Sharing Jurnal Tops 5b

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 11

“SHARING JURNAL”

Effects Of A Multicentre Teamwork And Communication


Programme On Patient Outcomes: Results From The Triad For
Optimal Patient Safety (TOPS) Project

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Departemen Manajemen


di Ruang Santa Marta Lantai 3 Unit 2 Rumah Sakit Panti Nirmala

Oleh : Kelompok 5b

Dewi Pujiastuti
Mahartika Lupita Sari
Andhika Susila Widjaya
Arinda Rizki F
Aulia Dian T

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018
A. JUDUL
Effects of a MulticentreTeamwork and CommunicationProgramme on Patient Outcomes:
Results from the Triad forOptimal Patient Safety (TOPS) Project
B. PENELITI
Andrew D Auerbach, Niraj L Sehgal, Mary A Blegen, Judith Maselli, Brian K Alldredge,
Eric Vittinghoff, Robert M Wachter
C. WAKTU PENELITIAN
Januari 2006 s/d Maret 2007
D. LATAR BELAKANG

Dengan fokus umum dalam meningkatkan kualitas dan keamanan pelayanan kesehatan,
agar mendapat penghargaan/pengakuan atas kepuasan pasien,upaya meningkatkan
efektivitas kerjasama dan komunikasi tim kesehatan menjadi hal yang sangat penting.
Upaya yang dilakukan selama ini telah berfokus pada beberapa target, termasuk
meningkatkan keakraban anggota tim satu sama lain, melakukan sistematisasi
komunikasi antar kelompok sehingga informasi yang penting dapat tersampaikan, dan
menentukan poin standarisasi dalam perawatan dimana diperlukan komunikasi yang
tepat. Sementara itu,pelatihan dengan sistem simulasi juga dianggap semakin penting,
sebagai upaya penggunaan pendekatan yang bersifat mendidik dan pelaksanaan
langsung menjadi role model.

Di penelitian sebelumnya tentang pelatihan kerjasama, telah dilaporkan bahwa terdapat


perbaikan hasil yang positif dalam aspek kognitif dan afektif antara perawat, dan profesi
kesehatan yang lain dalam proses kerjasama timnya.

Beberapa hasil penelitian memang melaporkan bahwa sebagian pasien hanya


merasakan sedikit perubahan atas adanya efek dari pelatihan kerjasama tim kesehatan.
Namun, kebanyakan penelitian sebelumnya juga hanya berfokus pada masalah obstetri,
bedah dan gawat darurat, dimana lokasi klinis (misalnya, hanya diruang operasi atau
IGD) menyediakan tempat yang stabil untuk interaksi berbasis kerjasama tim.

Dalam jurnal ini diteliti apakah pelatihan kerjasama tim dapat memperbaiki proses dan
hasil perawatan pada kondisi pasien secara umum yang sebagian besar belum diperiksa
sebelumnya, disamping adanya peningkatan kebutuhan untuk memaksimalkan
kolaborasi dan komunikasi dalam pemberian perawatan.

E. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari Triad for Optimal Patient Safety (TOPS) adalah untuk memeriksa apakah
serangkaian unit kerjasama tim, dan intervensi dalam komunikasi dapat memperbaiki
kondisi pasien dalam unit medis umum di tiga rumah sakit yang terpisah. Untuk mencapai
tujuan dalam hal ini, para penulis melakukan studi kuasi eksperimental selama 2 tahun
tentang 3 fase program yang terdiri dari kurikulum pelatihan kerja multi-disiplin,
pengembangan tim berbasis unit keselamatan, dan upaya untuk melibatkan pasien
dalam tujuan perawatan sehari-hari. Selama pelaksanaan penelitian ini, pengukuran
variabel mencakup persepsi pasien tentang fungsi tim perawatan, masalah dengan
perawatan, kepuasan dengan perawatan secara keseluruhan, serta lama rawat inap di
rumah sakit, dan risiko pasien untuk masuk rawat inap kembali.

