Anda di halaman 1dari 27

5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Daya Listrik


Daya listrik adalah banyaknya energi tiap satuan waktu dimana pekerjaan
sedang berlangsung atau kerja yang dilakukan persatuan waktu. Dari definisi ini,
maka daya listrik (P) dapat dirumuskan:
Daya = Energi/waktu (2.1)
P =W/t
P = V.i.t/t
= V.i (2.2)
P = i2 R (2.3)
P = V2/R (dalam satuan volt-ampere, VA) (2.4)
Secara garis besar daya listrik dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu: daya aktif,
daya reaktif dan daya semu ( Dunia_listrik, 2009)

2.1.1 Daya aktif ( P )


Daya aktif merupakan daya listrik yang digunakan atau dirubah oleh suatu
peralatan listrik menjadi bentuk energi lain per satuan waktu, misalnya energi
panas, mekanik, cahaya dan sebagainya. Besarnya daya aktif yang digunakan oleh
suatu peralatan listrik biasanya tercantum dalam name plate dari peralatan
tersebut. Daya aktif sering disebut juga dengan daya efektif dengan satuan watt
(W) (Hayt, 1993).
Besarnya daya aktif yang digunakan pada peralatan listrik satu fasa adalah :
P = V.I.cosφ (watt) (2.5)
Sedangkan besarnya daya aktif yang digunakan pada peralatan listrik tiga fasa
adalah :
P = √3VLIL cosφ (watt)
P = 3VpIp cosφ (watt)

5
6

dimana :
P = daya aktif (W)
VL = tegangan line / jala-jala (V)
IL = arus line / jala-jala (A)
Vp = tegangan fasa (V)
IP = arus fasa (A)
cos φ = faktor daya beban

2.1.2 Daya reaktif ( Q )


Energi listrik yang diserap dan dikembalikan per satuan waktu antara
sumber listrik dan pemakai dalam rangkaian arus bolak-balik disebut dengan daya
reaktif. Daya reaktif merupakan daya yang diperlukan oleh peralatan listrik yang
bekerja berdasarkan sistem elektromagnetik, yaitu untuk pembentukan medan
elektromagnetik dengan satuan Volt Ampere Reaktif (VAR) (Hayt, 1993).
Daya reaktif untuk sistem satu fasa adalah :
Q = VI sinφ (VAR) (2.6)
Daya reaktif untuk sistem tiga fasa adalah :
Q = √3VLIL sinφ (VAR)
Q = 3VpIp sinφ (VAR)
dimana :
Q = daya reaktif (VAR)
VL = tegangan line / jala-jala (V)
IL = arus line / jala-jala (A)
Vp = tegangan fasa (V)
IP = arus fasa (A)
sin φ = faktor daya reaktif

2.1.3 Daya semu ( S )


Daya semu merupakan daya yang diperoleh dari hasil perkalian arus dan
tegangan tanpa tergantung dari sudut fasanya. Daya semu juga disebut daya
7

kompleks yang merupakan penjumlahan secara vektor dari daya aktif dan daya
reakrif. Daya yang dibangkitkan oleh sumber pembangkit tenaga listrik adalah
daya semu yang dinyatakan dengan Volt Ampere (VA). Dari sejumlah daya semu
ini diusahakan semuanya dapat dimanfaatkan secara maksimal dengan faktor daya
beban yang tinggi (Edminister, 1985).
Daya semu untuk sistem satu fasa:
S = VI (VA) (2.7)
Daya semu untuk sistem tiga fasa :
S = √3VLIL (VA)
S = 3VpIp (VA)
dimana:
S = daya semu (VA)
VL = tegangan line /jala-jala (V)
IL = arus line /jala-jala (A)
Vp = tegangan fasa (V)
IP = arus fasa (A)

2.2 Segitiga Daya


Segitiga daya merupakan gambaran hubungan dari daya aktif (P), daya
reaktif (Q) dan daya semu (S) secara vektor. Penggambaran segitiga daya pada
beban dengan faktor daya tertinggal (lagging) dan faktor daya mendahului
(leading) pada sudut fasa sebesar φ adalah sebagai berikut(Hayt, 1993):

a. b.
Gambar 2.1 Segitiga Daya
a. Faktor Daya Tertinggal (lagging)
b. Faktor Daya Mendahului (leading)
Sumber: Hayt, 1993

Keterangan :
P = daya aktif ( W )
8

Q = daya reaktif ( VAR )


S = daya semu ( VA)
Dari gambar 2.1 maka hubungan daya aktif (P), daya reaktif (Q) dan daya semu
(S) secara vektor adalah:
S =P+Q (2.8)
Cos φ = P/S (2.9)
Sin φ = Q/S (2.10)
Tan φ = Q/P (2.11)

2.3 Sistem Instalasi Tenaga Listrik


Daya listrik dalam suatu sistem kelistrikan merupakan sarana pokok yang
sangat menentukan hidup matinya sistem tersebut dan mutlak harus tersedia,
sebab setiap perangkat yang menggunakan komponen elektronik sangat
memerlukan daya listrik.(Soewardjo, 1978)
Menurut jenis arusnya instalasi catu daya dapat dibagi menjadi dua yaitu:
1. Jenis-jenis instalasi catu daya arus bolak balik(AC)
Menurut jenisnya catu daya arus bolak balik dapat dibagi menjadi tiga bagian
yaitu:
a. Instalasi catu daya arus bolak-balik (AC) boleh terputus tanpa cadangan
Instalasi ini hanya terdapat pada sistem yang kecil yang tidak perlu
cadangan apabila PLN mati hanya memanfaatkan suplai daya dari PLN.

