Anda di halaman 1dari 13

Talasemia pada Anak Laki-Laki

Selfiani Siagian
102012187
Kelompok A1
Mahasiswi Fakultas kedokteran Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat
Email: selfiani.2012fk187@civitas.ukrida.ac.id

Pendahuluan
Anemia merupakan hal yang sering di temukan pada praktik dokter sehari-
hari.Angaka kejadian di indonesia cukup tinggi terutama pada perempuan. Penyebab
terjadinya anemia cukup banyak, dan perlu di identifikasi untuk melakukan terapi. Salah satu
penyakit yang menyebabkan terjadianya anemia adalah talasemia. Talasemia adalah
sekelompok kelainan genetik yang disebabkan menurunnya kecepatan sintesis rantai α atau
rantai β pada hemoglobin.1
Talasemia dapat klasifikasikan berdasarkan genotipnya seperti talasemia α dan
talasemia β. Talasemia dapat tidak memiliki manifestasi klinik yang nyata atau asimtomatik
atau bermanifestasi klinik yang terutama akan muncul mulai dari masa prenatal sampai usia
anak-anak. Untuk menentukan tipe talasemia akan dibutuhkan pemeriksaan sel darah merah
dan pemeriksaan hemoglobin yang baik. Dalam tulisan ini akan dibahas tentang talasemia
dengan berbagai klasifikasinya.

Pembahasan
Anamnesis
Penderita thalassemia sering sekali bergejala sebagai anemia, beberapa pertanyaan
yang penting kita tanyakan dalam keadaan pasien anemia adalah usia pasien, pada kasus anak
terutama penting untuk mengetahui bagaimana riwayat kehamilan, riwayat proses partus dan
postpartus apakah ada komplikasi atau ada masalah dalam proses tersebut. Nutrisi baik
sesudah dilahirkan juga penting untuk ditanyakan apakah mendapatkan nutrisi yang cukup.
Riwayat penderita dan keluraga sangat penting untuk ditanyakan juga dalam kasus
anemia, hal ini lebih penting lagi dalam kasus thalassemia, karena pada populasi dengan ras
dan etnik tertentu terdapat frekuensi yang tinggi untuk jenis abnormalitas gen thalassemia
yang spesifik. Riwayat pendarahan abnormal juga penting untuk ditanyakan seperti melenan,

1
hematemesis, hemoptysis, dan hematuria. Riwayat transfusi darah, splenektomi, kolelithiasis,
kolesistektomi dan tindakan operasi yang pernah dilakukan juga penting untuk ditanyakan.
Untuk orang dewasa atau anak yang lebih besar juga penting untuk ditanyakan apakah
menggunakan obat-obatan tertentu seperti misalnya NSAID yang dpat menyebabkan erosi
lambung atau obat-obat yang mensupresi sumsum tulang.2

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik ditemukan adanya pucat. Adapun warna pucat dapat dilihat pada
daerah dengan lapisan tanduk epidermisnya paling sedikit yaitu di kuku jari tangan, bibir dan
membrane mukosa, khususnya mulut dan konjungtiva palpebral. 3 Lihat juga apakah ada
sianosis.. Selain itu perlu dilihat apakah ada ikterus bisa dilihat di sklera atau kulit.. Ikterus
menunjukkan adanya hemolisis sel darah merah berlebihan. Selain itu diperiksa juga apakah
adanya pembesar hati dan limpa. Pada penderita talasemia dapat ditemukan pasien memiliki
muka yang khas ( fasies talasemia) karea adanya hiperplasia sumsum tulang.4

