Anda di halaman 1dari 32

PRESENTASI KASUS KEPANITERAAN KLINIK ILMU

KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN


UNIVERSITAS TARUMANAGARA RUMAH SAKIT SENTRA
MEDIKA CISALAK

Gastroenteritis Akut Dehidrasi Sedang e.c Sindroma Disentri + Kandidiasis


Disusun Oleh:
Cindy Christella Chandra (406162106)
Dokter Pembimbing : dr. Ava Lanny Kawilarang, Sp.A

1
BAB I
PENDAHULUAN

Gastroenteritis atau yang biasa disebut diare, masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat di negara berkembang termasuk di Indonesia dan merupakan salah
satu penyebab kematian dan kesakitan tertinggi pada anak, terutama usia di bawah
5 tahun. Di dunia, sebanyak 6 juta anak meninggal tiap tahunnya karena diare.
Hasil Riskesdas 2007 diperoleh bahwa diare masih merupakan penyebab kematian
bayi yang terbanyak yaitu 42% dibanding penyakit pneumonia 24%,
meningitis/ensefalitis 9%, kelainan saluran cerna 7%, kelainan jantung kongenital
dan hidrosefalus 6%, lain-lain seperti malnutrisi, TB, campak sebanyak 5%, sepsis
4% dan tetanus 3%, untuk golongan usia 1-4 tahun penyebab kematian karena
diare ada 25,2%.
Insiden dan period prevalen diare berdasarkan Riskesdas 2013, di Papua
terdapat (6,3% dan 14,7%), Sulawesi Selatan (5,2% dan 10,2%), Aceh (5,0% dan
9,3%), Sulawesi Barat (4,7% dan 10,1%) dan Sulawesi Tengah (4,4% dan 8,8%)
sedangkan Jawa Barat terdapat (3,9% dan 7,5 %). Pada tahun 2015, didapatkan
data terjadinya 18 KLB diare yang tersebar di 11 provinsi dan 18 kabupaten/kota
di Indonesia. Di Depok sendiri didapatkan data pada tahun 2011, kasus diare yang
ditemukan sebesar 41.269 (51,65%), tahun 2012 sebesar 20.604 (39,28%), tahun
2013 sebesar 34.676 (85,3%), tahun 2014 sebesar 34.548 (79,4%) dan tahun 2015
sebesar 18.109 (40,2%).
Sebagian besar diare diakibatkan karena infeksi yang menyebabkan terjadinya
pengeluaran toksin yang dapat menimbulkan gangguan sekresi dan reabsorpsi cairan
dan elektrolit dengan akibat dehidrasi, gangguan keseimbangan elektrolit dan
gangguan asam basa. Cara penularan diare pada umumnya melalui fekal oral yaitu
melalui makanan atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak
langsung tangan dengan penderita atau barang-barang yang telah tercemar tinja
penderita atau tidak langsung melalui lalat (4F: field, flies, fingers, fluid).
Diperkirakan ada 20-80% anak di dunia yang terkena diare akibat infeksi rotavirus.
Rotavirus juga merupakan penyebab kematian pada 440.000 anak dengan diare per
tahunnya di seluruh dunia. Penelitian yang dilakukan di 6 rumah sakit di

2
Indonesia menunjukan bahwa sekitar 55% kasus diare akut pada balita disebabkan
oleh rotavirus. Baik di negara maju dan negara berkembang, rotavirus masih
merupakan penyebab tertinggi diare pada balita. Di Amerika Serikat didapatkan
sekitar 2,7 juta anak di bawah 5 tahun menderita rotavirus tiap tahunnya, sedangkan
di negara berkembang, 20% sampai 70% pasien rawat inap dan 800.000 dari 3 juta
kematian karena diare tiap tahunnya disebabkan karena rotavirus.
Diare karena infeksi virus umumnya bersifat self limiting. Selain virus,
masih banyak faktor yang dapat menyebabkan diare. Hal yang bisa menyebabkan
anak mudah terserang penyakit diare adalah perilaku hidup masyarakat yang
kurang baik dan keadaan lingkungan yang buruk. Balita adalah kelompok umur
yang rawan gizi dan rawan penyakit, utamanya penyakit infeksi karena daya tahan
tubuhnya yang masih lemah.
Penyebab utama kematian pada diare adalah karena dehidrasi sehingga
tatalaksana awal yang perlu dilakukan adalah dengan rehidrasi dengan cairan
oralit osmolaritas rendah. Tatalaksana lain yang perlu dilakukan adalah dengan
memberikan dukungan nutrisi yang baik, suplementasi zinc, antibiotik selektif
1,2,3,4,5
(sesuai indikasi) dan edukasi bagi orang tua pasien.

3
BAB II
LAPORAN KASUS
STATUS PASIEN
I. Identitas
Identitas Pasien
Nama Lengkap : An. Shallum Q
No. RM : 138757
Tanggal Lahir : 9 Agustus 2010
Umur : 6 tahun 8 bulan
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : Sekolah
Alamat : Sukamaju Baru RT 03/11 No 11
Tanggal masuk RS : 12 April 2017
Tanggal keluar RS : 15 April 2017

II. ANAMNESIS
Alloanamnesis dengan ibu kandung dan bapak kandung pasien pada tanggal 12
April 2017
Keluhan Utama : Mencret ± 7 kali SMRS.
Keluhan tambahan: demam dari 1 hari yang lalu, nyeri perut (+), mual muntah
(+), batuk (+)
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang dibawa oleh orang tuanya ke IGD RS Sentra Medika Cisalak pada
tanggal 12 April 2017 dengan keluhan mencret ± 7 kali sejak tadi pagi SMRS.
Ampas (-), lendir (-), darah (-), berwarna coklat kuning serta berbau busuk. Saat di
IGD, pasien mencret lagi sebanyak 2 kali. Saat sore, di bangsal, pasien mencret
sebanyak 4 kali. Ampas (-) lendir (+), darah (+), berwarna hijau dan berbau busuk.
Nyeri perut (+) mual muntah (+) sebanyak 1 kali berupa sisa makanan hari ini,
darah (-).

4
Pasien demam tinggi sejak pagi SMRS, menggigil (+) kejang (-). Lemas (+) tetapi
kesadaran pasien masih baik, napsu makan pasien berkurang. BAK berkurang,
meteorismus (+).
Pasien batuk (+) sejak 5 hari SMRS, sesak (-) tetapi riwayat asma (+).

