Anda di halaman 1dari 41

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umum

Sumber air yang biasa dipakai sebagai air baku yang nantinya akan digunakan
untuk keperluan minum adalah air hujan, air tanah, air permukaan dan air laut. Di
antara sumber-sumber tersebut yang paling banyak digunakan adalah air tanah
dan air permukaan, sedangkan air laut jarang digunakan karena membutuhkan
teknologi tinggi dan biaya yang mahal untuk mengolahnya.

Dalam merancang suatu unit pengolahan air minum, ada beberapa kriteria yang
perlu diperhatikan. Hal ini bertujuan agar proses pengolahan dapat berlangsung
secara efisien.Secara umum ada beberapa aspek yang harus dipertimbangkan
dalam perencanaan sistem penyediaan air minum, yaitu (Al-Layla, 1978):
1. Aspek kuantitas dan kontinuitas
Sistem penyediaan air minum yang direncanakan tersedia dalam jumlah yang
cukup untuk periode waktu perencanaan dan dapat digunakan setiap saat.
2. Aspek kualitas
Air yang diolah harus memenuhi syarat kualitas yang telah ditetapkan, agar
masyarakat yang menggunakan air dapat mengkonsumsinya dengan aman
tanpa kekhawatiran akan terinfeksi suatu penyakit. Air yang bersih harus
memenuhi syarat berikut:
a. Bebas dari unsur penyakit;
b. Bebas dari warna, kekeruhan, suhu, tidak berasa dan tidak berbau;
c. Bebas dari unsur-unsur yang akan mengganggu jaringan pipa, baik
jaringan transmisi maupun jaringan distribusi yang dapat menyebabkan
terjadinya korosi pada pipa dan juga dapat menyebabkan terjadinya
pencemaran dari luar ke dalam pipa.
3. Aspek teknis
Sistem penyediaan air minum harus dapat melayani dan menjangkau seluruh
daerah pelayanan dengan tekanan yang cukup.
4. Aspek biaya
Sistem penyediaan air minum yang dibangun haruslah ekonomis baik dalam
pembangunan, pengoperasian maupun dalam pemeliharaan, sehingga harga air
hasil olahan relatif murah dan terjangkau oleh masyarakat.

Dalam perencanaan sistem penyediaan air minum juga harus memperhatikan


beberapa konsep berikut (Al-Layla, 1978):
1. Tingkat pelayanan
Harus disesuaikan dengan kemampuan badan pengelola yang bersifat sosial
tanpa merugikan badan pengelola itu sendiri, tingkat kemampuan penduduk
untuk berlangganan dan juga banyaknya alternatif sumber air yang nantinya
berpengaruh pada biaya pengolahan.
2. Wilayah
Wilayah ini dibedakan atas dua bagian, yaitu wilayah administrasi dan wilayah
pelayanan.
3. Luas daerah pelayanan
Luas daerah pelayanan ini ditentukan dari analisa terhadap kondisi sosial
ekonomi masyarakat, kependudukan, pengembangan wilayah dan tata kota.
4. Penentuan daerah pelayanan
Daerah pelayanan ini ditentukan dengan memperhatikan aspek kepadatan
penduduk, batas administrasi dan perencanaan kota.
5. Proyeksi penduduk
Data proyeksi penduduk merupakan faktor yang relevan untuk mengestimasi
kebutuhan air di masa yang akan datang dan juga dari proyeksi penduduk ini
dapat dilakukan analisa terhadap potensi ekonomi, potensi industri dan potensi
lainnya yang akan berkembang.
6. Aspek sosial ekonomi masyarakat
Analisis terhadap keinginan dan kemampuan masyarakat untuk menjadi
pelanggan sarana air minum yang akan direncanakan.

Sistem penyediaan air minum merupakan satu kesatuan sistem fisik (teknik) dan
non-fisik dari prasarana dan sarana air minum. Pengembangan SPAM adalah
kegiatan yang bertujuan membangun, memperluas dan/atau meningkatkan sistem
fisik (teknik) dan non-fisik (kelembagaan, manajemen, keuangan, peran

II-2
masyarakat, dan hukum) dalam kesatuan yang utuh untuk melaksanakan
penyediaan air minum kepada masyarakat menuju keadaan yang lebih baik
(Peraturan Menteri Pekerjaan Umum nomor: 18/prt/m/2000).

Fungsi utama sistem penyediaan air minum adalah dapat menyediakan air minum
dengan kualitas baik dan tekanan yang cukup dalam menyediakan air dengan
kuantitas yang cukup ke dalam bangunan atau rumah sesuai kebutuhan(Al-layla,
1978).

Ketersediaan air minum pada suatu daerah tergantung kepada bagaimana sistem
penyediaan air minum di daerah tersebut. Adapun sistem penyediaan air minum
jika dilihat dari bentuk dan tekniknya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu (Al-
Layla, 1978):
1. Air Minum Komunitas/Perkotaan (Community Water Supply System)
Sistem ini digunakan untuk pelayanan diperkotaan yang meliputi keperluan
domestik, perkotaan maupun industri.Sistem ini mempunyai kelengkapan
komponen yang menyeluruh dan kadang-kadang sangat kompleks, baik dilihat
dari sudut teknik maupun sifat pelayanannya.Sistem ini bisa mempergunakan
satu atau lebih sumber untuk melayani satu atau beberapa komunitas dan
dengan pelayanan yang berbeda-beda.

2. Penyediaan Air Minum Individual (Individual Water Supply System)


Sistem ini penggunaannya untuk individual dan untuk pelayanan yang terbatas.
Pada umumnya sistem ini sangat sederhana mulai dari sistem yang hanya
terdiri dari satu sumur atau satu sumber saja sebagai sistem, seperti sumur-
sumur yang digunakan dalam satu rumah tangga, sampai pada sistem yang
dilihat dari komponennya lengkap, tetapi sistemnya kecil baik dalam bentuk
maupun kapasitasnya dan untuk pelayanan terbatas. Terbatas untuk suatu
lingkungan/kompleks perumahan tertentu ataupun suatu industri.

Penggunaan dan pemakaian air bersih di perkotaan adalah (Al-Layla, 1978):


1. Keperluan rumah tangga (Domestic use)
Penggunaan air bersih di rumah tangga adalah untuk minum, memasak, mandi,
mencuci, fasilitas sanitasi di rumah dan keperluan lainnya.

II-3
2. Keperluan industri (Industrial use)
Di industri air bersih mempunyai dua fungsi, yaitu sebagai bahan pokok seperti
yang digunakan pada industri makanan/minuman, dan berfungsi sebagai bahan
pembantu seperti untuk pencuci, pendingin, atau pengisi ketel uap.

3. Keperluan umum dan perkotaan (Public use)


Keperluan umum dan perkotaan seperti untuk menyiram tanaman,
membersihkan jalan, penggelontoran saluran kota, pemadam kebakaran,
keperluan fasilitas umum, aktivitas komersil, pelabuhan, dan keperluan
rekreasi.

2.2 Sumber dan Bangunan Penangkap Air

Sumber air baku yang akan diolah ditentukan dengan penelitian yang teliti agar
sistem penyediaan air minum yang direncanakan memenuhi persyaratan yang
berlaku dan memenuhi kebutuhan konsumen serta tidak merusak kelestarian
sumber.

Sumber air yang dapat digunakan sebagai sumber air baku antara lain (Al-Layla,
1978):
1. Air tanah
Air tanah dapat berasal dari:
a. Air hujan yang meresap ke dalam tanah melalui pori atau retakan batu;
b. Air yang berasal dari sungai, danau, dan kolam yang meresap melalui tanah.

Air tanah berdasarkan kedalamannya dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
a. Air tanah dangkal
Merupakan air tanah yang terletak di atas lapisan kedap air dengan
kedalaman kecil dari 50 meter;
b. Air tanah dalam
Merupakan air tanah yang terletak di antara dua lapisan kedap air dan jauh
terletak di bawah permukaan tanah.

Contoh sumber air baku yang berasal dari air tanah adalah sumur. Secara
umum kualitas air tanah lebih baik jika dibandingkan dengan air permukaan.

II-4
Dari segi kuantitas, jumlah air tanah sangat tergantung dengan musim dan
banyaknya air yang meresap ke dalam tanah.

