KASUS
KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. U
Umur : 60 tahun
Jenis kelamin : Laki-Laki
Status perkawinan : Menikah
Pendidikan : Tidak Sekolah
Pekerjaan : Tidak bekerja
II. SUBJEKTIF
Dilakukan autoanamnesis dan alloanamnesis (Istri Pasien), 28 April 2017, jam 06.30 WIB di
Bangsal Anyelir .
Keluhan Utama:
Nyeri pada pinggang bawah.
Riwayat Penyakit Sekarang:
40 tahun yang lalu pasien mengatakan pernah jatuh saat akan turun dari angkutan bis
kota. semenjak kejadian tersebut pasien mulai merasakan adanya rasa nyeri pada daerah
pinggang bawah. Namun nyeri tersebut dapat hilang saat istirahat sehingga pasien
menghiraukan rasa nyeri tersenbut. Awalnya nyeri tersebut hanya berlokasi di pinggang
bawah saja dan pasien masih bisa duduk dan berjalan walaupun dengan bantuan tongkat.
Dikarenakan pasien merasakan keluhan nyeri pada pinggang bawah setelah jatuh dari bis,
pasien memutuskan untuk periksa ke rsud ambarawa. Dokter menyarankan untuk dirawat,
namun keluarga merasa tidak ada perbaikan selama 3 bulan perawatan sehingga pasien
memutuskan untuk dipindah rawat ke rs kariyadi. Di rs kariyadi pasien mendapatkan gips dan
suntik vitamin B12. Pada saat di kariyadi pasien lupa terhadap obat-obatan yang diminum.
Pasien dirawat di rs kariyadi selama 8 bulan.
Setelah perawatan tersebut sekitar 30 tahun yang lalu, nyeri pinggang yang dirasakan
pasien sudah tidak dirasakan kembali atau sembuh. Saat fase sembuh tersebt pasien dapat
melakukan aktivitas seperti biasanya. Kemudian pada 20 tahun yang lalu pasien mengatakan
nyeri pinggang kembali. Nyeri yang dirasakan hanya berlokasi dipinggang dan berkurang
saat istirahat. Kemudian pasien mencoba pengobatan alternatif untuk mengobati nyeri
pinggangnya tersebut. Pengobatan alternatif tersebut dilakukan selama 2 bulan. Pasien bolak
1
– balik ke pengobatan alternatif tersebut disaat pasien merasakan nyeri pinggangnya kembali.
Kemudian pada saat 10 yang lalu dikarenakan nyeri pinggangnya terus tidak membaik
dengan pengobatan alternatif sehingga pasien memutuskan untuk berobat ke praktik dokter B.
Saat didokter B pasien mendapatkan suntikan dan obat yang rutin dikonsumsi yaitu analtram
dan lyrica. Pasien mengatakan bahwa saat itu nyeri pinggangnya tidak sembuh namun rasa
nyerinya berkurang jika minum obat tersebut.
Pada 1 tahun yang lalu pasien masih merasakan nyeri pinggang yang sama, namun
rasa nyerinya semakin bertambah sehingga pasien mengkonsumsi obat rutinnya tersebut yang
seharusnya 1x tapi bisa 2-3 kali. Sekitar 1 bulan yang lalu, pasien meraskan nyeri pinggang
bawah yang menjalar sampai ke ujung tungkai kiri. Nyeri dirasakan seperti ditarik. Skala
nyeri menurut pasien adalah 7 dari 10. Nyeri ini lebih dan bertambah hebat bila batuk, bersin,
atau pinggang mendadak terpuntir. Nyeri dirasakan sedikit berkurang dengan berbaring serta
bertambah berat jika pasien duduk dan berdiri sehingga menyebabkan pasien sulit untuk
duduk dan berjalan. Untuk bangun dari tempat tidur, pasien tidak dapat berdiri sendiri, dan
untuk beraktivitas pasien harus dibantu oleh keluarganya. Pada pasien ini tidak mengeluh
kelemahan anggota gerak dan pasien tidak mengeluh adanya kebas atau kesemutan pada
tubuhnya, pasien masih kooperatif dan dapat menjawab pertanyaan dengan baik. Kekuatan
motorik ekstremitas atas pasien masih baik atau masih dengan nilai 5, sedangkan pada
anggota gerak bawah sulit dinilai karena nyeri pada punggung bagian bawah jika digerakkan.
Sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit keluhan semakin memberat, pasien
tidak bisa duduk sama sekali apalagi berjalan karena nyeri, sehingga pasien hanya berbaring,
BAB dan BAK dilakukan di tempat tidur dengan menggunakan pispot.pasien mengatakan
nyeri pada bagian perut bagian bawah dan pasien juga mengatakan sering anyang-anyangan.
Nafsu makan pasien berkurang. Gejala tidak didahului dengan demam, mual, muntah, batuk,
kelemahan anggota gerak serta baal. BAB normal.
2
Riwayat Penyakit Keluarga:
Riwayat keluhan serupa disangkal
Riwayat Pengobatan
Sekitar 40 tahun yang lalu pasien pernah dirawat di RSUD Ambarawa selama 3 bulan namun
keluarga pasien meminta untuk dirawat di RSUD Kariyadi. Pasien dirawat di kariyadi selama
8 bulan dan menerima suntikan vitamin B12 + gips. Selain itu pasien berobat ke alternatif
untuk melatih pergerakan nyeri pinggangnya dan berobat ke praktik dokter saraf. Obat rutin
yang sering diminum pasien untuk mengobati nyerinya yaitu analtram dan lyrica yang
diminum 1x sehari, namun jika nyerinya bertambah pasien meminum obat tersebut menjadi
2-3x sehari.
Anamnesis Sistem :
Sistem serebrospinal : tidak ada keluhan
Sistem neurologi : tidak ada keluhan
Sistem kardiovaskular : tidak ada keluhan
Sistem respirasi : tidak ada keluhan
Sistem gastroinstestinal : tidak ada keluhan
Sistem musculoskeletal : nyeri pinggang bawah kiri menjalar sampai ke ujung kaki
Sistem integument : tidak ada keluhan
Sistem urogenital : tidak ada keluhan
RESUME ANAMNESIS
Pasien laki-laki usia 60 tahun datang ke RSUD Ambarawa dengan keluhan nyeri
pinggang kiri menjalar sampai ke ujung kaki memberat sejak 1 hari yang lalu yang
mengakibatkan pasien tidak bisa duduk dan berjalan. Sebelumnya pasien juga pernah
mengalami hal serupa sejak 40 tahun yang lalu, Pasien telah berobat minum obat analtram
dan lyrica serta beristirahat tetapi tidak kunjung membaik, kemudian pasien dibawa ke IGD
RSUD Ambarawa karena rasa nyeri yang semakin bertambah. Pasien juga seing anyang-
3
anyangan dan nyeri pada bagian perut bawah. Pasien memiliki riwayat trauma pada medula
spinalis sejak 40 tahun yang lalu.
