

Prinsipnya adalah like dissolves like. Zat-zat dengan struktur kimia yang mirip

umumnya dapat saling bercampur dengan baik, sedangkan zat-zat yang

struktur kimianya berbeda umumnya kurang dapat saling bercampur

(Anonim, 2010 b).

3) Sifat polaritas zat terlarut dan pelarut

Prinsipnya adalah like dissolves like. Senyawa yang bersifat polar akan mudah

larut dalam pelarut polar, sedangkan senyawa nonpolar akan mudah larut

dalam pelarut nonpolar. Contohnya alkohol dan air bercampur sempurna

(completely miscible), air dan eter bercampur sebagian (partially miscible),

sedangkan minyak dan air tidak bercampur (completely immiscible) (Anonim,

2010 b).

b. Suhu

Umumnya meningkatkan suhu sehingga meningkatkan kecepatan daya larut.

Kelarutan gas umumnya berkurang pada temperatur yang lebih tinggi. Misalnya

jika air dipanaskan, maka timbul gelembung-gelembung gas yang keluar dari

dalam air, sehingga gas yang terlarut dalam air tersebut menjadi berkurang.

Kebanyakan zat padat yang kelarutannya lebih besar pada temperatur yang lebih

tinggi. Ada beberapa zat padat yang kelarutannya berkurang pada temperatur

yang lebih tinggi, misalnya natrium sulfat dan serium sulfat. Pada larutan jenuh

terdapat kesetimbangan antara proses pelarutan dan proses pengkristalan

kembali. Jika salah satu proses bersifat endoterm, maka proses sebaliknya
11
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

bersifat eksoterm. Jika temperatur dinaikkan, maka sesuai dengan azas Le

Chatelier kesetimbangan itu bergeser ke arah proses endoterm. Jadi jika proses

pelarutan bersifat endoterm, maka kelarutannya bertambah pada temperatur yang

lebih tinggi. Sebaliknya jika proses pelarutan bersifat eksoterm, maka

kelarutannya berkurang pada suhu yang lebih tinggi (Anonim, 2010 b).

c. Ukuran partikel dan kecepatan difusi

Ukuran partikel besar yang mengakibatkan kecepatan larutan kecil sehingga

menurunkan kecepatan difusi, sedangkan ukuran partikel kecil yang dapat

mengakibatkan kecepatan kelarutan besar sehingga menaikkan kecepatan difusi

karena adanya luas permukaannya besar (Anief, 2000).

d. Sifat-sifat fisika dan kimia

Faktor yang mempengaruhi sifat-sifat fisika dalam kelarutan yaitu penggojokan

selama proses pelarutan. Sedangkan faktor yang mempengaruhi sifat-sifat kimia

dalam kelarutan yaitu keasaman dan kebasaan (Anief, 2000).

4. Kelebihan dan kekurangan sediaan larutan

Kelebihan sediaan larutan yaitu:

a. Murah dalam biaya produksi dan biaya produk

b. Mudah diaplikasikan pada kulit dan mudah didistribusikan pada kulit secara

merata dan cepat pada permukaan kulit yang luas karena tidak lengket

c. Segera kering pada kulit setelah pemakaian dan meninggalkan lapisan tipis dari

komponen obat pada permukaan obat


12
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

d. Mudah mengalami modifikasi dosis apabila diperlukan atau dosis dapat diubah-

ubah dalam pembuatan.

e. Konsentrasi zat atau obat dalam takaran tertentu dapat tepat karena larutan

homogen.

f. Kejernihan larutan dapat memberikan kesan yang menyenangkan.

g. Dapat diberikan dalam larutan encer.

h. Kerja awal obat lebih cepat karena obat cepat diabsorpsi.

i. Mudah diberi pewangi, pewarna, dan lain-lain (Ansel, 1989; Sri et al., 2001).

Kelemahan sediaan larutan yaitu:

a. Tidak cocok untuk obat-obat yang tidak stabil dalam cairan.

b. Sukar menutupi bau dan rasa yang tidak enak.

c. Tidak cocok untuk obat-obat yang tidak larut dalam cairan.

d. Larutan bersifat voluminous dan tidak praktis, sehingga kurang menyenangkan

untuk diangkut dan disimpan. Apabila kemasan rusak, keseluruhan sediaan tidak

dapat dipergunakan.

e. Stabilitas dalam bentuk sediaan larutan biasanya kurang baik jika dibandingkan

dengan bentuk sediaan lain, terutama jika bahan mudah terhidrolisis.

f. Kemungkinan terjadinya reaksi kimia dalam bentuk larutan di mana air sebagai

katalisator.

g. Larutan merupakan media ideal untuk pertumbuhan mikroorganisme, oleh karena

itu memerlukan penambahan pengawet (Yohana et al., 2009; Sri et al., 2001).
13
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

B. Larutan Pencerah

Larutan pencerah merupakan campuran bahan kimia dan atau

bahan lainnya dalam sediaan larutan yang berkhasiat mampu memucatkan noda hitam

(cokelat) pada kulit. Dalam jangka waktu lama, larutan tersebut dapat menghilangkan

atau mengurangi hiperpigmentasi pada kulit. Namun, penggunaan yang terus-

menerus justru akan menimbulkan pigmentasi dengan efek permanen (Anonim, 2006

a).

Larutan pencerah yang mengandung zat aktif hidrokuinon dapat berubah

warna dari putih menjadi warna coklat selama 3 – 4 bulan (Maibach, 2000). Larutan

pencerah dapat disimpan dalam botol berwarna coklat dan putih. Larutan pencerah

yang disimpan botol berwarna coklat, karena hal ini digunakan untuk menghindari

kerusakan obat karena cahaya sehingga tidak dapat terjadi degradasi obat oleh

cahaya. Sedangkan larutan yang disimpan dalam botol putih untuk menghambat

oksidasi.

Larutan hidrokuinon merupakan produk yang baik dalam mengatasi melasma

dengan atau tanpa bahan kimia untuk pengelupasan kulit (Maibach, 2000). Menurut

Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia nomor

HK.00.05.4.1745 Bab II Pasal 3, Larutan pencerah dengan kandungan hidrokuinon

termasuk kosmetika golongan Ic yaitu kosmetika yang mengandung bahan dengan

persyaratan kadar dan penandaan seperti termuat pada lampiran I no 47 (Anonim,

2003).
14
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

C. Hidrokuinon

1. Struktur dan sifat hidrokuinon

Hidrokuinon atau 1,4 benzendiol adalah senyawa organik aromatik dengan

tipe fenol yang mempunyai rumus kimia C6H6O2, dan memiliki dua gugus hidroksil

(-OH) yang berikatan dengan cincin aromatik/benzene pada posisi para (Wenninger

et al., 2000). Rumus bangun hidrokuinon adalah

HO OH

hidrokuinon

Gambar 1. Struktur hidrokuinon

Hidrokuinon mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari

100,5% C6H6O2 dihitung terhadap zat anhidrat. Hidrokuinon merupakan substansi/zat

kristal berbentuk jarum halus, putih, mudah menjadi gelap jika terpapar cahaya dan

udara (Anonim, 1995). Hidrokuinon mudah larut dalam air (1 dalam 17 bagian air),

dalam etanol (1 dalam 4 bagian etanol), dalam kloroform (1 dalam 51 bagian

kloroform), dan dalam eter (1 dalam 16,5 bagian eter) (Anonim, 1995).

Larutan hidrokuinon akan berwarna coklat dikarenakan proses oksidasi

dengan adanya udara. Dalam suasana basa, hidrokuinon akan mengalami oksidasi

dengan cepat, oksidasi ini bersifat reversibel yaitu senyawa dikarbonil (kuinon)

mudah direduksi kembali menjadi senyawa dihidroksi (hidrokuinon), karena

hidrokuinon merupakan agen pereduksi (Anonim, 1996). Reaksi yang terjadi adalah:
15
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

- OH
HO OH O O + H2O

Hidrokuinon Kuinon

Gambar 2. Reaksi oksidasi hidrokuinon menjadi kuinon (Anonim, 1996)

2. Penggunaan dan mekanisme kerja hidrokuinon

Hidrokuinon yang digunakan sebagai agen pencerah atau depigmentasi untuk

memutihkan kulit dan menghilangkan kulit yang dalam kondisi hiperpigmentasi

seperti melasma, bercak-bercak atau bintik–bintik hitam, dan lentigines. Karena

mampu mengelupas kulit bagian luar dan menghambat pembentukan melanin pada

kulit (Anonim, 2006a). Melanin adalah pigmen pada kulit yang memberikan warna

gelap atau coklat (Anonim, 2010b). Penggunaannya membutuhkan waktu beberapa

minggu sebelum muncul suatu efek, tapi depigmentasi terjadi setelah 2-6 bulan.

Aplikasi hidrokuinon harus dihentikan jika tidak ada peningkatan setelah melindungi

2 bulan perawatan. Hidrokuinon harus digunakan dua hari sekali hanya untuk kulit

dari sinar matahari dan mengurangi depigmentasi (Anonim, 1999). Selain itu,

kegunaan hidrokuinon adalah sebagai antioksidan dalam fotografi (pencucian film)

untuk mereduksi ion perak menjadi logam perak halida, sebagai penghambat

polimerisasi, sebagai bahan dasar herbisida, karet antioksidan, dan bahan pewarna

rambut (Wenningner et al., 2000).

Hidrokuinon sendiri merupakan zat aktif yang paling banyak digunakan dalam

sediaan pencerah wajah. Hal ini dikarenakan efektivitas kerja dari hidrokuinon yaitu
16
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

dapat menginaktivasi enzim tirosinase melalui penghambatan reaksi oksidasi

enzimatik dari tirosin ke 3,4-dihidroksifenilalanin (Wilkinson et al., 1982). Enzim

tirosinase ini merupakan enzim utama dalam pembentukan melanin, sehingga jika

kerjanya dihambat maka jumlah pigmen melanin pemberi warna gelap atau cokelat

kulitpun menjadi berkurang sehingga menjadi kulit lebih putih (Anonim, 2006 a).

Hidrokuinon bekerja menghalangi pengeluaran melanin oleh enzim tirosinase pada

melanosit yang terletak di lapisan epidermis kulit, mendegradasi melonosom pada

kulit, menembus lapisan kulit, dan menyebabkan penebalan pada lapisan kolagen.

Produksi melanin oleh enzim tirosinase pada melanosit ini biasanya diaktifasi oleh

sinar matahari, hormonal, penyakit, obat, alergi dan iritasi yang akhirnya membuat

kulit menjadi berflek, berwarna tak merata dan lebih gelap dari sebelumnya (Daniel,

2010).

3. Efek samping hidrokuinon

Kosmetik hidrokuinon boleh dipasarkan tetapi harus berdasarkan resep dari dokter.

Penggunaan dalam kosmetika bebas tidak boleh lebih dari 2% dan penggunaan

hidrokuinon lebih dari 2% b/b termasuk golongan obat keras yang hanya dapat

digunakan berdasarkan resep dokter sebab dapat mengakibatkan iritasi kulit, kulit

menjadi merah dan terbakar, kelainan pada ginjal (nephropathy), kanker darah

(leukemia) dan kanker sel hati (hepatocelluler adenoma) (Anonim, 2007). Selain itu,

penggunaan hidrokuinon yang berlebihan juga dapat menyebabkan oochronosis (kulit

berbintil seperti pasir dan berwarna coklat kebiruan, serta terasa gatal dan seperti

terbakar) terhadap orang yang berkulit gelap (Anonim, 2006 a).


