Case Skizoafektif Tipe Manik (DR - Zainie)

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

Gangguan skizoafektif adalah keadaan pasien yang menunjukkan adanya


ciri skizofrenia dan gangguan afektif atau mood.1 Gangguan skizoafektif adalah
penyakit dengan gejala psikotik persisten, seperti halusinasi atau delusi, terjadi
bersama-sama dengan masalah suasana atau mood disorder seperti depresi, manik,
atau episode campuran. Gangguan skizoafektif tipe depresif lebih banyak pada
orang tua daripada orang muda.1
Diagnosis gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala-gejala
definitif adanya skizofrenia dan gangguan afektif bersama-sama menonjol pada
saat yang bersamaan, atau dalam beberapa hari sesudah yang lain, dalam episode
yang sama. Sebagian diantara pasien gangguan skizoafektif mengalami episode
skizoafektif berulang, baik yang tipe manik, depresif atau campuran keduanya. 2
Suatu gangguan psikotik dengan gejala-gejala skizofrenia dan manik yang sama-
sama menonjol dalam satu episode penyakit yang sama. Gejala-gejala afektif
diantaranya yaitu elasi dan ideide kebesaran, tetapi kadang-kadang kegelisahan
atau iritabilitas disertai oleh perilaku agresif serta ide-ide kejaran. Terdapat
peningkatan enersi, aktivitas yang berlebihan, konsentrasi yang terganggu, dan
hilangnya hambatan norma sosial. Waham kebesaran, waham kejaran mungkin
ada. Gejala skizofrenia juga harus ada, antara lain merasa pikirannya disiarkan
atau diganggu, ada kekuatan-kekuatan yang sedang berusaha mengendalikannya,
mendengar suara-suara yang beraneka beragam atau menyatakan ide-ide yang
bizarre. Onset biasanya akut, perilaku sangat terganggu, namun penyembuhan
secara sempurna dalam beberapa minggu.3
Beberapa data menunjukkan bahwa gangguan skizofrenia dan gangguan
afektif mungkin berhubungan secara genetik. Ada peningkatan resiko terjadinya
gangguan skizofrenia diantara keluarga dengan gangguan skizoafektif. Pengobatan
untuk gangguan skizoafektif merespon baik terhadapat pengobatan dengan obat
antipsikotik yang dikombinasikan dengan obat mood stabilizer atau pengobatan
dengan antipsikotik saja. Untuk orang gangguan skizoafektif dengan tipe manik,

1
2

menggabungkan obat antipsikotik dengan mood stabilizer cenderung bekerja


dengan baik. Karena pengobatan yang konsisten penting untuk hasil terbaik,
psiko-edukasi pada penderita dan keluarga, serta menggunakan obat long acting
bisa menjadi bagian penting dari pengobatan pada gangguan skizoafektif.4
3

BAB II
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. WS
Umur : 24 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Perkawinan : Menikah
Suku/Bangsa : Bali / Indonesia
Pendidikan : SMP (tidak tamat)
Pekerjaan : Tidak bekerja
Agama : Hindu
Alamat : Mulia Jaya, Palembang
Datang ke RS : Selasa, 21 Maret 2017
Cara ke RS : Diantar oleh keluarga
Tempat Pemeriksaan : Poliklinik Rumah Sakit Dr. Ernaldi Bahar

II. RIWAYAT PSIKIATRIK


A. Keluhan Utama
Pasien sering bicara sendiri sejak ±1 bulan yang lalu.
B. Riwayat Perjalanan Penyakit
Sejak ± 3 bulan yang lalu, pasien mengalami perubahan tingkah
laku. Pasien sering diam, bingung. Pasien menjadi lebih mudah
tersinggung dan emosional.
Sejak ± 1 bulan yang lalu, keluhan bertambah parah, sehingga
pasien dibawa oleh keluarga ke RSJ yang berlokasi di Bali dan dirawat
selama 4 hari. Pasien mendapat terapi farmakologi chlorpromazine dan
lodomer.
Setelah pulang dari RSJ, pasien tidak teratur minum obat, pasien
mulai bicara sendiri, tertawa sendiri, dan menangis tiba-tiba. Pasien sering
keluar rumah, berjalan tujuan. Pasien sering memberikan barang-
4

barangnya kepada orang lain. Pasien mengaku sering mendengar suara-


suara yang tidak jelas darimana asal datangnya, tetapi pasien tidak melihat
bayangan atau sesuatu hal yang tidak wajar.
Pasien megaku tidak ada niat untuk bunuh diri atau menyakiti
orang lain. Pasien tidak merasa ada mengejar-ngejarnya. Pasien tidak
bersikap anti sosial.
Pasien masih bisa merawat diri sendiri. Pasien mandi, mengenakan
pakaian, BAB, dan BAK sendiri tanpa bantuan orang lain. Makan dan
minum seperti biasa (nafsu makan ada, makan sendiri tanpa dipaksa).

