Anda di halaman 1dari 31

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DALAM

UPAYA PENINGKATAN PROFESIONALISME GURU

BAB I

PENDAHULUAN

Keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan di sekolah sangat tergantung


pada keberhasilan proses belajar peserta didik dan belajar merupakan proses
perubahan tingkah laku melalui penyelesaian masalah yang diberikan melalui
proses eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi sehingga terjadilah proses
penemuan dalam kegiatan pembelajaran dan pengetahuan itu diperoleh dengan
penemuan terhadap cara pemecahan masalah sebagai hasil dari proses
pembelajaran.
Hasil pembelajaran setiap individu mengacu pada perubahan yang positif
dan lebih baik dari yang sebelumnya sehingga proses pembelajaran yang
dirancang disesuaikan dengan tujuan pembelajaran. Pembelajaran merupakan
upaya meningkatkan prestasi belajar secara optimal. Pencapaian prestasi belajar
yang baik harus menumbuhkan interaksi siswa yang tidak dibatasi hanya pada
penggunaan buku semata, tetapi dapat berupa pemberian masalah yang
dipecahkah secara bersama-sama, namun masalah yang diberikan hendaknya
dekat dengan kehidupan siswa dan tidak hanya sebatas permasalahan yang ada
di buku paket melainkan pengambilan masalah disesuaikan dengan konteks
kehidupan siswa sehingga memerlukan model pembelajaran yang inovatif dan
guru dituntut untuk mampu memilih dan menerapkan pembelajaran yang inovatif
di kelas.
Inovasi dalam pembelajaran sangat diperlukan demi terciptanya hasil
yang optimal dalam proses pembelajaran. Salah satu pembelajaran inovatif yang
dapat Prestasi belajar merupakan kemampuan yang dapat diukur dalam
penguasaan ilmu pengatahuan, sikap, keterampilan dan nilai-nilai yang dicapai
oleh peserta didik sebagai hasil dari proses pembelajaran berbasis masalah
dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Pembelajaran berbasis masalah
merupakan salah satu bentuk pembelajaran yang berlandasan pada paradigma
pembelajaran aliran konstruktivis yang berorientasi pada proses belajar peserta
didik (student centered learning). Berdasarkan pendapat di atas bahwa
pembelajaran berbasis masalah merupakan pembelajaran yang dilakukan
dengan pemberian masalah kepada peserta didik yang sesuai dengan konteks
lingkungan kehidupan sehingga memberikan pengalaman yang dapat digunakan
sebagai bahan atau materi untuk memperoleh pengertian serta bisa dijadikan
pedoman dan tujuan belajar untuk meningkatkan prestasi belajar secara optimal.
Kemampuan belajar untuk memecahkan masalah, menyajikan solusi dan
memperbaiki solusi ketika diberikan informasi tambahan menjadi tujuan pokok
dalam pembelajaran berbasis masalah, ketika permasalahan menjadi makna
bagi peserta didik maka kegiatan pembelajaran akan menjadi milik dari peserta
didik itu sendiri.1 Lasmawan mengemukakan “beberapa keunggulan
pembelajaran berbasis masalah, antara lain: pembelajaran berbasis masalah
merupakan teknik yang cukup baik dalam memahami isi pelajaran, dapat
menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan
pengatahuan baru bagi siswa, dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam
kegiatan pembelajaran, dapat membantu siswa untuk mentransfer pengetahuan
untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata, dapat membantu siswa
mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam
pembelajaran yang mereka lakukan.2
Problem-based learning dapat mendorong siswa untuk melakukan
evaluasi sendiri baik terhadap hasil maupun proses belajarnya, dipandang lebih
mengasikkan dan disukai siswa, dapat mengembangkan kemampuan siswa

1 Deti Rostika & Herni Junita, Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa SD Dalam
Pembelajaran Matematika dengan Model Diskursus Multy Representation (DMR), Jurnal Pendidikan
Dasar, Vol. 9 No. 1, Januari 2017, h. 35.
2 Wayan Lasmawan,. Menelisik Pendidikan IPS dalam Perspektif Kontekstual-Empiris. (Singaraja:

Mediakom Indonesia Press Bali, 2010), h. 330.


untuk berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk
menyelesaikan dengan pengetahuan baru dan pembelajaran berbasis masalah
dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengaplikasikan
pengetahuan yang telah dimiliki di dunia nyata.3 Penerapan pembelajaran
berbasis masalah dapat dilakukan dengan (1) orientasi siswa pada masalah, (2)
mengorganisasi siswa untuk belajar, (3) membantu penyelidikan siswa, (4)
mengembangkan dan menyajikan hasil karya dan (5) Menganalisis dan
mengevaluasi proses pemecahan masalah.4
Berbagai keunggulan yang dimiliki dalam penerapan pembelajaran
berbasis masalah, diduga dapat memberikan motivasi belajar yang optimal
kepada peserta didik. Adanya motivasi belajar pada setiap individu sangat
penting untuk terciptanya suasana belajar yang kondusif. Motivasi belajar
merupakan dorongan atau keinginan yang kuat untuk mencapai kepuasan di
dalam individu untuk belajar, mendapatkan perubahan sehingga memenuhi
kebutuhan ke arah yang lebih baik. Melalui penerapan pembelajaran berbasis
masalah diduga dapat membantu dalam peningkatkan motivasi belajar dan
prestasi belajar siswa. Berbagai usaha telah dilakukan oleh guru dalam
meningkatkan kualitas prestasi belajar matematika untuk memperoleh hasil yang
optimal. Bila ditelusuri lebih lanjut dalam rangka perbaikan mutu pendidikan
sangatlah kompleks, menyangkut faktor internal dan eksternal. Berpijak pada
keunggulan penerapan pembelajaran berbasis masalah maka perlu dikaji
mengenai pengaruh penerapan pembelajaran berbasis masalah terhadap
prestasi belajar dan motivsi belajar siswa. Berdasarkan pemaparan di atas,
dibutuhkan pembuktian lebih lanjutditerapkan adalah pembelajaran berbasis
masalah, terlahir dari paham aliran pendidikan konstruktivis, yang dilatar
belakangi oleh teori Pieget dan Vygotsky. 5 menyatakan teori perkembangan
Pieget mewakili konstruktivisme yang memandang perkembangan kognitif

3 Marhamah Saleh, Strategi Pembelajaran Fiqh Dengan Problem-Based Learning, Jurnal Ilmiah
Didaktika, Vol. 14 No. 1, Agustus 2013, h. 1.
4 Sri Wahyuni & Nuni Widiarti, Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah Berorientasi Chemo-

Entrepreneurship pada Praktikum Kimia Fisika, h. 489.


