Anda di halaman 1dari 3

Pada anak dengan thalassemia perlu dilakukan pemantauan pertumbuhan dan perkembangan pubertas

secara teratur. Perlu dilakukanya pemeriksaan kalsium, fosfat, PTH, dan hormone tiroid setiap tahun.
Jika ada gagal tumbuh, perawakan pendek atau pubertas terlambat, perlu dilakukan evaluasi dan tata
laksana penyebab.
Terapi yang mungkin dapat diberikan pada anak-anak:
 Transfusi darah pada penderita thalassemia intermedia dapat dilakukan jika ada indikasi :
A. Gangguan pertumbuhan
B. Manifestasi klinis anemia
C. Hb < 8 g/dL
D. Hb > 8 g/ dL namun kondisi tidak baik, anoreksia, pembesaran limpa secara cepat, perubahan
pada tulang.
Pemberian transfusi PRC bagi penderita Talasemia dengan pemberian :
- Diberikan sampai target Hb 12 g/dL, tidak boleh lebih dari 15 g/ dL.
- Bila Hb > 5 g/dL diberi 10-15 mL/Kg/kali dalam 2 jam atau 20 mL/Kg/kali dalam 3-4 jam
- Bila Hb < 5 g/dL berikan 5 mL/Kg/kali dengan kecepatan 2 mL/Kg /jam dan beri oksigen.
 Pemantauan besi dan feritin setiap 6 bulan dilakukan pemeriksaan pada anak – anak yang
sedang mengalami masa pertumbuhan dan perkembangan seksual, fungsi organ dipantau tiap 6
bulan, dilakukan juga pemeriksaan penanda hepatitis B dan C.
 Thalasemia alfa memiliki prevalensi yang tinggi di Asia Tenggara
 Jika terdiagnosis dan bila tidak ada kegawatan pasien di rujuk ke Spesialis anak.
Terapi Farmakologis :
 Pemberian Asam folat untuk memenuhi kebutuhan meningkat akibat eritropoeiesis yang
inefektif.
 Pemberian vitamin E sebagai antioksidan
 Terapi kelasi besi jika ada kelebihan besi akibat transfusi. Jenis obatnya:
- DFO ( Desferal )= pada pasien anak diberi 20-40 mg/kg
Pada pasien anak < 3, direkomendasikan untuk mengurangi dosis dan
melakukan pemantauan terhadap pertumbuhan dan perkembangan tulang
- Obat kelasi besi oral saat ini sudah tersedia dan memberikan efikasi yang baik (deferiprox dan
defeasirox). Dosis deferiprox adalah 75 mg/Kg/hari dibagi dalam 3 dosis. Obat kelasi besi oral
kurang stabil tetapi memiliki keunggulan dalam hal proteksi terhadap jantung dibandingkan
defroksamin.
- Vitamin C hanya diberikan bagi mereka yang mendapat terapi kelasi besi, diberikan 100 mg per
hari sebelum terapi besi
Splenektomi diindikasikan pada kondisi :
- Limpa terlalu besar (Schuffner IV-VIII atau >6 ) karena bahaya terjadi rupture
- Hipersplenisme dini : jika jumlah transfusi >250 mL/Kg dalam 1 tahun terakhir
- Hipersplenisme lanjut : pansitopenia
Suplemen dan Nutrisi
- Vitamin D yang disarankan adalah 50.000 IU sekali seminggu.
- Suplemen kalsium pada penderita kalsium rendah
- Konsumsi rokok dihindari karena dapat menggangu remodeling tulang dan menyebabkan
osteoporosis. Hindari konsumsi alcohol karena dapat menyebabkan oksidasi besi terganggu dan
memperberat gangguan fungsi hat.i
- Makanan yang mengandung zat besi dan membantu penyerapan besi harus dikurangi atau
dihindari, contoh diet yang harus dihindari adalah daging merah, jeroan dan alcohol.
- Makanan yang rendah zat besi bisa menganggu penyerapan besi, atau banyak mengandung
kalsium dapat dikonsumsi lebih sering contohnya sereal serta gandum.
Menyambut Paradigma Indonesia Sehat 2010 yang baru dicanangkan, kualitas sumber daya manusia
tentu saja merupakan faktor yang utama dan keberadaan thalassemia tentu saja akan menurunkan
kualitas kesehatan masyarakat.
Di negara-negara yang mempunyai frekuensi gen thalassemia yang tinggi penyakit tersebut
menimbulkan masalah kesehatan masyarakat (Public Health). Pada umumnya anak dengan penyakit
thalassemia mayor tidak akan mencapai usia reproduktif bahkan mati di dalam kandungan atau mati
setelah lahir seperti pada thalassemia α Hb bart’s hydrop fetalis
Ditinjau dari segi keluarga penderita, adanya seorang atau beberapa anak yang menderita penyakit
thalassemia mayor merupakan beban yang sangat berat karena mereka menderita anemia berat dengan
kadar Hb di bawah 6-7 gr%. Mereka harus mendapatkan transfusi darah seumur hidup untuk mengatasi
anemia mempertahankan kadar haemoglobin 9-10 gr%. Dapat dibayangkan bagaimana beratnya beban
keluarga apabila beberapa anak yang menderita penyakit tersebut. Pemberian transfusi darah yang
berulang-ulang dapat menimbulkan komplikasi hemosiderosis dan hemokromatosis, yaitu menimbulkan
penimbunan zat besi dalam jaringan tubuh sehingga dapat menyebabkan kerusakan organ-organ tubuh
seperti hati, limpa, ginjal, jantung, tulang, dan pankreas. Tanpa transfusi yang memadai penderita
thalassemia mayor akan meninggal pada dekade kedua.
Efek lain yang ditimbukan akibat transfusi, yaitu tertularnya penyakit lewat transfusi seperti penyakit
hepatitis B, C, dan HIV. Hingga sekarang belum dikenal obat yang dapat menyembuhkan penyakit
tersebut bahkan cangkok sumsum tulang pun belum dapat memuaskan. Para ahli berusaha untuk
mengurangi atau mencegah kelahiran anak yang menderita thalassemia mayor atau thalassemia α
homozigot