2. Air permukaan
Pada dasarnya air permukaan sangat mudah terkontaminasi jika dibandingkan
dengan air tanah. Kontaminan-kontaminan yang ada seperti, zat-zat organik
dan anorganik, gas-gas, mikroorganisme sangat bervariasi, sehingga perlu
diadakan pengolahan lebih lanjut.

Adapun beberapa jenis air permukaan seperti:


a. Sungai
Ketersediaan air sungai sifatnya sangat kontinu sehingga dapat disimpan
sewaktu banjir.
b. Danau
Pada dasarnya kualitas air danau lebih baik jika dibandingkan dengan air
sungai dan pengolahannya tidak terlalu banyak.
c. Fasilitas penyimpanan air (water storage)
Fasilitas penyimpanan air dapat menjadi jaminan dalam menjaga kestabilan
suplai air, terutama disaat musim kemarau. Jika air tanah atau air sungai
melimpah, maka tidak perlu digunakan water storage.

3. Air angkasa
Merupakan uap air yang terkondensasi kemudian jatuh ke bumi. Wujudnya
bisa berupa zat cair (air hujan) atau zat padat (salju/hujan es). Kuantitas air
hujan tidak terbatas, tapi tidak kontinu dan jika digunakan sebagai sumber air
baku untuk air minum dan dari segi kualitas kandungan mineralnya kurang,
sehingga jarang digunakan sebagai sumber air baku untuk air minum dan
biasanya hanya digunakan untuk sistem individual.

4. Mata Air
Merupakan air tanah yang alirannya terhalang oleh lapisan kedap air (tanah
liat, tanah padat, batu atau cadas) sehingga mengalir ke permukaan tanah.

Beberapa jenis bangunan penangkap atau penyadap berdasarkan sumber airnya:


1. Air Hujan : Bak penampung air hujan;
2. Air Permukaan : Intake;

II-5
3. Mata Air : Brouncapeturing;
4. Air Tanah : Sumur gali dan sumur bor.

Jenis bangunan penangkap atau penyadap tergantung pada: letak, keadaan,


fluktuasi dan debit alirannya.
1. Intake
Intake adalah bangunan penangkap air dari sumber air baku yang berasal dari
air permukaan (sungai atau danau). Fungsinya adalah untuk mengambil air
baku dari air permukaan dan dialirkan ke unit-unit pengolahan. Bangunan
intake menurut cara pengambilannya terbagi dua (Kawamura, 1991):
a. Intake gravitasi
Intake gravitasi adalah bangunan penangkap air dari sumber yang
menggunakan prinsip gravitasi.
b. Intake pemompaan
Intake pemompaan adalah bangunan penangkap air dari sumber yang
menggunakan bantuan pompa.

Selain itu berdasarkan sumber air permukaannya, bangunan intake juga dapat
dibagi atas (Kawamura, 1991):
a. Intake sungai
1) Kriteria pemilihan lokasi intake sungai:
a) Kualitas air;
b) Kemungkinan perubahan yang terjadi, contoh: beberapa tahun yang
lalu industri di daerah By Pass masih jarang. Namun sekarang
kualitas air menurun akibat banyaknya industri;
c) Minimasi efek negatif;
d) Adanya akses yang baik guna perawatan dan perbaikan
(maintenance);
e) Adanya tempat bagi kendaraan;
f) Adanya lahan guna penambahan fasilitas pada masa yang akan
datang;
g) Kuantitas air;
h) Efek terhadap kehidupan aquatik di sekitarnya;
i) Kondisi geologis.

II-6
2) Perletakan
Biasanya intake sungai diletakan di pinggir sungai. Sebaiknya lokasi
perletakan intake dipilih pada daerah belokan sungai guna menghindari
penumpukan sedimen.
3) Tipe konstruksi intake yang digunakan
Umumnya pada intake sungai digunakan tipe shore intake. Selain itu ada
juga yang menggunakan tower intake, siphone well intake, suspended
intake, dan floating intake.

b. Intake danau
1) Kriteria pemilihan lokasi intake danau:
a) Karakteristik aliran air;
b) Kualitas air;
c) Karakteristik pertumbuhan alga dan siklus pertumbuhan mikro
organisme;
d) Kondisi tepian air, arah angin, dan kecepatan aliran;
e) Kondisi area penyadapan air, termasuk adanya potensi pencemaran;
f) Kemungkina terjadinya sedimentasi pada reservoar;
g) Kegiatan rekreasi dan olah raga;
h) Kemungkinan terjadinya banjir.

2) Pertimbangan lain:
a) Penggunan danau secara bersama;
b) Kemungkinan penggunaan alat pencampur air artifisial untuk
melakukan destratifikasi air dan alat untuk menghancurkan es pada
intake yang terletak di daerah dingin.

3) Tipe konstruksi intake yang digunakan

Ada beberapa variasi dalam tipe konstruksi intake, diantaranya (Kawamura,


1991):
1) Tower intake
Tower intake digunakan untuk air baku yang diambil dari danau, baik yang
alamiah maupun buatan (beton). Tower intaketerletak pada bagian
pelimpahan atau dekat sisi bendungan. Pondasi menara (tower) terpisah dari

II-7
bendungan dan dibangun pada bagian hulu. Menara terdiri atas beberapa
inlet yang terletak pada ketinggian yang bervariasi untuk mengantisipasi
fluktuasi tinggi muka air. Dapat juga dibuat menara intake yang terpisah
dengan dan pada bagian upstream. Jika air di reservoar dapat mengalir
secara gravitasi ke pengolahan, maka tidak diperlukan pemompaan dari
menara.

Gambar 2.1 Tower Intake


Sumber: Kawamura, 1991

2) Shore intake
Shore intake memiliki variasi bentuk yang tergantung kepada situasi
lapangan, dan biasanya terletak di pinggiran sungai.

Gambar 2.2 Shore Intake


Sumber: Kawamura, 1991

Shore Intake terbagi atas 3 jenis, yakni siphon well intake, suspended intake
dan floating intake. Berikut uraian masing-masing jenis shore intake.
a) Siphon well intake
Ciri khas dari intake ini adalah memiliki saluran air masuk ke bangunan
intake berupa pipa, sehingga tekanan air yang berfluktuasi tidak memberi
pengaruh pada interior intake.

II-8
Gambar 2.3 Shiphone Well Intake
Sumber: Kawamura, 1991

b) Suspended intake
Memiliki karakteristik tersendiri yakni pipa hisap dibenamkan ke dalam
sumber air tanpa menggunakan bangunan pelindung dan langsung
tercampur dengan aliran sumber air.

Gambar 2.4 Suspended Intake


Sumber: Kawamura, 1991

c) Floating intake
Struktur intake yang ringkas diletakkan di atas sebuah pelampung yang
terapung dan bergerak naik turun mengikuti fluktuasi muka air.

Gambar 2.5 Floating Intake


Sumber: Kawamura, 1991

II-9
3) Crib intake
Struktur intake dibuat terbenam di dasar sungai dengan kedalaman besar
dari 3 meter dari permukaan air. Lokasi dipilih dengan resiko terkecil
terhadap kemungkinan hanyut oleh arus sungai.

Gambar 2.6 Crib Intake


Sumber: Kawamura, 1991

4) Direct intake
Direct intake (langsung) adalah intake yang sumber airnya berasal dari
sumber air yang dalam seperti sungai dan danau. Intake jenis ini
memerlukan tanggul untuk mencegah agar tanah tidak mengalami erosi dan
sedimentasi. Keuntungan dari intake jenis ini yaitu biaya konstruksi lebih
murah dari jenis intake yang lain.

Gambar 2.7 Direct Intake


Sumber: Kawamura, 1991

5) Sumur bor intake


Digunakan untuk bangunan penangkap dengan sumber air yang tidak terlalu
dalam dan memiliki lapisan aquifer tanah. Biasa digunakan untuk bangunan
penangkap air untuk air tanah.

II-10
Perencanaan intake harus mempertimbangkan (Al-Layla, 1978):
a. Intake harus merupakan bangunan yang kuat yang tahan arus deras;
b. Mempunyai berat sendiri yang cukup agar tidak hanyut;
c. Pada kanal navigasi (lalu lintas) ada tiang pancang sebagai pengaman;
d. Pondasi harus cukup kuat sehingga tidak tergali oleh aliran air;
e. Perlu saringan terhadap benda-benda dan ikan kecil;
f. Dapat memasukkan air yang cukup, sesuai kebutuhan;
g. Posisi inlet sedemikian rupa sehingga selalu dapat menerima air dengan
kondisi musim apapun.

