Askep Apendiksitis
Askep Apendiksitis
A. KONSEP APENDISITIS
a. Anatomi
Appendiks merupakan organ yang berbentuk tabung dengan
panjang kira-kira 10 cm dan berpangkal pada sekum. Appendiks pertama
kali tampak saat perkembangan embriologi minggu ke delapan yaitu
bagian ujung dari protuberans sekum. Pada saat antenatal dan postnatal,
pertumbuhan dari sekum yang berlebih akan menjadi appendiks yang
akan berpindah dari medial menuju katup ileocaecal.
Pada bayi appendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkal
dan menyempit kearah ujung. Keadaan ini menjadi sebab rendahnya
insidens Apendisitis pada usia tersebut. Appendiks memiliki lumen
sempit di bagian proksimal dan melebar pada bagian distal. Pada
appendiks terdapat tiga tanea coli yang menyatu dipersambungan sekum
dan berguna untuk mendeteksi posisi appendiks. Gejala klinik Apendisitis
ditentukan oleh letak appendiks. Posisi appendiks adalah retrocaecal (di
belakang sekum) 65,28%, pelvic (panggul) 31,01%, subcaecal (di bawah
sekum) 2,26%, preileal (di depan usus halus) 1%, dan postileal (di
belakang usus halus) 0,4%, seperti terlihat pada gambar dibawah ini.
3
Posisi Appendiks (Gambar 2.2)
b. Fisiologi
Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu
secara normal dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke
sekum. Hambatan aliran lendir di muara appendiks tampaknya berperan
pada patogenesis Apendisitis. Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan
oleh Gut Associated Lymphoid Tissue (GALT) yang terdapat disepanjang
saluran cerna termasuk appendiks ialah Imunoglobulin A (Ig-A).
Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi yaitu
mengontrol proliferasi bakteri, netralisasi virus, serta mencegah penetrasi
enterotoksin dan antigen intestinal lainnya. Namun, pengangkatan
appendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh sebab jumlah jaringan
sedikit sekali jika dibandingkan dengan jumlah di saluran cerna dan
seluruh tubuh. (Tsamsuhidajat & Wim de jong, 2010).
4
2. Pengertian
5
a. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai
faktor pencetus disamping hyperplasia jaringan limfe, tumor apendiks
dan cacing askaris.
b. Penyebab lain penyebab apendiks karena parasit seperti E. hystolitica.
c. Penelitian Epidemiologi mengatakan peran kebiasaan makan makanan
yang rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya
apendisitis. Konstipasi akan menarik bagian intrasekal, yang berakibat
timbulnya tekanan intrasekal dan terjadi penyumbatan sehingga
meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon (R Tsamsuhidajat & Wim
De jong, 2010).
Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi
ada factor prediposisi yaitu:
a. Factor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi
ini terjadi karena:
1) Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
2) Adanya fekolit dalam lumen appendiks
3) Adanya benda asing seperti biji-bijian
4) Striktur lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
b. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan
Streptococcus..
c. Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30
tahun (remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan
limpoid pada masa tersebut.
d. Tergantung pada bentuk apendiks:
1) Appendiks yang terlalu panjang
2) Massa appendiks yang pendek
3) Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks
4) Kelainan katup di pangkal appendiks (Nuzulul, 2009).
6
Jadi, berdasarkan referensi diatas yang menyebabkan terjadinya
apendisitis yaitu disebabkan oleh adanya obstruksi yang diakibatkan juga
karena gaya hidup manusia yang kurang dalam mengkonsumsi makanan
tinggi serat.
4. Manisfestasi Klinis
7
Jadi berdasarkan referensi diatas, manisfestasi yang sering
muncul pada kasus apendisitis adalah nyeri namun kadang bisa juga tanpa
nyeri namun terjadinya konstipasi. Pada anak-anak biasanya ditemukan data
yaitu nafsu makan menurun, terjadinya penurunan kesadaran hingga
terjadinya perforasi.
8
5. Pathways
Luka Insisi
Ansietas Apendiks Teregang
9
6. Komplikasi
10
c. Peritontis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan
komplikasi berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun
kronis. Bila infeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum
menyebabkan timbulnya peritonitis umum. Aktivitas peristaltik
berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus meregang, dan hilangnya
cairan elektrolit mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan
oligouria. Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin hebat,
muntah, nyeri abdomen, demam, dan leukositosis. (Mansjoer, 2007)
7. Penatalaksaan
a. Penatalaksanaan Medis
1) Pembedahan (konvensional atau laparaskopi) apabila diagnose
apendisitis telah ditegakan dan harus segera dilakukan untuk
mengurangi risiko perforasi.