F. METODE PENELITIAN
Setting tempat : Penelitian dalam jurnal ini dilakukan pada ruang rawat inap umum di
tiga rumah sakit wilayah San Fransisco. Ketiga rumah sakit tersebut adalah: Rumah
Sakit El Camino Hospital di Mountain View, California, UCSF Medical Center, dan
Rumah Sakit Kaiser Permanent San Fransisco. Masing- masing rumah sakit memiliki
karakteristik yang sama, yaitu : ruang rawat inapnya berisikan 26-34 tempat tidur,
terdapat 1 perawat yang merawat empat sampai lima pasien, terdapat dokter dengan
model perawatan yang berbeda (berbasis universitas (resident), komunitas), terdapat
apoteker (baik dilingkup unit, maupun terpusat), dan terdapat penggunaan alat elektronik
untuk menyimpan data kesehatan.
Karakteristik Sampel Penelitian : Pasien yang berusia 18 tahun, atau lebih, dan
dirawat di ruang rawat inap umum antara bulan Januari 2006 sampai dengan Maret
2007. Sampel penelitian juga harus mampu berkomunikasi dalam bahasa Inggris, dan
mendapat inform consent sebelum bersedia terlibat dalam penelitian ini.
Penjabaran intervensi yang diberikan : Program TOPS merupakan program yang
dilaksanakan dengan desain tim multidisiplin mempunyai fungsi perencanaan,
perancangan, implementasi dan evaluasi intervensi secara spesifik. Tugas-tugas yang
perlu dilaksanankan dalam program TOPS meliputi pengembangan program pendidikan
kesehatan yang akan diberikan, melatih tim multidisiplin di setiap unit dan memfasilitasi
sharing dan praktik program. Intervensi tersebut menargetkan perawat, apoteker dan
dokter di tiap unit rawat inap. Terdapat 3 tahapan dalam menjalankan intervensi progam
TOPS, yaitu :

1. Tahap pertama : tahapan run-in


Tahap 1 dikhususkan untuk melaksanakan kegiatan pendidikan dan mengumpulkan
data dasar (menggunakan metode yang dijelaskan di atas). Sebagai bagian dari
upaya pendidikan dalam program TOPS diberikan sesi pelatihan selama 4 jam yang
mencakup bidang upaya keselamatan, kerja sama tim dan komunikasi. Media yang
digunakan selama sesi pelatihan meliputi: penyuluhan, video, diskusi yang
terfasilitasi dan permainan peran dalam kelompok kecil untuk melatih keterampilan
dan perilaku baru. Peserta yang terlibat: dan staf berbasis unit (misalnya, perawat,
asisten perawat, panitera kerja), dan penyedia layanan (misalnya dokter, apoteker,
terapis pernafasan, manajer kasus). Rincian lengkap dari program pelatihan TOPS,
termasuk materi dan evaluasi kurikuler, dijelaskan di tempat lain.

2. Tahap kedua : Tahapan implementasi tim keselamatan tiap unit (TrUST)


Setelah mengikuti program pelatihan, para peseta akan membentuk tim keselamatan
multidisiplin berbasis unit untuk menjadi agen. Tim ini bertujuan untuk memperkuat,
mempertahankan dan memperluas pembelajaran dari pelatihan tahap 1 dan
mengembangkan mekanisme baru untuk dilaksanakan secara interdisipliner dengan
mengidentifikasi isu–isu keselamatan yang berkembang ditiap-tiap unit dan
mendorong memunculkan solusi berbasis tim. Tim keselamatan tiap unit (TrUST)
juga memimpin tambahan sesi pendidikan untuk berbagai disiplin ilmu untuk
memperkuat keterampilan dan perilaku yang telah diajarkan diajarkan di fase 1.

