1
BAB I
PENDAHULUAN
Gastroenteritis atau yang biasa disebut diare, masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat di negara berkembang termasuk di Indonesia dan merupakan salah
satu penyebab kematian dan kesakitan tertinggi pada anak, terutama usia di bawah
5 tahun. Di dunia, sebanyak 6 juta anak meninggal tiap tahunnya karena diare.
Hasil Riskesdas 2007 diperoleh bahwa diare masih merupakan penyebab kematian
bayi yang terbanyak yaitu 42% dibanding penyakit pneumonia 24%,
meningitis/ensefalitis 9%, kelainan saluran cerna 7%, kelainan jantung kongenital
dan hidrosefalus 6%, lain-lain seperti malnutrisi, TB, campak sebanyak 5%, sepsis
4% dan tetanus 3%, untuk golongan usia 1-4 tahun penyebab kematian karena
diare ada 25,2%.
Insiden dan period prevalen diare berdasarkan Riskesdas 2013, di Papua
terdapat (6,3% dan 14,7%), Sulawesi Selatan (5,2% dan 10,2%), Aceh (5,0% dan
9,3%), Sulawesi Barat (4,7% dan 10,1%) dan Sulawesi Tengah (4,4% dan 8,8%)
sedangkan Jawa Barat terdapat (3,9% dan 7,5 %). Pada tahun 2015, didapatkan
data terjadinya 18 KLB diare yang tersebar di 11 provinsi dan 18 kabupaten/kota
di Indonesia. Di Depok sendiri didapatkan data pada tahun 2011, kasus diare yang
ditemukan sebesar 41.269 (51,65%), tahun 2012 sebesar 20.604 (39,28%), tahun
2013 sebesar 34.676 (85,3%), tahun 2014 sebesar 34.548 (79,4%) dan tahun 2015
sebesar 18.109 (40,2%).
Sebagian besar diare diakibatkan karena infeksi yang menyebabkan terjadinya
pengeluaran toksin yang dapat menimbulkan gangguan sekresi dan reabsorpsi cairan
dan elektrolit dengan akibat dehidrasi, gangguan keseimbangan elektrolit dan
gangguan asam basa. Cara penularan diare pada umumnya melalui fekal oral yaitu
melalui makanan atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak
langsung tangan dengan penderita atau barang-barang yang telah tercemar tinja
penderita atau tidak langsung melalui lalat (4F: field, flies, fingers, fluid).
Diperkirakan ada 20-80% anak di dunia yang terkena diare akibat infeksi rotavirus.
Rotavirus juga merupakan penyebab kematian pada 440.000 anak dengan diare per
tahunnya di seluruh dunia. Penelitian yang dilakukan di 6 rumah sakit di
2
Indonesia menunjukan bahwa sekitar 55% kasus diare akut pada balita disebabkan
oleh rotavirus. Baik di negara maju dan negara berkembang, rotavirus masih
merupakan penyebab tertinggi diare pada balita. Di Amerika Serikat didapatkan
sekitar 2,7 juta anak di bawah 5 tahun menderita rotavirus tiap tahunnya, sedangkan
di negara berkembang, 20% sampai 70% pasien rawat inap dan 800.000 dari 3 juta
kematian karena diare tiap tahunnya disebabkan karena rotavirus.
Diare karena infeksi virus umumnya bersifat self limiting. Selain virus,
masih banyak faktor yang dapat menyebabkan diare. Hal yang bisa menyebabkan
anak mudah terserang penyakit diare adalah perilaku hidup masyarakat yang
kurang baik dan keadaan lingkungan yang buruk. Balita adalah kelompok umur
yang rawan gizi dan rawan penyakit, utamanya penyakit infeksi karena daya tahan
tubuhnya yang masih lemah.
Penyebab utama kematian pada diare adalah karena dehidrasi sehingga
tatalaksana awal yang perlu dilakukan adalah dengan rehidrasi dengan cairan
oralit osmolaritas rendah. Tatalaksana lain yang perlu dilakukan adalah dengan
memberikan dukungan nutrisi yang baik, suplementasi zinc, antibiotik selektif
1,2,3,4,5
(sesuai indikasi) dan edukasi bagi orang tua pasien.
3
BAB II
LAPORAN KASUS
STATUS PASIEN
I. Identitas
Identitas Pasien
Nama Lengkap : An. Shallum Q
No. RM : 138757
Tanggal Lahir : 9 Agustus 2010
Umur : 6 tahun 8 bulan
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : Sekolah
Alamat : Sukamaju Baru RT 03/11 No 11
Tanggal masuk RS : 12 April 2017
Tanggal keluar RS : 15 April 2017
II. ANAMNESIS
Alloanamnesis dengan ibu kandung dan bapak kandung pasien pada tanggal 12
April 2017
Keluhan Utama : Mencret ± 7 kali SMRS.
Keluhan tambahan: demam dari 1 hari yang lalu, nyeri perut (+), mual muntah
(+), batuk (+)
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang dibawa oleh orang tuanya ke IGD RS Sentra Medika Cisalak pada
tanggal 12 April 2017 dengan keluhan mencret ± 7 kali sejak tadi pagi SMRS.
