Anda di halaman 1dari 4

Menurut hukum-hukum yang berlaku di Indonesia, aborsi atau pengguguran janin termasuk

kejahatan, yang dikenal dengan istilah “Abortus Provocatus Criminalis”


Yang menerima hukuman adalah: 
 1. Ibu yang melakukan aborsi
2. Dokter atau bidan atau dukun yang membantu melakukan aborsi
3. Orang-orang yang mendukung terlaksananya aborsi
Beberapa pasal yang terkait adalah:
Pasal 229

1. Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruhnya


supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa karena
pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling
lama empat tahun atau denda paling banyak tiga ribu rupiah.
2. Jika yang bersalah, berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau menjadikan
perbuatan tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan, atau jika dia seorang tabib,
bidan atau juru obat, pidananya dapat ditambah sepertiga.
3. Jika yang bersalah, melakukan kejahatan tersebut, dalam menjalani pencarian maka
dapat dicabut haknya untuk melakukan pencarian itu.
Pasal 341

Seorang ibu yang, karena takut akan ketahuan melahirkan anak, pada saat anak dilahirkan
atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya, diancam, karena
membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 342

Seorang ibu yang, untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut akan ketahuan
bahwa akan melahirkan anak, pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian
merampas nyawa anaknya, diancam, karena melakukan pembunuhan anak sendiri dengan
rencana, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.
Pasal 343

Kejahatan yang diterangkan dalam pasal 341 dan 342 dipandang, bagi orang lain yang turut
serta melakukan, sebagai pembunuhan atau pembunuhan dengan rencana.
Pasal 346

Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau


menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
Pasal 347
1. Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas
tahun.
2. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara
paling lama lima belas tahun.
Pasal 348
1. Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima
tahun enam bulan.
2. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana
penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 349

Jika seorang tabib, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan yang tersebut
pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang
diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat
ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam
mana kejahatan dilakukan.

Jenis-Jenis Malpraktek
Ngesti Lestari dan Soedjatmiko membedakan malpraktek medik menjadi
dua bentuk, yaitu malpraktek etik (ethical malpractice) dan malpraktek yuridis (yuridical
malpractice), ditinjau dari segi etika profesi dan segi hukum.17
a. Malpraktek Etik
Yang dimaksud dengan malpraktek etik adalah tenaga kesehatan melakukan tindakan yang
bertentangan dengan etika profesinya sebagai tenaga kesehatan. Misalnya seorang bidan
yang melakukan tindakan yang bertentangan dengan etika kebidanan. Etika kebidanan yang
dituangkan dalam Kode Etik Bidan merupakan seperangkat standar etis, prinsip, aturan atau
norma yang berlaku untuk seluruh bidan.
b. Malpraktek Yuridis
Soedjatmiko membedakan malpraktek yuridis ini menjadi tiga bentuk, yaitu malpraktek
perdata (civil malpractice), malpraktek pidana (criminal malpractice) dan malpraktek
administratif (administrative malpractice).

1) Malpraktek Perdata (Civil Malpractice)


Malpraktek perdata terjadi apabila terdapat hal-hal yang menyebabkan tidak terpenuhinya
isi perjanjian (wanprestasi) didalam transaksi terapeutik oleh tenaga kesehatan, atau
terjadinya perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad), sehingga menimbulkan
kerugian kepada pasien.

Adapun isi daripada tidak dipenuhinya perjanjian tersebut dapat berupa:


a. Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatan wajib dilakukan.
b. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan, tetapi
terlambat melaksanakannya.
c. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan, tetapi
tidak sempurna dalam pelaksanaan dan hasilnya.
d. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya
dilakukan

Sedangkan untuk perbuatan atau tindakan yang melanggar hukum


haruslah memenuhi beberapa syarat seperti:
a. Harus ada perbuatan (baik berbuat maupun tidak berbuat).
b. Perbuatan tersebut melanggar hukum (tertulis ataupun tidak tertulis).
c. Ada kerugian
d. Ada hubungan sebab akibat (hukum kausal) antara perbuatan
melanggar hukum dengan kerugian yang diderita.
e. Adanya kesalahan (schuld)

Sedangkan untuk dapat menuntut pergantian kerugian (ganti rugi)


karena kelalaian tenaga kesehatan, maka pasien harus dapat membuktikan adanya empat
unsur berikut:
a. Adanya suatu kewajiban tenaga kesehatan terhadap pasien.
b. Tenaga kesehatan telah melanggar standar pelayanan medik yang lazim dipergunakan.
c. Penggugat (pasien) telah menderita kerugian yang dapat dimintakan ganti ruginya.
d. Secara faktual kerugian itu diesbabkan oleh tindakan dibawah standar. Namun
adakalanya seorang pasien (penggugat) tidak perlu
membuktikan adanya kelalaian tenaga kesehatan (tergugat). Dalam hukum ada kaidah yang
berbunyi “res ipsa loquitor” yang artinya fakta telah berbicara. Dalam hal demikian tenaga
kesehatan itulah yang harus membutikan tidak adanya kelalaian pada dirinya.
Dalam malpraktek perdata yang dijadikan ukuran dalam
melpraktek yang disebabkan oleh kelalaian adalah kelalaian yang bersifat ringan (culpa
levis). Karena apabila yang terjadi adalah kelalaian berat (culpa lata) maka seharusnya
perbuatan tersebut termasuk dalam malpraktek pidana.
Contoh dari malpraktek perdata, misalnya seorang dokter yang melakukan operasi ternyata
meninggalkan sisa perban didalam tubuh si pasien. Setelah diketahui bahwa ada perban
yang tertinggal kemudian dilakukan operasi kedua untuk mengambil perban yang tertinggal
tersebut.
Dalam hal ini kesalahan yang dilakukan oleh dokter dapat diperbaiki dan tidak menimbulkan
akibat negatif yang berkepanjangan terhadap pasien.
Universitas Sumatera Utara
2) Malpraktek Pidana
Malpraktek pidana terjadi apabila pasien meninggal dunia atau mengalami cacat akibat
tenaga kesehatan kurang hati-hati. Atau kurang cermat dalam melakukan upaya perawatan
terhadap pasien yang meninggal dunia atau cacat tersebut. Malpraktek pidana ada tiga
bentuk yaitu:
a. Malpraktek pidana karena kesengajaan(intensional), misalnya pada
kasus aborsi tanpa insikasi medis, tidak melakukan pertolongan pada kasus gawat padahal
diketahui bahwa tidak ada orang lain yang bisa menolong, serta memberikan surat
keterangan yang tidak benar.
b. Malpraktek pidana karena kecerobohan (recklessness), misalnya melakukan tindakan
yang tidak lege artis atau tidak sesuai dengan standar profesi serta melakukan tindakan
tanpa disertai persetujuan tindakan medis.
c. Malpraktek pidana karena kealpaan (negligence), misalnya terjadi cacat atau kematian
pada pasien sebagai akibat tindakan tenaga kesehatan yang kurang hati-hati.
3) Malpraktek Administratif
Malpraktek administrastif terjadi apabila tenaga kesehatan
melakukan pelanggaran terhadap hukum administrasi negara yang berlaku, misalnya
menjalankan praktek bidan tanpa lisensi atau izin praktek, melakukan tindakan yang tidak
sesuai dengan lisensi atau izinnya, menjalankan praktek dengan izin yang sudah kadaluarsa,
dan menjalankan praktek tanpa membuat catatan medik.

Anda mungkin juga menyukai