Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kebijakan Desentralisasi Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan

Perkotaan (PBB-P2) yang dituangkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah pada pasal 77

memberikan kewenangan yang lebih luas di bidang perpajakan kepada Provinsi

dan Kabupaten/Kota. Kegiatan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah

(Kabupaten/Kota) pada pengalihan PBB-P2 adalah proses pendataan, penilaian,

penetapan, pengadministrasian, pemungutan/penagihan dan pelayanan PBB-P2.

Sebelumnya, Pajak Bumi dan Bangunan merupakan pajak pusat sebagai salah satu

jenis pajak langsung diatur dengan UU No.12 Tahun 1994, yang seluruh hasil

penerimaannya dibagikan kepada Daerah dengan proporsi tertentu. Setelah

diberlakukannya UU 28 tahun 2009, Pemerintah Daerah memiliki tanggung

jawab penuh dan membiayai sendiri dalam mengelola PBB-P2 yang

pemungutannya harus dilakukan secara efektif, agar nantinya dapat memenuhi

target pendapatan dari PBB-P2 dan tercapai dengan maksimal (Prawoto,2011).

Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan Perkotaan (PBB-P2) merupakan Pajak

Daerah yang baru dikelola oleh Pemerintah Kabupaten Jembrana sejak tahun 2013

sesuai amanat UU 28 tahun 2009, yang kemudian ditindaklanjuti dengan

Peraturan Daerah Kabupaten Jembrana Nomor 12 tahun 2011 tentang PBB-P2.

Pengalihan PBB-P2 ini memberikan kontribusi yang besar kepada pemerintah

1
2

daerah untuk menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor Pajak Daerah,

dan sekaligus memperbaiki struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

(APBD). Perkembangan realisasi Pajak Daerah di Kabupaten Jembrana sejak

pengalihan PBB-P2 mengalami peningkatan dibandingkan dengan sebelumnya

yaitu sebesar 59,72% tahun 2013, sedangkan tahun 2014 meningkat sebesar

61,64%. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.1 berikut ini :

Tabel 1.1
Perkembangan Realisasi Pajak Daerah Kabupaten Jembrana sebelum
dan sesudah PBB-P2 menjadi Pajak Daerah
Pajak 2011 2012 2013 2014
Daerah (sebelum) Rp (sebelum) Rp (sesudah) Rp (sesudah) Rp
Pajak Hotel 316.373.174 432.794.827 578.775.158 459.162.388
Pajak 122.913.015 191.298.925 231.718.627 818.798.317
Restoran
Pajak 4.780.000 21.409.000 21.652.000 30.064.500
Hiburan
Pajak 4.715.932.129 5.697.592.510 6.997.909.403 8.448.420.606
Penerangan
Jalan
Pajak 28.193.063 51.116.871 63.969.050 67.899.150
Parkir
Pajak 3.195.331.263 3.833.273.600 6.809.345.050 12.857.776.260
BPHTB
Pajak 70.955.438 17.110.850 10.000.000 -
Galian.C
Pajak Air 66.778.693 200.315.350 193.652.637 264.513.118
Tanah
Pajak 479.530.037 598.484.250 567.170.245 357.136.287
Reklame
PBB-P2 - - 6.595.337.540 6.807.325.415
Jumlah 9.000.786.812 11.043.396.183 22.069.529.710 26.942.851.422
Sumber : Dinas Pendapatan Kabupaten Jembrana Tahun 2011 s/d 2014

Untuk mengoptimalkan sektor penerimaan PBB-P2 di Kabupaten Jembrana,

Pemerintah Daerah diharapkan mampu berbuat banyak untuk kepentingan

masyarakat dan mensukseskan pembangunan yang dapat dinikmati pemerintah


3

dan masyarakat, oleh karena itu kepatuhan wajib pajak dalam membayar PBB-P2

berperan penting untuk memaksimalkan penerimaan daerah.