Riwayat penyakit dulu


Riwayat kejang (-)
Riwayat asma (+)
Tidak ada alergi makanan/obat

Riwayat penyakit keluarga


Ayah pasien memiliki riwayat asma

Riwayat lingkungan dan sosial


Tidak ada anggota keluarga ataupun tetangga yang sakit dengan keluhan serupa

Riwayat Kehamilan dan Persalinan


Pasien lahir di RS Sentra Medika Cisalak. Saat hamil, ibu pasien memiliki riwayat
hipertensi. Pasien lahir dengan bantuan dokter dan secara SC/operasi dengan masa
gestasi kurang bulan tetapi tidak ada penyulit. Berat badan pasien saat lahir yaitu
1600 gram dengan panjang badan 42 cm, lingkar kepala 32 cm tanpa kelainan apa
pun dan pasien langsung menangis saat baru lahir.

Riwayat Makanan
Pasien mendapatkan asi eksklusif sampai 6 bulan tetapi diteruskan sampai usia 24
bulan, susu formula dimulai umur 24 bulan sampai sekarang dengan makanan
tambahan beruba bubur tim saring dimulai umur 6 bulan, bubur tim dimulai umur
10 bulan. Makanan padat umur 12 bulan.

Riwayat Tumbuh Kembang


Pasien mulai tengkurap usia 4 bulan, duduk pada usia 8 bulan, merangkak 9
bulan, berdiri 10 bulan dan berjalan 13 bulan dan berbicara usia 14 bulan.

5
Riwayat Imunisasi
Vaksin Dasar Umum
BCG 1 bulan
DPT 2 bulan 3 bulan 4 bulan
Polio 0 bulan 2 bulan 4 bulan
Campak 9 bulan
Hepatitis 0 bulan 1 bulan 6 bulan

Kesan: Imunisasi dasar umum sudah lengkap

III. PEMERIKSAAN FISIK


Dilakukan pada tanggal 12 April 2017
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis (GCS: 15 EVM)
Status Antropometri

Berat Badan : 23 kg
Tinggi Badan : 124 cm
Status gizi : 118% (normal) menurut gomez
Tanda Vital

Tekanan Darah : 110/70 mmHg


Nadi : 120 x/menit, reguler, isi cukup
Suhu : 38,1 °C
Pernapasan : 23 x/menit
Kepala dan Leher

Kepala : Normosefali, rambut warna hitam, distribusi merata, tidak mudah


dicabut
Mata : Bentuk bola mata normal, kedudukan bola mata simetris, cekung,
pupil bulat isokor, refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya tidak
6
langsung +/+, konjungtiva anemis -/-, air mata +/+, sklera tidak
ikterik
Hidung : Bentuk normal, septum deviasi (-), nafas cuping hidung (-), sekret
-/-
Telinga : Bentuk normal, membran timpani intak, serumen -/-
Mulut : Mukosa bibir sedikit kering, sianosis (-), tonsil T2-T2 dan faring
hiperemis.
Leher : Bentuk normal dan tidak ada perbesaran KGB.

Thorax
Paru
Inspeksi : Bentuk dada normal, simetris, gerak pernapasan simetris, retraksi
iga (-)
Palpasi : Vocal fremitus normal simetris
Perkusi : Sonor/sonor, batas paru-hepar di ICS VI MCL dekstra
Auskultasi : Suara napas vesikuler, ronchi -/-, wheezing -/-

Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis terdapat di ICS V MCL sinistra
Perkusi : Redup, batas jantung kanan: mid sternum, kiri: ICS V MCL
Sinistra, atas: ICS III PSK sinistra
Auskultasi : SISII murni, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
Inspeksi : Tampak agak cembung
Auskultasi : Bising usus meningkat
Palpasi : Supel, hepar tidak teraba membesar dan lien tidak teraba
membesar, turgor dalam batas normal, meteorismus (+)
Perkusi : Timpani di semua kuadran abdomen, asites (-)

Genitelia Eksterna : betuk normal, tidak tampak kelainan

7
Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2 detik

IV. PEMERIKSAAN LABORATORIUM


Dilakukan pemeriksaan laboratorium pertama kali pada tanggal 12 April 2017
jam 10.25

Hematologi
Hemoglobin : 13,7 g/dL
Hematokrit : 40 %
Trombosit : 315.000 /ul
Leukosit : 20.480 /ul

Elektrolit
Na: 135 mmol/L K: 4,13 mmol/L Cl: 100 mmol/L

Pemeriksaan laboratorium ke dua pada tanggal 12 April 2017 jam 17.23

Feses
Warna : hijau
Konsistensi : encer
Lendir :+
Darah :-
Darah samar :+

Telur Cacing
Trichuris trichiura : -
Tambang :-
L. Vermicularis :-
Amoeba :-
Lekosit : 5-8

8
Lemak :-
Serat tumbuhan :-
Serat Otot :-
Amylum :-
Jamur : +2

V. RESUME
Telah di periksa seorang anak perempuan berusia 6 tahun 8 bulan dengan keluhan
mencret ± 13 kali. Ampas (-) lendir (+), darah (+), berwarna hijau dan berbau
busuk, nyeri perut (+) mual muntah (+) demam (+), menggigil (+), batuk (+),
napsu makan dan BAK berkurang, dengan keadaan umum pasien tampak sakit
sedang, kesadaran compos mentis (GCS: 15 EVM). Berat badan pasien 23 kg,
tinggi badan 124 cm, tekanan darah 110/70 mmHg, frekuensi nadi 120 x / menit ,
o
regular, isi cukup, suhu 38,1 dan frekuensi nafas 23 x / menit.
Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), air mata +/+, mata cekung,
mukosa bibir sedikit kering, tonsil T2/T2 dengan faring hiperemis, paru dan
jantung dalam batas normal, abdomen supel, bising usus meningkat, meteorismus
(+) dan CRT < 2 detik. Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb: 13,7 g/dL ;
Leukosit: 20.480 /uL ; Ht: 40 % ; Trombosit : 315.000 / uL; feses berwarna hijau,
konsistensi encer, terdapat lendir dan darah samar +, leukosit 5-8 dan terdapat
jamur +2.

