Anda di halaman 1dari 13

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas limpahan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan baik.
Makalah ini berjudul “Sanitasi Lingkungan”. Makalah ini disusun agar dapat
bermanfaat sebagai media sumber informasi dan pengetahuan.
Ucapan terima kasih kepada Dosen Mata Kuliah PKM Current Issue, teman-
teman dan semua pihak yang telah terlibat dan memberikan bantuan dalam bentuk
moril maupun materil dalam proses penyusunan makalah ini, sehingga dapat
selesai tepat pada waktunya.
Penyusun menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu
kritik dan saran yang bersifat konstruktif sangat dibutuhkan.Semoga makalah ini
dapat bermanfaat dan berguna serta bisa digunakan sebagaimana mestinya.

Banda Aceh, Maret 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... ii


DAFTAR ISI ................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................. 2
C. Tujuan Penulisan ................................................................ 2
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Definisi ............................................................................... 3
B. Aspek-Aspek Dalam Sanitasi Lingkungan ........................ 4
BAB III KONSEP PROMOSI KESEHATAN
A. Potret Sanitasi Di Tiga Kota .............................................. 6
B. Analisis Situasi ................................................................... 7
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................ 10
B. Saran ................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia menempati peringkat kedua sebagai negara dengan proporsi


penduduk tanpa akses sanitasi layak. Data United Nation pada 2008 menunjukkan
Indonesia sangat membutuhkan pengelolaan sanitasi. Ini karena sebagian besar
sungai-sungai dan bendungan di Indonesia tercemar oleh limbah rumah tangga
karena pengelolaan sanitasi yang buruk (Heston, 2016 P 1).

Potret sanitasi Indonesia memperlihatkan 30% rumah belum memiliki


sanitasi yang baik. Bahkan hanya 1% anggaran APBD kota dialokasikan untuk
sanitasi dan karena sanitasi yang buruk kerugian ekonomi mencapai 6,3 milyar
dolar per tahun (Heston, 2016 P 1).

Selain itu, pencemaran ke badan air dan lahan mencapai 14.000 ton tinja
perhari. Ini artinya 75% sumber air minum terancam rusak dan genangan di
pemukiman makin sering terjadi yang diperburuk oleh perubahan pola hujan.
Sebuah studi bahkan menggambarkan bahwa akibat sanitasi yang buruk, sebuah
keluarga di Indonesia bisa kehilangan rata-rata Rp 1,25 juta setiap bulan (Heston,
2016 P 1).

Sejak tahun 1993, Indonesia sebetulnya telah menunjukkan peningkatan dua


kali lipat untuk presentase rumah tangga dengan fasilitas sanitasi yang lebih baik.
Namun capaian ini masih berada pada arah yang belum tepat untuk mencapai
target sanitasi MDGs 2015. Untuk mencapai target nasional MDGs, diperlukan
tambahan 26 juta orang dengan sanitasi yang lebih baik pada tahun 2015 (Heston,
2016 P 1).

Data RISKESDAS 2010, seperti dikutip dari Unicef 2012, menunjukkan


bahwa kira-kira 116 juta orang masih kekurangan sanitasi yang memadai. Sampai
tahun 2015 ini diperlukan penyediaan akses layanan sanitasi kepada hampir 30

1
juta orang atau setara enam juta orang pertahun. Kondisi ini ditambah dengan 70
juta orang belum menggunakan fasilitas Buang Air Besar (Heston, 2016 P 1).

B. Rumusan Masalah
1. Apa Definisi Dari Sanitasi Lingkungan ?
2. Apa Saja Aspek-Aspek Dalam Sanitasi Lingkungan ?

C. Tujuan Penulisan
a. Agar Mengetahui Apa Yang Dimaksud Dengan Sanitasi Lingkungan.
b. Agar Mengetahui Apa Saja Aspek-Aspek Dalam Sanitasi Lingkungan.

2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Definisi

Secara praktis, istilah sanitasi dalam Water and Sanitasion Program (2011)
dapat diartikan sebagai alat pengumpulan dan pembuangan tinja serta air buangan
masyarakat secara higienis sehingga tidak membahayakan bagi kesehatan
seseorang maupun masyarakat secara keseluruhan (Depledge, 1997 dalam Heston,
2016 P 5).