Ampas (-), lendir (-), darah (-), berwarna coklat kuning serta berbau busuk. Saat di
IGD, pasien mencret lagi sebanyak 2 kali. Saat sore, di bangsal, pasien mencret
sebanyak 4 kali. Ampas (-) lendir (+), darah (+), berwarna hijau dan berbau busuk.
Nyeri perut (+) mual muntah (+) sebanyak 1 kali berupa sisa makanan hari ini,
darah (-).
4
Pasien demam tinggi sejak pagi SMRS, menggigil (+) kejang (-). Lemas (+) tetapi
kesadaran pasien masih baik, napsu makan pasien berkurang. BAK berkurang,
meteorismus (+).
Pasien batuk (+) sejak 5 hari SMRS, sesak (-) tetapi riwayat asma (+).
Riwayat Makanan
Pasien mendapatkan asi eksklusif sampai 6 bulan tetapi diteruskan sampai usia 24
bulan, susu formula dimulai umur 24 bulan sampai sekarang dengan makanan
tambahan beruba bubur tim saring dimulai umur 6 bulan, bubur tim dimulai umur
10 bulan. Makanan padat umur 12 bulan.
5
Riwayat Imunisasi
Vaksin Dasar Umum
BCG 1 bulan
DPT 2 bulan 3 bulan 4 bulan
Polio 0 bulan 2 bulan 4 bulan
Campak 9 bulan
Hepatitis 0 bulan 1 bulan 6 bulan
Berat Badan : 23 kg
Tinggi Badan : 124 cm
Status gizi : 118% (normal) menurut gomez
Tanda Vital
Thorax
Paru
Inspeksi : Bentuk dada normal, simetris, gerak pernapasan simetris, retraksi
iga (-)
Palpasi : Vocal fremitus normal simetris
Perkusi : Sonor/sonor, batas paru-hepar di ICS VI MCL dekstra
Auskultasi : Suara napas vesikuler, ronchi -/-, wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis terdapat di ICS V MCL sinistra
Perkusi : Redup, batas jantung kanan: mid sternum, kiri: ICS V MCL
Sinistra, atas: ICS III PSK sinistra
Auskultasi : SISII murni, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Tampak agak cembung
Auskultasi : Bising usus meningkat
Palpasi : Supel, hepar tidak teraba membesar dan lien tidak teraba
membesar, turgor dalam batas normal, meteorismus (+)
Perkusi : Timpani di semua kuadran abdomen, asites (-)
7
Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2 detik
Hematologi
Hemoglobin : 13,7 g/dL
Hematokrit : 40 %
Trombosit : 315.000 /ul
Leukosit : 20.480 /ul
Elektrolit
Na: 135 mmol/L K: 4,13 mmol/L Cl: 100 mmol/L
Feses
Warna : hijau
Konsistensi : encer
Lendir :+
Darah :-
Darah samar :+
Telur Cacing
Trichuris trichiura : -
Tambang :-
L. Vermicularis :-
Amoeba :-
Lekosit : 5-8
8
Lemak :-
Serat tumbuhan :-
Serat Otot :-
Amylum :-
Jamur : +2
V. RESUME
Telah di periksa seorang anak perempuan berusia 6 tahun 8 bulan dengan keluhan
mencret ± 13 kali. Ampas (-) lendir (+), darah (+), berwarna hijau dan berbau
busuk, nyeri perut (+) mual muntah (+) demam (+), menggigil (+), batuk (+),
napsu makan dan BAK berkurang, dengan keadaan umum pasien tampak sakit
sedang, kesadaran compos mentis (GCS: 15 EVM). Berat badan pasien 23 kg,
tinggi badan 124 cm, tekanan darah 110/70 mmHg, frekuensi nadi 120 x / menit ,
o
regular, isi cukup, suhu 38,1 dan frekuensi nafas 23 x / menit.
Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), air mata +/+, mata cekung,
mukosa bibir sedikit kering, tonsil T2/T2 dengan faring hiperemis, paru dan
jantung dalam batas normal, abdomen supel, bising usus meningkat, meteorismus
(+) dan CRT < 2 detik. Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb: 13,7 g/dL ;
Leukosit: 20.480 /uL ; Ht: 40 % ; Trombosit : 315.000 / uL; feses berwarna hijau,
konsistensi encer, terdapat lendir dan darah samar +, leukosit 5-8 dan terdapat
jamur +2.
DIAGNOSA
Gastroenteritis Akut Dehidrasi Ringan-Sedang ec Sindroma Disentri + Kandidiasis
PENATALAKSANAAN
IVFD RL 120 ml/jam selama 3 jam Kaen 1B 18 tpm (makro)
Ceftriaxone (drip NaCl 100 ml) 2 x 1 gram
PCT 3 x 2 cth
Kandistatin drop 3 x 1 ml
Metronidazol 150 mg 3 x 1 pulv
13 April 2017
9
S: Mencret 4 kali berwarna hijau, ampas (+), lendir (-), darah (-), nyeri perut
dan kembung (-), mual muntah (-), pasien sudah tidak lemas dan napsu
makan membaik. BAK normal. Batuk (+), pilek (-)
O: KU : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis (GCS: 15 EVM)
Nadi : 100 x/ menit, regular, isi cukup
RR: 22 x/menit.