17
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

D. Spektrofotometri Visibel

1. Deskripsi Umum

Spektrofotometer visibel adalah anggota teknik analisis spektroskopik yang

memiliki sumber radiasi elektromagnetik sinar tampak (380-780 nm) dengan

memakai instrumen spektrofotometer. Radiasi elektromagenetik dalam rentang

panjang gelombang 380 – 780 nm merupakan radiasi yang dapat dilihat indera

penglihatan manusia sehingga disebut cahaya tampak (visible) (Suharman, 1995).

Spektrofotometer visibel termasuk dalam spektrofotometri serapan yang

melakukan pengukuran suatu interaksi antara radiasi elektromagnetik (REM) dan

materi (atom zat kimia, ion, atau molekul) sehingga mengalami peningkatan energi

elektronik dari tingkat dasar (ground state) ke tingkat energi yang lebih tinggi

(excited state) saat peralihan atau transisi elektronik. Transisi ini terjadi bila energi

yang dihasilkan oleh radiasi sama dengan energi yang diperlukan untuk melakukan

transisi. Transisi elektronik ditentukan oleh konfigurasi elektron pada molekul

senyawa tersebut, maka transisi ditentukan struktur molekul. Oleh karena itu molekul

yang berbeda strukturnya mempunyai tingkat energi yang berbeda dan setiap jenis

molekul menyerap radiasi pada daerah spektrum tertentu karena hal ini yang menjadi

dasar analisis kualitatif dengan metode ini. Sedangkan banyaknya cahaya yang

diserap di frekuensi atau panjang gelombang tertentu sesuai transisi elektron yang

terjadi karena hal ini menentukan intensitas serapan yang menjadi dasar analisis

kuantitatif menggunakan metode ini (Williard et al., 1988).


18
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Pada kenyataannya, spektrum visibel yang merupakan korelasi antara serapan

(sebagai ordinat) dan panjang gelombang (sebagai absis) tidak merupakan garis

spektrum, tetapi sebagai pita spektrum. Terbentuknya pita spektrum visibel tersebut

disebabkan transisi energi yang tidak sejenis dan terjadinya eksitasi elektronik lebih

dari satu macam pada gugus molekul yang kompleks (Rohman, 2007).

2. Interaksi elektron dengan radiasi elektromagnetik (REM)

Dalam spektrofotometri, larutan sampel akan mengabsorpsi REM dengan

energi yang sesuai dan jumlah yang diserap tersebut berhubungan dengan konsentrasi

dari analit dalam larutan. Suatu molekul mengabsorpsi foton dengan energi yang

sesuai untuk menjalani suatu transisi (Christian, 2004). Jenis-jenis absorpsi yang

dapat terjadi antara lain:

a. Absorpsi yang melibatkan transisi elektron ikatan dan elektron anti ikatan.

Semua molekul organik mampu menyerap REM karena semua molekul organik

mempunyai elektron valensi yang dapat dieksitasikan ke tingkat energi yang lebih

tinggi yang dikenal sebagai elektron anti bonding. Transisi-transisi elektronik yang

terjadi di antara tingkat-tingkat energi di dalam suatu molekul ada 4 yaitu: transisi

sigma-sigma star (ϭ → ϭ*), transisi n – sigma star (n → ϭ*), transisi n – phi star (n

→ π*), dan transisi phi – phi star (π → π*) (Rohman, 2007).


19
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

σ* Anti Bonding

π* Anti bonding
Σ
Non Bonding
n
Bonding
π
Bonding
σ

Gambar 3. Tingkat energi elektronik molekul

1) Transisi atau eksitasi elektron ϭ → ϭ*

Dibutuhkan energi paling besar untuk menginduksi terjadinya transisi ϭ → ϭ*

dan terjadi pada daerah ultraviolet jauh (λ <180 nm) yang dihasilkan oleh ikatan

tunggal kovalen dan menduduki orbital ϭ, sebagai contoh pada alkana yang

memiliki ikatan karbon-karbon dan karbon-hidrogen (Skoog et al., 1994).

2) Transisi n → ϭ*

Senyawa-senyawa organik jenuh yang mengandung atom dengan pasangan

elektron bebas, seperti oksigen, nitrogen, belerang atau halogen dan struktur

molekul kimia yang mengandung senyawa kromofor organik berupa gugus

karbonil-karbonil mampu melakukan transisi n → ϭ*. Secara umum, energi

transisi yang dibutuhkan lebih kecil daripada transisi ϭ → ϭ* dan memiliki

panjang gelombang antara 150 – 250 nm (Skoog et al., 1998).

Akibatnya adalah nilai absorbsitivitas molar (€) antara 100-3000 liter.cm-1.mol-1

dan pergeseran biru (hipsokromik) dari pelarut yang lebih polar (pergeseran

puncak serapan ke arah panjang gelombang yang lebih pendek) (Rohman, 2007).
20
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

3) Transisi n → π*

Transisi dari jenis ini meliputi transisi elektron-elektron heteroatom tak berikatan

ke orbital anti ikatan π*. Serapan ini terjadi pada panjang gelombang yang

panjang dan intensitas rendah (Skoog et al., 1998). Struktur molekul kimia yang

mengandung senyawa kromofor organik berupa gugus karbonil-karbonil,

karboksil, amida, azo, nitro, nitroso, dan nitrat; dan gugus auksokrom organik

merupakan gugus fungsional yang mempunyai elektron bebas, seperti –OH, -O, -

NH2, dan –OCH3 yang mampu melakukan transisi n → π* (Rohman, 2007).

Dalam kebanyakan molekul-molekul yang menunjukkan transisi n → π* dari

keadaan dasar lebih polar dibandingkan dengan keadaan tereksitasi. Secara

khusus, pelarut-pelarut yang berikatan hidrogen akan berinteraksi secara lebih

kuat dengan pasangan elektron yang tidak berpasangan pada molekul dalam

keadaan dasar dibanding pada molekul dalam keadaan tereksitasi. Akibatnya

adalah transisi n → π* mempunyai energi yang lebih besar sehingga

menimbulkan pergeseran hipsokromik (pergeseran biru) dari pelarut yang polar

dan nilai absorbsitivitas molar (€) antara 10-100 liter.cm-1.mol-1. Karena adanya

kemampuan untuk membentuk ikatan hidrogen (polaritas) pelarut yang

meningkat (Rohman, 2007).


21
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Menjadi
Energi kekurangan elektron
..
π* *
C O .
π
2 ..

Stabilisasi pelarut
yang besar karena
ikatan hidrogen
n
..
n
} C O
.. H
O
H
π
π
Pelarut Pelarut
non polar polar

Gambar 4. Pengaruh pelarut polar pada transisi n → π*

4) Transisi π → π*

Transisi ini dihasilkan oleh ikatan rangkap dua dan tiga dari senyawa organik

apabila molekul menyerap energi di daerah ultraviolet jauh yaitu dapat berupa

alkena dan alkuna yang lebih mudah untuk tereksitasi dengan adanya radiasi

elektromagnetik. Transisi ini juga paling mudah terbaca dan bertanggung jawab

terhadap spektra elektronik pada panjang gelombang antara 200 – 700 nm

(Skoog et al., 1998).

Dalam kebanyakan transisi π → π*, molekul dalam keadaan dasar relatif non

polar, dan keadaan tereksitasinya lebih polar dibanding keadaan dasar. Jika

pelarut polar digunakan pada molekul yang mengalami transisi ini, maka akan

menyebabkan pelarut polar berinteraksi (stabilisasi) lebih kuat dengan keadaan

tereksitasi dibandingkan dengan keadaan dasar, sehingga perbedaan energi

transisi π → π* pada pelarut yang polar ini lebih kecil. Akibatnya adalah

menimbulkan pergeseran batokromik (pergeseran merah) dari pelarut yang polar

(pergeseran pita absorpsi panjang gelombang serapan maksimum ke arah panjang


22
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

gelombang yang lebih panjang) dan nilai absorbtivitas molar (€) antara 1.000-

10.000 liter.cm-1.mol-1. Karena adanya terikatnya gugus auksokrom pada gugus

kromofor atau adanya konjugasi antara dua atau lebih kromofor. Semakin

panjang ikatan terkonjugasinya, maka panjang gelombang maksimalnya makin

besar (Rohman, 2007).


Energi

π2

π* } perbedaan energi yang cukup besar


yang disebabkan oleh interaksi pelarut

π
π
Pelarut
non polar Pelarut
polar

Gambar 5. Pengaruh pelarut pelarut pada transisi π → π*

Transisi elektron yang berguna dalam eksperimen adalah transisi π → π* dan n

→ π* karena memberikan spektra di daerah 200 – 700 nm dan membutuhkan

adanya kromofor dalam struktur molekulnya (Skoog et al., 1998).

Kromofor adalah gugus kovalen yang tidak jenuh menyediakan orbital π yang

dapat menyerap radiasi elektromagnetik di daerah ultraviolet dan sinar tampak.

Molekul yang mengandung kromofor disebut kromogen. Auksokrom merupakan

gugus fungsional yang tidak menyerap radiasi elektromagnetik di daerah

ultraviolet dan sinar tampak bila berdiri sendiri, tetapi kehadirannya dalam

molekul dapat menyebabkan perubahan puncak kromofor ke panjang gelombang

yang lebih panjang (pergeseran merah = batokromik) dan meningkatkan


23
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

intensitasnya (efek hiperkromik) ketika terikat langsung pada kromofor

(Christian, 2004; dan Sastrohamidjojo, 1991).

b. Absorpsi yang melibatkan transisi elektron d dan f dari molekul kompleks.

Transisi ini kebanyakan terjadi pada logam transisi. Untuk golongan lantanida dan

aktanida, proses absorbsi dihasilkan oleh transisi elektronik dari elektroni 4f dan 5f.

Untuk logam transisi seri pertama dan kedua, transisi elektronik dari elektron 3d dan

4d yang bertanggung jawab terhadap proses absorpsinya. Logam transisi memiliki

orbital d yang masih kosong sebagian (3d dan 4d) yang masing-masing dapat

mengakomodasi sepasang elektron dan berikatan dengan suatu ligan membentuk

kompleks serta menghasilkan spektra tertentu. Berikut ini merupakan urutan ligan

berdasarkan kekuatan medan yang ditimbulkannya I- < Br- < Cl- < F- < OH- < C2O42-

< H2O < SCN- < NH3 < etilendiamina < o-fenantrolina < NO2- < CN-. Semakin besar

kekuatan medannya maka panjang gelombang serapan maksimumnya menurun sebab

energinya meningkat (Skoog et al., 1998).

c. Absorpsi yang melibatkan charge transfer (perpindahan muatan).