5 Trianto, Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontruktivistik, Pretasi Pustaka, Jakarta, 2007,

h. 14.
sebagai suatu proses di mana anak secara aktif membangun pengetahuan dan
pemahaman realita melalui pengalaman-pengalaman interaksi yang dialami oleh
mereka. Teori pembelajaran berbasis masalah dikembangkan oleh Jhon Dewey
yang menekankan adanya hubungan dua arah dalam pembelajaran dan
lingkungan yang tidak dapat dipisahkan.
Proses pembelajaran yang baik tidak hanya sekedar memberikan
pengetahuan kepada peserta didik, namun peserta didik harus aktif membangun
pengetahuan yang ada di dalam dirinya sehingga pengetahuan yang dimiliki
diharapkan peserta didik mampu memecahkan permasalahan yang ada
disekitarnya. Pembelajaran berbasis masalah merupakan penyajian
pembelajaran kepada peserta didik dengan situasi masalah, masalah yang
diberikan di sesuaikan dengan situasi masalah yang otentik dan bermakna yang
dapat memberikan kemudahan kepada peserta didik untuk melakukan
penyelidikan dan inkuiri.6 Melihat kelebihan pembelajaran berbasis masalah
tersebut, maka pembelajaran berbasis masalah diduga mampu meningkatkan
prestasi belajar siswa.
Jika diatas, telah dijabarkan mengenai sistem pembelajaran berbasis
masalah yang dapat meningkatkan prestasi belajar siswa, perlunya guru yang
profesional sebagai faktor utama dalam meningkatkan pengetahuan,
keterampilan dan sikap anak didik agak kelak dapat berguna bagi bangsa dan
negara. Guru merupakan pilar utama demi mewujudkan tujuan “mencerdaskan
kehidupan bangsa” dan mencapai pendidikan yang bermutu. Hingga saat ini
tenaga kependidikan secara kuantitatif memiliki jumlah yang cukup banyak.
Namun tidak semuanya memiliki kualitas tenaga kependidikan sesuai dengan
kompetensi guru yang sudah ditetapkan yaitu kompetensi pedadogis, kognitif,
profesional dan sosial. Selain itu, selengkap apapun sarana dan prasarana yang
dimiliki suatu sekolah, namun apabila tenaga pendidik tidak memiliki kompetensi,
maka hal tersebut tidak akan sejalan dengan baik.

6
Ibid., h. 67.
BAB II

KAJIAN KONSEP

A. Sistem Pendidikan Nasional


Dalam Bab I Pasal 1 UU SISDIKNAS No. 20 Tahun 2003 menyebutkan
bahwa Sistem Pendidikan Nasional adalah keseluruhan komponen
pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan
pendidikan nasional.7
Sistem pendidikan nasional yang merupakan komponen pendidikan yang
saling terkait secara terpadu yang bertujuan untuk mencapai pendidikan

7Munirah, Sistem Pendidikan di Indonesia Antara Keinginan dan Realita, Jurnal Auladuna, Vol. 2 No. 2,
Desember 2015, h. 234.
nasional8 diselenggarakan oleh pemerintah dan swasta di bawah tanggung
jawab Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dan menteri lainnya, seperti
pendidikan agama oleh menteri agama, Akabri oleh menteri pertahanan dan
keamanan. Juga departemen lainnya menyelenggarakan pendidikan yang
disebut diklat. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa sistem pendidikan
nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara
terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Adapun fungsi dan
tujuan pendidikan nasional Republik Indonesia menurut secara definitif,
fungsi dan tujuan pendidikan nasional Republik Indonesia adalah untuk
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

B. Strategi Pembelajaran
Istilah strategi yang diterapkan dalam dunia pendidikan, khususnya dalam
kegiatan belajar-mengajar adalah suatu seni dan ilmu untuk membawakan
pengajaran di kelas sedemikian rupa sehingga tujuan yang telah ditetapkan
dapat ditetapkan secara efektif dan efisien.9 Strategi pembelajaran
merupakan cara yang digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang
telah ditentukan secara efektif dan efisien. Sejalan dengan pendapat di atas
menjelaskan bahwa strategi pembelajaran merupakan pendekatan dalam
mengelola kegiatan, dengan mengintegrasikan urutan kegiatan, cara
mengorganisasikan materi pelajaran dan pebelajar, peralatan dan bahan
serta waktu yang digunakan dalam proses pembelajaran yang telah
ditentukan, secara efektif dan efisien.10 Melalui adanya sebuah strategi
pembelajaran yang telah direncanakan terlebih dulu oleh guru diharapkan
mampu menjadikan kegiatan belajar mengajar menjadi lebih efektif dan
semua tujuan pembelajaran dapat terlaksana dengan baik.

8 Amin Nasir, Dinamika Pengembangan Sistem Pendidikan (Kerangka Dasar Potensi Anak Usia Dini),
Jurnal Thufula, Vol. 2, No. 2, Juli-Desember 2014, h. 236.
9 W. Gulo, Strategi Belajar Mengajar, PT. Grasindo, Jakarta, 2008, h. 2.
10 Abdul Haris & Asep Jihad, Evaluasi Pembelajaran, Multi Pressindo, Yogyakarta, 2012, h. 24.
C. Profesionalisme Guru

Profesionalisme ialah sifat-sifat (kemampuan, kemahiran, cara pelaksanaan


sesuatu dan lain-lain) sebagaimana yang sewajarnya terdapat pada seorang
profesional.11 Profesionalisme berasal dari kata profesion yang bermakna
berhubungan dengan profesi dan memerlukan kepandaian khusus untuk
menjalankannya, Jadi, profesionalisme adalah tingkah laku, kepakaran atau
kualitas dari seseorang yang professional.

1. Konsep Profesionalisme
Konsep profesionalisme dalam penelitian Sumardi dijelaskan bahwa ia
memiliki lima muatan atau prinsip, yaitu :12
1. Afiliasi komunitas (community affilition)
2. Kebutuhan untuk mandiri (autonomy demand)
3. Keyakinan terhadap peraturan sendiri/profesi (belief self regulation)
4. Dedikasi pada profesi (dedication)
5. Kewajiban sosial (social obligation)

2. Profesionalisme Guru
Profesionalisme guru merupakan kemampuan guru untuk melakukan
tugas pokoknya sebagai pendidik dan pengajar. Profesionalisme guru
mempunyai kriteria tertentu yang dapat dilihat dan diukur berdasarkan
kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap guru. Berdasarkan Undang-
Undang No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD) pasal 10
ayat 1 menyebutkan bahwa ciri-ciri guru profesional adalah mempunyai
kompetensi-kompetensi di bawah ini :13

11 Abidin Djalla & et al, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Profesionalisme Petugas Kesehatan di
Puskesmas Baroko Kabupaten Enrekang, Jurnal Ilmiah Manusia & Kesehatan, Vol. 1 No. 2, Januari
2018, h. 16.
12 Rizky Aditya, Peran Pembina Latihan Dalam Mendukung Kesiapan Operasional di Yonif Raider

Kostrad (Studi Tentang Kegiatan Pembinaan Latihan di Yonif Raider 514/9/2 KOSTRAD), Jurnal Prodi
Strategi Pertahanan Darat, Vol. 4 No. 1, April 2018, h.6.
13 Pausil, Ciri-Ciri Guru Profesional, https://fzil.wordpress.com/2011/10/25/ciri-ciri-guru-profesional/,

Diunduh pada tanggal 6 Juni 2018, Pukul 19.07 WIB.