DISKUSI I
Pada pasien ini didapatkan rasa nyeri seperti ditusuk-tusuk dan seperti ditarik yang
menjalar sampai ke ujung kaki. Nyeri tersebut sering berulang dan sudah dirasakan sejak
lama.
Nyeri merupakan suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan
yang berkaitan dengan kerusakan jaringan yang sudah atau berpotensi terjadi atau
digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut (International Association for the Study of
Pain, 1994). Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh
individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual dan kemungkinan nyeri
dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda.
Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling mungkin adalah menggunakan
respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri. Namun, pengukuran dengan tehnik ini juga
tidak dapat memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri (Tamsuri, 2007).
Sumber Nyeri
Jika ditinjau dari sumbernya nyeri dapat diklasifikasikan menjadi:
o Nyeri nociceptive, tipe nyeri “normal” yang mana muncul dari jaringan yang
benar-benar atau berkemungkinan rusak dan hasil dari aktivasi nociceptor dan
proses yang berikutnya di sistem saraf yang utuh (Rohkamm, 2004).
o Nyeri somatik adalah variasi dari nyeri nociceptive yang diperantarai oleh
serabut afferen somatosensoris yang mana ianya lebih mudah dilokalisir
dengan kualitas tajam, sakit dan berdenyut. Variasi dari nyeri biasanya seperti
nyeri pascaoperasi, traumatis, dan inflamasi lokal (Rohkamm, 2004).
o Nyeri visceral lebih sulit untuk dilokalisasi dan diperantarai di perifer oleh
serabut C dan di sentral oleh jaras korda spinalis dan terutamanya berakhir di
sistem limbik. Ini menjelaskan tentang perasaan tidak enak dan kesulitan
emosional yang disebabkan oleh nyeri visceral. Ia dapat dirasakan pada
tempat asal dari rangsangan nyeri atau bisa juga mengarah (refer) ke tempat
lain contohnya dari diafragma ke bahu (Rohkamm, 2004).
o Nyeri neuropatik disebabkan oleh kerusakan pada jaringan saraf. Ia selalu
diarahkan ke distribusi sensoris dari struktur saraf yang terkena. Nyeri
neuropatik tidak harus disebabkan oleh neuropati saja (Rohkamm, 2004).
4
Jenis Nyeri
Jika ditinjau dari jenisnya, nyeri dapat dibedakan menjadi nyeri nosiseptif,
neurogenik, dan psikogenik. Nyeri nosiseptif timbul karena adanya kerusakan pada
jaringan somatik atau viseral sedangan nyeri neurogenik adalah nyeri yang didahului
atau disebabkan oleh lesi , disfungsi atau gangguan sementara primer pada sistem
saraf pusat atau perifer (Tamsuri, 2007). Menurut Smeltzer & Bare (2002), jenis
pengukuran nyeri adalah sebagai berikut :
Skala intensitas nyeri deskriptif
Skala pendeskripsi verbal (verbal descriptor scale, VDS) merupakan sebuah garis
yang terdiri dari 3-5 kata pendeskripsi yang tersusun dengan jarak yang sama di
sepanjang garis. Pendeskripsi ini diranking dari “tidak terasa nyeri” hingga “nyeri
yang tidak tertahankan”. Alat VDS ini memungkinkan pasien memilih sebuah
kategori untuk mendeskripsikan nyeri.
Skala penilaian numerik
Skala penilaian numerik (numerical rating scales, NRS) digunakan sebagai pengganti
alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini, pasien menilai nyeri dengan menggunakan skala
1-10. Skala biasanya digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah
intervensi terapeutik.
Skala analog visual
Skala analog visual (visual analogue scale, VAS) merupakan suatu garis lurus yang
mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan pendeskripsi verbal pada setiap
ujungnya. Skala ini memberikan pasien kebebasan penuh untuk mengidentifikasi
keparahan nyeri.
Skala nyeri Bourbanis
Kategori dalam skala nyeri Bourbanis sama dengan kategori VDS, yang memiliki 5
kategori dengan menggunakan skala 0-10. Kriteria nyeri pada skala ini yaitu:
0 : tidak nyeri
1-3 : nyeri ringan, secara objektif pasien dapat berkomunikasi dengan baik
4-6 : nyeri sedang, secara objektif pasien mendesis, menyeringai, dapat menunjukkan
lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik
7-9 : nyeri berat, secara objektif pasien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi
masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat
mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi, nafas panjang, dan
distraksi
5
10 : nyeri sangat berat, pasien sudah tidak mampu berkomunikasi lagi
6
Sementara klasifikasi sumber nyeri pinggang bawah (NPB) menurut Macnab (2007) dapat
dibagi atas beberapa jenis yaitu:
- Viserogenik
Merupakan nyeri punggung bawah yang bersumber oleh adanya kelainan pada organ
dalam (viseral) seperti gangguan ginjal, usus, dan lain-lain.
- Neurogenik
Merupakan NPB yang bersumber dari adanya penekanan pada saraf punggung bawah.
- Vaskulogenik
Merupakan NPB yang bersumber dari adanya gangguan vaskuler disekitar punggung
bawah.
- Spondilogenik
Merupakan nyeri punggung bawah yang bersumber dari adanya gangguan pada
struktur tulang maupun persendian tulang punggung bawah.
- Psikogenik
Merupakan nyeri punggung bawah yang bersumber dari adanya gangguan psikologis
pasien.
Perbedaan Spondilogenik Viserogenik Neurogenik
7
kesetrum, alodinia
Setelah mempertimbangkan dari jenis dan sumber nyeri. Nyeri yang dirasakan pasien dapat
dicurigai nyeri pinggang bawah tipe neurogenik, spondilogenik, psikogenik. Keluhan seperti
nyeri tertusuk-tusuk dan menjalar hingga ke paha serta ujung kaki serta keluhan bila berjalan
8
terasa nyeri, merupakan salah satu karakteristik nyeri neurogenik. Nyeri neurogenik yang
dirasakan pasien bisa berasal dari kelainan struktur tulang belakang atau spondilogenik yang
mengiritasi struktur saraf di belakangnya (David, 2008).
10
bagian bawah, tetapi terdapat juga disepanjang punggung dan anggota bagian tubuh
lain (Soeharso, 1978). Beberapa jenis penyakit dengan keluhan LBP yang disebabkan
oleh perubahan jaringan antara lain:
- Osteoartritis (Spondylosis Deformans)
Dengan bertambahnya usia seseorang maka kelenturan otot- ototnya juga
menjadi berkurang sehingga sangat memudahkan terjadinya kekakuan pada
otot atau sendi. Selain itu juga terjadi penyempitan dari ruang antar tulang vetebra
yang menyebabkan tulang belakang menjadi tidak fleksibel seperti saat usia
muda. Hal ini dapat menyebabkan nyeri pada tulang belakang hingga ke pinggang
(Idyan, 2008).