Suhu: 36,7°C
Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), mata sedikit cekung, air mata
+/+, mukosa bibir sedikit kering, tonsil T2-T2, faring hiperemis, abdomen
supel, bising usus meningkat, meteorismus (+) dan CRT < 2 detik.
A: Gastroenteritis Akut + Kandidiasis dengan perbaikan
P: Kaen 1B 18 tpm (makro)
Ceftriaxone (drip NaCl 100 ml) 2 x 1 gram
Kandistin drop 3 x 1 ml
Metronidazol 150 mg 3 x 1 pulv
Fuzide 3 x 1 cth
Rhinofed 3 x ½ cth
14 April 2017
S: Tidak BAB, batuk berkurang, napsu makan baik
O: KU : sehat
Kesadaran : compos mentis (GCS: 15 EVM)
Nadi : 100 x/ menit, regular, isi cukup
RR: 22 x/menit.
Suhu: 36,7°C
Konjungtiva anemis (-/-), mata cekung (-), air mata +/+, mukosa bibir
sedikit kering, tonsil T2-T2, faring hiperemis, abdomen supel, bising usus
normal dan CRT < 2 detik.
A: Gastroenteritis Akut + Kandidiasis dengan perbaikan
P: Kaen 1B 18 tpm (makro)
Ceftriaxone (drip NaCl 100 ml) 2 x 1 gram
10
Kandistin drop 3 x 1 ml
Metronidazol 150 mg 3 x 1 pulv
Fuzide 3 x 1 cth
Rhinofed 3 x ½ cth
15 April 2017
S: BAB 2 kali cair (-), ampas (+), lendir (-), darah (-). Batuk berkurang.
O: KU : tampak sehat
Kesadaran : compos mentis (GCS:15 EVM)
Nadi : 100 x/ menit, regular, isi cukup
RR: 24 x/menit.
Suhu: 36,2°C
Konjungtiva anemis (-/-), mata cekung (-), air mata +/+, mukosa bibir
tidak kering, tonsil T2-T2, faring hiperemis (-), abdomen supel, bising
usus normal dan CRT < 2 detik.
A: Gastroenteritis Akut + Kandidiasis dengan perbaikan
P: Kaen 1B 18 tpm (makro)
Ceftriaxone (drip NaCl 100 ml) 2 x 1 gram
Kandistin drop 3 x 1 ml
Metronidazol 150 mg 3 x 1 pulv
Fuzide 3 x 1 cth
Rhinofed 3 x ½ cth
11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
12
D. Etiologi Gastroenteritis Akut
Saat ini tidak kurang dari 25 jenis mikroorganisme yang dapat menyebabkan diare
pada anak dan bayi. Penyebab utama gastroenteritis atau diare pada anak adalah
rotavirus. Rotavirus diperkirakan sebagai penyebab diare cair akut pada 20-80% anak
di dunia. Juga merupakaan penyebab kematian pada 440.000 anak dengan diare per
tahunnya di seluruh dunia. Selain rotavirus, virus lainya yang dapat menyebabkan
diare ialah calicivirus (termasuk norovirus), astrovirus dan adenovirus enterik. Bakteri
yang dapat menyebabkan diare adalah Campylobacter jejuni, Clostridium difficile,
Escherichia coli, Salmonella, Shigella, Vibrio cholera, Vibrio parahaemolyticus,
Yersinia enterocolitica, sedangkan penyebab diare oleh parasit adalah Entamoeba
histolytica, Giardia lamblia, Cryptosporidium parvum, Isospora belli, Cyclospora
cayetanensis, Mikrosporidia. Selain karena infeksi, diare juga dapat disebabkan
karena alergi makanan (alergi susu sapi dan protein kedelai), malabsorpsi
(karbohidrat (intoleransi laktosa), lemak dan protein), keracunan makanan (misalnya
makanan kaleng akibat Botulinum sp), obat-obatan (antibiotik atau obat lainnya) dan
8,9
kelainan anatomi.
