Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH AGAMA

“Dialog antar umat beragama, perlukah ?”

KELOMPOK 2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat-Nyalah sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan
tepat waktu.
Adapun isi dari makalah ini mengenai “Dialog antar umat beragama,
perlukah ?”. yang akan membahas tentang latar belakang dialog, mengapa
dialog sangat penting bagi masyarakat, bagaimana peran dialog antar umat
beragama, etika-etika dalam berdialog, dan masalah-masalah yang timbul.
Dalam situasi historis yang baru itulah dialog makin menonjol dalam
semua bidang, baik di tingkat internasional, tingkat regional, tingkat nasional
dan juga tiap-tiap daerah, kota dan desa, dimana manusia-manusia yang
mempunyai latar belakang yang beraneka ragam menghadapi tanggung jawab
bersama untuk memelihara dan mengembangkan kemanusiaan bersama. Dialog
berarti membuka diri bagi pandangan yang berbeda-beda dengan tiap orang.
Tak lupa pula kami ucapkan terima kasih kepada Dosen pengempu
mata kuliah agama (Bu Ester) dan orang-orang yang telah berpartisipasi dalam
menyelesaikan makalah ini.

Salatiga, 20 Februari 2017


Penyusun

2|Page
DAFTAR ISI

Halaman Judul....................................................................................................... i
Kata Pengantar......................................................................................................ii
Daftar Isi...............................................................................................................iii
BAB I Pendahuluan............................................................................................1-2
1.1 Latar Belakang......................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................2
BAB II Pembahasan.........................................................................................3-10
2.1 Sejarah Dialog antar agama di Indonesia..............................................3
2.2 Pengertian Dialog Antar Umat Beragama.............................................4
2.3 Tujuan Dialog antar agama....................................................................4
2.4 Syarat-syarat Dialog...........................................................................4-5
2.5 Jenis Dialog Antar Umat Beragama.......................................................6
2.6 Kehidupan Agama Di Indonesia.........................................................6-7
2.7 Beberapa Masalah yang Mempengaruhi Hubungan Antar-Agama....7-8
2.8 Hubungan antara Agama Islam, Kristen, Hindu, Buddha................8-10
2.9 Realitas Konflik Antar-Agama di Indonesia........................................11
2.10 Tantangan dan Peluang dalam Dialog Antar Agama...................11-12
2.11 Hambatan-hambatan dalam Membangun Dialog Antarumat
beragama.........................................................................................12-13
2.12 Penanggulangan konflik antar umat agama......................................13
BAB III Penutup..................................................................................................14
- Kesimpulan........................................................................................14
- Saran..................................................................................................14
Daftar Pustaka.....................................................................................................16
Lampiran..............................................................................................................17
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dialog adalah bahasa yang kini kita temukan dalam lingkungan
pertemuan antara umat beragama, baik internasional, maupun nasional. Dialog
atau percakapan pada dasarnya telah kita miliki pada diri kita masing-masing.
Percakapan itu sendiri tidak pernah selesai pada diri manusia, sesuai dengan
pertumbuhan/perkembangan dirinya dan lingkungannya.
Dialog sendiri kalau kita telusuri maknanya ke dalam berarti
bermusyawarah, dimana dalam percakapan secara bersama-sama dibicarakan
masalah atau perbedaan pendapat yang ada dalam segala hal, termasuk dialog
antar penganut agama dan kepercayaan yang berbeda-beda. Dalam dilaog atau
bermusyawarah yang juga dapat disebut “seni hidup bersama” ini sangat
menonjol pemikiran akan keseimbangan serta selarasan dalam arti tidak
mengenal adanya dominasi mayoritas atas minoritas dan sebaliknya. Untuk itu
maka sangat diperlukan satu kebesaran jiwa, tanggung rasa, keterbukaan dan
kejujuran dari semua pihak.
Agama merupakan salah satu pembatas peradaban. Artinya, umat manusia
terkelompok dalam agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, Kong Hu
Chu dan sebagainya. Potensi konflik antar mereka tidak bias dihindari. Oleh
karena itu, untuk mengantisipasi pecahnya konflik antar umat beragama perlu
dikembangkan upaya-upaya dialog untuk mengeliminir perbedaan-perbedaan
pembatas di atas. Dialog antar umat beragama merupakan sarana yang efektif
menghadapi konflik antar umat beragama. Pentingnya dialog sebagai sarana
untuk mencapai kerukunan, karena banyak konflik agama yang anarkis atau
melakukan kekerasan.
Di Indonesia yang pluralitas agama, dialog menjadi pilihan alternatif yang
ideal dalam penyelesaian konflik antar umat beragama. Fenomena konflik antar
umat beragama harus ditangani, karena berdampak sangat negatif. Untuk
menghadapi fenomena ini, para pemuka lintas agama tingkat pusat harus
melakukan dialog antar umat beragama.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana sejarah dialog antar umat beragama ?
2. Apa pengertian dialog antar umat beragama ?