Gambar 2.2 Instalasi Catu Daya AC Tanpa Cadanga


Sumber: Soewardjo, 1978

b. Instalasi catu daya arus bolak-balik (AC) boleh terputus dengan cadangan
Instalasi ini sama dengan instalasi yang di terangkan pada gambar 2.2
diatasdengan tambahan suatu instalasi generator cadangan. Blila sumber
utama(PLN) terputus maka akan di bekap oleh generator yang stenbai
dijalankan dan disambungkan pada beban sehingga tidak mengganggu
pemakaian listrik. Instalasi ini dapat dilihat pada gambar 2.3.
9

Gambar 2.3 Instalasi Daya AC Dengan Cadangan


Sumber: Soewardjo, 1978

c. Instalasi arus bolak-balik (AC) tidak boleh terputus


Instalasi ini berbeda dengan instalasi pada gambar 2.3, dalam hal ini suatu
perangkat regenerative AC ditambahkan pada insalasi tersebut yang
berfungsi untuk mengubah arus AC menjadi DC kemudian dari tegangan
DC dirubah menjadi tegangan AC kembali dengan menggunakan staic
converter. Sumber batray juga disambungkan dalam float charger pada
bagian DC.

Gambar 2.4 Instalasi Daya AC Tanpa Terputus


Sumber: Soewardjo, 1978

Pembagian beban arus bolak-balik di bagi menjadi tiga yaitu (Harten, 1992):
a. Beban tidak penting (Non esential load)
Bila catu daya AC terputus dalam periode yang panjang, peralatan dalam
kategori ini tidak mengganggu beban seperti lampu penerangan dan air
conditional.
b. Beban penting(Essential load)
Peralatan dalam kategori ini dapat putus sementara dengan waktu terbatas
tanpa mengganggu pemakaian pada beban seperti rectifier untuk mengisi
batray input no-break set sebagai suplai pada beban penting.
10

c. Beban tanpa terputus (No break load)


Pemutusan suplai terhadap peralatan dalam kategori ini segera mengakibatkan
gangguan yang serius terhadap servise penggunaan beban seperti prangkat
transmiai.
2. Jenis-jenis instalasi catu daya arus searah (DC)
Instalasi catu daya DC pada sistem instalasi dibagi menjadi beberapa bagian di
antaranya:
a. Instalasi catu daya arus searah (DC) boleh terputus tanpa cadangan
Jenis instalasi ini hanya cocok dipakai dengan nilai prioritas rendah.
Pencatu tegangan AC sebagai tegangan primer disambungkan melalui alat
rectifier yang berfungsi mengubah tegangan AC menjadi tegangan DC
pada harga tertentu untuk mencatu beban seperti pada gambar 2.5 di
bawah:

Gambar 2.5 Instalasi Daya DC Boleh Terputus Tanpa Cadangan


Sumber: Soewardjo, 1978

b. Instalasi catu daya arus searah(DC) tanpa terputus satu macam cadangan
Instalasi ini sama pada gambar 2.5 namun hanya ditambah batrai pada
output rectifier. Pada saat normal tegangan AC dirubah menjadi DC di
pakai untuk mencatu beban dan batrai agar selalu dalam kondisi muatan
penuh, seperti terlihat pada gambar 2.6

Gambar 2.6 Instalasi Catu Daya DC Tanpa Terputus Dengan Satu Cadangan
Sumber: Soewardjo, 1978
11

Bila sumber ac terganggu beban masih dapat di catu dari batrai sehingga
beban tidak terputus atau terganggu. Jenis instalasi ini hanya cocok untuk
beban rendah dan dapat memenuhi kebutuhan secara singkat.
c. Instalasi catu daya tanpa terputus dengan dua cadangan
Instalasi jenis ini cocok untuk beban tinggi karena catu daya AC
terganggu maka beban akan dicatu oleh genset dan batray sehingga
hubungan penyaluran catu daya tidak terganggu, untuk jelasnya dapat
dilihat pada gambar 2.7 dibawah ini:

Gambar 2.7 Instalasi Daya DC Tanpa Terputus Dengan 2 Cadangan


Sumber: Soewardjo, 1978

2.4 Beban Listrik


Didalam analisis tenaga listrik, penggunaan beban dalam menganalisis
aliran daya dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu(Suswanto, 1989)
1. Penggunaan dengan daya tetap
Dalam hal ini daya aktif (MW) dan daya reaktif (MVAR) dianggap konstan
dimana daya ini di gunakan sebagai repersentasi untuk studi aliran daya.
2. Penggunaan beban dengan arus tetap
Dengan reperesentasi ini arus beban di hitung dimana besar arus tetap dijaga
konstan
3. Penggunaan beban dengan impedansi konstan
Representasi beban dengan impedansi konstan biasanya di gunakan pada
analisa stabilitas suatu sistem tenaga listrik. Apabila daya aktif dan daya
reaktif beban di ketahui dan di anggap konstan.
12

2.4.1 Klasifikasi beban listrik


Berdasarkan jenis konsumen yang menggunakan energi listrik, dapat
diklasifikasikan menjadi (Suswanto, 1989)
1. Beban rumah tangga, pada umumnya beban rumah tangga berupa lampu untuk
penerangan, alat rumah tangga, seperti kipas angin, pemanas air,lemari es,
penyejuk udara, mixer, oven, motor pompa air dan sebaganya. Beban rumah
tangga biasanya memuncak pada malam hari.
2. Beban komersial, pada umumnya terdiri atas penerangan untuk reklame, kipas
angin, penyejuk udara dan alat–alat listrik lainnya yang diperlukan untuk
restoran dan hotel yang di gunakan untuk bisnis.
3. Beban industri dibedakan dalam skala kecil dan skala besar. Untuk skala kecil
banyak beropersi di siang hari sedangkan industri besar sekarang ini banyak
yang beroperasi sampai 24 jam.
4. Beban Fasilitas Umun
Pengklasifikasian ini sangat penting artinya bila kita melakukan analisa
karakteristik beban untuk suatu sistem yang sangat besar. Perbedaan yang
paling mendasar dari empat jenis beban diatas, selain dari daya yang
digunakan dan juga waktu pembebanannya. Pemakaian daya pada beban
rumah tangga akan lebih dominan pada pagi dan malam hari, sedangkan pada
beban komersil lebih dominan pada siang dan sore hari. Pemakaian daya pada
industri akan lebih merata, karena banyak industri yang bekerja siang-malam.