Selain itu juga harus dipikirkan berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk menangani penderita
thalassemia di Indonesia. Sebagai patokan untuk biaya penatalaksanaan penyakit thalassemia secara
optimal di Inggris dibutuhkan biaya kira-kira US $ 7500 per orang per tahun.
Biaya tersebut jauh di atas pendapatan per kapita penduduk Indonesia dan dapat dipastikan hanya
penderita thalassemia dari keluarga mampu saja yang mendapat penanganan yang memadai yang
sebenarnya hanya bersifat supportif karena sampai sekarang thalassemia mayor belum ditemukan
obatnya. Tidak mengherankan dampak psiko-sosial yang ditimbulkan thalassemia sangat luas dan
banyak negara memilih tindakan preventif seperti yang dianjurkan oleh WHO tahun 1983.
Permasalahan yang paling pokok adalah bahwa manajemen klinis penyakit thalassemia dapat dikatakan
belum merata di Indonesia, jika dibandingkan dengan negara maju bahkan di negara ASEAN sekalipun.
Hingga saat ini, hanya kota Jakarta yang mempunyai pusat pelayanan khusus untuk thalassemia, yang
mungkin hanya dapat dimanfaatkan oleh sebagian kecil penderita. Padahal tanpa penanganan klinis
yang serius penderita thalassemia mayor (homozigot) jarang dapat mencapai usia dewasa .
Oleh karena itu sudah saatnya sekarang penyakit thalassemia di Indonesia mendapat perhatian khusus
dan diletakkan pada proporsi yang semestinya dalam sistem pelayanan kesehatan nasional. Tindakan
preventif dan pengendalian penyakit tersebut harus segera disosialisasi kepada masyarakat dengan
tetap berpatokan pada nilai-nilai etika, moral, dan

Anda mungkin juga menyukai