1|Page
3. apa tujuan dialog antar umat beragama ?
4. Syarat-syarat apa sajakah dalam berdialog ?
5. Jenis dialog antar umat beragama seperti apa ?
6. Kehidupan agama di Indonesia seperti apa ?
7. Masalah-masalah apa sajakah yang mempengaruhi hubungan antar-
Agama ?
8. Bagaimana hubungan antara Agama Islam, Kristen, Hindu, Buddha, Kong
Hu Cu ?
9. Bagaimana realitas konflik Antar-Agama di Indonesia ?
10.Apa sajakah tantangan dan peluang dalam dialog antar Agama ?

2|Page
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Dialog antar agama


Dialog antar umat beragama di Indonesia mulai mendapat perhatian
sejak tahun 1960-an, khususnya Orde Baru. Musyawarah kerukunan
beragama yang diprakarsai oleh depag telah berlangsung pada tahun 1967.
Kemudian pertemuan di berbagai tingkat permukaan agama berlangsung di
banyak daerah, sekitar masalah kerukunan dan toleransi beragama.
Dialog tersebut diselenggarakan atas perkara-perkara yang terjadi. Misalnya,
negara eropa dan perkara-perkara lainnya di berbagai negara.
 Untuk mengembangkan kerukunan, dan menciptakan adanya
kedamaian maka dialog tersebut sangatlah penting, Karena dialog
antar umat beragama merupakan salah satu pembatas peradaban.
Yang artinya bahwa umat beragama terdiri dari beberapa kelompok;
agama Islam, Kristen, Katolik, Buddha, Khong Hu Cu dan
sebagainya. Potensi konflik dalam agama tersebut tidak bisa di
hindari. Oleh karena itu untuk mengantisipasi terjadinya konflik,
maka perlu dikembangakan upaya-upaya dialog antar umat beragama,
contohnya tidak ada pembatas perbedaan.
 Dialog adalah upaya untuk menjembatani bagaimana konflik bisa
teratasi. Dialog memang bukan tanpah persoalan, contoh misalnya
dengan standar apa yang harus kita gunakan untuk mencakup dan
menerimah perbedaan yang ada di dunia.
Dialog yang diselenggarakan atas prakarsa tokoh atau lemabaga
keagamaan terjadi, antara lain di Jawa Barat, Khususnya di Sukabumi
(misalnya tahun 1967, 1968, 1971) atas prakarsa pang lima Divisi Sili wangi
di Garut (1967) dll. Untuk mengembangkan kerukunan, pemerintah pernah
menyelenggarakan semacam proyek yang disebut “Proyek Pelita Dialog
Antar Umat Beragama” yang dipusatkan di Ibu kota Propinsi (1972-1975).
Perhatian Gereja-gereja terhadap masalah hubungan antara umat
beragama mulai di dengar dalam Konferensi gereja dan Masyarakat di
Salatiga (1967) yang mengatakan “Agama dalam memenuhi tugasnya di
tengah-tengah proses modrenisasi dengan memperkembangkan pemikiran
baru dengan bertolak dari iman masing-masing”.
Selanjutnya perhatian terhadap hubungan antar umat beragama di
kalangan gereja-gereja semakin berkurang. Barulah pada tahun 1981 PGI

3|Page
(DGI) menyelenggarakan seminar Agama-agama yang kemudian
berlangsung setiap tahun dengan tema-tema yang disesuaikan dengan
perkembangan yang sedang terjadi. Dari tema-tema yang jelas dialog
dipusatkan pada masalah yang dihadapi bersama sebagai bangsa dan
masyarakat Indonesia.
Di Indonesia tampaknya agama-agama bergerak sendiri-sendiri
menghadapi tantangan perkembangan zaman. Padahal tantangan yang kita
hadapi itu dihadapi oleh semua umat. GBHN mengamanatkan harapan dari
umat beragama akan bertanggungjawab bersama dari semua golongan
beragama dan kepercayaan TYME untuk secara terus menerus dan bersama-
sama meletakkan landasan spriritual, moral danetika yang kokoh bagi
pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila.
Selain ini umat beragama belum bergaul secara akrab yang ada hanya
semacam ko-eksistensi, enggan membicarakan masalah secara bersama-sama
karena takut menimbulkan “keresahan” atau takut ada yang tersinggung.
Padahal justru karena ada perbedaanlah maka pengenalan perlu dan karena
perbedaan pula persatuan menjadi hidup.

2.2 Pengertian Dialog Antar Umat Beragama


Agama merupakan salah satu pembatas peradaban. Artinya, umat
manusia terkelompok dalam agama Islam, Kristen, Katolik, Kong Hu Cu
dan sebagainya. Potensi konflik antar mereka tidak bisa dihindari. Oleh
karena itu, untuk mengantisipasi pecahnya konflik antar umat beragama
perlu dikembangkan upaya-upaya dialog untuk mengeliminir perbedaan-
perbedaan pembatas yang terjadi.
Dialog adalah upaya untuk menjembatani bagaimana benturan bisa
dieliminir. Dialog memang bukan tanpa persoalan, misalnya berkenaan
dengan standar apa yang harus digunakan untuk mencangkup beragam
peradaban yang ada di dunia. Dialog antar umat beragama merupakan sarana
yang efektif menghadapi konflik antar umat beragama. Pentingnya dialog
sebagai sarana untuk mencapai kerukunan, karena banyak konflik agama
yang anarkis atau melakukan kekerasan. Mereka melakukan pembakaran
tempat-tampat ibadah dan bertindak anarki, seperti penjarahan dan
perusakkan tempat tinggal
Di dalam Negara Indonesia yang pluralitas agama, dialog menjadi
pilihan alternatif yang ideal dalam penyelesaian konflik antar umat
beragama. fenomena konflik antar umat beragama harus ditangai, karena

4|Page
berdampak sangat negatif. Untuk menghadapi fenomena ini, para pemuka
lintas agama tingkat pusat melakukan dialog antar umat beragama.