Interpretasi
Pemeriksa Pasien
(Psikopatologi)
Selamat pagi, kak? Pagi  Perhatian ada (+)
Namanya siapa kak?  Kontak verbal ada (+)
Sunda (berjabat tangan)
(menjabat tangan pasien)  Kontak mata ada (+)
 Kontak fisik ada (+)
Kami dokter muda yang
 Verbalisasi jelas
bertugas hari ini, boleh tanya- Boleh
 Cara bicara terbata-
tanya sedikit ga kak?
bata
Kakak kenapa sampai dibawa Mau jalan-jalan dok, ke
kesini? Mall Discriminative insight
Engga, saya mau jalan- terganggu
Kakak lagi sakit sekarang?
jalan ke Mall
Di Kayu Agung, saya
Kakak tau ga ini dimana? Orientasi tempat buruk
diajak ke Mall
Kakak inget ga sekarang tahun
Berapa ya… 2008? Orientasi waktu buruk
berapa?
Kak sunda kalau di rumah
Ga ada
ngapain aja?
Dia (menunjuk suaminya
sambal tertawa). Nanti kita
Beres2 rumah ga? ke mall ya (berbicara Flight of ideas (+)
kepada asisten rumah
tangganya)
5

(pasien menunduk dan


Kak sunda sering nangis ya? menangis, kemudian Emosi labil
berhenti tiba-tiba)
Kakak pernah ga denger
Kadang-kadang dok
bisikan-bisikan gaib?
Tentang apa kak bisikannya? Banyak. Macem-macem.  Halusinasi auditorik
Kapan aja, kalo lagi diam (+)
Kapan biasanya kk
kadang kadang ada yg  Halusinasi visual (-)
dengernya?
ngomong
Orangnya ada kak? Ga ada
Kakak ngerasa ada yang
Ga ada
mengancam kakak ga?
Kakak pernah ga merasa di
Ga pernah
kejar-kejar?
Ada yang suka ngejahatin
Ga ada. Tapi. Eh ga ada.
kakak ga? Waham curiga (+)
Lah, kenapa? Kakak ada
Kadang dok. Ada yang
ngerasa ngata-ngatain kakak
suka begitu.
ga?
Adadeh (pasien tertawa
Siapa kak?
cekikikan)
Emang ga boleh, dok,
Kak sunda sering ngasih kalau bagi-bagi sama
barang-barangnya ke orang orang lain? (pasien bicara
 Afek meningkat
lain ya? sambal menunduk dengan
 Emosi labil
ekspresi sedih)
Week!! (mencibir kearah
Boleh berbagi
suami tapi sambil tertawa)
Ngapain sebel sama orang
(pasien langsung
menunduk). Nah, itu yang
Kalau sebel sama orang suka
baju hitam itu, bodoh itu,  Flight of ideas (+)
dibilangin ga? Atau dipendam
bodoh (menunjuk ke arah  Logore (+)
aja?
kakak kandung yang
mengantarnya sambal
tertawa cekikikan). Dokter
6

kenal ga sama itu


(menunjuk ke arah adik
iparnya).
Ware namanya, dia dokter
Ga tau, siapa dia?
bukan? Orientasi orang buruk
Siapa ware? Kakak (sambal tertawa)
Kak sunda tau ga, jeruk sama Apa ya? (pasien tertawa),
 Abstraksi buruk
bola persamaannya apa? ga tau saya dokter. Saya
 Flight of ideas (+)
Sama-sama apa? boleh makan apa aja dok?
Baiklah, terimakasih banyak
Iya dokter. Sama-sama.
ya kak atas waktunya.

III. RIWAYAT PENYAKIT SEBELUMNYA


A. Riwayat Gangguan Psikiatrik Sebelumnya
Pasien baru pertama kali datang berobat ke Rumah Sakit Ernaldi
Bahar Provinsi Sumatera Selatan. Sebelumnya (± 1 bulan yang lalu)
pernah dirawat selama 4 hari di RSJ yang berlokasi di Bali dan mendapat
terapi farmakologi chlorpromazine dan lodomer.

B. Riwayat Kondisi Medis Umum


 Riwayat hipertensi = Tidak Ada
 Riwayat trauma kapitis =Tidak Ada.
 Riwayat asma = Tidak Ada
 Riwayat kejang = Tidak Ada
 Riwayat alergi = Tidak Ada
 Riwayat diabetes melitus = Tidak Ada
 Riwayat lainnya = Sakit tifus saat kecil (keluarga
tidak ingat persisi waktu)
7

C. Penggunaan Zat Psikoaktif


Pasien tidak pernah mengkonsumsi alkohol ataupun obat-obatan
terlarang. Pasien juga tidak pernah merokok.

IV. RIWAYAT KEHIDUPAN PRIBADI


A. Riwayat Premorbid
1. Prenatal dan perinatal
Pasien lahir dengan kondisi normal dirumahnya, cukup
bulan, dan proses persalinan dibantu oleh dukun. Sewaktu dalam
kehamilan, ibu dalam keadaan sehat. Riwayat merokok, konsumsi
obat-obatan, dan alkohol ibu saat hamil tidak diketahui. Tumbuh
kembang pasien baik.

2. Masa kanak awal (usia 1-3 tahun)


Keluarga (kakak kandung pasien) tidak mengetahui riwayat
pemberian ASI pasien secara jelas. Namun, keluarga (kakak
kandung pasien) menyatakan bahwa pasien mendapatkan ASI saat
bayi (jangka waktu pemberian ASI tidak diketahui). Pertumbuhan
dan perkembangan sama dengan anak sebayanya.

3. Masa anak pertengahan (usia 4-11 tahun)


Pasien mulai bersekolah (SD) pada usia 7 tahun. PASIEN
beraktifitas seperti anak lainnya. Pasien merupakan anak yang
pendiam dan pemalu saat masa anak-anak.