- Penyakit Fibrositis
Penyakit ini juga dikenal dengan Reumatism Muskuler. Penyakit ini ditandai
dengan nyeri dan pegal di otot, khususnya di leher dan bahu. Rasa nyeri
memberat saat beraktivitas, sikap tidur yang buruk dan kelelahan (Dieppe,1995
dalam Idyan, 2008).
- Penyakit Infeksi
Menurut Diepee (1995) dalam Idyan (2008), infeksi pada sendi terbagi atas dua
jenis, yaitu infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri dan infeksi kronis,
disebabkan oleh bakteri tuberkulosis. Infeksi kronis ditandai dengan
pembengkakan sendi, nyeri berat dan akut, demam serta kelemahan.
11
Pada nyeri punggung bawah perlu diwaspadai adanya Red Flag, yaitu tanda dan gejala
yang menandai adanya kelainan serius yang mendasari nyeri. Red flags dapat
diketahui melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik. Penilaian awal pada penderita
nyeri punggung bawah adalah untuk mengeksklusikan kemungkinan diagnosis
banding penyakit yang serius (memerlukan penanganan segera dan masif) yaitu
tumor,infeksi, dan fraktur (Greenberg, 2001). Kondisi yang merupakan “Red Flag”
(bendera merah) dari LBP (Low Back Pain) adalah:
- Adanya sindroma kauda equina (terutama retensi urin, gejala dan tanda
neurologis bilateral, saddle anesthesia)
- Trauma yang bermakna
- Kehilangan berat badan
- Riwayat kanker
- Demam
- Penggunaan obat-obat iv atau paparan HIV
- Penggunaan steroid
- Umur lebih dari 50 tahun atau kurang dari 20 tahun
- Nyeri berat yang tidak hilang saat malam hari
- Nyeri bertambah saat berbaring (Greenberg, 2001).
ANKILOSING SPONDILITIS
12
Ankylosing spondylitis adalah bentuk artritis langka yang menyebabkan peradangan pada
tulang belakang dan sendi-sendi sakroiliaka.Kondisi ini ditandai dengan kekakuan progresif
dari sekelompok sendi dan ligamen di tulang belakang, menyebabkan rasa sakit kronis dan
gangguan mobilitas tulang belakang.Ketika tulang belakang pasien menjadi lebih kaku,
beberapa fraktur stres kecil dapat berkembang dan patah tulang ini dapat sangat menyakitkan.
Jika parah, ankylosing spondylitis juga dapat menyebabkan fusi (penggabungan) ligamen
tulang belakang dengan cakram/diskus antar vertebra.
EPIDEMIOLOGI
Ankylosing spondylitis menyerang 0,1-0,2% populasi di Amerika. Sementara di dunia
sebanyak 0,1-1,0% populasi. Penyakit ini menyerang pada pria di banding wanita sebanyak
3:1. Onset dimulainya penyakit dimulai pada usia dewasa muda sampai usia awal dewasa.
Sementara pada usia lebih dari 45 tahun jarang ditemukan. Penyakit ini 10-20 kali lebih
sering terjadi pada orang-orang yang orang tua atau saudaranya menderita spondilitis
ankilosing
ETIOLOGI
Etiologinya tidak diketahui tetapi melibatkan interaksi faktor genetic dan lingkungan.
Kecenderungan mengembangkan ankylosing spondylitis dipercayai adalah diwariskan secara
genetik, dan mayoritas (hampir 90%) dari pasien-pasien dengan ankylosing spondylitis
dilahirkan dengan gen HLA-B27.
PATOFISIOLOGI
Patologi utama dari Ankylosing spondylitis adalah proses peradangan kronis, termasuk
CD4, CD8, limfosit T dan makrofag. Sitokin, terutama tumor necrosis factor-α (TNF-α) dan
Transforming Group Factor-β (TGF-β), juga penting dalam proses inflamasi dengan
menyebabkan fibrosis dan pengerasan di tempat terjadinya peradangan. Akhir-akhir ini, dua
lagi gen-gen telah diidentifikasikan yang berkaitan dengan ankylosing spondylitis. Gen-gen
ini disebut ARTS1 dan IL23R. Gen-gen ini tampaknya memainkan suatu peran dalam
mempengaruhi fungsi imun.
GEJALA KLINIS
1. Diskus Intervertebralis
13
Ketika orang menua terjadi perubahan biokimiawi tertentu yang
mempengaruhi jaringan di seluruh tubuh. Pada tulang belakang, struktur dari
diskus intervertebralis (annulus fibrosus,lamellae, dan nucleus pulposus) mungkin
dapat mengalami perubahan biokimiawi tersebut. Annulus fibrosus tersusun dari
60 atau lebih pita yang konsentris dari serabut kolagen yang dinamakan lamellae.
Nucleus pulposus adalah suatu bahan seperti gel didalam diskus intervertebralis
yang dibungkus oleh annulus fibrosus.Serabut kolagen membentuk nukelus
bersama dengan air dan proteoglikan.
Efek degeneratif dari penuaan dapat melemahkan struktur dari annulus
fibrosus yang menyebabkan bantalan melebar dan robek. Isi cairan didalam
nucleus menurun sesuai dengan usia, mempengaruhi kemampuannya untuk
melawan efek kompresi (peredam getaran). Perubahan struktural karena
degenerasi dapat mengurangi ketinggian diskus dan meningkatkan risiko herniasi
diskus.
2. Facet Joint
Sendi facet disebut juga dengan zygapophyseal joints.Masing-masing korpus
vertebrae memiliki empat sendi yang bekerja seperti engsel.Ini adalah persendian
tulang belakang yang dapat menyebabkan ekstensi, fleksi, dan rotasi.Seperti sendi
lainnya, permukaan sendi dari tulang memiliki lapisan yang tersusun dari
kartilago.Kartilago adalah jenis jaringan konektif tertentu yang memiliki
permukaan gesekan rendah karena memiliki lubrikasi sendiri.Degenerai facet joint
menyebabkan hilangnya kartilago dan pembentukan osteofit.Perubahan ini dapat
menyebabkan hipertrofi atau osteoarthritis, dikenal juga sebagai degenerasi joint
disease.
3. Tulang dan ligament
Osteofit dapat terbentuk berdekatan dengan lempeng pertumbuhan tulang,
sehingga dapat mengurangi aliran darah ke vertebra.Kemudian permukaan
pertumbuhan tulamg dapat kaku, terjadi suatu penebalan atau pengerasan tulang
dibawah lempeng pertumbuhan.Ligament adalah pita dari jaringan ikat yang
menghubungkan struktur tulang belakang dan melindungi dari
hiperekstensi.Namun demikian, perubahan degeneratif dapat menyebabkan
ligament kehilangan kekuatannya.