DIAGNOSA
Gastroenteritis Akut Dehidrasi Ringan-Sedang ec Sindroma Disentri + Kandidiasis

PENATALAKSANAAN

IVFD RL 120 ml/jam selama 3 jam Kaen 1B 18 tpm (makro)
Ceftriaxone (drip NaCl 100 ml) 2 x 1 gram
PCT 3 x 2 cth
Kandistatin drop 3 x 1 ml
Metronidazol 150 mg 3 x 1 pulv
13 April 2017

9
S: Mencret 4 kali berwarna hijau, ampas (+), lendir (-), darah (-), nyeri perut
dan kembung (-), mual muntah (-), pasien sudah tidak lemas dan napsu
makan membaik. BAK normal. Batuk (+), pilek (-)
O: KU : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis (GCS: 15 EVM)
Nadi : 100 x/ menit, regular, isi cukup
RR: 22 x/menit.
Suhu: 36,7°C
Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), mata sedikit cekung, air mata
+/+, mukosa bibir sedikit kering, tonsil T2-T2, faring hiperemis, abdomen
supel, bising usus meningkat, meteorismus (+) dan CRT < 2 detik.
A: Gastroenteritis Akut + Kandidiasis dengan perbaikan
P: Kaen 1B 18 tpm (makro)
Ceftriaxone (drip NaCl 100 ml) 2 x 1 gram
Kandistin drop 3 x 1 ml
Metronidazol 150 mg 3 x 1 pulv
Fuzide 3 x 1 cth
Rhinofed 3 x ½ cth

14 April 2017
S: Tidak BAB, batuk berkurang, napsu makan baik
O: KU : sehat
Kesadaran : compos mentis (GCS: 15 EVM)
Nadi : 100 x/ menit, regular, isi cukup
RR: 22 x/menit.
Suhu: 36,7°C
Konjungtiva anemis (-/-), mata cekung (-), air mata +/+, mukosa bibir
sedikit kering, tonsil T2-T2, faring hiperemis, abdomen supel, bising usus
normal dan CRT < 2 detik.
A: Gastroenteritis Akut + Kandidiasis dengan perbaikan
P: Kaen 1B 18 tpm (makro)
Ceftriaxone (drip NaCl 100 ml) 2 x 1 gram

10
Kandistin drop 3 x 1 ml
Metronidazol 150 mg 3 x 1 pulv
Fuzide 3 x 1 cth
Rhinofed 3 x ½ cth

15 April 2017
S: BAB 2 kali cair (-), ampas (+), lendir (-), darah (-). Batuk berkurang.
O: KU : tampak sehat
Kesadaran : compos mentis (GCS:15 EVM)
Nadi : 100 x/ menit, regular, isi cukup
RR: 24 x/menit.
Suhu: 36,2°C
Konjungtiva anemis (-/-), mata cekung (-), air mata +/+, mukosa bibir
tidak kering, tonsil T2-T2, faring hiperemis (-), abdomen supel, bising
usus normal dan CRT < 2 detik.
A: Gastroenteritis Akut + Kandidiasis dengan perbaikan
P: Kaen 1B 18 tpm (makro)
Ceftriaxone (drip NaCl 100 ml) 2 x 1 gram
Kandistin drop 3 x 1 ml
Metronidazol 150 mg 3 x 1 pulv
Fuzide 3 x 1 cth
Rhinofed 3 x ½ cth

11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Gastroenteritis Akut


Gastroenteritis akut adalah buang air besar lembek atau cair bahkan dapat berupa
air dengan frekuensi lebih dari 3 kali atau lebih sering dari biasanya dalam 24 jam
dan berlangsung kurang dari 14 hari, sedangkan pada neonatus yang minum ASI,
dimana frekuensi BABnya mencapai 8-10 kali sehari dengan tinja yang lunak,
sering berbiji-biji dan berbau asam, selama berat badannya meningkat normal,
6
tidak tergolong diare, melainkan intoleransi laktosa.

B. Epidemiologi Gastroenteritis Akut

Gastroenteritis atau diare merupakan penyebab utama morbiditas dan


merupakan penyakit yang umum terjadi pada anak di berbagai negara. Di dunia,
sebanyak 6 juta anak meninggal tiap tahunnya karena diare dan sebagian besar
kejadian tersebut terjadi di negara berkembang. Hasil Riskesdas 2007 diperoleh
bahwa diare masih merupakan penyebab kematian bayi yang terbanyak yaitu 42%.
Insiden dan period prevalen diare berdasarkan Riskesdas 2013, di Jawa Barat terdapat
(3,9% dan 7,5 %). Pada tahun 2015, didapatkan data terjadinya 18 KLB diare yang
tersebar di 11 provinsi dan 18 kabupaten/kota di Indonesia. Di Depok sendiri
1,2,3
didapatkan data pada tahun 2011, terdapat 18.109 kasus (40,2%).

C. Faktor Resiko Gastroenteritis Akut


1. Tidak memberikan ASI eksklusif
2. Tidak memadainya penyediaan air bersih
3. Pencemaran air oleh tinja
4. Kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk
5. Penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak higienis
7
6. Penderita yang gizi buruk dan imunodefisiensi.

12
D. Etiologi Gastroenteritis Akut

Saat ini tidak kurang dari 25 jenis mikroorganisme yang dapat menyebabkan diare
pada anak dan bayi. Penyebab utama gastroenteritis atau diare pada anak adalah
rotavirus. Rotavirus diperkirakan sebagai penyebab diare cair akut pada 20-80% anak
di dunia. Juga merupakaan penyebab kematian pada 440.000 anak dengan diare per
tahunnya di seluruh dunia. Selain rotavirus, virus lainya yang dapat menyebabkan
diare ialah calicivirus (termasuk norovirus), astrovirus dan adenovirus enterik. Bakteri
yang dapat menyebabkan diare adalah Campylobacter jejuni, Clostridium difficile,
Escherichia coli, Salmonella, Shigella, Vibrio cholera, Vibrio parahaemolyticus,
Yersinia enterocolitica, sedangkan penyebab diare oleh parasit adalah Entamoeba
histolytica, Giardia lamblia, Cryptosporidium parvum, Isospora belli, Cyclospora
cayetanensis, Mikrosporidia. Selain karena infeksi, diare juga dapat disebabkan
karena alergi makanan (alergi susu sapi dan protein kedelai), malabsorpsi
(karbohidrat (intoleransi laktosa), lemak dan protein), keracunan makanan (misalnya
makanan kaleng akibat Botulinum sp), obat-obatan (antibiotik atau obat lainnya) dan
8,9
kelainan anatomi.

