Anda di halaman 1dari 25

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di Indonesia Preeklampsia berat (PEB) merupakan salah satu
penyebab utama kematian maternal dan perinatal di Indonesia.PEB
diklasifikasikan kedalam penyakit hipertensi yang disebabkan karena
kehamilan. PEB ditandai oleh adanya hipertensi sedang-berat, edema, dan
proteinuria yang masif. Penyebab dari kelainan ini masih kurang dimengerti,
namun suatu keadaan patologis yang dapat diterima adalah adanya iskemia
uteroplacentol. Diagnosis dini dan penanganan adekuat dapat mencegah
perkembangan buruk PER kearah PEB atau bahkan eklampsia penanganannya
perlu segera dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian ibu (AKI) dan
anak.Semua kasus PEB harus dirujuk ke rumah sakit yang dilengkapi dengan
fasilitas penanganan intensif maternal dan neonatal, untuk mendapatkan terapi
definitif dan pengawasan terhadap timbulnya komplikasi-komplikasi.
Pemeriksaan antenatal yang teratur dan secara rutin mencari tanda
preeklampsia sangat penting dalam usaha pencegahan preeklampsia berat, di
samping pengendalian terhadap faktor-faktor predisposisi yang lain.
Preeklampsia hampir secara eksklusif merupakan penyakit pada
nullipara. Biasanya terdapat pada wanita masa subur dengan umur ekstrem
yaitu pada remaja belasan tahun atau pada wanita yang berumur lebih dari 35
tahun. Pada multipara, penyakit ini biasanya dijumpai pada keadaan-keadaan
berikut : 1) Kehamilan multifetal dan hidrops fetalis. 2) Penyakit vaskuler,
termasuk hipertensi essensial kronis dan diabetes mellitus. 3) Penyakit ginjal.
Tingginya kejadian pre-eklamsia- eklamsia di negara-negara berkembang
dihubungkan dengan masih rendahnya status sosial ekonomi dan tingkat
pendidikan yang dimiliki kebanyakan masyarakat. Kedua hal tersebut saling
terkait dan sangat berperan dalam menentukan tingkat penyerapan dan
pemahaman terhadap berbagai informasi/masalah kesehatan yang timbul baik
pada dirinya ataupun untuk lingkungan sekitarnya (Zuhrina, 2010).

1
2

Menurut World Health Organization (WHO), salah satu penyebab


morbiditas dan mortalitas ibu dan janin adalah pre-eklamsia (PE), angka
kejadiannya berkisar antara 0,51%-38,4%. Di negara maju angka kejadian pre-
eklampsia berkisar 67% dan eklampsia 0,1-0,7%. Sedangkan angka kematian
ibu yang diakibatkan pre-eklampsia dan eklampsia di negara berkembang
masih tinggi (Amelda, 2008). Kehamilan risiko tinggi adalah kehamilan yang
dapat menyebabkan ibu hamil dan bayi menjadi sakit dan meninggal, sebelum
persalinan berlangsung. Banyak faktor resiko ibu hamil dan faktor yang
memengaruhi diantaranya adalah usia dan paritas ibu. Ibu hamil pada usia
lebih dari 35 tahun lebih beresiko tinggi untuk hamil dibandingkan bila hamil
pada usia normal, yang biasanya terjadi sekitar 21-30 tahun.Umur seorang
wanita pada saat hamil sebaiknya tidak terlalu muda dan tidak terlalu
tua.Umur yang kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, berisiko tinggi
untuk melahirkan.Kesiapan seorang perempuan untuk hamil harus siap fisik,
emosi, psikologi, sosial dan ekonomi (Ruswana, 2007).
Paritas adalah jumlah janin dengan berat badan lebih dari atau sama
dengan 500 gram yang pernah dilahirkan hidup maupun mati. Bila berat badan
tak diketahui maka dipakai umur kehamilan, yaitu 24 minggu.(Sarwono,
2010). Risiko kehamilan dengan faktor risiko bagi ibu yang dapat terjadi
diantaranya adalah Mengalami perdarahan, Kemungkinan keguguran /
abortus, Persalinan yang lama dan sulit. Sedangkan bagi bayi yang dapat
terjadi diantaranya adalah kemungkinan lahir belum cukup usia kehamilan,
berat badan lahir rendah (BBLR), cacat bawaan, dan kematian bayi.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Definisi Pre Eklamsi Berat ?
2. Bagaimana Etiologi Pre Eklamsi Berat ?
3. Bagaimana patofisiologiPre Eklamsi Berat?
4. Bagaimana WOC Pre Eklamsi Berat?
5. Bagaimana Menifestasi klinisPre Eklamsi Berat?
6. Bagaimana pemeriksaan diagnostik Pre Eklamsi Berat ?
7. Bagaimana PenatalaksananPre Eklamsi Berat?
8. Bagaimana Komplikasi Pre Eklamsi Berat?
3

C. Tujuan
1. Mengetahui Definisi Pre Eklamsi Berat
2. Mengetahui Etiologi Pre Eklamsi Berat
3. MengetahuipatofisiologiPre Eklamsi Berat
4. Mengetahui WOC Pre Eklamsi Berat
5. MengetahuiMenifestasiklinisPre Eklamsi Berat
6. Mengetahui pemeriksaan diagnostik Pre Eklamsi Berat
7. Mengetahui Penatalaksanan Pre Eklamsi Berat
8. Mengetahui Komplikasi Pre Eklamsi Berat?
4

BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan
edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah
persalinan. Eklampsia adalah preeklampsia yang disertai kejang dan atau
koma yang timbul akibat kelainan neurologi (Kapita Selekta Kedokteran edisi
ke-3). Preeklampsia adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita hamil,
bersalin dan nifas yang terdiri dari hipertensi, edema dan proteinuria tetapi
tidak menjukkan tanda-tanda kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya,
sedangkan gejalanya biasanya muncul setelah kehamilan berumur 28 minggu
atau lebih (Rustam Muctar, 1998 ). Preeklampsia adalah penyakit dengan
tanda-tanda hipertensi, edema, dan proteinuria yang timbul karena kehamilan
(Ilmu Kebidanan : 2005).
Preeklampsi berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai
dengan timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria
dan atau disertai udema pada kehamilan 20 minggu atau lebih (Asuhan
Patologi Kebidanan : 2009). Preeklampsia dibagi dalam 2 golongan ringan
dan berat. 1. Preeklampsia ringan, bila disertai dengan keadaan sebagai berikut
: a. Tekanan darah 140 atau kenaikan 30 mmHg dengan interval pelaksanaan 6
jam. b. Tekanan darah diastolic 90 atau kenaikan 15 mmHg dengan interval
pelaksanaan 6 jam. c. Kenaikan berat badan 1 kg atau lebih dalam seminggu d.
Proteinuria kuantitatif 0,3 gr atau lebih dengan tingkat kualitatif plus 1 sampai
2 urin keteter atau midstream.
Preeklampsia berat, bila disertai keadaan sebagai berikut : a. Tekanan
darah 160/110 mmHg atau lebih b. Oligouria, urin kurang dari 40 cc/24 jam c.
Proteinuria lebih dari 3gr/liter d. Adanya gangguan selebral, gangguan virus
dan rasa nyeri di epigastrium. e. Terdapat edema paru dan sianosis. (Prof. Dr.
Rustam Mochtar, MPH, 1998).

4
5

B. Etiologi
Sampai dengan saat ini etiologi pasti dari preeklampsia/ eklampsi
masih belum diketahui.Ada beberapa teori mencoba menjelaskan perkiraan
etiologi dari kelainan tersebut di atas, sehingga kelainan ini sering dikenal
sebagai the diseases of theory. Adapun teori-teori tersebut antara lain:
a. Peran Prostasiklin dan Tromboksan Pada PE-E didapatkan kerusakan
pada endotel vaskuler, sehingga terjadi penurunan produksi prostasiklin
(PGI 2) yang pada kehamilan normal meningkat, aktivasi penggumpalan
dan fibrinolisis, yang kemudian akan diganti trombin dan plasmin.
Trombin akan mengkonsumsi antitrombin III, sehingga terjadi deposit
fibrin. Aktivasi trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan (TXA2)
dan serotonin, sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan endotel.
b. Peran Faktor Imunologis Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan
pertama dan tidak timbul lagi pada kehamilan berikutnya. Hal ini dapat
diterangkan bahwa pada kehamilan pertama pembentukan blocking
antibodies terhadap antigen placenta tidak sempurna, yang semakin
sempurna pada kehamilan berikutnya. Fierlie FM (1992) mendapatkan
beberapa data yang mendukung adanya sistem imun pada penderita PE-E:
1. Beberapa wanita dengan PE-E mempunyai komplek imun dalam
serum.
2. Beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi sistem komplemen
pada PE-E diikuti dengan proteinuri. Stirat (1986) menyimpulkan
meskipun ada beberapa pendapat menyebutkan bahwa sistem imun
humoral dan aktivasi komplemen terjadi pada PE-E, tetapi tidak ada
bukti bahwa sistem imunologi bisa menyebabkan PE-E.
c. Peran Faktor Genetik/Familial Beberapa bukti yang menunjukkan peran
faktor genetik pada kejadian PE-E antara lain: 1. Preeklampsia hanya
terjadi pada manusia. 2. Terdapatnya kecendrungan meningkatnya
frekwensi PE-E pada anak-anak dari ibu yang menderita PE-E. 3.
Kecendrungan meningkatnya frekwensi PE-E pada anak dan cucu ibu
hamil dengan riwayat PE-E dan bukan pada ipar mereka. 4. Peran Renin-
Angiotensin-Aldosteron System (RAAS)
6

Bothamley (2011) mengemukakan bahwa faktor risiko preeklampsi


adalah sebagai berikut.
a. Primigravida atau > 10 tahun sejak kelahiran terakhir
b. Riwayat preeklampsia sebelumnya
c. Riwayat keluarga dengan preeklampsia, khususnya pada ibu atau
saudara perempuan (baik wanita hamil atau pasangannya)
d. Kehamilan kembar
e. Kondisi medis tertentu seperti hipertensi esensial, penyakit ginjal,
diabetes
f. Adanya proteinuria saat mendaftar untuk pemeriksaan ( > 1 + pada
lebih dari satu pemeriksaan atau > 0,3 g/ 24 jam)
g. Umur ≥ 40 tahun
h. Obesitas (IMT > 35)
i. IVF (fertilisasi in vivo)