Untuk itu diperlukan intervensi di sektor sanitasi yang menurur Philippines


Sanitation Sourcebook (2005), memiliki tiga tujuan utama, yaitu :

1. Memperbaiki kondisi kesehatan


Melalui “Diagram-F” ditunjukkan beberapa rute untuk melakukan
transmisi patogen dari tinja melalui beberapa rute. Rute transmisi
tersebut dapat diberhentikan salah satunya dengan menyediakan fasilitas
sanitasi yang memadai untuk menghindarkan kontak antara tinja dengan
manusia dan binatang (termasuk serangga). Jika transmisi dapat diputus
maka penyakit yang berkaitan dengan tinja dapat dikendalikan atau
bahkan dihilangkan. Intervensi sanitasi menjadi salah satu pemutus.
Dengan demikian maka penyediaan fasilitas sanitasi yang memadai dan
berkelanjutan didaerah spesifik ini akan sangat membantu memperbaiki
kondisi kesehatan walaupun tentunya perlu diikuti pula dengan
intervensi lainnya yaitu penyediaan air bersih dan promosi kesehatan
untuk mendorong praktik cuci tangan menggunakan sabun.
2. Meningkatkan martabat dan kualitas hidup
Fasilitas sanitasi yang aman, memadai, dan dekat dengan tempat tinggal
akan memberikan privasi dan kenyamanan bagi penggunanya.
Pengolahan air limbah yang memadai juga akan dapat meningkatkan
kualitas lingkungan. Kebersihan diri dan lingkungan akan meningkatkan

3
martabat masyarakat. kondisi ekonomi dan sosial di daerah spesifik
yang cenderung rendah dapat ditingkatkan melalui peningkatan status
kesehatan dan kualitas hidup masyarakat. perilaku hidup bersih dan
sehat yang disertai penyediaan infrastrukturnya sangat diperlukan oleh
masyarakat di daerah spesifik.
3. Perlindungan lingkungan.
Pembuangan air limbah domestik secara langsung ke lingkungan dapat
menyebabkan terjadinya degradasi sumber daya air permukaan maupun
air tanah. Kontaminan biologis yang masuk ke sumber air tersebut dapat
menyebabkan berkurangnya kandungan oksigen dalam air yang
sebetulnya diperlukan oleh biota akuatik. Lambat laun sumber air
tersebut dapat menjadi anaerob dan kualitas air dan lingkungan menjadi
turun. Pengadaan fasilitas sanitasi yang memadai didaerah spesifik akan
secara signifikan meningkatkan kualitas badan air.
Sanitasi yang lestari harus melindungi lingkungan dan sumber daya
alam, terjangkau secara ekonomis, diterima secara sosial, serta
dilengkapi faktor teknis dan institusi yang baik.

B. Aspek-Aspek Dalam Sanitasi Lingkungan

Penelitian sanitasi yang berkelanjutan untuk peningkatan kualitas sanitasi


dan/atau merancang sistem sanitasi yang baru perlu mempertimbangkan berbagai
aspek. Ini meliputi aspek kesehatan, aspek sumber daya lingkungan dan alam,
aspek kelembagaan yang akan dijelaskan lebih rinci sebagai berikut : (Heston,
2016 P 7).

1. Konsep kesehatan
Perilaku hidup bersih dan sehat yang disertai penyediaan infrastruktur
sangat diperlukan oleh masyarakat di daerah spesifik. Kondisi sanitasi
dengan kesehatan memiliki keterkaitan yang erat. Sebab sanitasi yang
buruk memicu munculnya penyakit-penyakit berbasis lingkungan yang
disebabkan, pertama, oleh virus seperti ISPA, TBC paru, Diare, Polio,

4
Campak dan Kecacingan. Kedua, disebabkan oleh binatang seperti Flu
Burung, Pes dan Anthrax. Adapun sebab ketiga oleh vektor nyamuk
diantaranya DBD, Chikungunya dan Malaria.
2. Konsep sumber daya lingkungan dan alam
Sanitasi lingkungan dapat pula diartikan sebagai kegiatan yang
ditujukan untuk meningkatkan dan mempertahankan standar kondisi
lingkungan yang mendasar dan mempengaruhi kesejahtraan manusia.
Kondisi tersebut mencakup pasokan air yang bersih dan aman,
pembuangan limbah dari hewan, manusia dan industri yang efisien,
perlindungan makanan dari kontaminasi biologis dan kimia, udara yang
bersih dan aman, serta rumah yang bersih dan aman.
3. Konsep teknologi dan operasi
Penggunaan teknologi dalam pelayanan sanitasi sangat dipengaruhi oleh
kemampuan pengguna dalam mengadakan dan memelihara
keberlanjutan pelayanannya. Selain itu kondisi karakteristik geografi
dan sosial juga berperan penting dalam budaya masyarakat Indonesi
yang cenderung memiliki kekuatan sosial tinggi.
4. Konsep finansial dan ekonomi
Indonesia tengah melangkah menjadi negara berpendapatan menengah
sebagai hasil dari pertumbuhan ekonomi yang stabil dalam beberapa
tahun terakhir. Namun, tingkat akses serta kualitas layanan publik masih
sebanding dengan beberapa negara-negara berpendapatan lebih rendah,
khususnya di bidang kesehatan dan prasarana.
5. Konsep sosial budaya dan kelembagaan
Sesuai dengan Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintah
Daerah, bahwa Daerah Propinsi, Daerah Kabupaten, dan Daerah Kota
berwewenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat.
Dalam beberapa tahun terakhir, koordinasi tersebut cukup meningkat
dengan terbentuknya kelompok kerja Air Minum dan Penyehatan
Lingkungan (AMPL) di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten.