13
Tabel 1. Organisme Patogen Yang Seringkali Menyebabkan Diare Dan
Mekanisme Virulensinya

E. Bentuk Klinis Diare

Diagnosa Didasarkan Pada Keadaan


Diare cair akut  Diare lebih dari 3 kali sehari
berlangsung kurang dari 14 hari.
 Tidak mengandung darah

14
Kolera  Diare air cucian beras yang sering
dan banyak dan cepat
menimbulkan dehidrasi berat atau
 Diare dengan dehidrasi berat
selama terjadi KLB kolera, atau
 Diare dengan hasil kultur tinja
positif untuk V. cholera O1 atau
O139

Disentri Diare berdarah (terlihat atau dilaporkan)


Diare persisten Diare berlangsung selama 14 hari atau lebih
Diare dengan gizi buruk Diare jenis apapun yang disertai tanda gizi
buruk

Diare terkait antibiotik (Antibiotic Mendapat pengobatan antibiotik oral


Associated Diarrhea) spectrum luas

Invaginasi  Dominan darah dan lender dalam


tinja
 Massa intra abdominal
 Tangisan keras dan kepucatan
pada bayi

Tabel 2. Bentuk Klinis Diare


F. Patofisiologi Gastroenteritis Akut
Virus seperti rotavirus menginvasi dan berkembang biak di dalam epitel vili
usus halus, menyebabkan kerusakan sel epitel dan pemendekan vili. Hilangnya
sel-sel vili yang secara normal mempunyai fungsi absorbsi dan penggantian
sementara oleh sel epitel berbentuk kripta yang belum matang, menyebabkan
malabsorbsi, sekresi air dan elektrolit oleh sel kripta imatur dan defek transport
akibat efek toksin protein virus. Cairan dan makanan akan terkumpul di usus halus
dan akan meningkatkan tekanan osmotik usus. Hal ini menyebabkan banyak
cairan ditarik ke dalam lumen usus dan akan menyebabkan terjadinya
hiperperistaltik usus. Cairan dan makanan yang tidak diserap tadi akan didorong
keluar melalui anus dan terjadilah diare.
Patogenesis terjadinya diare oleh salmonella, shigella, E. coli agak berbeda
dengan virus yaitu dapat menembus (invasi) sel mukosa usus halus sehingga dapat
menyebabkan reaksi sistemik. Toksin shigella juga dapat masuk ke dalam serabut
saraf otak sehingga menimbulkan kejang. Diare oleh bakteri ini dapat
menyebabkan adanya darah dalam tinja yang disebut disentri.

15
Terdapat beberapa mekanisme primer terjadinya diare yaitu akibat gangguan
sekretorik, gangguan osmotik, invasi mukosa dan motilitas. Gangguan sekretorik
disebabkan oleh sekresi air dan elektrolit kedalam usus halus. Hal ini terjadi bila
absorbsi natrium oleh villi gagal sedangkan sekresi klorida oleh sel epitel berlangsung
terus atau meningkat. Hasil akhirnya adalah sekresi cairan yang mengakibatkan
kehilangan cairan dan elektrolit dari tubuh sebagai tinja cair. Hal ini menyebabkan
terjadinya dehidrasi. Pada infeksi, perubahan ini terjadi karena adanya rangsangan
pada mukosa usus oleh toksin bakteri seperti toksin Eschericia coli dan Vibrio colera
atau rotavirus. Gangguan osmotik dapat terjadi apabila suatu bahan yang secara
osmotik aktif dan tidak dapat diserap. Jika bahan semacam itu berupa larutan
isotonik, air dan bahan yang larut didalamnya akan lewat tanpa diabsorsi sehingga
terjadilah diare. Gangguan motilitas usus dibagi jadi dua jenis yaitu akibat
peningkatan motilitas dan penurunan motilitas. Peningkatan motilitas atau
hiperperistaltik akan menyebabkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap
makanan, sehingga timbul diare, sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan
mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya dapat timbul diare

pula. 8,9,10,11

Tabel 3. Mekanisme Primer Diare

16
G. Manifestasi Klinis Gastroenteritis Akut
Gastroenteritis dapat timbul bersamaan dengan gejala sistemik
seperti demam, mual-muntah, nyeri perut dan nyeri kepala. Lamanya sakit,
sifat tinja (volume, frekuensi, konsistensi, lendir/darah, bau dan warna
6
berbeda-beda jenisnya tergantung penyebab dari diare tersebut.

Gejala Klinik Rotavirus Shigella Salmonella ETEC EIEC Cholera

Masa tunas 12 - 17 jam 24- 48 jam 6 - 72 jam 6 - 72 jam 6 - 72 jam 48 - 72 jam

Panas ++ ++ ++ - ++ -

Mual & muntah Sering Jarang Sering - - sering

Nyeri perut Tenesmus Tenesmus, Tenesmus, + Tenesmus, kram


kram kolik kram

Nyeri kepala - + + - - -

Lamanya sakit 5 - 7 hari > 7 hari 3 - 7 hari 2- 3 hari Variasi 3 hari

Sifat tinja :

- Volume Sedang Sedikit Sedikit Banyak sedikit banyak

- Frekuensi 5-10 > 10 kali/hari Sering Sering sering terus


kali/hari menerus

- Konsistensi Cair Lembek Lembek Cair lembek cair

- Lendir/darah - Sering kadang-kadang - + -

- Bau - +/- Busuk + - amis (khas)

- Warna kuning – merah - hijau Kehijauan (-) merah-hijau seperti air


hijau berwarna cucian beras

Leukosit - + + - + -

Lain-lain Anoreksia kejang +/- sepsis +/- Meteoris- infeksi +/-


mus sistemik

Tabel 4. Gejala Klinik berdasarkan Mikroorganisme Penyebab

17
H. Diagnosis Gastroenteritis Akut
Cara mendiagnosis pasien diare adalah dengan menentukan 3 hal berikut:
1. Persistensinya
Perlu ditanya kepada orang tua pasien, sudah berapa lama pasien menderita
diare. Apakah sudah lebih dari 14 hari atau belum, sehingga dapat
menentukan apakah diare pada pasien termasuk diare akut atau diare
persisten. Hal ini berkaitan dengan tatalaksana diare yang berkaitan dengan
penyulit ataupun komplikasi dari diare tersebut.
2. Etiologi
Diagnosis klinis diare akut berdarah hanya berdasarkan adanya darah yang
dapat dilihat secara kasat mata pada tinja. Hal ini dapat langsung
ditanyakan pada orang tua maupun dilihat sendiri oleh dokter. Pada
beberapa episode Shigellosis, diare pada awalnya lebih cair dan menjadi
berdarah setelah 1-2 hari. Diare cair ini dapat sangat berat dan
menimbulkan dehidrasi. Seringkali disertai demam, nyeri perut, nyeri pada
rektum dan tenesmus. Kematian karena disentri biasanya disebabkan oleh
kerusakan yang berat pada ileum dan kolon, komplikasi sepsis, infeksi
sekunder (misalnya pneumonia) atau gizi buruk.
3. Derajat dehidrasi
Anamnesis perlu dilakukan dengan teliti terutama tentang asupan peroral,
frekuensi miksi/urin, frekuensi serta volume tinja dan muntah yang keluar.
Selain itu, perlu ditanya apakah pasien sudah pernah periksa dan apakah
pasien mengkonsumsi obat tertentu sebelumnya. Keadaan umum dan
aktivitas anak perlu diperhatikan. Demam menunjukkan proses inflamasi
6
dan dapat pula timbul karena adanya dehidrasi.