2.3 Tujuan Dialog antar agama


Dialog bertujuan untuk memberikan pemahaman dan pengertian
tentang ajaran dan kehidupan. Dialog merupakan wahana yang dibangun
untuk menciptakan kerukunan, pembinaan toleransi, kesejahteraan bersama,
membudayakan keterbukaan, mengembangkan rasa saling menghormati,
saling memberi, membina integrasi antara penganut agama.

2.4 Syarat-syarat Dialog


 Beberapa syarat penting sebelum kita memasuki arena dialog antara lain:
1. Keterbukaan, Artinya masing-masing peserta dengan terbuka
mendengarkan kebenaran-kebenaran iman dari pihak lain seraya
menyampaikan kebenaran-kebenaran yang diyakininya dengan terbuka.
2. Dialog harus didasarkan pada kebebasan inklusif, dalam arti penerimaan
yang jujur dan dewasa terhadap agama yang lainnya. Proses dialog yang
jujur akan memunculkan agama yang umatnya mampu menertibkan soal-
soal rawan yang bersentuhan dengan sentimen agama.
3. Dialog harus mengarahkan setiap orang untuk menjalin semangat
persaudaraan yang sejati yang terungkap dalam kehidupan praktis seperti
saling berkunjung, saling memberi salam dan memberikan ”parsel” pada
setiap hari raya keagamaan. Dalam konteks ini, dialog itu harus
mengatasi keberadaanya.
 Syarat syarat yang perlu dimiliki dan dihindari dalam dialog pada
umumnya:
1.) Perlu memiliki pribadi menurut istilah Reuel L. Howe :
a.) Pribadi yang utuh dan otentik.
utuh : kalo memberikan tanggapan dengan sepenuh hati tidak
setengah setengah.
Otentik : menghargai orang lain, mempercayai orang dan tidak
berusaha memperalatnya.
b.) Pribadi diagonal : sanggup terbuka pada orang lain dalam hal
mendengarkan dan menerima pendapat orang lain, bahkan mau
mengungkapkan dirinya pada orang lain
c.) Pribadi dialogal : seseorang yang bersifat disiplin, mematuhi
konsekuensi tata tertib, teguh pendiriannya.

5|Page
2.) Rintangan yang harus diatasi :
a.) Rintangan bahasa : karena dalam setiap logat bahasa setiap
orang berbeda beda walaupun cara baca sama, tetapi
mempunyai arti beda, maka dari itu harus mencari bahasa yang
sesuai.
b.) Gambaran tentang orang lain yang keliru : dalam hal ini
banyak masyarakat beranggapan bahwa pendapat bahkan
agama mereka yang benar dan menyalahkan agama orang lain,
dalam dialog tidak bisa kita menyalahkan yang lain karna akan
mempersempit pemikiran kita.
c.) Nafsu membela diri : dalam dialog kebanyakan saling
membela diri dan ingin pendapat mereka yang diterima dan
menang, tapi hal itu tidak dapat titik terang dalam dialog,
harusnya kita terbuka dan menerima pendapat mereka, dalam
artian kita tidak kalah, tetapi hanya saling tukar informasi untuk
mencari tujuan pemersatu antar umat beragama.
2.5 Jenis Dialog Antar Umat Beragama
Menurut H. Kasno Sudaryanto, jenis dialog terbagi jadi 4, yaitu :
1) Dialog Kehidupan, menjadi aktual dalam berkehidupan bersama
masyarakat dengan sikap saling menghormati, menghargai, dan mampu
menerima perbedaan orang lain. Dialog ini terjadi di antara penganut-
penganut yang berbeda dalam hidup keseharian yang mencangkup segala
bentuk pergaulan dan hubungan sosial. Dialog ini bisa terjadi dimana saja,
seperti dalam keluarga, masyarakat, dan tempat kerja. Hal ini dikarenakan
penganut-penganut agama yang berbeda hidup saling berdampingan.
Dengan hidup berdampingan, secara langsung mereka kondisi kehidupan
yang sama, baik suka dan duka, sehingga mereka dapat berbagi
pengalaman dan menghayati hidupnya berdasarkan keyakinan imannya
sendiri tanpa melihat perbedaan yang ada.
2) Dialog Aksi/karya, adalah upaya melakukan kegiatan sosial yang
bertujuan membantu orang lain secara bersama-sama. Tujuannya yaitu
membantu orang lain tanpa memandang siapa dia dan agamanya apa.
Tidak dipungkiri lagi sebagai umat beragama menyadari bahwa dirinya
adalah bagian dari masyarakat. Maka dari itu diharapkan bahwa umat
beragama dapat bekerjasama untuk membangun atau memajukan
masyarakat dalam dialog karya, mereka yang berbeda agama dapat saling

6|Page
bahu-membahu untuk beraksi atau berkarya, baik untuk tujuan
kemanusiaan, sosial, ekonomi, atau politik.
3) Dialog Pengalaman Religius, yaitu dalam bentuk aktivitas bertukar
pengalaman tentang agamanya masing-masing. Contohnya, orang islam
berbagi pengalaman mengenai Ibadah Haji, orang Kristen berziarah ke
Israel.
4) Dialog Teologi, yaitu upaya menjelaskan ajaran agama yang dianut oleh
masing-masing pihak, guna untuk dipahami dan dimengerti, bukan untuk
diperdebatkan. Biasanya dilakukan oleh para teologi.

