Anda di halaman 1dari 7

Ikterus Neonatorum

Definisi
Hiperbilirubinemia adalah keadaan dimana terjadi peningkatan kadar bilirubin dalam
darah >5mg/dL, yang secara klinis ditandai oleh adanya ikterus, dengan faktor penyebab
fisiologik dan non-fisiologik.1,2
Ikterus pada bayi atau yang dikenal dengan istilah ikterus neonatarum adalah keadaan
klinis pada bayi yang ditandai oleh pewarnaan ikterus pada kulit dan sklera akibat akumulasi
bilirubin tak terkonjugasi yang berlebih(Sukadi,2008). Pada orang dewasa, ikterus akan
tampak apabila serum bilirubin >2 mg/dl(>17μmol/L) sedangkan pada neonatus baru tampak
apabila serum bilirubin >5mg/dl(86μmol/L)(Etika et al,2006). Ikterus lebih mengacu pada
gambaran klinis berupa pewaranaan kuning pada kulit, sedangkan hiperbilirubinemia lebih
mengacu pada gambaran kadar bilirubin serum total.
Klasifikasi
Terdapat 2 jenis ikterus yaitu yang fisiologis dan patologis.
Ikterus fisiologi
Ikterus fisiologi adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan hari ketiga serta tidak
mempunyai dasar patologi atau tidak mempunyai potensi menjadi kern ikterus. Adapun tanda-
tanda sebagai berikut :

1. Timbul pada hari kedua dan ketiga


2. Kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan.
3. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5% per hari.
4. Kadar bilirubin direk tidak melebihi 1 mg%.
5. Ikterus menghilang pada 10 hari pertama.
6. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis.

Ikterus Patologi
Ikterus patologis adalah ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar bilirubin
mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia. Adapun tanda-tandanya sebagai berikut:

i. Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama


ii. Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan atau melebihi 12,5% pada
neonatus kurang bulan.
iii. Peningkatan bilirubin lebih dari 5 mg% per hari.
iv. Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama.
v. Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%
vi. Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik.

Etiologi
Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan oleh
beberapa faktor. Secara garis besar, ikterus neonatarum dapat dibagi:

a) Produksi yang berlebihan


Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misalnya pada hemolisis yang
meningkat pada inkompatibilitas Rh, ABO, golongan darah lain, defisiensi G6PD, piruvat
kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.
b) Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar
Gangguan ini dapat disebabkan oleh imaturitas hepar, kurangnya substrat untuk konjugasi
bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak
terdapatnya enzim glukorinil transferase(Sindrom Criggler-Najjar). Penyebab lain adalah
defisiensi protein Y dalam hepar yang berperanan penting dalam uptake bilirubin ke sel
hepar.
c) Gangguan transportasi
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkut ke hepar. Ikatan bilirubin
dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat, sulfarazole. Defisiensi
albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah
yang mudah melekat ke sel otak.
d) Gangguan dalam eksresi
Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau di luar hepar. Kelainan di
luar hepar biasanya diakibatkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya
akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain. (Hassan et al.2005)