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Hematologi: pemeriksaan kadar Hemoglobin, hitung leukosit, hitung
trombosit, hitung eritrosit, LED, hitung retikulosit, sediaan hapus darah tepi untuk menilai
morfologi sel darah, indeks eritrosit (MCV, MCH, MCHC), dan pemeriksaan sumsum tulang.
Dari hasil pemeriksaan tersebut kita dapa mengarahkan diagnosis ke arah thalassemia bila
ditemukan beberapa keadaan. Pada pernderita talasemia ditemukan kadar hemoglobin yang
rendah, anemia mikrositik hipokrom, hitung retikulosit meningkat, pada sediaan apus darah
tepi ditemukan anemia mikrisiter, hipokrom, anisositosis, poikilositosis, sel eritrosit muda
(normoblast), fragmentosit, sel target dan tear drop sel.4,5
Analisis hemoglobin dapat dengan melakukakan elektroforesis hemoglobin atau
dengan metode HPLC. Pemeriksaan ini dapat mengetahui kadar jenis jenis hemoglobin. Pada
talasemia α ditemukan HbH atau Hb Bartz. Sedangkan pada talasemia β terjadi peningkatan
terutama HbF dan juga HbA2, dan HbA mengalami penurunan.
Pada pemeriksaan besi serum dapat meningkat pada thalassemia hal ini terjadi karena
sel darah merah pada thalassemia akan lebih mudah untuk mengalami hemolysis dan
mengakibatkan besi serum menjadi meningkat.
Rontgen tulang, pada keadaan thalassemia tertentu dapat ditemukan kelainan skeletal
dengan rontgen tulang dapat kita temukan adanya peluasan sumsum tulang diikuti dengan
penipisan korteks tulang.4

Diagnosis Kerja
2
Talasemia
Penurunan kecepatan sintesis atau kemampuan produksi satu atau lebih rantai globin
α atau β, ataupun rantai globin yang lainnya, dapat menimbulkan defisiensi produksi
sebagiana atau menyeluruh rantai globin tersebut. Akibatnya, terjadi talasemia yang jenisnya
sesuai dengan rantai globin yang terganggu produksinya. 2 tipe paling umum yaitu talasemia
α, terjadi akibat berkurangnya atau tidak di produksi sama sekali rantai globin α dan
talasemia β terjadi akibat berkurangnya atau tidak di produksi sama sekali rantai globin β.4

Etiologi
Talesemia disebabkan oleh faktor genetik yang menyebabkan kelainan sintesis
hemoglobin. Normalnya setiap molekul hemoglobin dibentuk oleh dua rantai globin.
Hemogblobin orang dewasa pada umumnya 96% adalah Hb A (22) dan 2,5% adalah Hb A2
(22). Pada masa embrio yaitu delapan minggu sebelum terjadinya kehidupan di intrauterin,
hemoglobin yang terbentuk adalah Hb Gower 1(22), Hb Gower 2 (22) dan Hb Portland
(22). Pada masa janin, hemoglobin manusia didominasi oleh Hb F (22). Dan selama masa
janin ini terjadi perubaan rantai yaitu dari  ke  dan  ke . Selanjutnya setelah lahir akan
diproduksi rantai  dan .1
Kelainan sintesis yang terjadi, disebabkan oleh mutasi gen globin pada kromosom
manusia, terutama pada proses regulasi dan ekspresi gen. Gen  terletak pada kromosom 16
dan gen  terletak pada kromosom 11.1

Epidemiologi
Thalasemia β, Dilihat dari distribusi geografiknya maka thalasemia β banyak dijumpai
di Mediterania, Timur Tengah, India, Pakistan, Asia Tenggara, Rusia Selatan, Cina. Jarang di
Afrika kecuali Liberia dan beberapa Afrika Utara sporadic pada semua ras. Di Siprus lebih
banyak dijumpai varian β+ di Asia Tenggara lebih banyak β0. Jika dilukiskan dipeta dunia
terlihat seperti sabuk talasemia dimana Indonesia termasuk didalamnya. Thalasemia α, Sering
di jumpai di asia tenggara, lebih sering dari thalasemia beta.6 Di Indonesia talasemia
merupakan penyakit terbanyak di antara golongan anemia hemolitik dengan penyebab
intrakorpuskuler.7

Patofisiologi
Pada keadaan normal disentesis hemeglobin A (adult : A1) yang terdiri dari dua rantai
alfa dan dua rantai beta. Kadarnya mencapai kurang lebih 95 % dari seluruh hemoglobin.
Sisanya terdiri dari hemoglobin A2 yang mempunyai dua rantai alfa dan dua rantai delta