13
Tabel 1. Organisme Patogen Yang Seringkali Menyebabkan Diare Dan
Mekanisme Virulensinya
14
Kolera Diare air cucian beras yang sering
dan banyak dan cepat
menimbulkan dehidrasi berat atau
Diare dengan dehidrasi berat
selama terjadi KLB kolera, atau
Diare dengan hasil kultur tinja
positif untuk V. cholera O1 atau
O139
15
Terdapat beberapa mekanisme primer terjadinya diare yaitu akibat gangguan
sekretorik, gangguan osmotik, invasi mukosa dan motilitas. Gangguan sekretorik
disebabkan oleh sekresi air dan elektrolit kedalam usus halus. Hal ini terjadi bila
absorbsi natrium oleh villi gagal sedangkan sekresi klorida oleh sel epitel berlangsung
terus atau meningkat. Hasil akhirnya adalah sekresi cairan yang mengakibatkan
kehilangan cairan dan elektrolit dari tubuh sebagai tinja cair. Hal ini menyebabkan
terjadinya dehidrasi. Pada infeksi, perubahan ini terjadi karena adanya rangsangan
pada mukosa usus oleh toksin bakteri seperti toksin Eschericia coli dan Vibrio colera
atau rotavirus. Gangguan osmotik dapat terjadi apabila suatu bahan yang secara
osmotik aktif dan tidak dapat diserap. Jika bahan semacam itu berupa larutan
isotonik, air dan bahan yang larut didalamnya akan lewat tanpa diabsorsi sehingga
terjadilah diare. Gangguan motilitas usus dibagi jadi dua jenis yaitu akibat
peningkatan motilitas dan penurunan motilitas. Peningkatan motilitas atau
hiperperistaltik akan menyebabkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap
makanan, sehingga timbul diare, sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan
mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya dapat timbul diare
pula. 8,9,10,11
16
G. Manifestasi Klinis Gastroenteritis Akut
Gastroenteritis dapat timbul bersamaan dengan gejala sistemik
seperti demam, mual-muntah, nyeri perut dan nyeri kepala. Lamanya sakit,
sifat tinja (volume, frekuensi, konsistensi, lendir/darah, bau dan warna
6
berbeda-beda jenisnya tergantung penyebab dari diare tersebut.
Panas ++ ++ ++ - ++ -
Nyeri kepala - + + - - -
Sifat tinja :
Leukosit - + + - + -
17
H. Diagnosis Gastroenteritis Akut
Cara mendiagnosis pasien diare adalah dengan menentukan 3 hal berikut:
1. Persistensinya
Perlu ditanya kepada orang tua pasien, sudah berapa lama pasien menderita
diare. Apakah sudah lebih dari 14 hari atau belum, sehingga dapat
menentukan apakah diare pada pasien termasuk diare akut atau diare
persisten. Hal ini berkaitan dengan tatalaksana diare yang berkaitan dengan
penyulit ataupun komplikasi dari diare tersebut.
2. Etiologi
Diagnosis klinis diare akut berdarah hanya berdasarkan adanya darah yang
dapat dilihat secara kasat mata pada tinja. Hal ini dapat langsung
ditanyakan pada orang tua maupun dilihat sendiri oleh dokter. Pada
beberapa episode Shigellosis, diare pada awalnya lebih cair dan menjadi
berdarah setelah 1-2 hari. Diare cair ini dapat sangat berat dan
menimbulkan dehidrasi. Seringkali disertai demam, nyeri perut, nyeri pada
rektum dan tenesmus. Kematian karena disentri biasanya disebabkan oleh
kerusakan yang berat pada ileum dan kolon, komplikasi sepsis, infeksi
sekunder (misalnya pneumonia) atau gizi buruk.
3. Derajat dehidrasi
Anamnesis perlu dilakukan dengan teliti terutama tentang asupan peroral,
frekuensi miksi/urin, frekuensi serta volume tinja dan muntah yang keluar.
Selain itu, perlu ditanya apakah pasien sudah pernah periksa dan apakah
pasien mengkonsumsi obat tertentu sebelumnya. Keadaan umum dan
aktivitas anak perlu diperhatikan. Demam menunjukkan proses inflamasi
6
dan dapat pula timbul karena adanya dehidrasi.
18
Tabel 5. Penentuan derajat menurut dehidrasi menurut MMWR 2003
Minimal atau Dehidrasi
tanpa
Ringan- sedang. Dehidrasi Berat
Simptom dehidarasi
Kehilangan BB Kehilangan BB>9%
Kehilangan
3%-9%
BB<3%
19
Tabel 7. Penentuan derajat dehidrasi menurut scoring – Maurice King
Bagian Tubuh yang Nilai gejala yang ditemukan
diperiksa
0 1 2
Keadaan umum Sehat Gelisah, cengeng, apatis, Mengigau, koma atau
ngantuk. syok
Nilai
Dehidrasi Ringan = 0-2 Dehidrasi Sedang = 3-6 Dehidrasi Berat = 7-12
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan tinja tidak rutin dilakukan pada diare akut, kecuali apabila
ada tanda intoleransi laktosa dan kecurigaan amoebiasis
Hal yang dinilai pada pemeriksaan tinja:
- Makroskopis: jumlah, konsistensi, warna, lendir, darah, bau, parasit
- Mikroskopis: leukosit, eritrosit, epitel, kristal, makrofag, sel ragi,
jamur, protozoa, telur cacing, parasit, bakteri
- Kimia: darah samar, urobilin, urobilinogen, bilirubin
Analisis gas darah dan elektrolit bila secara klinis dicurigai adanya
6
gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit.
I. Komplikasi
1. Gangguan elektrolit
Hipernatremia
Penderita diare dengan natrium plasma > 150 mmol/L memerlukan
pemantauan berkala yang ketat. Tujuannya adalah menurunkan kadar natrium
sccara perlahan-lahan. Penurunan kadar natrium plasma yang cepat sangat
berbahaya oleh karena dapat menimbulkan edema otak. Rehidrasi oral atau
nasogastrik menggunakan oralit adalah cara terbaik dan paling aman.