1. Kompetensi Profesional kemampuan penguasaan materi pelajaran
secara luas dan mendalam.
2. Kompetensi Pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran
peserta didik.
3. Kompetensi Kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang
mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan
peserta didik.
4. Kompetensi Sosial kemampuan guru untuk berkomunikasi dan
berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama
guru, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.

D. Model Pembelajaran
Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur
yang sistematik dan mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai
tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman para perancang
pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melakukan
aktivitas pembelajaran. Joyce mengatakan bahwa model pembelajaran
adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai
pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran
dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran
termasuk di dalamnya bukubuku, film, komputer, kurikulum, dan lain-lain.14
Model-model pembelajaran dapat diklasifikasikan berdasarkan tujuan
pembelajarannya, sintaks (pola urutannya) dan sifat lingkungan belajarnya.
Sintaks (pola urutan) dari suatu model pembelajaran adalah pola yang
menggambarkan urutan alur tahap-tahap keseluruhan yang pada umumnya
disertai dengan serangkaian kegiatan pembelajaran. Sintaks (pola urutan)
dari suatu model pembelajaran tertentu menunjukkan dengan jelas kegiatan-
kegiatan apa yang harus dilakukan guru atau siswa Berikut ini adalah
beberapa model pembelajaran:

14 Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif (Jakarta: Kencana Prenada Media


Group,2011), h.22.
a. Model pembelajaran langsung Model pembelajaran langsung dimana guru
terlibat aktif dalam mengusung isi pelajaran kepada peserta didik dan
mengajarkannya langsung kepada seluruh kelas. Menurut Suprijono Teori
pendukung pembelajaran langsung adalah teori behaviorisme dan teori
belajar sosial. Berdasarkan kedua teori tersebut, pembelajaran langsung
menekankan belajar sebagai perubahan perilaku .15 Teori pendukung
pembelajaran langsung adalah teori behaviorisme dan teori belajar sosial.
Bedasarkan kedua teori tersebut, pembelajaran langsung menekankan
belajar sebagai proses stimulus-respons bersifat mekanis, maka teori
belajar sosial beraksentuasi pada perubahan perilaku bersifat organis
melalui peniruan.
b. Model pembelajaran kooperatif Menurut Slavin bahwa “model
pembelajaran kooperatif merujuk pada berbagai macam metode
pengajaran di mana para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil
untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi
pelajaran.”16 Dalam kelas kooperatif para siswa diharapkan dapat saling
membantu, saling mendiskusikan, dan beragumentasi untuk mengasah
pengetahuan yang mereka kuasai saat itu dan menutup kesenjangan
dalam pemahaman masing-masing.
c. Model pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) Menurut
Suprijono “model pembelajaran berbasis masalah dikembangkan
berdasarkan konsepkonsep yang dicetuskan oleh Jerume Bruner. Konsep
tersebut adalah belajar penemuan atau discovery learning”.17 Proses
belajar penemuan meliputi proses informasi, transformasi, dan evaluasi.
Sedangkan menurut Sudarman Problem Based Learning atau
pembelajaran berbasis masalah adalah suatu pendekatan pembelajaran
yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi
peserta didik untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan

15 Suprijono, Agus, Cooperatif Learning Teori Dan Aplikasi Palkem. (Yogyakarta: Pustaka Belajar,2007),
h.47.
16 Slavin, Cooperative Learning, Teori, Riset, dan Praktik., ( Bandung: Penerbit Nusa Media, 2009), h.4.
17 Suprijono, Agus, Cooperative Learning, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), h. 68.
pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep
yang esensial dari materi kuliah atau materi pelajaran.18

E. Pembelajaran Berbasis Masalah


Model pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) Menurut
Suprijono model pembelajaran berbasis masalah dikembangkan berdasarkan
konsep-konsep yang dicetuskan oleh Jerume Bruner. Konsep tersebut adalah
belajar penemuan atau discovery learning.19 Proses belajar penemuan
meliputi proses informasi, transformasi, dan evaluasi. Sedangkan menurut
Sudarman Problem Based Learning atau pembelajaran berbasis masalah
adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia
nyata sebagai suatu konteks bagi peserta didik untuk belajar tentang cara
berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh
pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi kuliah atau materi
pelajaran.

F. Karakteristik Model Pembelajaran Berbasis Masalah


Karakteristik pembelajaran berdasarkan masalah yang pertama adalah
rangkaian aktivitas pembelajaran, artinya peserta didik tidak hanya
mendengarkan ceramah dan menghafal namun dititikberatkan pada kegiatan
peserta didik dalam berpikir, berkomunikasi, mengolah data, dan
menyimpulkan. Kedua, aktivitas pembelajaran diarahkan untuk
menyelesaikan masalah. Dalam proses pembelajaran perlu adanya masalah
yang diteliti. Ketiga, pemecahan masalah dilakukan menggunakan
pendekatan berpikir secara ilmiah. Proses berpikir ini dilakukan secara
sistematis dan empiris. Selain itu tiga karakteristik pemecahan masalah,
yakni pemecahan masalah merupakan aktivitas kognitif, tetapi dipengaruhi

18 Sudarman, Problem Based Learning : Suatu Model Pembelajaran untuk Mengembangkan dan
Meningkatkan Kemampuan Memecahkan Masalah, (Jakarta : Dalam jurnal pendidikan inovatif, 2007).
19
Suprijono, Agus, Cooperative Learning: Teori dan Aplikasi Paikem, (Yogyakrta: Pustaka Pelajar,
2012), h. 68.
perilaku. Kemudian hasil pemecahan masalah dapat dilihat dari tindakan
dalam mencari permasalahan. Selanjutnya pemecahan masalah merupakan
proses tindakan manipulasi dari pengetahuan yang dimiliki sebelumnya.
Menurut Shahram pembelajaran berdasarkan masalah memiliki cirri-ciri
sebagai berikut:20
a. Berpusat pada siswa, guru sebagai fasilitator atau pembimbing. Pada
pembelajaran disajikan situasi bermasalah. Paserta didik dibimbing untuk
belajar mengembangkan pengetahuan dan keterampilan menyelesaikan
masalah. Peserta didik belajar bersama kelompok yang nantinya
informasi yang mereka peroleh dapat bermakna bagi dirinya sendiri.
b. Belajar melampaui target. Kemampuan memecahkan masalah dalam
model ini membantu menganalisis situasi. Masalah yang diberikan
merupakan wahana belajar untuk mengembangkan keterampilan
pemecahan masalah.

Richard Arends menyatakan bahwa model pembelajaran berdasarkan


masalah memiliki karakteristik sebagai berikut:21

a. Pengajuan pertanyaan atau masalah. Pembelajaran berdasarkan


masalah mengorganisasikan pengajaran di sekitar masalah sosial yang
penting bagi peserta didik. Peserta didik dihadapkan pada situasi
kehidupan nyata, mencoba membuat pertanyaan terkait masalah dan
memungkinkan munculnya berbagai solusi untuk menyelesaikan
permasalahan.
b. Berfokus pada keterkaitan antardisiplin. Meskipun pembelajaran
berdasarkan masalah berpusat pada pelajaran tertentu.

G. Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah


Pembelajaran berdasarkan masalah memiliki prosedur yang jelas dalam
melibatkan peserta didik untuk mengidentifikasi permasalahan. John Dewey

20 Khosravi, Shahram, ASP.NET AJAX Programmer Reference with ASP.NET 2.0 or ASP.NET 3.5.
(Indianapolis:Willey Publishing, Inc, 2007).
21 Arends, Richard I. Learning To Teach. (New York: McGraw Hill, 2011.)
dalam Wina Sanjaya, menjelaskan 6 langkah strategi pembelajaran
berdasarkan masalah yang kemudian dinamakan metode pemecahan
masalah (problem solving), yaitu:
1. Merumuskan masalah, yakni langkah peserta didik dalam menentukan
masalah yang akan dipecahkan.
2. Menganalisis masalah, yakni langkah peserta didik meninjau masalah
secara kritis dari berbagai sudut pandang.
3. Merumuskan hipotesis, yakni langkah peserta didik dalam merumuskan
pemecahan masalah berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya
4. Mengumpulkan data, yakni langkah peserta didik untuk mencari informasi
dalam upaya pemecahan masalah.
5. Pengujian hipotesis, yakni langkah peserta didik untuk merumuskan
kesimpulan sesuai dengan penerimaan dan penolakan hipotesis yang
diajukan.
6. Merumuskan rekomendasi pemecahan masalah, yakni langkah peserta
didik menggambarkan rumusan hasil pengujian hipotesis dan rumusan
kesimpulan.

Menurut Trianto peran guru dalam pembelajaran berdasarkan masalah


adalah sebagai berikut:22

1. Mengajukan masalah sesuai dengan kehidupan nyata sehari-hari


2. Membimbing penyelidikan misal melakukan eksperimen.
3. Menfasilitasi dialog peserta didik.
4. Mendukung belajar peserta didik.

Menurut Arends sintaks untuk Model Pembelajaran Berbasis Masalah dapat


disajikan seperti pada Tabel 2.1 berikut ini:

FASE PERILAKU GURU FASE

22Trianto, Model-model Pembelajaran iInovatif berorientasi kontruktivistik. ( Jakarta: Prestasi Pustaka,


2007).
Fase 1: Memberikan orientasi tentang Guru membahas tujuan pelajaran,
permasalahannya kepada peserta mendeskripsikan berbagai kebutuhan
didik logistik penting, dan memotivasi peserta
didik untuk terlibat dalam kegiatan
mengatasi masalah.
Fase 2: Guru membantu peserta didik Mengorganisasikan peserta didik untuk
meneliti. mendefinisikan dan
mengorganisasikan tugas-tugas belajar
yang terkait dengan permasalahannya
Fase 3 : Membantu investigasi mandiri Guru mendorong peserta didik untuk
dan kelompok mendapatkan informasi yang tepat
melaksanakan eksperimen, dan mencari
penjelasan dan solusi.
Fase 4 : Mengembangkan Guru membantu peserta didik dalam
Dan mempresentasikan hasil merencanakan dan menyiapkan hasil
karya dan memamerkan karya yang tepat, seperti laporan, rekaman
video, dan model-model, dan membantu
mereka untuk menyampaikannya kepada
orang lain
Fase 4 : Mengembangkan Guru membantu peserta didik dalam
Dan mempresentasikan hasil merencanakan dan menyiapkan hasil
karya dan memamerkan karya yang tepat, seperti laporan, rekaman
video, dan model-model, dan membantu
mereka untuk menyampaikannya kepada
orang lain

Menurut Made Wina, tahap-tahap strategi belajar berbasis masalah adalah


sebagai berikut:
a. Menemukan masalah.
b. Mendefinisikan masalah.
c. Mengumpulkan fakta.
d. Menyusun hipotesis (dugaan sementara).
e. Melakukan penyelidikan.
f. Menyempurnakan permasalahan yang telah didefinisikan.
g. Menyimpulkan alternatif pemecahan secara kolaboratif
h. Melakukan pengujian hasil (solisi) pemecahan masalah.

Menurut Yatim Riyanto langkah-langkah Model Pembelajaran Berbasis


Masalah adalah sebagai berikut:23
a. Guru memberikan permasalahan kepada peserta didik.
b. Peserta didik dibentuk kelompok kecil, kemudian masing-masing
kelompok tersebut mendiskusikan masalah dengan pengetahuan dan
keterampilan dasar yang mereka miliki. Peserta didik juga membuat
rumusan masalah serta hipotesisnya.
c. Peserta didik aktif mencari informasi dan data yang berhubungan dengan
masalah yang telah dirumuskan.
d. Peserta didik rajin berdiskusi dengan kelompoknya untuk menyelesaikan
masalah yang diberikan dengan melaporkan data-data yang telah
diperoleh.

H. Kelebihan dan kekurangan pembelajaran berbasis masalah

Ada beberapa kelebihan model Pembelajaran Berbasis Masalah antara


lain:

1. Kelebihan Pembelajaran Berbasis Masalah


a. Peserta didik mempunyai keterampilan mengatasi masalah.
b. Peserta didik memiliki keterampilan penyelidikan dan terjadi interaksi
yang dinamis antara guru dengan siswa dan siswa dengan siswa.
c. Peserta didik memiliki mempelajari peran orang dewasa.
d. Peserta didik dapat menjadi pembelajar yang independen.

23
Riyanto, Yatim., Paradigma Baru Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2010). h. 288.
e. Banyak solusi, artinya mampu mengemukakan dan menggunakan
berbagai solusi dengan mempertimbangkan kelbihan dan kelemahan
masing-masing
f. Melibatkan banyak kriteria, artinya tidak semua yang menghubung
dengan tugas yang ditangani telah diketahui.
g. Melibatkan pengajuan diri dalam proses-proses berfikir.
h. Menentukan makna, menemukan struktur dalam suatu yang tampak
tidak beraturan.
2. Kekurangan Pembelajaran Berbasis Masalah
a. Memungkinkan peserta didik menjadi jenuh karena harus berhadapan
langsung dengan masalah.
b. Memungkinkan mpeserta didik kesulitan dalam memproses sejumlah
data dan informasi dalam waktu singkat, sehingga Pembelajaran
Berbasis Masalah membutuhkan waktu yang relatif lama.

Analisis Kajian Pembelajaran Berbasis Masalah dalam upaya


peningkatan profesionalisme guru.

Pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu bentuk pembelajaran


yang materi kegiatannya erat hubungannya dengan pengalaman nyata siswa.
Dalam pembelajaran berbasis masalah guru menciptakan situasi dan isi
pembelajaran secara khusus yaitu memberi kesempatan siswa untuk dapat
melakukan pemecahan suatu masalah, latihan-latihan serta tugas secara
nyata dan otentik. Selain itu pembelajaran berbasis masalah menekankan
kepada proses belajar yang mengarah pada berfikir kreatif dan kritis yang
diharapkan siswa mampu menerapkan pengetahuannya pada kehidupan
sehari-hari. Oleh karena itu pembelajaran berbasis masalah memberi
peluang kepada siswa untuk berpartisipasi aktif dalam pembelajaran,
memungkinkan mereka berfikir ketingkat yang lebih tinggi sehingga
pengetahuan mereka akan terus berkembang selain siswa juga akan mampu
menghadapi serta memecahkan masalah-masalah yang ada. Dalam hal ini
profesionalisme guru menjadi tuntutan dalam pembelajaran dengan
mengembangkan kemampuannya dalam fase mengklarifikasi istilah dan
konsep yang belum jelas, fase ini dimulai dengan guru mengambarkan
kepada siswa tentang apa itu peristiwa alam, lalu guru menanyakan kepada
siswa apa-apa saja contoh dari peristiwa alam dalam kehidupan sehari-sehari
dan guru menyampaikan cakupan materi yaitu tentang peristiwa alam yang
meliputi banjir, gunung meletus, gempah bumi dan tanah longsor.
1. Fase merumuskan masalah, fase ini dimulai dengan guru merumuskan
masalah tentang materi peristiwa alam seperti bagaimana peristiwa alam
itu dapat menimpah kehidupan manusia?
2. Fase menganalisa masalah, fase ini dimulai dengan guru membentuk
kelompok-kelompok dan yang terdiri dari 5 orang perkelompok, anggota
kelompok diajak mengeluarkan pengetahuan dan pengalaman tentang
materi peristiwa alam dan guru membagikan LKS untuk melakukan
diskusi yang membahas rumusan masalah tentang bajir, tanah longsor,
gunung meletus dan gempah bumi.
3. Fase menata gagasan, fase ini dimulai dengan guru memberikan masing-
masing siswa satu lembar kertas kerja, untuk menuliskan gagasan yang
dihasilkan dari diskusi atau pengetahuan lainnya tentang peristiwa alam.
4. Fase memformulasikan tujuan pembelajaran, fase ini dimulai dengan
menjelaskan tujuan pembelajaran yaitu setelah proses pembelajaran,
siswa dapat menyebutkan dan mengambarakan tentang apa saja
peristiwa alam yang terjadi di Indonesia dan apa penyebab terjadinya.
5. Fase mencari informasi tambahan dari sumber yang lain (di luar diskusi
kelompok), fase ini dimulai dengan guru memberikan informasi tambahan
sebagai penguatan bagi siswa tentang peristiwa alam.
6. Fase mensintesa (menggabungkan) dan menguji informasi baru, dan
membuat laporan untuk guru/kelas, fase ini dimulai dengan persentasi
laporan kelompok dan diskusi kelas selanjutnya guru dan siswa
menyimpulkan hasil belajar.

Belajar berbasis masalah yang pertama yaitu permasalahan sebagai


pemandu. Masalah menjadi acuan konkret yang harus menjadi perhatian
pembelajar. Bacaan diberikan sejalan dengan masalah. Masalah menjadi
kerangka berfikir pembelajar dalam mengerjakan tugas. Belajar bebasis
masalah yang kedua yaitu permasalahan sebagai kesatuan dan alat evaluasi.
Masalah disajikan setelah tugas-tugas dan penjelasan diberikan. Tujuannya
memberikan kesempatan bagi pembelajar untuk menerapkan
pengetahuannya untuk memecahkan masalah. Belajar bebasis masalah yang
ketiga yaitu permasalahan sebagai contoh. Masalah dijadikan contoh dan
bagian dari bahan belajar. Masalah digunakan untuk menggambarkan teori,
konsep atau prinsip dan dibahas antara pembelajar dan guru. Belajar bebasis
masalah yang keempat yaitu permasalahan sebagai fasilitas proses belajar.
Masalah dijadikan alat untuk melatih pembelajar bernalar dan berpikir kritis.
Belajar bebasis masalah yang kelima yaitu permasalahan sebagai stimulus
belajar. Masalah merangsang pembelajar untuk mengembangkan
keterampilan mengumpulkan dan menganalisis data yang berkaitan dengan
masalah dan keterampilan metakognitif.

Sumber permasalahan pendidikan yang terbesar adalah adanya


perubahan, karena itu permasalahan akan senantiasa ada sampai kapanpun.
Institusi pendidikan dituntut untuk menyesuaikan dengan perubahan
perkambangan yang ada dalam masyarakat. Demikian pula dengan guru,
yang senantiasa dituntut untuk menyesuaikan dengan perubahan. Akibatnya
demikian banyak permasalahan yang dihadapi oleh guru, karena
ketidakmampuannya menyesuaikan perubahan yang terjadi di sekelilingnya
sebagai akibat dari keterbatasnnya sebagai individu atau karena
keterbatasan kemampuan sekolah dan pemerintah. Jadi masalah pendidikan
senantiasa muncul karena adanya tuntutan agar institusi pendidikan
termasuk guru menyesuaikan dengan segala perkembangan yang ada dalam
masyarakat.24
Pengembangan profesionalisme guru meliputi peningkatan
kompetensi, peningkatan kerja dan kesejahteraannya. Guru sebagai
profesional dituntut untuk senantiasa meningkatkan kemampuan, wawasan
dan kreatifitasnya. Masyarakat telah mempercayakan sebagian tugasnya
kepada guru. Tenaga pendidik profesional ialah mereka yang menguasai
substansi pekerjaannya secara profesional. Guru yang profesional menurut
Nanang Fattah (2004) adalah: a) mampu menguasai substansi mata
pelajaran secara sistematis, khususnya materi pelajaran yang secara khusus
diajarkannya dan dituntut untuk berupaya mengikuti perkembangan materi
pelajaran tersebut dari waktu ke waktu; b) memahami dan dapat
menerapkan psikologi perkembangan sehingga seorang guru dapat memilih
materi pelajaran berdasarkan tingkat kesukaran sesuai dengan masa
perkembangan peserta didik yang diajarkan; dan c) memiliki kemampuan
mengembangkan program-program pendidikan yang secara khusus disusun
sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik yang akan diajarnya.25
Tugas guru yang diemban dari limpahan tugas masyarakat tersebut antara
lain adalah mentransfer kebudayaan dalam arti luas, keterampilan menjalani
kehidupan, dan nilai-nilai. Selain itu guru secara mendalam harus terlibat
dalam kegiatan maenjelaskan, mendefinisikan, membuktikan, dan
mengklarifikasi. Tugasnya sebagai pendidik bukan hanya mentrnsfer
pengetahuan, keterampilan dan sikap, tetapi mempersiapkan generasi yang
lebih baik di masa depan. Oleh karena itu guru harus memiliki kompetensi
dalam membimbing siswa siap menghadapi kehidupan yang sebenarnya dan
bahkan mampu memberikan teladan yang baik. Oleh karena itu guru harus
siap untuk diuji kompetensinya secara berkala untuk menjamin agar
kinerjanya tetap memenuhi syarat profesional yang terus berkembang.