C. Patofisiologi
Pada pre eklampsia terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan
retensi garam dan air. Pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola
glomerulus. Pada beberapa kasus, lumen arteriola sedemikian sempitnya
sehingga hanya dapat dilakui oleh satu sel darah merah. Jadi jika semua
arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka tenanan darah akan naik
sebagai usaha untuk mengatasi tekanan perifer agar oksigenasi jaringan dapat
dicukupi. Sedangkan kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan oleh
penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan interstitial belum diketahui
sebabnya, mungkin karena retensi air dan garam.Proteinuria dapat disebabkan
oleh spasme arteriola sehingga terjadi perubahan pada glomerulus (Sinopsis
Obstetri, Jilid I, Halaman 199). Pada preeklampsia yang berat dan eklampsia
dapat terjadi perburukan patologis pada sejumlah organ dan sistem yang
kemungkinan diakibatkan oleh vasospasme dan iskemia (Cunniangham,2003).
Wanita dengan hipertensi pada kehamilan dapat mengalami peningkatan
respon terhadap berbagai substansi endogen (seperti prostaglandin,tromboxan)
yang dapat menyebabkan vasospasme dan agregasi platelet. Penumpukan
7

trombus dan perdarahan dapat mempengaruhi sistem saraf pusat yang ditandai
dengan sakit kepala dan defisit syaraf lokal dan kejang. Nekrosis ginjal dapat
menyebabkan penurunan laju filtrasi glomelurus dan proteinuria. Kerusakan
hepar dari nekrosis hepatoseluler menyebabkan nyeri epigastrium dan
peningkatan tes fungsi hati. Manifestasi terhadap kardiovaskuler meliputi
penurunan volume intavaskuler, meningkatnya kardiakoutput dan peningkatan
tahanan pembuluh perifer. Peningkatan hemolisis microangiopati
menyebabkan anemia dan trobositopeni. Infark plasenta dan obstruksi plasenta
menyebabkan pertumbuhan janin terhambat bahkan kematian janin dalam
rahim (Michael,2005). Perubahan pada organ :
1. Perubahan kardiovaskuler Gangguan fungsi kardiovaskuler yang parah
sering terjadi pada preeklamsia dan eklampsia. Berbagai gangguan
tersebut pada dasarnya berkaitan dengan peningkatan afterload jantung
akibat hipertensi, preload jantung yang secara nyata dipengaruhi oleh
berkurangnya secara patologis hipervolemia kehamilan atau yang secara
iatrogenik ditingkatkan oleh larutan onkotik / kristaloid intravena, dan
aktifasi endotel disertai ekstravasasi kedalam ekstravaskuler terutama paru
(Cunningham,2003).
2. Metabolisme air dan elektrolit Hemokonsentrasi yang menyerupai
preeklampsia dan eklampsia tidak diketahui penyebabnya .jumlah air dan
natrium dalam tubuh lebih banyak pada penderita preeklamsia dan
eklampsia dari pada wanita hamil biasa atau penderita dengan hipertensi
kronik. Penderita preeklamsia tidak dapat mengeluarkan dengan sempurna
air dan garam yang diberikan. Hal ini disebabkan oleh filtrasi glomerulus
menurun, sedangkan penyerapan kembali tubulus tidak berubah. Elektrolit,
kristaloid, dan protein tidak mununjukkan perubahan yang nyata pada
preeklampsia. Konsentrasi kalium, natrium, dan klorida dalam serum
biasanya dalam batas normal (Trijatmo,2005).
3. Mata Dapat dijumpai adanya edema retina dan spasme pembuluh darah.
Selain itu dapat terjadi ablasio retina yang disebabkan oleh edema
intraokuler dan merupakan salah satu indikasi untuk melakukan terminasi
kehamilan. Gejala lain yang menunjukkan pada preeklampsia berat yang
8

mengarah pada eklampsia adalah adanya skotoma, diplopia dan ambliopia.


Hal ini disebabkan oleh adaanya perubahan peredaran darah dalam pusat
penglihatan dikorteks serebri atau didalam retina (Rustam,1998).
4. Otak Pada penyakit yang belum berlanjut hanya ditemukan edema dan
anemia pada korteks serebri, pada keadaan yang berlanjut dapat ditemukan
perdarahan (Trijatmo,2005).
5. Uterus Aliran darah ke plasenta menurun dan menyebabkan gangguan
pada plasenta, sehingga terjadi gangguan pertumbuhan janin dan karena
kekurangan oksigen terjadi gawat janin. Pada preeklampsia dan eklampsia
sering terjadi peningkatan tonus rahim dan kepekaan terhadap rangsangan,
sehingga terjad partus prematur.
6. Paru-paru Kematian ibu pada preeklampsia dan eklampsia biasanya
disebabkan oleh edema paru yang menimbulkan dekompensasi kordis.
Bisa juga karena aspirasi pnemonia atau abses paru (Rustam, 1998).
9

D. WOC
Faktor resiko (Primigrafida, Hipertensi, Riwayat
Belum diketahui
preeklamsia pada kehamilan yang lalu dalam keluarga