3
sedangakan kadarnya tidak lebih dari 2 % pada keadaan normal (lihat table). 1 Hemeglobin F
(fetal) setelah lahir fetus senantiasa menurun pada usia 6 bulan mencapai kadar seperti orang
dewasa, yaitu tidak lebih dari 4 % pada keadaan normal. Haemoglobin F terdiri dari dua
rantai alfa dan dua rantai gamma.1,4
Pada thalasemia, terjadi gangguan sintesis satu atau lebih rantai globin. Defek genetic
mengakibatkan pengurangan atau peniadaan sintesis satu atau lebih rantai globin HbA.
Penurunan secara bermakna kecepatan sintesis salah satu jenis rantai globin (rantai  atau
rantai ) menyebabkan sintesis globulin yang tidak seimbang.
Talasemia 
Pada talasemia-, dimana terdapat penurunan produksi rantai  dan terjadi produksi
berlebihan rantai . Produksi rantai  tetap berlanjut pasca kelahiran, namun produksi rantai
globin 22 (HbF) tetap tidak mencukupi untuk mengkompensasi defisiensi 22 (HbA). Hal
ini menunjukkan bahwa produksi rantai  dan rantai  tidak mencukupi untuk mengikat rantai
 yang berlebihan. Rantai  yang berlebihan ini merupakan ciri khas pada patogenesis
talasemia .
Rantai  yang berlebihan, akan berpresipitasi pada prekursor sel darah merah dalam
sumsum tulang dan dalam sel progenitor sel darah tepi, presipitasi ini akan menimbulkan
gangguan pematangan eritroid dan eritopoiesis yang tidak efektif, sehingga umur eritrosit
menjadi lebih pendek. Akibatnya akan timbul anemia. Anemia ini lebih lanjut lagi akan
menjadi pendorong proliferasi eritroid yang terus menerus dalam sumsum tulang yang
inefektif, sehingga terjadi ekspansi sumsum tulang. Hal ini kemudian akan menyebabkan
deformitas skeletal dan berbagai gangguan pertumbuhan dan metabolisme. Anemia kemudian
akan ditimbulkan lagi dengan adanya hemodilusi akibat adanya hubungan langsung darah
akibat sumsum tulang yang berekspansi dan juga oleh adanya splenomegali. Pada limpa yang
membesar makin banyak sel darah merah abnormal yang terjebak, untuk kemudian akan
dihancurkan oleh sistem fagosit. Hiperplasia sumsum tulang kemudian akan meningkatkan
absorpsi dan muatan besi. Transfusi yang diberikan secara teratur juga menambah muatan
besi yang progresif di jaringan berbagai organ, yang akan diikuti oleh kerusakan organ dan
diakhiri dengan kematian, bila besi ini tidak segera dikeluarkan.4
Talasemia 
Patofisiologi talasemia- umumnya sama dengan yang dijumpai pada thalasemia-
kecuali beberapa perbedaan utama akibat delesi atau mutasi rantai globin-. Hilangnya gen
globin- tunggal tidak berdampak pada fenotip. Sedangkan talasemia -2 a- homozigot atau

4
talasemia-1a- heterozigot memberi fenotip seperti talasemia- carrier. Kehilangan 3 dari 4
gen globin- memberikan fenotip tingkat penyakit berap menengah, yang dikatakan sebagai
HbH disease. Sedangkan talasemia 0 homozigot tidak dapat bertahan hidup, disebut sebagai
Hb-Bart’s hydrops syndrome.
Kelainan dasar talasemia  sama dengan talasemia , yakni ketidak seimbangan
sintesis rantai globulin. Namun ada perbedaan besar dalam hal patofisiologi kedua jenis
talasemia ini. Karena rantai- dimiliki bersama oleh hemoglobin fetus ataupun dewas, maka
talasemia- bermanifestasi pada masa fetus. Lalu sifat-sifat yang ditimbulkan akibat produksi
secara berlebihan rantai globulin- dan - yang disebabkan oleh defek produksi rantai
globulin- sangat berbeda dibandingkan dengan akibat produksi berlebihan rantai- pada
talasemia-. Bila kelebihan rantai- tersebut menyebabkan presipitasi pada prekursel
eritrosit, makan talasemia- menimbulkan tetramer yang larut, yakni 4, 4.4