4. Riwaya masa kanak akhir dan remaja (usia 12-18


tahun)
Setelah tamat SD, pasien melanjutkan sekolah ke tingkat
SMP, namun pasien tidak menyelesaikan sekolahnya dikarenakan
sering sakit. Keluarga (kakak kandung pasien) menyatakan bahwa
pasien sering sakit sehingga berhenti sekolah. Pasien pada saat itu
8

dapat bersosialisasi dengan baik walaupun masih memiliki sifat


pendiam,mudah bergaul, dan emosi stabil. Pasien menikah pada
usia 17 tahun

5. Dewasa
Sebelum muncul keluhan saat ini, Pasien susah memiliki
anak. Anak pertama lahir setelah 5 tahun menikah.

B. Situasi Kehidupan Sekarang


Pasien tinggal bersama suami dan anaknya di rumah miliknya
sendiri. Pekerjaan rumah dan mengurus anak dibantu oleh asisten rumah
tangga. Kakak kandung pasien mengatakan bahwa kadang pasien lupa
pada anaknya. Pasien lebih sering berada di rumah dengan aktivitas yang
tidak terlalu bervariasi (pasien tidak benyak mengikuti kegiatan-kegiatan
di lingkungannya).
Suami pasien memiliki kebun karet yang diolah oleh orang lain,
sehingga suami pasien selalu di rumah mengurus pasien dan anaknya.
Perekonomian keluarga stabil (suami pasien menyatakan status
perokonomian cukup). Suami pasien juga menyatakan bahwa selama
menikah, status perekonomian tidak pernah tiba-tiba anjlok (status
perekonomian stabil).

C. Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga dengan gejala penyakit yang sama tidak ada.
Keluarga tidak pernah mengkonsumsi alkohol ataupun obat-obatan
terlarang.
Pasien tampak akrab dan tidak terdapat tanda permusuhan dengan
kakak kandung yang mengantarnya.
Kakak kandung yang mengantar pasien ke RS Ernaldi Bahar
mengataan bahwa pasien tidak memiliki masalah dengan keluarganya,
baik ibu, ayah, kakak kandung lainnya, suami, anak, ipar, dan mertua.
9

: Pasien

: Perempuan

: Laki-laki

D. Riwayat pendidikan
 SD : Tamat, tidak pernah tiggal kelas, nilai rata-rata.
 SMP : Tidak tamat, berhenti saat kelas 2 SMP, karena
sering sakit.

E. Riwayat pekerjaan
Pasien tidak bekerja. Sehari-hari pasien di rumah bersama suami
mengurus anaknya. Pekerjaan sehari-hari dirumah dibantu oleh asisten
rumah tangga.

F. Riwayat pernikahan
Pasien menikah sekali. Pasien menikah saat berusia 17 tahun atas
dasar suka sama suka. Saat menikah, suami pasien berusia 21 tahun.
Hubungan pasien dan suami tampak harmonis (saat di RS Ernaldi
Bahar, suami bercengkrama dengan hangat kepada pasien, dan pasien
tampak nyaman dengan suaminya) dan dibenarkan oleh kakak kandung
pasien yang menyatakan bahwa suami pasien sehari-hari memberikan
perhatian penuh kepada pasien dan sangat menyayanginya, bahkan suami
10

pasien tidak lagi bekerja keluar rumah, namun mengurus pasien dan
anaknya dirumah.
Pasien dan suami baru memperoleh anak setelah 5 tahun menikah.
Setelah melahirkan, pasien di bawa ke bali oleh suami dikarenakan adat
Bali yang mengharuskan perantau kembali ke kampung halaman minimal
selama 1 tahun jika memiliki anak laki-laki.
Selama 1 tahun di bali, suami pasien menyatakan bahwa pasien
tidak memiliki masalah, baik dengan keluarga dan tetangga di Bali. Pasien
merawat anaknya dibantu oleh suami dan keluarga yang ada di Bali.
Selama di Bali, perekonomian di tanggung oleh keluarga yang ada di Bali.
Ketika di Bali, pasien mulai mengalami perubahan tingkah laku (±
3 bulan yang lalu) yang semakin memberat sejak ± 1 bulan yang lalu,
sehingga pasien dirawat di RSJ Bali.
Karena keluarga merasa perubahan perilaku yang terjadi pada
pasien tidak diketahui penyebabnya, keluarga pasien sempat menganggap
pasien di guna-guna, sehingga keluarga pasien juga mencari pengobatan
alternatif.

G. Agama
Pasien, keluarga (ayah, ibu, kakak-kakak kandung), suami, dan
keluarga suami beragama hindu. Pasien dan keluarga beribadah dengan
rutin. Namun, sekarang pasien tidak terlalu peduli dengan ibadahnya.

H. Riwayat pelanggaran hukum


Pasien tidak pernah melakukan tindakan pelanggaran hukum
maupun berurusan dengan pihak berwajib.

I. Persepsi Tentang Diri dan Kehidupan


Pasien tidak merasa sakit.
11

V. STATUS MENTAL
Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 21Maret 2017
A. Deskripsi Umum
1. Penampilan
 tampak sehat
 penampilan tidak sesuai dengan usia (kekanak-
kanakan),
 berpakaian rapi
2. Perilaku dan aktivitas psikomotor
 Abulia/Hipobulia (-)  Autisme (-)
 Vagabondage (+)  Logore (+)
 Impulsivitas (-)  Ekopraksi (-)
 Mannerisme (-)  Mutisme (-)
 Kegaduhan Umum (-)
3. Sikap terhadap pemeriksa
Pasien kooperatif pada saat di wawancarai.