Patofisiologi
Bilirubin adalah produk penguraian heme. Sebagian besar (85-90%) terjadi dari
penguraian hemoglobin dan sebagian kecil (10-15%) dari senyawa lain seperti mioglobin. Sel
retikuloendotel menyerap kompleks haptoglobin dengan hemoglobin yang telah dibebaskan
dari sel darah merah. Sel-sel ini kemudian mengeluarkan besi dari heme sebagai cadangan
untuk sintesis berikutnya dan memutuskan cincin heme untuk menghasilkan tertapirol
bilirubin, yang disekresikan dalam bentuk yang tidak larut dalam air (bilirubin tak terkonjugasi,
indirek). Karena ketidaklarutan ini, bilirubin dalam plasma terikat ke albumin untuk diangkut
dalam medium air. Sewaktu zat ini beredar dalam tubuh dan melewati lobulus hati, hepatosit
melepas bilirubin dari albumin dan menyebabkan larutnya air dengan mengikat bilirubin ke
asam glukoronat (bilirubin terkonjugasi, direk)(Sacher,2004).
Dalam bentuk glukoronida terkonjugasi, bilirubin yang larut tersebut masuk ke sistem
empedu untuk diekskresikan. Saat masuk ke dalam usus, bilirubin diuraikan oleh bakteri kolon
menjadi urobilinogen. Urobilinogen dapat diubah menjadi sterkobilin dan diekskresikan
sebagai feses. Sebagian urobilinogen direabsorsi dari usus melalui jalur enterohepatik, dan
darah porta membawanya kembali ke hati. Urobilinogen daur ulang ini umumnya
diekskresikan ke dalam empedu untuk kembali dialirkan ke usus, tetapi sebagian dibawa oleh
sirkulasi sistemik ke ginjal, tempat zat ini diekskresikan sebagai senyawa larut air bersama
urin(Sacher, 2004).
Pada dewasa normal level serum bilirubin <1mg/dl. Ikterus akan muncul pada dewasa
bila serum bilirubin >2mg/dl dan pada bayi yang baru lahir akan muncul ikterus bila kadarnya
>7mg/dl(Cloherty et al, 2008).
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh pembentukan bilirubin yang melebihi
kemampuan hati normal untuk ekskresikannya atau disebabkan oleh kegagalan hati(karena
rusak) untuk mengekskresikan bilirubin yang dihasilkan dalam jumlah normal. Tanpa adanya
kerusakan hati, obstruksi saluran ekskresi hati juga akan menyebabkan hiperbilirubinemia.
Pada semua keadaan ini, bilirubin tertimbun di dalam darah dan jika konsentrasinya mencapai
nilai tertentu (sekitar 2-2,5mg/dl), senyawa ini akan berdifusi ke dalam jaringan yang kemudian
menjadi kuning. Keadaan ini disebut ikterus atau jaundice(Murray et al,2009).

Manifestasi klinis
Bayi baru lahir (neonatus) tampak kuning apabila kadar bilirubin serumnya kira-kira
6mg/dl(Mansjoer at al, 2007). Ikterus sebagai akibat penimbunan bilirubin indirek pada kulit
mempunyai kecenderungan menimbulkan warna kuning muda atau jingga. Sedangkan ikterus
obstruksi(bilirubin direk) memperlihatkan warna kuning-kehijauan atau kuning kotor.
Perbedaan ini hanya dapat ditemukan pada ikterus yang berat(Nelson, 2007).
Gambaran klinis ikterus fisiologis:
a) Tampak pada hari 3,4
b) Bayi tampak sehat(normal)
c) Kadar bilirubin total <12mg%
d) Menghilang paling lambat 10-14 hari
e) Tak ada faktor resiko
f)Sebab: proses fisiologis(berlangsung dalam kondisi fisiologis)(Sarwono et al, 1994)
Gambaran klinik ikterus patologis:
a) Timbul pada umur <36 jam
b) Cepat berkembang
c) Bisa disertai anemia
d) Menghilang lebih dari 2 minggu
e) Ada faktor resiko
Diagnosis
Anamnesis

a. Riwayat kehamilan dengan komplikasi(obat-obatan, ibu DM, gawat janin, malnutrisi


intrauterine, infeksi intranatal)
b. Riwayat persalinan dengan tindakan/komplikasi
c. Riwayat ikterus/terapi sinar/transfusi tukar pada bayi sebelumnya
d. Riwayat inkompatibilitas darah
e. Riwayat keluarga yang menderita anemia, pembesaran hepar dan limpa(Etika et al,
2006).