Penyerapan radiasi oleh senyawa kompleks logam berbeda dengan senyawa organik

karena melibatkan perpindahan muatan dari donor elektron ke akseptor elektron yaitu

pergerakan elektron dari ion logam ke ligan atau sebaliknya. Absorpsi tipe ini sangat

penting dalam suatu analisis, karena perpindahan muatan dari spesies-spesies

mempunyai daya serap molar yang sangat besar (Ɛmax >10.000). Oleh karena itu,

kompleks ini mempunyai sensitifitas yang tinggi. Kompleks-kompleks anorganik


24
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

yang melakukan absorpsi dengan charge transfer biasanya disebut kompleks

perpindahan muatan. Contoh dari kompleks ini yaitu kompleks tiosianat dan fenol

dengan besi (III), kompleks o-fenantrolina dengan besi (II), kompleks heksasianoferat

(II)/heksasianoferat (III) yang bertanggung jawab atas warna Prussian blue (Skoog et

al., 1998).

Pada umumnya kompleks charge transfer yang melibatkan suatu ion logam,

logam bertindak sebagai penerima elektron (acceptor) dan ligan sebagai donor

elektron terkecuali untuk kompleks besi (II) dengan o-fenantrolina dimana ligannya

merupakan penerima elektron sedangkan ion logam berperan sebagai donor elektron

(Skoog et al., 1998).

Saat transisi, terjadi reduksi-oksidasi antara ion logam dan ligan. Biasanya,

ion logam tereduksi dan ligan teroksidasi. Ion logam berada pada status oksidasi

terendah, dikompleks oleh ligan dengan afinitas elektron tinggi yang dapat

teroksidasi tanpa merusak kompleks (Christian, 2004). Kecenderungan perpindahan

elektron akan meningkat jika energi radiasi yang dibutuhkan untuk terjadinya proses

perpindahan muatan kecil. Kompleks yang dihasilkan akan menyerap pada panjang

gelombang yang besar (Rohman, 2007).

Secara eksperimental sangat mudah untuk mengukur banyaknya radiasi yang

diserap oleh suatu molekul sebagai fungsi frekuensi radiasi. Suatu grafik yang

menghubungkan antara banyaknya sinar yang diserap dengan frekuensi (atau panjang

gelombang) sinar merupakan spektrum absorpsi. Transisi yang dibolehkan untuk

suatu molekul dengan struktur kimia yang berbeda adalah tidak sama sehingga
25
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

spektra absorpsinya berbeda. Dengan demikian spektra dapat digunakan sebagai

bahan informasi yang bermanfaat untuk analisis kualitatif. Banyaknya sinar yang

diabsorbsi pada panjang gelombang tertentu sebanding dengan banyaknya molekul

yang menyerap radiasi, sehingga spektra absorpsi juga dapat digunakan untuk analisis

kuantitatif (Rohman, 2007).

3. Analisis kuantitatif dengan spektrofotmetri visibel

Dalam aspek kuantitatif, suatu berkas radiasi dikenakan pada cuplikan

(larutan sampel) dan intensitas sinar radiasi yang diteruskan diukur besarnya. Radiasi

yang diserap oleh cuplikan ditentukan dengan membandingkan intensitas sinar yang

diteruskan bila spesies penyerap yang tidak ada dengan intensitas sinar radiasi yang

diteruskan bila penyerap ada. Intensitas sinar yang diteruskan bila tidak ada spesies

penyerap merupakan intensitas sinar yang masuk dikurangi dengan yang hilang oleh

penghamburan, pemantulan, dan serapan oleh konsituen lain (Sastrohamidjojo, 1991).

Besarnya radiasi elektromagnetik (monokromatik) yang dapat diserap oleh

kromofor dapat digambarkan dengan dua hukum klasik, yaitu hukum Lambert dan

Beer. Hukum Lambert menyatakan bahwa bila cahaya monokromik melewati

medium tembus cahaya, laju berkurangnya intensitas oleh bertambahnya ketebalan,

berbanding lurus dengan intensitas cahaya. Hukum Beer menyatakan bahwa

intensitas berkas cahaya monokromatik berkurang secara eksponensial dengan

bertambahnya konsentrasi zat penyerap secara linier (Basset et al., 1994).

Syarat-syarat penggunaan Hukum Beer yaitu:

a. Syarat konsentrasi
26
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Pada konsentrasi tinggi, jarak rata-rata di antara zat pengabsorbsi kecil,

sehingga masing-msing zat mempengaruhi distribusi muatan tetangganya.

b. Syarat kimia

Zat pengabsorbsi tidak boleh berdisosiasi, berasosiasi, atau bereaksi

dengan pelarut menghasilkan suatu produk pengabsorpsispektrum yang berbeda

dari zat yang dianalisis.

c. Syarat cahaya

Hukum Beer hanya berlaku untuk cahaya yang betul-betul monokromatik.

d. Syarat kejernihan

Kekeruhan larutan akan menyebabkan penyimpangan Hukum beer.

Sebagian cahaya akan dihamburkan oleh partikel. Akibatnya, kekuatan cahaya

yang diabsorbsi akan berkurang (Skoog, 1998).

Bouger, Lambert dan Beer membuat formula secara matematik hubungan

antara transmitan atau serapan terhadap intensitas radiasi atau konsentrasi zat yang

dianalisis dan tebal kuvet yang mengabsorpsi. Hukum Lambert-Beer menyatakan

bahwa intensitas yang diteruskan oleh larutan zat penyerap berbanding lurus dengan

konsentrasi larutan. Rumus ini yang dapat dinyatakan sebagai:

It abc
T 10 (1)
Io

1
A log abc (2)
T
27
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Dimana: T = persen transmitan; Io = intensitas radiasi yang datang; It =

intensitas radiasi yang diteruskan; a = daya serap molar (Lt.mol -1cm-1); c =

konsentrasi (mol Lt-1); b = tebal kuvet (cm); dan A= serapan (Suharman, 1995).

Daya serap (a) merupakan suatu konstanta yang tidak bergantung pada

konsentrasi, tebal larutan dan intesitas radiasi yang mengenai sampel. Daya serap

tergantung pada suhu, pelarut, struktur molekul, dan panjang gelombang radiasi.

Satuan a ditentukan oleh satuan-satuan b dan c. Jika satuan c dalam molar (M) maka

daya serap disebut dengan daya serap molar dan disimbolkan Ɛ dengan satuan M-1cm-

1
atau L.mol-1cm-1 (Rohman, 2007).

Menurut Farmakope Indonesia edisi ke-IV tahun 1995, hubungan antara

transmitan atau serapan terhadap intensitas radiasi atau konsentrasi zat yang dianalisis

dan tebal kuvet dinyatakan sebagai berikut:

Log (1/T) = A= a b c atau A= Ɛ b c

Dimana: A = serapan (logaritma dasar 10 dari kebalikan transmitan (T), a =

daya serap (hasil bagi serapan (A) dibagi dengan hasil perkalian kadar yang

dinyatakan dalam g per liter zat (c) dan panjang sel dalam cm (b)), Ɛ = daya serap

molar (hasil bagi serapan (A) dengan perkalian kadar zat, dinyatakan dalam mol per

liter, dan panjang serapan dalam cm).

Serapan jenis didefinisikan sebagai serapan dari larutan 1% zat terlarut dalam

sel dengan ketebalan 1 cm dan diberi lambang A (1%, 1 cm). Harga serapan jenis
28
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

pada panjang gelombang tertentu dalam suatu pelarut merupakan sifat dari zat

terlarut. Hubungan antara nilai A (1%, 1 cm) dengan daya serap molar (Ɛ) yaitu:

Ɛ = A (1%, 1cm) x (Anonim, 2005 a)

Dalam hukum Lambert-Beer tersebut ada beberapa pembatasan yaitu:

1. Sinar yang digunakan harus monokromatis

2. Penyerapan terjadi dalam suatu volume yang mempunyai penampang luas yang

sama

3. Senyawa yang menyerap dalam larutan tidak tergantung terhadap senyawa lain

dalam larutan tersebut

4. Tidak terjadi peristiwa fluoresensi atau fosforesensi

5. Indeks bias tidak tergantung pada konsentrasi larutan (Rohman, 2007).

6. Tidak diikuti oleh larutan yang pekat dan terlalu encer. Pada larutan yang pekat

dan terlalu encer terjadi kesalahan fotometrik. Pada larutan yang encer, cahaya

yang diteruskan hampir sama dengan sumber cahayanya. Pada larutan yang pekat

(>0,01M), terjadi penyimpangan antara serapan dan konsentrasi, hal ini dapat

terjadi karena pada larutan pekat, yang diteruskan sedikit sehingga sedikit cahaya

mencapai detektor sehingga serapan terukur berkurang (Skoog et al., 1994)


29
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

4. Instrumentasi spektrofotometri visibel

Instrumen yang digunakan untuk mempelajari serapan atau emisi radiasi

elektromagnetik sebagai fungsi dari panjang gelombang disebut spektrofotometer.

Diagram sederhana dari spektrofotometer adalah sebagai berikut:

Sumber cahaya monokromator sel sampel

pembaca respon detector


atau recorder detektor

Gambar 6. Instrumentasi spektrofotometer visisbel (Christian,2004)

Sumber cahaya terdiri dari benda yang tereksitasi hingga ke tingkat tenaga

yang tinggi oleh sumber listrik bertegangan tinggi atau oleh pemanasan listrik. Benda

atau materi yang kembali ke tingkat dasarnya, melepaskan foton dengan tenaga-

tenaga yang karakteristik yang sesuai dengan ΔΕ yaitu perbedaan tenaga antara

tingkat tereksitasi dan tingkat dasar rendah. Sumber radiasi yang ideal untuk

pengukuran serapan harus menghasilkan spektrum kontinu dengan intensitas yang

seragam pada keseluruhan kisaran panjang gelombang yang sedang dipelajari

(Sastrohadmidjojo, 1991). Sumber cahaya untuk daerah tampak ialah tungsten

filament incandescent lamp (Christian, 2004). Monokromator berfungsi untuk

mengubah atau mengurai sinar polikromatis menjadi monokromatis (panjang

gelombang tunggal) sesuai yang diinginkkan (Sastrohadmidjojo, 1991). Sel sampel

untuk visibel dari gelas atau kuarsa. Senyawa yang dapat menyerap radiasi cahaya
30
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

tampak ialah senyawa yang berwarna dimana elektronnya lebih mudah dipromosikan

(Christian, 2004). Detektor berfungsi untuk mengubah tenaga radiasi menjadi arus

listrik atau pengubah panas lainnya (sinyal elektronik) dan biasanya terintegrasi

dengan pencatat (printer). Syarat detektor yang baik yaitu sensitivitas tinggi hingga

dapat mendeteksi tenaga cahaya yang mempunyai tingkatan-tingkatan sekalipun,

respon pendek, stabilitas lama atau panjang untuk menjamin respon secara kuantitatif,

dan sinyal elektronik mudah diperjelas. Agar dapat diukur, sinyal detektor diperbesar

dengan recorder (Sastrohadmidjojo, 1991).

D. Senyawa Kompleks

Senyawa kompleks adalah senyawa yang dibentuk oleh reaksi antara suatu ion

logam (kation) dengan ligan (suatu anion atau molekul netral). Ion kompleks

merupakan senyawa koordinasi bermuatan yang terbentuk antara ion logam dan ligan

(Day and Underwood, 1996). Dalam zat-zat ini, ion logam berperilaku sebagai asam

lewis dan terikat secara kovalen koordinasi kepada ligan yang berperan sebagai basa

lewis (Brady, 1994).