Gambar 2.8 Denah Bangunan Intake


Sumber: Kawamura, 1991

Elemen-elemen dari intake (Kawamura, 1991):


a. Saringan;
b. Pipa atau saluran air baku;
c. Katup pembuka dan penutup;
d. Sumur pengumpul;
e. Foot valve;
f. Pipa hisap dan pipa penguras.

2. Sumur
Untuk membangun sumur, ada beberapa faktor yang diperhatikan (Kawamura,
1991):
a. Kondisi permukaan tanah;
b. Jenis tanah;
c. Vegetasi pada permukaan;
d. Topografi wilayah;
e. Kondisi air permukaan;
II-11
f. Sumber-sumber pencemaran;
g. Regulasi.

Secara umum sumur dapat diklasifikasikan atas:


a. Sumur dangkal
Sarana air bersih menggunakan sumber air tanah dangkal dengan membuat
sumur bor. Biasanya kedalaman dasar sumur mencapai 12-15 meter. Untuk
mengangkat air dari sumur dangkal dapat digunakan pompa listrik jenis jet-
pump. Pompa tangan adalah alat untuk menaikkan air dari dalam tanah
(Darmasetiawan, 2004).
b. Sumur dalam
Sumur Air Tanah Dalam (SATD) adalah sarana penyediaan air bersih
berupa sumur dalam yang dibuat dengan membor tanah pada kedalaman
muka air minimal 7 meter dari permukaan tanah. Kedalaman dasar pada
umumnya lebih dari 30 meter sehingga diperoleh air sesuai dengan yang
diinginkan (Darmasetiawan, 2004).

Beberapa tipe konstruksi sumur antar lain:


a. Sumur gali
Merupakan tipe sumur yang paling tua. Secara tradisional, sumur gali
dibangun dengan menggali secara manual dengan perkakas tangan.
Umumnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan individu. Kedalaman
sumur gali biasanya berkisar antara 5 sampai 15 meter, tergantung dari
kedalam air tanah. Diameter berkisar antara 1 sampai 5 meter dan dapat juga
berfungsi sebagai bak pengumpul. Untuk memenuhi syarat kesehatan,
sumur gali perlu dipasang tutup dan dihindari dari masuknya
kontaminasidari luar (SNI 03-2916-1992).

Gambar 2.9 Sketsa Sumur Gali


Sumber: SNI 03-2916-1992

II-12
b. Drived well
Merupakan metode yang paling sederhana untuk mengambil air tanah
dangkal. Dalam konstruksinya driven well menggunakan alat putar yang
dilengkapi dengan kerekan dan tripod. Dari titik pemutaran dimasukan pipa
baja dengan diameter lebih 50 mm. Untuk mengangkat air dari tanah
dipasang pompa tangan atau pompa mekanik. Sebaiknya dilengkapi dengan
drainase yang baik disekitar sumur (Karen J. Dawson, 1991).

Gambar 2.10 Sketsa Driven Well


Sumber:Karen J. Dawson 1991
c. Bored well
Menggunakan gurdi tangan maupun gurdi mesin dalam konstruksinya.
Lapisan tanah yang yang akan dibor harus padat agar tidak terjadi
pengikisan saat konstruksi. Dinding sumur atau casing dipasang setelah
gurdi mencapai air tanah. Umumnya diameter boredwell berkisar antara 250
sampai 600 mm (Karen J. Dawson, 1991).

Gambar 2.11 Sketsa Bored Well


Sumber: Suriawiria, 1991

II-13
d. Drilled well
Biasanya dibangun untuk sumur dengan kedalaman dan kapasitas yang
tinggi. Menggunakan alat drill dengan dimeter sumur berkisar antara 150
mm hingga 1000 mm. Umumnya konstruksi dipengaruhi oleh kondisi
daerah tempat akan dibangunnya sumur.

Gambar 2.12 Sketsa Drilled Well


Sumber: Suriawiria, 1991

2.3 Unit Pengolahan Air Minum


2.3.1 Lokasi Instalasi Pengolahan Air Minum

Lokasi instalasi pengolahan air minum akan mempengaruhi sistem distribusi dari
penyediaan air minum. Lokasi yang baik adalah lokasi yang dapat memanfaatkan
ketinggian tempat sebagai energi untuk mengalirkan air. Penentuan lokasi
instalasi pengolahan perlu mempertimbangkan hal-hal berikut ini:
1. Topografi wilayah perencanaan;
2. Kondisi geologi;
3. Kondisi sanitasi lingkungan;
4. Aman dari bencana alam seperti banjir dan gempa bumi;
5. Merupakan lokasi yang memiliki akses yang baik;
6. Jarak antara daerah pelayanan dengan intake.

Daerah dengan kemiringan 2-3 % merupakan lokasi yang baik karena dapat
menyediakan head yang cukup untuk proses pengolahan sehingga tidak
diperlukan pemompaan.

II-14
2.3.2 Pemilihan Unit Pengolahan Air Minum

Pemilihan unit-unit pengolahan yang akan dipakai dalam instalasi pengolahan air
minum tidak hanya tergantung pada kualitas air baku yang akan diolah tetapi
harus dipertimbangkan pula dari segi teknis dan ekonomis.

1. Segi teknis
Beberapa pertimbangan dari segi teknis antara lain:
a. Efisiensi unit-unit pengolahan terhadap parameter kualitas air yang akan
diturunkan;
b. Fleksibilitas sistem pengolahan terhadap kualitas air yang berfluktuasi;
c. Kemudahan operasional dan pemeliharaan dalam jangka waktu yang
panjang;
d. Kemudahan konstruksi.

2. Segi ekonomis
Beberapa pertimbangan dari segi ekonomis antara lain:
a. Biaya terhadap investasi awal, operasional dan pemeliharaan;
b. Luas lahan yang dibutuhkan;
c. Optimalisasi jumlah unit pengolahan untuk menurunkan parameter kualitas
air yang hendak diturunkan.

Menurut Kawamura (1991), pengolahan air minum terbagi menjadi tiga jenis
yaitu:
1. Metode conventional complete
Metode ini merupakan pengolahan air minum yang melibatkan proses
koagulasi, flokulasi, sedimentasi dan filtrasi.

Gambar 2.13 Flow Chart Metode Conventional Complete


Sumber: Kawamura, 1991

II-15
2. Direct filtration
Metode ini melibatkan proses koagulasi, flokulasi dan filtrasi. Clarifier
digunakan setelah filtrasi dan supernatan disirkulasi menuju proses flokulasi.

Gambar 2.14 Flow Chart Metode Direct Filtration


Sumber: Kawamura, 1991

3. In-line filtration
Metode ini sama dengan Direct Filtration tetapi supernatan dari clarifier
disirkulasi ke bagian koagulasi.

Gambar 2.15 Flow Chart Metode In-line Filtration


Sumber: Kawamura, 1991

II-16
Modifikasi dari ketiga metode tersebut adalah High-level Complete dan Two Stage
Filtration. Penerapan metode pengolahan tergantung pada kualitas air baku dan
ini diberikan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Persyaratan Penerapan Metode Pengolahan Air Minum


Conventional Two-Stage Direct In-Line
Parameter
Complete Filtration Filtration Filtration
Turbiditas (NTU) <5000 <50 <15 <5
Warna (semu) <3000 <50 <20 <15
Coliform (#/mL) <107 <105 <103 <103
Alga (ASU/ml) <105 <5 x 103 <5 x 102 <102
Asbestos Fiber (#/mL) <1010 <108 <107 <107
Rasa dan bau (TON) <30 <10 <3 <3
Sumbe : Kawamura, 1990

Ada tiga tahapan proses untuk menghilangkan parameter pencemar dalam air
yaitu:
1. Pra pengolahan
Pra pengolahan merupakan pengolahan air baku sebelum air baku diolah pada
unit-unit pengolahan utama yang umum digunakan seperti koagulasi, flokulasi,
sedimentasi, filtrasi dan desinfeksi yang terjadi pada akhir pengolahan. Pra
pengolahan diutamakan untuk menurunkan parameter tertentu yang dapat
mengganggu proses pada pengolahan utama. Screening, pre-klorinasi,
prasedimentasi dan aerasi merupakan unit-unit pra pengolahan.