B. Keadaan Mood dan Afek


Mood : Hipertimik
Afek : Kisaran normal
Keserasian : Serasi antara mood dan afek

C. Pembicaraan
Verbalisasi : Jelas
Cara bicara : Sedikit terbata-bata

D. Gangguan Persepsi
Halusinasi auditorik (+), Halusinasi visual (-),
13

E. Pikiran
1. Proses dan bentuk pikiran
Flight of ideas (+)
2. Isi pikiran
Waham curiga (+)

F. Kesadaran dan Kognisi


1. Tingkat kesadaran dan kesigapan : Compos mentis
terganggu
2. Orientasi
 Waktu : Buruk
 Tempat :Buruk
 Orang :Baik
3. Daya ingat
 Daya ingat jangka panjang : Buruk
 Daya ingat jangka pendek : Baik
 Daya ingat jangka segera :Baik
4. Discriminative judgment : terganggu
5. Discriminative insight : terganggu
6. Konsentrasi dan perhatian :Kurang, distraktibilitas
7. Kemampuan menolong diri sendiri:Baik, Mandi dua kali
sehari, makan tiga kali sehari tanpa bantuan orang lain.

G. Pengendalian Impuls
Terkendali

H. Daya Nilai
Penilaian realita :RTA terganggu

I. Taraf Dapat Dipercaya


Penjelasan yang diberikan penderita tidak dapat dipercaya.
14

VI. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT


A. Status Internus
1. Keadaan umum : Tampak sehat
2. Kesadaran : Compos mentis
3. Tanda vital : TD : 100/70 mmHg
N : 98 x/menit
RR : 22 x/menit
Temp : 36,70C
4. Kepala : Normocephali, conjungtiva anemis (-),
sklera ikterik (-), edema palpebrae (-)
5. Thorax :
 Jantung : SI-SII normal, suara tambahan (-)
 Paru : vesikuler normal (+), wheezing (-/-),
Ronkhi (-/-)
8. Abdomen : Datar, lemas, nyeri tekan epigastrium (+),
BU normal, hepar dan lien tidak teraba
9. Ekstremitas : Akral hangat (+/+), edema (-)

B. Status Neuologikus
1. GCS: 15
E : Membuka mata spontan (4)
V : Berbicara spontan (3)
M :Gerakan sesuai perintah (5)
2. Fungsi sensorik : Tidak ada kelainan
3. Fungsi motorik : Kekuatan otot tonus otot
5 5 N N
5 5 N N
4. Ekstrapiramidal sindrom :
Tidak ditemukan gejala ekstrapiramidal seperti tremor (-),
bradikinesia (-), dan rigiditas (-).
5. Refleks fisiologis : Normal
15

6. Refleks patologis : Tidak ditemukan reflex patologis.

VII. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA


Berdasarkan wawancara psikiatri didapatkan informasi bahwa
penderita seorang perempuan berusia 24 tahun, asal Bali, beragama Hindu,
dengan pendidikan terakhir SD (SMP tidak tamat) dan penderita tidak
bekerja. Penderita dibawa ke RS. dr. Ernaldi Bahar Palembang pada hari
Selasa, 21 Maret 2017 dengan keluhan bicara sendiri.
Pada pemeriksaan status mental, didapatkan penderita
berpenampilan rapi, mengenakan baju kaos dilapisi jaket dan celana
panjang berwarna hitam. Pasien memakai alas kaki berupa sendal. Selama
pemeriksaan penderita kooperatif dengan verbalisasi jelas dan cara bicara
yang sedikit terbata-bata. Suasana mood penderita hipertimik, afek dalam
rentang normal, dan afek sesuai mood.
Gangguan persepsi yang ditemukan berupa halusinasi auditorik.
Penilaian realitas penderita terganggu. Pada pemeriksaan fisik interna dan
pemeriksaan fisik lain tidak ditemukan adanya kelainan.
Dalam penilaian diri terhadap penyakit, penderita tidak sadar
bahwa dirinya sakit. Selama wawancara psikiatri, penjelasan yang
diberikan penderita tidak dapat dipercaya.

VIII. FORMULASI DIAGNOSTIK


Berdasarkan riwayat penderita, tidak ditemukan adanya kejadian
yang mencetuskan perubahan pola perilaku dan psikologis dalam
timbulnya gejala dan tanda klinis. Gejala yang timbul mengakibatkan
terjadinya gangguan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian dapat
disimpulkan penderita mengalami suatu gangguan kejiwaan.
Pada pemeriksaan status internus dan status neurologikus tidak
ditemukan kelainan yang mengindikasikan adanya gangguan medis umum
yang secara fisiologi dapat menimbulkan disfungsi otak serta
16

mengakibatkan gangguan kejiwaan yang diderita selama ini. Dengan


demikian, gangguan mental oganik (F00 – F09) dapat disingkirkan.
Pada wawancara psikiatri diperoleh keterangan bahwa penderita
tidak pernah minum-minuman beralkohol ataupun mengkonsumsi obat-
obatan terlarang sehingga kemungkinan gangguan mental dan perilaku
akibat zat psikoaktif (F10 – F19) juga dapat disingkirkan.
Pada diagnosis multiaksial aksis I ditemukan adanya halusinasi
auditorik dan waham curiga dengan onset ± 1 bulan sebelum penderita di
bawa ke RS Dr. Ernaldi Bahar. Selain itu, juga ditemukan gangguan
suasana perasaan berupa peningkatan afek yang bersifat tunggal dan
menonjol (sebelumnya tidak pernah terjadi gangguan afek). Maka
diagnosis pada penderita ini adalah F25.0. Gangguan Skizoafektif Tipe
Manik.
Pada diagnosis multiaksial aksis II tidak terdapat diagnosis.
Pada aksis III, penderita tidak memiliki riwayat penyakit medis
lainnya.
Pada aksis IV, penderita sulit mendapatkan anak. Penderita baru
memperoleh anak setelah 5 tahun menikah. Sekarang penderita telah
memiliki 1 orang anak berusia 1,5 tahun. Namun, perubahan perilaku
penderita baru terjadi sejak 3 bulan yang lalu, sehingga hal tersebut
disingkirkan untuk menjadi diagnosis aksis IV. Selain itu, menurut suami,
penderita sangat menyayangi anaknya sebelum terjadi perubahan perilaku.
Penderita juga tidak merasa tertekan saat mengurus anaknya. Penderita
juga memiliki hubungan yang harmonis dengan keluarganya dan keluarga
suaminya. Penderita juga hidup harmonis dengan suaminya. Tidak
terdapat masalah finansial dalam rumah tangga. Pekerjaan rumah dibantu
oleh asisten rumah tangga. Dengan demikian, tidak terdapat diagnosis
pada aksis IV.
Pada aksis V didapatkan Global Assessment of Functioning (GAF)
Scale 70-61, karena terdapat gejala ringan dan beberapa kesulitan dalam
fungsi sosial, namun secara umum dapat berfungsi cukup baik.
17