24 Suriyati Halim, Upaya Meningkatkan Profesionalisme Guru Sebagai Tenaga Pendidik,


http://suriyatihalim.blogspot.com/2010/02/upaya-meningkatkan-profesionalisme-guru.html, Diunduh pada
tanggal 6 Juni 2018, Pukul 20.12 WIB.
25 Rudy Prihantoro, Pengembangan Profesionalisme Guru Melalui Model Lesson Study, Jurnal

Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 17, No, 1 Januari 2011, h. 105.


Kemampuan-kemampuan yang selama ini harus dikuasai guru juga akan
lebih dituntut aktualisasinya. Misalkan kemampuannya dalam :
1) Merencanakan pembelajaran dan merumuskan tujuan.
2) Mengelola kegiatan individu.
3) Menggunakan multi metode dan memanfaatkan media.
4) Berkomunikasi interaktif dengan baik.
5) Memotifasi dan memberikan respons.
6) Melibatkan siswa dalam beraktifitas.
7) Mengadakan penyesuaian dengan kondisi siswa.
8) Melaksanakan dan mengelola pembelajaran.
9) Memperbaiki dan mengevaluasi pembelajaran.
10) . Menguasai materi pelajaran
11) . Memberikan bimbingan, berinteraksi dengan sejawat dan bertanggung
jawab.
12) Mampu melaksanakan penelitian
Lahirnya UU No. 14 Tahun 2005 merupakan salah satu usaha untuk
meningkatkan mutu guru, sekaligus diharapkan dapat meningkatkan mutu
pendidikan di Indonesia. Di dalam UU ini diamanatkan bahwa guru wajib
memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani
dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan
nasional.26 Kebijakan prioritas dalam rangka pemberdayaan guru saat ini
adalah meningkatan kualifikasi, peningkatan kompetensi, sertifikasi guru,
pengembangan karir, penghargaan dan perlindungan, perencanaan
kebutuhan guru, tunjangan guru, dan maslahat tambahan.
Sejalan dengan itu, ke depan beberapa kebijakan yang digariskan
untuk meningkatkan mutu pendidikan pada umumnya dan meningkatkan
mutu guru khususnya, antara lain mencakup hal-hal berikut ini :27

26 Sofjan Aripin, Implementasi Undnag-Undang No. 14 Tahun 2005 dalam Peningkatan Kualifikasi
Akademik Guru SD Melalui Pendidikan Tinggi Jarak Jauh di Wilayah Kabupaten Belitung, Jurnal
Pendiikan Terbuka dan Jarak Jauh, Vol. 11, No. 1, Maret 2010, h. 36
27Anshar, Upaya-Upaya Peningkatan Profesionalitas Guru, http://anshar-
mtk.blogspot.com/2012/10/upaya-upaya-peningkatan-profesionalitas.html, Diunduh pada tanggal 6 Juni
2018, Pukul 21.03 WIB.
a. Melakukan pendataan, validasi data, pengembangan program dan
sistem pelaporan pembinaan profesi pendidik melalui jaringan kerja
dengan P4TK, LPMP, dan Dinas Pendidikan.
b. Mengembangkan model penyiapan dan penempatan pendidik untuk
daerah khusus melalui pembentukan tim pengembang dan survey
wilayah.
c. Menyusun kebijakan dan mengembangkan sistem pengelolaan
pendidik secara transparan dan akuntabel melalui pembentukan tim
pengembang dan program rintisan pengelolaan pendidik.
d. Meningkatkan kapasitas staf dalam perencanaan dan evaluasi
program melalui pelatihan, pendidikan lanjutan dan rotasi. Kelima,
mengembangkan sistem layanan pendidik untuk pendidikan layanan
khusus melalui kerja sama dengan LPTK dan lembaga terkait lain.
Keenam, melakukan kerja sama antar lembaga di dalam dan di luar
negeri melalui berbagai program yang bermanfaat bagi
pengembangan profesi pendidik.
e. Mengembangkan sistem dan pelaksanaan penjaminan mutu
pendidikan melalui pembentukan tim pengembang dan tim penjamin
mutu pendidikan. Keenam, menyusun kebijakan dan mengembangkan
sistem pengelolaan pendidik secara transparan dan akuntabel melalui
pembentukan tim pengembang dan program rintisan pengelolaan guru
dan tenaga kependidikan.
Profesionalisme guru di bangun melalui penguasaan kompetensi-
komptensi yang secara nyata diperlukan dalam menyelesaikan pekerjaan.
Kompetensi-kompetensi penting jabatan guru tersebut adalah : kompetensi
bidang bidang substansi atau bidang studi, kompetensi bidang pembelajaran,
kompetensi bidang pendidikan nilai dan bimbingan serta kompetensi bidang
hubungan dan pelayanan / pengabdian masyarakat.
1. Upaya-upaya Guru Meningkatkan Profesionalisme
Peningkatan profesionalisme guru sebenarnya ditentukan oleh seorang
guru itu sendiri. Apakah seorang guru tesebut ingin menjadi seorang guru
yang profesional atau tidak Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
seorang guru jika ingin meningkatkan keprofesionalisme, yaitu :28
a. Memahami standart tuntutan profesi yang ada.
Upaya memahami tuntutan standar profesi yang ada (di Indonesia
dan yang berlaku di dunia) harus ditempatkan sebagai prioritas
utama jika guru kita ingin meningkatkan Profesionalismenya.Sebab,
persaingan global sekarang memungkinkan adanya mobilitas guru
secara lintas negara, sebagai profesional seorang guru harus
mengikuti tuntutan perkembangan profesi secara global dan tuntutan
masyarakat yang menghendaki pelayanan yang lebih baik. Cara
satu-satunya untuk memenuhi standar profesi ini adalah dengan
belajar secara terus menerus sepanjang hayat, dengan membuka diri
yakni mau mau mendengar dan melihat perkembangan baru di
bidangnya.
b. Mencapai kualifikasi dan kompetensi yang dipersyaratkan.
Upaya mencapai kualifikasi dan kompetensi yang di persyaratkan
juga tidak kalah pentingnya bagi guru. Dengan dipenuhinya
kualifikasi dan kompetensi yang memadai maka guru memiliki posisi
tawar yang kuat dan memenuhi syarat yang dibutuhkan. Peningkatan
kualitas dan kompetensi ini dapat ditempuh melului training, seminar,
dan berbagai upaya lain untuk memperoleh sertifikasi.
c. Membangun kesejawatan yang baik dan luas termasuk lewat
organisasi profesi.
Upaya membangun hubungan kesejawatan yang baik dan luas dapat
dilakukan guru dengan membina jaringan kerja. Guru harus
berusaha mengetahui apa yang telah dilkukan oleh sejawatnya yang
sukses. Sehingga bisa belajar untuk mencapai sukses yang sama
atau bahkan bisa lebih baik lagi. Melalui jaringan kerja inilah guru
dapat memperoleh akses terhadap inovasi-inovasi di bidang