Gejala Klinis
Thalassemia-β
Thalassemia-β dibagi 3 (tiga) sindrom klinik yakni:
Thalassemia – β minor (trait)
Gambaran klinis normal. Hanya ditemukan hepatomegaly dan splenomegali pada
beberapa penderita. Dari hasil pemeriksaan laboraturim dapat ditemukan anemia hemolitk
ringan yang tidak bergejala (asimptomatik). Kadar hemoglobin terentang antara 10 – 13 g%
dengan jumlah eritrosit normal atau sedikit tinggi. Darah tepi menunjukkan gambaran
mikrositik hipokrom, poikilositosis, sel target dan eliptosit, termasuk kemungkinan
ditemukan peningkatan eritrosit stippled. Sumsum tulang menunjukkan hyperplasia eritroid
ringan sampai sedang dengan eritropoeisis yang sedikit tidak efektif. Umumnya kadar HbA 2
tinggi (antara 3,5-8%). Kadar HbF biasanya terentang antara 1-5%. Pada bentuk varian
lainnya yang jarang, ditemukan HbF berkisar antara 5- 20%.4

Thalassemia- β mayor
Thalassemia β mayor, biasanya ditemukan pada anak berusia 6 bulan sampai dengan 2
tahun dengan klinis anemia berat. Bila anak tersebut tidak diobati dengan hipertransfusi
(tranfusi darah yang bertujuan mencapai kadar Hb tinggi) akan terjadi peningkatan
hepatosplenomegali, ikterus, perubahan tulang yang nyata karena rongga sumsum tulang

5
mengalami perluasan akibat hyperplasia eritroid yang ekstrim. Dari pemeriksaan radiologis
gambaran khas “hair on end”. Tulang panjang menjadi tipis akibat ekspanis sumsum tulang
yang dapat berakibat fraktur patologis. Wajah menjadi khas berupa menonjolnya dahi, tulang
pipi dan dagu atas. Pertumbuhan fisik dan perkembangannya terhambat.4
Dari hasil pemeriksaan laboratorium kadar Hb rendah mencapai 3 – 4%. Eritrosit
hipokrom, sangat poikilositosis, termasuk sel target, sel teardrop, dan eliptosit. Fragmen
eritrosit dan mikrosferosit terjadi akibat ketidakseimbangan sintesis rantai globin. Pada darah
tepi ditemukan eritroist stippled dan banyak sel eritrosit bernukleus. MCV terentang antara
50-60 fL. Sel darah merah khas berukuran besar dan sangat tipis, biasanya wrinkled dan
folded mengandung hemoglobin clump. Hitung retikulosit berkisar antara 1 – 8%, dimana
nilai ini kurang berkaitan dengan hyperplasia eritroid dan hemolysis yang terjadi. Rantai
globin – α yang berlebihan dan merusak membran sel merupakan penyebab kematian
prekursor sel darah merah intramedula, sehingga menimbulkan eritropoeisis inefektif.
Elektroforesis Hb menunjukkan terutama HbF, dengan sedikit peningkatan HbA 2. HbA dapat
tidak ada sama sekali atau menurun. Sumsum tulang menunjukkan hyperplasia eritroid
dengan rasio eritroid dan myeloid kurang lebih 20:1. Besi serum sangat meningkat, tetapi
total iron binding capacity (TIBC) normal atau sedikit meningkat. Saturasi transferrin 80%
atau lebih. Ferittin serum biasanya meningkat.4
Thalassemia β intermedia
Gambaran klinis bervariasi dari bentuk ringan- berat yang tidak dapat mentoleransi
aktivitas berat dan dapat ditemukan fraktur patologis. Dari hasil pemeriksaan laboraturium
dapat ditemukan muatan besi berlebih, walaupun tidak mendapat transfusi darah. Eritropoesis
nyata meningkat, namun tidak efektif, sehingga menyebabkan peningkatan turnover besi
dalam plasma, kemudian merangsang penyerapan bisa via saluran cerna. Komplikasi jantung
dan endokrin muncul 10 – 20 tahun kemudian pada penderita thalassemia intermedia.7
Thalassemia- α
Thalassemia – α dapat bermanifestasi dalam empat bentuk sindrom klinik bergantung
kepada nomor gen, pasangan cis dan trans dan julah rantai – α yang diproduksi. Empat
sindrom tersebut adalah silent carrier, thalassemia – α trait, HbH disease dan thalassemia – α
homozigot (hydops fetalis).4
Thalasseia – α trait (minor)
Thalassemia – α trait memiliki genotip yang dapat berupa bentuk homozigot – α + (-α /
-α) atau heterozigot – α ( - - / α α). Gejala klinis yang timbul dapat normal, anemia ringan