2.5 Karakteristik Umum Beban Listrik


Karakteristik beban diperlukan agar sistem tegangan dan pengaruh dari
pembebanan dapat dianalisis dengan baik. Analisis tersebut termasuk dalam
menentukan keadaan awal yang akan di proyeksikan dalam perencanaan
selanjutnya. Penentuan karakteristik beban listrik suatu gardu distribusi sengat
penting artinya untuk mengevaluasi pembebanan gardu distribusi tersebut,
ataupun dalam merencanakan suatu gardu distribusi yang baru. Karakteristik
beban ini sangat memegang peranan penting dalam memilih kapasitas
transformator secara tepat dan ekonomis.
13

2.5.1 Faktor beban (load factor)


Dimana faktor beban adalah perbandingan antara beban rata–rata terhadap
waktu beban puncak yang diukur dalam suatu periode tertentu. Beban rata–rata
dan waktu beban puncak dapat dinyatakan dalam kilowatt (KW), kilovolt–
amper(KVA), amper(A) dan sebagainya, tetapi satuan dari keduanya harus sama.
Faktor beban dapat dihitung untuk periode tertentu biasanya dipakai harian,
bulanan atau tahunan. Waktu beban puncak yang dimaksud disini adalah beban
yang mencapai batas maksimumnya yang berlangsung sesaat atau beban puncak
rata-rata dalam interval tertentu (demand maksimum), pada umumnya dipakai
demand maksimum 15 menit atau 30 menit. (Suswanto, 1989)
Bila diterapkan pada pusat pembangkit listrik maka di dapat:

𝑃𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑇𝑗𝑎𝑚
𝐹𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑏𝑒𝑏𝑎𝑛 = ×𝑇 (2.12)
𝑃𝑝𝑢𝑛𝑐𝑎𝑘 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛

dimana :
T = periode waktu
𝑃𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 = Beban rata – rata dalam periode waktu
Pp= beban puncak yang terjadi dalam periode T pada selang waktu
tertentu (15 menit atau 30 menit).
Dimana bila 𝑃𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 dan 𝑃𝑝𝑢𝑛𝑐𝑎𝑘 dalam kW dan T dalam jam atau T dalam
setahun, maka didapat faktor beban tahunan, begitu pula bila T dalam satu bulan.
Berikut ini beberapa faktor yang menentukan karaktristik beban dapat dibagi
menjadi:(Suswanto, 1989)
1. Faktor beban harian
Faktor beban harian, bervariasi menurut karakterstik dari daerah beban
tersebut, apakah daerah pemukiman, daerah industri, perdagangan ataupun
gabungan dari bermacam pemakai/pelanggan, juga bagimana keadaan cuaca
atau juga apakah hari libur dan sebagainya.
2. Faktor beban harian rata–rata
Faktor beban harian rata–rata merupakan jumlah beban yang di gunakan
sehari-hari berdasarkan atas penggunaan daya listrik dalam jangka satu tahun
14

atau lebih untuk memenuhi beban harian rata-rata dapat dilihat pada gambar 1.
merupakan dasar dari pada faktor beban tahunan total.

Gambar 2.8.Kurva Waktu Beban Puncak Harian


Sumber: Suswanto, 1989

Gambar 2.9 Kurva Waktu Beban Puncak Bulanan


Sumber: Suswanto, 1989

3. Faktor beban puncak (Peak Load)


Beban puncak merupakan salah satu ukuran besarnya konsumsi energi listrik,
sehingga dengan diketahui besar beban puncak, maka akan dapat
diperhitungkan produksi atau kapasitas terpasang yang harus tersedia.
Selanjutnya, dapat dilihat beban puncak bulanan rata–rata terhadap beban
puncak tahunan, lihat gambar 2.9. misalkan Ppt = beban puncak tahuanan
(annual load faktor), maka ini dapat dihitung sebagaai berikut :
𝑃 𝐹
𝑃𝑝 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛𝑎𝑛 = 𝑃𝑝 𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛𝑎𝑛 × 𝑃𝑃ℎ × 𝑓𝑏ℎ (2.13)
𝑃𝑏 𝑏𝑡
dimana :
Fbt = faktor beban tahunan
Fbh = faktor beban harian
Pph = beban puncak rata – rata harian
Ppb = beban puncak rata – rata bulanan
15

Ppt = beban puncak rata – rata tahunan

Gambar 2.10 Kurva Beban Tahunan


Sumber: Suswanto, 1989

4. Faktor Penilaian Beban


Faktor-faktor penilaian beban adalah faktor yang dapat memberikan gambaran
mengenai karakteristik beban, baik dari segi kuantitas pembebanannya
maupun dari segi kualitasnya. Faktor ini sangat berguna dalam meramalkan
karakteristik beban masa datang atau dalam menentukan efek pembebanan
terhadap kapasitas sistem secara menyeluruh.

Gambar 2.11 Perubahan Kebutuhan Maksimum Terhadap Waktu


Sumber: Suswanto, 1989

2.6 Pola Beban


Merupakan suatu pola harian dari konsumsi listrik oleh konsumen dimana
kelompok industri yang umumnya bersifat datar (flat) atau tidak mengalami
perbedaan yang tajam antara saat konsumsi beban tinggi dengaan saat konsumsi
beban rendah. Perbedaan konsumsi listrik industri pada pagi dan siang hari tidak
terlampau berbeda dengan konsumsi pada malam hari. Sebaliknya, pola harian
16

konsumsi konsumen sektor rumah tangga secara keseluruhan sangat Fluktuatif


yaitu konsumsi pada malam hari (waktu beban puncak) jauh lebih tinggi dari pada
konsumsi pada pagi dan siang hari.(Suparman, 2007)