TrUST terdiri dari perawat, dokter dan juara apoteker, satu atau dua pemimpin di unit
dan fasilitator di fase 1. Tim TrUST akan bertemu dua kali dalam sebulan dan
bertanggung jawab untuk memperdalam pelatihan di fase 1 dan penguatan perilaku
melalui program pendidikan tambahan dan kerja kolaboratif. TrUST juga berfungsi
sebagai kelompok 'pemecahan masalah' berbasis unit yang mengidentifikasi
masalah keselamatandan menyelesaikannya melalui solusi dari kelompok, atau
membawa masalah pada pemimpin layanan yang tepat untuk mendapat perhatian
khusus.
Dapat disimpulkan bahwa TrUST merupakan bagian penting dari keseluruhan
program TOPS karena mereka menggunakan keterampilan pemecahan masalah
tahap 1 dalam situasi nyata, mampu melaksanakan komunikasi model interdisipliner,
dan memperkuat advokasi pasien dan keterpusatan pasien.
3. Tahap ketiga : Tahapan keterlibatan pasien
Untuk memperluas kemampuan TrUST untuk mengidentifikasi kebutuhan pasien dan
memfasilitasi komunikasi antara pasien dan tenaga kesehatan, sebuah program
diimplementasikan untuk mengetahui kebutuhan, dan keluhan pasien pada hari itu
melalui penggunaan kartu 'Tell Us', . Kartu ‘Tell Us’ akan ditempatkan di samping
tempat tidur setiap pasien di unit tersebut, dan dikelola bersama oleh pasien dan
perawat mereka. Setiap hari, perawat membantu pasien dalam menentukan dan
menggambarkan tujuan mereka, menyelesaikan kartu dan kemudian menempatkan
informasi di papan tulis di setiap kamar pasien. Tujuan pasien kemudian tersedia
untuk semua penyedia layanan yang berinteraksi dengan pasien. Kartu juga
memberi kesempatan bagi pasien untuk mengkomunikasikan masalah keselamatan
yang mereka rasakan, dan menyediakan informasi yang dibutuhkan oleh TrUST
untuk menentukan tindakan yang dapat dilakukan ke pasien.
Sumber data : Data untuk penelitian ini diperoleh dari wawancara langsung pasien
dan data dari administrasi. Data dari administrasi meliputi: iInformasi status asuransi,
gender dan lain-lain. Data administratif juga digunakan untuk menentukan lama
menginap. Wawancara pasien dilakukan oleh asisten peneliti melalui kontak
langsung . Wawancara selanjutnya yaitu 1 bulan setelah MRS dilakukan melalui
telepon.
Variabel hasil : Hasil utamanya adalah persepsi pasien tentang perawatan mereka,
serta persepsi mereka tentang tingkat dan kualitas kerja tim perawat selama rawat
inap. Wawancara awal dilakukan menggunakan instrumen yang dikembangkan
secara eksplisit untuk penelitian ini sementara wawancara pasca 1 bulan MRS
menggunakan pertanyaan dari survei kepuasan pasien di Rumah Sakit HCAHPS 16
serta sejumlah kecil pertanyaan yang dikembangkan oleh tim peneliti.
Metode : Data disusun berdasarkan karakteristiknya menggunakan statistik
deskriptif, dan kemudian efek independen dari intervensi pada variabel hasil dinilai,
setelah penyesuaian untuk kovariat menggunakan persamaan estimasi umum,
dengan kesalahan standar yang kuat untuk memperhitungkan pengelompokan oleh
dokter (Proc GENMOD).Selanjutnya data multivariat digunakan untuk menilai semua
hasil persepsi pasien dengan fungsi log link untuk durasi tetap yang benar. Kovariat
dipilih untuk dimasukkan dalam model berdasarkan asosiasi statistik yang hasilnya
menunjukkan p value ≤ 0,05. Untuk penghitungan 3 tahapan intervensi
menggunakan tes Wald.. Semua analisis dilakukan di SAS, V.9.2 (SAS Institute,
Cary, North Carolina, AS).
G. HASIL PENELITIAN

1. Karakteristik pasien
Sebanyak 10.977 pasien dirawat di bangsal medis umum di tiga lokasi
penelitian; 6155 (56%) dirawat di satu lokasi, dengan pasien yang tersisa kira-
kira merata di antara dua situs lainnya. Untuk wawancara, 581 pasien (5,3% dari
total sampel) memberikan data wawancara di rumah sakit; dari pasien tersebut,
313 (3% dari total sampel, 54% pasien yang diwawancarai) dihubungi untuk
follow up lewat telepon (tabel 1). Kurang lebih separuh pasien adalah wanita
(5758, 53%), dan sebagian besar berkulit putih (6011, 55%). Hipertensi (48%),
kelainan cairan dan elektrolit (27%) dan anemia (19%) adalah komorbiditas yang
paling umum diidentifikasi pada data administratif. Durasi rata-rata tinggal adalah
3 hari (25 the 75th IQR 2-6 hari) dan 14% pasien diterima kembali ke rumah
sakit yang sama dalam 30 hari.
2. Pengaruh intervensi TOPS terhadap penerimaan kembali dan lama
menginap
Tidak ada tren statistik yang signifikan dalam tingkat penerimaan kembali atau lama
tinggal sepanjang periode waktu, atau antara periode waktu (tabel 2).
3. Efek dari intervensi TOPS pada pengalaman pasien yang dilaporkan selama
rawat inap

Setelah intervensi fase 1 kami, pasien lebih sering melaporkan bahwa dokter memberi
tahu mereka berapa lama mereka berada di rumah sakit dan menjelaskan hasil tes
mereka. Pasien juga cenderung melaporkan bahwa pengasuh mereka bekerja dengan
baik sebagai tim dan lebih cenderung setuju atau sangat setuju dengan pernyataan
tersebut 'Apakah Anda yakin seseorang membuat kesalahan yang mempengaruhi
perawatan Anda selama rawat inap ini' (tabel 3).
Sebagian besar perbaikan yang tercermin dalam persepsi pasien dari fase 1 sampai
fase 2 dipertahankan pada fase 3 namun tidak ada perubahan signifikan secara statistik.
4. Efek intervensi TOPS terhadap pengalaman pasien dilaporkan setelah
pulang
Dibandingkan dengan pasien yang disurvei setelah keluar pada fase 1, pasien fase 2
setuju dengan lebih kuat bahwa dokter merawat mereka dengan sopan dan hormat dan
bahwa perawat mendengarkan dengan saksama dan menjelaskan hal-hal dengan cara
yang bisa mereka pahami. Pasien fase 2 juga lebih cenderung melaporkan bahwa
pengasuh mereka melakukan segalanya yang bisa menjaga agar mereka tetap aman,
mendapat informasi yang sama dari semua pengasuh, bahwa seseorang mendiskusikan
rencana pulang. Lebih banyak pasien menanggapi bahwa para pengasuh telah
berbicara tentang bantuan yang mereka butuhkan setelah keluar dan memberikan
informasi tentang masalah kesehatan mereka. Selama fase 3, pasien lebih setuju bahwa
dokter mendengarkan dengan seksama dan menjelaskan hal-hal dengan cara yang bisa
mereka pahami. (tabel 4).
H. PEMBAHASAN
Pada penelitan ini terdapat 3 tahap yang digunakan yaitu :
Tahap 1, Dilakukan kegiatan pendidikan dan mengumpulkan data awal, dimana tim
TOPS memberikan sesi pelatihan selama 4 jam yang mencangkup budaya keselamatan,
kerjasama tim, komunikasi yang baik, dan role play untuk melatih ketrampilan dan
perilaku baru. Yang diberikan pelatihan yaitu perawat, asisten perawat, panitera kerja,
dokter, apotekker, dll.
Tahap 2, Setelah mengikuti program pelatihan, dibentuklah tim keselamatan unit, dimana
terdapat ketua tim, dan dipertemukan setip 2 kali dalam sebulan untuk bertanggung
jawab dalam pendidikan pada tahap 1 serta kolaborasi antar tim. Pertemuan ketua tim
ini juga bertujuan untuk memecahka msalah yang ada
Tahap 3, Pada tahap ini pasien ikut dilibatkan dengan mengguanakan kartu tenda yang
diletakkan disamping tempat tidur setip pasien. Kartu tersebut dapat membantu pasien
untuk mengkomunikasikan masalah keselamatan mereka , sehingga dapat memberikan
informasi kepada tim TOPS
Interverensi pembentukan tim ini meningkatkan persepsi pasien bahwa kesalahan masih
mungkin terjadi dalam masa perawatan mereka di rumah sakit. Selain itu, diskusi yang
lebih sering dilakukan oleh perawat dapat meningkatkan kesadaran perawat akan
masalah yang timbul selama perawatan, sehingga apabila komunikasi antara perawat
dan pasien meningkat, akan menyadarkan perawat dan semua pihak akan kesalahan
maupun keamanan pasien. Meskipun dalam penelitian ini tidak ada data pasti untuk
menggambarkan apa yang didengar dan dialami pasien dengan keselamatannya,
penelitian ini dapat menunjukkan bahwa kerja sama tim yang baik dapat menunjukkan
bahwa hal ini dapat meminimalkan kesalahan untuk keselamatan pasien. Dalam kerja
sama tim ini sebagian besar pasien merasakan pelayanan proses perawatan yang lebih
baik. Interverensi tersebut menurut pasien lebih bisa menyadarkan mereka akan
rencana perawatan mereka dan menjadi lebih siap menhadapi rencana selanjutnya.
Namun seringnya dilakukan komunikasi antar tim ini menjadikan lebih banyak masalah
yang timbul dan harus dibahas, dan penelitian ini berkaca pada peneltian sebelumnya
dimana menargetkan sepenuhnya pada fungsi dan komunikasi tim.
Interverensi pada tahap 1 yang ditunjukkan pada awal kegiatan kurang terlihat jika
dibandingkan dengan tahap 2 Interverensi pada tahap 3, dapat meningkatkan
komunikasi antara perawat dan pasien, sehingga perawat dapat mengetahui apa yang
dirasakan pasien, memang ada sedikit kekurangan yaitu seperti tingkat pendidikan
pasien dan latar belakang pasien, namun metode ini cukup dapat meningkatkan
komunikasi antara perawat dan pasien. Namun ada dampak negative pada metode ini
yaitu pasien akan merasa seperti tidak berkomunkasi secara langsung, pasien akan
merasa komunikasi mereka dan perawat seperti komunikasi non verbal, sehingga
kurang disukai.
I. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Pemberian Intervensi TOPS antara lain dengan memberikan pendidikan dan
pelaihan, pembentukan tim keselamatan, kemudian melibakan pasien dan keluarga
dalam program untuk meningkatkan keselamatan kerja mereka.
2. Intervensi ini dapat meningkatkan komunikasi antara perawat dan pasien, sehingga
perawat dapat mengetahui apa yang dirasakan pasien, memang ada sedikit
kekurangan yaitu seperti tingkat pendidikan pasien dan latar belakang pasien, namun
metode ini cukup dapat meningkatkan komunikasi antara perawat dan pasien.
3. Namun ada dampak negative pada metode ini yaitu pasien akan merasa seperti tidak
berkomunkasi secara langsung, pasien akan merasa komunikasi mereka dan
perawat seperti komunikasi non verbal, sehingga kurang disukai.

Saran
1. Penelitian ini dapat diterapkan di rumah sakit karena mampu meningkatkan tingkat
pengetahuan tenaga kesehatan dan meningkatkan fungsi dan kerjasama antara
enaga kesehatan yang terliba dalam program ini.
2. Selain itu pemberian intervensi ini dapat meningkatkan adanya komunikasi yang
lebih sering terjadi antara perawat dan pasien sehingga bisa meningkatkan
kepercayaan yang lebih diantara pasien kepada perawat.
3. Dengan adanya penerapan dari penelitian ini maka akan meningkatkan kepuasan
pasien erhadap pelayan yang diberikan karena pasien menerima informasi langsung
dari petugas kesehatan yang merawatnya.

Anda mungkin juga menyukai