2. Pengolahan utama
Pengolahan utama meliputi pengolahan yang secara umum diperlukan untuk
mengolah air baku untuk air minum seperti penurunan kesadahan, koagulasi
dan flokulasi yang diikuti oleh proses sedimentasi, filtrasi dan desinfeksi.

3. Pengolahan khusus
Pengolahan khusus adalah tambahan yang benar-benar diperlukan untuk
kondisi air baku yang spesifik.

II-17
2.3.3 Unit-Unit Pengolahan

Tujuan dari pengolahan air baku adalah untuk (Al Layla, 1978):
1. Mencapai kondisi fisik dan estetika tertentu;
2. Dengan menghilangkan rasa, bau, warna/kekeruhan yang tidak dikehendaki;
3. Pemakaian dalam industri yang memerlukan persyaratan khusus dan spesifik
seperti penurunan kesadahan air untuk pengisi ketel uap dan penurunan
konsentrasi Fe, Mn dalam air untuk pengunaan dalam industri tekstil;

Jenis-jenis pengolahan air baku:


1. Pengolahan lengkap
Yaitu pengolahan yang mencakup pengolahan secara kimia, fisika dan biologi/
bakteriologis. Salah satu contoh skema dari pengolahan lengkap dapat dilihat
pada Gambar 2.16 berikut:

PS K F S SPL Cl

Gambar 2.16 Tipikal Unit-unit Pengolahan Lengkap Air minum


Sumber: Al-layla, 1978

2. Pengolahan Tidak Lengkap


Yaitu pengolahan yang terdiri dari satu atau dua unit pengolahan misalnya
pengolahan fisika saja, pengolahan kimia saja atau pengolahan fisika biologi,.
Salah satu contoh skema dari pengolahan tidak lengkap, dapat dilihat pada
Gambar 2.17:

PS SPL D

Gambar 2.17 Tipikal Unit-unit Pengolahan Tidak Lengkap Air minum


Sumber: Al-layla, 1978

Keterangan:
PS = Prasedimentasi SPL = Saringan Pasir Lambat
K = Koagulasi D = Desinfeksi
F = Flokulasi S = Sedimentasi
Cl = Klorin

II-18
Tabel 2.2 Unit-unit Pengolahan dan Fungsinya
Unit Pengolahan Fungsi
Transfer gas Menyisihkan/menambah gas seperti oksigen dan karbon dioksida.
Screen Untuk menyisihkan floating matter (benda-benda kasar).
Brouncapturing Untuk menangkap aliran air dari mata air.
Prasedimentasi Menyisihkan zat-zat tersuspensi yang menyebabkan air memiliki
kekeruhan yang tinggi.
Koagulasi & flokulasi Membantu partikel-partikel yang lebih kecil yang terbawa dari bak
sedimentasi untuk membentuk flok sehingga dapat disisihkan dengan
pengendapan pada bak sedimentasi.
Settling/sedimentasi Bak settling dengan waktu detensi yang singkat untuk penyisihan flok
suspensi.
Filtrasi Untuk penyisihan partikel halus
Desinfeksi Untuk membunuh mikroorganisme patogen.
Reservoar Untuk Penyimpanan air, perata aliran dan pengatur tekanan.
Sumber: Al Layla, 1978

2.3.3.1 Pengolahan Fisik

Pengolahan fisik terdiri atas (Kawamura, 1991):


1. Prasedimentasi
Unit ini berfungsi sebagai tempat terjadinya proses pengendapan secara
gravitasi tanpa penambahan zat kimia karena partikel yang ada dalam suspensi
tersebut bersifat diskrit (non flokulan). Tujuan pengendapannya adalah untuk
menurunkan kekeruhan agar lebih mudah diolah dan mengurangi pemakaian
zat kimia pada proses selanjutnya. Kecepatan mengendap partikel dipengaruhi
oleh berat jenis dan diameter partikel dalam air baku. Proses ini menghasilkan
lumpur. Waktu pengendapan (detention time) biasanya antara 4-8 jam dengan
kecepatan  20-70 m/hari (2,31510-3 - 8,10210-4 m/dtk).

2. Sedimentasi
Merupakan tempat terjadinya proses pengendapan setelah penambahan zat
kimia pada proses koagulasi dan flokulasi. Partikelnya bersifat flokulan pada
suspensi encer. Untuk meningkatkan kapasitas bak dan efisiensi dipasang tube
settler. Proses pengendapan menghasilkan lumpur biologis. Lumpur ini
ditampung pada zone settling yang terletak dibagian bawah bak sedimentasi.
Untuk proses pengolahan lumpur dapat dilakukan dengan cara thickening dan
digester.

II-19
Tujuan Sedimentasi:
a. Mendapatkan effluent yang lebih jernih;
b. Memisahkan pasir;
c. Memisahkan partikel material pada bak pengendapan;
d. Memisahkan bioflok proses biologi;
e. Memisahkan chemical flok proses koagulasi dan flokulasi kimia;
f. Mendapatkan concentrated sludge pada proses sludgethickeness.

Terdapat dua tipe dari unit sedimentasi, yaitu:


a. Klarifikasi golongan I
Merupakan suatu unit tempat terjadinya pengendapan partikel diskrit secara
gravitasi, yaitu pengendapan dengan berat sendiri tanpa adanya penambahan
zat kimia. Dimanfaatkan pada proses prasedimentasi. Tujuan
pengendapannya adalah untuk menurunkan tingkat kekeruhan agar lebih
mudah diolah dan mengurangi pemakaian zat kimia pada proses selanjutnya.
Kecepatan mengendap partikel dipengaruhi oleh berat jenis dan diameter
partikel dalam air baku.

b. Klarifikasi golongan II
Merupakan tempat terjadinya pemisahan partikel flokulan dari suspensi
setelah terlebih dahulu mengalami proses koagulasi dan flokulasi.
Kecepatan pengendapan tergantung dari pembentukan flok. Untuk
meningkatkan kapasitas bak dan efisiensi dipasang tube settler. Tube settler
ini bentuknya dapat beraneka ragam, diantaranya berbentuk segi enam
(hexagon), sarang tawon, dan segi empat.Sedangkan bahan tube settler ini
umumnya terbuat dari bahan fiber glass karena tahan air dan ringan. Dengan
dipasangnya tube settler ini kecepatan mengendap lebih besar sehingga
efisiensi meningkat pula. Proses pengendapan ini sendiri akan menghasilkan
lumpur biologis yang nantinya akan diolah lagi dengan thickening dan
digester.

II-20
3. Filtrasi
Didefinisikan sebagai proses pemisahan antara solid-liquid dengan melewatkan
cairan melalui suatu media berpori atau material porus lainnya untuk
menghilangkan sebanyak mungkin zat padat terlarut. Terdapat beberapa jenis
filtrasi, yaitu:
a. Saringan pasir cepat (rapid sand filter)
Filtrasi jenis ini umumnya digunakan untuk mengolah air minum dan
industri, mudah terjadi clogging, sehingga diperlukan pencucian dengan
menggunakan aliran yang berlawanan dengan arah penyaringan.
b. Saringan pasir lambat (slow sand filter)
Filtrasi jenis ini umumnya digunakan untuk mengolah air dengan tingkat
kekeruhan kecil atau sama dengan 50 ppm, pencucian dapat dilakukan
setelah beberapa minggu atau bulan, zat tersuspensi dan koloidal akan
tertahan pada lapisan atas filter, clogging dapat diatasi dengan melakukan
pengikisan pada bagian atas.
c. Filter Bertekanan

Klasifikasi filter berdasarkan media yang digunakan (Kawamura, 1991):


1. Media tunggal, mempunyai satu tipe media, biasanya pasir atau antrasit;
2. Media ganda, terdiri dari dua media yaitu pasir dan antrasit;
3. Multi media, terdiri atas beberapa media yaitu pasir, kerikil dan antrasit.