Gambar 2.12 Pola Beban Menurut Sektor


Sumber: Suparman,2007

Pada gambar 2.12 menunjukan tipikal pola beban harian dari listrik yang
digunakan oleh masing-masing kelompok konsumen. Penjumlahan (akumulasi)
dari beban harian ini dalam satu tahun merupakan total penjualan listrik PLN.
Dari masing-masing kurva terlihat bahwa kurva konsumen rumah tangga
merupakan kurva yang paling fluktuatif (pada waktu beban puncak). Di pagi dan
siang hari, energi listrik yang digunakan konsumen rumah tangga adalah yang
terendah namun kemudian di sekitar jam 18.00-21.00, adalah yang tertingi dari
kelompok konsumen lain. Pola penggunaan listrik oleh konsumen rumah tangga
sangat menentukan pola total penggunaan.
Pola beban sangat menentukan kombinasi pengoperasian jenis pembangkit,
yang tentunya berujung pada biaya pembangkitan. Jenis pembangkit untuk
memasok kebutuhan listrik minimum (beban dasar) adalah pembangkit yang
dapat dioperasikan secara kontinyu dengan biaya operasi yang relatif rendah,
misalnya pembangkit dengan bahan bakar batubara atau nuklir. Jenis pembangkit
dengan tenaga batubara atau nuklir memiliki karakter yaitu memerlukan waktu
yang lama untuk mulai beroperasi (start-up), biaya modal (capital cost) tinggi,
tetapi biaya operasinya rendah. Sebaliknya, untuk memenuhi kebutuhan pada saat
beban puncak, pembangkit yang digunakan adalah yang start-up cepat, biaya
modal relatif rendah, tetapi biaya operasinya mahal, seperti pembangkit yang
17

menggunakan bahan bakar minyak. Maka pembangkit berbahan batu bara atau
nuklir akan banyak berkontribusi sehingga biaya operasi secara keseluruhan akan
lebih murah, tetapi dilain pihak akan membutuhkan biaya modal yang cukup
tinggi. Jika satu sistem pembangkit listrik mempunyai terlalu banyak pembangkit
beban puncak, maka akan menjadi sangat mahal untuk beroperasi, tetapi jika
mempunyai terlalu banyak mengoperasikan pembangkit beban dasar, biaya
investasimya mahal.
Untuk suatu pola beban tertentu maka disusun suatu kombinasi
pembangkit dari beban dasar, beban antara (intermediate) dan beban puncak
sehingga dapat diperoleh suatu biaya tahunan minimum. Hal ini dikenal sebagai
”Optimal Mix” dari suatu pembangkitan. Gambar 2.13 menggambarkan
bagaimana suatu kombinasi operasi dari pembangkit beban dasar, beban antara
dan pembangkit beban puncak dalam memenuhi permintaan listrik sesuai dengan
pola beban yang ada sehingga diperoleh suatu kondisi ”optimal mix”
pembangkitan.

Gambar 2.13 Kombinasi Operasi Pembangkit


Sumber: Suparman, 2007

Beban sistem tenaga listrik berubah setiap waktu, dari hari ke hari, bulan ke bulan,
dan dari tahun ke tahun. Beban juga akan berubah dengan adanya perubahan pola
konsumsi konsumen. Dalam program perencanaan kelistrikan biasanya digunakan
suatu kurva yang menggambarkan pola beban yang disebut kurva lama beban atau
load duration curve (LDC).
18

2.7 Aliran Daya


Aliran Daya merupakan salah satu analisa sistem tenaga listrik pada
keadaan steady state. Besaran yang dihasilkan dari perhitungan studi aliran daya
adalah daya nyata (real power), daya reaktif (reactive power), besaran
(magnitude), dan sudut beban (phase angle) tegangan pada setiap rel.
Jenis rel pada sistem tenaga listrik di bedakan menjadi beberapa macam yaitu:
(Suswanto, 1989)
1. Rel Beban
Merupakan rel yang mensuplai daya listrik dengan tidak bersumber dari
generatot atau rel yang tidak memiliki generator. Pada rel ini daya aktif (P)
dan daya reaktif (Q) diketahui sehingga sering juga disebut rel PQ. Daya aktif
dan reaktif yang dicatu ke dalam sistem tenaga adalah mempunyai nilai
positif, sementara daya aktif dan reaktif yang di konsumsi bernilai negatif.
2. Rel Generator
Rel Generator dapat disebut dengan voltage controlled bus karena tegangan
pada rel ini dibuat selalu konstan atau rel dimana terdapat generator.
Pembangkitan daya aktif dapat dikendalikan dengan mengatur penggerak
mula (prime mover) dan nilai tegangan dikendalikan dengan mengatur eksitasi
generator. Sehingga rel ini sering juga disebut dengan PV rel.
3. Slack Bus
Slack Bus disebut dengan swing bus atau rel berayun. Adapun besaran yang
diketahui dari rel ini adalah tegangan (V) dan sudut beban (𝛿). Suatu sistem
tenaga biasanya didesign memiliki rel ini yang dijadikan sebagai referensi.
Secara singkat klasifikasi rel pada sistem tenaga terdapat pada Tabel 2.1 yaitu
besaran yang dapat diketahui dan tidak diketahui pada rel-rel tersebut.
Tabel 2.1 Klasifikasi Rel Pada Sistem Tenaga

no Jenis rel Besaran yang di Besaran yang tidak di


ketahui ketahui
1 Rel beban 𝑃 ×𝑄 𝑉 × 𝛿
2 Rel generator 𝑃 ×𝑉 𝑄 ×𝛿
3 Rel bus 𝑉×𝛿 =0 𝑃 ×𝑄
Sumber: Suswanto, 1989
19

2.8 Generator Sinkron


Hampir semua energi listrik dibangkitkan dengan menggunakan mesin
sinkron. Generator sinkron atau sering disebut alternator adalah mesin sinkron yang
digunakan untuk mengubah daya mekanik menjadi daya listrik. Generator sinkron
dapat berupa generator sinkron tiga fasa atau generator sinkron AC satu fasa
tergantung dari kebutuhan. Untuk memutar rotor generator digunakan prime mover
(penggerak mula) yang dapat berupa turbin ataupun mesin diesel.( Sumanto, 1992)