Sistem pemungutan PBB-P2 juga sangatlah menentukan tercapainya

rencana penerimaan pajak dan target anggaran yang ditentukan. Pemungutan

PBB-P2 memang bukan suatu pekerjaan yang mudah, disamping peran serta aktif

dari petugas pajak, juga dituntut kesadaran dan kepatuhan dari wajib pajak itu

sendiri (Hardiningsih,2011). Namun di Kabupaten Jembrana, implementasi

pemungutan PBB-P2 sejak pengalihan PBB-P2 belum dapat dilaksanakan secara

maksimal, karena keterbatasan jumlah petugas PBB-P2 dan kurangnya kesadaran

wajib pajak memenuhi kewajiban perpajakannya, sehingga terjadi permasalahan

dan kendala seperti terdapat SPPT ganda, SPPT atas nama pemilik, NJOP yang

tidak sebanding dengan penyanding, adanya tunggakan PBB-P2 namun wajib

pajak tidak mengakuinya. Hal ini tentu berdampak pada penerimaan PBB-P2

belum sepenuhnya mencapai target dan potensi yang direncanakan, yang

menyebabkan rendahnya kepatuhan wajib pajak. Tabel 1.2 memperlihatkan

potensi, target dan realisasi penerimaan PBB-P2 sejak tahun 2011 s/d tahun 2014.

Tabel 1.2
Potensi, Target dan Realisasi Penerimaan PBB-P2
Pemerintah Kabupaten Jembrana Tahun 2011 s/d 2014
Potensi Target PBB-P2 Realisasi Capaian
Tahun SPPT/ Pokok ketetapan (Rp) Penerimaan Target
Objek PBB- P 2 ( R p ) PBB-P2 (Rp) (%)
Pajak (Rp)
2011 111,758 9.428.629.168 4.029.829.001 4.965.668.851 123,22
2012 112,653 9.487.342.693 5.875.245.672 5.879.073.126 100,07
2013 118,025 9.094.725.555 8.000.000.000 6.595.337.540 87,94
2014 121,387 9.159.337.843 7.500.000.000 6.807.325.415 85,09
Sumber : Dinas Pendapatan Kabupaten Jembrana Tahun 2011 s/d 2014
4

Pada Tabel 1.2 menunjukkan tingkat kepatuhan wajib pajak masih tergolong

rendah dilihat dari realisasi penerimaan PBB-P2 belum mencapai rencana potensi,

dan sejak pengalihan PBB-P2 dari tahun 2013 s/d 2014 selalu gagal untuk

memenuhi target yang telah ditetapkan yaitu mencapai 100%. Perkembangan

potensi jumlah SPPT/Obyek Pajak meningkat tiap tahun dan besarnya pokok

ketetapan yang direncanakan hanya bisa direalisasikan sebesar 65,23% dilihat

dari jumlah penerimaan PBB-P2. Sementara capaian target tahun 2013 terealisasi

87,94%, tahun 2014 tercapai 85.09%. Berbeda dengan jumlah realisasi

penerimaan PBB-P2 di tahun 2011 s/d 2012 (sebelum pengalihan PBB-P2),

melebihi dari target yang dianggarkan dengan capaian 123,22% (2011) dan

100,07% (2012). Terhambatnya penerimaan PBB akan menghambat kelancaran

pelaksanaan pembangunan, juga dapat menambah piutang PBB-P2, Hal ini tentu

membutuhkan suatu kajian yang dilakukan oleh pemerintah daerah agar hal

tersebut tidak terjadi berlarut-larut, guna mengetahui faktor-faktor apa yang

mempengaruhi tingkat kepatuhan wajib pajak PBB-P2 di Kabupaten Jembrana.

Kepatuhan wajib pajak mengacu pada kepatuhan terhadap peraturan

perpajakan dan melakukan pembayaran pajak tepat waktu (Nzioki dan Peter,

2014). Penelitian oleh Kirchler (2010) menyatakan bahwa kepatuhan wajib pajak

merupakan istilah yang paling inklusif dan netral untuk kesediaan wajib pajak

membayar pajak. Kepatuhan wajib pajak PBB-P2 dapat dilihat dari patuh

tidaknya seorang wajib pajak dalam mendaftarkan obyek pajaknya, menyetorkan

kembali Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT), pembayaran pajak

terutang dan kepatuhan dalam membayar tunggakan. Ketidakpatuhan wajib pajak


5

akan berakibat pada berkurangnya penyetoran dana pajak ke kas daerah.

