Anda di halaman 1dari 5

1.

) Modal politik yang dilakukan kaum Minoritas sebenarnya tidaklah berbeda hanya saja kontruksi
sosialnya yang dibangun kepada masyarakat, sehingga jadi tonggong sebagai figur pemimpin yang
dapat menjalankan daerah lalu mereka tidak menekankan pada aspek keagamaan mereka dalam
mengkampanyekan kandidat nya, mereka melakukan sebuah cara agar masyarakat dapat menyadari
realitas yang diperlukan dimasyarakat dan memenuhi kebutuhan tersebut lewat kinerja mereka
walaupun tidak seratus persen akan memenuhi keinginan kaum mayoritas disisi lain masyarakat sudah
agak tidak percaya terhadap partai politik berbasis agama karena dengan realitas sebelumnya yang
tidaklah puas atau sesuai dengan harapan mereka dengan figur figur menyisipkan sisi agamis tetapi pada
faktanya tidak berjalan semestinya justru malah melakukan tindakan tindakan yang jauh dari nilai nili
agama itu sendiri sehingga masyarakat menilai pemimpin kepada konteksi kinerja secara nyata dari
pemimpin yang diusung tanpa harus memliki embel embel . fenomena tersebut agaknya perlu untuk di
tanggulangi, efek dari ketidak percayaan masyarakat akibat polarisasi politik dengan memanfaatkan
agama menjadikan “kabur”.

2.) Kesalahan adalah bukan pada pengetahuan agamanya tapi pada manusianya oleh karenanya berbeda
sekali antara ahli agama dengan ahli taqwa, ahli agama yang penipu atau korup hanya meletakkan
pengetahan hanya pada tahap materi semata, tidak dalam praktik di kehidupan sehari-hari.

Selanjutnya ada tambahan ilmu dari bu Dina yang menuliskan jawaban dalam bentuk poin poin.

Menurut dia, sebab para pemimpin yang berilmu tapi korupsi adalah sebagai berikut.

1. Pengetahuan agama yg salah

2. Iman dan ke Taqwaan nya lemah

3. Mementingkan penilaian manusia

4. Harta, Tahta, Wanita dan Pria

5. Mengikuti Ego, hawa nafsu, gangguan syeitan

6. Manusia tempatnya Dosa dan Khilaf

7. Dunia adalah ujian

8. Dunia tujuannya

9. Lupa akan Akhirat

10. Kekuasaan, uang, adalah kekuatan

11.Golongan Munafiq

12. Belum di tolong Allah dan belum mendapatkan Hidayah Allah SubhanaWaTa’alla

15. Tersesat karena perbuatan nya yg melanggar aturan2 Allah dan Rasulullah SAW

16. Tidak paham dengan agama Islam dan Rabb nya juga ajaran2 perintah dan larangannya.
17. Lebih mengikuti life style, lingkungan adat istiadat, kebiasaan buruk sekitarnya, bukan agamanya.

Sesungguhnya Rabbku melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan menyempitkan (bagi siapa yang
dikehendaki-Nya), akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” [Saba/34:36]

Agama dan politik ibarat saudara kembar, agama adalah landasan atau pondasi dan kekuasaan adalah penjaga
agama, agama yang tidak dijaga oleh politik, kemungkinan besar akan hilang, asing atau akan dicuri oleh kelompok
anti agama. Sementara itu dia menilai, apabila politik yang tidak dilandasi agama, akan berjalan tersesat dan hanya
maju di urusan keduniaan. agama tidak pernah mengajarkan kejelekan, maka tidak sepantasnya untuk dijauhi. Dia
juga menjelaskan, pemimpin yang tidak memiliki bekal ilmu agama, akan tersesat dalam menjalankan perpolitikan.

3) Negara Kamboja pernah terlibat konflik dengan Negara yang berbatasan dengan wilayahnya tersebut.
Konflik Kamboja dengan Thailand terjadi ketika diperebutkannya Candi Preah Vihear. Wilayah Candi
Preah Vihear yang terletak di selatan Kamboja dan utara Thailand telah lama menjadi sumber konflik
perbatasan wilayah Kamboja dan Thailand. Masing-masing negara mengklaim wilayah candi tersebut
sebagai bagian dari teritori mereka. Klaim Kamboja didasarkan pada peta yang dibuat tahun 1907,
sementara Thailand menggunakan peta tahun 1904. Ketika kasus tersebut dibawa ke International Court
of Justice (ICJ) pada tahun 1962, pihak Kamboja dinyatakan berhak atas wilayah candi tersebut.

