Case Skizoafektif Tipe Manik (DR - Zainie)
Case Skizoafektif Tipe Manik (DR - Zainie)
Case Skizoafektif Tipe Manik (DR - Zainie)
PENDAHULUAN
1
2
BAB II
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. WS
Umur : 24 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Perkawinan : Menikah
Suku/Bangsa : Bali / Indonesia
Pendidikan : SMP (tidak tamat)
Pekerjaan : Tidak bekerja
Agama : Hindu
Alamat : Mulia Jaya, Palembang
Datang ke RS : Selasa, 21 Maret 2017
Cara ke RS : Diantar oleh keluarga
Tempat Pemeriksaan : Poliklinik Rumah Sakit Dr. Ernaldi Bahar
Interpretasi
Pemeriksa Pasien
(Psikopatologi)
Selamat pagi, kak? Pagi Perhatian ada (+)
Namanya siapa kak? Kontak verbal ada (+)
Sunda (berjabat tangan)
(menjabat tangan pasien) Kontak mata ada (+)
Kontak fisik ada (+)
Kami dokter muda yang
Verbalisasi jelas
bertugas hari ini, boleh tanya- Boleh
Cara bicara terbata-
tanya sedikit ga kak?
bata
Kakak kenapa sampai dibawa Mau jalan-jalan dok, ke
kesini? Mall Discriminative insight
Engga, saya mau jalan- terganggu
Kakak lagi sakit sekarang?
jalan ke Mall
Di Kayu Agung, saya
Kakak tau ga ini dimana? Orientasi tempat buruk
diajak ke Mall
Kakak inget ga sekarang tahun
Berapa ya… 2008? Orientasi waktu buruk
berapa?
Kak sunda kalau di rumah
Ga ada
ngapain aja?
Dia (menunjuk suaminya
sambal tertawa). Nanti kita
Beres2 rumah ga? ke mall ya (berbicara Flight of ideas (+)
kepada asisten rumah
tangganya)
5
5. Dewasa
Sebelum muncul keluhan saat ini, Pasien susah memiliki
anak. Anak pertama lahir setelah 5 tahun menikah.
C. Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga dengan gejala penyakit yang sama tidak ada.
Keluarga tidak pernah mengkonsumsi alkohol ataupun obat-obatan
terlarang.
Pasien tampak akrab dan tidak terdapat tanda permusuhan dengan
kakak kandung yang mengantarnya.
Kakak kandung yang mengantar pasien ke RS Ernaldi Bahar
mengataan bahwa pasien tidak memiliki masalah dengan keluarganya,
baik ibu, ayah, kakak kandung lainnya, suami, anak, ipar, dan mertua.
9
: Pasien
: Perempuan
: Laki-laki
D. Riwayat pendidikan
SD : Tamat, tidak pernah tiggal kelas, nilai rata-rata.
SMP : Tidak tamat, berhenti saat kelas 2 SMP, karena
sering sakit.
E. Riwayat pekerjaan
Pasien tidak bekerja. Sehari-hari pasien di rumah bersama suami
mengurus anaknya. Pekerjaan sehari-hari dirumah dibantu oleh asisten
rumah tangga.
F. Riwayat pernikahan
Pasien menikah sekali. Pasien menikah saat berusia 17 tahun atas
dasar suka sama suka. Saat menikah, suami pasien berusia 21 tahun.
Hubungan pasien dan suami tampak harmonis (saat di RS Ernaldi
Bahar, suami bercengkrama dengan hangat kepada pasien, dan pasien
tampak nyaman dengan suaminya) dan dibenarkan oleh kakak kandung
pasien yang menyatakan bahwa suami pasien sehari-hari memberikan
perhatian penuh kepada pasien dan sangat menyayanginya, bahkan suami
10
pasien tidak lagi bekerja keluar rumah, namun mengurus pasien dan
anaknya dirumah.
Pasien dan suami baru memperoleh anak setelah 5 tahun menikah.
Setelah melahirkan, pasien di bawa ke bali oleh suami dikarenakan adat
Bali yang mengharuskan perantau kembali ke kampung halaman minimal
selama 1 tahun jika memiliki anak laki-laki.
Selama 1 tahun di bali, suami pasien menyatakan bahwa pasien
tidak memiliki masalah, baik dengan keluarga dan tetangga di Bali. Pasien
merawat anaknya dibantu oleh suami dan keluarga yang ada di Bali.
Selama di Bali, perekonomian di tanggung oleh keluarga yang ada di Bali.
Ketika di Bali, pasien mulai mengalami perubahan tingkah laku (±
3 bulan yang lalu) yang semakin memberat sejak ± 1 bulan yang lalu,
sehingga pasien dirawat di RSJ Bali.