Mengingat kepatuhan WP PBB-P2 di Kabupaten Jembrana merupakan faktor

penting bagi peningkatan penerimaan pajak, maka perlu secara intensif dikaji

tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak PBB-P2 oleh

beberapa hal antara lain : pemahaman perpajakan, kualitas pelayanan, ketegasan

sanksi pajak, dan pemeriksaan pajak serta tingkat pendidikan wajib pajak.

Pemahaman perpajakan adalah proses dimana wajib pajak mengetahui

tentang perpajakan dan mengaplikasikan pengetahuan itu untuk membayar pajak

(Putri, 2014). Penelitian oleh Syahril (2013) mengemukakan bahwa pemahaman

perpajakan yang dimaksud adalah wajib pajak mengerti dan paham tentang

Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Pemahaman wajib pajak

tentang peraturan perpajakan PBB-P2 di Kabupaten Jembrana masih tergolong

rendah, hal ini dikarenakan tidak semua wajib pajak PBB-P2 memahami dan

mengerti bagaimana cara pengisian formulir perpajakan, selalu membayar tepat

waktu, cara melaporkan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT), denda,

batas waktu pembayaran atau pelaporan. Sehingga mengakibatkan keengganan

wajib pajak melakukan kewajiban perpajakan yang dapat menyebabkan

rendahnya kepatuhan wajib pajak dalam membayar PBB-P2. Hasil penelitian

Larissa (2012), Adiasa (2013), Endrasari.,dkk (2015), Syafputra.,dkk (2015)

menyatakan bahwa pemahaman wajib pajak tentang peraturan perpajakan

berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak. Palil (2010)

dalam penelitiannya menyatakan bahwa pengetahuan dan pemahaman pajak

memiliki pengaruh yang positif terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi
6

(WPOP) di Malaysia. Sementara itu hasil penelitian oleh Hardiningsih (2011),

Pranadata (2014), menyatakan bahwa pemahaman wajib pajak tidak berpengaruh

terhadap kepatuhan wajib pajak. Selain itu, penelitian oleh Abubakari dan

Christopher (2013) menunjukkan bahwa tingkat pemahaman wajib pajak tentang

peraturan perpajakan tidak berkorelasi positif terhadap kepatuhan wajib pajak.

Penyebab lain rasio kepatuhan adalah masih banyak masyarakat yang

beranggapan negatif terhadap petugas pajak, hal ini memerlukan upaya Dinas

Pendapatan Kabupaten Jembrana untuk meningkatkan pelayanan yang baik agar

terciptanya kepuasan wajib pajak dalam pelaksanaan perpajakan. Untuk

memberikan kemudahan pelayanan kepada wajib pajak terutama yang berkaitan

dengan pembayaran, informasi atas objek PBB-P2 dan informasi lainnya pada

Dinas Pendapatan dikelola oleh petugas pajak melalui sistem informasi yang telah

terintegrasi, bersama Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak-Next Generation

(SISMIOP-NG) PBB-P2. Kualitas pelayanan didefinisikan sebagai persepsi

seluruh wajib pajak atau penilaian wajib pajak dari tingkat administrasi pajak

dengan diukur melalui metode Servqual dengan lima dimensi yaitu bukti fisik,

keandalan, daya tanggap, jaminan dan empati (Mustapha dan Obid, 2014).

Penelitian oleh Supriyanto (2013) menjelaskan bahwa pelayanan yang bermutu

akan mampu memberikan rasa senang dan perasaan puas terhadap seseorang, dan

bila seseorang merasa puas terhadap sesuatu maka orang tersebut akan

melaksanakan sesuatu itu dengan sukarela. Hasil penelitian yang dilakukan oleh

Rosalina (2003), Lisnaningsih (2006), Alabede,.et.al (2011), Istanto (2010),

Puspita (2014) menyatakan bahwa kualitas pelayanan fiskus berpengaruh positif


7

terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak. Namun, hasil penelitian yang berbeda

ditunjukkan dari penelitian yang dilakukan oleh Nurfatmah (2013) menyatakan

bahwa kualitas layanan PBB pada UPPD Keramat Jati masih sangat lemah

pengaruhnya terhadap kepatuhan wajib pajak. Selain itu, penelitian Tryana (2013)

menghasilkan sikap fiskus tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak.