2.6 Kehidupan Agama Di Indonesia


Perkembangan sejarah dan kebudayaan Indonesia tidak bisa dilepaskan
dari sentuhan dan pengaruh agama-agama yang ada dan berkembang di
Indonesia. Mula-mula datang agama Hindu, disusul oleh agama Budha,
Islam dan kemudian Kristen, baik Protestan maupun Katolik. Di samping itu
berbarengan dengan kedatangan bangsa Cina yang kebanyakan beragama
Kong Hu Cu maka agama tersebut pun ikut meramaikan dunia keagamaan di
Indonesia.
Kehadiran agama-agama besar tersebut, terutama tiga yang pertama,
Hindu, Budha dan Islam, tidak saja bersifat kerohanian melainkan juga
secara fisik dan pilotis dalam wujud berdirinya kerajaan-kerajaan Hindu,
Budha dan Islam. Hal ini tentu saja memberikan bekas yang tidak sedikit
dalam perkembangan kehidupan bangsa Indonesia.
Kenyataan hidup dan berkembangnya berbagai agama tersebut menambah
corak kemajemukan bangsa Indonesia. Satu hal yang mengembirakan adalah,
bahwa walaupun kemajemukan itu mengandung potensi pertentangan,
namun dalam sejarah Indonesia boleh dikatakan tidak pernah terjadi perang
antar umat beragama.
Di beberapa daerah di mana masyarakat memeluk lebih dari satu agama,
dapat disaksikan bukan saja kehidupan yang penuh toleransi dalam wujud
sikap saling menghormati dan saling tenggangrasa, melainkan juga tolong-
menolong dalam kegiatan yang bertalian dengan agama seperti pembangunan
masjid atau gereja. Bahkan tidak jarang ditemui satu keluarga yang terdiri
dari beberapa anggota, mungkin suami atau istri, terdiri dari beberapa anak
yang berbeda agama. Sedang dalam pergaulan sehari-hari orang tidak begitu
mempersoalkan keagamaan seseorang. Sudah sejak zaman penjajahan
Belanda umat beragama membentuk perkumpulan-perkumpulan yang

7|Page
bergerak dalam bidang keagamaan, pendidikan, sosial dan politik. Dan dalam
perkembangan pergerakan-pergerakan tersebut bukan saja dipengaruhi tapi
juga ikut mempengaruhi kehidupan politik. Salah satu perkembangan yang
penting dewasa ini adalah bahwa masing-masing umat beragama mempunyai
semacam puncak organisasi, setidak-tidaknya yang berdiri di atas kelompok
umat. Umat Islam mempunyai “Majelis Ulama Indonesia”, umat Kristen
mempunyai “Dewan Gereja-gereja Indonesia, umat Katolik mempunyai
“Majelis Agung Waligereja Indonesia, umat Hindu mempunyai “Parisada
Hindu Dharma”, umat Budha mempunyai “Majelis Agung Agama Budha
Indonesia” dan umat Kong Hu Cu mempunyai “Majelis Tinggi Agama Kong
Hu Cu Indonesia”.

2.7 Beberapa Masalah yang Mempengaruhi Hubungan Antar-Agama


Secara umum kehidupan dan pergaulan umat berbagai agama tampak
rukun. Akan tetapi hal ini tidak berarti tidak pernah terjadi ketegangan atau
persinggungan satu sama lain. Ketegangan dan persinggungan itu wajar
dalam suatu masyarakat yang beraneka. Namun suatu ketika dapat terjadi
peruncingan yang tak terkendalikan. Kemungkinan peruncingan tersebut bisa
disebabkan oleh beberapa hal, antara lain, masalah penyebaran agama,
warisan penjajahan serta masalah kompleks mayoritas dan minoritas.
Penyebaran agama adalah hal yang sangat wajar dan semestinya. Agama
Islam dan Kristen misalnya sangat mementingkan hal ini. Para pemeluknya
menanggung kewajiban agama untuk itu. Selain itu penganut dari satu agama
menerima penghayatan yang dianggap sebagai satu-satunya kebenaran yang
menyangkut keselamatan di dunia dan terutama di akhirat. Oleh karena itu
sangat sangat kodrati apabila orang yang beragama merasa terpanggil untuk
menyelamatkan orang lain lewat ajakan memeluk agama yang diyakini
sebagai satu-satunya jalan keselamatan.
Ketegangan dalam penyebaran agama timbul apabila cara-cara yang
dipergunakan dirasakan sebagai kurang wajar. Misalnya : adanya penyebar
agama yang mendatangi rumah demi rumah penganut agama lain, ceramah-
ceramah dan tulisan-tulisan yang bersifat ancaman terhadap agama lain dan
cara-cara lain yang dianggap kurang wajar menimbulkan problem hubungan
antar agama. Walaupun dalam kenyataan yang melakukan cara-cara kurang
wajar tersebut adalah satu atau dua kelompok kecil, akan tetapi masyarakat
cenderung ngejudje/menghakimi rata.