Karena keluarga merasa perubahan perilaku yang terjadi pada
pasien tidak diketahui penyebabnya, keluarga pasien sempat menganggap
pasien di guna-guna, sehingga keluarga pasien juga mencari pengobatan
alternatif.
G. Agama
Pasien, keluarga (ayah, ibu, kakak-kakak kandung), suami, dan
keluarga suami beragama hindu. Pasien dan keluarga beribadah dengan
rutin. Namun, sekarang pasien tidak terlalu peduli dengan ibadahnya.
V. STATUS MENTAL
Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 21Maret 2017
A. Deskripsi Umum
1. Penampilan
tampak sehat
penampilan tidak sesuai dengan usia (kekanak-
kanakan),
berpakaian rapi
2. Perilaku dan aktivitas psikomotor
Abulia/Hipobulia (-) Autisme (-)
Vagabondage (+) Logore (+)
Impulsivitas (-) Ekopraksi (-)
Mannerisme (-) Mutisme (-)
Kegaduhan Umum (-)
3. Sikap terhadap pemeriksa
Pasien kooperatif pada saat di wawancarai.
C. Pembicaraan
Verbalisasi : Jelas
Cara bicara : Sedikit terbata-bata
D. Gangguan Persepsi
Halusinasi auditorik (+), Halusinasi visual (-),
13
E. Pikiran
1. Proses dan bentuk pikiran
Flight of ideas (+)
2. Isi pikiran
Waham curiga (+)
G. Pengendalian Impuls
Terkendali
H. Daya Nilai
Penilaian realita :RTA terganggu
B. Status Neuologikus
1. GCS: 15
E : Membuka mata spontan (4)
V : Berbicara spontan (3)
M :Gerakan sesuai perintah (5)
2. Fungsi sensorik : Tidak ada kelainan
3. Fungsi motorik : Kekuatan otot tonus otot
5 5 N N
5 5 N N
4. Ekstrapiramidal sindrom :
Tidak ditemukan gejala ekstrapiramidal seperti tremor (-),
bradikinesia (-), dan rigiditas (-).
5. Refleks fisiologis : Normal
15
X. DAFTAR MASALAH
A. Organobiologik
Tidak ditemukan faktor genetik gangguan jiwa (-) dalam keluarga.
Penderita tidak dijumpai gangguan kondisi medik umum berupa
kerusakan otak dan disfungsi otak akibat trauma kepala dan epilepsy.
B. Psikologik
Penderita mengalami halusinasi auditorik (bisikan-bisikan) yang tidak
jelas darimana asalnya serta adanya waham curiga.
C. Keluarga
Penderita sulit memperoleh anak. Penderita baru memperoleh anak
setelah 5 tahun menikah.
3. Clorilex 1 x 12,5 mg
B. Psikoterapi
1. Terhadap penderita
a. Memberikan edukasi terhadap penderita agar memahami
gangguannya lebih lanjut, cara pengobatan dan
penanganannya, efek samping yang dapat muncul, serta
pentingnya kepatuhan dan keteraturan dalam minum obat.
b. Intervensi langsung dan dukungan keluarga dengan cara
meningkatkan aktivitas sehari-hari penderita agar tidak
benyak melamun, seperti kegiatan bercocok tanam di
pekarangan rumah milik penderita.
c. Memotivasi penderita agar tidak merasa putus asa dan
semangat dalam menjalani hidup.
2. Terhadap keluarga
a. Memberikan pendidikan tentang gangguan yang diderita
pasien, termasuk gejala-gejalanya, perjalanan penyakit,
pengobatan, dan lain-lain.
b. Memberikan informasi dan memonitor efek pengobatan.
c. Meningkatkan komunikasi dan keterampilan pemecahan
masalah dalam keluarga.
XII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Qua ad sanasiam : dubia ad bonam
Qua ad fungsionam : dubia ad bonam
19
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
1. Gangguan Skizoafektif
Gangguan skizoafektif adalah gangguan dengan ciri skizofrenia dan
gangguan afektif. Kriteria diagnostik skizoafektif sebagian besar merupakan
refleksi perubahan kriteria diagnostik skizofrenia dan gangguan afek atau
mood.1
1.1 Epidemiologi
Prevalensi seumur hidup gangguan skizoafektif kurang dari 1
persen, mungkin berkisar 0,5 sampai 0,8 persen. Sebagian studi
mengenal gangguan skizoafektif telah menggunakan kriteria
diagnosis.