4. Tulang Cervical
14
Kompleksitas anatomi dan pergerakan yang luas membuat segmen ini rentan
terhadap gangguan yang berkaitan dengan perubahan degeneratif.Nyeri leher
sering terjadi.Nyeri dapat menjalar ke bahu ata ke lengan kanan.Ketika suatu
osteofit dapat mengakibatkan kompresi akar syaraf, kelemahan tangan mungkin
tidak disadari. Pada kasus yang jarang, osteofit pada dada dapat mengakibatkan
susah menelan (disfagia).
5. Vertebra Thorakalis
Nyeri yang berkaitan dengan penyakit degeneratif sering dipicu oleh fleksi
kedepan dan hiperekstensi. Pada diskus vertebrae torakalis nyeri dapat disebabkan
oleh fleksi facet join yang hiperekstensi.
6. Vertebra Lumbalis
Spondylosis sering kali mempengaruhi vertebra lumbalis pada orang diatas usia
40 tahun. Nyeri dan kekakuan badan merupakan keluhan utama.Biasanya
mengenai lebih dari satu vertebrae.Vertebrae lumbalis menopang sebagian besar
berat badan.Oleh karenanya, gerakan dapat merangsang serabut saraf nyeri pada
annulus fibrosus dan facet joint.Pergerakan berulang seperti mengangkat dan
membungkuk dapat meningkatkan nyeri.
DIAGNOSIS
1. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik menyeluruh mengungkapkan banyak tentang kesehatan dan
keadaan umum pasien. Pemeriksaan termasuk ulasan terhadap riwayat medis dan
keluarga pasien.Palpasi untuk menentukan kelainan tulang belakang, daerah
dengan nyeri tekan, dan spasme otot.
2. Pemeriksaan neurologis
Pemeriksaan neurologis dengan memeriksa gejala-gejala pasien termasuk
nyeri, kebas, paresthesias, sensasi, motoris, spasme otot, kelemahan, gangguan
perut, dan kandung kemih.Pemeriksaan range of motion, mengukur tingkatan
sampai sejauh mana pasien dapat melakukan gerak fleksi, ekstensi, miring ke
lateral, dan rotasi tulang belakang.
3. Pencitraan
Radiografi (x-rays) dapat memperlihatkan berkurangnya diskus vertebralis dan
osteofit. Namun tidak sejelas CT-scan atau MRI.CT-scan dapat digunakan untuk
15
mengungkap adanya perubahan tulang yang berhubungan dengan
spondylosis.MRI mampu memperlihatkan kelainan diskus, ligament, dan nervus.
4. Kriteria Diagnosis
Untuk memudahkan menegakkan diagnosis telah dibuat kriteria-kriteria
tertentu; umumnya berdasarkan atas gejala klinis dan pemeriksaan radiologis.
Kriteria diagnostik pertama yang dibuat adalah
Kriteria Roma yang dibuat pada tahun 1961
Kriteria klinik
1. Nyeri pinggang dan kekakuan > 3 bulan, yang tidak reda dengan istirahat
2. Nyeri dan kekaknan pada regio thorax
3. Gerak terbatas pada vertebra lumbalis
4. Expansi dada terbatas
5. Riwayat atau adanya bukti dari iritis atau akibatnya
Kriteria Radiologik
Tampak adanya perubahan sacroiliac bilateral merupakan ciri SA
(ini harus disingkirkan OA bilateral dan sendi sacroiliac)
Radiografi yang paling penting teknik pencitraan untuk deteksi, diagnosis, dan tindak lanjut
pemantauan pasien dengan ankylosing spondylitis.Morfologi tulang secara keseluruhan dan
kalsifikasi halus dan ossifications bisa ditunjukkan baik secara radiografi. Diagnosis dapat
dibuat jika fitur radiografi khas dari ankylosing spondylitis hadir.
16
1. X foto polos:
Sakroiliitis terjadi di awal perjalanan dari ankylosing spondylitis dan dianggap
sebagai ciri dari penyakit.Radiografi, tanda paling awal adalahkesuraman dari
sendi.Sendi awalnya melebar sebelum akhirnya menyempit.Erosi tulang
subchondral di sisi iliaka dari sendi terlihat, ini diikuti oleh sclerosis subchondral
dan proliferasi tulang (lihat gambar di bawah)3.
17
belakang dapat mengakibatkan sclerosis dari margin superior dan inferior badan
vertebra, disebut sudut mengkilap (Romanus lesi).
2. CT SCAN
CT scan dari sendi Sakroiliaka, tulang belakang, dan sendi perifer dapat
mengungkapkan bukti sakroiliitis awal, erosi, dan enthesitis yang tidak jelas pada
radiografi standar. Fitur seperti erosi sendi, sclerosis subchondral (lihat gambar
bawah),dan ankilosis tulang yang divisualisasikan lebih baik pada CT scan dari
pada radiografi, namunbeberapa varian normal sendi sacroiliaka dapat
mensimulasikan fitur sakroiliitis
18
Bilateral sakroiliitis. Aksial CT
scan menunjukkan erosi dan iliaka
sclerosis sisisubchondral sendi-
sendi sacroiliac
3. MRI
MRI mungkin memiliki peran dalam diagnosis awal sakroiliitis.Deteksi
peningkatan sinovial pada MRI ditemukan berkorelasi dengan aktivitas penyakit,
yang diukur dengan penanda laboratorium inflamasi.MRI telah ditemukan untuk
menjadi lebih unggul CT scan dalam mendeteksi perubahan tulang rawan, erosi
tulang, dan perubahan tulang subkondral. MRI juga sensitif dalam penilaian
aktivitas penyakit yang relatif dini3
19
Pseudoarthrosis. Sagital T1-tertimbang Pseudoarthrosis (pasien yang
MRI menunjukkan lesi T11-T12 sama seperti pada gambar
diskovertebral menonjol (panah) dengan sebelumnya).
keterlibatan elemen posterior (kepala
panah)
4. Nuclear Imaging
Skintigrafi tulang mungkin membantu untuk pasien dengan ankylosing
spondylitis yang disarankan dalam temuan foto toraks normal atau samar-
samar.Skintigrafi memiliki sensitivitas yang tinggi tetapi spesifisitas rendah dalam
diagnosis sakroiliitis.
20
Kuantitatif skintigrafi
MEDIKASI
Tidak ada tindakan pencegahan atau pengobatan definitif untuk individu dengan
Ankylosing spondylosis. Diagnosis dini dan pendidikan pasien yang tepat adalah
penting.Nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs) biasanya digunakan untuk
mengurangi nyeri dan mengurangi peradangan.Pembedahan ini diarahkan untuk resolusi
komplikasi yang berhubungan dengan Ankylosing Spondylosis.Tidak ada
pengobatan bedah kuratif.Pengobatan konservatif berhasil dalam 75% dari seluruh waktu.