2.9 Kontruksi Generator Sinkron


Konstruksi umum Generator AC adalah sebagai berikut :
1. Rangka Stator
Merupakan rumah dari bagian – bagian generator lain yang terbuat dari besi
tuang.
2. Stator
Stator memiliki alur – alur sebagai tempat meletakkan lilitan stator. Lilitan
stator berfungsi sebagai sebagai tempat GGL induksi.
3. Rotor
Rotor adalah bagian yang berputar, pada bagian ini terdapat kutub–kutub yang
memiliki inti dan kumparan medan yang lilitannya dialiri arus searah yang
menjadi arus penguatan.
4. Cincin Geser
Terbuat dari bahan kuningan atau tembaga yang dipasang pada poros dengan
memakai isolasi. Cincin geser atau yang biasa disebut slip ring ini berputar
bersama – sama dengan poros dan rotor.
5. Generator Penguat
Generator penguat merupakan generator searah yang dipakai sebagai sumber
arus pada generator utama.
Pada umumnya generator AC ini dibuat sedemikan rupa, sehingga lilitan
tempat terjadinya GGL induksi tidak bergerak, sedangkan kutub-kutub akan
menimbulkan medan magnet berputar.
20

Gambar 2.14 Kontruksi Generator Sinkron


Sumber : Sumanto. 1992

Pada generator sinkron, arus DC diterapkan pada lilitan rotor untuk menghasilkan
medan magnet rotor. Rotor generator diputar oleh prime mover menghasilkan
medan magnet berputar pada mesin. Medan magnet putar ini menginduksi
tegangan pada kumparan stator generator. Rotor pada generator sinkron pada
dasarnya adalah sebuah elektromagnet yang besar. Kutub medan magnet rotor
dapat berupa salient (kutub sepatu) dan non salient (rotor silinder). Gambaran
bentuk kutup sepatu generator sinkron diperlihatkan pada gambar 2.15.

Gambar.2.15 Rotor Salient (kutub sepatu) pada Generator Sinkron


Sumber : Sumanto. 1992

Pada kutub salient, kutub magnet menonjol keluar dari permukaan rotor
sedangkan pada kutub non salient, konstruksi kutub magnet rata dengan
permukaan rotor. Rotor silinder umumnya digunakan untuk rotor dua kutub dan
empat kutub, sedangkan rotor kutub sepatu digunakan untuk rotor dengan empat
atau lebih kutub. Pemilihan konstruksi rotor tergantung dari kecepatan putar
prime mover, frekuensi dan rating daya generator. Generator dengan kecepatan
1500 rpm ke atas pada frekuensi 50 Hz dan rating daya sekitar 10MVA
menggunakan rotor silinder. Sementara untuk daya dibawah 10 MVA dan
21

kecepatan rendah maka digunakan rotor kutub sepatu. Gambaran bentuk kutup
silinder generator sinkron diperlihatkan pada gambar 2.16.

Gambar.2.16 (a) Rotor Silinder, (b) Penampang Rotor pada Generator Sinkron
Sumber : Sumanto. 1992

2.10 Kecepatan Putar Generator Sinkron


Frekuensi elektris yang dihasilkan generator sinkron adalah sinkron
dengan kecepatan putar generator. Rotor generator sinkron terdiri atas rangkaian
elektromagnet dengan suplai arus DC. Medan magnet rotor bergerak pada arah
putaran rotor. Hubungan antara kecepatan putar medan magnet pada mesin
dengan frekuensi elektrik pada stator adalah (Zuhal, 1983)
𝑁𝑟.𝑃
𝑓𝑒 = (2.14)
120

dimana:
fe = frekuensi listrik (Hz)
nr = kecepatan putar rotor = kecepatan medan magnet (rpm)
p = jumlah kutub magnet

2.11 Prinsip Kerja Generator Sinkron


Adapun prinsip kerja dari generator sinkron secara umum adalah sebagai
berikut :
1. Kumparan medan yang terdapat pada rotor dihubungkan dengan sumber
eksitasi tertentu yang akan mensuplai arus searah terhadap kumparan medan.
2. Penggerak mula (Prime Mover) yang sudah terkopel dengan rotor segera
dioperasikan sehingga rotor akan berputar pada kecepatan nominalnya.
3. Perputaran rotor tersebut sekaligus akan memutar medan magnet yang
dihasilkan oleh kumparan medan.
22

Jika pada kumparan medan di beri arus searah (If), maka pada permukaan
kumparan medan akan timbul medan magnet (Fluksi) yang berputar dengan
kecepatan putaran kumparan medan. Garis-garis gaya (fluks) yang berputan
tersebut akan memotong kumparan jangakar yang ada di stator. Pada saat kutub
rotor segaris dengan sumbu magnet dari kumparan stator, fluksi dengan kumparan
N-lilitan stator adalah N  , dimana  merupakan fluks celah udara tiap kutub dan
N adalah jumlah lilitan kumparan stator. Dengan asumsi gelombang kerapatan
fluks berbentuk sinus.

Gambar 2.17 Bentuk Gelombang Kerapatan Fluks Yang Terjadi pada Medan Generator
Sumber: Wijaya. 2001

Besarnya fluks celah udara tiap kutup merupakan integral dari kerapatan fluks
yang dicakup pada daerah kutub. (Wijaya. 2001)

2.12 Automatic Voltage Regulator (AVR)


AVR merupakan suatu alat yang berfungsi untuk mengatur tegangan output
dari generator secara otomatis sesuai yang di inginkan AVR langsung memberikan arus
searah pada kumparan rotor, sehingga menimbulkan tegangan pada output stator. Jika
terjadi penurunan tegangan, misalnya disebabkan kenaikan beban, maka AVR secara
otomatis menaikan arus suplai ke gulungan rotor (kumparan medan) dan akibatnya
tegangan induksi rotor akan naik sampai level semula sesuai seting dari AVR.
Sebaliknya jika ada kenaikan tegangan stator karena penurunan beban maka output dari
AVR menurun, arus yang masuk kumparan medan berkurang. Karena AVR hanya
berfungsi sebagai pengatur tegangan, maka alat ini akan bekerja pada frekuensi atau
rpm mesin pada keadaan ratingnya atau putaran normal.
23