2) Berikan obat antibiotik dan cairan IV sampai tindakan pemebedahan
dilakukan.
3) Agen analgesik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakan.
11
4) Operasi (apendiktomi), bila diagnosa telah ditegakan yang harus
dilakukan adalah operasi membuang apendiks (apendiktomi).
Penundaan apendiktomi dengan cara pemberian antibiotik dapat
mengakibatkan abses dan perforasi. Pada abses apendiks dilakukan
drainage. (Brunner&Suddarth, 2014).
b. Penatalaksanaan Keperawatan
12
Jadi berdasarkan pembahasan diatas, tindakan yang dapat
dilakukan terbagi dua yaitu tindakan medis yang mengacu pada tindakan
pembedahan/apendictomy dan pemberian analgetik, dan tindakan
keperawatan yang mengacu pada pemenuhan kebutuhan klien sesuai
dengan kebutuhan klien untuk menunjang proses pemulihan.
a. Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi: Akan tampak adanya tanda pembengkakan (swelling),
rongga perut dimana dinding perut tampak mengencang (distensi).
2) Palpasi: Dibagian perut kanan bawah akan terasa nyeri (Blumbeng
Sign) yang mana merupakan kunci dari diagnosis apendsitis akut.
3) Dengan tindakan tungkai dan paha kanan ditekuk kuat / tungkai di
angkat tingi-tinggi, maka rasa nyeri akan semakin parah (Psoas Sign).
4) Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin parah apabila
pemeriksaan dubur dan vagina terasa nyeri.
5) Suhu dubur atau rectal yang lebih tinggi dari suhu ketiak, lebih
menunjang lagi adanya radang usus buntu.
b. Pemeriksaan Laboratorium
Kenaikan dari sel darah putih hingga sekitar 10.000-18.000/mm3. jika
terjadi peningkatan lebih dari itu, maka kemungkinan apendiks telah
mengalami perforasi (pecah).
c. Pemeriksaan Radiologi
1) Foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit (jarang
membantu).
2) Ultrasonografi/USG
3) CT-Scan.
Berdasarkan referensi diatas, yang menjadi kunci tata laksana
penentuan diagnosa apendisitis yaitu dengan dilakukan pemeriksaan fisik
yaitu salah satunya dengan mempalpasi bagian perut bagian kanan bawah
13
akan terjadi blumbeng sign, lalu dengan memeriksa laboratorium dengan
melihat peningkatan leukosit dan pemeriksaan USG.
14
2. Patofisiologi
Meningkatkan tekanan
Resiko tinggi
intraluminal
kekurangan volume
cairan
appendektomy
Luka post op
15
C. Konsep Asuhan Keperawatan Apendiktomi
1. Pengkajian
Data yang diperoleh haruslah mampu menggambarkan status
kesehatan klien ataupun masalah utama yang dialami oleh klien. Dalam
melakukan pengkajian, diperlukan teknik khusus dari seorang perawat,
terutama dalam menggali data, yaitu dengan menggunakan komunikasi yang
efektif dan teknik terapeutik. (Tarwoto & Wartonah, 2011).
Adapun pemeriksaan yang dilakukan pada kasus apendisitis
berdasarkan NANDA (North American Nursing Diagnosis Association),
2015:
a. Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi: Akan tampak adanya tanda pembengkakan (swelling),
rongga perut dimana dinding perut tampak mengencang (distensi).
Normal: Tidak tampak terjadinya distensi atau penegangan pada
abdomen.
2) Palpasi: Dibagian perut kanan bawah akan terasa nyeri (Blumbeng
Sign) yang mana merupakan kunci dari diagnosis apendsitis akut.
Normal: Tidak teraba atau klien tidak memberikan respon nyeri.
3) Dengan tindakan tungkai dan paha kanan ditekuk kuat / tungkai di
angkat tingi-tinggi, maka rasa nyeri akan semakin parah (Psoas Sign).
Normal: Jika dilakukan pemeriksaan ini, klien tidak akan merasa
nyeri.
4) Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin parah apabila
pemeriksaan dubur dan vagina terasa nyeri.
Normal: Jika dilakukan pemeriksaan ini, klien tidak akan merasa
nyeri.
5) Suhu dubur atau rectal yang lebih tinggi dari suhu ketiak, lebih
menunjang lagi adanya radang usus buntu.
Normal: Suhu ketiak lebih tinggi dibandng dengan suhu dubur ata
vagina.
16
b. Pemeriksaan Laboratorium
Di lihat dari kenaikan leukosit 10.000-18.000/mm3, bila lebih maka
sudah terjadi perforasi.
Normal: Tidak terjadinya peningkatan leukosit melebihi batas normal.
c. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan USG
Normal: Tidak tampak ada peradangan pada bagian Mc. Burney.
2) Foto polos
Normal: Tidak tampak ada kelainan pada organ.
2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan diagnosa Apendiktomi yang menggunakan
pendekatan (NANDA, 2015):
a. Nyeri berhubungan dengan peradangan pada apendiks/post apendiks.
b. Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi secret.
c. Hipertermi berhubungan dengan penyakit atau trauma insisi.
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
anoreksia.
e. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan Distensi abdomen.
f. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan terputusnya ujung
saraf.
g. Defisit perawatan diri berhubungan dengan adanya rasa nyeri post op.
h. Ansietas berhubungan dengan ketidaktahuan pasien terhadap
tindakan/penyakit.
i. Risiko infeksi berhubungan dengan adanya jalan masuk kuman melalui
luka insisi.
j. Risiko kekurangan cairan berhubungan dengan mual dan muntah.
k. Risiko ketidakefektifan gastrointestinal berhubungan dengan adanya
perforasi
17
3. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN (INTERVENSI BEDASARKAN NANDA, 2015)
18
nyeri
11. Tingkatkan istirahat
12. Evaluasi keefektifan control nyeri
13. Monitor penerimaan pasien tentang
mmanajemen nyeri.
b. Analgesik Admistration
1. Tentukan karakteristik, lokasi kualitas
dan derajat nyeri sebelum pemberian
obat
2. Cek instruksi dokter tentang jenis obat,
dosis dan frekuensi
3. Pilih analgesic yang diperlukan atau
kombinasi dari analgetik ketika
pemberian lebih dari satu
4. Tentukan pilihan anlgesik tergantung tipe
dan berat nyerinya
5. Tentukan anlgesik pilihan, rute
pemberian dan dosis optimal,
6. Monitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian anlgesik pertama kali
7. Berikan analgesic tepat waktu terutama
ketika nyeri.
8. Evaluasi efektivitas analgesic, tanda dan
gejala.
19
b. Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi secret.
20
2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan
ventilasi
3. Identifikasi pasien bila perlunya
menggunakan alat bantu nafas buatan
4. Pasang mayo bila perlu
5. lakukan fisioterapi dada bila perlu
6. Keluarkan secret dengan batuk atau
suction
7. Auskultasi suara nafas
8. Lakukan suction pada mayo bila perlu
9. Berikan bronkodiator bila perlu
10. Berikan pelembab udara menggunakan
kassa basah NaCl
11. Monitor status respirasi dan status O2.
21
c. Hipertermi berhubungan dengan penyakit atau trauma insisi.