PROGNOSIS
Hasil pada pasien dengan ankylosing spondylitis umumnya baik dibandingkan pada
pasien dengan rheumatoid arthritis.Pasien sering membutuhkan terapi anti-inflamasi jangka
panjang.Cacat fisik parah tidak umum di antara pasien dengan AS.Masalah dengan mobilitas
terjadi pada sekitar 47% pasien. Cacat ini berkaitan dengan durasi penyakit, perifer arthritis,
tulang belakang keterlibatan serviks, usia yang lebih muda saat onset gejala, dan penyakit
hidup bersama. Kecacatan telah ditunjukkan untuk meningkatkan dengan jangka waktu
latihan atau koreksi bedah keterlibatan tulang perifer bersama dan serviks.
DIAGNOSIS SEMENTARA
1. Klinis : Low back pain kronis.
2. Topis : Radiks setinggi L4 – S1
3. Etiologi : neurogenik dd spondilogenik, psikogenik
21
OBJEKTIF (dilakukan pada tanggal anamnesis 28 Maret 2017 pukul 06.30 WIB)
1. Status Generalis
a. Keadaan umum : tampak sakit sedang
b. Kesadaran : Compos Mentis GCS = E4V5M6= 15
c. TD : 80/70 mmHg
d. Nadi : 78 x/menit, Reguller
e. Pernapasan : 20 x/menit, Reguller
f. Suhu : 36oC
g. BB : 65 Kg
h. TB : 165 cm
i. Kepala : normosefali, tidak ada kelainan
j. Mata : OD : pupil bulat, ø 3mm, refleks cahaya langsung (+),
RCTL (+), Ptosis (+), Eksoftalmus (-)
OS : pupil bulat, ø 3mm, refleks cahaya langsung (+),
RCTL (+) Ptosis (-), Eksoftalmus (-)
k. THT : rhinorea (-), otorhea (-), NGT (-)
l. Mulut : Mukosa tidak tampak hiperemis, mulut mencong (-)
a. Faring : Mukosa hiperemis (-), T1-T1 tenang, Uvula
ditengah, arcus faring simetris
b. Lidah : Atrofi papil lidah (-), lidah deviasi (-)
m. Leher : pembesaran KGB (-), tiroid tidak teraba membesar, trachea
ditengah, JVP 5 ± 2 Cm
Thoraks : Cor :
a. Inspeksi : ictus codis tampak
b. Palpasi : kuat angkat, ictus cordis teraba 2 cm
medial di ICS 5 linea Midclavikula
sinistra
c. Perkusi : Kanan jantung : ICS 4 linea
sternalis dextra
Pinggang jantung : ICS 3 linea
parasternalis sinistra
d. Kiri jantung : ICS 5, 2 cm medial linea midclavicula
sinistra
e. Auskultasi : BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)
22
Pulmo
Depan Dextra Sinistra
I: Simetris, retraksi dinding dada I: Simetris, retraksi dinding dada
(+) (+)
Pal :vocal fremitus kanan = kiri Pal :vocal fremitus kanan = kiri
Per: sonor Per: sonor
Aus: suara dasar vesikuler, suara Aus: suara dasar vesikuler, suara
tambahan : wheezing (-), ronchi (- tambahan : wheezing (-),
) ronchi(-)
Belakang I: Simetris, retraksi dinding dada I: Simetris, retraksi dinding dada
(-) (-)
Pal :Stem fremitus kanan = kiri Pal :Stem fremitus kanan = kiri
Per: Sonor Per: Sonor
Aus: suara dasar vesikuler, suara Aus: suara dasar vesikuler, suara
tambahan : wheezing (-), ronchi(-) tambahan : wheezing (-),
ronchi(-)
Depan Belakang
n. Abdomen : datar, supel, timpani, BU (+) normal, hepar & lien tidak
teraba,NT Suprapubis
o. Kelamin : tidak dilakukan pemeriksaan, DC (+)
p. Ekstremitas : Akral hangat (+/+), CRT < 2 detik, edema (-/-)
2. Status psikikus
a. Cara berpikir : Wajar, sesuai umur
b. Perasaan hati : Mudah sedih dan marah
c. Tingkah laku : Wajar, pasien sadar
d. Ingatan : Baik, amnesia (-)
23
e. Kecerdasan : Baik,
3. Status neurologikus
a. Kepala
i. Bentuk : normosefali
ii. Nyeri tekan : negatif
iii. Simetris : simetris
iv. Pulsasi : positif
b. Leher
i. Sikap : Simetris
ii. Pergerakan : Bebas
iii. Kaku kuduk : negatif
c. Pemeriksaan saraf kranial
i. N. I kanan kiri
Subjektif Baik Baik
Dengan bahan baik baik
ii. N. II kanan kiri
Tajam penglihatan baik
Lapangan penglihatan baik
Melihat warna baik
Fundus okuli Tidak dilakukan
iii. N. III kanan kiri
Ptosis (-) (-)
Gerakan mata ke medial Baik Baik
Gerakan mata ke atas Baik Baik
Gerakan mata ke bawah Baik Baik
Nistagmus (-) (-)
Eksoftalmus (-) (-)
Enoftalmus (-) (-)
Pupil - Besar 3 mm 3 mm
24
Refleks konvergensi (+) (+)
Refleks Akomodasi (+) (+)
Melihat ganda (-) (-)
iv. N.IV kanan kiri
Pergerakan mata
(ke bawah-lateral) Baik Baik
Srabismus konvergen (-) (-)
Melihat ganda (-) (-)
v. N.V kanan kiri
Membuka mulut Baik Baik
Menggigit Baik Baik
Refleks kornea Baik Baik
Sensibilitas Baik Baik
Reflek bersin Baik Baik
Trismus Baik Baik
vi. N.VI kanan kiri
Pergerakan mata ke lateral Normal Normal
Strabismus konvergen (-) (-)
Melihat ganda (-) (-)
vii. N.VII kanan kiri
Sulcus nasolabialis simetris
Kedipan mata Baik Baik
Sudut Mulut Baik Baik
Mengerutkan dahi (+) (+)
Menutup mata (+) (+)
Meringis (+) (+)
Mengembungkan pipi (+) (+)
Daya Kecap 2/3 anterior (+) (+)
viii. N.VIII kanan kiri
Detik arloji baik
Suara berisik normal
Weber normal
Rinne normal
25
ix. N.IX
Perasaan lidah 1/3 belakang baik
Refleks Muntah +
Arcus pharynx Baik
Tersedak (-)
Sengau (-)
x. N.X
Arcus pharynx Simteris
Menelan normal
Bicara normal
xi. N.XI kanan kiri
Mengangkat bahu Baik Baik
Memalingkan kepala Baik Baik
Tropi otot bahu Eutrofi Eutrofi
Sikap Bahu Simetris Simteris
xii. N.XII
Sikap lidah Deviasi (-)
Arikulasi baik
Menjulurkan lidah (-)
Tremor lidah (-)
Fasikulasi (-)
Trofi otot lidah Eutrofi
Kekuatan lidah baik
