OLEH :
ASRIMA, S.Ked
10542 0277 11
PEMBIMBING:
dr. ZULFIKAR TAHIR, M.Kes, Sp.An
1
LEMBAR PENGESAHAN
Pembimbing
2
KATA PENGANTAR
Assalamua`alaikum, Wr. Wb
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala
rahmat dan karunia-Nya yang telah memberikan kesempatan kepada penulis
untuk menyusun tugas referat yang berjudul “Resusitasi Jantung Paru 2015”.
Penyusunan tugas ini masih jauh dari sempurna baik isi maupun penyajiaannya
sehingga diharapkan saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihak agar
dikesempatan yang akan datang penulis dapat membuat yang lebih baik lagi.
Wassalamu`alaikum, Wr. Wb
Penulis,
3
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
4
BAB I
PENDAHULUAN
5
Pedoman Cardiopulmonary Resuscitation (CPR) dan Emergency
Cardiovascular Care (ECC) tahun 2015 adalah berdasarkan masukan dari 356
ahli resusitasi dari 29 negara. Pedoman ini ditinjau kembali setiap lima tahun, dan
diperbarui hanya bila ada bukti jelas bahwa perubahan akan meningkatkan
kelangsungan kadar hidup. Penelitian yang diterbitkan sebelum dan sejak tahun
2005 telah menunjukkan bahwa (1) kualitas kompresi dada terus membutuhkan
perbaikan, walaupun pelaksanaan tahun 2005 pedoman telah dikaitkan dengan
kualitas yang lebih baik dan kelangsungan hidup CPR lebih besar; (2) ada cukup
banyak variasi dalam kelangsungan hidup pasien yang terkena serangan jantung di
luar rumah sakit hingga sampai ke sistem pelayanan medis darurat (EMS), dan (3)
korban yang sebagian besar di luar rumah sakit yang tiba-tiba serangan jantung
tidak menerima CPR oleh pengamat. Perubahan yang direkomendasikan dalam
Pedoman 2015 AHA untuk CPR dan ECC upaya untuk mengatasi masalah ini dan
juga membuat rekomendasi untuk meningkatkan hasil dari serangan jantung
melalui penekanan baru pada jantung penangkapan pasca perawatan. Pedoman
baru stres pengenalan awal, mendesak orang untuk memanggil 9-1-1 atau nomor
darurat lokal mereka jika mereka pernah menemukan seseorang jatuh dan tidak
responsif, dan tidak menunda dengan "melihat, mendengar, dan merasa" untuk
bernapas atau bernadi. Mereka juga merekomendasikan bahwa alih-alih mencoba
mengingat berapa banyak dan berapa banyak penekanan napas, pengamat
melakukan CPR didesak hanya untuk mendorong cepat dan mendorong keras.
Untuk pasien dengan serangan jantung, prognosa tingkat kelangsungan
hidup dan gangguan neurologis adalah buruk, meskipun resusitasi sedini mungkin
yang melibatkan resusitasi jantung paru, defibrilasi dini dan implementasi yang
tepat pasca perawatan jantung, dapat meningkatkan angka kebertahanan hidup dan
status neurologis pasien.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Resusitasi atau reanimasi mengandung arti harfiah menghidupkan kembali,
dimaksudkan usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah suatu episode
henti jantung berlanjut menjadi kematian biologis.4
Resusitasi Jantung Paru (RJP) atau Cardiopulmonary Resuscitation (CPR)
adalah prosedur kegawatdaruratan medis yang ditujukan untuk serangan jantung
dan pada henti napas.5