Valensi koordinasi itu sebagai tingkat kecenderungan ion-ion logam mencapai

susunan elektron gas mulia berikutnya. Akibatnya, ion-ion logam itu cenderung

menerima elektron (pasangan elektron) sehingga disebut akseptor. Pemberi pasangan

elektron kepada ion logam itu adalah ligan sehingga disebut donor. Karena ligan

adalah zat yang memiliki satu atau lebih pasangan elektron bebas. Dengan demikian

intisari proses pembentukan senyawa kompleks koordinasi adalah pembentukan


31
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ikatan kovalen koordinasi dari ligan ke ion logam dengan perpindahan satu atau lebih

pasangan elektron (Rivai, 1995).

Salah satu contoh senyawa kompleks adalah senyawa kompleks besi (II)

dengan o-fenantrolina. Menurut Basset et al., besi (II) dapat ditetapkan kadarnya

menggunakan o-fenantrolina. Besi (II) bereaksi dengan o-fenantrolina membentuk

kompleks merah-jingga [(C12H8N2)3Fe]2+ dalam larutan sedikit asam. Besi (III) tidak

bereaksi membentuk kompleks dengan o-fenantrolina (Anonim, 2001). Dalam

analisis ini, perlu ditambahkan suatu agen preduksi seperti hidrokuinon sebab besi

(II) dapat mudah tereduksi menjadi besi (III) dengan adanya suatu asam dan air

(Anonim, 2001). Menurut Daniel, pH dijaga agar mendekati nilai 3,5 agar kompleks

yang dihasilkan dapat optimal dan stabil. Namun demikian intensitas dari larutan

senyawa kompleks tersebut tidak bergantung pada pH 2-9. Untuk mengontrol tingkat

keasaman dari larutan dan menjaga pH dapat ditambahkan larutan natrium asetat

(Anonim, 2008).

Reaksi pembentukan senyawa kompleks [(C12H8N2)3Fe]2+ adalah sebagai

berikut (Harris, 1999) :


32
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

2Fe3+ + HO OH 2Fe2+ + O O + 2H+

Hidrokuinon Kuinon
2+

Fe2+ + 3 Fe

N N N

O-fenantrolina 3

Lambda max = 508 nm

Gambar 7. Reaksi pembentukan senyawa kompleks [(C12H8N2)3Fe]2+

Daya serap molar dari kompleks [(C12H8N2)3Fe]2+ adalah 11.100 L/mol-cm

pada panjang gelombang serapan maksimum λmax = 508 nm (Harris dan Atkins, 1975;

dan Skoog et al., 1994) atau 510 nm (Harris, 1999; Dean, 1995; Singh et al., 2004;

dan Ibrahim 2004). Nilai yang sangat besar ini menandakan bahwa kompleks

menyerap sangat kuat. Kompleks ini sangat stabil dan intensitas warnanya tidak

berubah dalam waktu yang lama (Anonim, 2005a).

Penyerapan radiasi elektromagnetik oleh senyawa kompleks [Fe(o-

fenantrolina)32+ atau [(C12H8N2)3Fe]2+ yang disebabkan satu atau lebih transisi

elektron pada panjang gelombang daerah visibel yaitu:

1. Eksitasi elektron suatu ion logam

Eksitasi elektron suatu ion logam memiliki daya serap molar (Ɛ) rendah 1-100

(L.mol-1.cm-1). Oleh karena itu, tidak dapat digunakan untuk analisis kuantitatif

(Christian, 2004).
33
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

2. Eksitasi elektron di dalam ligan

Ada dua transisi elektron yang dapat terjadi di dalam ligan, yakni transisi

elektron dari π → π* dan n → π* (Christian, 2004). Dengan adanya eksitasi n →

π* yang membutuhkan energi yang kecil, maka dapat menggeser panjang

gelombang yang lebih panjang dari senyawa kompleks tersebut menuju ke

panjang gelombang yang lebih panjang sehingga senyawa kompleks tersebut

dapat menjadi berwarna.

3. Transisi transfer muatan

Warna suatu senyawa kompleks terbentuk karena adanya transisi transfer

muatan. Hal ini terjadi karena perpindahan elektron dari ion logam (atau atom

pusat) ke ion ligan dan sebaliknya dari ligan ke ion logamnya. Daya serap molar

(Ɛ) transfer muatan berkisar antara 10.000-100.000 (L.mol-1.cm-1) (Christian,

2004). Donor elektron dalam pembentukan senyawa kompleks [Fe(o-

fenantrolina)32+] atau [Fe(C12H8N2)3]2+ ini adalah ligan yang berupa o-

fenantrolina karena kaya akan elektron yaitu memiliki atom dengan pasangan

elektron bebas, dan akseptor elektron adalah ion logam yang berupa ion Fe 2+

karena miskin akan elektron. Ligan dapat mendonorkan elektronnya kepada ion

logam untuk membentuk ikatan kovalen koordinasi dengan ion logam sehingga

mengakibatkan adanya perpindahan muatan dan perubahan energi pada orbital d

yang dimiliki ion logam. Pasangan elektron bebas yang didonorkan dapat

mendorong elektron tidak berpasangan yang ada pada orbital d yang dimiliki ion
34
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

logam menjadi berpasangan. Orbital d yang dimiliki ion logam mengalami

splitting dan perubahan energi yang mengakibatkan elektron pada orbital d

tersebut mengalami eksitasi dari n menuju π*.

Senyawa kompleks [Fe(o-fenantrolina)32+] yang berbentuk oktahedral dimana

orbital d akan terspliting menjadi 2 tingkat energi yang berbeda. Orbital t2g untuk

tingkat yang lebih rendah dan eg untuk orbital yang mempunyai energi yang lebih

tinggi. Perbedaan energi ini (hv) tergantung oleh kekuatan medan ligan.
dz 2 dx2 _y2

dxy dxz dyz dz 2 dx2 _y2


hv

dxy dxz dyz

Gambar 8. Spliting orbital d pada senyawa kompleks oktahedral

O-fenantrolina merupakan ligan kuat maka perbedaan energinya (hv) menjadi

besar, sehingga gaya tolak elektron tidak mampu mendorong elektron menempati

orbital dz2 dan dx2 y2.


35
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Gambar 9. Spliting orbital d pada Fe2+ dengan adanya ligan o-fenantrolina

Warna intens yang terbentuk pada senyawa kompleks [Fe(o-fenantrolina)3]2+

pada saat transisi d → π*. Pada transisi ini terjadi transisi elektron dari orbital

elektron d yang dimiliki ion logam ke orbital π* yang dimiliki ligannya, sehingga

intensitas warnanya meningkat. Elektron dari t2g pada orbital d yang memiliki energi

yang lebih rendah akan bertransisi ke orbital π* dari ligan. Dengan adanya transisi d

→ π* yang membutuhkan energi kecil sehingga akan menggeser senyawa kompleks

ke panjang gelombang yang lebih panjang sehingga akan menimbulkan warna merah-

jingga. Transisi elektron dari d → π* dapat digambarkan sebagai berikut:


36
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

π*

eg M L

t2g
d

L M
π
π
L M

σ
σ
Gambar 10. Transisi elektron dari orbital d ke π*

Pembentukan ikatan koordiansi dari Fe 2+ dengan o-fenantrolina dapat

dijelaskan sebagai berikut:

Gambar 11. Pembentukan ikatan koordinasi pada senyawa kompleks [Fe(C12H8N2)3]2+

Setelah terjadi spliting akibat adanya ligan kuat seperti gambar 11, maka orbital 3 d

dari Fe2+ hanya terisi 3 ruangan saja sedangkan 2 ruangan lainnya kosong. Kemudian

terbentuk orbital d2sp3 dari hibridisasi 2 orbital 3d dengan 1 orbital 4s dan 3 orbital

4p, sehingga 6 pasang PEB (pasangan elektron bebas) dari o-fenantrolina akan masuk

dalam orbital d2sp3 sehingga dapat terbentuk ikatan koordinasi dengan Fe 2+.
37
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

F. Hipotesis

Hidrokuinon merupakan salah satu agen pencerah yang bersifat sebagai

reduktor baik yang dapat mereduksi besi (III) menjadi besi (II). Jumlah hidrokuinon

yang ditambahkan sebanding dengan jumlah besi (II) yang dihasilkan, kemudian besi

(II) dapat direaksikan dengan o-fenantrolina membentuk senyawa berwarna merah-

jingga yang dapat dianalisis secara spektrofotometri visibel. Oleh karena itu,

penelitian ini untuk mengetahui metode penetapan kadar hidrokuinon dengan

pereaksi o-fenantrolina menggunakan spektrofotometri visibel dapat digunakan untuk

menetapkan kadar hidrokuinon dalam larutan pencerah merek ”A” yang beredar di

pasaran.
38
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian non eksperimental deskriptif karena

pada penelitian ini tidak terdapat manipulasi dan perlakuan terhadap subyek

penelitian yang digunakan.

B. Definisi Operasional

1. Kadar hidrokuinon adalah besarnya hidrokuinon (% b/v) yang terdapat dalam

sediaan kosmetik yang berbentuk larutan merek “A”.

2. Sediaan kosmetik pencerah yang berbentuk larutan yang dianalisis adalah produk

sediaan kosmetik berbentuk larutan yang mengandung hidrokuinon dalam label

kemasan yang beredar di Yogyakarta.

3. Spektrofotometri visibel adalah analisis spektroskopik yang menggunakan

sumber radiasi elektromagnetik sinar tampak (380-780nm) dengan menggunakan

instrumen spektrofotometer.

C. Bahan Penelitian

Bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah hidrokuinon

(p.a., E.Merck), o-phenanthroline (p.a., E.Merck), besi (III) klorida heksahidrat (p.a.,

E.Merck), natrium asetat (p.a., E.Merck), etanol (p.a., E.Merck), metanol (p.a.,
39
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

E.Merck), asam klorida (p.a., E.Merck), aquadest (Fakultas Farmasi Universitas

Sanata Dharma).

D. Alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut:

seperangkat spektrofotometer UV-VIS Optima, neraca analitik BP 160 dan scaltec

SBC 22 readability 0,01 mg, mikropipet 10-100 μl dan 100-1000 μl (BioHit), pH

indikator universal, labu ukur, dan alat-alat gelas yang lazim digunakan untuk

penelitian di laboratorium analisis (Pyrex, Germany).

E. Tata Cara Penelitian

1. Pembuatan larutan baku hidrokuinon

a. Larutan stok. Sepuluh miligram hidrokuinon p.a ditimbang lebih kurang

seksama, dimasukkan ke dalam labu ukur 10,0 ml dan diencerkan dengan aquadest

hingga tanda. Larutan ini harus selalu dibuat baru.

b. Larutan intermediet. Sebanyak 0,05 ml larutan stok diambil, dimasukkan

ke dalam labu ukur 10,0 ml dan diencerkan dengan aquadest hingga tanda. Larutan

ini harus selalu dibuat baru.

2. Pembuatan larutan Fe3+

Sebanyak 0,019 g FeCl3.6H2O ditimbang, dimasukkan ke dalam labu ukur

10,0 ml dan diencerkan dengan aquadest hingga tanda. Ke dalam larutan ditambahkan

1 tetes HCl encer dan disimpan dalam tempat yang gelap.


40
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

3. Pembuatan larutan o-phenanthroline

Sebanyak 0,025 g o-phenanthroline ditimbang, dan dimasukkan ke dalam

labu ukur 10,0 ml dan diencerkan dengan 1 ml etanol p.a dan 9 ml aquadest hingga

tanda. Larutan ini disimpan dalam wadah yang terlindung dari cahaya.