b. Badan dan anggota gerak
1. Badan
a. Motorik
i. Respirasi : simetris dalam keadaan statis dan dinamis
ii. Duduk : Tidak dapat dinilai
iii. Bentuk columna verterbralis : Tidak dapat dinilai
iv. Pergerakan columna vertebralis : Tidak dapat dinilai
b. Sensibilitas kanan kiri
Taktil + +
Nyeri + +
Thermi + +
26
Diskriminasi + +
Lokalisasi + +
c. Refleks
Refleks kulit perut atas : baik
Refleks kulit perut bawah : baik
Refleks kulit perut tengah : baik
Refleks kremaster : baik
Pemeriksaan Motorik
B B 5 5 N N Eu Eu
G B T K 5 sdn Tn N N Tr Eu Eu
RF + + RP – – Cl -/-
4. Pemeriksaan Khusus
Posisi terlentang :
a. Patrick : (-/-)
b. Kontra patrick : (-/+)
c. Lasegue : (-/+)
d. Braggard : (-/+)
e. Valsava : (-)
f. Neffsiger : (-/-)
g. Tes Sicard : (-/+)
h. Tes Door-Bel : (-/-)
Posisi Telungkup :
Pasien sulit melakukan posisi telungkup
a. Gibbus : (-)
b. Spasme otot : (+)
c. Nyeri ketok : (-)
d. Nyeri tekan pada vertebra : VL4,5 –VS1
27
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tanggal 28 April 2017
DARAH LENGKAP
Hematokrit 29,7(L) 40 – 52
KIMIA DARAH
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Glukosa puasa 73 82-115
HDL direct 19 28-63
URIN RUTIN
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Urobilinogen +1 Negatif
Leukosit 10-12 <5
Lain-lain Bakteri +1 -
Kesan : adanya infeksi pada saluran kemih
Pemeriksaan Sensibilitas : Dalam batas normal
Pemeriksaan Fungsi Vegetatif : Dalam batas normal
Tanggal 29 April 2017
Pasien di konsulkan ke spesialis rehab medik dalam dengan keluhan :
- Hasil rontgen menunjukkan kesan ankilosing spondiolosis dan LBP
28
Tanggal 29 April 2017
Jawaban konsul dari spesialis rehab medik :
- Diagnosa : LBP
- Positioning dan alih baring
HASIL PEMERIKSAAN RONTGEN LUMBOSACRAL AP/LATERAL (28 april
2017)
IV. RESUME
Objektif :
Dari pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis, GCS 15 (E4V5M6),
Tekanan darah : 80/70mmHg, Nadi 78x/menit, RR 20x/menit, Suhu : 36, oC, Pupil : Isokor,
3mm/3mm, RCL +/+, RCTL +/+. Pada pemeriksaan khusus ditemukan Patrick (-/-) Kontra
patrick (-/+) Lasegue (-/+) Braggard (-/+)Valsava (-) Tes Sicard (-/+) Tes Door-Bel (-/-)
Kekuatan motorik ekxtremitas atas (5/5), ekstremitas bawah (5/sdn), atrofi (-), tonus otot
normal. Refleks fisiologis (+) dan refleks patologis (-) pada semua ekstremitas.
29
V. DIAGNOSIS AKHIR
Diagnosis Klinis : Nyeri punggung bawah menjalar ke paha dan tumit
Diagnosis Topis : Vertebra dan radiks nervus spinalis L4-S1
Diagnosis Etiologi : Ankilosis spondoilosis
Diagnosis Tambahan : ISK.
DISKUSI II
Sebelum dilakukan tes provokasi n. ischiadicus, perlu dilakukan tes penilaian kelainan
sendi sakro-iliaka yaitu tes Patrick dan Contra-Patrick. Karena didapatkan hasil positif maka
didaptkan adanya kelainan pada sendi sakro-iliaka. Kemudian dilakukan pemeriksaan
provokasi ischiadikus, menunjukkan hasil yang positif pada pemeriksaan laseque, sicard dan
bragard. Fungsi motorik ekstremitas atas pasien ini masih baik, namun pada ekstremitas
bawah sulit untuk dinilai karena terdapat rasa nyeri. Sedangkan fungsi sensoris pasien ini
masih baik.
Pada kasus ini pasien laki-laki usia 60 tahun di diagnosa dengan low back pain.
Berdasarkan hasil anamnesis yang telah dilakukan baik secara alloanamnesis maupun secara
autoanamnesa.Selanjutnya dilakukan pemeriksaan fisik mulai dari vital sign sampai
dengan Head to Toe. Pada vital sign didapatkan dalam batas normal.
Pada pemeriksaan lab darah lengkap didapatkan penurunan sel darah merah,
hemoglobin dan hematokrit. Kemudian, hasil kimia darah yang menunjukkan penurunan pada
kadar gula puasa dan HDL. Pada pemeriksaan urin rutin didapatkan adanya bakteri,
urobilinogen dan leukosit yang tinggi hal ini menandakan adanya infeksi pada saluran kemih.
Dari hasil pemeriksaaan tersebut, didapatkan diagnosis pasien adalah low back pain,
yang ditunjang dengan pemeriksaan khusus seperti yang menginterpretasikan bahwa ini
merupakan kemudian untuk menegakan diagnosis perlu ditunjang dengan rontgen
lumbosacral hasil rontgen lumbosacral yang dalam literatur disebutkan bahwa rontgen
lumbosacral merupakan Gold Standard dari low back pain, setelah itu dilakukan rontgen
lumbosacral didapatkan kesan adanya gambaran ankilosing spondilosis.
Hasil dari pemeriksaan fisik dan penunjang menunjukkan ke arah low back pain,
ankilosing spondilosis serta terdapat adanya infeksi pada saluran kemih.
31
PLANING
A. Diagnosa :
- Marker gen HLA-B27
- CT-scan dan MRI
- Mielografi
- EMG / NCS
B. Terapi :
- Non Medika Mentosa :
IVFD RL 20 Tpm
Konsul Rehab Medik untuk didilakukan pemrograman rehabilitasi
medik (Fisioterapi):
- Positioning
- Alih baring
- Mobilisasi bertahap
- Back exercise
- Medikamentosa :
- Inj. Ranitidine 2x1 IV
- Inj. Ketorolac 2x30
- Inj. Mecobalamin 1x1
- Po. Diazepam 2x2
- Po. Amitriptilin 2x1/2
- Po. Ciprofloksasin 2x500
C. Edukasi :
a. Makan obat dan kontrol ke dokter secara teratur.
b. Menjalani fisioterapi secara rutin sesuai jadwal.
c. Edukasi keluarga.