RJP adalah kombinasi antara bantuan pernapasan dan kompresi jantung
yang dilakukan pada korban serangan jantung.6
2.2. Indikasi
a. Henti Napas
Henti napas primer (respiratory arrest) dapat disebabkan oleh banyak
hal, misalnya serangan stroke, keracunan obat, tenggelam, inhalasi
asap/uap/gas, obstruksi jalan napas oleh benda asing, tesengat listrik,
tersambar petir, serangan infark jantung, radang epiglotis, tercekik
(suffocation), trauma dan lain-lainnya.7
Pada awal henti napas, jantung masih berdenyut, masih teraba nadi,
pemberian O2 ke otak dan organ vital lainnya masih cukup sampai beberapa
menit. Kalau henti napas mendapat pertolongan segera maka pasien akan
terselamatkan hidupnya dan sebaliknya kalau terlambat akan berakibat
henti jantung.7
b. Henti Jantung
Henti jantung primer (cardiac arrest) ialah ketidaksanggupan curah
jantung untuk memberi kebutuhan oksigen ke otak dan organ vital lainnya
secara mendadak dan dapat balik normal, kalau dilakukan tindakan yang
7
tepat atau akan menyebabkan kematian atau kerusakan otak. Henti jantung
terminal akibat usia lanjut atau penyakit kronis tentu tidak termasuk henti
jantung.7
Henti jantung ditandai oleh denyut nadi besar tak teraba (karotis
femoralis, radialis) disertai kebiruan (sianosis) atau pucat sekali, pernapasan
berhenti atau satu-satu (gasping, apnu), dilatasi pupil tak bereaksi terhadap
rangsang cahaya dan pasien tidak sadar.4
Pengiriman O2 ke otak tergantung pada curah jantung, kadar
hemoglobin (Hb), saturasi Hb terhadap O2 dan fungsi pernapasan. Iskemi
melebih 3-4 menit pada suhu normal akan menyebabkan kortek serebri
rusak menetap, walaupun setelah itu dapat membuat jantung berdenyut
kembali.7
8
F (fibrillation treatment) : tindakan untuk mengatasi fibrilasi
ventrikel.
2.4. Persiapan
1.Anestesi
Karena seseorang dalam serangan jantung adalah hampir selalu
tidak sadar, obat-obat anestesi biasanya tidak diperlukan untuk resusitasi
kardiopulmoner (RJP).8
2.Peralatan
RJP, dalam bentuk yang paling dasar, dapat dilakukan di mana saja
tanpa perlu peralatan khusus. Terlepas dari peralatan yang tersedia, teknik
yang tepat sangatlah penting.8
9
Alat pelindung diri (APD) yaitu, sarung tangan, masker, gaun,
harus digunakan. Namun, pada sebagian besar pasien yang diresusitasi di
luar rumah sakit, RJP dilakukan tanpa perlindungan seperti itu, dan tidak
ada kasus yang telah dilaporkan tentang penularan penyakit melalui
pengiriman pasien yang di RJP.
Beberapa rumah sakit dan sistem pelayanan medis darurat,
menggunakan perangkat elektronik untuk memberikan penekanan dada
mekanik, meskipun sampai relatif baru-baru ini, perangkat tersebut belum
terbukti lebih efektif daripada kompresi manual yang berkualitas tinggi.
Sebuah penelitian yang telah dipublikasikan menunjukkan bahwa adanya
peningkatan angka harapan hidup dengan hasil neurologis yang lebih baik
pada pasien yang menerima kompresi dekompresi-RJP secara aktif,
dengan augmentasi tekanan negatif intrathoracic, dibandingkan dengan
pasien yang menerima standar RJP.