5
BAB III
KONSEP PROMOSI KESEHATAN

A. Potret Sanitasi Di Tiga Kota


1. Lokasi, Waktu Dan Sifat Penelitian

Sosekling Kementerian PU memilih lokasi penelitian berdasarkan


pertimbangan kondisi dan tantangan yang dihadapi masing-masing daerah
spesifik, yaitu pantai dan muara, sungai, rawa dan muka air tanah tinggi, juga
daerah banjir. Berdasarkan pada gambaran karakteristik suatu wilayah dengan
tantangan yang dihadapi, maka wilayah yang dianggap berada pada kondisi
tersebut adalah Jawa Tengah (Kota Solo), Jawa Timur (Kota Malang) dan
Kalimantan Selatan (Kota Banjarmasin) (Heston, 2016 P 21).

Pendekatan penelitian ini adalah studi kasus. Penelitian memusatkan


perhatian pada satu objek tertentu yang diangkat sebagai sebuah kasus untuk
dikaji secara mendalam sehingga mampu mengamati suatu fenomena yang kasat
mata. Data studi kasus dalam penelitian ini dapat diperoleh dari semua pihak yang
bersangkutan , baik melalui wawancara maupun dokumentasi. Data yang
diperoleh dari berbagai cara itu hakikatnya untuk saling melengkapi, karena ada
kalanya data yang diperoleh dari wawancara belum lengkap, sehingga harus dicari
lewat cara lain, seperti observasi dan partisipasi (Heston, 2016 P 21).

Penelitian ini menekankan pada kedalaman pemahaman atas masalah yang


diteliti. Oleh karena itu, penelitian dilakukan secara intensif, terperinci dan
mendalam terhadap suatu gejala atau fenomena tentang sanitasi dengan lingkup
yang sempit. Meskipun lingkup nya sempit, dimensi yang digali cukup luas,
mencakup berbagai aspek hingga tidak ada satu pun aspek yang tertinggal.
Penelitian ini juga lebih menekankan kedalaman subjek dibandingkan banyaknya
jumlah subjek yang dimiliki. Sebagaimana sifat metode penelitian ini dilakukan
terhadap peristiwa atau gejala yang sedang berlangsung, bukan gejala atau
peristiwa yang sudah selesai (expost facto) (Heston, 2016 P 21).

6
B. Analisis Situasi
1. Kabupaten Malang
Terkait dengan pengelolaan sampah, sebagian besar penduduk
Kabupaten Malang (70%) mengelola sampahnya dengan membakar.
Sebagian besar penduduk tidak melakukan pemilahan sampah
domestik. Periode pengambilan sampah domestik yaitu dilakukan tiap
hari dengan diambil atau diangkut (Heston, 2016 P 30).
Penduduk Malang hampir semua memiliki jamban pribadi (92%).
Ada lebih dari setengah (63%) penduduk memiliki saluran akhir
pembuangan tinja yang aman dengan menggunakan septik tank.
Kisaran waktu pembuatan septi tank didominasi (45%) antara 5-10
tahun yang lalu. Terkait dengan waktu pengurasan, hampir semua
(90%) belum pernah dikuras (Heston, 2016 P 30).
Data perilaku buang air besar bagi anak balita menunjukkan bahwa
responden belum memiliki pengetahuan pasti terkait perilaku tersebut.
Namun sebagian besar responden yang mengerti mengungkapkan
bahwa anak balita (28%) tidak terbiasa buang air besar sembarangan.
Sebagai jawaban terbesar (29%), responden tahu bahwa tinja anak
dibuang ke jamban (Heston, 2016 P 30).
Data rumah yang tersambung dengan saluran pengelolaan air
limbah di Kabupaten Malang sebesar (61%). Data dari penelitian
ditemukan ada sebagian besar (74%) rumah tangga tersambung dengan
saluran drainase dan selebihnya tidak memiliki sambungan tersebut.
Kondisi saluran drainase yang ada di Kabupaten Malang sebagian
besar (73%) masih terbuka (Heston, 2016 P 30).
Penduduk Malang (98%) menyatakan tidak pernah terkena
bencana banjir. Namun sebagian kecil yang pernah mengalami banjir
menyatakan bahwa keadaan banjir terjadi secara rutin (Heston, 2016 P
30).
Kondisi sumber air di Kabupaten Malang, menunjukkan bahwa
masih terdapat 90% umber air bersih potensial tercemar. Sebagian