8|Page
Hubungan antara umat beragama di Indonesia tidak bisa lepas dari
problem mayoritas dan minoritas. Di kalangan mayoritas timbul perasaan
tidak puas karena merasa terdesak posisi dan peranannya. Sedangkan di
kalangan minoritas timbul ketakutan karena merasa terancam ekstensi dan
hak-hak asasinya. Ditambah lagi kurang adanya pergaulan yang erat antara
para pemuka berbagai agama, maka ancaman terhadap kehidupan yang rukun
cukup besar.

2.8 Hubungan antara Agama Islam, Kristen, Hindu, Buddha, Khong Hu cu


Untuk menjabatani hubungan umat pemeluk kedua agama yaitu agama
Islam dan Kristen, berbagai cara dilakukan tanpa kenal lelah. Kunci dari
semuanya adalah sebuah keinginan untuk berdialog secara terbuka dan tulus.
Kita harus yakin kekuatan dialog (the power of dialogue), karena hanya
dengan demikian umat antar agama dapat menyelesaikan masalah diantara
mereka. Berdialog merupakan kesediaan untuk saling berbicara dan saling
mengenal, tanpa saling mencampuri satu sama lain.
Dalam Kristen, hanya Allah-lah Sumber Cinta Kasih dalam kehidupan.
Surat Paulus kepada umat di Roma (Rm. 2:1-16) sebagai dasar bagi orang
kristiani menempatkan diri di hadapan Allah dalam kebersamaan dengan
sesama. Dalam suratnya, Paulus menegaskan bahwa di hadapan Allah semua
manusia itu beroleh cinta kasih Allah yang tulus agar setiap orang senantiasa
berjalan menuju kepada Allah. Alah yang menarik manusia ke dalam
kehidupan-Nya sehingga manusia terarah kepada Allah. Bukan karena
predikat dan prestasinya manusia mampu berjalan menuju Allah. Oleh
karena itu, setiap manusia dipanggil untuk menjadi saudara bagi sesamanya
dalam perjalanan menuju kepada Allah di dunia ini sehingga terhadap
sesamanya setiap orang yang dibaptis harus menjadi sesama yang sepadan
yang berjalan bersama yang lain menuju Allah berkat cinta kasih Allah.
Tindakan menghakimi orang lain dengan menyatakan bahwa keyakinan yang
dimilikinya tidak membawa keselamatan berarti mereduksi kekayaan
kemurahan-Nya, kesabaran-Nya dan kelapangan hati-Nya ke dalam ukuran
yang sangat manusiawi yang dibuat untuk orang lain. Cinta kasih Allah tidak
terbatas. Semenatara itu, cinta kasih manusiawi terbatas dan tak jarang
memberi syarat yang mustahil dilakukan. Menurut Paulus dalam
pergaulannya dengan sesama, misteri cinta kasih yang tak terbatas memang
diungkapkan dalam cinta kasih manusia yang terbatas. Dalam

9|Page
keterbatasanya, manusia dipanggil untuk mengungkapkan cinta kasih Allah
yang tak terbatas.
Gereja Katolik sangat menyetujui dengan kegiatan dialog, terlebih dialog
antarumat beragama. Sikap dialog dalam Gereja Katolik sangat terlihat
ketika Konsili Vatikan II. Dalam konsili tersebut disadari bahwa dialog
adalah suatu kebutuhan fundamental Gereja, di mana Gereja terpanggil untuk
bekerja sama dalam rencana Allah, lewat respek dan cinta terhadap semua
orang. Bagi Paulus VI, dialog bukanlah sekedar diskusi, melainkan
mencangkup berbagai hubungan antaragama yang positif dan membangun,
demi saling pemahaman dan saling memperkaya.
Dalam Islam prinsip ini, dikenal dengan adagium al-Quran “bagimu
agamamu dan bagiku agamaku” dan ajaran ta’aruf yang saling memahami,
saling menghargai, dan saling menghormati. Ajaran ini akan membawa
pemeluk berbeda agama untuk bersedia hidup berdampingan secara damai
dama konfigurasi kemajemukan. Islam menekankan yang kuat pada
persekutuan orang percaya Qur’an menekankan bahwa “Umat manusia
adalah satu persekutuan”. Lain dari pada itu bukan hanya orang setia kepada
agama tertentu yang menyatakan bahwa mereka memiliki cadangan-
cadangan yang menekankan pokok ini.
Didalam masing-masing agama dari kelima agama yang hadir disini
terasa ada unsur umum yang mengatasi batas-batas mereka. Dalam agama
Hindu baik yang klasik maupun yang modern, ada unsur penekanan perhatian
terhadap persekutuan umat manusia yang universal. Sri Aurobindo, dalam
buku Devini life, bahkan membicarakan tentang pengelompokan-
pengelompokan besar dari bangsa-bangsa dan tentang kesatuan dunia sebagai
konsekuensi logis daripada evolusi spiritual dalam batin.
Agama Buddha menekankan persamaan manusia, dalam Sangha
mereka menekankan pola persekutuan yang baru sama sekali, yang mengatasi
sistim kasta tradisional. Adalah suatu kesalah pahaman kalau dikira agama
Yahudi hanya bersangkut paut dengan Israel, karena perhatian Allah juga
meliputi bangsa-bangsa lain, serta nabi-nabi menunjuk pada penglihatan
tentang umat manusia yang hidup bersama dalam naungan Allah dalam
kebenaran dan kedamaian.
Khong Hu Cu sangat mementingkan ajaran moral. Jika setiap orang
dapat mengusahakan keharmonisan dengan sesama, dengan alam dan dengan
Tuhan maka akan tercipta perdamaian Allah. Tujuan hidup yang dicita-
citakan salam ajaran agama ini adalah menjadi seorang kunchu (manusia