Selain itu, sistem kesehatan lainnya telah mulai menerapkan
perangkat elektronik untuk memantau RJP dan memberikan umpan balik
untuk penyedia audiovisual RJP, sehingga membantu mereka
meningkatkan kualitas kompresi selama RJP.8 Seorang operator Advanced
Cardiac Life Support (ACLS) (yaitu, dokter, perawat, paramedis) juga
dapat memilih untuk memasukkan pipa endotrakeal langsung ke dalam
trakea pasien (intubasi), yang menyediakan ventilasi yang paling efisien
dan efektif. Namun, 2 penelitian kohort retrospektif telah dipertanyakan
nilai intubasi endotrakeal pra-rumah sakit, dan studi lebih lanjut di daerah
ini dibenarkan. Perangkat tambahan yang digunakan dalam pengobatan
serangan jantung adalah defibrilator jantung. Perangkat ini memberikan
kejutan listrik ke jantung melalui 2 elektroda ditempatkan pada dada
pasien dan dapat mengembalikan jantung ke irama perfusi normal.8
3. Pemposisian pasien
RJP adalah yang paling mudah dan efektif dilakukan dengan
meletakkan pasien secara terlentang pada permukaan yang relatif keras,
10
yang memungkinkan kompresi efektif pada sternum. RJP yang dilakukan
di atas bahan yang lembut seperti kasur atau yang lainnya, umumnya
kurang efektif. Petugas kesehatan yang memberikan penekanan harus
ditempatkan cukup tinggi di atas pasien untuk mencapai ketinggian yang
cukup, sehingga ia dapat menggunakan berat badannya untuk kompresi
dada yang cukup.8
Di rumah sakit, di mana pasien berada di atas brangkar atau tempat
tidur, posisi yang tepat sering dicapai dengan menurunkan tempat tidur,
operator RJP yang berdiri di atas bangku pijakan , ataupun
keduanya. Dalam RJP di luar rumah sakit, pasien sering diposisikan di
lantai, dengan operator RJP berlutut di samping pasien.8
11
atau di luar lingkungan rumah sakit (OHCA). Gambar 1 menunjukkan “chain of
survival” pada kondisi HCA maupun OHCA
12
Gambar 2. Algoritma Resusitasi Jantung Paru Pada Pasien Dewasa
Dalam melakukan resusitasi jantung paru, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan:
1. Pengenalan dan pengaktifan cepat sistem tanggapan darurat
13
Jika melihat seorang yang tiba-tiba jatuh atau tidak responsive maka
petugas kesehatan harus mengamankan tempat kejadian dan memeriksa
respon korban. Tepukan pada pundak dan teriakkan nama korban sembari
melihat apakah korban tidak bernafas atau terengah-engah. Lihat apakah
korban merespon dengan jawaban, erangan atau gerakan. Penolong harus
memanggil bantuan terdekat setelah korban tidak menunjukkan reaksi.
Akan lebih baik bila penolong juga memeriksa pernapasan dan denyut
nadi korban seiring pemeriksaan respon pasien agar tidak menunda waktu
dilakukannya RJP..
14
Tabel 1. Anjuran dan Larangan BLS untuk CPR Berkualitas Tinggi pada Pasien Dewasa
15
dewasa, anak-anak, dan bayi sambil tetap melakukan kompresi dada
berkelanjutan
Jika ada 2 orang maka sebaiknya pemberi kompresi dada bergantian setiap
2 menit.
16
Tabel 2. Perbedaan Komponen RJP Pada Dewasa, Anak, dan Bayi
17
pasien dewasa yaitu 30 : 2; tetapi bila ada dua orang penolong maka rasio
kompresi dada dan ventilasi menjadi 15 : 2. Jika anak/bayi mempunyai
denyut nadi namun membutuhkan pernapasan bantuan, ventilasi dilakukan
dengan kecepatan 3-5 detik/nafas atau sekitar 12-20 nafas/menit dan
memeriksa denyut nadi kembali setiap 2 menit. Untuk satu siklus
perbandingan kompresi dan ventilasi adalah 30 : 2 untuk satu orang
penolong dan 15 : 2 untuk dua orang atau lebih penolong.
Gambar 3. Algoritma Resusitasi Jantung Paru Pada Pasien Pediatri Dengan Satu Orang
Penolong
18
Gambar 4. Algoritma Resusitasi Jantung Paru Pada Pasien Pediatri Dengan Dua Orang
Penolong
19
a. Adrenalin : Mekanisme kerja merangsang reseptor alfa dan beta,dosis
yang diberikan 0,5 – 1 mg iv diulang setelh 5 menitsesuai kebutuhan
dan yang perludiperhatikan dapatmeningkatkan pemakaian O2
miokard, takiaritmi, dan fibrilasiventrikel.4
b. Natrium Bikarbonat: Penting untuk melawan metabolikasidosis,
diberikan iv dengan dosis awal : 1 mEq/kgBB, baikberupa bolus
ataupun dalam infus setelah selama periode 10menit. Dapat juga
diberikan intrakardial, begitu sirkulasispontan yang efektif tercapai,
pemberian harus dihentikankarena bisa terjadi metabolik alkalosis,
takhiaritmia danhiperosmolalitas. Bila belum ada sirkulasi yang
efektif makaulangi lagi pemberian dengan dosis yang sama.4
c. SulfatAtropin:Atropintidak lagi direkomendasikan untuk digunakan
rutin dalampengelolaan pulseless electrical activity (PEA)/asistol.