Kehilangan tekanan pada saat operasi:


1. Kehilangan tekanan pada media pasir dan penyangga (kerikil)
Persamaan Carman-Kozeny untuk aplikasi saingan pasir lambat (filter
unstratisfied):
L v2 f Lv 2
hl  f .  ………………..….………………….….........….(2.1)
D 2g 4rh 2 gc
Dimana: hl = Headloss (m)
F = Faktor friksi
L = Kedalaman bed
rh = Jari-jari hidrolis
v = Kecepatan rata-rata
gc = Faktor konversi hukum Newton
d = Diameter saluran

II-21
Persamaan rose untuk porositas yang beragam diaplikasikan untuk saringan
pasir cepat:

1,067 D v α C D . x
hl = . . 4 Σ …………………….………………….…..........(2.2)
φ g ε d
Dimana: hl = Headloss (m)
Φ = Faktor bentuk
D = Tebal media (m)
g = Gaya gravitasi (m/det2)
vα = Kecepatan filtrasi (m/det)
ε = Porositas
CD = Koefisien drag
x = Berat fraksi
d = Diameter geometri (m)
Persamaan untuk mencari nilai CD untuk NRe < 1 adalah:
24
CD  ………………………….………………...……………..........…(2.3)
N Re

Persamaan CD untuk 1 < NRe< 104 adalah:


24 3
CD    0,34 …………….……………………...........………..(2.4)
N Re N Re

Dimana: CD = Koefisien drag


NRe = Bilangan Reynolds

2. Kehilangan tekanan pada underdrain


Persamaan yang digunakan:
2
1  Q 
H  . g .   …………………………………….………..........……....(2.5)
2  C . A 

Dimana: H = Headloss (m)


g = Gaya gavitasi (m/det2)
Q = Debit pengolahan (m3/det)
C = Koefisien orifice ≈ 0,65
A = Luas orifice (m2)
3. Kehilangan tekanan pada saat Backwash
Persamaan yang digunakan:
H  pasir Hf   kerikil Hg   underdrain Hu  ……..….….......………...…(2.6)
Hf  L 1 ε ρs  ρ .......................................................................................(2.7)

Hg  0,003 x Lg x v b .......................................................................................(2.8)

II-22
v b  v1 . ε 4,5  v1 10 x D60 …………………..….………………..........……(2.9)
2
1  v 
Hu  .  b  ……………….…………….……………………........…(2.10)
2g  α .β 

Dimana: Hf = Kehilangan tekanan pada pasir (m)


Hg = Kehilangan tekanan pada kerikil (m)
Hu = Kehilangan tekanan pada underdrain (m)
L = Tebal media (m)
ε = Porositas
ρs = Density relatif
ρ = Density air
Lg = Tebal lapisan kerikil (m)
vb = Kecepatan backwash pada kerikil (m/menit)
vt = Kecepatan backwash pada pasir (m/menit)
g = Gaya gravitasi (m/det2)

2.3.3.2 Pengolahan Kimia

1. Koagulasi
Koagulasi adalah proses stabilisasi partikel-partikel koloid. Pengadukan cepat
merupakan bagian dari koagulasi, yang bertujuan untuk mempercepat dan
meratakan zat-zat kimia yang digunakan untuk pengolahan air. Proses
koagulasi dapat terjadi dengan dua cara yaitu:
a. Destabilisasi/ eliminasi stabilitas partikel dalam suspensi dengan
menetralisir muatan dengan suatu elektrolit dengan garam atau kedua cara
diatas;
b. Penambahan absorban, serentak pada permukaan sebagai usaha untuk
meningkatkan daya atraksi inter-molekuler guna mendapatkan aglomerasi
yang kuat.
Tabel 2.3 Jenis-Jenis Koagulan
Nama Komposisi
Aluminium Sulfate Al2(SO4)3.18 H2O
Sodium Aluminate Na3AlO3
Ferrous Sulfate FeSO4.7H2O
Ferric Sulfate Fe2(SO4)3
Ferric Chloride FeCl3
Chlorinated Coppears FeCl2Fe(SO4)3
Sumber: Benny Chatib, 1991

II-23
Dalam merancang unit koagulasi ini didasarkan pada nilai Gradien hidrolis (G)
dan waktu detensinya (td). Persamaan umum yang digunakan untuk mencari
gradien kecepatan (G) adalah:

P
G …………………………….………………..............……………(2.11)
 .C
Dimana: G = Gradien kecepatan (det-1)
P = Power input/daya (kg m2/det3)
µ = Viskositas dinamik (kg/m.det)
C = Volume air yang akan diolah (m3)

Untuk pengadukan pada proses koagulasi ini dapat dilakukan dengan cara
hidrolis, mekanis dan pneumatis.

a. Hidrolis
Pengadukan secara hidrolis dilakukan dengan memanfaatkan pengaliran air,
seperti terjunan, saluran pipa dan baffle chanel. Persamaan yang digunakan
pada proses ini adalah:

P  ρ . g . h . Q ………………………….…………….........……………...…(2.12)

jika persamaan 2.11 ini dimasukkan ke dalam persamaan 2.12, maka


persamaannya menjadi:

ρ . g . h .Q ρ.g .h g.h
G   ………….……...............………...…...(2.13)
μ .C μ . td v . td

Dimana: G = Gradien kecepatan (det-1)


P = Daya (kg m2/det3)
µ = Viskositas dinamik (kg/m det)
ρ = Berat jenis air (kg/m3)
h = Headloss (m)
C = Volume air yang akan diolah (m3)
Q = Debit (m3/det)
v = Viskositas kinematik (m2/det)
td = Waktu detensi (det)
Perhitungan headloss pada terjunan air digunakan persamaan:
v2
h ……………............……………….……………………………...(2.14)
2.g

II-24
Dimana: h = Headloss (m)
v = Kecepatan aliran air (m/det)
g = Kecepatan gravitasi (m/det2)
Pada saluran pipa digunakan persamaan:
L. v2
hf f .………………..……..……………..…………...........……..(2.15)
D . 2g
Dimana: hf = Kehilangan tinggi tekan (m)
L = Panjang pipa (m)
D = Diameter pipa (m)
f = Faktor gesekan pipa
v = Kecepatan aliran air (m/det)
g = Kecepatan gravitasi (m/det2)
Pada Baffle Channel digunakan persamaan:
v2
nk ………………………………………….………………..............(2.16)
2g
Dimana: n = Jumlah baffle
k = Konstanta
v = Kecepatan aliran air (m/det)
g = Kecepatan gravitasi (m/det2)

b. Mekanis
Pengadukan secara mekanis ini dapat dilakukan dengan menggunakan paddle,
turbin atau propeller. Persamaan yang digunakan untuk menghtiung daya
padle:
1
p  FD . v  ρ . C D . A . v 2 . v ………...…….….…………….…..……...….(2.17)
2

p  ρ . C D . A . v i  v a  ………………….……….……………...……....(2.18)
1 3

2
v i  2 π n r ………………………………….………………….…...….…..(2.19)
v a  k . v i ……………………………………………………………..……(2.20)

Dimana: P = Daya (kg m2/det3)


FD = Gaya (kg m/det2)
CD = Koefisien kekasaran
A = Luas area paddle (m2)
v = Kecepatan relatif paddle terhadap air (m/det)
ρ = Berat jenis air (kg/m3)
µ = Viskositas dinamik (kg/m.det)
vi = Kecepatan paddle (m/det)
va = Kecepatan air(m/det)
II-25
c. Pneumatis
Pengadukan dengan cara memasukkan udara ke dalam air sehingga terjadi
pengadukan. Udara yang dimasukkan diatur sesuai dengan nilai G untuk proses
koagulasi. Persamaan yang digunakan untuk menghitung daya pada proses
pneumatis adalah:

P  k .Qa . log
h  34 …………………………………….………......…..…(2.21)
34

Dimana: P = Daya (kg.m2/det3)


K = Konstanta
Qa = Debit udara yang disuplai (m3/det)
h = Headloss (m)

2. Flokulasi
Didefinisikan sebagai proses penggabungan flok-flok hasil koagulasi dengan
pengadukan lambat sehingga dapat menghasilkan flok-flok besar untuk
diendapkan. Proses ini akan menghasilkan endapan lumpur, untuk itu harus
disediakan ruang lumpur pada tiap-tiap kompartemennya. Pada unit ini, seperti
halnya dengan unit pengadukan cepat intensitas pengadukan juga ditentukan
oleh nilai G yang nilainya jauh lebih kecil dan waktu detensi.

Gambar 2.18 Sketsa Unit Flokulasi


Sumber: Al Layla, 1978

2.3.3.3 Pengolahan Biologi

Pengolahan biologi dalam pengolahan air minum adalah desinfeksi. Desinfeksi


merupakan suatu proses yang menggunakan zat kimia yang berfungsi untuk
membunuh mikroorganisme patogen. Pada unit ini digunakan klorin karena selain

II-26
efektif untuk membunuh mikroorganisme patogen juga murah dan banyak
tersedia dipasaran selain itu juga menghasilkan residu yang penting agar selama
diperjalanan ke konsumen air tersebut terbebas dari mikroorganisme yang tidak
diinginkan, sehingga air hasil pengolahan tetap aman sebagai sumber air minum.
Reaksi desinfeksi ini dipengaruhi oleh: temperatur, aliran air, kualitas air dan
waktu kontak (Kawamura, 1991).