Tekanan darah
Perfusi ke plasenta menurun

Gangguan Perfusi plasenta Preeklamsia

Nutrisi ke janin menurun


Perfusi ke jaringan
MK: Resti terjadi fetal distress pada janin

Aliran darah Spasme antriol Penimbunan air berlebih


ginjal dalam ruang intestinal

Suplai O2 Edema
Aliran darah ke
menurun
ginjal menurun

MK :
Gangguan Kemampuan Tekanan pada Edema paru Edema cerebral
perfusi filtrasi kapsula hepar
jaringan glomerulus
dispnea Spasme anterior
Nyeri retina
epigastrium
Proteinuria Retensi urin MK:
Ketidakefekti Pandangan
MK: Nyeri fan pola nafas kabur
Protein plasma MK :Gangguan
dlm tubuh eliminasi urine MK:
Gangguan
persepsi
MK : Resiko sensoris
kekurangan penglihatan
volume cairan
10

E. Manifestasi Klinis
Tanda gejala yang muncul pada Pre eklamsi berat didapatkan satu/ lebih gejala
dan tanda di bawah ini:
1. Tekanan darah > 160/110 dengan syarat diukur dalam keadaan relaksasi
(pengukuran minimal setelah istirahat 10 menit) dan tidak dalam keadaan
his.
2. Proteinuria > 5 g/24 jam atau 4+ pada pemeriksaan secara kuantitatif.
3. Oliguria, produksi urine < 500 cc/24 jam yang disertai kenaikan kreatinin
plasma.
4. Gangguan visus dan serebral.
5. Nyeri epigastrium/hipokondrium kanan.
6. Edema paru dan sianosis.
7. Gangguan pertumbuhan janin intrauteri.
8. Adanya Hellp Syndrome (hemolysis, Elevated liver enzyme, Low Platelet
count)
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Penunjang pada PEB meliputi :
1. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap dengan hapusan darah:
a) Penurunan hemoglobin (nilai rujukan ata kadar normal hemoglobin
utk wanita hamil adalah 12-14gr%)
b) Hematokrit meningkat (nilai rujukan 37-43 vol%)
c) Trombosit menurun (nilai rujukan 150-450 ribu/mm3
d) Urinalisis: ditemukan protein dalam urin
2. Pemeriksaan fungsi hati
a) Bilirubin meningkat (N= <1 mg/dl)
b) LDH (laktat dehidrogenase) meningkat
c) Aspartat aminotransferase (AST) >60 ul
d) Serum glutamat pirufat trasaminase (SGOT) meningkat (N= 6,7-
8,7 g/dl)
3. Tes kimia darah:
a) asam urat meningkat (N= 2,4-2,7 mg/dl)
11

4. Pemeriksaan radiologi
a) Ultrasonografi: ditemukannya retardasi pertumbuhan janin
intrauterus. Pernapasan intrauterus lambat, aktivitas janin lambat,
dan volume cairan ketuban sedikit.
b) Kardiografi: diketahui denyut jantung bayi lemah
G. Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan preeklampsia berat adalah mencegah
timbulnya kejang, mengendalikan hipertensi guna mencegah perdarahan
intrakranial serta kerusakan dari organ-organ vital dan melahirkan bayi dengan
selamat. Perawatannya dapat meliputi :
a. Perawatan Aktif Kehamilan segera diakhiri setelah mendapat terapi
medikamentosa untuk stabilisasi ibu. Indikasinya bila didapatkan satu
atau lebih dari keadaan berikut ini:
1. Ibu
a) Kegagalan terapi pada perawatan konservatif :-Setelah 6 jam
sejak dimulai pengobatan medikamentosa, terjadi kenaikan darah
yang persisten-Setelah 24 jam sejak dimulai pengobatan
medikamentosa, terjadi kenaikan desakan darah yang persisten
b) Adanya tanda-tanda terjadinya impending eklampsia
c) Gangguan fungsi hepar
d) Gangguan fungsi ginjal
e) Dicurigai terjadi solutio plasenta
f) Timbulnya onset partus, ketuban pecah dini, perdarahan
2. Janin.
a) Umur kehamilan lebih dari 37 minggu
b) Adanya tanda-tanda gawat janin (bisa diketahui dari NST
nonreaktif dan profil biofisik abnormal)
c) Adanya tanda-tanda pertumbuhan janin terhambat berat (IUGR
berat) berdasarkan pemeriksaan USG
d) Timbulnya oligohidramnion
3. Laboratorium : Trombositopenia progresif yang menjurus ke HELLP
syndrome.
12