Diagnosis banding dalam kasus ini adalah F.20.1. Skizofrenia


Hebefrenik. Hal ini karena penderita juga memenuhi kriteria-kriteria untuk
diagnosis ini, seperti usia penderita yang baru berusia 24 tahun, dengan
gejala yang timbul telah berlangsung selama 3 bulan dengan perilaku yang
tidak dapat diramalkan dan tidak bertanggung jawab (seperti membagi-
bagikan barang miliknya kepada orang lain), serta adanya perilaku seperti
tertawa sendiri, serta mengibuli kakak kandungnya secara bersenda gurau.

IX. EVALUASI MULTIAKSIAL


Aksis I : F25.0.Gangguan Skizoafektif Tipe Manik
Aksis II : Tidak ada diagnosis
Aksis III : Tidak ada diagnosis
Aksis IV : Tidak ada diagnosis
Aksis V : GAF Scale 70-61

X. DAFTAR MASALAH
A. Organobiologik
Tidak ditemukan faktor genetik gangguan jiwa (-) dalam keluarga.
Penderita tidak dijumpai gangguan kondisi medik umum berupa
kerusakan otak dan disfungsi otak akibat trauma kepala dan epilepsy.
B. Psikologik
Penderita mengalami halusinasi auditorik (bisikan-bisikan) yang tidak
jelas darimana asalnya serta adanya waham curiga.
C. Keluarga
Penderita sulit memperoleh anak. Penderita baru memperoleh anak
setelah 5 tahun menikah.

XI. RENCANA PENATALAKSANAAN


A. Psikofarmaka
1. Saphris 1 x 10 mg
2. Trihexyphenidyl 1x 2 mg
18

3. Clorilex 1 x 12,5 mg

B. Psikoterapi
1. Terhadap penderita
a. Memberikan edukasi terhadap penderita agar memahami
gangguannya lebih lanjut, cara pengobatan dan
penanganannya, efek samping yang dapat muncul, serta
pentingnya kepatuhan dan keteraturan dalam minum obat.
b. Intervensi langsung dan dukungan keluarga dengan cara
meningkatkan aktivitas sehari-hari penderita agar tidak
benyak melamun, seperti kegiatan bercocok tanam di
pekarangan rumah milik penderita.
c. Memotivasi penderita agar tidak merasa putus asa dan
semangat dalam menjalani hidup.
2. Terhadap keluarga
a. Memberikan pendidikan tentang gangguan yang diderita
pasien, termasuk gejala-gejalanya, perjalanan penyakit,
pengobatan, dan lain-lain.
b. Memberikan informasi dan memonitor efek pengobatan.
c. Meningkatkan komunikasi dan keterampilan pemecahan
masalah dalam keluarga.

XII. PROGNOSIS
 Quo ad vitam : dubia ad bonam
 Qua ad sanasiam : dubia ad bonam
 Qua ad fungsionam : dubia ad bonam
19

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

1. Gangguan Skizoafektif
Gangguan skizoafektif adalah gangguan dengan ciri skizofrenia dan
gangguan afektif. Kriteria diagnostik skizoafektif sebagian besar merupakan
refleksi perubahan kriteria diagnostik skizofrenia dan gangguan afek atau
mood.1

1.1 Epidemiologi
Prevalensi seumur hidup gangguan skizoafektif kurang dari 1
persen, mungkin berkisar 0,5 sampai 0,8 persen. Sebagian studi
mengenal gangguan skizoafektif telah menggunakan kriteria
diagnosis.
Gangguan skizoafektif tipe depresif lebih sering terjadi pada orang
tua daripada orang muda, dan tipe bipolar lebih sering pada dewasa
muda daripada dewasa tua. Perempuan lebih banyak terutama
perempuan yang sudah menikah, usia awitan untuk perempuan lebih
lanjut dari pada laki-laki. Laki-laki dengan gangguan skizoafektif
mungkin memperlihatkan perilaku antisosial dan mempunyai afek
tumpul yang nyata atau tidak sesuai.1

1.2 Etiologi
Penyebab gangguan skizoafektif masih belum diketahui, tetapi ada
empat model konseptual yaitu skizoafektif dapat berupa tipe
skizofrenia atau gangguan mood. Gangguan skizoafektif mungkin
merupakan ekspresi stimulan skizofrenia dan gangguan mood.
Gangguan skizoafektif mungkin merupakan tipe psikosis ketiga yang
berbeda, yang bukan gangguan skizofrenia ataupun gangguan mood.
Dan terakhir, gangguan skizoafektif adalah kelompok heterogen
gangguan yang mencakup ketiga kemungkinan sebelumnya.
20