6
dengan peningkatan jumlah eritrosit yang mikrositik hipokrom. Pada saat postnatal dapat
ditemukan HbH Bart’s 2 – 10 %. Pada waktu dewasa tidak ditemukan adanya HbH (β4).7
HbH disease
HbH disease disebabkan oleh keadaan yang mengakibatkan hanya ada satu gen yang
memproduksi rantai globin – α ( - - / - α) atau dapat juga disebabkan oleh kkombinasi gen α 0
dengan Hb Constant Spring ( - - / αCSα). Penderita HbH disease pada umumnya mengalami
anemia hemolitik kronik yang ringan sampai sedang. Dari pemeriksaan fisik dapat ditemukan
adanya pembesaran limpa dan terdapat kelainan skeletal. Pemeriksaan laboraturium dapat
ditemukan kadar Hb antara 7 – 10 g%, dan dapat ditemukan retikulosit 5 – 10%. Eritrosit
menunjukkan mikrositik hipokromik dengan poikilositosis yang nyata, termasuk sel target
dan gambaran beraneka ragam. HbH mudah teroksidasi dan in vivo secara perlahan ke bentuk
Heinz-lika bodies dari hemoglobin yang terdenaturasi. Inclusion bodies mengubah bentuk
dan sifat viskoelastika dari eritrosit, menyebabkan umur eritrosit menjadi lebih pendek.
Dalam keadaan ini splenektomi sering memberikan perbaikan. 7,8 Suatu keadaan serius berupa
krisis hemolitik dapat terjadi pada penderita yang mengalami infeksi, hamil atau terpapar
obat-obat oksidatif. Krisis hemolitik dapat menjadi penyebab terdeteksinya kelainan HbH
disease karna pada umumnya HbH disease sering bersifat asimptomatik.
Hydrops Fetalis
Thalassemia – α homozigot ( - -/ - -) tidak dapat bertahan hidup karena sintesis rantai
globin – α tidak terjadi. Bayi lahir dengan hydrops fetalis, yakni bayi mengalami edema
disebabkan penumpukan cairan serosa dalam jaringan fetus akibat anemia berat. Hemoglobin
didominasi oleh Hb Bart’s (γ4), bersama dengan Hb Portland 5 – 2-%, dan sedikit HbH. Hb
Bart’s mempunyai afinitas oksigen yang tinggi, sehingga tidak dapat membawa oksigen ke
jaringan. Fetus dapat bertahan hidup karena adanya Hb Portland, tetapi Hb henis ini tidak
dapat mendukung tahap berikutnya pertumbuhan fetus, dan akhirnya fetus meninggal karena
anoksia berat. Bayi dilahirkan prematur, bayi dapat hidup lalu meninggal beberapa saat
kemudian. Fetus menunjukkan anemia, edema, asites, hepatosplenomegali berat dan
kardiomegali. Rongga sumsum tulang bayi melebar dengan hyperplasia sel-sel eritoid. Hal ini
menunjukkan eritropoeisis ekstrameduler.
Penatalaksanaan
Talasemia α
Pada talasemia α trait umumnya tidak memerlukan pengobatan,, karena anemia
mereka sangat ringan atau tidak ada karena kompensasi dari peningkatan sel darah merah.
Pada penderita HbH disease, anemia yang terjadi ringan sampai sedang. Transfusi darah
7
terkadang dilkukan saat hb sangat rendah. Transfusi yang periodik dan sering adalah hal yang
jarang dibutuhkan.8
Talasemia β
Pada talasemia β minor tidak diperlukan terapi. Pada Talasemia intermedia transfusi
hanya diberikan jika ada indikasi seperti: gangguan pertumbuhan, kondisi stress sementara
(kehamilan, infeksi) manifestasi klinis anemia, gagal jantung kongestif, ulkus tungkai.4
Untuk pasien dengan thalassemia – β mayor, transfusi darah yang teratur perlu
dilakukan untuk mempertahankan hemoglobin diatas 10g/dl setiap saat. Hal ini biasanya
membutuhkan 2-3 unit tiap 4-6 minggu. Darah segar yang telah disaring untuk memisahkan
leukosit, menghasilkan eritrosit dengan ketahanan yang terbaik dan reaksi paling sedikit.
Hemosiderosis adalah akibat terapi transfusi jangka panjang yang tidak dapat dihindari
karena setiap 500 ml darah membawa kira-kira 200 mg besi ke jaringan yang tidak dapat
diekskresikan secara fisiologis. Terapi kelasi besi digunakan untuk mencegah dan mengobati
penimbunan besi. Obat-obat yang digunakan beserta dosis yang direkomendasikan terdapat
pada tabel 1.4
Tabel 1. Terapi Kelasi Besi pada Penderita Talasemia.
4
Terapi Rekomendasi