Gangguan skizoafektif tipe depresif lebih sering terjadi pada orang
tua daripada orang muda, dan tipe bipolar lebih sering pada dewasa
muda daripada dewasa tua. Perempuan lebih banyak terutama
perempuan yang sudah menikah, usia awitan untuk perempuan lebih
lanjut dari pada laki-laki. Laki-laki dengan gangguan skizoafektif
mungkin memperlihatkan perilaku antisosial dan mempunyai afek
tumpul yang nyata atau tidak sesuai.1
1.2 Etiologi
Penyebab gangguan skizoafektif masih belum diketahui, tetapi ada
empat model konseptual yaitu skizoafektif dapat berupa tipe
skizofrenia atau gangguan mood. Gangguan skizoafektif mungkin
merupakan ekspresi stimulan skizofrenia dan gangguan mood.
Gangguan skizoafektif mungkin merupakan tipe psikosis ketiga yang
berbeda, yang bukan gangguan skizofrenia ataupun gangguan mood.
Dan terakhir, gangguan skizoafektif adalah kelompok heterogen
gangguan yang mencakup ketiga kemungkinan sebelumnya.
20
1.6 Pengobatan
Mood stabilizer adalahcara utama pengobatan gangguan bipolar dan
diharapkan dapat bermanfaat pada pengobatan pasien dengan
gangguan skizoafektif. Satu studi yang membandingkan litium dengan
karbamazepin memperlihatkan superioritas karbamazepin pada
gangguan skizoafektif tipe depresif, tetapi tidak ada perbedaan kedua
agen tersebut untuk tipe bipolar. 1
Pada episode manic, pasien skizoafektif sebaiknya diobati secara
agresif dengan pemberian dosis mood stabilizer dalam kisaran
terapeutik sedang sampai tinggi di dalam darah. Ketika pasien
memasuki fase pemeliharaan, pemberian dosis dapat dikurangi sampai
rentang rendah sampai sedang untuk menghindari efek samping dan
efek potensial terhadap system organ (cth. Tiroid dan ginjal) dan
memudahkan konsumsi dan kepatuhan pengobatan. Pemantauan
laboratorium terhadap konsenstrasi obat dalam plasma dan penapisan
periodic, tiroid, ginjal dan fungsi hematologis harus dilakukan. Seperti
pada semua kasus mania yang sulit disempbuhkan , pemakaian terapi
elektrokonvulsan (ECT) harus dipertimbangkan.1
Berdasarkan definisi, banyak pasien skizoafektif menderita akibat
episode depresif mayor. Pengobatan dengan antidepresan menyerupai
pengobatan depresi bipolar. Perawatan dilakukan tetapi bukan untuk
mencetuskan suatu siklus pergantian cepat dari depresi menjadi mania
dengan antidepresan. Pilihan antidepresan sebaiknya memperhatikan
kegagalan atau keberhasilan antidepresan sebelumnya. Inhibitor
reuptake serotonin selektif (SSRI) (cth. Fluoxentin [Prozac] dan
setralin [Zoloft] sering digunakan sebagai lini pertama. Namun pasien
teragitasi atau insomnia dapat disembuhkan dengan antidepresan
trisiklik. Seperti pada semua kasus depresi, pemakaian ECT sebaiknya
dipertimbangkan. Agen antipsikotik bermanfaat pada pengobatan
gejala psikotik gangguan skizoafektif.1
26
Pengobatan Psikososial
Pasien dapat terbantu dengan terapi keluarga, latihan keterampilan
sosial, dan rehabilitasi kognitif. Oleh karena bidang psikiatri sulit
memeutuskan diagnosis dan prognosus gangguan skizoafektif yang
sebenarnya, ketidakpastian tersebut harus dijeaskan pada pasien.
Kisaran gejala mungkin sangat luas, karena pasien mengalami
keadaan psikosis dan variasi kondisi mood yang terus berlangsung.
Anggota keluarga dapat menghadapi perubahan sifat dan kebutuhan
pasien tersebut. Perlu diberikan regimen obat yang mungkin lebih
rumit. Dengan banyak obat, dan pendidikan psikofarmakologis.1
27
BAB IV
ANALISIS KASUS
DAFTAR PUSTAKA
1. Sadock, J.B, Virginia, A.S. Kaplan dan Sadock. Buku Ajar Psikiatri
Klinis, Ed. 2. Jakarta: EGC. 2010
2. Ken Duckworth, M.D., and Jacob L. Freedman, M.D. Schizoaffective
disorder. 2012.. cit. Putra, Gangguan Skizoaektif Tipe Manik. 2014.
3. Maslim, Rusdi. Diagnosis Gangguan Jiwa,Rujukan Ringkas PPDGJ-III
dan DSM-5. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya.
2013
4. Melissa Conrad Stöppler. Schizoaffective. Gangguan Skizoafektif Tipe
Manik. 2014.