AVR biasanya bekerja pada batas tertentu (dapat disetel). Jika terjadi kenaikan
atau penurunan tegangan melebihi batas kemampuanya, harus diusahakan beban
terlepas dan beberapa saat kemudian mesin mati. (Budiasa, 2003)

2.13 Kerja Paralel Generator


Pelayanan beban sering harus lakukan dengan memparalel dua atau lebih
generator guna diperoleh tenaga atau daya yang dibangkitkan lebih besar. Selain
untuk tujuan diatas, kerja paralel juga sering untuk menjaga kontinuitas pelayanan
apabila ada mesin(generator) yang harus dihentikan misalnya untuk reparasi.
Misalnya terdapat generator dua buah yaitu G1 dan G2 dimana kedua generator
hendak dihubungkan paralel melalui sebuah saklar, seperti yang ditunjukan
gambar 2.20 dibawah ini.( Harten . 1992)

Gambar 2.20 Hubungan Paralel Dua Generator


Sumber: Harten . 1992

Kalau di asumsikan generator G1 menghasilkan tegangan U1 dengan frekuensi f1


sedangkan generator G2 menghasilkan tegangan U2 dan frekuensi f2, maka
bentuk gelombang sembarangan tegangan yang dihasilkan seperti terlihat pada
gambar 2.21.

Gambar 2.21 Bentuk Gelombang Beda Tegangan G1 dan G2


Sumber: Harten. 1992

Karena kedua tegangan tidak sama, maka antara ujung saklar S diatas. Besar ∆U
tersebut menjadi nol pada saat tertentu saja, misalnya pada ta dan tb. Jika dalam
kondisi demikian saklar S dituntut maka pada perbedaan tegangan ∆U tersebut
24

mengakibatkan mengalirnya arus-arus penyesuaian dalam rangkaian yang


menghubungkan generator-generator tersebut. Sehingga dapat membahayakan
kedua mesin dan seluruh instalasi listrik. Jadi kedua generator hanya dapat
dihubungkan paralel bila beda tegangan (∆U) bernilai nol setiap saat yang harus di
penuhi yaitu: (Sumanto. 1992).
1. Harga sesaat GGL kedua alternator harus sama dalam besarnya, dan
berlawanan arah. Dengan kata lain tegangannya sama.
2. Frekuensi kedua generator dengan jala-jala harus sama.
3. Hubungan rangkaian fase kedua generator harus sama.
4. Urutan fase kedua generator harus sama.
Syarat-syarat diatas pada dasarnya berlaku juga untuk lebih dari dua generator
yang akan di paralel.
Paralel generator dapat diartikan menggabungkan dua buah generator atau
lebih dan kemudian dioperasikan secara bersama – sama dengan tujuan :
1. Mendapatkan daya yang lebih besar.
2. Untuk effisiensi (Menghemat biaya pemakaian operasional dan menghemat
biaya pembelian)
3. Untuk memudahkan penentuan kapasitas generator.
4. Untuk menjamin kotinyuitas ketersediaan daya listrik.

2.14 Sinkronisasi
Dalam proses sinkronisasi generator ada beberapa metode untuk
mengetahui agar sistem dapat sinkronisasi yaitu menggunakan siloskop lampu
yaitu lampu-lampu yang menghubungkan titik saklar sinkroskop dan dengan alat
syncronizer. Dimana saklar Sinkroskop adalah instrumen untuk menunjukkan
perbedaan fase dan frekuensi antara dua tegangan. Instrumen ini sebenarnya
adalah motor fase-terbagi atau split phase yang akan menghasilkan kopel jika dua
tegangan yang dikenakan berbeda frekuensinya. Tegangan dari bus dan generator
yang baru beroperasi itu dikenakan pada sinkroskop. Penunjuk yang dipasang
pada rotor instrumen, bergerak diatas permukaan skala dengan arah baik searah
jarum maupun berlawanan arah jarum jam, bergantung apakah frekuensi generator
25

baru itu lebih tinggi atau lebih rendah dibandingkan dengan frekuensi bus. Jika
penunjuk berhenti dalam posisi vertical (seperti jam 12), sinkroskop menunjukkan
bahwa frekuensinya sama dan tegangannya sefase. Tanda-tanda pada skala
sinkroskop ditunjukkan dalam gambar 2.22.(Sumanto1992)

Gambar 2.22. Skala Sinkroskop


Sumber: Sumanto,1992

Dalam operasi penyinkronan, frekuensi generator baru dinaikkan dan


diturunkan agar sesuai dengan generator atau bus yang sedang jalan. Secara
jelasnya, berdasarkan hubungan lampu tersebut syarat sinkron dapat diketahui
yaitu: sinkronoskop lampu gelap, lampu terang, dan perpaduan antara lampu gelap
dan terang. Pada gambar 2.23. adalah sinkronoskop lampu gelap, generator akan
disambungkan parallel pada jaringan U-V-W. Bilamana diantara ujung saklar S
masih terdapat beda tegangan maka lampu L akan menyala. Sebaliknya jika ketiga
lampu tidak menyala atau padam maka perbedaan tegangan antara ujung saklar
nol dan menyatakan tegangan kedua system telah sinkron.(Budiasa, 2003)

Gambar 2.23 Sinkronoskop Lampu Gelap


Sumber: Budiasa, 2003

Pada metode yang lain sikronoskop lampu dapat memperlihatkan gejala yang
sebaliknya dari keadaan tadi dalam hal ini lampu-lampu dihubungkan dengan cara
lain seperti pada gambar 2.24.

Gambar 2.24 Sinkronoskop Lampu Terang


Sumber: Budiasa, 2003
26

Dengan metode ini lampu dihubungkan antara dua phasa yang berlainan. Bila
terdapat keadaan sinkron maka ketiga lampu akan menyala sama sama terang
karena masing-masing mendapatkan tegangan antar phasa.