18
Tabel 5. Penentuan derajat menurut dehidrasi menurut MMWR 2003
Minimal atau Dehidrasi
tanpa
Ringan- sedang. Dehidrasi Berat
Simptom dehidarasi
Kehilangan BB Kehilangan BB>9%
Kehilangan
3%-9%
BB<3%

Kesadaran Baik Normal, lelah, Apathis, letargi, tidak


gelisah, irritable sadar

Denyut jantung Normal Normal – Takikardi,bradikardia


meningkat pada kasus berat

Kualitas Nadi Normal Normal – melemah Lemah, kecil, tidak


teraba

Pernapasan Normal Normal – cepat Dalam


Mata Normal Sedikit cowong Sangat cowong
Air mata Ada Berkurang Tidak ada
Mulut dan lidah Basah Kering Sangat kering
Cubitan kulit Segera kembali Kembali < 2 detik Kembali > 2 detik
Capillary Refill Normal Memanjang Memanjang, minimal
Rate

Extremitas Hangat Dingin Dingin, mottled,


sianotik

Kencing Normal Berkurang Minimal

Tabel 6. Penentuan derajat dehidrasi menurut WHO


Penilaian Tanpa dehidrasi Dehidrasi ringan- Dehidrasi berat
(penurunan BB sedang (penurunan BB
<5%) (penurunan BB 5- >10%)
10%)

Keadaan umum Baik, sadar gelisah, rewel Lemas/ tidak sadar


Mata Normal Cekung Cekung
Rasa haus Minum normal Haus, minum kuat Lemah, tidak mau
minum

Turgor kulit Kembali dengan Kembali lebih Kembali lambat


cepat lambat (<2 detik) (>2detik)

Nadi Normal Cepat, lemah Lemah/ tidak teraba

19
Tabel 7. Penentuan derajat dehidrasi menurut scoring – Maurice King
Bagian Tubuh yang Nilai gejala yang ditemukan
diperiksa
0 1 2
Keadaan umum Sehat Gelisah, cengeng, apatis, Mengigau, koma atau
ngantuk. syok

Turgor kulit Normal Sedikit kurang Sangat kurang


Mata Normal Sedikit cekung Sangat cekung
Ubun-ubun besar Normal Sedikit cekung Sangat cekung
Mulut Normal Kering Kering & sianosis
Denyut nadi/menit Kuat < 120 Sedang (120-140 x/menit) Lemah > 140 x/menit
x/menit

Nilai
Dehidrasi Ringan = 0-2 Dehidrasi Sedang = 3-6 Dehidrasi Berat = 7-12

Pemeriksaan penunjang
 Pemeriksaan tinja tidak rutin dilakukan pada diare akut, kecuali apabila
ada tanda intoleransi laktosa dan kecurigaan amoebiasis
 Hal yang dinilai pada pemeriksaan tinja:
- Makroskopis: jumlah, konsistensi, warna, lendir, darah, bau, parasit
- Mikroskopis: leukosit, eritrosit, epitel, kristal, makrofag, sel ragi,
jamur, protozoa, telur cacing, parasit, bakteri
- Kimia: darah samar, urobilin, urobilinogen, bilirubin
 Analisis gas darah dan elektrolit bila secara klinis dicurigai adanya
6
gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit.

I. Komplikasi
1. Gangguan elektrolit

Hipernatremia
Penderita diare dengan natrium plasma > 150 mmol/L memerlukan
pemantauan berkala yang ketat. Tujuannya adalah menurunkan kadar natrium
sccara perlahan-lahan. Penurunan kadar natrium plasma yang cepat sangat
berbahaya oleh karena dapat menimbulkan edema otak. Rehidrasi oral atau
nasogastrik menggunakan oralit adalah cara terbaik dan paling aman.

20
Koreksi dengan rehidrasi intravena dapat dilakukan menggunakan cairan 0,45%
saline - 5% dextrose selama 8 jam. Hitung kebutuhan cairan menggunakan berat
badan tanpa koreksi. Periksa kadar natrium plasma setelah 8 jam. Bila normal
lanjutkan dengan rumatan, bila sebaliknya lanjutkan 8 jam lagi dan periksa
kembali natrium plasma setelah 8 jam. Untuk rumatan gunakan 0,18% saline - 5%
dektrosa, perhitungkan untuk 24 jam. Tambahkan 10 mmol KCl pada setiap 500
ml cairan infus setelah pasien dapat kencing. Selanjutnya pemberian diet normal
dapat mulai diberikan. Lanjutkan pemberian oralit 10 ml/kgBB/setiap BAB,
sampai diare berhenti.
Hiponatrenemia
Anak dengan diare yang hanya minum air putih atau cairan yang hanya
mengandung sedikit garam, dapat terjadi hiponatremi (Na< 130 mol/L). Hiponatremi
sering terjadi pada anak dengan Shigellosis dan pada anak malnutrisi berat dengan
oedema. Oralit aman dan efektif untuk terapi dari hampir semua anak dengan
hiponatremi. Bila tidak berhasil, koreksi Na dilakukan bersamaan dengan koreksi
cairan rehidrasi yaitu : memakai Ringer Laktat atau Normal Saline. Kadar Na koreksi
(mEq/L) = 125 - kadar Na serum yang diperiksa dikalikan 0,6 dan dikalikan berat
badan. Separuh diberikan dalam 8 jam, sisanya diberikan dalam 16 jam. Peningkatan
serum Na tidak boleh melebihi 2 mEq/L/jam.
Hiperkalemia
Disebut hiperkalemia jika K > 5 mEq/L, koreksi dilakukan dengan
pemberian kalsium glukonas 10% 0,5 - 1 ml/kgBB i.v. pelan-pelan dalam 5 - 10
menit dengan monitor detak jantung.
Hipokalemia
Dikatakan hipokalemia bila K < 3.5 mEq/L, koreksi dilakukan menurut
kadar K : jika kalium 2,5 - 3,5 mEq/L diberikan per-oral 75 mcg/kgBB/hr dibagi 3
dosis. Bila < 2,5 mEq/L maka diberikan secara intravena drip (tidak boleh bolus)
diberikan dalam 4 jam. Dosisnya: (3,5 - kadar K terukur x BB x 0,4 + 2
mEq/kgBB/24 jam) diberikan dalam 4 jam, kemudian 20 jam berikutnya adalah
(3,5 - kadar K terukur x BB x 0,4 + 1/6 x 2 mEq x BB).
Hipokalemi dapat menvebabkan kelemahan otot, paralitik ileus, gangguan fungsi
ginjal dan aritmia jantung. Hipokalemi dapat dicegah dan kekurangan kalium dapat