7
besar warga menyimpan dan melakukan pengolahan air terlebih dahulu
sebelum digunakan. Selain itu sebagian besar warga juga menyimpan
yang telah diolah (Heston, 2016 P 30).
Sebagian besar penduduk Malang sudah melakukan Perilaku hidup
bersih dengan cuci tangan pakai sabun, yaitu sesudah buang air besar
(67%) dan sebelum menyantap makanan (66%). Hasil survei
menunjukkan bahwa 76% penggelontor di jamban dapat berfungsi.
Alat berupa sabun ditemui di 68% sarana yang diteliti (Heston, 2016 P
30).
2. Kota Surakarta
Salah satu masalah Kota Surakarta adalah lingkungan mereka
kumuh dan sanitasi lingkungan buruk, juga minim fasilitas tempat
buang air besar dan sumber air yang kurang sehat. Hal tersebut
membutuhkan penanganan yang sejalan dengan program-program
penanggulangan kemiskinan lain di Kota Surakarta (Heston, 2016 P
30).
Sebagai salah satu bentuk pemberdayaan keluarga miskin
khususnya pemilik rumah tak layak huni, Pemerintah Kota Surakarta
telah menyiapkan anggaran pemberian bantuan kepada 1000 KK.
Anggran sebesar Rp. 2.000.000 per keluarga ini digunakan untuk
rehabilitasi rumah dan perbaikan kesehatan lingkungan. Selain itu UN-
HABITAT memberikan pinjaman modal secara tanggung renteng
untuk pendampingan dan pemberdayaan keluarga miskin (Heston,
2016 P 31).
3. Kota Banjarmasin
Kota Banjarmasin memang menghadapi sejumlah permasalahan
terkait sanitasi. Antara lain, kurangnya tingkat kesadaran masyarakat
terhadap Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dan pengelolaan
tinja dan limbah rumah tangga belum merupakan kebutuhan prioritas
masyarakat (Heston, 2016 P 31).

8
Hal itu ditambah situasi banyaknya pembuangan tinja ke sungai
oleh masyarakat yang tinggal dipinggir sungai, juga terbatasnya
pengetahuan masyarakat terhadap tangki septic standar yang sesuai
dengan kondisi daerah kota Banjarmasin (Heston, 2016 P 31).

9
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan

Proses pelaksanaan penelitian dengan menggunakan studi kasus di tiga


lokasi, dengan metode grounded theory, menghasilkan variabel yang dapat
digunakan untuk menjelaskan tingkat kualitas layanan sanitasi. Proses
penelusuran indikator dengan membuat daftar (open coding) dilakukan dengan
membandingkan data primer dan sekunder. Data tersebut adalah penjelasan
indikator fenomena yang diobservasi terhadap pengukuran layanan sanitasi.

Pengukuran yang menghasilkan tingkat layanan perlu diintrepetasi hasilnya


dengan melihat penjelasan indikator terhadap layanan sanitasi wilayah. Hasil
pengukuran juga menjadi dasar dalam melakukan desain program peningkatan
kualitas layanan sanitasi suatu wilayah. Harapannya, tahap demi tahap ini dapat
membuka jalan bagi terwujudnya sanitasi lestari.

B. Saran

Diharapkan hasil makalah ini dapat berguna bagi pemakalah sendiri, para
pembaca dan khusunya kepada seluruh masyarakat indonesia dalam hal sanitasi
lingkungan

10
DAFTAR PUSTAKA

Heston, Yudha Pracastino, dkk. 2016. Sanitasi dan Kesehatan Lingkungan;

Pengukuran dan Keberlanjutannya. Teknosain : Yogyakarta

Kelompok Kerja Sanitasi Kabupaten Malang, Laporan Studi Enviromental Health

Risk Assessment (EHRA) Kabupaten Malang. Malang, 2012

Kelompok Kerja Sanitasi Kota Banjarmasin, Laporan Studi Enviromental Health

Risk Assessment (EHRA) Kota Banjarmasin. Malang, 2012

Kelompok Kerja Sanitasi Kota Surakarta, Laporan Studi Enviromental Health

Risk Assessment (EHRA) Kota Surakarta. Malang, 2012

Subdit Air Limbah, Dirjen Cipta Karya, Kementrian PU. Program dan Kebijakan

Dalam Penurunan Beban Pencemaran Air Limbah Domestik. Jakarta,

Dirjen Cipta Karya Kementerian PU, 2013

11

Anda mungkin juga menyukai