20
Koreksi dengan rehidrasi intravena dapat dilakukan menggunakan cairan 0,45%
saline - 5% dextrose selama 8 jam. Hitung kebutuhan cairan menggunakan berat
badan tanpa koreksi. Periksa kadar natrium plasma setelah 8 jam. Bila normal
lanjutkan dengan rumatan, bila sebaliknya lanjutkan 8 jam lagi dan periksa
kembali natrium plasma setelah 8 jam. Untuk rumatan gunakan 0,18% saline - 5%
dektrosa, perhitungkan untuk 24 jam. Tambahkan 10 mmol KCl pada setiap 500
ml cairan infus setelah pasien dapat kencing. Selanjutnya pemberian diet normal
dapat mulai diberikan. Lanjutkan pemberian oralit 10 ml/kgBB/setiap BAB,
sampai diare berhenti.
Hiponatrenemia
Anak dengan diare yang hanya minum air putih atau cairan yang hanya
mengandung sedikit garam, dapat terjadi hiponatremi (Na< 130 mol/L). Hiponatremi
sering terjadi pada anak dengan Shigellosis dan pada anak malnutrisi berat dengan
oedema. Oralit aman dan efektif untuk terapi dari hampir semua anak dengan
hiponatremi. Bila tidak berhasil, koreksi Na dilakukan bersamaan dengan koreksi
cairan rehidrasi yaitu : memakai Ringer Laktat atau Normal Saline. Kadar Na koreksi
(mEq/L) = 125 - kadar Na serum yang diperiksa dikalikan 0,6 dan dikalikan berat
badan. Separuh diberikan dalam 8 jam, sisanya diberikan dalam 16 jam. Peningkatan
serum Na tidak boleh melebihi 2 mEq/L/jam.
Hiperkalemia
Disebut hiperkalemia jika K > 5 mEq/L, koreksi dilakukan dengan
pemberian kalsium glukonas 10% 0,5 - 1 ml/kgBB i.v. pelan-pelan dalam 5 - 10
menit dengan monitor detak jantung.
Hipokalemia
Dikatakan hipokalemia bila K < 3.5 mEq/L, koreksi dilakukan menurut
kadar K : jika kalium 2,5 - 3,5 mEq/L diberikan per-oral 75 mcg/kgBB/hr dibagi 3
dosis. Bila < 2,5 mEq/L maka diberikan secara intravena drip (tidak boleh bolus)
diberikan dalam 4 jam. Dosisnya: (3,5 - kadar K terukur x BB x 0,4 + 2
mEq/kgBB/24 jam) diberikan dalam 4 jam, kemudian 20 jam berikutnya adalah
(3,5 - kadar K terukur x BB x 0,4 + 1/6 x 2 mEq x BB).
Hipokalemi dapat menvebabkan kelemahan otot, paralitik ileus, gangguan fungsi
ginjal dan aritmia jantung. Hipokalemi dapat dicegah dan kekurangan kalium dapat
21
dikoreksi dengan menggunakan oralit dan memberikan makanan yang kaya
kalium selama diare dan sesudah diare berhenti.
2. Dehidrasi ringan, sedang dan berat
3. Renjatan hipovolemik yaitu kejang akibat volume darah kurang
4. Hipoglikemi yaitu kadar glukosa darah yang rendah
5. Intoleransi laktosa sekunder sebagai akibat defisiensi lactase karena
kerusakan vili mukosa usus halus
6. Kejang terutama pada hidrasi hipotonik
7. Malnutrisi energi protein karena selain diare dan muntah penderita juga
mengalami kelaparan (masukan makanan berkurang sedangkan
12,13
pengeluaran bertambah).
J.Pencegahan
1. Pemberian ASI
ASI adalah makanan paling baik untuk bayi. Komponen zat makanan tersedia
dalam bentuk yang ideal dan seimbang yang mempunyai khasiat preventif
secara imunologik dengan adanya antibodi dan zat-zat lain yang
dikandungnya. ASI steril berbeda dengan sumber susu lain. Susu formula atau
cairan lain disiapkan dengan air atau bahan-bahan yang terkontaminasi dalam
botol yang kotor dan mengandung bakteri serta organisme lain dapat
menyebabkan diare. ASI saja perlu diberikan sampai usia 6 bulan. Setelah 6
bulan kehidupan, pemberian ASI harus diteruskan sambil ditambah dengan
makanan lain. Pemberian ASI eksklusif mempunyai daya lindung 4 kali lebih
besar terhadap diare. Pada bayi yang tidak diberi ASI secara penuh, pada 6
bulan pertama kehidupan, resiko terkena diare adalah 30 kali lebih besar.
Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi secara bertahap mulai
dibiasakan dengan makanan orang dewasa. Pada masa tersebut merupakan
masa yang berbahaya bagi bayi sebab perilaku pemberian makanan
pendamping ASI dapat menyebabkan meningkatnya resiko terjadinya diare
ataupun penyakit lain yang menyebabkan kematian. Perilaku pemberian
makanan pendamping ASI yang baik meliputi perhatian kapan, apa dan
bagaimana makanan pendamping ASI diberikan. Pemberian
22
makanan dapat dilakukan lebih sering setelah anak berumur 1 tahun
dengan memberikan semua makanan yang dimasak dengan baik 4-6 kali
sehari dan tetap meneruskan pemberian ASI bila mungkin.