Metode pembubuhan klorin (Kawamura, 1991):


1. Prechlorinasi, yaitu klorin ditambahkan langsung pada air baku, tujuan
adalah untuk mengurangi bakteri yang akan melewati filter sehingga beban
filter dapat dikurangi;
2. Dastchlorinasi, yaitu klorin ditambahkan pada air hasil filtrasi, klorin
dibubuhkan saat outlet;
3. Break point, yaitu penambahan klorin ketika terjadi titik break point dari
residu klorin kombinasi menjadi klorin bebas.

Pembubuhan desinfektan (Kawamura, 1991):


1. Gas klor disuntikan langsung ke instalasi pengolahan air bersih, pembubuhan
gas menggunakan peralatan tertentu yang memenuhi ketentuan yang berlaku;
2. Kaporit atau sodium hipoklorit dibubuhkan ke instalasi pengolahan air bersih
secara gravitasi atau mekanis.

Keperluan perlengkapan desinfeksi adalah sebagai berikut (Kawamura, 1991):


1. Pembubuhan gas klor
a. Peralatan gas klor disesuaikan minimal 2, lengkap dengan tabungnya;
b. Tabung gas klor harus ditempatkan pada ruang khusus yang tertutup;
c. Ruangan gas klor harus terdapat peralatan pengamanan terhadap
kebocoran gas klor;
d. Alat pengamanan adalah pendeteksi kebocoran gas klor dan sprinkler air
otomatik atau manual;
e. Harus disediakan masker gas pada ruangan gas klor.

II-27
2. Bak kaporit
a. Bak dapat menampung larutan selama 8 sampai dengan 24 jam;
b. Diperlukan 2 buah bak yaitu bak pengaduk manual/mekanis dan bak
pembubuh;
3. Bak harus dilindungi dari pengaruh luar dan tahan terhadap kaporit.

Adapun kriteria Standar perencanaan untuk desinfektan (Ca(OCl)2) (Kawamura,


1991/ Schulz-Okun, 1984/ Al-layla, 1978) adalah:
1. Diameter pipa penguras = (0,5-13) cm;
2. Cl sisa = (0,2-1,5) mg/L;
3. Waktu kontak = (10-15) menit;
4. Kecepatan = (0,3-6) m/det.

2.3.3.4 Pengolahan Khusus

Untuk penyisihan zat-zat kimia tertentu atau warna dan bau dari air, dapat
digunakan metode sebagai berikut (Reynolds, 1982):
1. Adsorbsi
Merupakan suatu metode penyisihan zat kimia dengan cara menyerapkan zat
kimia tersebut ke dalam permukann adsorben yang biasanya berupa padatan.
Agar adsorbsi dapat berlangsung, maka komponen yang harus ada meliputi
adsorbat (substansi yang akan diserap) dan adsorben (media penyerap).

Ada dua jenis absorbsi, yaitu:


a. Adsorbsi fisika
Terjadi akibat gaya Van der Walls yakni jika gaya tarik molekul antara
larutan dan permukaan media lebih besar dari gaya tarik subtansi terlarut
dan larutan. Pada kondisi ini substansi terlarut akan diserap oleh
permukaan media. Biasanya adsorbsi fisika memiliki gaya Van der Walls
yang relatif kecil.

b. Adsorbsi kimia
Terjadi jika terbentuknya ikatan kimia antara substansi terlarut dalam
larutan dengan molekul dalam media.

II-28
Fungsi adsorbsi antara lain:
a. Menyisihkan warna, bau, dan rasa;
b. Menyisihkan gas polutan;
c. Melunakkan dan mendeionisasi air;
d. Fraksinasi hidrokarbon;
e. Penjernihan secara farmasi.

2. Presipitasi
Merupakan suatu metode penyisihan zat-zat kimia dengan mereaksikannya
hingga terbentuk suatu senyawa tidak larut. Fungsi reaksi presipitasi pada
pengolahan air minum adalah untuk penyisihan zat terlarut seperti besi,
mangan, dan kesadahan.

3. Ion Exchange
Penukar ion adalah suatu unit proses yang terdiri dari reaksi kimia antara ion
dalam fasa cair dengan ion dalam media padat tidak larut (resin). Penukar ion
telah banyak digunakan dalam berbagai pengolahan air minum maupun air
buangan (Kawamura, 1991).

Feed water Feed water


M+ A- M+ A-
Air + CO2

H+-based OH--based CO2 stripper


Cation Anion
exchange exchange
resin resin
Air
Process water
H+, OH-
H+ A- H+ OH-

Gambar 2.19 Proses Ion Exchange


Sumber: Kawamura, 1991

4. Aerasi
Suatu unit operasi untuk memindahkan gas kedalam air. Air diberi waktu
untuk berkontak dengan udara seluas-luasnya dengan tujuan untuk menaikkan
kadar oksigen terlarut dan menurunkan kandungan CO2 (agresif),
menghilangkan H2S dan CH4 dan berbagai zat/senyawa organik yang mudah
mengendap. Untuk pengadukan pada proses aerasi ini dapat dilakukan dengan
cara hidrolis, mekanis dan pneumatis (Kawamura, 1991).

II-29
4Fe(HCO3)2 + O2 + 2H20 4Fe(OH)3 + 8CO2
2MnSO4 + 2Ca(OH)2 + O2 2MnO2 + 2CaSO4 + 2H20

Aerasi dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu:


a. Aerasi alami
Aerasi alami merupakan kontak antara air dan udara yang terjadi karena
pergerakan air secara alami. Beberapa metode yang cukup populer digunakan
untuk meningkatkan aerasi alami antara lain menggunakan cascade aerator,
waterfalls, maupun cone tray aerator.

Gambar 2.20 Aerasi Alami


Sumber: Yudha, 2011

b. Aerasi difusi
Pada aerasi secara difusi, sejumlah udara dialirkan ke dalam air limbah melalui
diffuser. Udara yang masuk ke dalam air limbah nantinya akan berbentuk
gelembung-gelembung (bubbles). Gelembung yang terbentuk dapat berupa
gelembung halus (fine bubbles) atau kasar (coarse bubbles).Hal ini tergantung
dari jenis diffuser yang digunakan.

Gambar 2.21 Aerasi Secara Difusi


Sumber: Yudha, 2011

II-30
c. Aerasi secara mekanik
Aerasi secaramekanikatau dikenal juga dengan istilah mechanical agitation
menggunakan proses pengadukan dengan suatu alat sehingga memungkinkan
terjadinya kontak antara air dengan udara.

2.4 Kriteria Desain Bangunan Penangkap dan Pengolahan Air Minum Serta
Reservoar

2.4.1 Intake
Kriteria perencanaan untuk unit intake adalah:
1. Saringan bell mouth
Tabel 2.4 Kriteria Desain Saringan Bell Mouth
No. Parameter Kriteria Desain
1. Kecepatan air melalui lubang saringan (vLs) (0,15-0,3) m/det
2. Diameter bukaan lubang (dbL) (6-12) mm
3. Gross area/luas total saringan (Ag) 2 x luas efektif saringan
diletakkan 0,6-1 m dibawah muka air
4. Saringan
terendah
Sumber: Al-Layla, 1978

2. Bar screen
Tabel 2.5 Kriteria Desain Bar Screen
No. Parameter Kriteria Desain
(5,08-7,62) cm
1. Jarak bukaan antar batang (b)
(0,0508-0,0762) m
(0,5-0,75) inchi
2. Diameter batang (w) (1,270-1,905) cm
(0,0127-0,01905) m
3. Kecepatan air melalui screen < 0,6 m/det
Sumber: Kawamura, 1991

3. Pipa air baku


Tabel 2.6 Kriteria Desain Pipa Air Baku
No. Parameter Kriteria Desain
Menghindari erosi dan sedimentasi kecepatan
1. (0,6-1,5) m/det
air
Sumber: Kawamura, 1991