Pemeriksaan fisik
Secara klinis, ikterus pada neonatus dapat dilihat segera setelah lahir atau setelah
beberapa hari. Amati ikterus pada siang hari dengan lampu sinar yang cukup. Ikterus akan
terlihat lebih jelas dengan sinar lampu dan bisa tidak terlihat dengan penerangan yang kurang,
terutama pada neonatus yang berkulit gelap. Penilaian ikterus akan lebih sulit lagi apabila
penderita sedang mendapatkan terapi sinar(Etika et al, 2006).
Salah satu cara memeriksa derajat kuning pada neonatus secara klinis, mudah dan
sederhana adalah dengan penilaian menurut Kramer(1969). Caranya dengan jari telunjuk
ditekankan pada tempat-tempat yang tulangnya menonjol seperti tulang hidung,dada,lutut dan
lain-lain. Tempat yang ditekan akan tampak pucat atau kuning. Penilaian kadar bilirubin pada
masing-masing tempat tersebut disesuaikan dengan tabel yang telah diperkirakan kadar
bilirubinnya(Mansjoer et al, 2007).

Derajat Ikterus pada Neonatus menurut Kramer


Zona Bagian tubuh yang kuning Rata-rata serum bilirubin indirek
1 Kepala dan leher 100
2 Pusat-leher 150
3 Pusat-paha 200
4 Lengan+Tungkai 250
5 Tangan+Kaki >250
Sumber:Arif Mansjoer.Kapita Selekta Kedokteran jilid 2,edisi ш Media Aesculapius FK
UI.2007:504
Waktu timbulnya ikterus mempunyai arti penting pula dalam diagnosis dan
penatalaksanaan penderita karena saat timbulnya ikterus mempunyai kaitan erat dengan
kemungkinan penyebab ikterus tersebut(Etika et al, 2006).
Penegakan diagnosis ikterus neonatarum berdasarkan waktu kejadiannya:
Waktu Diagnosis banding Anjuran Pemeriksaan
Hari ke-1 *Penyakit hemolitik Kadar bilirubin serum berkala
Inkompatibilitas Hb, Ht, retikulosit,sediaan
darah(Rh,ABO) hapus darah golongan darah
Sferositosis. Anemia hemolitik ibu/bayi, uji Coomb
nonsferositosis(defisiensi
G6PD)
Hari ke-2 s.d ke-5 Kuning pada bayi prematur Hitung jenis darah lengkap
Kuning fisiologik, Sepsis Urin mikroskopik dan biakan
Darah ekstravaskular, urin, Pemeriksaan terhadap
Polisitemia infeksi bakteri, golongan darah
Sferositosis kongenital ibu/bayi, uji Coomb
Hari ke-5 s.d ke-10 Sepsis, Kuning karena ASI Uji fingsi tiroid, Uji tapis
Def G6PD, Hipotiroidisme enzim G6PD, Gula dalam urin
Galaktosemia, Obat-obatan Pemeriksaan terhadap sepsis
Hari ke-10 atau lebih Atresia biliaris, Hepatitis Urin mikroskopik dan biakan
neonatal Uji serologi TORCH, Alfa
Kista koledokusm, fetoprotein, alfa1antitripsin,
Sepsis(terutama Kolesistografi, Uji Rose-
infeksi saluran kemih), Bengal
Stenosis pilorik
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan serum bilirubin (direk dan indirek) harus dilakukan pada neonatus yang
mengalami ikterus. Terutama pada bayi yang tampak sakit atau bayi-bayi yang tergolong resiko
tingggi terserang hiperbilirubinemia berat.
Pemeriksaan tambahan yang sering dilakukan untuk evaluasi menentukan penyebab
ikterus antara lain adalah golongan darah dan ‘Coombs test’, darah lengkap dan hapusan darah,
hitung retikulosit, skrining G6PD dan bilirubin direk. Pemeriksaan serum bilirubin total harus
diulang setiap 4-24 jam tergantung usia bayi dan tingginya kadar bilirubin. Kadar serum
albumin juga harus diukur untuk menentukan pilihan terapi sinar atau transfusi tukar(Etika et
al, 2006).