2. Menggunakan Air Bersih yang cukup
Sebagian besar kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur
fekal-oral melalui cairan atau benda yang tercemar dengan tinja misalnya
air minum, jari-jari tangan, makanan yang disiapkan dalam panci yang
dicuci dengan air tercemar yang masuk melalui mulut. Oleh karena itu,
cara untuk mengurangi resiko terhadap serangan diare yaitu dengan
menggunakan air yang bersih dan melindungi air tersebut dari kontaminasi
mulai dari sumbernya sampai penyimpanan di rumah.
3. Mencuci Tangan
Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting
dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan
dengan sabun, terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja
anak, sebelum menyiapkan makanan, sebelum menyuapi makanan anak
dan sebelum makan, mempunyai dampak dalam kejadian diare.
4. Penggunaan jamban
Penggunaan jamban mempunyai dampak yang besar dalam penurunan
resiko terhadap penyakit diare. Oleh karena itu perlunya penyediaan
14,15
jamban di setiap rumah.
Rehidrasi
Komplikasi diare yang paling sering terjadi adalah dehidrasi. Pencegahan
dehidrasi dapat dilakukan dengan memberikan cairan rumah tangga seperti air tajin,
23
kuah sayur atau air sup. Bila terjadi dehidrasi, anak harus segera dibawa ke
petugas kesehatan untuk mendapatkan pengobatan yang tepat dan cepat yaitu
dengan oralit. Cairan Rehidrasi Oral (CRO) yang dianjurkan WHO, menggunakan
cairan yang mengandung elektrolit (Natrium klorida, kalium klorida, natrium
bikarbonat/natrium sitrat) dan glukosa. Cairan tersebut berhasil menurunkan
angka kematian akibat dehidrasi pada diare, karena kombinasi gula dan garam
yang dapat meningkatkan penyerapan cairan di usus. Penggunaan CRO saat ini
dengan formula baru atau New Oralit dengan komposisi Natrium 75 mmol/L,
Kalium 20 mmol/L, klorida 65 mmol/L, sitrat 10 mmol/L, glukosa 75 mmol/L.
Total osmolaritas 245 mmol/L. Rehidrasi disesuaikan dengan kategori derajat
dehidrasi yang sudah ditentukan.
Tersedia juga oralit dengan formula lama yang mengandung natrium 90
mmol/L, kalium 20 mmol/L, sitrat 10 mmol/L, klorida 80 mmol/L, glukosa 111
mmol/L dengan osmolaritas 311 mmol/L yang dilarutkan dalam 200 ml air matang
yang biasa digunakan untuk penyakit kolera. Formula ini tidak boleh untuk diare
6,7,15,16
yang bukan kolera karena dapat menyebabkan hipernatremia.
24
25
Dukungan nutrisi
Makanan harus tetap diberikan agar anak tidak mengalami gizi buruk.
Nafsu makan yang membaik menandakan ada perbaikan. Asi tetap diteruskan
dengan frekuensi lebih sering dari biasanya. Anak umur 6 bulan ke atas sebaiknya
6
mendapat makan seperti biasanya.
Suplementasi Zinc
Zinc mempunyai efek terhadap beberapa enterosit dan sel imun yang
berinteraksi dengan agen infeksius pada diare, mampu menstabilkan struktur
26
membran dan memodifikasi fungsi membran dengan cara berinteraksi dengan
oksigen, nitrogen dan ligan sulfur makro molekul hidrofilik, serta aktifitas
antioksidan. Zinc juga mencegah dilepaskannya histamin oleh sel mast dan respon
kontraksi serta sekretori terhadap histamin dan serotonin pada usus sehingga dapat
mencegah peningkatan permeabilitas endotel yang diprakarsai oleh TNF-α yang
juga merangsang kerusakan permeabilitas lapisan endotel usus.
Zinc terbukti mengurangi lama dan beratnya diare, mencegah berulangnya
diare selama 2-3 bulan dan dapat mengembalikan napsu makan anak sehingga
dapat menurunkan risiko terjadinya dehidrasi pada anak. Keberhasilan pengobatan
dengan zinc berkontribusi terhadap penurunan volume cairan dalam usus halus
dan merangsang penyerapan ion sodium. Zinc diberikan selama 10 hari dengan
dosis 10 mg (½ tablet) per hari untuk anak usia <6 bulan dan 20 mg (1 tablet)
untuk anak usia > 6 bulan yang dapat diberikan dengan cara dilarutkan dengan air
17
matang, ASI atau oralit dan dapat juga dikunyah.