Banyak riset genetik tentang skizoafektif berdasarkan pada alasan


bahwa skizofrenia dan gangguan mood merupakan entitas berbeda,
beberapa data menunjukan kedua gangguan tersebut terkait secara
genetis, namun pasien dengan gangguan skizoafektif merefleksikan
perbedaan nonabsolut antara dua gangguan primer sehingga pasien
dengan gangguan skizoafektif menunjukkan hasil yang tidak
konsisten.1

1.3 Diagnosis dan Gambaran Klinis


Kriteria klasik diagnostik untuk penegakan diagnosis skizofrenia
dengan menggunakan kriteria Bleurer:
Terdiri atas 2 bagian kriteria yaitu adanya gejala primer dan gejala
sekunder.
1. Gejala Primer
- Gangguan Afek.
Meliputi gangguan afek yang mulai dari yang paling
ringan yaitu penumpulan afek (afek yang tumpul/dangkal),
kemudian menjadi lebih nyata yaitu afek yang datar, dan
kemudian bentuk yang paling berat yaitu afek yang tidak
sesuai (inappropiate).
- Gangguan Asosiasi
Paling ringan yaitu kelonggaran asosiasi dan yang berat
berupa inkoherensi dan yang paling berat berupa
neologisme.
- Autisme
Fenomena ini merupakan gejala berat yang menunjukkan
bahwa yang bersangkutan sudah psikotik. Autisme
merupakan gabungan antara 2 kondisi, pertama perilaku
autistik, dan kedua cara pikir autistik. Perilaku autistik
dapat ditunjukkan oleh orang normal tetapi masih
dilandasi cara pikir yang normal, dengan alasan yang
21

logis, tetapi bila dilandasi oleh cara pikir yang juga


autistik maka itu baru merupakan fenomena autisme.
Dengan demikian maka semua psikopatologi berat seperti
halusinasi, delusi, dsb merupakan manifestasi dari
fenomena ini. Karena ini terdapat pada semua jenis
psikotik, maka gejala ini saja kurang kuat untuk
mendukung diagnosis skizofrenia. Jadi harus tambahan
gejala lain yang khas skizofrenia.
- Ambivalensi
Gejala ini paling lemah, karena pada orang normalpun ada
gejala ini, dan baru bermakna bila terlalu ekstrim, misal
gerakan ritual motorik yang berlawanan sampai berkali-
kali.
2. Gejala Sekunder
Merupakan gejala psikopatologi berat yang agak khas untuk
skizofrenia, misal delusi yang bizzare dan nonsistimatik, atau
halusinasi perintah yang tak terlawan oleh penderita.
Gejala paling berat ke arah skizofrenia adalah gejala afek dan
gangguan asosiasi, bila hanya satu maka harus didukung oleh
gejala lain yang khas. Sudah tentu harus disingkirkan dulu adanya
gangguan mental organik (GMO) yang juga mempunyai
psikopatologi skizofrenia tetapi dengan kelebihannya yaitu etiologi
organik yang positif.
Kriteria dianostik gangguan skizoafektif berdasarkan DSM-IV-TR:
1. Periode penyakit tidak terputus berupa, pada suatu waktu,
episode defresif mayor, episode manic, atau episode campuran
yang terjadi bersamaan dengan gejala yang memenuhi kriteria
A skizofrenia.
(episode depresif mayor harus mencakup kriteria A1: mood
terdepresi)
22

2. Selama periode penyakit yang sama, terdapat waham atau


halusinasi selama sekurang-kurangnya 2 minggu tanpa gejala
mood yang menonjol.
3. Gejala yang memenuhi criteria episode mood timbul dalam
jumlah yang bermakna pada durasi total periode aktif dan
residual penyakit.
4. Gangguan tidak disebabkan efek fisiologis langsung suatu zat
(contoh; obat yang disalahgunakan, suatu obat) atau keadaan
kesehatan umum.
Tentukan tipe:
Tipe bipolar: jika gangguan mencakup episode manik atau
campuran (atau episode manik atau campuran dan episode
depresif mayor
Tipe depresif: jika gangguan hanya mencakup episode depresif
mayor.1
Kriteria diagnostik berdasarkan PPDGJ III:
F25. Gangguan Skizoafektif
- Daignosis gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala-
gejala definitif adanya skizofrenia dan gangguan afektif sama-
sama menonjol pada saat yang bersamaan (stimultaneously),
atau dalam beberapa hari yang satu sesudah yang lain, dalam
satu episode penyakit yang sama,dan bilamana, sebagai
konsekuensi dari ini, episode penyakit tidak memenuhi criteria
baik skizofrenia maupun episode manic atau depresif.
- Tidak dapat digunakan untuk pasien yang menampilkan gejala
skizofrenia dan gangguan afektif tetapi dalam episode penyakit
berbeda.
- Bila seorang pasien skizofrenia menunjukkan gejala depresif
setelah mengalami suatu episode psikotik, diberi kode
diagnosis F20.4 (Depresi pasca-skizofrenia). Beberapa pasien
dapat mengalami episode skizoafektif berulang, baik berjenis
23