4. Pipa air hisap


Tabel 2.7 Kriteria Desain Pipa Air Hisap
No. Paremeter Kriteria Desain
1. Kecepatan air di pipa hisap (1-1,5) m/det
Beda tinggi dari muka air minimum ke pusat
2.  3,7 m
pompa
Jika muka air > dari muka air minimum, maka jarak pusat pompa ke muka air minimum < 4
3.
m.
Sumber: Al-Layla, 1978

II-31
5. Sumur pengumpul
Tabel 2.8 Kriteria Desain Sumur Pengumpul
No. Paremeter Kriteria Desain
1. Waktu detensi (1-5) menit
2. Tinggi (1-1,5) m
3. Tinggi foot valve dari dasar sumur > 0,6 m
4. Kontruksi kedap air dan tebal dinding 20 cm atau lebih tebal
5. Kemiringan dasar sumur (1-2) %;
6. Punya berat yang cukup dan kuat terhadap tekanan dan gaya yang ada
Sumber: PERMEN PU, 2007

2.4.2 Sistem Transmisi

Kriteria standar perencanaan sistem transmisi (Al-layla, 1978) adalah:


1. Kecepatan air = (0,6-1,2) m/det;
2. Tekanan di dalam pipa = 1,8-2,8 kg/cm2;
3. Tekanan di dalam pipa untuk pemadam kebakaran = 4,2 kg/cm2;
4. Tekanan di dalam pipa untuk wilayah komersil = 5,3 kg/cm2;
5. Tebal tanah penutup untuk pipa di bawah jalan raya = min 90 cm;
6. Tebal tanah penutup untuk pipa di bawah trotoar = min 75 cm.

2.4.3 Aerasi

Kriteria standar perencanaan aerasi (Kawamura, 1991) adalah:


1. Kecepatan aliran = 0,6-3 m/det;
2. 1 mg O2 dapat menyisihkan 7 mg Fe (Kawamura,1991);
3. 1 mg O2 dapat menyisihkan 3,4 mg Mn (Kawamura,1991).

2.4.4 Filtrasi

Adapun kriteria standar perencanaan saringan pasir lambat (Kawamura, 1991***/


Darmasetiawan, 2004*, 1984/ Al-layla, 1978**/ Departemen PU, 2007/SNI 03-
3981-1995) adalah:
Kehilangan tekanan pada media pasir dan penyangga:
1. Jumlah filter = 0,25 Q0,5*
2. Luas Filter < 200 m2*
3. Effective size pasir (ES) = (0,4-1,0) mm*;
4. Effective size kerikil (ES) = (0,4-1,4) mm*;
5. Sphericity pasir (Φ) = 0,92*;

II-32
6. Sphericity kerikil (Φ) = 0,72*;
7. Porositas pasir (ε) = 0,42*;
8. Porositas kerikil (ε) = 0,55*;
9. Kecepatan filtrasi = (0,1-0,4) m/jam**;
10. Tebal media pasir = (0,6-1) m**;
11. Tebal media kerikil = (0,15-0,3) m**;
12. Diameter kerikil = (3-60) mm;
13. Pencucian pasir = (2-6) bulan sekali***.

Kehilangan tekanan pada saat underdrain (Fair & geyer, 1968):


1. Rasio luas orifice dengan luas area filter = 0,5-0,2 %;
2. Rasio luas pipa lateral dengan luas orifice = (2-4) : 1;
3. Rasio luas manifold dengan luas lateral = (1,5-3) : 1;
4. Diameter orifice = (¼-¾) inchi;
5. Jarak orifice dengan manifold = (3-12) inchi;
6. Jarak antar orifice = (3-12) inchi.

2.4.5 Unit Kimia (Desinfeksi)

Kriteria Standar perencanaan untuk desinfektan (Ca(OCl)2) (Kawamura, 1991/


Schulz-Okun, 1984/ Al-layla, 1978) adalah:
1. Diameter pipa penguras = (0,5-13) cm;
2. Cl sisa = (0,2-1,5) mg/L;
3. Waktu kontak = (10-15) menit;
4. Kecepatan = (0,3-6) m/det.

II-33
2.4.6 Reservoar

Kriteria desain untuk reservoar adalah:

Tabel 2.9 Kriteria Desain Reservoar


No. Parameter Kriteria Desain
Pipa inlet dan outlet:
a. Posisi dan jumlah inlet ditentukan berdasarkan bentuk dan struktur tangki, sehingga
tidak ada daerah yang tidak teraliri;
1. b. Pipa outlet diletakkan minimal 10 cm di atas lantai bak atau pada permukaan air
minimum;
c. Pipa outlet dilengkapi dengan strainer yang berfungsi sebagai penyaring;
d. Pipa inlet dan outlet dilengkapi dengan gate valve.
Ambang bebas dan dasar bak:
a. Ambang bebas = minimal 30 cm dari permukaan air
2.
b. Dasar bak = minimal 15 cm dari permukaan minimum
c. Kemiringan dasar bak = 1/500 - 1/100.
Kapasitas standar:
a. Untuk tipe ground reservoar = kapasitasnya: (50, 100, 150, 300, 500,
750, 1000) m3
3.
b. Untuk tipe elevated reservoar = kapasitasnya: (300, 500 dan 750) m3
c. Ketinggian elevasi pada saat muka air = (20 - 25) m dari pintu tanah
minimum
4. Volume bak (1/6 - 1/3) x Qmd, atau d(15 - 30 %) x Qmd
Sumber: Kawamura, 1991

Fungsi dari reservoar ini adalah (Al-layla,1978):


1. Pemerataan Aliran
Untuk menyeimbangkan aliran air yang masuk dan keluar.
2. Penyimpanan
Untuk menutupi kebutuhan saat terjadi gangguan, kebutuhan puncak dan
kehilangan air.Penyimpanan harus sebanding dengan pemakaian.
3. Pengatur Tekanan
Muka air yang bebas di permukaan reservoar berfungsi untuk menghentikan
gradien tekanan. Adanya reservoar ini akan dapat digunakan untuk membatasi
tekanan di perpipaan.

Berdasarkan elevasinya reservoar dapat dibedakan menjadi (Al-layla,1978):


1. Ground Reservoar
Jika tinggi muka air lebih rendah dari daerah pelayanan dan diperlukan pompa
untuk menaikkan tekanan.Posisi diatur berdasarkan posisi instalasi.
2. Elevated Reservoar
Jika muka air daerah pelayanan lebih tinggi dan tekanan cukup. Elevated
reservoar diletakkan pada posisi tanah yang tinggi atau sebagai menara air.

II-34
Penentuan kapasitas reservoar dipengaruhi pula oleh kebutuhan hidran pemadam
kebakaran.Kebutuhan hidran kebakaran merupakan kebutuhan air untuk pemadam
kebakaran.Kebutuhan air untuk cadangan kebakaran ini harus diperhitungkan
dalam perencanaan suatu sistem penyediaan air bersih, karena apabila terjadi
kebakaran debit air untuk kebutuhan konsumen tidak mengalami gangguan.
Kebutuhan air untuk cadangan pemadaman kebakaran ini dapat dihitung dengan
persamaan (Al - Layla, 1978):


3860 P 1 0,01 P 
Q =.............................…….............................................…...………………...(2.22)
Dimana:
Q = Debit kebakaran (L/menit);
P = Jumlah penduduk dalam ribuan.
Atau dengan persamaan ( Fair & Geyer, 1968):

 
Q = 1020 P 1 0,01 P ................................................……………...........(2.23)
Dimana:
Q = Debit kebakaran (gallon/menit);
P = Jumlah penduduk dalam ribuan.
Atau (John R Freman):
P 
Q = 250 x  10 
…………….....…………………….............................………….…...............(2.24)
5 
Dimana:
Q = Debit kebakaran (gallon/menit);
P = Jumlah penduduk dalam ribuan.

Penentuan kapasitas reservoar berdasarkan grafik fluktuasi pemakaian air dapat


dihitung dengan persamaan:
VR  Q rata  rata . fmaks . A% .86400  Vkebakaran ………..............……..............(2.25)

 surplus  defisit 
A%    …..……………………………………....................(2.26)
 2 
Dimana:
VR = Volume reservoar (m3)
P = Jumlah penduduk (dalam ribuan)
Vkebakaran = L/menit

II-35
Kriteria Desain Reservoar (Kawamura, 1991):
1. Pipa inlet dan outlet
a. Posisi dan jumlah inlet ditentukan berdasarkan bentuk dan struktur tangki,
sehingga tidak ada daerah yang mati;
b. Pipa outlet diletakkan minimal 10 cm di atas lantai bak atau pada
permukaan air minimum;
c. Pipa outlet dilengkapi dengan strainer yang berfungsi sebagai penyaring;
d. Pipa inlet dan outlet dilengkapi dengan gate valve.