Gambar 2.25 Sinkronoskop Lampu Terang dan Gelap


Sumber: Budiasa, 2003

Sebuah metode lagi adalah menggunakan perpaduan antara dua lampu terang dan
satu lampu gelap seperti gambar 2.22 pada keadaan sinkron maka lampu Lu akan
padam karena tidak ada beda tegangan kedua ujung saklar S. Sedangkan pada
lampu-lampu terdapat beda tegangan antara phasa yang menyebabkan kedua
lampu menyala sama terang.
Dari ketiga cara diatas perlu diperhatikan bahwa lampu-lampu yang yang
di gunakan harus memiliki kemampuan menerima tegangan dua kali lipat dari
tegangan dari tegangan normal.

2.15 Load Sharing atau Pembagi Beban


Load sharing atau pembagian beban merupakan peralatan otomatis yang
dapat membagi beban dari dua generator secara paralel atau lebih dan antara
generator dengan PLN. Proses kerja load sharing saat membagi beban di bantu
dengan beberapa alat pendukung yaitu dengan alat Shincronizer berfungsi untuk
mensinkronkan tegangan, arus dan frekuensi dari kedua sumber yang di
paralelkan agar menjadi sama. Load sharing juga menyeragamkan operasi
governor dalam menaikan atau menurunkan daya mesin atau daya generator
pembangkit listrik sesuai dengan perubahan beban yang di tanggungnya, dan
sangat diperlukan yang memiliki karakteristik yang sama beroperasi secara
paralel. Dengan alat pembagi beban generator, maka setiap generator memiliki
faktor penggunaan (beban maksimum dibagi kapasitas generator) yang sama.
27

Perubahan beban akibat pemasukan atau pengeluaran generator dari sistem


paralel generator-generator akan dirasakan sama oleh setiap generator dalam
sistem tersebut, tanpa pemutusan beban. Alat pembagi beban generator hanya bisa
diterapkan pada generator set-engine yang mempunyai governor dan bisa di
kembangkan untuk sistem kontrol yang lebih lanjut dengan sistem kontrol lain.
Load sharing juga merupakan suatu sistem dalam pengoperasian pembangkit yaitu
pembagian beban secara bersama oleh beberapa generator atau lebih.
Adapun dari sistem load sharing ini adalah juga untuk menjaga kontinuitas
(kelancaran) pendistribusian tenaga listrik dan sebagai proteksi untuk pengamanan
dari generator itu sendiri, apabila terjadi penurunan atau kenaikan beban. Atau
dapat juga dikatakan fungsi dari load shsring ini yaitu agar generator pada saat
sinkron dapat mensuplai beban dengan seimbang dengan generator lain atau
sumber daya listrik seperti PLN, maka masing-masing generator di ajnjurkan
untuk memiliki load sharing terutama untuk sistem otomatis dalam membagi
beban listrik. (Feryy, 2010)

2.15.1 Aplikasi load sharing


Aplikasinya supaya terjadi distribusi beban antar genset yang demikian
maka dipergunakan alat load sharing untuk membagi beban genset secara
proporsional berdasarkan kapasitas generator. Beberapa merek dipasaran
menggunakan parameter tambahan selain parameter diatas yaitu persentase
diviasi total kuat arus genset atau total kuat arus genset dan tranformator arus
yang diperlukan. Sistem rangkaian salah satu peralatan load sharer dapat dilihat
pada gambar di bawah ini.
Dengan demikian genset dengan kapasitas yang berbeda dapat secara
aman diparalel dan menanggung beban secara proporsional sesuai dengan
kapasitasnya. Namun demikian penggunaannya di dunia perkapalan masih
menjadi kekhawatiran di pihak perancang mengenai arus pembebanan pada
masing – masing generator atau sumber daya listrik lain.
28

2.15.2 Ketentuan agar load sharing dapat bekerja dengan baik


Tentunya belum dikatakan sempurna saat memparalelkan generator
dengan PLN sebelum memenuhi beberapa persyaratan untuk menjalankan load
sharing untuk membagi beban yaitu sebagai berikut:
1. Generator harus mempunyai system electrical governor yang akan
berpengaruh terhadap kepekaan respon beban.
2. Pada beban rendah maupun tinggi dianjurkan PLN dengan generator
mempunyai frekuensi yang relative sama dan tegangan, arus harus sama. Baik
pada sinkron manual maupun sinkron otomatic.
4. Pada saat pembebanan atau beban kejut masing masing genset mempunyai
response yang sama , hal ini berkaitan dengan penyetelan droop speed dan
pengaturan speed control.
6. Pada saat pemasukan dan pelepasan beban dianjurkan dengan soft unloading
yaitu secara perlahan lahan dengan pengaturan speed dan Voltage.
7. Pada saat pembebanan tidak diperkenankan beban mengayun ayun dari genset
satu ke genset lainnya, dan harus pada kondisi konstan.
8. Pada dua genset yang berbeda kapasitasnya pembebanan pada masing-masing
genset sebaiknya secara proporsional.