manik (F25.0). Pasien lain mengalami satu atau dua episode


skizoafektif terselip di antara episode manik atau depresif (F30-
F33).
F25.0 Gangguan Skizoafektif Tipe Manik
- Kategori ini digunakan baik untuk episode skizoafektif tipe
manik yang tunggal maupun untuk gangguan berulang dengan
sebagian besar episode skizoafektif tipe manik
- Afek harus meningkat secara menonjol atau ada peningkatan
afek yang tak begitu menonjol dikombinasu dengan iritabilitas
atau kegelisahan yang memuncak.
- Dalam episode yang sama harus jelas ada sedikitnya satu, atau
lebih baik dua, gejala skizofrenia yang khas (sebagiamana
ditetakan untuk skizofrenia, F20-pedoman diagnostik (a)
sampai (d).
F25.1 Gangguan Skizoafektif Tipe Depresif
- Kategori ini harus dipakai baik untuk skizoafektif tipe depresif
yang tunggal, dan untuk gangguan berulang dimana sebagian
besar episode didominasi oleh skizoafektif tipe depresi.
- Afek depresi harus menonjol, disertai oleh sedikitnya dua
gejala khas, baik depresif maupun kelainan perilaku terkait
seperti tercantum dalam uraian untuk episde depresif (F32)
- Dalam episode yang sama harus jelas ada sedikitnya satu, atau
lebih baik dua, gejala skizofrenia yang khas (sebagiamana
ditetakan untuk skizofrenia, F20-pedoman diagnostic (a)
samapi (d)).
F25.3 Gangguan Skizoafektif Tipe Campuran
- Gangguan dengan gejala-gejala skizofrenia (F20.-), berada
secra bersama-sam dengan gejala-gejala afektif bipolar
campuran (F31.6).3
24

1.4 Diagnosis Banding


Diagnosis banding psikiatri biasanya mencakup semua bentuk
gangguan mood dan skizofrenia. Pada setiap diagnosis banding
gangguan psikotik, pemeriksaan medis lengkap harus dilakukan untuk
menyingkirkan penyebab organic gejala. Riwayat penyalahgunaan
obat dengan atau tanpa uji penapisan tosikologi positif dapat
mengindikasikan gangguan terinduksi zat. Keadaan medis
sebelumnya, pengobatan, atau keduanya dapat menyebabkan
gangguan psikotik dan mood. Setiap kecurigaan terhadap kelainan
neurologis perlu didukung dengan hasil pemeriksaan otak untuk
menyingkirkan patologi anatomis dan elektroensefalogram untuk
menentukan setiap gangguan bangkitan yang mungkin (epilepsy lobus
temporalis). Gangguan psikotik akibat gangguan bangkitan sering
terjadi daripada yang terlihat pada populasi umum. Gangguan tersebut
cenderung ditandai dengan paranoia, halusisnasi, dan ide rujukan.
Pasien epileptic dengan psikosis diyakini mempunyai tingkat fungsi
yang lebih baik daripda psien dengan gangguan spectrum skizofrenik.
Kontrol bangkitan yang lebih baik dapat mengurangi psikosis.1

1.5 Perjalanan dan Prognosis


Berdasarkan definisi diagnosis, bisa diharapkan bahwa pasien dengan
gangguan skizoafektif mengalami perjalanan yang sama seperti
gangguan mood episodic, skizofrenia kronik, atau beberapa hasill
intermedia. Adanya peninkatan gejala skizofrenia membuat prognosis
menjadi buruk. Setelah 1 tahun, pasien dengan gangguan skizoafektif
mempunyai hasil yang berbeda yang bergantung apakah gejala
dominan efektif (prognosis lebih baik) atau skizofrenik (prognosis
lebih buruk). Satu studi yang yang mempelajari gangguan skizoafektif
selama 8 tahun mendapatkan hasil pasien tersebut lebih menyerupai
skizofrenia daripada gangguan mood dengan gambaran psikotik.1
25

1.6 Pengobatan
Mood stabilizer adalahcara utama pengobatan gangguan bipolar dan
diharapkan dapat bermanfaat pada pengobatan pasien dengan
gangguan skizoafektif. Satu studi yang membandingkan litium dengan
karbamazepin memperlihatkan superioritas karbamazepin pada
gangguan skizoafektif tipe depresif, tetapi tidak ada perbedaan kedua
agen tersebut untuk tipe bipolar. 1
Pada episode manic, pasien skizoafektif sebaiknya diobati secara
agresif dengan pemberian dosis mood stabilizer dalam kisaran
terapeutik sedang sampai tinggi di dalam darah. Ketika pasien
memasuki fase pemeliharaan, pemberian dosis dapat dikurangi sampai
rentang rendah sampai sedang untuk menghindari efek samping dan
efek potensial terhadap system organ (cth. Tiroid dan ginjal) dan
memudahkan konsumsi dan kepatuhan pengobatan. Pemantauan
laboratorium terhadap konsenstrasi obat dalam plasma dan penapisan
periodic, tiroid, ginjal dan fungsi hematologis harus dilakukan. Seperti
pada semua kasus mania yang sulit disempbuhkan , pemakaian terapi
elektrokonvulsan (ECT) harus dipertimbangkan.1
Berdasarkan definisi, banyak pasien skizoafektif menderita akibat
episode depresif mayor. Pengobatan dengan antidepresan menyerupai
pengobatan depresi bipolar. Perawatan dilakukan tetapi bukan untuk
mencetuskan suatu siklus pergantian cepat dari depresi menjadi mania
dengan antidepresan. Pilihan antidepresan sebaiknya memperhatikan
kegagalan atau keberhasilan antidepresan sebelumnya. Inhibitor
reuptake serotonin selektif (SSRI) (cth. Fluoxentin [Prozac] dan
setralin [Zoloft] sering digunakan sebagai lini pertama. Namun pasien
teragitasi atau insomnia dapat disembuhkan dengan antidepresan
trisiklik. Seperti pada semua kasus depresi, pemakaian ECT sebaiknya
dipertimbangkan. Agen antipsikotik bermanfaat pada pengobatan
gejala psikotik gangguan skizoafektif.1
26

Pengobatan Psikososial
Pasien dapat terbantu dengan terapi keluarga, latihan keterampilan
sosial, dan rehabilitasi kognitif. Oleh karena bidang psikiatri sulit
memeutuskan diagnosis dan prognosus gangguan skizoafektif yang
sebenarnya, ketidakpastian tersebut harus dijeaskan pada pasien.
Kisaran gejala mungkin sangat luas, karena pasien mengalami
keadaan psikosis dan variasi kondisi mood yang terus berlangsung.
Anggota keluarga dapat menghadapi perubahan sifat dan kebutuhan
pasien tersebut. Perlu diberikan regimen obat yang mungkin lebih
rumit. Dengan banyak obat, dan pendidikan psikofarmakologis.1
27

BAB IV
ANALISIS KASUS

Pada penderita ditemukan gangguan persepsi halusinasi auditorik.