Indonesia secara konsisten telah menerima dan berpartisipasi dalam formulasi kebijaksanaan-
kebijaksanaan ASEAN mengenai konflik Kamboja demi alasan-alasan tertentu. Solidaritas
ASEAN merupakan hal yang sangat penting bagi Indonesia dan tidak akan dikorbankan.
ASEAN merupakan inisiatif Indonesia dan bertahun-tahun ASEAN telah memberi sumbangan
besar bagi kestabilan di kawasan melalui kerjasama yang bermanfaat dan hubungan yang baik di
antara anggota-anggotanya. Di dalam kerangka ASEAN, Indonesia ingin mencapai suatu
penyelesaian konflik Kamboja, baik penyelesaian yang memuaskan maupun utnuk membuka
jalan bagi hubungan yang baik antara negara-negara ASEAN dan Indocina di masa mendatang,
berdasarkan cita-cita ZOPFAN. Indonesia yakin bahwa setiap kompromi dari pihak Vietnam
akan diimbangi dengan usul-usul baru dari ASEAN.

Indonesia bersama rekan-rekan ASEAN lainnya akan terus mencari suatu penyelesaian politik
untuk masalah Kamboja atas dasar resolusi-resolusi PBB dan dalam kerangka deklarasi KIK.
Dalam usahanya mencari suatu penyelesaian masalah, ASEAN sepakat untuk menerima segala
usul dari sumber manapun yang berada dalam kerangka KIK. Negara-negara anggota ASEAN
selanjutnya sepakat untuk memelihara kontak-kontak dengan Vietnam sambil tetap berpegang
pada asas-asas yang ditetapkan dalam resolusi-resolusi PBB mengenai Kamboja. Indonesia
membatasi bantuannya untuk perjuangan yang dipimpin oleh Pemerintah Koalisi Kamboja
Demokratis di bawah Pangeran Norodom Sihanouk pada dukungan politik dan bantuan
kemanusiaan, seperti pakaian dan bantuan medis. Indonesia tidak memberikan senjata. Dalam
hubungan bilateral, Indonesia akan terus menguasahakan dan memelihara hubungan bersahabat
dengan Vietnam, kendati adanya perbedaan pandangan mengenai masalah Kamboja, dengan
maksud untuk mencegah Vietnam merasa terpencil. Indonesia tidak beranggapan bahwa
kebijaksanaan ASEAN mengenai masalah Kamboja merupakan suatu kendala atas hubungan
bilateral antara Vietnam dan Indonesia.
4. Dalam konteks psikologis aksi terorisme di Indonesia secara umum dipengaruhi dua sebab utama
yaitu pertama, krisis kepercayaan kepada system kehidupan social politik dan cultural. Ke dua adalah
karena faktor pelemahan idiologi psikologis pelaku itu sendiri.
Krisis kepercayaan atas sistem kehidupan sosial politik
Krisis kepercayaan atas system kehidupan social politik (termasuk ekonomi, pendidikan, hukum
dll) menyebabkan sebagian orang merasa frustrasi, marah, jengkel dan bahkan kecewa dengan
keadaan. Kondisi yang demikian ini mengantarkan kehidupan kejiwaann yang labil. Labilitas
kehidupan jiwa inilah yang melemahkan pertahanan emosi seseorang sehingga terpengaruh,
terprovokasi melakukan pembencian terhadap sistem kehidupan sosial kenegaraan dan
pemerintahan yang dianggap bertanggung jawab atas kehidupan sosial pada umumnya.
Perilaku kebencian (hostility) ini dapat mewujut dalam perilaku individual, kelompok maupun
perilaku yang lebih terorganisasi dalam bentuk –bentuk kelompok yang mengaku atau
mengatasnamakan agama, jihad, perjuangan fisabillilah, amar makruf/nahi mungkar dan lain
sebagainya.
Pada tataran ini, aksi terorisme mungkin saja belum mewujud dalam bentuk kekerasan frontal
semacam peledakan bom atau penghancuran yang sifatnya massif, tetapi baru sebatas aksi aksi
massa seperti unjuk rasa. Target sementara gerakan teror semacam ini adalah menimbulkan rasa
takut pada masyarakat, sehingga berefek pada tata kehidupan pemerintahan dan kenegaraan yang
tidak stabil.
Pemerintah diposisikan sebagai pihak yang tidak bisa melindungi atau tidak bisa memberikan
rasa aman kepada rakyatnya. Kondisi labil dalam tata kehidupan pemerintahan dan kenegaraan
inilah yang sengaja diciptakan oleh penggerak penggerak aksi (terror) semacam ini. Meski aksi
aksi ini belum frontal, tetapi hal ini merupakan potensi laten untuk terjadinya letupan teror yang
lebih dahsyat berupa gerakan destruktif (penghancuran massal), agresif dan berkembanganya
pola pola perilaku yang berbasis pada kekerasan (violence).
Kebencian adalah awal terjadinya petaka teror dalam kehidupan umat. Terorisme menjadi
semakin lahan subur ketika kita tidak mampu menumpulkan rasa benci, baik kebencian individu
kepada individu, individu dengan kelompok, kelompok dengan kelompok.
Pelemahan idiologi psikologis