b. Pengobatan Medisinal :
1. Segera masuk rumah sakit.
2. Tirah baring miring ke satu sisi. Tanda vital diperiksa setiap 30menit,
refleks patella setiap jam.
3. Infus D5% yang tiap liternya diselingi dengan larutan RL 500cc (60-
125 cc/jam)
4. Pemberian obat anti kejang MgSO sebagai pencegahan dan terapi.
Pemberian dibagi loading dose (dosis awal) dan dosis lanjutan.
5. Anti hipertensi diberikan bila :
a. Desakan darah sistolis lebih 180 mmHg, diastolis lebih 110mmHg
atau MAP lebih 125 mmHg. Sasaran pengobatan adalahtekanan
diastolis kurang 105 mmHg (bukan kurang 90 mmHg)karena akan
menurunkan perfusi plasenta.
b. Dosis antihipertensi sama dengan dosis antihipertensi pada
umumnya.
c. Bila dibutuhkan penurunan tekanan darah secepatnya,
dapatdiberikan obatobat antihipertensi parenteral (tetesan
kontinyu),catapres injeksi. Dosis yang biasa dipakai 5 ampul dalam
500 cc cairan infus atau press disesuaikan dengan tekanan darah
d. Bila tidak tersedia antihipertensi parenteral dapat diberikantablet
antihipertensi secara sublingual diulang selang 1 jam,maksimal 4-5
kali. Bersama dengan awal pemberian sublingual makaobat yang
sama mulai diberikan secara oral.
6. Diuretikum diberikan atas indikasi edema paru, payah jantung
kongestif, edema anasarka
7. Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam
8. Kardiotonika, indikasinya bila ada tanda-tanda menjurus payah
jantung, diberikan digitalisasi cepat dengan cedilanid D.
9. Lain-lain :
a) Konsul bagian penyakit dalam / jantung, mata.
13

b) Obat-bat antipiretik diberikan bila suhu rektal lebih 38,5 derajat


celciusdapat dibantu dengan pemberian kompres dingin atau
alkohol atauxylomidon 2 cc IM.
c) Antibiotik diberikan atas indikasi. Diberikan ampicillin 1 gr/6
jam/IV/hari.
d) Anti nyeri bila penderita kesakitan atau gelisah karena kontraksi
uterus. Dapat diberikan petidin HCL 50-75 mg sekali saja,
selambat-lambatnya 2 jam sebelum janin lahir.
Cara pemberian magnesium sulfat :
1. Dosis awal sekitar 4 gram MgSO4 IV (20 % dalam 20 cc) selama
1gr/menit kemasan 20% dalam 25 cc larutan MgSO4 (dalam 3-5
menit).Diikuti segera 4 gr di bokong kiri dan 4 gram di bokong kanan (40
%dalam 10 cc) dengan jarum no 21 panjang 3,7 cm. Untuk mengurangi
nyeri dapat diberikan 1 cc xylocain 2% yang tidak mengandung adrenalin
pada suntikan IM.
2. Dosis ulangan : diberikan 4 gram intramuskuler 40% setelah 6 jam
pemberian dosis awal lalu dosis ulangan diberikan 4 gram IM setiap 6 jam
dimana pemberian MgSO4 tidak melebihi 2-3 hari.
3. Syarat-syarat pemberian MgSO4 :
a. Tersedia antidotum MgSO4 yaitu calcium gluconas 10%, 1 gram
(10%dalam 10 cc) diberikan intravenous dalam 3 menit.
b. Refleks patella positif kuat- Frekuensi pernapasan lebih 16 kali per
menit.
c. Produksi urin lebih 100 cc dalam 4 jam sebelumnya (0,5
cc/kgBB/jam).
4. MgSO4 dihentikan bila :
a. Ada tanda-tanda keracunan yaitu kelemahan otot, hipotensi,
refleksfisiologis menurun, fungsi jantung terganggu, depresi SSP,
kelumpuhandan selanjutnya dapat menyebabkan kematian karena
kelumpuhan otot-otot pernapasan karena ada serum 10 U magnesium
pada dosis adekuat adalah 4-7 mEq/liter. Refleks fisiologis menghilang
14

pada kadar 8-10mEq/liter. Kadar 12-15 mEq terjadi kelumpuhan otot-


otot pernapasan dan lebih 15 mEq/liter terjadi kematian jantung.
b. Bila timbul tanda-tanda keracunan magnesium sulfat :
- Hentikan pemberian magnesium sulfat- Berikan calcium gluconase
10% 1 gram (10% dalam 10 cc) secara IVdalamwaktu 3 menit.
- Berikan oksigen.
- Lakukan pernapasan buatan.
c. Magnesium sulfat dihentikan juga bila setelah 4 jam pasca persalinan
sudah terjadi perbaikan (normotensif).
Pengelolaan Konservatif Pada pengelolaan konservatif, kehamilan tetap
dipertahankan sehingga memenuhi syarat janin dapat dilahirkan,
meningkatkan kesejahteraan bayi baru lahir tanpa mempengaruhi keselamatan
ibu.
1. Indikasi : Bila kehamilan preterm kurang 37 minggu tanpa disertai tanda-
tanda impending eklampsia dengan keadaan janin baik.
2. Pengobatan medisinal: sama dengan perawatan medisinal pada
pengelolaan aktif. Hanya loading dose MgSO4 tidak diberikan
intravenous, cukup intramuskuler saja dimana 4 gram pada bokong kiri
dan 4 gram pada bokong kanan.
3. Pengobatan obstetri :
a. Selama perawatan konservatif : observasi dan evaluasi sama seperti
perawatan aktif hanya disini tidak dilakukan terminasi.
b. MgSO4 dihentikan bila ibu sudah mempunyai tanda-tanda pre
eklampsiaringan, selambat-lambatnya dalam 24 jam.
c. Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan maka dianggap
pengobatanmedisinal gagal dan harus diterminasi.
d. Bila sebelum 24 jam hendak dilakukan tindakan maka diberi lebih
dahuluMgSO4 20% 2 gram intravenous.
e. Penderita dipulangkan bila :
- Penderita kembali ke gejala-gejala / tanda-tanda pre eklampsia
ringan dan telah dirawat selama 3 hari.
15