2. Ambang bebas dan dasar bak


a. Ambang bebas minimal 30 cm dari permukaan air;
b. Dasar bak minimal 15 cm dari permukaan minimum;
c. Kemiringan dasar bak 1/500 – 1/100.

3. Pipa peluap dan penguras


a. Pipa ini mempunyai diameter yang mampu mengalirkan debit maksimum
secara gravitasi;
b. Pipa penguras dilengkapi dengan gate valve.

4. Ventilasi dan manhole


a. Reservoar harus dilengkapi dengan ventilasi dan manhole serta alat ukur
tinggi muka air;
b. Ventilasi harus mampu memberikan sirkulasi udara sesuai dengan volume;
c. Ukuran manhole harus cukup besar untuk memudahkan petugas masuk;
d. Konstruksinya harus kedap air.

5. Kapasitas standar
a. Untuk tipe ground reservoar, kapasitasnya: (50, 100, 150, 300, 500, 750,
1000) m3;
b. Untuk tipe elevated reservoar, kapasitasnya: (300, 500 dan 750) m3;
c. Ketinggian pada saat muka air minimum adalah (20-25) m dari pintu tanah.

II-36
2.4.7 Pompa

Pompa ini dikelompokkan atas 3 jenis:


1. Jenis putar, seperti; pompa sentrifugal, mixed flow axial, dan regeneratif;
2. Jenis langkah positif, seperti: pompa torak, pompa sudut, dan pompa tangan;
3. Jenis khusus, seperti: pompa vortex, gelembung uap, dan pompa jet.

Jenis pompa yang paling banyak digunakan adalah pompa jenis putar, karena:
1. Ukurannya kecil dan ringan;
2. Dapat memompa terus menerus;
3. Bekerja tanpa gejolak;
4. Konstruksi sederhana dan mudah dioperasikan.

Jenis-jenis pompa putar (Morimura, 1993):


1. Pompa Sentrifugal
a. Komponen utama; impeller dan rumah pompa;
b. Pompa dengan impeller tunggal disebut dengan pompa tingkat tunggal
(single stage);
c. Pompa dengan impeller ganda disebut dengan pompa tingkat banyak
(multistage).

Gambar 2.22 Pompa Sentrifugal


Sumber: Darmasetiawan, 2004

2. Pompa Diffuser atau Pompa Turbin


Mempunyai diffusser atau sudut-sudut pengarah terpasang pada rumahnya
yang berfungsi untuk mengarahkan aliran air keluar dari impeller. Pompa
jenis ini juga mengenal tingkat tunggal maupun tingkat banyak, pompa ini ada
2 jenis:

II-37
a. Pompa Turbin untuk sumur (bore hole pump)
Dulu digunakan untuk sumur dalam tetapi sekarang sudah tidak digunakan
lagi, karena sudah ada pompa dengan motor listrik yang dapat dibenamkan
ke dalam air.

b. Pompa Submersibel
Motor listrik pompa jenis ini terpasang langsung pada rumah pompa dan
merupakan konstruksi yang terpadu. Penyambungan ke atas hanya dengan
pipa keluar dan kabel penghantar daya listrik.

Gambar 2.23 Pompa Submersible


Sumber: Darmasetiawan, 2004

1. Perhitungan Head Pompa

Perhitungan tinggi angkat total (Ht) dapat digunakan persamaan berikut:

Ht = Hd + Hfd + Hmd + Hs + Hfs + Hms..........………………………..........(2.27)

dimana: Ht = Tinggi angkat total (m)


Hd = Tinggi tekan (m)
Hfd = Kerugian gesekan sepanjang pipa (m)
Hmd = Kerugian gesek pada peralatan pipa (m)
Hs = Tinggi isap (m)
Hfs = Kerugian gesekan sepanjang pipa (m)
Hms = Kerugian gesek pada peralatan pipa (m)

II-38
Hd,
Hfd, Ht
Hmd

Hs, Hfs, Hms

Gambar 2.24 Skema Tinggi Angkat Pompa


Sumber: Al-Layla, 1978

2. Daya Pompa

Persamaan:
P  0,163. Q . Ht . γ ……………….……..................………….…………….....(2.28)

ηp  P ……………………………………..............……….…………(2.29)
Pporos
Pporos 1  A 
Pm  …………………………..............………………………(2.30)
ηp . ηk

Pm  Pporos ………………….……………….............………………….(2.31)
ηm

Dimana: P = Daya pompa (KN/m/det = Kwatt)


Q = Kapasitas pompa (m3/menit)
Ht = Tinggi angkat total (m)
‫ﻻ‬ = Berat spesifik air (kg/l)
Pm = Daya motor (Kwatt)
A = Faktor jenis motor (0,1-0,25)
ηp = Efisiensi pompa
ηk = Efisiensi poros
ηm = Efisiensi motor

II-39
2.5 Standar Baku Mutu
2.5.1 Standar Air Baku

Standar air baku yang digunakan di Indonesia adalah Peraturan Pemerintah


Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran Air, yang ditetapkan pada tanggal 14 Desember 2001. Spesifikasi
standar baku mutu air minum ini dapat dilihat pada lampiran B. Berdasarkan PP
ini, air dibagi menjadi 4 kelas yaitu:
1. Kelas 1: Air sebagai air baku air minum dan atau peruntukan lain yang
mempersyaratkan mutu air dengan kegunaan tersebut;
2. Kelas 2: Air untuk prasarana/sarana rekreasi air, pemudidayaan ikan air tawar,
peternakan, pengairan, pertamanan dan atau peruntukan lain yang
mempersyaratkan mutu air dengan kegunaan tersebut;
3. Kelas 3: Air untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan dan pertamanan
dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air dengan kegunaan
tersebut;
4. Kelas 4: Air untuk pertamanan dan atau peruntukan lain yang
mempersyaratkan mutu air dengan kegunaan tersebut.

2.5.2 Standar Air Minum

Standar air minum yang digunakan sebagai acuan adalah Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 492 Tahun 2010 Tentang Persyaratan Kualitas Air Minum,
yang ditetapkan pada tanggal 19 April 2010. Spesifikasi standar baku mutu air
minum ini dapat dilihat pada lampiran B. peraturan ini menjelaskan bahwa setiap
penyelenggara air minum wajib menjamin air minum yang diproduksinya aman
bagi kesehatan. Air minum dikatakan aman bagi kesehatan apabila telah
memenuhi persyaratan fisika, mikrobiologis, kimiawi, radioaktif yang dimuat
dalam parameter wajib dan parameter tambahan. PDAM Kota Padang merupakan
salah satu contoh perusahaan milik pemerintah yang berfungsi dalam penyediaan
air bersih kepada masyarakat yang diawasi langsung oleh walikota. Berdasarkan:

II-40
1. Tingkat Internasional
a. Millenium Development Goals (MDG’s), pelayanan air bersih untuk
wilayah pekotaan sebanyak 80% dan 60% untuk wilayah pedesaan. Pada
saat ini PDAM Kota Padang baru bisa menyediakan 66% air bersih untuk
wilayah kota dan 50% untuk wilayah desa (Khairani, 2009).
b. Protokol Kyoto.

2. Tingkat Nasional
a. PP No 16 tahun 2005 Tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air
Minum menyatakan bahwa pemerintah harus memenuhi kebutuhan air
minum masyarakat di wilayahnya sesuai dengan standar pelayanan
minimum yang ditetapkan. Pemenuhan kebutuhan pelayanan sanitasi
bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat di wilayahnya sesuai
dengan standar pelayanan minimum yang ditetapkan dan menjamin
terselenggaranya keberlanjutan pengembangan SPAM di wilayahnya.
b. Peraturan Menteri PU tentang Penyelenggaraan Pengembangan SPAM
Nomor 18/PRT/M/2007.
c. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 907/Menkes/SK/VII/2002 tentang
Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum.
d. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
492/Menkes/VI/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum.

3. Tingkat Regional
a. Peraturan Gubernur Sumatera Barat Nomor 5 Tahun 2008 tentang
Penetapan Kriteria Mutu Air Sungai di Provinsi Sumatera Barat.

II-41

Anda mungkin juga menyukai