4. Pembuatan larutan natrium asetat

Sebanyak 0,025 g natrium asetat ditimbang, dan dimasukkan ke dalam labu

ukur 10,0 ml dan diencerkan dengan aquadest hingga tanda. Larutan ini dapat

disimpan di lemari pendingin.

5. Optimasi metode

a. Penentuan operating time (OT). Sebanyak 0,2 ml larutan intermediat

hidrokuinon diambil, dan dimasukkan ke dalam labu ukur 10,0 ml yang mengandung

0,15 ml larutan Fe3+ standar. Beberapa tetes larutan natrium asetat (1-2 tetes)

ditambahkan hingga pH mencapai 3-4, digojog. Larutan o-phenanthroline sebanyak

0,5 ml ditambahkan dan diencerkan dengan aquadest hingga tanda, lalu dicampur

hingga homogen. Serapan diukur pada panjang gelombang maksimum 510,0 nm.

Grafik dibuat antara serapan dan waktu. Operating time dicari yang memberikan

serapan yang stabil.

b. Penetapan panjang gelombang maksimum ( λmaks ). Sebanyak 0,1 ml; 0,2

ml; 0,3 ml larutan intermediat hidrokuinon diambil, dan dimasukkan ke dalam labu

ukur 10,0 ml yang mengandung 0,15 ml larutan Fe3+ standar. Beberapa tetes larutan

natrium asetat (1-2tetes) ditambahkan hingga pH mencapai 3-4, digojog. Larutan o-

phenanthroline sebanyak 0,5 ml ditambahkan dan diencerkan dengan aquadest


41
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

hingga tanda, lalu dicampur hingga homogen dan didiamkan selama OT. Serapan

diukur pada panjang gelombang antara 450-550 nm. Panjang gelombang maksimum

ditentukan pada panjang gelombang yang memberikan serapan maksimum.

c. Pembuatan kurva baku. Sebanyak 0,1 ml; 0,15 ml; 0,20 ml; 0,25 ml;

0,30 ml larutan intermediat hidrokuinon diambil dan dimasukkan ke dalam labu ukur

10,0 ml yang mengandung 0,15 ml larutan Fe 3+ standar. Beberapa tetes larutan

natrium asetat (1-2 tetes) ditambahkan hingga pH mencapai 3-4, digojog. Larutan o-

phenanthroline sebanyak 0,5 ml ditambahkan dan diencerkan dengan aquadest

hingga tanda, lalu dicampur hingga homogen dan didiamkan selama OT. Serapan

diukur pada panjang gelombang maksimum. Kurva baku dibuat antara serapan dan

konsentrasi kemudian dicari persamaannya.

6. Penetapan kadar hidrokuinon dalam sampel sediaan kosmetik yang

berbentuk larutan

a. Pemilihan sampel. Sampel yang dipilih adalah sediaan kosmetik yang

berbentuk larutan yang beredar di Yogyakarta dan mencantumkan hidrokuinon pada

kemasannya. Larutan pencerah yang diambil sebagai sampel terdiri dari 1 merk dari

golongan kosmetik. Jumlah sampel yang memiliki nomor kode produksi yang sama

adalah enam.

C. Preparasi sampel larutan. Sediaan kosmetik merek “A” yang berbentuk

larutan diambil 6 kemasan dan masing-masing kemasan direplikasi sebanyak dua

kali. Sebanyak ± 1,0 ml sampel sediaan kosmetik berbentuk larutan dimasukkan ke


42
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

dalam labu ukur 10,0 ml dan diencerkan dengan aquadest hingga tanda untuk

pembuatan larutan intermediet.

D. Penetapan kadar hidrokuinon. Sebanyak 0,05 ml sampel dimasukkan ke

dalam labu ukur 10,0 ml yang mengandung 0,15 ml larutan Fe3+ standar. Beberapa

tetes larutan natrium asetat (1-2 tetes) ditambahkan hingga pH mencapai 3-4, digojog.

Larutan o-phenanthroline sebanyak 0,5 ml ditambahkan dan diencerkan dengan

aquadest hingga tanda, lalu dicampur hingga homogen dan didiamkan selama OT.

Serapan diukur pada panjang gelombang yang memberikan serapan maksimum.

Replikasi dilakukan sebanyak 6 kali.

F. Analisis Hasil

Analisis hasil yang dilakukan yaitu dengan menghitung kadar hidrokuinon

yang terdapat dalam sediaan kosmetik yang berbentuk larutan yang beredar di

pasaran yang dimasukkan dalam persamaan kurva baku hidrokuinon y = bx + a.

Kadar yang diperoleh kemudian dicermati secara deskriptif dengan kadar yang tertera

dalam label kemasan baik itu golongan kosmetik.


43
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Optimasi Metode

Penetapan kadar hidrokuinon pada penelitian ini dilakukan dengan

mengetahui penetapan kadar hidrokuinon dalam larutan pencerah merek “A” yang

telah beredar di pasaran dengan menggunakan pereaksi o-fenantrolina secara

spektrofotometri visibel.

Pada penelitian ini, hidrokuinon selalu dibuat baru dan dilindungi dari cahaya

karena hidrokuinon mudah teroksidasi dari warna putih menjadi warnanya kecoklatan

sehingga tidak bisa dipakai karena hal ini dapat mengganggu pembentukan senyawa

kompleks dan pengukuran serapan maka harus diminimalkan (Svehla, 1979).

Jika membuat larutan Fe(III) (kation) dengan menambah air dan 1tetes asam

klorida encer ke dalam larutan FeCl 3.6H2O, warna larutan ini menjadi semakin kuat

(Svehla, 1979).

Berdasarkan metode ini, hidrokuinon yang terkandung di dalam larutan

pencerah akan diukur dengan cara mereduksi larutan Fe 3+ menjadi Fe2+ lebih dulu

dengan bantuan hidrokuinon sebagai agen pereduksi (reduktor) sehingga menjaga

kestabilan pada keberadaan Fe2+. Karena Fe3+ tidak bisa memberikan warna yang

intens bila bereaksi dengan o-fenantrolina, sehingga menyulitkan penetapan kadar

dengan spektrofotometri visibel. Karena syarat penetapan kadar dengan metode ini,
44
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

senyawa harus berwarna dengan intensitas yang memadai untuk pengukuran serapan

larutan uji tersebut. Reaksi yang terjadi adalah:

2Fe3+ + HO OH 2Fe2+ + O O + 2H+


>>>
Hidrokuinon Kuinon

Gambar 12. Reaksi redoks antara besi Fe3+ dan hidrokuinon

Dalam reaksi tersebut, hidrokuinon akan mengalami oksidasi menjadi kuinon

dan Fe3+ mengalami reduksi menjadi Fe2+. Besi (III) yang diperoleh dari larutan

FeCl3.6H2O ini harus ditambahkan berlebih agar semua hidrokuinon dapat habis

bereaksi membentuk kuinon dan agar jumlah hidrokuinon yang mereduksi Fe3+ dapat

dihitung dari pembentukan Fe2+ yang terjadi. Akan tetapi, kelebihan jumlah besi (III)

yang ada di dalam larutan tidak boleh terlalu banyak sebab dapat mengganggu pada

waktu pengukuran.

Natrium asetat digunakan sebagai buffer untuk mencegah keasaman yang

terlalu tinggi, dan menjaga nilai pH agar stabil. Mekanisme reaksi yang terjadi adalah

mula-mula natrium asetat terion menjadi Na + dan CH3COO-, sehingga natrium asetat

di dalam buffer asetat hampir terdisosiasi sempurna. Reaksi yang terjadi adalah:

CH3COONa CH3COO- Na+


Natrium asetat ion asetat ion natrium

Menurut Basset, senyawa kompleks warna yang terbentuk dari besi dengan o-

fenantrolina dapat terjadi pada kondisi pH 2-9 dan stabil untuk jangka waktu yang

lama. Menurut Harris, senyawa kompleks ini paling optimal dan stabil terbentuk pada
45
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

pH sekitar 3,5. Apabila pH larutan dibuat menjadi terlalu basa, dapat membuat besi

menjadi mengendap; sedangkan jika terlalu asam, dapat menyebabkan besi (II)

mudah teroksidasi menjadi besi (III) kembali. Peningkatan pH larutan dari 1-2

menjadi 3-4 dilakukan dengan menambahkan suatu garam bersifat basa, yaitu natrium

asetat. Satu hingga tiga tetes larutan natrium asetat dapat membuat pH larutan

menjadi sekitar 3,5. Jadi pH yang dipilih pada penelitian ini adalah 3-4 karena pH

tersebut dapat menghasilkan pembentukan kompleks Fe 2+ dengan o-fenantrolina

optimal, sehingga pH tersebut direkomendasikan untuk mengukur senyawa kompleks

warna yang terbentuk.

Pada penambahan o-fenantrolina, larutan harus berada pada pH sekitar 3,5

untuk mencegah prespitasi dari logamnya. Penambahan pereaksi senyawa organik o-

fenantrolina secara berlebih agar o-fenantrolina dapat bereaksi membentuk senyawa

kompleks berwarna merah-jingga dengan Fe2+ sehingga kadar hidrokuinon dapat

ditentukan dan dihitung dari banyaknya jumlah Fe2+ yang membentuk komplek

warna dengan o-fenantrolina dengan mengukur serapan dari senyawa kompleks pada

daerah panjang gelombang cahaya tampak. Karena adanya sepasang elektron bebas

dari kedua atom N pada struktur o-fenantrolina, kemudian elektron bebas tersebut

diberikan kepada ion Fe2+ sehingga kedua atom N itu dapat membentuk ikatan

kovalen koordinasi dengan ion Fe2+ dan terbentuk senyawa kompleks antara Fe 2+

dengan 3 molekul o-fenantrolina. Tiga molekul o-fenantrolina dapat bersenyawa

dengan satu ion Fe2+ membentuk senyawa kompleks yang sering disebut ferroin.

Senyawa kompleks [Fe(C12H8N2)3]2+ memiliki beberapa sifat yaitu perubahan


46
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

warnanya sangat tajam, larutannya mudah dibuat, dan cukup mantap selama

penyimpanan, namun senyawa kompleks ini mudah terurai pada suhu 600C (Rivai

2005). Senyawa kompleks yang terbentuk stabil selama 6 bulan. Mekanisme yang

terjadi dalam metode ini dapat dilihat pada gambar 13:

2+

Fe2+ + 3 Fe

N N N

O-fenantrolina 3

Senyawa kompleks [C12H8N2)3Fe]2+

Gambar 13. Reaksi pembentukan senyawa kompleks berwarna

Seperti senyawa kompleks pada umumnya, senyawa kompleks

[Fe(C12H8N2)3]2+ terdiri dari suatu ion logam dan ligan. Ion logam dari senyawa

kompleks ini adalah lion besi (II), sedangkan ligannya adalah agen pengkompleks o-

fenantrolina sehingga senyawa kompleks yang terbentuk dapat menyerap radiasi

elektromagnetik pada panjang gelombang daerah visibel, yaitu 380-780 nm.