Mengurangi tonus vagus memudahkankonduksi atrioventrikuler dan
mempercepat denyut jantungpada keadaan sinus bradikardi. Paling
berguna dalammencegah “arrest” pada keadaan sinus bradikardi
sekunderkarena infark miokard, terutama bila ada hipotensi. Dosis
yang dianjurkan ½ mg, diberikan iv.Sebagai bolus dan diulangdalam
interval 5 menit sampai tercapai denyut nadi > 60/menit, dosis total
tidak boleh melebihi 2 mg kecuali pada blokatrioventrikuler derajat 3
yang membutuhkan dosis lebih besar.
d. Lidokain: Meninggikan ambang fibrilasi dan mempunyai
efekantiaritmia dengan cara meningkatkan ambang stimulasi
listrikdari ventrikel selama diastole. Pada dosis terapeutik biasa,
tidakada perubahan bermakna dari kontraktilitas miokard,
tekananarteri sistemik, atau periode refrakter absolut. Obat ini
terutamaefektif menekan iritabilitas sehingga mencegah
kembalinyafibrilasi ventrikel setelah defibrilasi yang berhasil, juga
efektifmengontrol denyut ventrikel prematur yang multi fokal
danepisode takikardi ventrikel. Dosis 50-100 mg diberikan ivsebagai
bolus, pelan-pelan dan bisa diulang bila perlu. Dapatdilanjutkan
20
dengan infus kontinu 1-3 mg/menit, biasanya tidaklebih dari 4
mg/menit, berupa lidocaine 500 ml dextrose 5 %larutan (1 mg/ml).4
2. Berguna:
a. Isoproterenol: Merupakan obat pilihan untuk pengobatansegera
(bradikardi hebat karena complete heart block). Iadiberikan dalam
infus dengan jumlah 2 sampai 20 mg/menit (1-10 ml larutan dari 1 mg
dalam 500 ml dectrose 5 %), dan diaturuntuk meninggikan denyut
jantung sampai kira-kira 60 kali/menit. Jugaberguna untuk sinus
bradikardi berat yangtidak berhasil diatasi dengan Atropine.4
b. Propanolol: Suatu beta adrenergic blocker yang efek antiaritmianya
terbukti berguna untuk kasus-kasus takikardiventrikel yang berulang
atau fibrilasi ventrikel berulang dimanaritme jantung tidak dapat
diatasi dengan Lidocaine. Dosis umumnya adalah 1 mg iv, dapat
diulang sampai total 3 mg,dengan pengawasan yang ketat.4
c. Kortikosteroid: Sekarang lebih disukai kortikosteroid sintetis(5
mg/kgBB metil prednisolon sodium succinate atau 1mg/kgBB
dexametason fosfat) untuk pengobatan syokkardiogenik atau syok
lung akibat henti jantung. Bila adakecurigaan edema otak setelah henti
jantung, 60-100 mgmetil prednisolon sodium succinate tiap 6 jam
akanmenguntungkan. Bila ada komplikasi paru seperti pneumoniapost
aspirasi, maka digunakan dexametason fosfat 4-8 mg tiap 6 jam.4
E (Electrocardiography)
Diagnosis elektrokardiografis untuk mengetahui adanya fibrilasiventrikel
dan monitoring.
F(Fibrilation Treatment)
Gambaran EKG pada ventrikel fibrilasi ini menunjukan gelombang
listriktidak teratur baik amplitudo maupun frekuensinya.Terapi
definitifnya adalah syok elektrik (DC-Shock) dan belum ada
satuobatpunyang dapat menghilangkan fibrilasi. Tindakan defibrilasi untuk
21
mengatasi fibrilasi ventrikel. Elektroda dipasangsebelah kiri puting susu
kiri dan di sebelah kanan sternum atas.
DC Shock
Indikasi : Shockable
- Asystole
- Pulseless Electrical Activity (PEA)
- Electro Mechanical Dissociation (EMD)
Cara :
22
- Beri jelly secukupnya pada electrode pedal, oles pakai tangan.
- Charge elektrode sampai bunyi “tiiiiiiiiiiiiittttttt…………………….”
(pengisian selesai).