Pelayanan pajak tidak dipergunakan secara rutin sehingga wajib pajak orang

pribadi tidak akan terlalu menganggap penting konsep pelayanan yang ada di

kantor pajak.

Selain kualitas pelayanan yang telah diberikan oleh petugas pajak terhadap

wajib pajak, juga perlu ditegakkan sanksi perpajakan yang merupakan alat kontrol

dan pencegah agar wajib pajak tidak melanggar norma perpajakan

(Sapriadi,2013). Penerapan sanksi pajak pada Dinas Pendapatan Kabupaten

Jembrana diatur dalam pasal 13 Peraturan Daerah Kabupaten Jembrana No. 12

Tahun 2011, dengan pengenaan denda administrasi sebesar 2% sebulan untuk

jangka waktu paling lama 24 bulan. Perlunya ketegasan sanksi pajak dilaksanakan

untuk menciptakan kepatuhan wajib pajak, namun rendahnya persepsi wajib pajak

tentang pelaksanaan sanksi perpajakan di Kabupaten Jembrana, mengakibatkan

kelalaian wajib pajak yang cendrung dapat mengabaikan kewajiban

perpajakannya. Kelalaian tersebut dapat dilihat dari jumlah denda administrasi

PBB-P2 pada Perda No.7 tahun 2015 tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan

APBD tahun anggaran 2014 sebesar Rp. 618.306.122. Pelaksanaan sanksi pajak

yang tegas sangat diperlukan untuk mengontrol kepatuhan wajib pajak,

kecendrungan WP akan patuh apabila wajib pajak berpikir bahwa sanksi pajak
8

sangat merugikannya (Jatmiko, 2006). Penelitian Yanah (2013) menyatakan

bahwa sikap wajib pajak tentang pelaksanaan sanksi administratif memiliki

pengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak perusahaan. Hal

ini menunjukkan bahwa jika pelaksanaan sanksi administrasi ditingkatkan, akan

merespon wajib pajak dengan meningkatkan kepatuhan dalam membayar pajak.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kahono (2003), Obid (2004), Agbedzani

(2011), Nzioki dan Peter (2014), Afrianti, dkk (2014), Sentya (2015) menyatakan

bahwa sikap wajib pajak pada sanksi pajak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib

pajak. Sejalan dengan penelitian tersebut penelitian yang berbeda dilakukan oleh

Hernawati, dkk (2012), Nelson (2014), Endrasari.,dkk (2015), menyatakan bahwa

sanksi denda perpajakan tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak.

Faktor lain yang tidak kalah pentingnya mempengaruhi kepatuhan wajib

pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya adalah adanya pemeriksaan

pajak. Pemeriksaan pajak adalah pemeriksaan independen dari hasil yang

disampaikan oleh wajib pajak kepada otoritas pajak yang relevan untuk

memastikan tingkat kepatuhan pajak (Ebimobowei dan Peter, 2013). Penelitian

yang dilakukan oleh Dina (2014) menyatakan pemeriksaan pajak merupakan

instrumen penting untuk menentukan kepatuhan wajib pajak baik secara formal

maupun material. Kinerja pemeriksaan pajak juga mencerminkan tingkat

kepatuhan wajib pajak, namun fenomena yang terlihat sejak pengalihan PBB-P2

di Kabupaten Jembrana yakni adanya penambahan piutang PBB-P2 setiap tahun,

hal ini disebabkan karena wajib pajak belum sepenuhnya memenuhi kewajiban

perpajakan sehingga pemeriksaan pajak sangat diperlukan untuk pengawasan dan


9

pembinaan wajib pajak. Berdasarkan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah

Kabupaten Jembrana, piutang pajak daerah per 31 Desember 2013 mengalami

peningkatan sebesar 25,78% dari Rp. 21.058.564.656 meningkat menjadi

Rp.26.965.626.287, sedangkan per 31 Desember 2014 peningkatan sebesar

25,78% menjadi Rp.29.162.516.621. Tabel.1.3 menunjukkan Piutang Pajak

Daerah Pemerintah Kabupaten Jembrana tahun 2011 s/d 2014.