1. Penentuan Operating Time (OT)

Operating time adalah waktu yang diperlukan agar semua analit bereaksi

dengan pereaksi. Penetapan operating time bertujuan untuk menentukan atau

mengetahui waktu pengukuran hasil reaksi kimia pembentukan senyawa kompleks

berwarna yang stabil dan maksimum. Penentuan Operating time (waktu operasional

atau waktu pengukuran) sangat penting dalam pengukuran dengan metode analisis

menggunakan prinsip spektrofotometri visibel karena hasil reaksi kimia pembentukan


47
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

senyawa kompleks berwarna belum tentu stabil. Apabila hasil reaksi kimia

pembentukan senyawa kompleks berwarna yang belum stabil yang menandakan

bahwa semakin lama waktu pengukuran, maka ada kemungkinan senyawa berwarna

tersebut menjadi rusak dan terurai sehingga intensitas warnanya turun akibatnya

serapannya juga turun. Karena alasan inilah, maka untuk pengukuran senyawa

berwarna (hasil suatu reaksi kimia) harus dilakukan pada saat waktu operasional atau

waktu pengukuran. Jadi saat itu perlu dicari rentang waktu setelah reaksi berlangsung

dimana hasil yang didapat memberikan serapan yang tetap stabil (tidak menaik atau

menurun nilainya) agar data yang dihasilkan tetap reprodusibel dan valid. Reaksi

pembentukan senyawa dapat dikatakan sudah optimal dan sempurna apabila serapan

dari senyawa berwarna tersebut telah stabil, sehingga waktu pada saat serapan yang

stabil inilah yang digunakan sebagai operating time atau waktu pengukuran.

Serapannya dapat meningkat dengan berjalannya waktu. Penentuan operating time

ditentukan dengan mengukur hubungan antara waktu pengukuran dengan serapan

larutan.

Penentuan operating time ini dilakukan dengan mengukur salah satu kadar

dari seri baku yaitu kadar tengah larutan baku hidrokuinon dengan konsentrasi 0,2

ppm setelah pembentukan senyawa warna merah dilakukan, kemudian serapan diukur

pada panjang gelombang teoritis yaitu 510,0 nm selama 30 menit.

Berdasarkan kurva pengukuran operating time dapat dilihat bahwa serapan

warna yang dihasilkan telah stabil dari menit ke-0 sampai menit ke-30 dengan

serapan 0,504. Kestabilan warna ini menandakan reaksi pembentukan warna senyawa
48
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

kompleks [Fe(C12H8N2)3]2+ sudah optimum, sehingga pengukuran serapan dilakukan

pada rentang waktu tersebut dapat meminimalkan terjadinya kesalahan pengukuran.

Pada penelitian ini, serapan lebih stabil saat menit ke-20 untuk menyamakan waktu

pengukuran, sehingga hal itu yang digunakan sebagai waktu untuk mengukur serapan

dari setiap larutan, baik baku maupun sampel. Pengukuran absorban untuk kurva

baku dan sampel yang dilakukan pada menit ke-20 agar semua pengukuran dilakukan

pada rentang operating time yang sama sehingga semua mendapat perlakuan yang

sama. Hasil pembacaan operating time dapat dilihat pada gambar 14:

Gambar 14. Hasil penetapan operating time pada panjang gelombang 510,0 nm

2. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum (λ maks)

Panjang gelombang maksimum adalah panjang gelombang suatu larutan analit

mempunyai serapan yang maksimum. Penetapan panjang gelombang serapan

maksimum bertujuan untuk menentukan panjang gelombang saat senyawa kompleks

berwarna [Fe(C12H8N2)3]2+ mempunyai serapan yang maksimum. Pengukuran

serapan dilakukan pada panjang gelombang serapan maksimum karena:


49
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

a. adanya perubahan serapan untuk setiap satuan konsentrasi adalah yang paling

besar, sehingga akan diperoleh kepekaan analisis yang maksimum. Artinya adanya

perubahan kecil dari kadar larutan yang hendak dianalisis dapat memberikan hasil

serapan yang besar, sehingga sensitivitas dari metode akan semakin meningkat.

b. bentuk kurva pita atau spektra serapan relatif datar di sekitar panjang gelombang

maksimal, sehingga pada kondisi tersebut hukum Lambert-Beer akan terpenuhi

dan kesalahan yang terjadi relatif kecil pada pengulangan.

Panjang gelombang serapan maksimum ini digunakan untuk mengukur

serapan dari larutan yang akan dianalisis. Pembacaan serapan pada panjang

gelombang maksimum akan memberikan sensitivitas dan presisi analisis yang

maksimal.

Pengukuran serapan pada daerah sinar tampak dilakukan pada panjang

gelombang 380 nm sampai 780 nm (Suharman, 1995). Pada penelitian ini penetapan

panjang gelombang maksimum tetap harus dilakukan, meskipun panjang gelombang

maksimum hasil pembentukan kompleks berwarna antara Fe2+ dan o-fenantrolina

telah diketahui dengan tujuan untuk mengetahui intermediete precision dari metode

ini yaitu ketepatan pada kondisi percobaan yang berbeda, baik orangnya,

peralatannya, maupun waktunya.

Untuk penentuan panjang gelombang serapan maksimum, dilakukan dengan

membuat kurva hubungan antara serapan dengan panjang gelombang dari suatu

larutan baku pada konsentrasi tertentu. Dalam penelitian, pengukuran panjang

gelombang serapan maksimum senyawa kompleks berwarna dilakukan dengan


50
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

menggunakan tiga konsentrasi dari seri larutan baku hidrokuinon yang berbeda yaitu:

kadar terkecil 0,1 ppm; kadar tengah 0,2 ppm; dan kadar terbesar 0,3 ppm. Hal ini

bertujuan untuk mengetahui repeatabilitas dari metode ini yaitu presisi metode

analisis yang dilakukan dalam kondisi yang sama dalam interval waktu yang singkat.

Pengukuran panjang gelombang serapan kompleks berwarna diukur pada menit ke-20

yang masih rentang waktu hasil penetapan operating time yaitu pada menit ke-0

sampai menit ke-30. Pada penelitian ini, panjang gelombang yang diukur atau

digunakan melalui scanning adalah dari rentang panjang gelombang 450 nm – 550

nm. Rentang yang dipilih untuk melihat apakah ada pergeseran panjang gelombang

serapan maksimum yang diperoleh dibandingkan dengan panjang gelombang serapan

maksimum teoritis yaitu 510 nm (Harris, 1999; Dean, 1995; Singh et al., 2004; dan

Ibrahim dkk, 2004). Menurut Farmakope Indonesia edisi IV tahun 1995, perbedaan

selisih panjang gelombang tidak boleh lebih dari 2 nm.

Panjang gelombang yang digunakan dalam penelitian ini adalah dari rentang

panjang gelombang 450-550 nm dimana panjang gelombang teoritis yaitu 510,0 nm

masih berada dalam rentang tersebut. Dari pengukuran panjang gelombang serapan

maksimum, hasil spektra yang diperoleh dari penelitian adalah panjang gelombang

serapan maksimum sebesar 510,0 nm. Panjang gelombang serapan maksimum yang

diperoleh telah sesuai dengan panjang gelombang serapan maksimum acuan atau

literatur yaitu 510,0 nm. Hal ini menunjukkan bahwa metode ini memiliki

repeatabilitas dan presisi intermediet yang baik sehingga panjang gelombang 510,0
51
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

nm dapat digunakan untuk analisis selanjutnya. Dari pengukuran yang dilakukan,

hasil penetapan panjang gelombang serapan maksimum dapat dilihat pada gambar 15:

1. Kadar 0,1 ppm; λ max – 510,0 nm; serapan = 0,279 A

2. Kadar 0,2 ppm; λ max = 510,0 nm; serapan = 0,531 A

3. Kadar 0,3 ppm; λ max = 510,0 nm; serapan = 0,767 A.

Gambar 15. Hasil pembacaan panjang gelombang serapan maksimum


52
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Keterangan: A = konsentrasi 0,1 ppm; serapan 0,279 A dan λ maks 510,0 nm.
B = konsentrasi 0,2 ppm; serapan 0,531 A dan λ maks 510,0 nm.
C = konsentrasi 0,3 ppm; serapan 0,767 A dan λ maks 510,0 nm.

Berdasarkan spektra di atas, serapan maksimum dari ketiga larutan baku

hidrokuinon adalah relatif sama.

3. Pembuatan Kurva Baku

Pembuatan kurva baku sangat penting dilakukan karena hal ini bertujuan

untuk memperoleh suatu persamaan regresi linier yang digunakan untuk menghitung

dan menetapkan kadar zat analit. Kurva baku yang diperoleh dengan membuat seri

larutan baku dari zat yang dianalisis dengan berbagai konsentrasi. Masing-masing

serapan larutan dengan berbagai konsentrasi diukur, kemudian dibuat kurva yang

merupakan hubungan antara serapan dengan konsentrasi. Dalam penelitian ini, kurva

baku diperoleh dengan membuat lima seri kadar dari tiga replikasi larutan baku

hidrokuinon pada panjang gelombang serapan maksimum hasil optimasi yaitu 510,0

nm.

Pemilihan seri kadar ini dilakukan berdasarkan hasil optimasi, dimana dipilih

kadar yang memberikan serapan antara 0,2 sampai 0,8. Menurut Suharman, pada

rentang serapan 0,2 – 0,8 atau %T (15 - 65%) akan memberikan persentase kesalahan

fotometrik yang kecil dan dapat diterima yaitu 0,5 - 1,0% untuk AT = 1%.

Pengukuran pada panjang gelombang serapan maksimum akan menghasilkan

serapan yang lebih sensitif dan kesalahan yang kecil sehingga akan memperoleh slope
53
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

yang terbaik. Dari pengukuran kurva baku dari ketiga replikasi seri baku

hidrokuinon, hasil yang dapat dilihat pada tabel II:

Tabel II. Data replikasi seri baku hidrokuinon

Volume Replikasi 1 Replikasi 2 Replikasi 3


(mL) Kadar Serapan Kadar Serapan Kadar Serapan
(ppm) (A) (ppm) (A) (ppm) (A)
0,10 1,05 0,327 1,05 0,279 1,06 0,346
0,15 1,57 0,450 1,58 0,406 1,59 0,456
0,20 2,09 0,635 2,11 0,487 2,11 0,550
0,25 2,62 0,710 2,63 0,651 2,64 0,678
0,30 3,14 0,894 3,16 0,770 3,17 0,730
Y = 0,266 x + 0,045 Y = 0,233 x + 0,028 Y = 0,188 x + 0,155
r = 0,994 r = 0,996 r = 0,994

Dari pengukuran kurva baku dari ketiga replikasi seri baku hirokuinon, hasil

yang diperoleh yaitu tiga buah persamaan kurva baku yang berbeda dari masing-

masing replikasi. Dari ketiga persamaan kurva baku yang diperoleh tersebut, dipilih

persamaan kurva baku yang paling linier dan paling besar. Hasil perhitungan tabel di

atas diperoleh nilai r yang paling besar dan linier yaitu 0,996 dengan persamaan

kurva baku replikasi kedua y = 0,233x + 0,028.

Linieritas merupakan hubungan korelasi antara kadar hidrokuinon dengan

serapan yang dihasilkan sehingga linieritas dinyatakan sebagai koefisien korelasi (r).