21
dikoreksi dengan menggunakan oralit dan memberikan makanan yang kaya
kalium selama diare dan sesudah diare berhenti.
2. Dehidrasi ringan, sedang dan berat
3. Renjatan hipovolemik yaitu kejang akibat volume darah kurang
4. Hipoglikemi yaitu kadar glukosa darah yang rendah
5. Intoleransi laktosa sekunder sebagai akibat defisiensi lactase karena
kerusakan vili mukosa usus halus
6. Kejang terutama pada hidrasi hipotonik
7. Malnutrisi energi protein karena selain diare dan muntah penderita juga
mengalami kelaparan (masukan makanan berkurang sedangkan
12,13
pengeluaran bertambah).

J.Pencegahan
1. Pemberian ASI
ASI adalah makanan paling baik untuk bayi. Komponen zat makanan tersedia
dalam bentuk yang ideal dan seimbang yang mempunyai khasiat preventif
secara imunologik dengan adanya antibodi dan zat-zat lain yang
dikandungnya. ASI steril berbeda dengan sumber susu lain. Susu formula atau
cairan lain disiapkan dengan air atau bahan-bahan yang terkontaminasi dalam
botol yang kotor dan mengandung bakteri serta organisme lain dapat
menyebabkan diare. ASI saja perlu diberikan sampai usia 6 bulan. Setelah 6
bulan kehidupan, pemberian ASI harus diteruskan sambil ditambah dengan
makanan lain. Pemberian ASI eksklusif mempunyai daya lindung 4 kali lebih
besar terhadap diare. Pada bayi yang tidak diberi ASI secara penuh, pada 6
bulan pertama kehidupan, resiko terkena diare adalah 30 kali lebih besar.
Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi secara bertahap mulai
dibiasakan dengan makanan orang dewasa. Pada masa tersebut merupakan
masa yang berbahaya bagi bayi sebab perilaku pemberian makanan
pendamping ASI dapat menyebabkan meningkatnya resiko terjadinya diare
ataupun penyakit lain yang menyebabkan kematian. Perilaku pemberian
makanan pendamping ASI yang baik meliputi perhatian kapan, apa dan
bagaimana makanan pendamping ASI diberikan. Pemberian

22
makanan dapat dilakukan lebih sering setelah anak berumur 1 tahun
dengan memberikan semua makanan yang dimasak dengan baik 4-6 kali
sehari dan tetap meneruskan pemberian ASI bila mungkin.
2. Menggunakan Air Bersih yang cukup
Sebagian besar kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur
fekal-oral melalui cairan atau benda yang tercemar dengan tinja misalnya
air minum, jari-jari tangan, makanan yang disiapkan dalam panci yang
dicuci dengan air tercemar yang masuk melalui mulut. Oleh karena itu,
cara untuk mengurangi resiko terhadap serangan diare yaitu dengan
menggunakan air yang bersih dan melindungi air tersebut dari kontaminasi
mulai dari sumbernya sampai penyimpanan di rumah.
3. Mencuci Tangan
Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting
dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan
dengan sabun, terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja
anak, sebelum menyiapkan makanan, sebelum menyuapi makanan anak
dan sebelum makan, mempunyai dampak dalam kejadian diare.
4. Penggunaan jamban
Penggunaan jamban mempunyai dampak yang besar dalam penurunan
resiko terhadap penyakit diare. Oleh karena itu perlunya penyediaan
14,15
jamban di setiap rumah.

K. Penatalaksanaan Gastroenteritis Akut


Terdapat lima lintas tatalaksana untuk mengatasi gastroenteritis akut yaitu:
1. Rehidrasi
2. Dukungan nutrisi
3. Suplementasi zinc
4. Antibiotik selektif
5. Edukasi orang tua

Rehidrasi
Komplikasi diare yang paling sering terjadi adalah dehidrasi. Pencegahan
dehidrasi dapat dilakukan dengan memberikan cairan rumah tangga seperti air tajin,

23
kuah sayur atau air sup. Bila terjadi dehidrasi, anak harus segera dibawa ke
petugas kesehatan untuk mendapatkan pengobatan yang tepat dan cepat yaitu
dengan oralit. Cairan Rehidrasi Oral (CRO) yang dianjurkan WHO, menggunakan
cairan yang mengandung elektrolit (Natrium klorida, kalium klorida, natrium
bikarbonat/natrium sitrat) dan glukosa. Cairan tersebut berhasil menurunkan
angka kematian akibat dehidrasi pada diare, karena kombinasi gula dan garam
yang dapat meningkatkan penyerapan cairan di usus. Penggunaan CRO saat ini
dengan formula baru atau New Oralit dengan komposisi Natrium 75 mmol/L,
Kalium 20 mmol/L, klorida 65 mmol/L, sitrat 10 mmol/L, glukosa 75 mmol/L.
Total osmolaritas 245 mmol/L. Rehidrasi disesuaikan dengan kategori derajat
dehidrasi yang sudah ditentukan.
Tersedia juga oralit dengan formula lama yang mengandung natrium 90
mmol/L, kalium 20 mmol/L, sitrat 10 mmol/L, klorida 80 mmol/L, glukosa 111
mmol/L dengan osmolaritas 311 mmol/L yang dilarutkan dalam 200 ml air matang
yang biasa digunakan untuk penyakit kolera. Formula ini tidak boleh untuk diare
6,7,15,16
yang bukan kolera karena dapat menyebabkan hipernatremia.

24
25
Dukungan nutrisi
Makanan harus tetap diberikan agar anak tidak mengalami gizi buruk.
Nafsu makan yang membaik menandakan ada perbaikan. Asi tetap diteruskan
dengan frekuensi lebih sering dari biasanya. Anak umur 6 bulan ke atas sebaiknya
6
mendapat makan seperti biasanya.