- Bila selama 3 hari tetap berada dalam keadaan pre eklampsia


ringan: penderita dapat dipulangkan dan dirawat sebagai pre
eklampsia ringan (diperkirakan lama perawatan 1-2 minggu).
Sebagai pengobatan untuk mencegah timbulnya kejang-kejang
dapat diberikan: o Larutan sulfas magnesikus 40 % (4 gram)
disuntikan IM pada bokongkiri dan kanan sebagai dosis permulaan,
dan dapat diulang 4 gram tiap 6 jammenurut keadaan. Tambahan
sulfas magnesikus hanya diberikan biladiuresis baik, reflek patella
positif, dan kecepatan pernapasan lebih dari 16kali per menit o
klorpromazin 50 mg IM o diazepam 20 mg IM.
Penggunaan obat hipotensif pada pre eklampsia berat diperlukan
karena dengan menurunkan tekanan darah kemungkinan kejang dan
apopleksia serebri menjadi lebih kecil.Apabila terdapat oligouria, sebaiknya
penderita diberi glukosa 20 % secara intravena.Obat diuretika tidak diberikan
secara rutin.Untuk penderita pre eklampsia diperlukan anestesi dan sedativa
lebih banyak dalam persalinan.Pada kala II, pada penderita dengan hipertensi,
bahaya perdarahan dalam otak lebih besar, sehingga apabila syarat-syarat telah
terpenuhi, hendaknya persalinan diakhiri dengan cunam atau vakum.Pada
gawat janin, dalam kala I, dilakukan segera seksio sesarea; pada kala II
dilakukan ekstraksi dengan cunam atau ekstraktor vakum.
H. Komplikasi
a. Hellp syndrom
b. Perdarahan Otak
c. Gagal ginjal
d. Hipoalbuminemia
e. Ablatio retina
f. Edema Paru
g. Solusio plasenta
h. Hipofibrinogenemia
i. Hemolisis
j. Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intrauterin
16

BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Data Biografi
Umur biasanya sering terjadi pada primi gravida ,< 20 tahun atau > 35
tahun, Jenis kelamin,
2. Riwayat Kesehatan
a. keluhan Utama : pasien dengan preeklamsia mengeluh sakit kepala
b. Riwayat kesehatan sekarang : terjadi peningkatan tekanan darah,
oedema, pusing, nyeri epigastrium, mual muntah, penglihatan kabur
c. Riwayat kesehatan sebelumnya : penyakit ginjal, anemia, vaskuler
esensial, hipertensi kronik, DM
d. Riwayat kesehatan keluarga : mempunyai riwayat preeklamsi dan
eklamsi dalam keluarga.
e. Riwayat Obstetri
1. Riwayat kehamilan : riwayat kehamilan ganda, mola hidatidosa,
hidramnion serta riwayat kehamilan dengan pre eklamsia atau
eklamsia sebelumnya
2. Riwayat Menarche : menarche umur 10 – 16 tahun, siklus 21-30
hari, lama 5-7 hari, banyak ≤ 250cc, darah cair, bay khas dan warna
merah.
Keluhan : Dysminore = nyeri yang berhubunga dengan menstruasi
3. Riwayat KB
Pasien yang pernah menggunakan KB hormonal mempunyai resiko
lebih tinggi terjadi peningkatan tekanan darah
4. Pola aktivitas sehari-hari
a. Aktivitas
Gejala : Biasanya pada pre eklamsi terjadi kelemahan,
penambahan berat badan atau penurunan BB, reflek fisiologis +/+,
reflek patologis -/-.
Tanda : Pembengkakan kaki, jari tangan, dan muka

15
17

b. Sirkulasi
Gejala : Biasanya terjadi penurunan oksigen.
c. Abdomen
Gejala :
Inspeksi :Biasanya Perut membuncit sesuai usia kehamilan aterm,
apakah adanya sikatrik bekas operasi atau tidak ( - )
Palpasi :
Leopold I :
Biasanya teraba fundus uteri 3 jari di bawah proc. Xyphoideus teraba
massa besar, lunak, noduler
Leopold II :
Teraba tahanan terbesar di sebelah kiri, bagian – bagian kecil janin di
sebelah kanan.
Leopold III :
Biasanya teraba masa keras, terfiksir
Leopold IV :
Biasanya pada bagian terbawah janin telah masuk pintu atas panggul
d. Eliminasi
Gejala :
Biasanya proteinuria + ≥ 5 g/24 jam atau ≥ 3 pada tes celup, oliguria
e. Makanan / cairan
Gejala :
Biasanya terjadi peningkatan berat badan dan penurunan , muntah-
muntah
Tanda :
Biasanya nyeri epigastrium,
f. Integritas ego
Gejala :
Perasaan takut.
Tanda :
Cemas.
g. Neurosensori
18

Gejala :
Biasanya terjadi hipertensi
Tanda :
Biasanya terjadi kejang atau koma
h. Nyeri / kenyamanan
Gejala :
Biasanya nyeri epigastrium, nyeri kepala, sakit kepala, ikterus,
gangguan penglihatan.
Tanda :
Biasanya klien gelisah,
i. Pernafasan
Gejala :
Biasanya terjadi suara nafas antara vesikuler, Rhonki, Whezing,
sonorTanda :
Biasanya ada irama teratur atau tidak, apakah ada bising atau tidak.
j. Keamanan
Gejala :
Apakah adanya gangguan pengihatan, perdarahan spontan.
k. Seksualitas
Gejala :
Status Obstetrikus
5. Psiko sosial spiritual : Emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan
kecemasan, oleh karenanya perlu kesiapan moril untuk menghadapi
resikonya
6. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum : baik, cukup, lemah
b. Kesadaran : Composmentis (e = 4, v = 5, m = 6)
c. TYV
1. TD : S ≤ 160 mmHg
D ≤ 90 mmHg
2. N : 60 – 100x/menit
3. RR : > 24x/menit jika ada oedema paru
19

4. S : 36,5 – 37,5 ̊c
d. Pemeriksaan Fisik Head to toe
1) Wajah
Inspeksi : Oedema
2) Mata
Inspeksi : Edema pada retina, konjungtiva anemis, sklera
putih
3) Dada dan Payudara
Paru – Paru : Pemeriksaan pernapasan, biasanya pernapasan
mungkin kurang, kurang dari 14x/menit, klien
biasanya mengalami sesak sehabis melakukan
aktifitas, krekes mungkin ada, adanya edema
paru hiper refleksia klonus pada kaki.
Jantung :
Tekanan darah : Biasanya pada preeklamsia terjadi peningkatan
TD, melebihi tingkat dasar setetah 20 minggu
kehamilan,
Nadi : Biasanya nadi meningkat atau menurun
Payudara : Payudara membesar, terdapat hiperpigmentasi
pada aerola mamae, paila mamae menonjol
4) Abdomen
Inspeksi :Biasanya Perut membuncit sesuai usia kehamilan
aterm, apakah adanya sikatrik bekas operasi atau tidak (
- ), Terdapat garis linear nigra, terdapat strecmach.
Palpasi :
Leopold I : Biasanya teraba fundus uteri 3 jari di bawah proc.
Xyphoideus teraba massa besar, lunak, noduler
Leopold II : Teraba tahanan terbesar di sebelah kiri, bagian –
bagian kecil janin di sebelah kanan.
Leopold III : Biasanya teraba masa keras, terfiksir
Leopold IV : Biasanya pada bagian terbawah janin telah masuk
pintu atas panggul
20

5) Genetalia
Terjadi pengeluaran pervagina berupa lendir bercampur darah
Pemeriksaan VT
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan yang bisa didapat dari pengkajian diatas yaitu:
1. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan edema paru
2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan aliran darah
3. Nyeri berhubungan dengan tekanan pada kapsula hepar
4. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan menurunya filtrasi
glomelurus
5. Gangguan persepsi sensori penglihatan berhubungan dengan spasme
arteriola retina
6. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kemampuan
filtrasi menurun
7. Resti terjadi fetal distress pada janin berhubungan dengan perubahan
perfusi pada plasenta
C. Rencana Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan edema paru
Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawaan selama 1 x 24
jamdiharapkan pola nafas klien normal
Kriteria hasil : respirasi dalam batas normal, mudah bernafas, tidak ada
dipsnea, TTV normal.
Intervensi Rasional

Observasi TTV Mengetahui keadaan umum klien

Evaluasi frekuensi pernafasan dan kedalaman Untuk mengetahui pola nafas pasien

Auskultasi bunyi nafas Mengetahui ada tidaknya nafas tambahan

Atur posisi pasien semi fowler Merangsang fungsi pernafasan atau


ekspansi paru

Kolaborasi pemberian oksigen sesuai indikasi Meningkatkan pengiriman oksigen ke paru


21

2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan aliran


darah
Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawaan selama 1 x 24
jamdiharapkan kebutuhan O2 terpenuhi.
Kriteria hasil :CRT < 2 detik, tidak terjadi sianosis
Intervensi Rasional

Catat frekuensi dan kedalaman pernapasan, untuk mengetahui kelemahan otot


penggunaan otot bantu. pernapasan.

Awasi tanda-tanda vital untuk mengetahui tingkat kegawatan klien.

Pantau BGA asidosis yang terjadi dapat menghambat


masuknya oksigen pada tingkat sel.

Kolaborasi dengan dokter pemberian IV meminimalkan fluktuasi dalam aliran


larutan elektrolit vaskuler.