10 | P a g e
budiman). Seorang Kuncu adalah orang yang memiliki moralitas tinggi yang
mendekati moralitas sang Nabi (Konghucu).
Orang-orang yang mengaku tidak beragama, yang setia kepada
ideologi-ideologi tertentu seperti Marxisme juga menunjukkan pada dimensi
yang lebih besar itu dengan cara yang berbeda. Marxisme menantikan
terwujudnya ”persekutuan dunia” secara penuh sebagai hasil dari proses
historis yang berlangsung melalu perjuangan kelas dan revolusi kearah
terbentuknya masyarakat tanpa kelas pada akhirnya. Persekutuan dunia disini
dipahami akan terjadi dalam bentuk ”Internasionalisasi proletariat”.
Organisasi-organisasi seperti persekutuan bangsa-bangsa memiliki anggapan-
anggapan mereka sendiri mengenai hakekat persekutuan dunia, usaha-usaha
yang harus dilakukan untuk membangunnya serta proses historis yang barang
kali dapat menuju kesana dimasa depan yang mungkin masih jauh disana.
Soal yang pelik yang dihadapi disini ialah untuk menyatakan hubungan
dialektis antara kekhususan persekutuan seseorang pada satu pihak dan
tuntutan universal bagi terwujudnya persekutuan dunia pada pihak lainnya.

2.9 Realitas Konflik Antar-Agama di Indonesia


Bangsa Indonesia memiliki kemajemukan dari segi agama, dan
kemajemukan ini telah menjadi bagian dari sejarah kehidupan manusia
Indonesia. Akan tetapi, kemajemukan agama ini kerapkali membawa situasi
yang paradoks. Di satu pihak, kemajemukan agama mengharuskan umat
beragama untuk menghargai pemeluk agama-agama lain dalam kedudukan yang
setara. Dan di lain pihak, kemajemukan agama itu justru menimbulkan
hubungan yang tidak harmonis yang berujung pada konflik. Dewasa ini, ada
banyak persoalan krusial yang bermunculan di tengah kehidupan sosial
masyarakat Indonesia. Dalam konteks negara kita, konflik yang diwarnai oleh
tindakan kerusuhan dan kekerasan menjadi suatu kenyataan yang lumrah. Masih
tercatat dalam benak kita berbagai kerusuhan seperti kerusuhan Kupang,
Ambon, Sambas, insiden Monas 1 Juni 2008, pembakaran dan perusakan
tempat ibadah jemaat Ahmadiah, penyerangan dan Penghancuran Gereja
Kristen Pasundan di Citeureup-Bandung, demo menuntut penutupan Gereja
Katolik Damai Kristus, penutupan paksa akses jalan Sekolah Sang Timur-
Ciledug, dan lain-lain. Konflik-konflik tersebut telah memakan korban cukup
banyak baik materi maupun jiwa manusia. Pelbagai kekerasan juga telah
menimbulkan penderitaan psikologis seperti shock, takut, cemas, perasaan
traumatis yang menghinggapi masyarakat.

11 | P a g e
Menghadapi berbagai konflik di atas, tepat bila diupayakan
terselenggaranya dialog antar umat beragama yang dimulai antara para tokoh-
tokoh agama dengan pemerintah maupun tokoh-tokoh agama dengan
masyarakat. Mengapa dialog sangat ditekankan dalam membina kerukunan di
antara umat beragama? Ada beberapa alasan yang dapat dijadikan dasar bagi
pelegitimasian adanya dialog antara umat beragama. Beberapa alasan itu antara
lain; Pertama, dialog merupakan titik simpul dari semua pembahasan tentang
membangun kerukunan di antara umat beragama. Dialog menjadi media
pertukaran ide, informasi, dan pengetahuan tentang agama satu sama lain.
Dialog juga membantu kita dalam proses transaksi nilai-nilai religius yang
mengacu pada pembentukan dan penumbuhan semangat bersama. Melalui
dialog, kita diajak untuk melihat kehidupan dalam wawasan yang lebih luas,
perspektif yang semakin variatif, dan persoalan-persoalan yang mendesak yang
mesti harus diatasi. Kedua, dengan dialog, umat kristiani dan umat lain
diundang untuk memperdalam komitmen religiusnya agar menanggapi
panggilan personalnya dengan semakin tulus dan hormat akan yang lain.