D. Monitoring :
a. Keadaan umum
b. GCS
c. Tanda vital
d. Pemeriksaan penunjang
33
VIII. PROGNOSIS
Death : Dubia ad bonam
Disease : Dubia ad bonam
Dissability : Dubia ad bonam
Discomfort : Dubia ad bonam
Dissatisfaction : Dubia ad bonam
Distutition : Dubia ad bonam
DISKUSI III
Pada pasien ini didapatkan gejala yang mengarah pada nyeri neurogenik dan
spoindogenik. Pemeriksaan fisik menunjukkan adanya bangkitan nyeri pada saat pemeriksaan
fisik dan spasme otot yang jelas. Sehingga, pada penderita ini terapi yang digunakan adalah
kombinasi analgesia dan muscle relaxant agent. Pada penderita ini didapatkan adanya spasme
otot paraspinal yang jelas.
Ketorolac
Ketorolac tromethamine merupakan analgesik poten dengan efek anti-inflamasi
sedang. Ketorolac merupakan satu dari sedikit AINS yang tersedia untuk pemberian
parenteral. Dosis IV sebesar 15-30 mg. Efek samping pemberian ketorolac berupa
gangguan saluran cerna, kantuk, pusing, dan sakit kepala.
Mecobalamin
Memiliki kandungan yang merupakan metabolit dan vitamin B12 yang berperan
sebagai koenzim dalam proses pembentukan methionin dari homosistein. Reaksi ini
berguna dalam pembentukan DNA, serta pemeliharaan fungsi saraf. Mekobalamin
berperan pada neuron susunan saraf melalui aksinya terhadap reseptor NMDA dengan
perantaraan S-adenosilmehione (SAM) dalam mencegah apoptosis akibat
glutamateinduced neurotoxicity. Hal ini menunjukkan adanya kemungkinan peranan
termasuk juga dapat dipakai untuk melindungi otak dari kerusakan pada kondisi
hipoglikemia dan status epileptikus.
Ranitidin
Diberikan sebagai gastroprotektor dan mencegah efek samping dan interaksi dari obat
lain. Ranitidin adalah suatu histamin antagonis reseptor H2 yang menghambat kerja
histamin pada reseptor H2 di lambung dan mengurangi sekresi asam lambung.
34
Diazepam
Diazepam merupakan turunan bezodiazepin. Kerja utama diazepam yaitu potensiasi
inhibisi neuron dengan asam gamma-aminobutirat (GABA) sebagai mediator pada
sistem syaraf pusat. Diazepam diberikan sebagai muscle relaxant pada kasus ini.
Amitriptilin
Amitriptilin merupakan jenis obat anti depresan, yang biasa digunakkan untuk
mengurangi rasa nyeri pada bagian persarafan, mekanisme keja dengan menghambat
re uptake neurotransmiter dan penghancuran enzime oleh monoamin oxidase.
Ciprofloksasin
Ciprofloksasin merupakan antibiotik golongan fluorokuinolon generasi ke 2. Obat
inin bekerja dengan melakukan penghambatan terhadap dua jenis enzim
topoisomerase yaitu enzim DNA gyrase dan enzim topoisomerase IV. Kedua enzim
tersebut berperan dalam pembentukan sel DNA bakteri. Antibiotik broad spectrum
yang aktif mematikan bakteri gram negatif maupun positif.
Komplikasi
1. Proses penyakit berlanjut terus dapat mempengaruhi pernafasan karena ekspansi dada
terganggu. Ankylosing spondylitis dapat menyebabkan peradangan dan luka goresan
pada paru-paru, menyebabkan batuk dan sesak napas, terutama dengan latihan dan
infeksi-infeksi. Oleh karenanya, kesulitan bernapas dapat menjadi suatu komplikasi
yang serius dari ankylosing spondylitis.
2. Komplikasi yang jarang dari ankylosing spondylitis melibatkan luka parut dari sistim
elektrik jantung, menyebabkan suatu denyut jantung yang abnormal rendah. Suatu alat
pemacu jantung mungkin perlu pada pasien-pasien ini untuk mempertahankan denyut
jantung dan hasil (output) yang memadai. Bagian aorta yang paling dekat dengan
jantung dapat meradang, berakibat pada kebocoran dari klep aorta. Pasien-pasien ini
dapat mengembangkan sesak napas, kepeningan, dan gagal jantung.
3. Spondylitis yang lanjut dapat menjurus pada endapan-endapan yang disebut amyloid
kedalam ginjal-ginjal dan berakibat pada kegagalan ginjal. Penyakit ginjal yang
progresif dapat menjurus pada kelelahan kronis dan mual dan dapat memerlukan
pembuangan racun-racun darah yang terakumulasi dengan suatu mesin penyaringan
(dialysis).
35
Prognosis
Prognosis baik dibandingkan pada pasien dengan rheumatoid arthritis. Pasien sering
membutuhkan terapi anti-inflamasi jangka panjang. Cacat fisik parah tidak umum di
antara pasien dengan AS. Masalah dengan mobilitas terjadi pada sekitar 47% pasien.
Cacat ini berkaitan dengan durasi penyakit, perifer arthritis, tulang belakang
keterlibatan serviks, usia yang lebih muda saat onset gejala, dan penyakit hidup
bersama. Kecacatan telah ditunjukkan untuk meningkatkan dengan jangka waktu
latihan atau koreksi bedah keterlibatan tulang perifer bersama dan serviks.