Antibiotik Selektif
Antibiotika pada umumnya tidak diperlukan pada semua diare akut oleh karena sebagian besar
diare infeksi adalah rotavirus yang sifatnya self limited dan tidak dapat dibunuh dengan antibiotika. Hanya
sebagian kecil (10 – 20%) yang disebabkan oleh bakteri patogen seperti V. cholera, Shigella,
27
Amoebiasis Metronidazole
10 mg/kgBB
3x sehari selama 5 hari
(10 hari pada kasus
berat)
Giardiasis Metronidazole
5 mg/kg
3x sehari selama 5 hari
Tabel 8. Antibiotik menurut Etiologi (WHO 2008)
Obat antidiare
Obat-obat ini meskipun sering digunakan tidak mempunyai keuntungan
praktis dan tidak diindikasikan untuk pengobatan diare akut pada anak. Beberapa
dari obat-obat ini berbahaya. Produk yang termasuk dalam kategori ini adalah :
Adsorben (Contoh: kaolin, attapulgite, smectite, activated charcoal,
cholestyramine). Obat-obat ini dipromosikan untuk pengobatan diare atas dasar
kemampuannya untuk mengikat dan menginaktifasi toksin bakteri atau bahan lain
yang menyebabkan diare serta dikatakan mempunyai kemampuan melindungi
mukosa usus. Walaupun demikian, tidak ada bukti keuntungan praktis dari
penggunaan obat ini untuk pengobatan rutin diare akut pada anak.
Antimotilitas (Contoh: loperamide hydrochloride, diphenoxylate dengan
atropine, tinctura opii, paregoric, codein). Obat-obatan ini dapat mengurangi
frekuensi diare pada orang dewasa akan tetapi tidak mengurangi volume tinja
pada anak. Lebih dari itu dapat menyebabkan ileus paralitik yang berat yang dapat
fatal atau dapat memperpanjang infeksi dengan memperlambat eliminasi dari
organisme penyebab. Dapat terjadi efek sedatif pada dosis normal. Tidak satu pun
dari obat-obatan ini boleh diberikan pada bayi dan anak dengan diare.
Bismuth subsalicylate
Bila diberikan setiap 4 jam dilaporkan dapat mengurangi keluaran tinja pada anak
dengan diare akut sebanyak 30% akan tetapi, cara ini jarang digunakan.
28
Kombinasi obat.
Banyak produk kombinasi adsorben, antimikroba, antimotilitas atau bahan lain.
Produsen obat mengatakan bahwa formulasi ini baik untuk digunakan pada
berbagai macam diare. Kombinasi obat semacam ini tidak rasional, mahal dan
lebih banyak efek samping daripada bila obat ini digunakan sendiri-sendiri. Oleh
karena itu tidak ada tempat untuk menggunakan obat ini pada anak dengan diare.
Obat-obat lain :
Anti muntah. Termasuk obat ini seperti prochlorperazine dan chlorpromazine
yang dapat menyebabkan mengantuk sehingga mengganggu pemberian terapi
rehidrasi oral. Oleh karena itu obat anti muntah tidak digunakan pada anak dengan
diare, muntah karena biasanya berhenti bila penderita telah terehidrasi.
Cardiac stimulant Renjatan pada diare akut disebabkan oleh karena dehidrasi
dan hipovolemi. Pengobatan yang tepat adalah pemberian cairan parenteral
dengan elektrolit yang seimbang. Penggunaan cardiac stimulan dan obat vasoaktif
seperti adrenalin, nicotinamide, tidak pernah diindikasikan.
Darah atau plasma Darah, plasma atau plasma expander tidak diindikasikan untuk
anak dengan dehidrasi oleh karena diare. Yang dibutuhkan adalah penggantian dari
kehilangan air dan elektrolit. Walaupun demikian, terapi rehidrasi tersebut dapat
diberikan untuk penderita dengan hipovolemia oleh karena renjatan septik.
18,19
Steroid Tidak memberikan keuntungan dan tidak diindikasikan.
29
ANALISA KASUS
Gastroenteritis akut adalah buang air besar lembek atau cair bahkan dapat berupa
air dengan frekuensi lebih dari 3 kali atau lebih sering dari biasanya dalam 24 jam
6
dan berlangsung kurang dari 14 hari . Rotavirus adalah penyebab tersering pada
5
gastroenteritis akut . Gastroenteritis dapat timbul bersamaan dengan gejala
sistemik seperti demam, mual-muntah, nyeri perut. Lamanya sakit, sifat tinja
(volume, frekuensi, konsistensi, lendir/darah, bau dan warna berbeda-beda
jenisnya tergantung penyebab dari diare tersebut. Komplikasi tersering dari
6
gastroenteritis akut yaitu dehidrasi.
Derajat dehidrasi pada pasien berdasarkan kriteria Depkes yang diambil
dari WHO yaitu ringan-sedang dengan keadaan pasien tampak gelisah, mata
cekung, BAK berkurang dan pekat walaupun pada pemeriksaan fisik turgor kulit
didapatkan masih dalam keadaan normal, dan terdapat penurunan BB ± 8%, tetapi
berdasarkan scoring menurut Maurice King, derajat dehidrasi sedang (score:4).