Deferasirox  Dosis awal 20 mg/kg/hari pada pasien yang cukp sering


mengalami transfuse
 30 mg/kg/hari pada pasien dengan kadar kelebihan besi yang tingi
 10-15 mg/kg/hari pada pasien dengan kadar kelebihan besi yang
rendah
DFO  20-40 mg/kg (anak-anak), = 50-60 mg/kg (dewasa
 Anak < 3 tahun, kurangi dosis dan lakukan pemantuan
pertumbuhan dan perkembangan tulang.
Deferiprone  75 mg/kg/hari
 Dapat kombinasikan dengan DFO bila DFO tidak efektif
Pada masa lalu, penderita thalasemia β mayor yang secara rutin mendapat transfuse
darah akan meninggal saat usia belasan tahun akibat penumpukan besi. Namun sekarang
pasien thalasemia β mayor dapat mengikuti terapi regimen transfuse dan kelasi besi.
Pengobatan dengan kelasi besi ini menaikan tingkat harapan hidup pasien hingga mencapai
usia 30-an. Asam folat diberikan 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat
jika asupan diet buruk.
Splenektomi, dengan indikasi limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak
penderita, menimbulkan peningkatan tekanan intraabdominal dan bahaya terjadinya ruptur,

8
juga dilakukan untuk mengurangi kebutuhan darah. Splenektomi sebaiknya dilakukan pada
umur 5 tahun keatas saat fungsi limpa dalam sistem imun dapat diambil alih oleh organ
lomfoid.5 Imunisasi terutama terhadap virus hepatitis B dan C perlu dilakukan untuk
mencegah infeksi virus tersebut melalui tubuh. Secara berkala dilakukan pemantauan fungsi
organ seperti jantung, hati, paru, endokrin termasuk kadar glukosa darah, gigi, telinga, mata,
dan tulang. Transplantasi sel punca alogenik menawarkan kemungkinan sembuh permanen.
Tingkat keberhasilan adalah 80-90% pada pasien-pasien mudah dengan kelat yang baik tanpa
fibrosis hati atau hepatomegali.1

Komplikasi
Penumpukan besi, pada penderita talasemia dapat terjadi kadar besi berlebihan karena
penyakit ini sendiri atau dari transfusi berulang yang diterima. Terlalu banyak besi akan
membuat gangguan pada hati, jantung, dan sistem endokrin, termasuk mempengaruhi
hormon-hormon yang diproduksi. Penderita talasemia juga memiliki peningkatan resiko
terhadap infeksi apalagi jika telah dilakukan splenektomi.9
Deformitas tulang dapat terjadi pada talasemia karena ekspansi sumsum tulang, yang
akan membuat tulang menjadi lebar. Akibatnya akan membuat stuktur tulang menjadi
abnormal terutama di muka dan tenkorak. Ekspansi sumsum tulang ini juga membuat tulang
menjadi lebih tipis dan rapuh, meningkatkan resiko terjadinya fraktur.
Splenomegaly, Limpa memmbantu melawan infeksi dan menyaring materi yang tidak
dibutuhkan, seperti sel darah merah tua atau sel darah merah yang rusak. Talasemia sering
diikuti dengan terjadinya destruksi pada banyak sel darah merah, dan hal ini menyebabkan
limpa membesar. Splenomegali dapat makin memperberat anemia karena dapat mengurangi
hidup sel darah merah yang ditransfusi.
Hambatan pertumbuhan, anemia dapat menyebabkan pertumbuhan terhambat.
Pubertas juga mungkin terlambat pada anak dengan talasemia. Selain itu, gkelainan jantung
seperti gagal jantung kongestif dan aritmia juga berkaitan dengan talasemia berat.9

Pencegahan
Konseling genetik. Talasemia dapat diturunkan dari pasien yang asimtomtik, jika
kedua orangtua merupakan karier. Diperlukan diagnosis yang pasti untuk konseling pada
pasangan tentang resikonya. Dokter yang telah ahli akan mengidentifikasi resiko yang akan
terjadi agar pasangan orangtua mengerti akan kondisi yang akan terjadi.
Metode yang lebih modern untuk mengidentifikasi janin dalam kandungan sebelum
lahir atau disebut PND (Pre Natal Diagnosis). Indikasi untuk melakukan prosedur ini kepada

9
wanita yang hamil yaitu, keduanya adalah talasemia α 1 karier, keduanya adalah talasemia β
karier, satu talasemia β karier, sementara satunya hemoglobin e karier. PND dilakuakn
dengan USG pada akhir trimester pertama dengan chorionic vili sampling (CVS) yang
dilakukan dokter ahli.10

Prognosis
Bayi dengan Hb Barts hidrop fetalis meninggal dalam kandungan atau bisa lahir tapi
meninggal beberapa jam setelah dilahirkan. Beberapa pasien dengan HbH disease bisa hidup
dengan usia penuh. Pasien dengan talasemia β intermedia dapat diharapkan untuk hidup
hingga usia pertengahan, walaupun begitu penumpukan besi dan kelainan tulang dapat terjadi
pada dekade ketiga. Sedangkan pasien talasemia β major yang menjalankan terapi transfusi
dan kelasi besi yang baik memiliki harapan hidup hingga usia 30-40 tahun.11

Diagnosis Banding
Anemia Defisiensi Besi
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan
besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron store) yang pada
akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang. ADB ditandai oleh anemia
hipokrom mikrositer dan hasil laboratorium yang menunjukkan cadangan besi kosong.
Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh karena rendahnya masukan besi, gangguan
absorbsi, serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun:4
Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun dapat berasal dari saluran cerna:
akibat dari tukak peptik, pemakaian salisilat atau NSAID, kanker lambung, kanker kolon,
divertikulosis, hemoroid dan infeksi cacing tambang, terjadi hematuria atau hemoptoe.
Faktor nutrisi, akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan, atau kualitas besi
(bioavailabilitas) besi yang tidak baik (makanan banyak serat, rendah vitamin C, dan rendah
daging). kebutuhan besi meningkat : seperti pada prematuritas. Gangguan absorbsi besi :
gastrektomi, tropical sprue atau kolitis kronik.
Gejala anemia defisiensi besi dapat digolongkan menjadi 3 golongan besar, yaitu:
Gejala umum: disebut sebagai sindrom anemia dijumpai pada anemia defisiensi besi apabila
kadar hemoglobin turun di bawah 7-8 g/dl. Gejalanya berupa badan lemah, lesu, cepat lelah,
mata berkunang-kunang, serta telinga mendenging. Anemia bersifat simtomatik jika
hemoglobin telah turun di bawah 7 g/dl. Pada pemeriksaan fisik dijumpai pasien yang pucat,
terutama pada konjungtiva dan jaringan di bawah kuku.4

10
Gejala khasnya adalah koilonychia (yaitu kuku sendok, kuku menjadi rapuh, bergaris-
garis vertikal dan menjadi cekung), atrofi papil lidah (permukaan lidah menjadi licin dan
mengkilap karena papil lidah menghilang), stomatitis angularis/cheilosis (adanya keradangan
pada sudut mulut sehingga tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan), disfagia (nyeri
menelan karena kerusakan epitel hipofaring), atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan
akhloridia, pica (keinginan untuk memakan bahan yang tidak lazim).
Anemia hipokromik mikrositer pada hapusan darah tepi, atau MCV <80 fl dan MCHC <31 %
dengan salah satu dari:
1. Dua dari tiga parameter di bawah ini : besi serum <50 mg/dl , TIBC >350 mg/dl, saturasi
transferin <15%,
2. Feritin serum <20 mg/l,
3. Pengecatan sumsum tulang dengan biru prusia menunjukkan cadangan besi (butir-butir
hemosiderin) negatif,
4. Dengan pemberian sulfas ferosus 3x200 mg/hari (atau preparat besi lain yang setara)
selama 4 minggu disertai kenaikkan kadar hemoglobin lebih dari 2 g/dl.
Anemia pada Penyakit Kronik
Salah satu anemia yang paling sering terjadi pada pasien yang menderita berbagai
penyakit keganasan (misalnya karsinoma, limfoma, dan sarkoma) dan radang kronik baik
yang infeksi (misalnya abses paru, tuberculosis, osteomielitis, pneumonia, endokarditis
bakterialis) dan non infeksi (misalnya arthritis rematoid, lupus eritomatosus sistemik dan
penyakit jaringan ikat lain, sarkoidosis, penyakit Crohn).4 Gambaran khasnya adalah:
1. Indeks dan morfologi eritrosit normositik normokrom atau hipokrom ringan (MCV
jarang < 75 fl)
2. Anemia bersifat ringan dan tidak progresif (hemoglobin jarang kurang dari 9,0 g/dl) –
beratnya anemia terkait dengan beratnya penyakit
3. Baik kadar besi serum maupun TIBC menurun, kadar sTfr normal
4. Kadar feritin serum normal atau meningkat
5. Kadar besi cadangan di sumsum tulang (retikuloendotel) normal tetapi kadar besi
dalam eritroblas berkurang.
Patogenesis anemia ini tampaknya terkait dengan menurunnya pelepasan besi dari
makrofag ke plasma, memendeknya umur eritrosit, dan respons eritropoetin yang tidak
adekuat terhadap anemia yang disebabkan oleh efek sitokin seperti IL-1 dan TNF pada
eritipoiesis. Anemia ini hanya terkoreksi dengan keberhasilan pengobatan penyakit yang
mendasari, dan tidak berespons terhadap terapi besi walaupun kadar besi serum rendah.
Pemberian eritropoietin rekombinan memperbaiki keadaan anemia pada beberapa kasus. Pada
11
banyak keadaan, anemia ini dipersulit oleh anemia yang disebbakan oleh penyebab lain,
seperti defisiensi besi, folat, gagal ginjal, kegagalan sumsum tulang, hipersplenisme, kelainan
endokrin, anemia leukoeritroblastik,dll.4

Kesimpulan
Talasemia merupakan kelainan pada sintesis rantai globin yang diakibatkan terjadinya
defek genetik pada kromosok 11 atau 16 yang mengatur sintesis rantai globin. Akibatnya
terjadi penurunan sintesis hemoglobin normal dan menimbulkan anemia dengan derajat
keparahan berbeda-beda tergantung dengan defek gen yang terjadi. Pada umumnya talasemia
dibagi menjadi talasemia α dan talasemia β. Gejala klnis yang ditemukan pada pasien
talasemia adalah gejala-gejala anemia seperti pucat, cepat lelah lalu ikterus,
hepatosplenomegali, deformitas tulang terutama yang terlihat pada wajah pasien.
Berdasarkan yang telah dijelaskan pada tulisan ini, maka hipotesis yang diambil pada kasus
benar.

Daftar Pustaka
1. Hoffbrand AV. Kapita selekta hematologi. Edisi 6. Jakarta: EGC; 2013. h. 82-91.
2. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Erlangga: Jakarta; 2007. h. 85.
3. Bickley LS, Szilagyi PG. Bates buku ajar pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan.Edisi
8. Jakarta: EGC; 2009. h.103.
4. Sudoyo AW,Setiyohadi B,Alwi I,Simadibrata M,Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam
jilid ii. Edisi 5. Jakarta: Interna Publishing; 2009. h.1112-3;1378-93.
5. Mansjoer A, Trianti K, Savitri R, dkk. Kapita selekta kedokteran. Edisi 3. Jilid 1. Jakarta:
Media Aesculapius; 2008. h.498.
6. Bakta IM, Hematologi klinik ringkas. Jakarta: EGC; 2007. h.89-96.
7. Abdoerrachman MH, Afiandi MB, Agusman S, Alatas H, dkk. Ilmu kesehatan anak. Jilid
1. Jakarta: Bagian ilmu kesehatan anak FKUI; 2007. h.444-7.
8. Harteveld CL, Higgs DR. Review α-thalassemia. Orphaned journal of rare diseases.
2010;5:13.

12
9. Talluri SB, Datta V, Guttula SGB. An overview on thalassemia. International research
journal for inventions in pharmaceutical sciences. 2013;1:1-12.
10. Vanichsetakul P. Thalassemia: detection, management, prevention and curative treatment.
The Bangkok medical journal. 2010:113-8.
11. Copstead LE, Banasik J. Pathophysiology. Edisi 5. Sydney. 2013: Elsevier; 2013. h.277

13

Anda mungkin juga menyukai