- Semua penolong minggir (tidak menempel tempat tidur pasien),
katakan “atas bebas, bawah bebas, samping bebas, saya bebas”, ingat:
BEBASKAN DARI SUMBER OKSIGEN.
- Kejut di Sternum dan di Apex jantung (ICS 5 sinistra, axilla ant.line)
dengan tekanan ± 10 kg (pedal boleh dibolak-balik)
23
VT (pulseless)/VF coarse
Pijat 100 x/menit
Intubasi : as soon as possible, without stop CPR
Nafas 8 – 10 x/menit
2 menit 2 menit
CPR-1 a single shock a single shock a single shock amiodaron a single shock
30 : 2 CPR-2 CPR-3 CPR-4 a single shock CPR-6
adrenalin CPR-5
Call for
help AMIODARON is the first choice 300 mg, bolus.
Adrenalin : 1mg, Repeated 150 mg for recurrent VT/VF.
Pasang i.v., repeated Followed by 900 mg infusion over 24 hours
monitor every 3-5 minutes LIDOCAINE. Do not exceed a total dose of 3
mg/kg, during the first hour
24
Gambar 4. Algoritma baru advanced cardiovascular life support (ACLS)
25
lambung,pengukuran pH, pCO2 bila diperlukan, dan tunjangan
sirkulasi,mengendalikan kejang.
26
BAB III
KESIMPULAN
The 2015 American Health Association (AHA) Guidelines for CPR and ECC
menekankan perlunya RJP berkualitas tinggi, termasuk:
Tingkat kompresi minimal 100/menit (perubahan dari "kira-kira" 100/min)
Sebuah kedalaman kompresi minimal 2 inci (5 cm) pada orang dewasa dan
kedalaman kompresi minimal sepertiga dari diameter anteriorposterior dari
dada pada bayi dan anak-anak (sekitar 1,5 inci [4 cm] pada bayi dan 2 inci
[5 cm] pada anak-anak). Perhatikan bahwa kisaran 1 sampai 2 inci tidak lagi
digunakan untuk orang dewasa, dan kedalaman mutlak yang ditetapkan
untuk anak-anak dan bayi lebih dalam dari pada versi sebelumnya dari
Pedoman AHA untuk CPR dan ECC.
Meminimalkan gangguan dalam penekanan dada
Menghindari ventilasi berlebihan
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Sanif E., 2015. Metode Baru Resusitasi Jantung Paru. Disitasi dari
http://www.jantunghipertensi.com/index.php?option=com_content&task=vi
ew&id=206&Itemid=9
2. Stoppler M.C., 2015. The Importance of CPR. Disitasi dari
http://www.emedicinehealth.com/cardiopulmonary_resuscitation_cpr/article
_em.htm
3. Dar Ahmed B., 2008. Cardiopulmonary Resuscitation. Assocaiate Prof of
Medicine. Chinkipora Sopore Kashmir, India.
4. Andrey, 2012. Resusitasi Jantung Paru Pada Kegawatan Kardiovaskuler.
Disitasi dari http://yumizone.wordpress.com/2017/11/12/resusitasijantung-
paru-pada-kegawatan-kardiovaskuler/
5. Wikipedia, 2015. Cardiopulmonary Resuscitation. Disitasi dari
http://en.wikipedia.org/wiki/Cardiopulmonary_ resuscitation
6. American Heart Association. 2015. Cardiopulmonary resuscitation. Disitasi
tanggal 11 November 2017 dari
http://www.americanheart.org/presenter.jhtml?identifier=4479
7. Latief S.A., 2007. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi Kedua. Penerbit
FKUI. Jakarta.
8. Lira .A , Kulkarni R. 2012. Cardiopulmonary Resuscitation. Diperbaharui
tanggal 17 Juni 2011 , disitasi tanggal 11 November 2017. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/1344081-overview
9. Mayo Clinic staff. 2015. Cardiopulmonary Resusistation. Disitasi dari
http://www.mayoclinic.com/health/first-aid-cpr/FA00061
10. Agarwal P.S.& Jadon A., 2008. Cardiopulmonary Resuscitation. TATA
Motors Hospital. Jamshedpur. India.
11. American Heart Association. 2015. Part 4 Adult Basic Life Suppot in
Circulation Journal.
28