2.16 Tarif Dasar Listrik PLN


Yaitu menentukan tingkat dan pola pembebanan kepada konsumen akibat
penggunaan jasa pelaku usaha ketenagalistrikan dan akan menghasilkan
penerimaan yang dapat menutupi biaya operasi dan tingkat keuntungan yang
wajar dari nilai investasinya (Return On Investment). Dasar dalam menentukan
dan menghitung tarif adalah biaya pokok-penyediaan, yaitu biaya-biaya yang
harus dikeluarkan untuk membiayai pelayanan yang dijanjikan/diberikan kepada
konsumen. (biaya operasi dan biaya modal). Jumlah dari seluruh biaya penyediaan
kepada tiap kelas konsumen sama dengan jumlah penerimaan yang diharapkan
(Revenue Requirement).(Pamungkas, 2007)
29

Berdasarkan jenisnya tarif dasar listrik di bedakan menjadi beberapa


golongan yaitu: (Yudhoyono, 2011)

a. Tarif Dasar Listrik untuk keperluan Pelayanan Sosial, terdiri atas:


1. Golongan tarif untuk keperluan pemakaian sangat kecil pada tegangan
rendah, dengan daya 220 VA (S-1/TR).
2. Golongan tarif untuk keperluan pelayanan sosial kecil sampai dengan
sedang pada tegangan rendah, dengan daya 450 VA s.d. 200 kVA (S-
2/TR).
3. Golongan tarif untuk keperluan pelayanan sosial besar pada tegangan
menengah, dengan daya di atas 200 kVA (S-3/TM),

b. Tarif Dasar Listrik untuk keperluan Rumah Tangga, terdiri atas:


1. Golongan tarif untuk keperluan rumah tangga kecil pada tegangan rendah,
dengan daya 450 VA s.d. 2.200 VA (R-1/TR);
2. Golongan tarif untuk keperluan rumah tangga menengah pada tegangan
rendah, dengan daya 3.500 VA s.d. 5.500 VA (R-2/TR);
3. Golongan tarif untuk keperluan rumah tangga besar pada tegangan rendah,
dengan daya 6.600 VA ke atas (R-3/TR),

c. Tarif Dasar Listrik untuk keperluan Bisnis, terdiri atas:


1. Golongan tarif untuk keperluan bisnis kecil pada tegangan rendah, dengan
daya 450 VA s.d. 5.500 VA (B-1/TR);
2. Golongan tarif untuk keperluan bisnis menengah pada tegangan rendah,
dengan daya 6.600 VA s.d. 200 kVA (B-2/TR);
3. Golongan tarif untuk keperluan bisnis besar pada tegangan menengah,
dengan daya di atas 200 kVA (B-3/TM),

d. Tarif Dasar Listrik untuk keperluan Industri, terdiri atas:


1. Golongan tarif untuk keperluan industri kecil/industri rumah tangga pada
tegangan rendah, dengan daya 450 VA s.d. 14 kVA (I-1/TR);
2. Golongan tarif untuk keperluan industri sedang pada tegangan rendah,
dengan daya di atas14 kVA s.d. 200 kVA (I-2/TR);
30

3. Golongan tarif untuk keperluan industri menengah pada tegangan


menengah, dengan daya di atas 200 kVA (I-3/TM);
4. Golongan tarif untuk keperluan industri besar pada tegangan tinggi,
dengan daya 30.000 kVA ke atas (I-4/TT), sebagaimana tercantum dalam

e. Tarif Dasar Listrik untuk keperluan Kantor Pemerintah dan Penerangan Jalan
Umum, terdiri atas:
1. Golongan tarif untuk keperluan kantor pemerintah kecil dan sedang pada
tegangan rendah, dengan daya 450 VA s.d. 200 kVA (P-1/TR);
2. Golongan tarif untuk keperluan kantor pemerintah besar pada tegangan
menengah, dengan daya di atas 200 kVA (P-2/TM);
3. Golongan tarif untuk keperluan penerangan jalan umum pada tegangan
rendah (P-3/TR),

f. Tarif Dasar Listrik untuk keperluan Traksi pada tegangan menengah, dengan
daya di atas 200 kVA (T/TM) diperuntukkan bagi Perusahaan Perseroan
(Persero) PT Kereta Api Indonesia,

g. Tarif Dasar Listrik untuk keperluan penjualan Curah (bulk) pada tegangan
menengah, dengan daya di atas 200 kVA (C/TM) diperuntukkan bagi
Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik,

h. Tarif Dasar Listrik untuk keperluan Layanan Khusus pada tegangan rendah,
tegangan menengah, dan tegangan tinggi (L/TR,TM,TT), diperuntukkan
hanya bagi pengguna listrik yang memerlukan pelayanan dengan kualitas
khusus dan yang karena berbagai hal tidak termasuk dalam ketentuan
golongan tarif Sosial, Rumah Tangga, Bisnis, Industri, dan Pemerintah

4.17 Penetapan Denda Pada Pemakaian Energi Listrik PLN


Penggunaan energy listrik oleh konsumen untuk mencegah keterlambatan
pembayaran energy listrik maka, PLN menetapkan denda kepada konsumen yang
belum melakukan pembayaran. Berdasarkan telah di tanda tangani SK Direksi
PT. PLN Persero maka per-Februari 2010 ini akan dikenakan tarif denda baru
sebesar: (Yudhoyono, 2011)
31

1. 450 watt : Rp.5.000,00


2. 900 watt : Rp.10.000,00
3. 1300 watt : Rp. 15.000,00
4. 2200 watt : Rp.20.000,00
5. Diatas 2200watt : 3%(batas minimum Rp.75.000,00 dan maksimum
Rp 100.000,00).
Tanggal untuk penetapan denda untuk konsumenenergi listrik, maka denda
ditetapkan dari tanggal 21tiap bulanya sehingga dari tanggal 20 konsumen harus
sudah membayar walaupun tanggal 20 hari minggu/libur PLN tetap tidak
memberikan kelonggaran kepada konsumen.

2.18 Penggunaan Energi Listrik


Penggunaan biaya listrik PLN ditentukan pada saat pemakaian energi
listrik baik pada waktu beban puncak atau lewat waktu beban puncak, seperti
perhitungan dari persamaan 2.16:
E = T nyala x P (2.14)
dimana:
T = waktu jam nyala
P = daya aktif yang di gunakan
E = pemakaian energi listrik (kWh)
Penetapan harga untuk per kWh luar waktu beban puncak(LWBP) di tetapkan
dengan tariff seharga Rp 800,00/kWh yang di gunakan, sedangkan pada waktu
beban puncak penetapan untuk tariff seharga Rp 1200,00 dari harga LWBP
dikalikan dengan 1,5 dari factor kisaran maka, untuk harga WBP seharga
Rp 1200,00/kWh

Anda mungkin juga menyukai