Penatalaksanaan
Pada dasarnya, pengendalian bilirubin adalah seperti berikut:

a) Stimulasi proses konjugasi bilirubin menggunakan fenobarbital. Obat ini kerjanya


lambat, sehingga hanya bermanfaat apabila kadar bilirubinnya rendah dan ikterus yang
terjadi bukan disebabkan oleh proses hemolitik. Obat ini sudah jarang dipakai lagi.
b) Menambahkan bahan yang kurang pada proses metabolisme bilirubin (misalnya
menambahkan glukosa pada hipoglikemi) atau (menambahkan albumin untuk
memperbaiki transportasi bilirubin). Penambahan albumin bisa dilakukan tanpa
hipoalbuminemia. Penambahan albumin juga dapat mempermudah proses ekstraksi
bilirubin jaringan ke dalam plasma. Hal ini menyebabkan kadar bilirubin plasma
meningkat, tetapi tidak berbahaya karena bilirubin tersebut ada dalam ikatan dengan
albumin. Albumin diberikan dengan dosis tidak melebihi 1g/kgBB, sebelum maupun
sesudah terapi tukar.
c) Mengurangi peredaran enterohepatik dengan pemberian makanan oral dini
d) Memberi terapi sinar hingga bilirubin diubah menjadi isomer foto yang tidak toksik dan
mudah dikeluarkan dari tubuh karena mudah larut dalam air.
e) Mengeluarkan bilirubin secara mekanik melalui transfusi tukar(Mansjoer et al, 2007).
Pada umunya, transfusi tukar dilakukan dengan indikasi sebagai berikut:
 Pada semua keadaan dengan kadar bilirubin indirek ≤20mg%
 Kenaikan kadar bilirubin indirek yang cepat yaitu 0,3-1mg%/jam
 Anemia yang berat pada neonatus dengan gejala gagal jantung
 Bayi dengan kadar hemoglobin tali pusat <14mg% dan uji Coombs direct
positif(Hassan et al, 2005).
f) Menghambat produksi bilirubin. Metalloprotoporfirin merupakan kompetitor inhibitif
terhadap heme oksigenase. Ini masih dalam penelitian dan belum digunakan secara
rutin.
g) Menghambat hemolisis. Immunoglobulin dosis tinggi secara intravena (500-
1000mg/Kg IV>2) sampai 2 hingga 4 jam telah digunakan untuk mengurangi level
bilirubin pada janin dengan penyakit hemolitik isoimun. Mekanismenya belum
diketahui tetapi secara teori immunoglobulin menempati sel Fc reseptor pada sel
retikuloendotel dengan demikian dapat mencegah lisisnya sel darah merah yang dilapisi
oleh antibody(Cloherty et al, 2008).

Terapi sinar pada ikterus bayi baru lahir yang di rawat di rumah sakit.
Dalam perawatan bayi dengan terapi sinar, yang perlu diperhatikan sebagai berikut :

1. Diusahakan bagian tubuh bayi yang terkena sinar dapat seluas mungkin dengan
membuka pakaian bayi.
2. Kedua mata dan kemaluan harus ditutup dengan penutup yang dapat memantulkan
cahaya agar tidak membahayakan retina mata dan sel reproduksi bayi.
3. Bayi diletakkan 8 inci di bawah sinar lampu. Jarak ini dianggap jarak yang terbaik untuk
mendapatkan energi yang optimal.
4. Posisi bayi sebaiknya diubah-ubah setiap 18 jam agar bagian tubuh bayi yang terkena
cahaya dapat menyeluruh.
5. Suhu bayi diukur secara berkala setiap 4-6 jam.
6. Kadar bilirubin bayi diukur sekurang-kurangnya tiap 24 jam.
7. Hemoglobin harus diperiksa secara berkala terutama pada bayi dengan hemolisis.

Komplikasi
Terjadi kern ikterus yaitu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada
otak. Pada kern ikterus, gejala klinis pada permulaan tidak jelas antara lain: bayi tidak mau
menghisap, letargi, mata berputar-putar, gerakan tidak menentu, kejang tonus otot meninggi,
leher kaku dan akhirnya opistotonus. Bayi yang selamat biasanya menderita gejala sisa berupa
paralysis serebral dengan atetosis, gangguan pendengaran, paralysis sebagian otot mata dan
dysplasia dentalis.

Anda mungkin juga menyukai