Tabel 1.3
Piutang Pajak Daerah Pemerintah Kabupaten Jembrana
Tahun 2011 s/d 2014
Uraian Per 31 Des Per 31 Des Per 31 Des Per 31 Des
2011 (Rp) 2012 (Rp) 2013 (Rp) 2014 (Rp)

Piutang Pajak 77.965.000 41.747.500 162.669.840 119.301.519


Hotel
Piutang Pajak 133.216.100 139.168.700 274.871.516 237.817.082
Restoran
Piutang Pajak - - 2.886.000 4.586.000
Hiburan

Piutang Pajak - 8.765.500 7.605.500 13.461.500


Parkir

Piutang Pajak - - 29.419.837 45.050.049


Air Tanah

Piutang - - 26.488.173.594 28.746.788.122


PBB-P2

Jumlah 211.181.100 1.058.564.656 26.965.626.287 29.162.516.621

Sumber : Dinas Pendapatan dan LKPD Pemerintah Kab.Jembrana th 2011-2014

Berdasarkan Tabel 1.3. memperlihatkan bahwa jumlah piutang PBB-P2

paling tertinggi sebesar Rp.28.746.788.122, dibandingkan dengan piutang jenis

pajak daerah lainnya. Tingginya penambahan piutang PBB-P2 diakibatkan karena

rendahnya kepatuhan wajib pajak dalam membayar PBB-P2, hal ini diperlukan
10

suatu upaya untuk mengintensifkan pemungutan yang salah satunya melalui

pelaksanaan pemeriksaan pajak. Hasil penelitian Rini, (2007), Wahyuni (2013),

Sherly dan Setiawan (2014), Kennedy dan Obi (2014) menunjukkan bahwa

pemeriksaan pajak memiliki pengaruh yang cukup besar dalam meningkatkan

kepatuhan wajib pajak. Akan tetapi hasil penelitian yang dilakukan oleh

Cahyonowati,.dkk (2012), Rahmawati.,dkk (2014) menemukan hasil penelitian

yang berbeda, dimana pemeriksaan pajak tidak berpengaruh signifikan positif

terhadap kepatuhan wajib pajak.

Selain faktor-faktor tersebut, perilaku wajib pajak untuk bertindak patuh

atau tidak juga dilatarbelakangi oleh adanya tingkat pendidikan wajib pajak yang

dapat memperkuat atau memperlemah hubungan dari faktor-faktor tersebut.

Adanya keanekaragaman tingkat pendidikan yang dimiliki wajib pajak PBB-P2 di

Kabupaten Jembrana, menyebabkan pengetahuan tentang perpajakan juga berbeda

dan akan membuat kepatuhan masing-masing wajib pajak juga berbeda.

Agbedzani (2011) mengemukakan bahwa pendidikan pajak sebagai kekuatan

meminimalisasi penggelapan pajak, kurangnya pendidikan wajib pajak dapat

menyebabkan rendahnya kepatuhan wajib pajak. Penelitian yang dilakukan oleh

Clifford dan Jairus (2013) menyatakan bahwa pengetahuan dari penelitiannya

membenarkan keputusan menggunakan pendidikan pajak sebagai alat untuk

meningkatkan kepatuhan pajak sukarela, antara UKM di Tanzania. Sedangkan

penelitian yang dilakukan oleh Rustiyaningsih (2011) menyatakan bahwa tingkat

pendidikan berkaitan dengan pengetahuan dan pemahaman seseorang terhadap

sesuatu hal, hubungannya dengan kepatuhan erat kaitannya dengan sikap yang
11

ditimbulkan oleh orang tersebut dari apa yang diketahui atau dipahaminya.

Pendidikan mempengaruhi pengetahuan dan merupakan elemen kognigtif dan sikap

(Fraternesi,2002). Kemudian didukung hasil penelitan oleh Freddy (2014),

Syahputri,.dkk (2014) menyatakan bahwa tingkat pendidikan wajib pajak

berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak.

Berdasarkan identifikasi dan uraian tersebut maka kepatuhan wajib pajak

PBB-P2 dipengaruhi secara langsung oleh pemahaman perpajakan, kualitas

pelayanan, ketegasan sanksi pajak dan pemeriksaan pajak. Akan tetapi tidak

menutup kemungkinan bahwa kepatuhan wajib pajak PBB-P2 tidak dipengaruhi

sama sekali dari faktor pemahaman perpajakan, kualitas pelayanan, ketegasan

sanksi pajak dan pemeriksaan pajak. Adanya ketidakkonsistenan hasil penelitian

terdahulu memungkinkan adanya pengaruh variabel moderating dalam

mengidentifikasi pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen.