28Novaria Marissa, Upaya Meningkatkan Kompetensi dan Profesionalisme Guru Pada Era Sertifikasi,
Jurnal Pendidikan, Vol. 4 No. 2, Desember 2007, h. 83.
profesinya.Dalam hal ini juga dapat di bina melalui jaringan kerja
yang luas dengan menggunakan tekhnologi komunikasi dan
informasi, misal melalui korespondensi dan mungkin melalui internet.
Apabila hal ini dilakukan secara intensif akan dapat diperoleh kiat-
kiat menjalankan profesi dari sejawat guru di Indonesia bahkan
dunia.
d. Mengembangkan etos kerja atau budaya kerja yang mengutamakan
pelayanan bermutu tinggi kepada konstituen.
Upaya membangun etos kerja atau budaya kerja yang
mengutamakan pelayanan bermutu tinggi kepada konstituen
merupakan suatu keharusan di zaman sekarang. Semua bidang
dituntut untuk memberikan pelayanan prima. Guru pun harus
memberikan pelayanan prima kepada konstituenya yaitu siswa,
Orang tua dan sekolah. Terlebih lagi pelayanan pendidikan adalah
termasuk pelayanan publik yang di danai, di adakan dikontrol oleh
dan untuk kepentingan publik. Oleh karena itu guru harus
mempertanggung jawabkan pelaksanaan tugasnya kepada publik.
e. Mengadopsi inovasi atau mengembangkan kreativitas dalam
pemanfaatan tekhnologi komunikasi dan inmormasi mutkhir agar
senantiasa tidak keinggalan dalam kemampuannya menggelola
pembelajaran. Satu hal lagi yang dapat diupayakan ntuk peningkatan
profesionalisme guru adalah melalui adopsi inovasi atau
pengembangan kreatifitas dalam pemanfaatan tekhnologi komunikasi
dan informasi mutakhir. Guru dapat memanfaatkan media presentasi
komputer dan juga pendekatan-pendekatan baru bidang tekhnologi
pendidikan. Upaya-upaya guru untuk meningkatkan
profesionalismenya tersebut pada akhirnya memerlukan adanya
dukungan dari semua pihak yang terkait agar benar-benar terwujud.
Pihak-pihak yang harus memberikan dukunganya tersebut adalah
organisasi profesi seperti PGRI, pemerintah dan juga masyarakat.
Mengenai kompetensi, di Indonesia telah ditetapkan sembilan
kompetensi yang harus dimiliki oleh guru sebagai instructional
leader, yaitu:
1) Memiliki kepribadian ideal sebagai guru.
2) Penguasaan landasan pendidikan.
3) Menguasai bahan pengajaran.
4) Kemampuan menyusun program pengajaran.
5) Kemampuan menilai hasil dan proses belajar mengajar.
6) Kemampuan menyelenggarakan program bimbingan.
7) Kemampuan menyelenggarakan administrasi sekolah.
8) Kemampuan bekerja sama dengan teman sejawat dan
masyarakat; dan
9) Kemampuan menyelenggarakan penelitian sederhana untuk
keperluan pengajaran.
Dengan begitu, tugas guru menjadi lebih luas lagi dari pada proses
mentransmisikan pengetahuan, membangun afeksi, dan mengembangkan
fungis psikomotorik,karena di dalamnya terkandung finsi-funsi
produksi.Guru yang mogok mengajar apapun alasannya merupakan
counter produdari sisi etika keguruan juga tidak layak terjadi sebab figu
guru menjadi panutan di kalangan masyarakat setidaknya bagi para
siswanya sendiri. Disini predikat guru sebagai pendidikitu berkonotasi
dengan tindakan-tindakan yang senantiasa memberi contoh yang baik
dalam semua perilakunya.
Sebagai pendidik, guru harus professional sebagaimana ditetapkan
dalam Undang-undang Sitem Pendidikan Nasional bab IX pasal 39 ayat 2
yaitu Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas
merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil
pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan
penelitian dan pengabdian kepada mayarakat, terutama bagi pendidikan
pada perguruan tinggi. Ketentuan ini mencakup tipe macam kegiatan yang
harus dilaksanakan oeh guru yaitu pengajaran, penelitan, dan pengabdian
masyarakat. Beban ini tidak ada bedanya dengan beban bagi dosen. Tiga
macam kegiatan tersebut secara hierarchy melambangkan tiga upaya
berjenjang dan meluas gerakannya. Pengajaran melambangkan
pelaksanaan tugas rutin, penelitian melambangkan upaya pengembangan
profesi, sedang pengabdian melambangkan pemberian kontribusi sosial
kepada masyarakat akibat prestasi yang dicapai tersebut.
Dari ketiga kegiatan tersebut, terutama penelitian menuntut sikap
gurui dinamis sebagai seorang professional. ‘seorang profesional adalah
seorang yang terus meneur berkembang atau trainable. Untuk
mewujudkan keadaan dinamis ini pendidikan guru harus mampu
membeklai kemampuan kreativitas, rasionalitas, keterlatihan
memecahkan masalah , dan kematangan emosionalnya. Semua bekal ini
dimaksudkan mewujudkan guru yang berkualitas sebagai tenaga
profesional yang sukses dalam menjalankan tugasnya.
Keberhasilan guru dapat ditinjau dari dua segi proses dan dari segi
hasil. Dari segi proses, guru berhasil bila mampu melibatkan sebagian
besar peserta didik secara aktif baik fisik, mental maupun sosial dalam
proses pembelajaran, juga dari gairah dan semangat mengajarnya serta
adanya rasa percaya diri. Sedangkan dari segi hasil, guru berhasil bila
pembelajaran yang diberikannya mampu mengubah perilaku pada
sebagian besar peserta didik ke arah yang lebih baik. Sebaliknya,dari sisi
siswa, belajar akan berhasil bila memenuhi dua persyaratan:
1) Belajar merupakan sebuah kebutuhan siswa.
2) Ada kesiapan untuk belajar, yakni kesiapan memperoleh pengalaman
pengalaman baru baik pengetahuan maupun keterampilan.
BAB III