Suplementasi Zinc
Zinc mempunyai efek terhadap beberapa enterosit dan sel imun yang
berinteraksi dengan agen infeksius pada diare, mampu menstabilkan struktur

26
membran dan memodifikasi fungsi membran dengan cara berinteraksi dengan
oksigen, nitrogen dan ligan sulfur makro molekul hidrofilik, serta aktifitas
antioksidan. Zinc juga mencegah dilepaskannya histamin oleh sel mast dan respon
kontraksi serta sekretori terhadap histamin dan serotonin pada usus sehingga dapat
mencegah peningkatan permeabilitas endotel yang diprakarsai oleh TNF-α yang
juga merangsang kerusakan permeabilitas lapisan endotel usus.
Zinc terbukti mengurangi lama dan beratnya diare, mencegah berulangnya
diare selama 2-3 bulan dan dapat mengembalikan napsu makan anak sehingga
dapat menurunkan risiko terjadinya dehidrasi pada anak. Keberhasilan pengobatan
dengan zinc berkontribusi terhadap penurunan volume cairan dalam usus halus
dan merangsang penyerapan ion sodium. Zinc diberikan selama 10 hari dengan
dosis 10 mg (½ tablet) per hari untuk anak usia <6 bulan dan 20 mg (1 tablet)
untuk anak usia > 6 bulan yang dapat diberikan dengan cara dilarutkan dengan air
17
matang, ASI atau oralit dan dapat juga dikunyah.

Antibiotik Selektif
Antibiotika pada umumnya tidak diperlukan pada semua diare akut oleh karena sebagian besar

diare infeksi adalah rotavirus yang sifatnya self limited dan tidak dapat dibunuh dengan antibiotika. Hanya

sebagian kecil (10 – 20%) yang disebabkan oleh bakteri patogen seperti V. cholera, Shigella,

Enterotoksigenik E. coli, Salmonella, Camphylobacter dan sebagainya.


18,19

Penyebab Antibiotik Pilihan Alternatif


Kolera Tetracycline Erythromycin
12,5 mg/kgBB 12,5 mg/kgBB
4x sehari selama 3 hari 4x sehari selama 3 hari

Shigella Ciprofloxacin Pivmecillinam


Dysentery 15 mg/kgBB 20 mg/kgBB
2x sehari selama 3 hari 4x sehari selama 5 hari
Ceftriaxone
50-100 mg/kgBB
1x sehari IM selama 2-5
hari

27
Amoebiasis Metronidazole
10 mg/kgBB
3x sehari selama 5 hari
(10 hari pada kasus
berat)
Giardiasis Metronidazole
5 mg/kg
3x sehari selama 5 hari
Tabel 8. Antibiotik menurut Etiologi (WHO 2008)

Obat antidiare
Obat-obat ini meskipun sering digunakan tidak mempunyai keuntungan
praktis dan tidak diindikasikan untuk pengobatan diare akut pada anak. Beberapa
dari obat-obat ini berbahaya. Produk yang termasuk dalam kategori ini adalah :
Adsorben (Contoh: kaolin, attapulgite, smectite, activated charcoal,
cholestyramine). Obat-obat ini dipromosikan untuk pengobatan diare atas dasar
kemampuannya untuk mengikat dan menginaktifasi toksin bakteri atau bahan lain
yang menyebabkan diare serta dikatakan mempunyai kemampuan melindungi
mukosa usus. Walaupun demikian, tidak ada bukti keuntungan praktis dari
penggunaan obat ini untuk pengobatan rutin diare akut pada anak.
Antimotilitas (Contoh: loperamide hydrochloride, diphenoxylate dengan
atropine, tinctura opii, paregoric, codein). Obat-obatan ini dapat mengurangi
frekuensi diare pada orang dewasa akan tetapi tidak mengurangi volume tinja
pada anak. Lebih dari itu dapat menyebabkan ileus paralitik yang berat yang dapat
fatal atau dapat memperpanjang infeksi dengan memperlambat eliminasi dari
organisme penyebab. Dapat terjadi efek sedatif pada dosis normal. Tidak satu pun
dari obat-obatan ini boleh diberikan pada bayi dan anak dengan diare.
Bismuth subsalicylate
Bila diberikan setiap 4 jam dilaporkan dapat mengurangi keluaran tinja pada anak
dengan diare akut sebanyak 30% akan tetapi, cara ini jarang digunakan.

28
Kombinasi obat.
Banyak produk kombinasi adsorben, antimikroba, antimotilitas atau bahan lain.
Produsen obat mengatakan bahwa formulasi ini baik untuk digunakan pada
berbagai macam diare. Kombinasi obat semacam ini tidak rasional, mahal dan
lebih banyak efek samping daripada bila obat ini digunakan sendiri-sendiri. Oleh
karena itu tidak ada tempat untuk menggunakan obat ini pada anak dengan diare.
Obat-obat lain :
Anti muntah. Termasuk obat ini seperti prochlorperazine dan chlorpromazine
yang dapat menyebabkan mengantuk sehingga mengganggu pemberian terapi
rehidrasi oral. Oleh karena itu obat anti muntah tidak digunakan pada anak dengan
diare, muntah karena biasanya berhenti bila penderita telah terehidrasi.
Cardiac stimulant Renjatan pada diare akut disebabkan oleh karena dehidrasi
dan hipovolemi. Pengobatan yang tepat adalah pemberian cairan parenteral
dengan elektrolit yang seimbang. Penggunaan cardiac stimulan dan obat vasoaktif
seperti adrenalin, nicotinamide, tidak pernah diindikasikan.
Darah atau plasma Darah, plasma atau plasma expander tidak diindikasikan untuk
anak dengan dehidrasi oleh karena diare. Yang dibutuhkan adalah penggantian dari
kehilangan air dan elektrolit. Walaupun demikian, terapi rehidrasi tersebut dapat
diberikan untuk penderita dengan hipovolemia oleh karena renjatan septik.
18,19
Steroid Tidak memberikan keuntungan dan tidak diindikasikan.