Adanya aksi terror dalam bentuk bom bunuh diri lebih disebabkan terjadinya pelemahan idiologi
psikologis seseorang. Yaitu penumpulan intelektualitas tersengaja dan terstruktur yang
dilakukan oleh pihak atau orang-orang tertentu yang mempunyai otoritas karismatik yang
kuatnya luar biasa kepada seseorang atau sekelompok orang yang secara idio-psikologis tidak
kuat -tidak percaya diri, konsep diri tidak jelas, kecewa atau frustrasi/patah hati, merasa tertindas
dsb.
Pelemahan idio- psikologis melalui penumpulan inteketualitas tersengaja/terstruktur ini berakibat
seperti cuci otak atau brainwashing pada kehidupan individu atau kelompok sehingga mudah
diindoktrinasi dengan nilai nilai tertentu.
Misalnya doktrin tentang jihad, kejuangan, bela Negara, bela islam dan aneka nilai yang seakan
akan berujung pada kepahlawanan dsb walau semua itu sudah dibelokkan oleh sang
indoktrinatornya. Pelemahan intelektualitas inilah sumber masuknya “kesediaan” bunuh diri
pada para pelaku aksi bom bunuh diri. Mungkin saja secara akademik, pelaku bom bunuh diri ini
bukanlah orang yang bodoh, bahkan merupakan lulusan terbaik dari sekolah atau lembaga
pendidikan tertentu yang bonafid. Tetapi secara intektualitas dan sensitifitas afeksi mereka
sangat bodoh.
Kecerdasan afeksinya berada pada level terendah. Orang orang yang memiliki kecerdasan afektif
rendah pada umumnya memang sangat mudah disulut untuk melakukan aksi aksi atau tindakaan
yang sebenarnya konyol dan tidak bernilai, tetapi dipersepsikan sebagai tindakan mulia dan
berpahala besar. Jadi apapun bentuk aksinya dan siapapun pelakunya, selama aksi tersebut
menimbulkan ketakutan kolektif yang mencekam kehidupan masyarakat, maka aksi atau
tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai aksi Terorisme.
Mengapa melakukan teror?
Aksi teror yang belakangan ini kembali mengguncang ketentraman hidup masyarakat, bukan
disebabkan oleh faktor tunggal melainkan oleh terjadinya interplay multi faktor. Artinya aksi
tersebut bukan hanya disebabkan oleh satu faktor saja (misalnya fanatisme agama) melainkan
oleh banyak factor , dimana diantara faktor penyebab tersebut terkait satu sama lain dan
dimainkan secara bersama sama.
Dari berbagai faktor tersebut ada empat unsur pokok yang bisa dilihat menjadi faktor dominan
pecahnya aksi terorisme, yaitu : (1) ketidakadilan dan ketimpangan social ekonomi yang
menyebabkan terbukanya perasaan terkoyak dan terdzalimi; (2) melemahnya konsep dasar
intimitas relasi social oraganik yang menyebakan melebarnya ‘jarak sosial’ dan keruhnya
ukhuwah wathaniah maupun ukhuwah sosial antarwarga masyarakat; (3) masuknya (intervensi)
nilai baru dari berbagai belahan dunia sehingga merubah tata nilai social-kultural dan memporak
porandakan sendi sendi kehidupan social indegenius masyarakat, (4) tidak berfungsinya
lembaga-lembaga social kemasyarakat dalam memberdayakan potensi-potensi postif yang
dipunyai masyarakat. Mereka lebih asyik berpolitik dan bercengkrama dengan kelompoknya
sendiri-sendiri sehingga meminggirkan peran serta aktif masyarakat serta abai terhadap ‘urusan’
bersama. Nah akibatnya potensi positf yang semestinya menjadi modal pembangunan berbelok
arah menjadi ledakan massif yang merusak tatanan pembangunan itu sendiri.
Apa yang Harus dibenahi?
1. Sistem pengelolaan tata kehidupan social politik yang selama ini cenderung berpusat
pada kekuasaan dirubah menjadi system kehidupan social ekonomi politik yang
berorientasi pada keseimbangan dan keadilan masyarakat.
2.Membenahi kualitas hubungan sosial–individual untuk mendekatkan/membangun proksimitas
warga masyarakat. Seperti yang sudah banyak dilakukan Pemkot Surakarta dengan membangun
banyak ruang terbuka sebagai media srawung warga; Car Free Day setiap hari Minggu pagi, city
walk, Sunday market, ngarsopura, galabo, merubah wajah wajah pasar tradisonal yang kumuh
menjadi bersih, menutup usaha/tempat maksiat, membatasi ruang gerak peredaran miras,
pagelaran dan festival budaya, atraksi seni dll.
3. Menyediakan fasilitas fasilitas pendidikan formal yang memadai dan merangsang
tumbuhnya jiwa kreatif produktif, khususnya di kalangan anak anak muda.
4. Tidak membiarkan benih benih radikalisme sektoral berkembang karena sikap acuh tak
acuh kita terhadap kehidupan sosial kemasyarakatan di sekitar kita.

Anda mungkin juga menyukai