FOLLOW UP
28 april 2017 29 april 2017 30 April 2017
S Nyeri pada pinggang Pinggang sampai dengan Nyeri sudah mulai
sampai dengan kaki paha nyeri sperti ditarik berkurang
O KU : TSS, Kes : CM KU : TSS, Kes : CM KU : TSS, Kes : CM
GCS = 15 (E4M6V5) GCS = 15 (E4M6V5) GCS = 15 (E4M6V5)
S : 36o C, N: 78x/mnt S : 36,5o C, N: 90x/mnt S : 36o C, N: 90x/mnt
RR: 20x/mnt RR: 20x/mnt RR: 20x/mnt
TD : 80/70 mmHg TD : 110/80 mmHg TD : 110/80 mmHg
Pupil:Isokor, Pupil:Isokor, Pupil:Isokor,
RCL +/+, RCTL +/+ RCL +/+, RCTL +/+ RCL +/+, RCTL +/+
NGT (-), DC(+) NGT (-), DC(+) NGT (-), DC(+)
36
P.O Diazepam 2x2 P.O Diazepam 2x2 P.O Diazepam 2x2
P.O Amitriptilin 1x1/2 P.O Amitriptilin 1x1/2 P.O Amitriptilin 1x1/2
R/ :
- Konsul Rehab medik
(+)
- Rontgen
Lumbbosacral (+)
- Darah rutin, kimia
darah dan urin rutin
A LBP LBP
Ankilosing Spondilosis Ankilosing Spondilosis
ISK ISK
P Inf RL 20 tpm Inf RL 20 tpm
Inj. Ranitidin 2x1 Inj. Ranitidin 2x1
Inj. Ketorolac 2x30 Inj. Ketorolac 2x30
37
Inj. Mecobalamin 1x1 Inj. Mecobalamin 1x1
P.O Diazpam 2x2 P.O Diazpam 2x2
P.O Amitriptilin 2x1/2 P.O Amitriptilin 2x1/2
Obat pulang :
P.O Meloxicam 1x1
P.O Diazepam 2x2
P.O amitriptilin 2x1/2
P.O Glukosamin 2x1
P.O Ciprofloksasin 2x500
38
LAMPIRAN
Tes Beck Depression Inventory
( Pilihlah salah satu penyataan yang anda anggap sesuai dengan diri anda saat ini, dengan
memberi tanda silang (x) pada huruf di depan penyataan yang anda pilih )
1. 0. Saya tidak merasa sedih
1. Saya merasa sedih
2. Saya merasa sedih sepanjang waktu dan saya tidak dapat menghilangkannya
3. Saya begitu sedih sehingga saya merasa tidak tahan lagi
8. 0. Saya tidak merasa bahwa saya lebih buruk daripada orang lain
1. Saya selalu mencela diri saya sendiri karena kelemahan atau kekeliruan saya
2. Saya menyalahkan diri saya sendiri sepanjang waktu atas kesalahan – kesalahan
saya
3. Saya menyalahkan diri saya sendiri atas semua hal buruk yang terjadi
40
2. Saya tak kehilangan sebagian besar minat saya terhadap orang lain
3. Saya telah kehilangan seluruh minat saya terhadap orang lain
14. 0. Saya tidak merasa bahwa saya kelihatan lebih jelek daripada sebelumnya
1. Saya merasa cemas jangan – jangan saya tua atau tidak menarik
2. Saya merasa bahwa ada perubahan – perubahan tetap pada penampilan saya yang
membuat saya kelihatan tidak menarik
3. Saya yakin bahwa saya kelihatan jelek
21. 0. Saya tidak merasa ada perubahan dalam minat saya terhadap seks pada akhir –
akhir ini
1. Saya kurang berminat terhadap seks kalau dibandingkan dengan biasanya
2. Sekarang saya sangat kurang berminat terhadap seks
3. Saya sama sekali kehilangan minat terhadap seks
TOTAL :
KRITERIA:
LEMBAR JAWABAN BECK DEPRESSION INVENTORY
NAMA :
Jenis kelamin : P/L
Tanggal lahir :
Tanggal tes :
NO 0 1 2 3 NILAI
1
2
3
4
5
6
7
42
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
JUMLAH TOTAL
43
Daftar Pustaka
1. Baehr M, Frotscher M. Suplai darah dan gangguan vaskular sistem darah pusat.
Dalam: Diagnosis Topik Neurologi DUUS: Anatomi, fisiologi, Tanda, Gejala). Edisi
4. EGC, Jakarta. 2005;371–438.
2. Baraliakos, X., Listing, J., Rudwaleit, M., Sieper, J. and Braun, J. (2009),
Development of a radiographic scoring tool for ankylosing spondylitis only based on
bone formation: Addition of the thoracic spine improves sensitivity to change.
Arthritis Care & Research, 61: 764–771. doi: 10.1002/art.24425
3. Bimariotejo. (2009). Low Back Pain (LBP). Diambil 29 April 2017
dari www.backpainforum.com.
4. Cadwell, E & Hegner, B R. (2003). Asisten Keperawatan: Suatu Pendekatan Proses
Keperawatan Edisi 6. Jakarta: EGC.
5. Daniel. (2006). OAINS Konvensional Masih Jadi Pilihan. Diambil 28 April 2017
dari http://www.majalah.farmacia.com/default.asp.
6. Ester, M. (2005). Pedoman Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.
7. Guyton, A C & Hall, J E. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, editor
Bahasa Indonesia : Irawati Setiawan Edisi 9. Jakarta: EGC.
8. Hakim. (1990). Nyeri Pinggang Bawah. Diambil 28 April 2017
dari www.emidicine.com.
9. Hanson JA, Mirza S. Predisposition for spinal fracture in ankylosing spondylitis. AJR
Am J Roentgenol. Jan 2000;174(1):150
10. Ismiyati, S W & Cit, C R. (1997). Latihan Dengan Metode William Dan Mc Kenzie
Pada Nyeri Pinggang Bawah. Jakarta: TITAFI XIII.
11. Jennifer H. Jang,Michael M. Ward, Adam N. Rucker, John D. Reveille, John C.
Davis, Jr,Michael H. Weisman, and Thomas J. Learch. Ankylosing Spondylitis:
Patterns of Radiographic Involvement—A Re-examination of Accepted Principles in
a Cohort of 769 Patients. Radiology January 2011 258:192-198; Published
online October 22, 2010,doi:10.1148/radiol.10100426
44
12. Lawrence H Brent, MD. Ankylosing Spondylitis and Undifferentiated
Spondyloarthropathy http://emedicine.medscape.com/article/332945-overview
13. Maher, S & Pellino. (2002). Aktivitas Tubuh penyebab LBP. Diambil 22 Januari 2017
dari www.healtcare.uiowa.edu.
14. Mook, E & Chin, P W. (2004). The Effects of Slow-Stroke Back Massage on Anxiety
and Shoulder Pain in Elderly Stroke Patients. Diambil 2 Mei 2017
dari http://www.scincedirect.com/science.
15. Peter Duus. Diagnosis Topik Neurologis : Anatomi, Fisiologis, Tanda,Gejala Edisi
IV. Penerbit Buku kedokteran EGC,Jakarta. 2010.
16. Potter, P A & Perry, A G. (2005) . Buku Ajar Fundamental Keperawatan:
Konsep, Proses, dan Praktik Edisi 4 Volume 2. Jakarta: EGC.
17. Priharjo, R. (1993). Perawatan Nyeri: Pemenuhan Aktivitas Istirahat Pasien. Jakarta:
EGC.
18. Rakel. (2002). Nyeri Pinggang Bagian Bawah. Diambil 3 Mei 2017
dari www.nyeripunggungbawah.com.
19. S Craig Humphreys, MD. Ankylosing Spondylitis in Orthopedic Surgery
http://emedicine.medscape.com/article/1263287-overview
20. Wilfred CG Peh, MD, MBBS, FRCP. Imaging in Ankylosing Spondylitis.
http://emedicine.medscape.com/article/386639-overview#showall
45