Anda di halaman 1dari 7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Biofeedback adalah teknik pengaturan diri di mana pasien belajar
mengendalikan secara sadar proses tubuh involunter / tidak sadar. Intervensi
ini memerlukan peralatan khusus untuk mengubah sinyal fisiologis menjadi
sinyal visual dan pendengaran, serta praktisi biofeedback terlatih untuk
memandu terapi. Menggunakan layar seperti monitor komputer, pasien
mendapatkan umpan balik yang membantu mereka mengembangkan kontrol
atas fisiologi mereka. Sama seperti melihat ke cermin memungkinkan
seseorang untuk melihat dan mengubah posisi, ekspresi, dll., Biofeedback
memungkinkan pasien untuk melihat ke dalam tubuh mereka, dengan praktisi
terlatih yang berfungsi sebagai panduan mengarahkan mereka untuk
menggunakan umpan balik untuk mengatur fisiologi mereka dalam arah yang
sehat.1
Surface electromyography (sEMG) mungkin merupakan variabel
fisiologis yang paling umum yang dipantau menggunakan biofeedback.
Umpan balik sEMG digunakan dalam berbagai penyakit seperti nyeri kepala
tipe tension, nyeri kronis, tortikolis spasmodik, dan disfungsi sendi
temporomandibular. Umpan balik elektroensefalografi (EEG), juga disebut
neurofeedback, digunakan dalam ADHD dan epilepsi dan semakin menjadi
fokus penelitian dan aplikasi lainnya.1
Beberapa variabel lain yang biasa dipantau ketika tujuan biofeedback
adalah untuk mengurangi respons simpatik. Ini termasuk denyut jantung, laju
respirasi, suhu permukaan kulit (di ujung jari), konduktansi kulit dan
variabilitas detak jantung. Informasi fisiologis ini biasanya tidak dilihat
sebagai berada di bawah kendali sadar, tetapi biofeedback menyediakan data
real-time, membantu membawa proses fisiologis seperti itu di bawah kendali
pasien. Gangguan umum yang ditangani dengan cara ini termasuk hipertensi,
kecemasan dan kondisi medis yang diperburuk oleh stres. Biofeedback juga
membantu membuat pasien sadar akan pikiran, perasaan, dan perilaku yang
berkaitan dengan fisiologi mereka. Seiring waktu, mereka dapat belajar
mengatur diri sendiri tanpa layar umpan balik di depan mereka.1

B. Indikasi
Individu dapat dirujuk untuk terapi biofeedback baik sebagai alternatif
atau terapi ajuvan. Perawatan saat ini mungkin menghasilkan respon yang
tidak memadai atau bahkan tidak ada respon sama sekali. Individu yang tidak
toleran terhadap obat atau untuk pasien yang memiliki kontraindikasi
pengobatan farmakologi (misalnya pasien hamil atau pasien sedang
menyusui) dapat dirujuk untuk terapi biofeedback. Pasien yang karena alasan
tertentu tidak mengikuti rejimen pengobatan saat ini juga dapat menunjukkan
respon terhadap terapi biofeedback. Individu yang mengalami stres dimana
stres tersebut berpengaruh terhadap kondisi medis mereka dapat dirujuk
untuk terapi biofeedback yang dikombinasikan dengan psikoterapi.1