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi
3. Hipertermi berhubungan NOC : NIC
dengan penyakit atau Thermoregulation a. Fever Treattment
trauma insisi. 1. Monitor suhu sesering mungkin
Kriteria Hasil : 2. Monitor IWL
Batasan karakteristik : a. Suhu tubuh dalam rentang 3. Monitor warna dan suhu kulit
a. Konvulsi normal 4. Monitor tekanan darah, RR dan nadi
b. Kulit kemerahan b. Nadi dan RR dalam rentang 5. Monitor penurunan tingkat kesadaran
c. Peningkatan suhu tubuh normal 6. Monitor WBC, Hb, dan Hct
diatas kisaran normal c. Tidak ada perubahan warna 7. Monitor intake dan output
d. Kejang kulit dan tidak ada pusing 8. Berikan anti piretik
e. Takikardi 9. Berikan pengobatan untuk mengatasi
f. Takipnea demam
g. Kulit terasa hangat 10. Selimuti pasien
11. Berikan tapid sponge
12. Kolaborasi dalam pemberian cairan
intravena
13. Kompres pasien pada lipat paha dan
aksila
14. Tingkatkan sirkulasi udara
15. Berikan pengobatan untuk terjadinya
menggigil
b. Temperature regulation
1. Monitor suhu minimal 2 jam
2. Rencanakan monitor suhu secara
kontinyu
3. Monitor TD, nadi dan RR
22
4. Monitor warna dan suhu kulit
5. Monitor tanda-tanda hipertermi dan
hipotermi
6. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
7. Selimuti pasien untuk mencegah
hilangnya kehangatan tubuh
8. Ajarkan kepada pasien untuk cara
mencegah keletihan akibat panas
9. Diskusikan tentang pentingnya
pengaturan suhu dan kemungkinan efek
negatif dari kedinginan
10. Beritahukan tentang indikasi terjadinya
keletihan dan penanganan emergency
yang diperlukan
11. Berikan anti piretik jika perlu
c. Vital sign monitor
1. Monitor TD, nadi, RR dan suhu
2. Catat adanya fluktuasi tekanan darah
3. Auskultasi TD pada kedua lengan lalu
bandingkan
4. Monitor TD, nadi, RR sebelum, selama
dan sesudah aktivitas
5. Monitor kualitas dari nadi
6. Monitor frekuensi dan irama dan
pernafasan
7. Monitor suara paru
23
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia.
24
n. Cepat kenyang setelah 5. Monitor kulit kering dan perubahan
makan pigmentasi
o. Sariawan rongga mulut 6. Jadwalkan pengobatan dan dan tindakan
tidak dilakukan pada saat jam makan
7. Monitor mual dan muntah
8. Monitor pertumbuhan dan perkembangan
9. Monitor kemerahan, pucat dan kekeringan
jaringan konjungtiva
10. Monitor kalori dan intake nutrisi
25
e. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan Distensi abdomen.
26
f. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan terputusnya ujung saraf.
27
g. Defisit perawatan diri berhubungan dengan adanya rasa nyeri post op.
NO Diagnosa Tujuan dan Kriteri Hasil Intervensi
7 Defisit perawatan diri NOC NIC
berhubungan dengan adanya a. Activity tolerenrancy a. Self Care Assistence: Bathing/Hygiene
rasa nyeri post op. b. mobility: physical impaired 1. Pertimbangkan budaya ketika
c. Self care deficit hygiene mempromosikan perawatan diri
Batasan Karakterisik: d. Sensory perception: auditory 2. Tempat handuk, deodorant dan kebutuhan
a. Ketidakmampuan dalam disturbed. mandi ditaruh disamping tempat tidur atau
mengakses kamar mandi Kriteria hasil kamar mandi.
b. Ketidakmampuan a. Perawatan diri ostomi: 3. Pertimbangkan usia pasien ketika
mengeringkan tubuh tindakan pribadi dalam memromisan perawatan diri
c. Ketidakmampuan dalam mempertahan ostomi untuk 4. Menyediakan lngkungan yang terapeutik
merasakan bagian tubuh eliminasi dengan memastikan hangat, santai, dan
d. Ketidakmampuan dalam b. Perawatan diri: aktivitas personal
merasakan hubungan perawatan fisik dan pribadi 5. Memfasilitasi alat untuk menyikat gigi
spasial secara mandiri klien
e. Ketidakmampuan dalam c. Peawatan diri mandi: mampu 6. Memfasilitasi alat yang dibutuhkan untuk
menjangkau sumber air untuk membersihkan diri mandi
f. Ketidakampuan dalam sendiri secara mandiri 7. Memfasilitasi pemeliharaan rutin yang
mengatur air mandi d. Perawatan diri hygiene biasa pasien tidur, isyarat sebelum tidur
g. Ketidkmampuan dalam e. Perawatan diri oral hygiene 8. Memberikan bantuan sampai pasien
membasuh tubuh f. kebersihan. sepenuhnya dapat mengansumsikan
perawatan diri.