3. Nyeri berhubungan dengan tekanan pada kapsula hepar


Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawaan selama 1 x 24
jamdiharapkan nyeri berkurang
Kriteria hasil : Secara subjektif, klien melaporkan nyeri berkurang atau
dapat diadaptasi, dapat mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau
menurunkan nyeri, klien tidak gelisah, skala nyeri 0-1.
Intervensi Rasional

Kaji secara komprehensif tentang nyeri Mengindikasikan terjadinya komplikasi


meliputi: lokasi, karakteristik, dan onset,
durasi, frekuensi, kualitas, intensitas/beratnya
nyeri dan factor-faktor presipitasi
22

Kaji pengalaman individu terhadap nyeri Dapat membandingkan nyeri yang ada dari
nyeri sebelumnya

Evaluasi tentang keefektifitan dari tindakan Penggunaan persepsi diri/perilaku untuk


mengontrol nyeri yang telah digunakan menghilangkan nyeri dapat membantu
pasien mengatasinya lebih efektif

Berikan informasi tentang nyeri seperti Informasi tentang nyeri dapat membantu
penyebab, beberapa lama terjadi dan tindakan dalam menurunkan persepsi nyeri
pencegahan

Berikan analgetik sesuai anjuran dokter Analgetik diberikan untuk nyeri ringan
yang tidak hilang dengan tindakan
kenyaman

4. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan menurunya filtrasi


glomelurus
Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2 x 24 jam
eliminasi urine klien dalam rentang normal
Kriteria hasil : frekuensi eliminasi urin dalam rentang normal, Urin tidak
mengandung protein
Intervensi Rasional

Monitor pengeluaran urin termasuk frekuensi, Untuk mengetahui warna, frekuensi,


warna, volume, dan senyawa yang terkandung warna, volume, dan senyawa yang
didalamnya terkandung didalamnya

Monitor tanda dan gejala adanya retensi urin Untuk megetahui tanda dan gejala adanya
retensi urin

Catat waktu pengeluaran urin terakhir Untuk mengetahui pengeluaran urin


terakhir
23

Ajaran pasien untuk minum secara lancar Untuk membantu pasien dalam
yaitu 8 galas sehari memasukkan cairan secara optimal

5. Gangguan persepsi sensori penglihatan berhubungan dengan spasme


arteriola retina
Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawaan selama 1 x 24 jam
dapat meningkatkan ketajaman penglihatan dalam batas situasi individu,
mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan.
Kriteria hasil : Mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap
perubahan, mengidentifikasi/memperbaiki potensial bahaya dalam
lingkungan
Intervensi Rasional

Tentukan ketajaman penglihatan, kemudian Penemuan dan penanganan awal


catat apakah satu atau dua mata terlibat. komplikasi dapat mengurangi resiko
Observasi tanda-tanda disorientasi. kerusakan lebih lanjut.

Orientasikan klien tehadap lingkungan Meningkatkan keamanan mobilitas dalam


lingkungan.

Perhatikan tentang suram atau penglihatan Cahaya yang kuat menyebabkan rasa tak
kabur dan iritasi mata, dimana dapat terjadi nyaman setelah penggunaan tetes mata
bila menggunakan tetes mata. dilator

Letakkan barang yang dibutuhkan/posisi bel Komunikasi yang disampaikan dapat lebih
pemanggil dalam jangkauan. mudah diterima dengan jelas.

6. Resiko kekurangann volume cairan berhubungan dengan


kemampuan filtrasi menurun
Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawaan selama 3 x 24 jam
diharapkan klien dapat tidak ada resiko kekurangan volume cairan
24

Kriteria hasil :
- TTV dalam batas normal
- Elastisitas turgor kulit normal
- Tidak ada tanda-tanda dehidrasi
- Membrane mukosa lembab
- Tidak ada rasa haus berlebihan
Intervensi Rasional

Monitor TTV Untuk mengetahui keadaan umum klien

Pertahankan catatan inatake output urin yang Untuk mengetahui perubahan intake output
di buat urin klien

Monitor adanya status dehidrasi Antisipasi terjadinya dehidrasi berat

Monitor hasil lab. yang sesuai dengan retensi Untuk memberikan tindakan yang sesuai
cairan dengan kondisi klien

Kolaborasi pemberian cairan atau Untuk memulihkan energy pasien


makanan/infuse

7. Resti terjadi fetal distress pada janin berhubungan dengan perubahan


perfusi pada plasenta
Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawaan selama 1 x 24 jam
tidak terjadi fetal distress pada janin

Kriteria hasil : tidak ada tanda-tanda gawat janin, djj janin dalam batas
normal (120-160 kali/menit)

Intervensi Rasional

Istirahatkan ibu Dengan mengistrahatkan ibu diharapkan


metabolime tubuh menurun dan peredaran
darah ke plasenta menjadi adekuat,
sehingga kebutuhan oksigen untuk janin
25

dapat terpenuhi

Ajarkan ibu agar tidur miring ke kiri Dengan tidur miring kekiri diharapkan
vena kava bagian kanan tidak tertekan
oleh uterus yg membesar, sehingga aliran
darah ke plasenta menjadi lancer

Pantau tekanan darah ibu Memantau tekanan aliran darah ibu dapat
diketahui keadaan aliran darah ke plasenta
berkurang hingga suplai oksigen ke janin
dapat tersuplai

Kolaborasi dengan dokter pemberian obat Obat anti hipertensi akan menurunkan
antihipertensi tonus arteri dan menyebabkan penurunan
after load jantung dengan vasodilatasi
pembuluh darah turun. Dengan
menurunkan tekanan darah, maka aliran
darah ke bplasenta menjadi adekuat.

Anda mungkin juga menyukai