Govindarajan (1986), menyatakan bahwa untuk merekonsiliasi temuan

penelitian yang saling bertentangan, diperlukan pendekatan kontinjensi dengan

mengevaluasi faktor-faktor kondisional. Pengaruh pemahaman perpajakan,

kualitas pelayanan, ketegasan sanksi pajak dan pemeriksaan pajak pada kepatuhan

wajib pajak PBB-P2 mempunyai faktor-faktor kontinjensi. Salah satu faktor

tersebut yang dibahas dalam penelitian ini adalah faktor tingkat pendidikan.

Faktor tingkat pendidikan adalah variabel pemoderasi, yang dapat memperkuat

atau memperlemah pengaruh pemahaman perpajakan, kualitas pelayanan,

ketegasan sanksi pajak dan pemeriksaan pajak pada kepatuhan WP PBB-P2.


12

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka yang menjadi pokok

permasalahan dalam penelitian ini adalah :

1) Bagaimana pengaruh pemahaman perpajakan pada kepatuhan wajib pajak

dalam membayar PBB-P2 di Kabupaten Jembrana?

2) Bagaimana pengaruh kualitas pelayanan pada kepatuhan wajib pajak dalam

membayar PBB-P2 di Kabupaten Jembrana?

3) Bagaimana pengaruh ketegasan sanksi pajak pada kepatuhan wajib pajak

dalam membayar PBB-P2 di Kabupaten Jembrana?

4) Bagaimana pengaruh pemeriksaan pajak pada kepatuhan wajib pajak dalam

membayar PBB-P2 di Kabupaten Jembrana?

5) Bagaimana tingkat pendidikan memoderasi pengaruh pemahaman perpajakan,

kualitas pelayanan, ketegasan sanksi pajak, dan pemeriksaan pajak pada

kepatuhan wajib pajak dalam membayar PBB-P2 di Kabupaten Jembrana?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk :

1) Mendapatkan bukti empiris pengaruh pemahaman perpajakan pada kepatuhan

wajib pajak dalam membayar PBB-P2 di Kabupaten Jembrana.

2) Mendapatkan bukti empiris pengaruh kualitas pelayanan pada kepatuhan wajib

pajak dalam membayar PBB-P2 di Kabupaten Jembrana.

3) Mendapatkan bukti empiris pengaruh ketegasan sanksi pajak pada kepatuhan

wajib pajak dalam membayar PBB-P2 di Kabupaten Jembrana.


13

4) Mendapatkan bukti empiris pengaruh pemeriksaan pajak pada kepatuhan wajib

pajak dalam membayar PBB-P2 di Kabupaten Jembrana.

5) Mendapatkan bukti empiris apakah tingkat pendidikan memoderasi pengaruh

pemahaman perpajakan, kualitas pelayanan, ketegasan sanksi pajak, dan

pemeriksaan pajak pada kepatuhan wajib pajak dalam membayar PBB-P2 di

Kabupaten Jembrana.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

1) Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat mendukung teori atribusi, teori kontijensi,

serta dapat menjadi pertimbangan teoritis bagi pihak Dinas Pendapatan

Kabupaten Jembrana, dan dapat menambah ilmu pengetahuan, informasi juga

bahan evluasi dalam penerapan pemahaman perpajakan, kualitas pelayanan,

ketegasan sanksi pajak, dan pemeriksaan pajak, tingkat pendidikan sebagai

pemoderasi untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak PBB-P2.

2) Manfaat Praktis

Secara praktis penelitian ini diharapkan bermanfaat tidak saja bagi Dinas

Pendapatan Kabupaten Jembrana tetapi juga bagi para praktisi dan masyarakat

(sebagai wajib pajak) sebagai bahan masukan tentang pentingnya penerapan

pemahaman perpajakan, kualitas pelayanan, ketegasan sanksi pajak, dan

pemeriksaan pajak, tingkat pendidikan sebagai pemoderasi untuk

meningkatkan kepatuhan wajib pajak PBB-P2.

Anda mungkin juga menyukai