Edukasi orang tua


Nasihat pada ibu atau pengasuh untuk kembali segera jika ada demam, tinja
berdarah, muntah berulang, makan atau minum sedikit, sangat haus, diare makin
sering atau belum membaik dalam 3 hari. Indikasi rawat inap pada penderita diare
akut berdarah adalah malnutrisi, usia kurang dari satu tahun, menderita campak
pada 6 bulan terakhir, adanya dehidrasi dan disentri yang datang sudah dengan
komplikasi. Perlu juga diberi tahu untuk menjaga kebersihan perorangan, cuci
tangan sebelum makan, menjaga kebersihan lingkungan, imunisasi campak,
penyediaan air minum yang bersih serta makanan yang selalu dimasak secara
6,7
adekuat.
BAB IV

29
ANALISA KASUS
Gastroenteritis akut adalah buang air besar lembek atau cair bahkan dapat berupa
air dengan frekuensi lebih dari 3 kali atau lebih sering dari biasanya dalam 24 jam
6
dan berlangsung kurang dari 14 hari . Rotavirus adalah penyebab tersering pada
5
gastroenteritis akut . Gastroenteritis dapat timbul bersamaan dengan gejala
sistemik seperti demam, mual-muntah, nyeri perut. Lamanya sakit, sifat tinja
(volume, frekuensi, konsistensi, lendir/darah, bau dan warna berbeda-beda
jenisnya tergantung penyebab dari diare tersebut. Komplikasi tersering dari
6
gastroenteritis akut yaitu dehidrasi.
Derajat dehidrasi pada pasien berdasarkan kriteria Depkes yang diambil
dari WHO yaitu ringan-sedang dengan keadaan pasien tampak gelisah, mata
cekung, BAK berkurang dan pekat walaupun pada pemeriksaan fisik turgor kulit
didapatkan masih dalam keadaan normal, dan terdapat penurunan BB ± 8%, tetapi
berdasarkan scoring menurut Maurice King, derajat dehidrasi sedang (score:4).
Etiologi diare pada pasien dicurigai disebabkan oleh bakteri. Dari
pemeriksaan feses didapatkan feses berwarna hijau, konsistensi encer, terdapat
lendir dan darah samar +, lekosit 5-8 dan terdapat jamur +2. Etiologi pastinya
harus dilakukan pemeriksaan lebih lanjut yaitu kultur pada feses.
Penatalaksanaan awal yang harus dilakukan adalah dengan mengganti
defisit cairan ± 8%. Rehidrasi pada pasien dilakukan dengan cara IV karena
pasien muntah dan intake sulit.
Menurut Maurice King, rehidrasi berdasarkan PWL + IWL + CWL yaitu ±
3000 ml dalam 24 jam. Pasien diberikan antibiotik karena pada pemeriksaan
laboratorium, leukosit pasien tinggi (20.480) dan didapatkannya darah pada feses.
Saat pulang, pasien sudah tidak mengalami dehidrasi dan tidak ada kelainan
elektrolit. Pasien mengalami perbaikan setelah 4 hari rawat inap di rumah sakit.

30
DAFTAR PUSTAKA
1. Lukacik M., Ronald l. Thomas., Jacob V. Aranda. A Meta-Analysis of the
effect of Oral Zinc in the treatment of Acute and Persistent Diarrhea;2007.
(Cited 2017 April 20). Available from:
http://www.pediatrics.org/cgi/content/full/121/2/326
2. Riset Kesehatan Daerah. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kementriaan Kesehatan RI 2013. (cited 2017 April 20). Available from:
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas
%202013.pdf
3. Dinas Kesehatan Kota Depok. Profil Kesehatan Kota Depok Tahun 2015.
(cited 2017 April 20). Available from: http://dinkes.depok.go.id/wp-
content/uploads/Profil-Kesehatan-2015-FIX.pdf
4. Depatemen Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia. Diare Pada Anak.
www.depkes.go.id. Diunduh 20 Maret 2017.
5. Parashar, U.D., hummelman, E.G., Breese, J.S., Miller, M.A., Glass,
R.I.Global Illnes and Death Caused by Rotavirus Disease in Children.
Emerging Infection Disease;2006. Hal 565-572
6. WHO. Diare. Dalam: Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah
Sakit. Jakarta.2009. H. 131-145.
7. Antonius, Badriul,dkk. Diare Akut. Dalam: Pedoman Pelayanan Medis.
2010. Hal: 58-63.
8. Richard Behrman. Gastroenteritis Akut. Dalam: Nelson - Ilmu Kesehatan
Anak Esensial Nelson, edisi ke-6. Singapore: Saunders; 2014. H. 481-486.
9. Subagyo, Bambang. Diare Akut. Dalam: Buku Ajar Gastroenterologi-
Hepatologi, Jilid 1. Jakarta. 2009. Jakarta. H. 90-123.
10. Bhutta ZA. Acute Gastroenteritis In Children. Dalam: Behrman RE,
Kliegman RM, Jenson HB, penyunting. Nelson -Textbook Of Pediatrics.
Edisi ke-18. Philadelphia: WB Saunders; 2008. H. 1605-18.
11. Pendidikan Medik Pemberantasan Diare ( PMPD ) : 2000, Buku Ajar
Diare, DepKes RI DITJEN, PPM dan PLP.
12. Mohammad Juffrie. Keseimbangan Cairan dan Elektrolit. Dalam: Buku
Ajar Gastroenterologi-Hepatologi, Jilid 1. Jakarta. 2009. H. 6-30.
13. Juffrie, M. Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit pada Penyakit
Saluran Cerna. Dalam: Sari Pediatri, Vol. 6, No. 1, Juni 2004 . H. 52-59.
14. Catherine A. Churgay, Md, Zahra Aftab, Md,. American Family Physician:
Gastroenteritis in Children: Part I. Diagnosis. Ohio. 2012. Hal: 1059-1062.
15. Catherine A. Churgay, Md, Zahra Aftab, Md,. American Family Physician:
Gastroenteritis in Children: Part II. Prevention and Management. Ohio.
2012. H. 1066-1069.
16. Meliny H. Acute Diarrhea with Mild to Moderate Dehydration e.c Viral
Infection.2014;(cited 2017 April 22). 1(1): Available from
http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/medula/article/download/452/
453
17. Ulfah M., Rustiana Y., Wanda D. Zink Efektif Mengatasi Diare Akut pada
Balita. 2012;(cited 2017 April 22). 2(15): Available from
http://www.jki.ui.ac.id/index.php/jki/article/download/39/39
18. Arlinda, Mukaddas A, Faustine I. Identifikasi Drug Related problems (DRPs)
pada Pasien Anak Gastroenteritis Akut di Instalasi Rawat Inap RSU

31
Anutapura Palu. 2016; (cited 2017 Aprol 22). 2(1): Available from
http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/Galenika/article/download/5302/
4047
19. Siswidiasari A., Widyani K., Chandra S. Profil Terapi Obat pada Pasien
Rawat Inap dengan Diare Akut pada Anak di Rumah Sakit Umum Negara.
2014; (cited 2017 April 25). 8(2): vailable from
http://ojs.unud.ac.id/index.php/jchem/article/download/11755/8046

32

Anda mungkin juga menyukai