Secara statistika, nilai koefisien korelasi (r) dapat dikatakan baik apabila masing-

masing replikasi yang mendekati satu dan rhitung lebih besar daripada nilai rtabel dengan

derajat bebas tertentu dan taraf kepercayaan 99%. Dengan taraf kepercayaan 99% dan

derajat bebas 3 maka rtabel adalah sebesar 0,991. Ketiga persamaan kurva baku di atas
54
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

sudah memberikan hubungan korelasi yang baik antara kadar dan serapan sebab nilai

r-nya lebih besar daripada rtabel. Persamaan kurva baku yang dipilih untuk digunakan

untuk menghitung kadar hidrokuinon dalam sampel adalah persamaan kurva baku

replikasi kedua y = 0,233x + 0,028 dengan korelasi r = 0,996. Pemilihan ini

dikarenakan nilai r dari persamaan kurva baku kedua ini paling baik dibanding yang

lainnya yaitu nilai r2 ≥ 0,997, sehingga diharapkan dapat memberikan hubungan

korelasi yang baik pula antara kadar hidrokuinon dan serapan yang diperoleh. Dengan

semakin meningkatnya kadar hidrokuinon dalam larutan, maka serapannya juga akan

meningkat secara proporsional sebab hubungan korelasi yang terjadi adalah linier.

Hubungan korelasi antara kadar dan serapan yang diperoleh dapat dilihat pada

gambar berikut:

kurva baku
0,9
0,8 Y = 0,233 x + 0,028
r = 0,996
0,7
serapan (A)

0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0
0 0, 1 1,5 2 2, 3 3,5
5 5
konsentrasi (ppm)

Gambar 16. Kurva baku hidrokuinon dari replikasi II

Jadi persamaan kurva baku ini berbentuk linier sehingga hukum Lambert-Beer

terpenuhi.
55
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

B. Penetapan Kadar Hidrokuinon dalam Sampel Larutan Pemutih

1. Pemilihan Sampel

Pemilihan sampel merupakan langkah pertama yang sangat penting untuk

menganalisis atau mengetahui kadar suatu senyawa tertentu dalam sampel hanya

dilakukan terhadap sejumlah kecil sampel. Berapa besarnya sampel yang harus

diambil tidak dapat dirumuskan secara umum karena cara pengambilan sampel

tergantung pada sifat dan jumlah bahan yang dianalisis.

Sampel yang dipilih adalah sampel larutan pencerah bermerk yang telah

beredar di pasaran di wilayah Yogyakarta. Berdasarkan penelusuran yang dilakukan

oleh penulis, di toko kosmetik Yogyakarta terdapat satu macam sampel larutan

pencerah bermerk. Sampel yang dipilih memiliki nomor registrasi karena nomor

registrasi tersebut yang menunjukkan bahwa larutan pencerah tersebut merupakan

produk yang boleh dipasarkan. Sampel yang dipilih memiliki kode produksi kosmetik

dengan nomor batch yang sama yaitu A110709 karena nomor batch yang sama

menunjukkkan bahwa setiap sampel memperoleh perlakuan yang sama pada saat

proses pembuatan di industri. Tujuan pemilihan sampel yang dilakukan yaitu sampel

yang dianalisis dapat memberikan representatif, artinya sampel yang akan dianalisis

benar-benar mewakili populasi yang ada. Pengambilan sampel harus representatif

karena hal ini bertujuan dapat mencegah resiko adanya hasil analisis yang keluar dari

spesifikasi yang ditentukan.


56
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

2. Preparasi Sampel

Preparasi sampel dimulai dengan mereplikasi 6 jumlah sediaan larutan

pencerah merk “A” dari botol kemasan dengan pengulangan sebanyak 2 kali agar

kandungan hidrokuinon dalam tiap bagian sama karena akan dilakukan 6 kali

replikasi dan diberi perlakuan duplo agar data yang didapatkan lebih representatif.

Sampel larutan pencerah ini tidak memerlukan pemisahan dengan ekstraksi maka

dapat dilakukan secara langsung untuk menetapkan kadar hidrokuinon. Preparasi ini

dilakukan untuk mendapatkan hidrokuinon yang telah terpisah dari komponen lain

dalam sampel larutan pencerah sehingga dapat digunakan untuk penetapan kadar

hidrokuinon dari sampel larutan pencerah.

3. Penetapan Kadar Hidrokuinon

Kadar hidrokuinon ditetapkan secara spektrofotometri visibel dengan pereaksi

o-fenantrolina. Penetapan kadar hidrokuinon dalam sampel larutan pencerah ini

diukur pada panjang gelombang 510,0 nm. Penetapan kadar hidrokuinon ini

dilakukan pada larutan pencerah merek “A” yang mengandung hidrokuinon yang

telah diketahui kadarnya dan dilakukan replikasi sebanyak 6 kali. Kadar yang

diperoleh dari tiap-tiap replikasi dapat dilihat dalam Tabel III:


57
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Tabel III. Kadar rata-rata hidrokuinon dalam sampel larutan pencerah

Kadar hidrokuinon KV
Replikasi Serapan X (%b/v) ± SD
(%b/v) (%)
1 0,437 3,52
2 0,452 3,64
3 0,450 3,62
3,583 ± 0,085 2,4
4 0,449 3,62
5 0,455 3,66
6 0,434 3,44

Hasil penetapan kadar hidrokuinon didapatkan kadar rata-rata hidrokuinon

yang terkandung sampel yaitu kadar rata-rata 3,583% b/v sehingga larutan pencerah

merk tersebut tidak memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Sedangkan kadar

yang tertera pada kemasan adalah 2% b/v untuk sampel sehingga kadar sampel telah

diketahui tidak sesuai dengan kadar yang telah tertera pada kemasan. Selain itu,

makin besar ukuran sampel, maka SD rata-rata makin kecil.

Presisi adalah kedekatan antara hasil yang satu dengan yang lain jika sampel

yang digunakan dalam kondisi yang sama atau selisih tiap hasil pengukuran tidak

berbeda jauh. Presisi menunjukkan keterulangan dan ketertiruan hasil yang diperoleh.

Presisi dinyatakan dalam koefisen variansi (KV). Menurut Harmita, presisi suatu

metode analisis untuk kadar analit ≥ 1% dikatakan baik atau valid bila KV < 2,5%.

Semakin kecil KV yang diperoleh, maka semakin baik presisi metode yang

digunakan.
58
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Menurut literatur, besarnya KV tergantung pada konsentrasi yang diuji.

Berdasarkan pengukuran yang dilakukan dari keenam replikasi sampel, diperoleh KV

sebesar 2,4%. Hasil ini menunjukkan bahwa presisi dari metode analisis hidrokuinon

dalam larutan pencerah secara spektrofotometri visibel dengan pereaksi o-

fenantrolina tidak melebihi syarat presisi yang telah ditetapkan.


59
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB V

KESIMPULAN

1. Kadar rata-rata hidrokuinon dalam larutan pencerah merk “A” adalah 3,583 ±

0,085% b/v.

2. Larutan pencerah tersebut tidak memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh

BPOM.
60
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, H., 2001, Kimia Larutan, 1, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Agustio, L., 2008, Validasi Metode Spektrpfotometri Visibel Menggunakan Pereaksi


O-fenantrolina pada Penetapan Kadar Hodrokuinon dalam Krim Simulasi,
Skripsi Fakultas Farmasi Sanata Dharma, Yogyakarta.

Anief, Moh, 2000, Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktek, cetakan ke-9, 95-98, Gajah
Mada University Press, Yogyakarta.

Anonim, 1999, Martindale The Complete Drug Reference, 32nd ed.,1083,1116,1123,


edited by Kathleen Parfitt, Pharmaceutical Press, London, UK.

Anonim, 2010 a, Bahaya Merkuri dan Hidrokuinon, http://rara-


carter.blog.friendster.com/2007/05/bahaya-merkuri-dan-hidrokuinon/, diakses
pada tanggal 19 Agustus 2010.

Anonim, 2010 b, Larutan, http://ocw.gunadarma.ac.id/course/diploma-three-


program/study-program-of-computer-engineering-d3/fisika-dasar-2/larutan,
diakses pada tanggal 4 April 2010.

Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, 440, 1061, 1066, 1180, Departemen
Kesehatan, R. I, Jakarta.

Anonim, 1996, Hydroquinone Health and Safety Guide,


http://www.inchem.org/documents/hsg/hsg/hsg101.html, diakses tanggal 6
September 2009.

Anonim, 2001, Spectrophotometric Determination of Iron,


http://rgmlab.chem.ucoon,edu/teaching/chem232/Laboratory_Manual/GA21R
ev201.pdf, diakses pada tanggal 5 April 2010.

Anonim, 2003, Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia Nomor HK.00.05.4.1745 Tentang Kosmetik,
http://www.pom.go.id/, diakses pada tanggal 26 Agustus 2009.

Anonim, 2005a, Molecular Absorption Spectroscopy: Determination of Iron With 1,


10- Phenantroline,
http://www.iupac.org/publications/pac/2003/pdf/7508x1107.pdf, diakses
pada tanggal 26 Agustus 2009.
61
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Anonim, 2005b, Skin Whitening, http://www.health-cares.net, diakses tanggal 6


September 2009.

Anonim, 2006a, Cermat Memilih Pemutih Kulit, http://dickna.blog.com/beauty/,


diakses pada tanggal 6 September 2009.

Anonim, 2006b, Spectrophotometric Determination Iron in Vitamin Supplement,


http://sonoma.edu/users/b/brooks/115b/iron.html. diakses pada tanggal 5 April
2010.

Anonim, 2007, Warning Peringatan tentang Kosmetik mengandung Bahan


Berbahaya dan Zat Warna yang dilarang,
http://www.pom.go.id/public/peringatan_publik/pdf/PW/KosBB.pdf, diakses
pada tanggal 30 Agustus 2009.

Anonim, 2008, Spectrophotometric Determination of Iron, http://www2.truman.edu/-


blamp/chem222/manual/pdf/ironspec.pdf, diakses pada tanggal 24 Maret
2009.

Ansel, Howard C., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi IV, 522-524,
Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.

Bassett, J., Denney, R. C., Jeffrey, G. H., Mendham, J., 1994, Buku Ajar Vogel Kimia
Analisis Kuantitatif Anorganik, edisi IV, 812-813, diterjemahkan oleh
Pudjaatmaka, H. Dan Setiono, L., Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Brady, J. E., 1994, General Chemsitry, 375-376, alih bahasa oleh Pudjaatmaka A. H.,
dan Achmadi S., Erlangga, Jakarta.

Christian, G. D., 2004, Analytical Chemsitry, 6th ed. , 65-66, 458, 483-484, John
Wiley & Sons, Inc., USA.

Daniel, 2010, Merkuri dan Hidrokuinon,


http://danieldokter.multiply.com/journal/item/63, diakses pada tanggal 19
Agustus 2010.

Day, R. A., Underwood, A. L., 1996, Analisis Kimia Kuantitatif, 202-206, 290-291,
293- 294, 413-415, 417, diterjemahkan oleh Pudjaatmaka, A. H., Penerbit
Erlangga, Jakarta.
62
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Dean, J. A., 1995, Analytical Chemistry Handbook, 5.28, 5.29, Mc. Graww Hill, Inc,
New York.

Harmita, 2004, Majalah Ilmu Kefarmasian Vol.I, No. 3: Petunjuk Pelaksanaan


Validasi Metode dan Cara, 117-135, Departemen Farmasi FMIPA UI,
Jakarta.