2.10 Tantangan dan Peluang dalam Dialog Antar Agama


Upaya 1 umat agama untuk membagun dialog dengan umat beragama lain
bukan merupakan suatu pekerjaan yang mudah untuk dilakukan. Tentu saja
dihadapkan pada berbagai hambatan yang memungkinkan dialog tidak dapat
berjalan dengan baik. Hambatan-hambatan itu bisa jadi berupa prasangka,
penolakan atau dendam akan konflik masa silam yang belum tersembuhkan dari
lubuk hati umat beragama lain. Misalnya antara umat katolik dan muslim. Dari
kalangan Katolik masih tersimpan prasangka atau perasaan takut ketika mereka
hidup di daerah mayoritas umat beragama muslim dan diperlakukan dengan
tidak adil. Sedangakan dari kalangan Islam, Mohhammad Fajrul Fallaakh
memberikan kesaksian bahwa “dikalangan kaum muslim sendiri terdapat
keraguan terhadap manfaat dialog tersebut, misalnya karena penilaian bahwa
dialog dapat mengganggu iman, memungkinkan pelaku dialog menganut
sinkretisme dalam berteologi...”.
Meski pun banyak hambatan yang ditemukan dalam upayanya membangun
dialog dengan umat beragama lain, setidaknya ada beberapa peluang yang
memungkinkan dialog terjadi. Pertama kesadaran Gereja Katolik akan sejarah
kelam yang pernah terjadi dalam sejarah peradaban manusia. Sejarah kelam
tersebut berupa superioritas Gereja Katolik yang menempatkan diri sebagai
satu-satunya agama yang membawa keselamatan. Selain itu, konflik antara

12 | P a g e
Kristen dan islam secara besar-besaran seperti Perang Salib. Kedua sejarah
kelam ini membawa umat kristiani kepada suatu kesadaran baru dengan
mengajak umat Kristiani maupun umat beragama lain untuk melupakan masa
lampau yang suram karena dianggap sebagai beban sejarah yang merusakkan
hubungan yang terbuka dan saling menerima. Kedua, antara agama katolik dan
agama-agama yang lainnya mengandung unsur-unsur kebenaran tertentu yang
perlu diyakini dan diterima oleh penganut agama manapun. Selain itu, antara
agama katolik dan agama-agama yang lainnya memiliki kesamaan sejumlah
unsur pokok. Misalnya antara Islam dan Katolik. Keduanya merupakan agama
Ibrahim, mewarisi tradisi ethical monotheism, merupakan agama wahyu dengan
rasul dan kitab suci masing-masing, sedangkan dengan rasul dan kitab suci itu
menempatkan keduanya sebagai agama historis.

2.11 Hambatan-hambatan dalam Membangun Dialog Antarumat


beragama
 Tradisional yaitu cara beragama berdasarkan tradisi. Cara ini mengikuti cara
beragamanya nenek moyang, leluhur atau orang-orang dari angkatan
sebelumnya. Biasanya orang yang kuat dalam beragama, sulit menerima hal-
hal keagamaan yang baru atau pembaharuan. Dengan demikian kurang
dalam meningkatkan ilmu amal keagamaannya.
 Formal, yaitu cara beragama berdasarkan formalitas yang berlaku di
lingkungnnya/masyarakatnya. Cara ini biasanya mengikuti cara
beragamanya orang berkedudukan tinggi atau punya pengaruh. Berdasarkan
cara ini orang mudah mengubah cara beragamanya jika berpindah
lingkungan atau masyarakat yang berbeda dengan cara beragamanya apalagi
kalau menguntungkan dirinya. Mereka ada minat meningkatkan ilmu dan
amal keagamaannya akan tetapi hanya mengenai hal-hal yang mudah dan
tampak dalam lingkungan masyarakatnya.
 Rasional yaitu cara beragama berdasarkan penggunaan rasio.untuk itu
mereka selalu berusaha memahami dan menghayati ajaran agamanya
dengan pengetahuan, ilmu dan pengalamannya. Mereka bisa berasal dari
orang yang beragama secara tradisonal atau formal bahkan orang yang tidak
beragama sekalipun.
 Metode pendahulu yaitu cara beragama seseorang berdasarkan akal dan hati
(perasaan) di bawah wahyu. Untuk itu, ia selalu berusaha memahami dan
menghayati ajaran agamanya dengan ilmu, pengamalan dan penyebaran. Ia

13 | P a g e
selalu mencari ilmu dulu kepada orang yang dianggap ahlinya dalam ilmu
agama, sebelum mereka mengamalkan dan mendakwahkan.