C. Klasifikasi
Pengukuran biofeedback yang sering digunakan dalam rehabilitasi
fisik dapat dikategorikan sebagai fisiologis atau biomekanik. Sistem fisiologis
tubuh yang dapat diukur untuk menyediakan biofeedback adalah sistem
neuromuskuler, sistem pernapasan dan sistem kardiovaskular, sementara
biofeedback biomekanik melibatkan pengukuran gerakan, kontrol postural
dan kekuatan.2
a. Biofeedback Fisiologis
1) Biofeedback Neuromuskular
Sistem neuromuskular adalah sistem saraf dan
muskuloskeletal yang bekerja sama untuk menghasilkan gerakan.
Pengukuran dari sistem ini dapat digunakan untuk menyediakan
biofeedback neuromuskular. Metode biofeedback neuromuskular
yang digunakan dalam rehabilitasi fisik termasuk biofeedback
EMG dan pencitraan ultrasound real time (RTUS) biofeedback.
EMG biofeedback adalah metode melatih kembali otot
dengan menciptakan sistem umpan balik baru sebagai hasil dari
konversi sinyal myoelectric di otot menjadi sinyal visual dan
pendengaran. RTUS mampu memberikan umpan balik langsung
secara real-time dari aktivitas otot dengan memungkinkan
pengguna untuk secara langsung melihat perubahan bentuk atau
panjang otot pada layar.3
2) Biofeedback Kardiovaskular
Langkah-langkah kardiovaskular yang dapat digunakan
untuk memberikan biofeedback real time termasuk denyut jantung
(HR) dan variabilitas detak jantung (HRV). Tekanan darah dan
suhu kulit adalah metode biofeedback offline. HR biofeedback
adalah pendekatan terapeutik yang memungkinkan pasien untuk
mengontrol denyut jantung mereka dengan cara representasi
langsung dari nilai numerik HR pada perangkat yang dapat
dikenakan seperti jam tangan atau layar genggam.
3) Biofeedback Respirasi
Biofeedback respirasi diberikan dengan mengukur
pernapasan menggunakan elektroda atau sensor yang menempel di
perut dan dengan mengubah pernapasan menjadi sinyal
pendengaran dan visual bagi pengguna. Melatih pernapasan
diafragma pada pasien dengan penyakit pernapasan adalah cara
paling umum untuk melakukan biofeedback pernapasan. Laporan-
laporan menyarankan bahwa bantuan pernapasan diafragma dan
relaksasi sistemik sama efektifnya dengan propranolol dalam
mengurangi frekuensi, keparahan dan durasi sakit kepala migren
setelah enam bulan terapi.4
b. Biofeedback Biomekanik
Biofeedback biomekanik melibatkan pengukuran gerakan,
kontrol postural dan kekuatan yang dihasilkan oleh tubuh. Sensor
inersial, pelat gaya, elektrogoimeter, unit tekanan biofeedback dan
sistem berbasis kamera adalah semua perangkat pengukuran yang dapat
digunakan untuk memberikan biofeedback biomekanik. Biofeedback
biomekanik lebih kompleks daripada biofeedback fisiologis karena,
satu perangkat pengukuran dapat digunakan untuk menyampaikan
berbagai jenis umpan balik biomekanik.5

D. Mekanisme Kerja Biofeedback


Terapi biofeedback adalah proses pelatihan berbeda dengan
pengobatan. Sama seperti mengajarkan cara mengikat sepatu atau
mengendarai sepeda, orang yang menjalani terapi biofeedback harus berperan
aktif dan berlatih untuk mengembangkan keterampilan. Daripada menerima
perawatan secara pasif, pasien adalah pelajar aktif.
Ketika seorang pasien datang untuk terapi biofeedback klinis,
penekanan ditempatkan pada edukasi. Karena sensor ditempatkan pada kulit
pasien, terapis menjelaskan apa yang akan diukur oleh setiap sensor,
meyakinkan pasien bahwa sensor tidak menyebabkan rasa sakit atau
guncangan melainkan hanya merekam sinyal dari tubuh dan menampilkan
sinyal tersebut di layar. Terapis memilih tampilan sinyal yang
memperhitungkan baik kebutuhan dan keterbatasan individu yang dilihat, dan
kemudian menjelaskan setiap sinyal. Ini mungkin sesederhana 'garis hijau
adalah tegangan otot, garis biru adalah suhu', dll. Pasien kemudian diajarkan
bagaimana sinyal yang ditampilkan berhubungan dengan fisiologi mereka.
Misalnya, terapis mungkin mengatakan, ‘angkat bahu anda’ atau
‘mengerutkan wajah anda,’ menggunakan sinyal tegangan otot di layar untuk
menunjukkan respons fisiologis pasien.
Pasien juga ditunjukkan bagaimana fisiologi mereka reaktif terhadap
rangsangan mental, terutama situasi sstres. Ini sering dilakukan dengan
penilaian psikofisiologis termasuk serangkaian kegiatan dan pemulihan.
Pasien pertama kali diminta untuk rileks, dan kemudian mereka diminta
untuk terlibat dalam aktivitas yang menimbulkan stres seperti Stroop Color –
Word Test atau Serial Sevens Test sebelum sekali lagi diminta untuk
bersantai. Terapis kemudian dapat menghentikan umpan balik dan
menunjukkan pasien reaktivitas fisiologisnya terhadap tugas mental, serta
tingkat dan kecepatan fisiologi kembali ke nilai awal. Pada titik ini terapis
dapat menjelaskan nilai optimal untuk setiap variabel fisiologis yang diukur
serta bagaimana mereka berhubungan dengan kesehatan pasien. Sebagai
contoh, terapis mungkin berkata, "Menjaga garis hijau di bawah dua
microvolts berarti otot Anda sudah rileks". Ini mungkin juga terkait dengan
kondisi pasien saat ini dengan mengatakan sesuatu seperti 'Jika Anda berlatih
melepaskan tegangan di otot-otot ini, maka Anda akan mengalami sakit
kepala lebih jarang atau dengan intensitas kurang'. Terapis kemudian dapat
memberikan pasien dengan saran tentang bagaimana mengurangi stres. Aspek
terakhir dari pelatihan biofeedback adalah penguatan oleh terapis bahwa
pasien melakukan pekerjaan dengan baik dan lebih mengontrol pemulihan
dan kesehatannya.6

E. Eektivitas Terapi Biofeedback


Pada tahun 2001, Task Force of the Association for Applied
Psychophysiology and Biofeedback and the Society for Neuronal Regulation
menguraikan kriteria untuk tingkat efikasi klinis berbasis bukti intervensi
psikofisiologis.
a. Level 1: Tidak didukung secara empiris
b. Level 2: Possibly Efficacious
c. Level 3: Probably Efficacious
d. Level 4: Efektif
e. Level 5: Efektiif dan Spesifik
Dengan menggunakan kriteria yang diuraikan di atas, Yucha dan
Montgomery menilai bukti saat ini tentang keefektifan terapi biofeedback
pada berbagai penyakit dan melaporkannya pada tahun 2008. Peringkat ini
dirangkum dalam Tabel 1. Perlu diingat bahwa jika suatu kondisi memiliki
peringkat efikasi yang lebih rendah, ini tidak menunjukkan bahwa
biofeedback tidak membantu dalam kondisi itu, tetapi penelitian yang relevan
belum dilakukan.7

Tabel 1.Efektivitas terapi biofeedback pada beberapa kondisi medis7


Level 5 Efficacious and specific Level 2 Possibly efficacious
Urinary incontinence (females) Asthma
Autism
Level 4 Efficacious Bell’s palsy
Anxiety Cerebral palsy
Attention deficit hyperactivity disorder Chronic obstructive pulmonary disease
Chronic pain Coronary artery disease
Constipation (adult) Cystic fibrosis
Epilepsy Depressive disorders
Headache (adult) Erectile dysfunction
Hypertension Fibromyalgia/chronic fatigue syndrome
Motion sickness Hand dystonia
Raynaud’s disease Irritable bowel syndrome
Temporomandibular disorder Post-traumatic stress disorder
Repetitive strain injury
Respiratory failure: mechanical
Level 3 Probably efficacious ventilation
Alcoholism/substance abuse Stroke
Arthritis Tinnitus
Diabetes mellitus Urinary incontinence (children)
Faecal incontinence
Headache (paediatric) Level 1 Not empirically supported
Insomnia Eating disorders
Traumatic brain injury Immune function
Urinary incontinence (males) Spinal cord injury
Vulvar vestibulitis Syncope
DAFTAR PUSTAKA

1. Frank DL, Khorshid L, Kiffer JF, Moravec CS, McKee MG. Biofeedback in
medicine: who, when, why and how? Ment Health Fam Med. Juni
2010;7(2):85–91.
2. Giggins OM, Persson U, Caulfield B. Biofeedback in rehabilitation. J
NeuroEngineering Rehabil. 2013;10(1):60.
3. Hides JA, Richardson CA, Jull GA. Use of real-time ultrasound imaging for
feedback in rehabilitation. Man Ther. Agustus 1998;3(3):125–31.
4. Kaushik R, Kaushik RM, Mahajan SK, Rajesh V. Biofeedback assisted
diaphragmatic breathing and systematic relaxation versus propranolol in long
term prophylaxis of migraine. Complement Ther Med. September
2005;13(3):165–74.
5. Davis JR, Carpenter MG, Tschanz R, Meyes S, Debrunner D, Burger J, dkk.
Trunk sway reductions in young and older adults using multi-modal
biofeedback. Gait Posture. April 2010;31(4):465–72.
6. Schwartz MS, Andrasik F, editor. Biofeedback: a practitioner’s guide. 4 ed.
New York: The Guilford Press; 2016.
7. Tan G, Shaffer F, Lyle R, Teo I, Association for Applied Psychophysiology
and Biofeedback. Evidence-based practice in biofeedback and neurofeedback.
2017.

Anda mungkin juga menyukai