Etiologi diare pada pasien dicurigai disebabkan oleh bakteri. Dari
pemeriksaan feses didapatkan feses berwarna hijau, konsistensi encer, terdapat
lendir dan darah samar +, lekosit 5-8 dan terdapat jamur +2. Etiologi pastinya
harus dilakukan pemeriksaan lebih lanjut yaitu kultur pada feses.
Penatalaksanaan awal yang harus dilakukan adalah dengan mengganti
defisit cairan ± 8%. Rehidrasi pada pasien dilakukan dengan cara IV karena
pasien muntah dan intake sulit.
Menurut Maurice King, rehidrasi berdasarkan PWL + IWL + CWL yaitu ±
3000 ml dalam 24 jam. Pasien diberikan antibiotik karena pada pemeriksaan
laboratorium, leukosit pasien tinggi (20.480) dan didapatkannya darah pada feses.
Saat pulang, pasien sudah tidak mengalami dehidrasi dan tidak ada kelainan
elektrolit. Pasien mengalami perbaikan setelah 4 hari rawat inap di rumah sakit.
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Lukacik M., Ronald l. Thomas., Jacob V. Aranda. A Meta-Analysis of the
effect of Oral Zinc in the treatment of Acute and Persistent Diarrhea;2007.
(Cited 2017 April 20). Available from:
http://www.pediatrics.org/cgi/content/full/121/2/326
2. Riset Kesehatan Daerah. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kementriaan Kesehatan RI 2013. (cited 2017 April 20). Available from:
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas
%202013.pdf
3. Dinas Kesehatan Kota Depok. Profil Kesehatan Kota Depok Tahun 2015.
(cited 2017 April 20). Available from: http://dinkes.depok.go.id/wp-
content/uploads/Profil-Kesehatan-2015-FIX.pdf
4. Depatemen Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia. Diare Pada Anak.
www.depkes.go.id. Diunduh 20 Maret 2017.
5. Parashar, U.D., hummelman, E.G., Breese, J.S., Miller, M.A., Glass,
R.I.Global Illnes and Death Caused by Rotavirus Disease in Children.
Emerging Infection Disease;2006. Hal 565-572
6. WHO. Diare. Dalam: Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah
Sakit. Jakarta.2009. H. 131-145.
7. Antonius, Badriul,dkk. Diare Akut. Dalam: Pedoman Pelayanan Medis.
2010. Hal: 58-63.
8. Richard Behrman. Gastroenteritis Akut. Dalam: Nelson - Ilmu Kesehatan
Anak Esensial Nelson, edisi ke-6. Singapore: Saunders; 2014. H. 481-486.
9. Subagyo, Bambang. Diare Akut. Dalam: Buku Ajar Gastroenterologi-
Hepatologi, Jilid 1. Jakarta. 2009. Jakarta. H. 90-123.
10. Bhutta ZA. Acute Gastroenteritis In Children. Dalam: Behrman RE,
Kliegman RM, Jenson HB, penyunting. Nelson -Textbook Of Pediatrics.
Edisi ke-18. Philadelphia: WB Saunders; 2008. H. 1605-18.
11. Pendidikan Medik Pemberantasan Diare ( PMPD ) : 2000, Buku Ajar
Diare, DepKes RI DITJEN, PPM dan PLP.
12. Mohammad Juffrie. Keseimbangan Cairan dan Elektrolit. Dalam: Buku
Ajar Gastroenterologi-Hepatologi, Jilid 1. Jakarta. 2009. H. 6-30.
13. Juffrie, M. Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit pada Penyakit
Saluran Cerna. Dalam: Sari Pediatri, Vol. 6, No. 1, Juni 2004 . H. 52-59.
14. Catherine A. Churgay, Md, Zahra Aftab, Md,. American Family Physician:
Gastroenteritis in Children: Part I. Diagnosis. Ohio. 2012. Hal: 1059-1062.
15. Catherine A. Churgay, Md, Zahra Aftab, Md,. American Family Physician:
Gastroenteritis in Children: Part II. Prevention and Management. Ohio.
2012. H. 1066-1069.
16. Meliny H. Acute Diarrhea with Mild to Moderate Dehydration e.c Viral
Infection.2014;(cited 2017 April 22). 1(1): Available from
http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/medula/article/download/452/
453
17. Ulfah M., Rustiana Y., Wanda D. Zink Efektif Mengatasi Diare Akut pada
Balita. 2012;(cited 2017 April 22). 2(15): Available from
http://www.jki.ui.ac.id/index.php/jki/article/download/39/39
18. Arlinda, Mukaddas A, Faustine I. Identifikasi Drug Related problems (DRPs)
pada Pasien Anak Gastroenteritis Akut di Instalasi Rawat Inap RSU
31
Anutapura Palu. 2016; (cited 2017 Aprol 22). 2(1): Available from
http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/Galenika/article/download/5302/
4047
19. Siswidiasari A., Widyani K., Chandra S. Profil Terapi Obat pada Pasien
Rawat Inap dengan Diare Akut pada Anak di Rumah Sakit Umum Negara.
2014; (cited 2017 April 25). 8(2): vailable from
http://ojs.unud.ac.id/index.php/jchem/article/download/11755/8046
32