28
h. Ansietas berhubungan dengan ketidaktahuan pasien terhadap tindakan/penyakit.
b. Affektif :
1. Gelisah
2. Kesedihan yang
mendalam
3. Ketakutan
4. Perasaan tidak adekuat
29
5. Berfokus pada diri
sendiri
6. Peningkatan
kewaspadaan
7. Iritabilitas
8. Khawatir
c. Fisiologi :
1. Wajah tegang, tangan
tremor
2. Peningkatan keringat
3. Peningkatan
ketegangan
4. Gemetar, tremor
5. Suara bergetar
d. Simpatik
1. Anoreksia
2. Diare, mulut kering
3. Wajah merah
4. Jantung berdebar-
debar
5. Peningkatan TD
30
i. Risiko infeksi berhubungan dengan adanya jalan masuk kuman melalui luka insisi.
31
j. Risiko kekurangan cairan berhubungan dengan mual dan muntah.
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
10 Risiko kekurangan cairan NOC NIC
berhubungan dengan mual a. Fluid balance a. Fluid management
dan muntah. b. Hydration 1. Timbang popok atau pembalut jika memungkinkan
Batasan Karakteristik: c. Nutritional status : food and 2. Pertahankan catatan intake atau output yang akurat
a. Perubahan status mental fluid intake 3. Monitor status hidrasi (kelembaban, membran mukosa,
b. Penurunan tekanan darah nadi adekuat, tekanan darah ortostatik), jika diperlukan
c. Penurunan tekanan nadi Kriteria hasil : 4. Monitor vital sign
d. Penurunan volume nadi a. Mempertahankan urine output 5. Monitor masukan makanan/cairan dan hitung intake
e. Penurunan turgor kulit sesuai dengan usia dan BB, BJ kalori harian
f. Penurunan turgor lidah urine normal, HT normal 6. Kolaborasi cairan IV
g. Penurunan haluaran urin b. Tekanan darah, nadi, suhu 7. Monitor status nutrisi
h. Penurunan pengisian tubuh dalam batas normal 8. Berikan cairan IV pada suhu ruangan
vena c. Tidak ada tanda-tanda 9. Dorong masukan oral
i. Membran mukosa kering dehidrasi, elastisitas turgor 10. Berikan penggantian nasogastrik sesuai output
j. Kulit kering kulit baik, membran mukosa b. Hypovolemia Management
k. Peningkatan hematokrit lembab, tidak ada rasa haus 1. Monitor status cairan termasuk intake dan output cairan
yang berlebihan. 2. Pelihara IV line
3. Monitor tingkat Hb dan hematokrit
4. Monitor tanda vital
5. Monitor respon pasien terhadap penambahan cairan
6. Monitor berat badan
32
k. Risiko ketidakefektifan gastrointestinal berhubungan dengan adanya perforasi.
33
dan biknat dalam batas 9. Mengkoordinasikan konseling untuk pasien dan
normal keluarga (pendetaa, pecandu alcohol)
g. Tidak ada bunyi naas c. Bowel irrigation
tambahan d. Medication administration
h. Intake output
seimbang
i. Membran mukosa
lembab
34
4. Implementasi
5. Evaluasi
35
DAFTAR PUSTAKA
Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma. 2015, Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC: Jogja: Mediaction
Publishing.
Prasetyo, Sigit Nian. 2010, Konsep Dan Proses Keperawatan Nyeri: Yogyakarta:
Graha Ilmu.
T. Heather Herdman, Shigemi Kamitsuru ; alih bahasa, Budi Anna Keliat. 2015,
Diagnosa Keperawatan; Definisi & klasifikasi 2015=2017: Jakarta: EGC.
36
Lukman, 2008, Gambaran pasien Apendisitis yang Mengalami Perforasi Di
RSUP Hasan Sadikin Bandung dalam (http://elibrary.unisba.ac.id/files/08-
6155_Fulltext_Duplikat.pdf di akses pada 26 Mei 2016)
http://citarum.org/citarum-knowledge/pusat-database/data-tabular/data-dalam-
angka/386-dalam-angka-kab-cianjur-2008/file.html diakses pada tanggal 29
mei 2016 pukul 11.35
Anonim, 2016, Makalah perawatan pre dan post op apendiktomi di akses pada
tanggal 02 Juni 2016 pukul 12.43 dalam
(http://dokumen.tips/documents/pre-op-dan-post-op.html)
Anonim, Latar Belakang. Diakses pada tanggal 22 Juni 2016 pukul 11.22 dalam.
(http://eprints.ums.ac.id/25910/2/BAB_I.pdf)
37