Harris, D. C., 1999, Quantitative Chemical Analysis, 5th Ed., 845-846, 863-864, W.
H. Freeman and Company, New York.

Harris, D.C., dan Atkins, R.C., 1999, Spectrophotometric Determination of Iron in


Vitamin Tablets, J. Chem. Ed., 52, 550.

Ibrahim, S. S., Damayanti, S., Riani, Y., 2004, Penetapan Kecermatan dan
Keseksamaan Metode Kolorimetri menggunakan Pereaksi Floroglusin untuk
Penetapan Kadar Hidrokuinon dalam Krim Pemucat,
http://acta.fa.itb.ac.id/pdf_dir/issue_29_1_4.pdf, diakses pada tanggal 27
Oktober 2009.

Liancy, F., 2008, Penetapan Kadar Hidrokuinon dalam Krim Pemutih Berbagai
Merk yang Beredar di Yogyakarta dengan Metode Spektrofotometri Visibel,
Fakultas Farmasi Sanata Dharma, Yogyakarta.

Maibach, L. H., 2000, Cosmeceuticals Drugs vs Cosmetics, 123-143, edited by Peter


Elsner, Marcel Dekker, Inc., New York.

Rivai, H., 1995, Asas Pemeriksaan Kimia, 33-344, UI Press, Jakarta.

Rohman, A., 2007, Kimia Farmasi Analisis, 220-262, Pustaka Belajar, Yogyakarta.

Sastrohadmidjojo, H., 1991, Spektroskopi, Edisi kedua, 1-43, Liberty, Yogyakarta.

Svehla, G., 1979, Textbook of Macro and Semimicro Qualitatif Inorganic Analysis,
diterjemahkan oleh Setiono dan Hayana Pudjaatmaka, Bagian I, 51-52, 257-
260, Kalman, Media Pustaka Jakarta.

Singh, D.K., Srivastava, B., Sahu, A., 2004, Spectrophotometric Determination of


Rauwolfa Alkaloid: Estimation of Reserpine in Pharmaceuticals,
http://www.jstage.jst.go.jp/article/analsci/20/3/571/_pdf, diakses pada 4 April
2010.

Skoog, D. A., West, D. M., Holler, FJ, 1994, Analytical Chemistry an Introduction,
6th Ed., 416-418, Sanders College Publishing, Philadelphia.
63
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Skoog, D. A., Holler, F. J., Nieman, T. A., 1998, Principles of Instrumental Analysis,
5th Ed., 182-193, Sanders College Publishing, Philadelphia.

Sri, L. C., Siti, R., Henna, R., Sunardjono, Maisunah, Sri, S., Endang, S. S., 2001,
Seni Menulis Resep: Teori dan Praktek, 100, P. T. Perca, Jakarta.

Suharman, Muhammad Mulja, 1995, Analisis Instrumental, 26-33, Airlangga


University Press, Surabaya.

Wenninger, J. A., Canterbery, R.C., McEwen Jr., G.N., 2000, International


Cosmetics Ingredient Dictionary and Handbook, 8th Ed., Vol I, 673, The
Cosmetics, Toiletry, and Frangrance Association Washington DC.

Wilkinson, J. B., dan Moore R.J., 1982, Harry’s Cosmeticology, 7th Ed., 264-270,
Chemical Publishing Company, Inc., New York.

Williart, H.H., Merrit, J.R.L., Dean, J.A., and Settlr J.F., 1988, Instrumental Methods
of Analysis, 7th Ed, 160, Wadworth Publishing Company, California.

Yohana, C. A., Emma S., Sri S. I., 2009, Farmasetika Dasar: Konsep Teoritis dan
Aplikasi Pembuatan Obat, 88-91, Widya Padjajaran, Bandung.
64
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

LAMPIRAN

Lampiran 1. Data penimbangan hidrokuinon baku untuk kurva baku

Jenis berat Replikasi 1 Replikasi 2 Replikasi 3


Berat kertas (g) 0,1877 0,1935 0,1919
Berat kertas + zat 0,1995 0,2044 0,2031
(neraca kasar (g))
Berat kertas + zat 0,19957 0,20442 0,20311
(neraca analitik (g))
Berat kertas + sisa (g)) 0,18911 0,19389 0,19254
Berat zat (g) 0,01046 0,01053 0,01057
 ad 10,0 mL  ad 10,0 mL  ad 10,0 mL
H20 H20 H20

Lampiran 2. Perhitungan seri kurva baku hidrokuinon


Konsentrasi Replikasi 1 Replikasi 2 Replikasi 3
Stok Baku 0,01046 g : 10 ml = 0,01053 g :10 ml = 0,01057 g :10 ml =
(ppm ) 1046 1053 1057
Intermediet 1046 ppm : 10 ml = 105,3 ppm :10 ml = 105,7 ppm :10 ml =
(ppm) 104,6 105,3 105,7
C1 (ppm) 104,6 ppm x 0.10 ml 105,3 ppm x 0.10 105,7 ppm x 0.10
x (1/10 ml) = 1,046 = ml x (1/10 ml) = ml x (1/10 ml) =
1,05 1,053 = 1,05 1,057 = 1,06
C2 (ppm) 104,6 ppm x 0.15 ml 105,3 ppm x 0.15 105,7 ppm x 0.15
x (1/10 ml) = 1,569 = ml x (1/10 ml) = ml x (1/10 ml) =
1,57 1,5795 = 1,58 1,5855 = 1,59
C3 (ppm) 104,6 ppm x 0.20 ml 105,3 ppm x 0.20 105,7 ppm x 0.20
x (1/10 ml) = 2,092 = ml x (1/10 ml) = ml x (1/10 ml) =
2,09 2,106 = 2,11 2,114 = 2,11
C4 (ppm) 104,6 ppm x 0.25 ml 105,3 ppm x 0.25 105,7 ppm x 0.25
x (1/10 ml) = 2,615 = ml x (1/10 ml) = ml x (1/10 ml) =
2,62 2,6325 = 2,63 2,6425 = 2,64
C5 (ppm) 104,6 ppm x 0.30 ml 105,3 ppm x 105,7 ppm x 0.30
x (1/10 ml) = 3,138 = 0.30ml x (1/10 ml) ml x (1/10 ml) =
3,14 = 3,159 = 3,16 3,171 = 3,17
65
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Lampiran 3. Hasil Scanning Operating Time (OT)


66
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Lampiran 4. Data Operating Time (OT)


Kadar (ppm) Serapan (A) OT (menit)
0,2 0,504 18

Lampiran 5. Hasil Scanning λ max kadar hidrokuinon


1. Kadar 0,1 ppm; λ max – 510,0 nm; serapan = 0,279 A.

2. Kadar 0,2 ppm; λ max = 510,0 nm; serapan = 0,531 A.


67
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

3. Kadar 0,3 ppm; λ max = 510,0 nm; serapan = 0,767 A.

Lampiran 6. Data scanning λ max kadar hidrokuinon


Volume (ml) Konsentrasi (ppm) Serapan (A) λmaks (nm)
0,1 1,0 0,279 510,0
0,2 2,0 0,531 510,0
0,3 3,0 0,767 510,0

Lampiran 7. Hasil Scanning Kurva Baku Hidrokuinon:


1. Replikasi I
68
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Lampiran 8. Data Kurva baku hidrokuinon


Volume Replikasi 1 Replikasi 2 Replikasi 3
(mL) Kadar Serapan Kadar Serapan Kadar Serapan
(ppm) (A) (ppm) (A) (ppm) (A)
0,10 1,05 0,327 1,05 0,279 1,06 0,346
0,15 1,57 0,450 1,58 0,406 1,59 0,456
0,20 2,09 0,635 2,11 0,487 2,11 0,550
0,25 2,62 0,710 2,63 0,651 2,64 0,678
0,30 3,14 0,894 3,16 0,770 3,17 0,730
Y = 0,266 x + 0,045 Y = 0,233 x + 0,028 Y = 0,188 x + 0,155
r = 0,994 r = 0,996 r = 0,994

Lampiran 9. Kurva Baku dari 3 replikasi


Replikasi I

r
69
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Replikasi II
kurva baku
0,9

0,8 Y = 0,233 x + 0,028


r = 0,996
0,7
serapan (A)

0,6

0,5
0,4

0,3

0,2
0,1
0
0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5

konsentrasi (ppm)

Replikasi III

r
r

Lampiran 10. Komposisi sample larutan pencerah hidrokuinon


Merk “A”, CD 1006401908, Batch A110709 = Hidrokuinon 2% b/v dalam zat dasar
larutan kosmetik yang cocok.dengan volume botol 60 ml.
70
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Lampiran 11. Gambar kemasan larutan pencerah merk”A” yang telah beredar

di pasaran

a. Bagian depan
71
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

b. Bagian belakang

Lampiran 12. Hasil pembacaan serapan sampel


1. Sampel 1
72
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

2. Sampel 2

3. Sampel 3

4. Sampel 4
73
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

5. Sampel 5

6. Sampel 6

Lampiran 13. Data serapan sampel


No Serapan (A)
Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3 Sampel 4 Sampel 5 Sampel 6
1 0,437 0,440 0,436 0,427 0,433 0,440
2 0,437 0,464 0,464 0,470 0,477 0,428
Rata-rata 0,437 0,452 0,450 0,449 0,455 0,434
74
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Lampiran 14. Contoh perhitungan kadar hidrokuinon dalam sampel larutan


pencerah
Diketahui serapan sampel 1 = o,437
Serapan yang diperoleh dimasukkan dalam persamaan kurva baku
Y = 0,233 x + 0,028
0,437 = 0,233 x + 0,028
X = 0,409 : 0,233 = 1,76 ppm
Konsentrasi intermediet = (1,76 x 10 ml) : 0,05 ml = 352 ppm.
Konsentrasi sampel = (352 ppm x 10 ml) : 0,1 ml = 35200 ppm = 35,2 mg/ml.
3,52 mg/ml = 3520 mg : 100 ml = 3,52 g : 100 ml = 3,52% b/v.

Lampiran 15. Data perhitungan KV (%)

KV hidrokuinon = x 100%

KV sampel = x 100% = (0,085: 3,583) x 100% = 2,37% = 2,4%.

Lampiran 16. Foto larutan sampel dan blangko

Keterangan gambar: larutan blangko (kiri) dan sampel (kanan)


75
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BIOGRAFI PENULIS

Shinta Lia Dewi Handoyo, penulis skripsi berjudul “Penetapan


Kadar Hidrokuinon Dalam Larutan Pencerah Merek “A” Yang
Beredar Di Pasaran Dengan Metode Spektrofotometri Visibel”,
dilahirkan di Jakarta pada tanggal 2 Februari 1984 dari pasangan
Bapak Handoyo dan Ibu Ninik Sudrawati. Penulis telah
menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar,
dan Sekolah Kejuruan di SLB/B Dena Upakara Wonosobo pada
tahun 1989 hingga 1998 lalu melanjutkan pendidikan Menengah di SMP Bruderan
Purwokerto pada tahun 1998-2001 dan SMA Bruderan Purwokerto pada tahun 2001 –
2004. Setelah lulus dari SMU, penulis melanjutkan kuliah S1 di Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada tahun 2004 hingga 2010.

Anda mungkin juga menyukai