Selama wawancara psikiatri, sikap penderita kooperatif dengan verbalisasi yang
jelas dan cara bicara yang sedikit terbata-bata.
Pada penderita dipilih terapi Saphris (asenapine) 1 x 10 mg yang
digunakan untuk mengatasi gangguan suasana perasaan. Saphris merupakan tablet
sublingual. Mekanisme kerja obat dalam mengatasi gangguan suasana perasaan
secara pasti masih belum dipahami. Efikasi obat ini untuk skizofrenia diperoleh
dari aktifitasnya sebagai antagonis pada reseptor D2 dan 5-HT2A.
Sedangkan Clorilex (clozapine) 1 x 12,5 mg merupakan antipsikotik
golongan atipikal yang bersifat multi-acting receptor targeted agents (MARTA)
dan memiliki efek sedatif kuat untuk mengatasi gangguan suasana perasaan yang
pada kasus ini adalah manik.
Trihexyphenidyl 1 x 2 mg digunakan untuk mengurangi efek ekstra
piramidal yang dapat timbul pada penderita akibat penggunaan obat yang bekerja
pada reseptor dopamin.
Selain menggunakan terapi psikofarmaka, penderita juga ditunjang
dengan psikoterapi. Psikoterapi suportif bertujuan agar penderita merasa aman,
diterima, dan dilindungi. Psikoterapi suportif dapat diberikan pada penderita yang
mengalami gangguan proses kognitif, gangguan dalam penilaian realita, gangguan
proses pikir, serta adanya gangguan dalam melakukan hubungan dengan orang
lain. Dalam hal ini diberikan melalui edukasi terhadap pasien agar memahami
gangguannya, cara pengobatan, efek samping yang dapat muncul, pentingnya
kepatuhan dan keteraturan minum obat sehingga pasien sadar dan mengerti akan
sakitnya, dan menjalankan pengobatan secara teratur, tidak dengan terpaksa. Hal
lain yang dilakukan adalah dengan intervensi langsung dan dukungan untuk
meningkatkan rasa percaya diri individu, perbaikan fungsi sosial dan pencapaian
kualitas hidup yang baik sehingga memotivasi pasien agar dapat menjalankan
fungsi sosialnya dengan baik. Keluarga pasien juga diberikan terapi keluarga
28

dalam bentuk psikoedukasi berupa penyampaian informasi kepada keluarga


mengenai penyakit yang dialami pasien serta pengobatannya sehingga keluarga
dapat memahami dan menerima kondisi pasien untuk minum obat dan kontrol
secara teratur serta mengenali gejala-gejala kekambuhan secara dini. Pengertian
kepada keluarga akan pentingnya peran keluarga pada perjalanan penyakit juga
penting untuk disampaikan.
Dalam Islam, psikoterapi dapat menyembuhkan semua aspek psikopatologi,
baik yang bersifat duniawi maupun ukhrawi. Karena itu dengan mendekatkan diri
kepada Allah SWT, maka diharapkan dapat membantu pengobatan gangguan jiwa
pada pasien ini.
Seperti telah disebutkan diatas orang yang terganggu jiwanya seperti ini,
seluruh tindakanya dilakukan diluar kesadaran atau kendali akal, sedang gangguan
sosial atau dampak yang mungkin ditimbulkan tidaklah berdampak luas dan lebih
mudah diatasi. Karena itu seluruh tindakan atau kiprah perilakunya tidak berakibat
hukum.
Pada gangguan skizoafektif dengan peningkatan gejala skizofrenik
diprediksi memiliki prognosis yang lebih buruk. Setelah satu tahun, pasien dengan
gangguan skizoafektif memiliki hasil berbeda yang tergantung pada gejala
dominannya. Apabila gejala dominan adalah gejala afektif, maka pasien memiliki
prognosis lebih baik, namun bila pasien memiliki gejala skizofrenia lebih
dominan, maka prognosisnya menjadi lebih buruk. Bila pasien taat menjalani
terapi, adanya motivasi pasien sendiri untuk sembuh, serta adanya dukungan dari
keluarga yang cukup, maka akan membantu perbaikan pada pasien.1
29

DAFTAR PUSTAKA

1. Sadock, J.B, Virginia, A.S. Kaplan dan Sadock. Buku Ajar Psikiatri
Klinis, Ed. 2. Jakarta: EGC. 2010
2. Ken Duckworth, M.D., and Jacob L. Freedman, M.D. Schizoaffective
disorder. 2012.. cit. Putra, Gangguan Skizoaektif Tipe Manik. 2014.
3. Maslim, Rusdi. Diagnosis Gangguan Jiwa,Rujukan Ringkas PPDGJ-III
dan DSM-5. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya.
2013
4. Melissa Conrad Stöppler. Schizoaffective. Gangguan Skizoafektif Tipe
Manik. 2014.

Anda mungkin juga menyukai