KESIMPULAN

1. Kesimpulan
Guru-Guru tidak lagi berdiri di depan kelas sebagai ahli dan satu-
satunya sumber yang siap untuk memberikan pelajaran. Guru dalam kelas
PBL berfungsi sebagai fasilitator yang kadang disebut tutor karena proses
diskusi kelompok disebut tutorial. peran dan tanggungjawab tutor dalam PBL
sangat beragam. Perubahan yang mendasar ialah tutor bukanlah orang yang
otoriter. Tutor harus cakap memfasilitasi kelompok dan bukan hanya cakap
dalam mentransfer pengetahuan. Didalam PBL, tutor memberi fasilitas dan
mengaktifkan kelompok untuk memastikan bahwa siswa mencapai kemajuan
secara bermakna melalui pembahasan masalah yang tersaji .adalah pendidik
professional dengan tugas utama mengajar, mendidik, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik. pada
pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan
pendidikan menengah. Pengertia profesi adalah pekerjaan ataui kegiatan
yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan
yang memerlukan, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu
atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi. Jadi guru yang
professional adalah pendidik yang tugasnya meliputi mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta
didik di sekolah tugas itu menjadi sumber penghasilan kehiduoan yang
memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan, yang memerlukan standar
mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.
Prinsip-prinsip keprofesionalan guru sebagai berikut :
1) Memiliki bakat minat panggilan jiwa dan idealisme.
2) Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan,
ketakwaan, dan akhlak mulia.
3) Memiliki kualifikasi akademi dan latarbelakang pendidikan sesuai dengan
bidang tugasnya.
4) Memiliki kompotensi yang diperlukan sesuia dengan bidang tugasnya.
5) Memiliki tanggungjawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan.
6) Memperoleh penghasilan ditentukan sesuai dengan prestasi kerja.
7) Memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara
berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat.
8) Memilki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas
keprofesionalan guru.
9) Memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan, mengatur hal-
hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.
Menurut PP RI No. 19/ 2005 tentang standar Nasional Pendidikan
pasal 28, dinyatakan bahwa pendidik adalah agen pembelajaran yang harus
memiliki empat jenis kompetensi, yakni kompetensi pedagogic, kepribadian,
professional, dan social,
Guru efektif berarti guru demokratis. Guru demokratis biasanya
memilih metode pembelajaran dialogis. Guru dan murid secara bersama-
sama sebagai subyek dalam proses belajar. Proses belajar menjadi proses
pencarian bersama. Proses itu dalam kelas dilaksanakan dengan suasana
menyenangkan dan saling membutuhkan. Untuk mencapai kondisi
pembelajaran seperti itu, membutuhkan adanya gerakan pembaharuan
pembelajaran.Dari pembelajaran tradisional statis/monoton ke pembelajaran
aktif-kreatif dan menyenangkan
Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan
dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran,
melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan
pengabidaian kepada mayarakat, terutama bagi pendidikan pada pergurua
tinggi.
Tugas dan tanggungjawab guru sebagai pendidik adalah membantu
dan membimbing siswa untuk mencapai kedewasaan seluruh rana jiwa
sesuai dengan criteria yang telah ditetapkan. Untuk dapat menjalankan tugas
dan tanggungjawab guru berkewajiban merealisasikan segenap upaya yang
mengarah pada pengertian membantu dan membimbing siswa dalam
melapangkan jalan menuju perubahan positif seluruh rasa kejiwaannya.
Dalam hal ini, kegiatan nyata yang paling utama dalam member bantuan dan
biombingan itu adalah mengajar.
DAFTAR PUSTAKA

Buku

Abdul Haris., Asep Jihad, (2012), Evaluasi Pembelajaran, Multi Pressindo, Yogyakarta.

Agus Suprijono, (2007), Cooperatif Learning Teori Dan Aplikasi Palkem, Yogyakarta:

Pustaka Belajar

____________, (2012), Cooperative Learning: Teori dan Aplikasi Paikem, Yogyakrta:

Pustaka Pelajar.

____________, (2012), Cooperative Learning, Yogyakarta: Pustaka Pelajar


Arends Richard I, (2011), Learning To Teach, New York: McGraw Hill.

Riyanto, Yatim, (2010), Paradigma Baru Pembelajaran, Jakarta: Kencana.

Shahram Khosravi, (2007), ASP.NET AJAX Programmer Reference with ASP.NET 2.0
or ASP.NET 3.5. Indianapolis:Willey Publishing, Inc.

Sri Wahyuni., Nuni Widiarti, Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah Berorientasi

Chemo-Entrepreneurship pada Praktikum Kimia Fisika.

Slavin, (2009), Cooperative Learning, Teori, Riset, dan Praktik, Bandung: Penerbit Nusa

Media.

Trianto, (2007), Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontruktivistik,

Prestasi Pustaka, Jakarta.

__________, (2011), Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, Jakarta:

Kencana Prenada Media Group

Wayan Lasmawan, (2010), Menelisik Pendidikan IPS dalam Perspektif Kontekstual-

Empiris, Singaraja: Mediakom Indonesia Press Bali..

W. Gulo, (2008), Strategi Belajar Mengajar, PT. Grasindo, Jakarta.

Jurnal / Artikel

Amin Nasir, Dinamika Pengembangan Sistem Pendidikan (Kerangka Dasar Potensi


Anak Usia Dini), Jurnal Thufula, Vol. 2, No. 2, Juli-Desember 2014)
Abidin Djalla & et al, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Profesionalisme Petugas
Kesehatan di Puskesmas Baroko Kabupaten Enrekang, Jurnal Ilmiah Manusia
dan Kesehatan, Vol. 1 No. 2, Januari 2010)

Anshar, Upaya-Upaya Peningkatan Profesionalitas Guru, http://anshar-


mtk.blogspot.com/2012/10/upaya-upaya-peningkatan-profesionalitas.html,
Diunduh pada tanggal 6 Juni 2018, Pukul 21.03 WIB

Deti Rostika., Herni Junita, Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa SD


Dalam Pembelajaran Matematika dengan Model Diskursus Multy
Representation (DMR), Jurnal Pendidikan Dasar, Vol. 9 No. 1, Januari 2017).

Munirah, Sistem Pendidikan di Indonesia Antara Keinginan dan Realita, Jurnal


Auladuna, Vol. 2 No. 2, Desember 2015).

Marhamah Saleh, Strategi Pembelajaran Fiqh Dengan Problem-Based Learning, Jurnal


Ilmiah Didaktika, Vol. 14 No. 1, Agustus 2013).

Novaria Marissa, Upaya Meningkatkan Kompetensi dan Profesionalisme Guru Pada


Era Sertifikasi, Jurnal Pendidikan, Vol. 4 No. 2, Desember 2007.

Rizky Aditya, Peran Pembina Latihan Dalam Mendukung Kesiapan Operasional di Yonif
Raider Kostrad (Studi Tentang Kegiatan Pembinaan Latihan di Yonif Raider
514/9/2 KOSTRAD), Jurnal Prodi Strategi Pertahanan Darat, Vol. 4 No. 1, April
2018).

Sudarman, (2007), Problem Based Learning: Suatu Model Pembelajaran untuk


Mengembangkan dan Meningkatkan Kemampuan Memecahkan Masalah,
(Jakarta : Dalam jurnal pendidikan inovatif.

Sofjan Aripin, Implementasi Undnag-Undang No. 14 Tahun 2005 dalam Peningkatan


Kualifikasi Akademik Guru SD Melalui Pendidikan Tinggi Jarak Jauh di Wilayah
Kabupaten Belitung, Jurnal Pendiikan Terbuka dan Jarak Jauh, Vol. 11, No. 1,
Maret 2010.
Suriyati Halim, Upaya Meningkatkan Profesionalisme Guru Sebagai Tenaga Pendidik,
http://suriyatihalim.blogspot.com/2010/02/upaya-meningkatkan-profesionalisme-
guru.html, Diunduh pada tanggal 6 Juni 2018, Pukul 20.12 WIB

Pausil, Ciri-Ciri Guru Profesional, https://fzil.wordpress.com/2011/10/25/ciri-ciri-guru-


profesional/, Diunduh pada tanggal 6 Juni 2018, Pukul 19.07 WIB.

Anda mungkin juga menyukai