2.12 Penanggulangan Konflik Agama


Agama sebuah keyakinan. Bukan barang mainan. Setiap orang bersedia
melakukan apa saja, demi keyakinan agama. Inilah yang harus diperhatikan
oleh semua golongan, agar tidak bertindak sewenang-wenang. Karena hanya
akan menyulut perang antara agama.
Beberapa hal yang bisa dilakukan untuk menangani konflik antar agama :
1. Dalam menangani konflik antaragama, jalan terbaik yang bisa dilakukan
adalah saling mentautkan hati di antara umat beragama, mempererat
persahabatan dengan saling mengenal lebih jauh, serta menumbuhkan
kembali kesadaran bahwa setiap agama membawa misi kedamaian.
2. Tidak memperkenankan pengelompokan domisili dari kelompok yang
sama didaerah atau wilayah yang sama secara eksklusif. Jadi tempat
tinggal/domisili atau perkampungan sebaiknya mixed, atau campuran dan
tidak mengelompok berdasarkan suku (etnis), agama, atau status sosial
ekonomi tertentu.
3. Masyarakat pendatang dan masyarakat atau penduduk asli juga harus
berbauratau membaur atau dibaurkan.
4. Segala macam bentuk ketidakadilan struktural agama harus dihilangkan
atau dibuat seminim mungkin. Kesenjangan sosial dalam hal agama harus
dibuat seminim mungkin, dan sedapat– dapatnya dihapuskan sama sekali.
5. Perlu dikembangkan adanya identitas bersama (common identity)
misalnya kebangsaan (nasionalisme-Indonesia) agar masyarakat
menyadari pentingnya persatuan dalam berbangsa dan bernegara.

14 | P a g e
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dialog antarumat beragama adalah sebuah komunikasi antarumat
beragama, baik individu maupun kelompok, yang bersifat dinamis penuh
dengan semangat persahabatan dan pelayanan. Dialog antarumat
beragama mempunyai empat macam, yakni dialog kehidupan, dialog
karya, dialog pakar, dan dialog pengalaman religius. Tujuan dari dialog
antar umat beragama adalah untuk saling memahami dan memperkaya
pengalaman iman dari masing-masing agama. Selain itu umat beragama
diharapkan dapat saling berpikir untuk membangun masyarakat dan
memikirkan fenomena-fenomena yang ada, dan menghindari konflik yang
dapat memecahkan masyarakat.
Dialog merupakan gejala harapan baik yang berlangsung di dalam
maupun di luar manusia. Jadi, dialog umat beragama mengajarkan kita
bahwa dalam umat beragama kita tidak boleh memandang perbedaan-
perbedaan yang timbul dan dialog mengajarkan kita betapa pentingnya
menjalin kerukunan dalam umat beragama.

B. Saran
Agar kerukunan hidup umat beragama dapat terwujud dan
senantiasa terpelihara, perlu memperhatikan upaya-upaya yang
mendorong terjadinya kerukunan secara mantap dalam bentuk
memperkuat dasar-dasar kerukunan internal dan antar umat beragama,
serta antar umat beragama dengan pemerintah.

15 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA

- Dialog antar umat beragama, dimana kita berada kini ? disusun oleh Olaf
Schumann. Lembaga penelitian dan studi-Dewan Gereja-gereja di
indonesia Jakarta. Penerbit LPS-DGI kerja sama dengan Dharma Cipta
1982 (291.1 S392d)
- Dialog antar umat beragama, dari manakah kita bertolak ? disusun oleh
Olaf Schumann. Lembaga penelitian dan studi-Dewan Gereja-gereja di
indonesia Jakarta. Penerbit LPS-DGI kerja sama dengan Dharma Cipta
1982 (291.1 S392dd)
- Agama dan Tantangan Zaman seri prisma II LP3ES. Pencetak : Midas
Surya Grafindo cetakan pertama November 1985 (291.17 A259a c.5)
- Pluralisme Dialog & Keadilan. Stenley Adi Prasetyo

16 | P a g e
LAMPIRAN

 Sinopsis Vidio
Dialog Teologi, yaitu upaya menjelaskan ajaran agama yang dianut oleh masing-
masing pihak,guna untuk dipahami dan dimengerti, bukan untuk diperdebatkan. Biasanya
dilakukan oleh para teologi. Dialog ini untuk menjabatani hubungan umat pemeluk kedua
agama yaitu agama Islam dan Kristen, karena hanya dengan demikian umat antar agama
dapat menyelesaikan masalah diantara mereka. Berdialog merupakan kesediaan untuk saling
berbicara dan saling mengenal, tanpa saling mencampuri satu sama lain. Namun dalam dialog
ini malah terjadi perdebatan sengit antara Tim Islam dan Tim Kristen. Sebenarnya
kepercayaan dan KeTuhanan itu tidak perlu di perdebatkan karena setiap agama punya cra
pandangnya masing-masing. Jadi dialog seperti ini tidak ada titik temu, malah membuat
masing-masing agama saling memandang rendah terhadap kepercayaan lainnya, mereka
menganggap kepercayaan mereka paling benar dengan cara pandang mereka masing-masing
dan secara terang-terangan menolak kepercayaan lainnya, sehingga hal itu yang membuat
dialog seperti ini tidak berakhir dengan baik karena masing-masing orang tidak mau
merendahkan hati untuk saling menerima cara pandang yang lainnya.
Karena itu lebih baik masing-masig orang memiliki jiwa saling tolerensi satu sama
lain sehingga walaupun berbeda keyakinan atau agama mereka tetap bisa hidup
berdampingan, saling membantu dengan yang lainnya. Sehingga di dalam masyarakan akan
merasa damai sejahtera.

17 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai