Anda di halaman 1dari 20

LP + RKM + ASKEP DEPARTEMEN ANAK

Ruang HCU Anak Rumah Sakit Saiful Anwar Malang

“HIDROCEPHALUS”
MALANG

Oleh:
Pramudyani Van T.
0910720068

JURUSAN KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2013
LAPORAN PENDAHULUAN
HIDROCEPALUS

A. DEFINISI
Merupakan sindroma klinis yang dicirikan dengan dilatasi yang
progresif pada sistem ventrikuler cerebral dan kompresi gabungan dari
jaringan – jaringan serebral selama produksi CSF berlangsung yang
meningkatkan kecepatan absorbsi oleh vili arachnoid.
Akibat berlebihannya cairan serebrospinalis dan meningkatnya
tekanan intrakranial menyebabkan terjadinya peleburan ruang – ruang
tempat mengalirnya liquor.
Keadaan dimana terjadi penambahan volume dari cairan
serebrospinal (CSS) di dalam ruangan ventrikel dan ruangan sub arakhnoid.
Keadaan ini disebabkan oleh karena terdapat produksi cairan serebrospinal
yang berlebihan, obstruksi jalur cairan cerebrospinal maupun gangguan
absorpsi cairan serebrospinal.

B. ETIOLOGI
Hydrosephalus dapat disebabkan oleh kelebihan atau tidak cukupnya
penyerapan CSF pada otak atau obstruksi yang muncul mengganggu
sirkulasi CSF di sistim ventrikuler. Kondisi diatas pada bayi dikuti oleh
pembesaran kepala. Obstruksi pada lintasan yang sempit (Framina Monro,
Aquaductus Sylvius, Foramina Mengindie dan luschka ) pada ventrikuler
menyebabkan hidrocephalus yang disebut : Noncomunicating (Internal
Hidricephalus)
Obstruksi biasanya terjadi pada ductus silvius di antara ventrikel ke III
dan IV yang diakibatkan perkembangan yang salah, infeksi atau tumor
sehingga CSF tidak dapat bersirkulasi dari sistim ventrikuler ke sirkulasi
subarahcnoid dimana secara normal akan diserap ke dalam pembuluh darah
sehingga menyebabkan ventrikel lateral dan ke III membesar dan terjadi
kenaikan ICP.
Tipe lain dari hidrocephalus disebut : Communcating (Eksternal
Hidrocephalus) dmana sirkulasi cairan dari sistim ventrikuler ke ruang
subarahcnoid tidak terhalangi, ini mungkin disebabkan karena kesalahan
absorbsi cairan oleh sirkulasi vena. Type hidrocephalus terlihat bersama –
sama dengan malformasi cerebrospinal sebelumnya.
Pada prinsipnya hidrosefalus terjadi sebagai akibat dari ketidak
seimbangan antara 4 produksi, obstruksi dan absorpsi dari CSS. Adapun
keadaan-keadaan yang dapat mengakibatkan terjadinya ketidak seimbangan
tersebut adalah:

1. Disgenesis serebri
46% hidrosefalus pada anak akibat malformasi otak dan yang
terbanyak adalah malformasi Arnold-Chiary. Berbagai malformasi serebral
akibat kegagalan dalam proses pembentukan otak dapat menyebabkan
penimbunan CSS sebagai kompensasi dari tidak terdapatnya jaringan otak.
Salah satu contoh jelas adalah hidroanensefali yang terjadi akibat
kegagalan pertumbuhan hemisferium serebri.

2. Produksi CSS yang berlebihan


Ini merupakan penyebab hidrosefalus yang jarang terjadi. Penyebab
tersering adalah papiloma pleksus khoroideus, hidrosefalus jenis ini dapat
disembuhkan.

3. Obstruksi aliran CSS


Sebagian besar kasus hidrosefalus termasuk dalam kategori ini.
Obstruksi dapat terjadi di dalam atau di luar sistem ventrikel. Obstruksi
dapat disebabkan beberapa kelainan seperti: perdarahan subarakhnoid
post trauma atau meningitis, di mana pada kedua proses tersebut terjadi
inflamasi dan eksudasi yang mengakibatkan sumbatan pada akuaduktus
Sylvius atau foramina pada ventrikel IV. Sistern basalis juga dapat
tersumbat oleh proses arakhnoiditis yang mengakibatkan hambatan dari
aliran CSS. Tumor fossa posterior juga dapat menekan dari arah belakang
yang mengakibatkan arteri basiliaris dapat menimbulkan obstruksi secara
intermiten, di mana obstruksi tersebut berhubungan dengan pulsasi arteri
yang bersangkutan.

4. Absorpsi CSS berkurang


Kerusakan vili arakhnoidalis dapat mengakibatkan gangguan absorpsi
CSS, selanjutnya terjadi penimbunan CSS. Keadaan-keadaan yang dapat
menimbulkan kejadian tersebut adalah:
- Post meningitis
- Post perdarahan subarachnoid
- Kadar protein CSS yang sangat tinggi
5. Akibat atrofi serebri
Bila karena sesuatu sebab terjadinya atrofi serebri, maka akan timbul
penimbunan CSS yang merupakan kompensasi ruang terhadap proses
atrofi tersebut. Terdapat beberapa tempat yang merupakan predileksi
terjadinya hambatan aliran CSS :

o Foramen Interventrikularis Monroe


 Apabila sumbatan terjadi unilateral maka akan menimbulkan pelebaran
ventrikel lateralis ipsilateral.

o Akuaduktus Serebri (Sylvius)


 Sumbatan pada tempat ini akan menimbulkan pelebaran kedua ventrikel
lateralis dan ventrikel III.

o Ventrikel IV
 Sumbatan pada ventrikel IV akan menyebabkan pelebaran kedua
ventrikel lateralis, dan ventrikel III dan akuaduktus serebri.

o Foramen Mediana Magendie dan Foramina Lateralis Luschka


 Sumbatan pada tempat-tempat ini akan menyebabkan pelebaran pada
kedua ventrikel lateralis, ventrikel III, akuaduktus serebri dan ventrikel IV.
Keadaan ini dikenal sebagai sindrom Dandy-Walker.

o Ruang Sub Arakhnoid di sekitar medulla-oblongata, pons, dan


mesensefalon
 Penyumbatan pada tempat ini akan menyebabkan pelebaran dari seluruh
sistem ventrikel. Akan tetapi apabila obstruksinya pada tingkat
mesensefalon maka pelebaran ventrikel otak tidak selebar seperti jika
obstruksi terjadi di tempat lainnya. Hal ini terjadi karena penimbunan CSS
di sekitar batang otak akan menekan ventrikel otak dari luar.

C. TANDA DAN GEJALA


Gejala yang menonjol pada hidrosefalus adalah bertambah besarnya
ukuran lingkar kepala anak dibanding ukuran normal. Di mana ukuran lingkar
kepala terus bertambah besar, sutura-sutura melebar demikian juga
fontanela mayor dan minor melebar dan menonjol atau tegang. Beberapa
penderita hidrosefalus congenital dengan ukuran kepala yang besar saat
dilahirkan sehingga sering mempersulit proses persalinan, bahkan beberapa
kasus memerlukan operasi seksio sesaria. Tetapi sebagian besar anak-anak
dengan hidrosefalus tipe ini dilahirkan dengan ukuran kepala yang normal.
Baru pada saat perkembangan secara cepat terjadi perubahan proporsi
ukuran kepalanya. Akibat penonjolan lobus frontalis, bentuk kepala
cenderung menjadi brakhisefalik, kecuali pada sindrom Dandy-Walker
dimana kepala cenderung berbentuk dolikhosefalik, karena desakan dari
lobus oksipitalis akibat pembesaran fossa posterior. Sering dijumpai adanya
“Setting Sun Appearance Sign”, yaitu adanya retraksi dari kelopak mata dan
sklera menonjol keluar karena adanya penekanan ke depan bawah dari isi
ruang orbita, serta gangguan gerak bola mata ke atas, sehingga bola mata
nampak seperti matahari terbenam.
Kulit kepala tampak tipis dan dijumpai adanya pelebaran vena-vena
subkutan. Pada perkusi kepala anak akan terdengar suara “cracked pot”,
berupa seperti suara kaca retak. Selain itu juga dijumpai gejala-gejala lain
seperti gangguan tingkat kesadaran, muntah-muntah, retardasi mental,
kegagalan untuk tumbuh secara optimal. Pada pasien-pasien tipe ini
biasanya tidak dijumpai adanya papil edema, tapi pada tahap akhir diskus
optikus tampak pucat dan penglihatan kabur. Secara pelan sikap tubuh anak
menjadi fleksi pada lengan dan fleksi atau ekstensi pada tungkai. Gerakan
anak menjadi lemah, dan kadang-kadang lengan jadi gemetar.

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
 CT Scan
 Sistenogram radioisotop dengan scan .
 USG
 Rontgen Kepala
 Lingkar Kepala
 Ventrikulografi
 Pengambilan Cairan Serebrospinal
Pengambilan cairan serebrospinal dapat dilakukan dengan cara Lumbal
Punksi, Sisternal Punksi atau Lateral Cervical Punksi. Lumbal Punksi merupakan
prosedur neuro diagnostik yang paling sering dilakukan, sedangkan sisternal
punksi dan lateral hanya dilakukan oleh orang yang benar-benar ahli.
E. PENATALAKSANAAN
 Prosedur pembedahan jalan pintas (ventrikulojugular,
ventrikuloperitoneal) shunt
 Kedua prosedur diatas membutuhkan katheter yang dimasukan
kedalam ventrikel lateral : kemudian catheter tersebut dimasukan
kedalam ujung terminal tube pada vena jugular atau peritonium dimana
akan terjadi absorbsi kelebihan CSF.
 Penatalaksanaan gizi, klien diberi asupan makanan yang tinggi kalori
dan tinggi protein
 Terapi medikamentosa
 Terapi pintas/shunting
Ada 2 macam cara yang dapat digunakan :
1. Eksternal
CSS dialirkan dari ventrikel ke dunia luas, dan bersifat hanya
sementara. Misalnya pungsi lumbal untuk terapi hidrosepalus
tekanan normal
2. Internal
a) CSS dialirkan dari ventrikel ke dalam anggota tubuh lain
b) Lumbo peritoneal shunt
CSS dialirkan dari resessus spinalis lumbalis ke rongga peritoneum
dengan operasi terbuka.
Tekhnik shunting :
- Sebuah kateter ventricular diamsukkan melalui kornu
oksipitalis atau kornu frontalis, ujungnya ditempatkan
setinggi foramen Monroe
- Suatu reservoir yang memungkinkan aspirasi dari CSS
untuk dilakukan analisis.
- Sebuah katub yang terdapat dalam system shunting ini,
baik yang terletak proksimal dengan tipe bola atau
diafragma, maupun yang terletak di distal dengan katub
berbentuk celah. Katub ini akan membuka pada tekanan
yang berkisar antara 5-150 mm H20.
- Ventrikulo-atrial shunt. Ujung distal kateter dimasukkan ke
dalam atrium kanan jantung melalui V.jugularis Interna
(dengan thorax x-ray ujung distal setinggi 6/7).
- Ventrikulo-Peritoneal shunt
a. Selang slastik ditanam dalam lapisan subkutan
b. Ujung distal kateter ditempatkan pada ruang
peritoneum
F. PENATALAKSANAAN PERAWATAN KHUSUS
Hal – hal yang harus dilakukan dalam rangka penatalaksanaan post –
operatif dan penilaian neurologis adalah sebagai berikut :
1) Post – Operatif : Jangan menempatkan klien pada posisi operasi.
2) Pada beberapa pemintasan, harus diingat bahwa terdapat katup
(biasanya terletak pada tulang mastoid) di mana dokter dapat
memintanya di pompa.
3) Jaga teknik aseptik yang ketat pada balutan.
4) Amati adanya kebocoran disekeliling balutan.
5) Jika status neurologi klien tidak memperlihatkan kemajuan, patut diduga
adanya adanya kegagalan operasi (malfungsi karena kateter penuh);
gejala dan tanda yang teramati dapat berupa peningkatan ICP.

Hidrocephalus pada Anak atau Bayi


Pembagian :
Hidrosephalus pada anak atau bayi pada dasarnya dapat di bagi dua:
1. Kongenital
Merupakan Hidrosephalus yang sudah diderita sejak bayi
dilahirkan, sehingga ;
- Pada saat lahir keadaan otak bayi terbentuk kecil
- Terdesak oleh banyaknya cairan didalam kepala dan
tingginya tekanan intrakranial sehingga pertumbuhan sel otak
terganggu.
2. Di Dapat
Bayi atau anak mengalaminya pada saat sudah besar, dengan
penyebabnya adalah penyakit – penyakit tertentu misalnya trauma,
TBC yang menyerang otak dimana pengobatannya tidak tuntas.
Pada hidrosefalus di dapat pertumbuhan otak sudah sempurna,
tetapi kemudian terganggu oleh sebab adanya peninggian tekanan
intrakranial.Sehingga perbedaan hidrosefalus kongenital denga di
dapat terletak pada pembentukan otak dan pembentukan otak dan
kemungkinan prognosanya..
Penyebab sumbatan ;
Penyebab sumbatan aliran CSF yang sering terdapat pada bayi dan anak
– anak ;
1. Kelainan kongenital
2. Infeksi di sebabkan oleh perlengketan meningen akibat infeksi
dapat terjadi pelebaran ventrikel pada masa akut ( misal ;
Meningitis )
3. Neoplasma
4. Perdarahan , misalnya perdarahan otak sebelum atau sesudah
lahir.
Berdasarkan letak obstruksi CSF hidrosefalus pada bayi dan anak ini
juga terbagi dalam dua bagianyaitu :
1. Hidrosefalus komunikan
Apabila obstruksinya terdapat pada rongga subaracnoid, sehingga
terdapat aliran bebas CSF dal;am sistem ventrikel sampai ke
tempat sumbatan.
2. Hidrosefalus non komunikan
Apabila obstruksinya terdapat terdapat didalam sistem ventrikel
sehingga menghambat aliran bebas dari CSF.
Biasanya gangguan yang terjadi pada hidrosefalus kongenital
adalah pada sistem vertikal sehingga terjadi bentuk hidrosefalus
non komunikan.
Manifestasi Klinis
1. Bayi ;
- Kepala menjadi makin besar dan akan terlihat pada umur 3
tahun.
- Keterlambatan penutupan fontanela anterior, sehingga fontanela
menjadi tegang, keras, sedikit tinggi dari permukaan tengkorak.
- Tanda – tanda peningkatan tekanan intrakranial;
 Muntah
 Gelisah
 Menangis dengan suara ringgi
 Peningkatan sistole pada tekanan darah, penurunan nadi,
peningkatan pernafasan dan tidak teratur, perubahan
pupil, lethargi – stupor.
- Peningkatan tonus otot ekstrimitas
- Tanda – tanda fisik lainnya ;
 Dahi menonjol bersinar atau mengkilat dan pembuluh –
pembuluh darah terlihat jelas.
 Alis mata dan bulu mata ke atas, sehingga sclera telihat
seolah – olah di atas iris.
 Bayi tidak dapat melihat ke atas, “sunset eyes”
 Strabismus, nystagmus, atropi optik.
 Bayi sulit mengangkat dan menahan kepalanya ke atas.
2. Anak yang telah menutup suturanya ;
Tanda – tanda peningkatan tekanan intrakranial :
- Nyeri kepala
- Muntah
- Lethargi, lelah, apatis, perubahan personalitas
- Ketegangan dari sutura cranial dapat terlihat pada anak
berumur 10 tahun.
- Penglihatan ganda, kontruksi penglihatan perifer
- Strabismus
- Perubahan pupil.
G. INSIDEN
Insiden hidrosepalus antara 0,2-4 setiap 1000 kelahiran. Insiden
hidrosepalus congenital adalah 0,5-1,8 pada setiap 1000 kelahiran. Dan 11-
43 % disebabkan oleh stenosis aquaductus cerebri. Tidak ada perbedaan
bermakna insiden untuk kedua jenis kelamin, juga dalam perbedaan ras.
Hidrocepalus dapat terjadi pada semua umur. Pada remaja dan dewasa
lebih sering disebabkan oleh toxoplasmosis. Hidrocepalus infantile 46%
adalah akibat abnormalitas perkembangan otak, 50% karena perdarahan
subarachnoid dan meningitis dan kurang dari 46% akibat tumor fossa
posterior.

H. PROGNOSIS
Hidrosepalus yang tidak diterapi akan menimbulkan gejala sisa,
gangguan neurologi serta kecerdasan. Dan kelompok yang tidak diterapi, 50-
70% akan meninggal karena penyakitnya sendiri atau akibat infeksi berulang
atau oleh karena aspirasi pneumonia. Namun bila prosesnya berhenti
(arrested hidrosepalus) sekitar 40% anak akan mencapai kecerdasan yang
normal. Pada kelompok yang di operasi, angka kematian karena berkisar
7%. Setelah di operasi sekitar 5% kasus mencapai fungsi normal dan sekitar
16% mengalami retardasi mental ringan. Adalah penting sekali untuk anak
hidrosepalus mendapat tindak lanjut jangka panjang dengan kelompok
multidisplin.

ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN
Anamnesa
1) Riwayat penyakit / keluhan utama
Muntah, gelisah nyeri kepala, lethargi, lelah apatis, penglihatan
ganda, perubahan pupil, kontriksi penglihatan perifer.
2) Riwayat Perkembangan
Kelahiran : prematur. Lahir dengan pertolongan, pada waktu lahir
menangis keras atau tidak.
Kekejangan : Mulut dan perubahan tingkah laku.
Apakah pernah terjatuh dengan kepala terbentur.
Keluhan sakit perut.

Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi :
 Anak dapat melioha keatas atau tidak.
 Pembesaran kepala.
 Dahi menonjol dan mengkilat. Sertas pembuluh dara terlihat jelas.
2) Palpasi
 Ukur lingkar kepala : Kepala semakin membesar.
 Fontanela : Keterlamabatan penutupan fontanela anterior
sehingga fontanela tegang, keras dan sedikit tinggi dari
permukaan tengkorak.
3) Pemeriksaan Mata
 Akomodasi.
 Gerakan bola mata.
 Luas lapang pandang
 Konvergensi.
 Didapatkan hasil : alis mata dan bulu mata keatas, tidak bisa
melihat keatas.
 Stabismus, nystaqmus, atropi optic.

Observasi Tanda – Tanda Vital


Didapatkan data – data sebagai berikut :
 Peningkatan sistole tekanan darah.
 Penurunan nadi / Bradicardia.
 Peningkatan frekwensi pernapasan.
Diagnosa Klinis :
 Transimulasi kepala bayi yang akan menunjukkan tahap dan
lokalisasi dari pengumpulan cairan banormal. ( Transsimulasi
terang )
 Perkusi tengkorak kepala bayi akan menghasilkan bunyi “
Crakedpot “ (Mercewen’s Sign)
 Opthalmoscopy : Edema Pupil.
 CT Scan Memperlihatkan (non – invasive) type hidrocephalus
dengan nalisisi komputer.
 Radiologi : Ditemukan Pelebaran sutura, erosi tulang intra cranial.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Pre Operatif
1) Gangguan rasa nyaman: Nyeri akut berhubungan dengan
meningkatkanya tekanan intrakranial .
Data Indikasi : Adanya keluahan Nyeri Kepala, Meringis atau menangis,
gelisah, kepala membesar
Tujuan ; Setelah dilakukan intervensi 1x24 jam Klien akan mendapatkan
kenyamanan, nyeri kepala berkurang
Kriteria hasil : Nyeri berkurang, tidak ada grimace meringis Kesakitan,
Kepala mengecil
Rencana Keperawatan :
1. Berikan ruangan/lingkungan yang tenang sesuai indikasi
R/ Menurunkan reaksi terhadap stimulasi dari luar atau sensitivitas
pada cahaya dan meningkatkan istirahat/relaksasi
2. Tingkatkan tirah baring, bantulah kebutuhan perawatan diri yang
penting
R/ Menurunkan gerakan yang dapat meningkatkan nyeri
3. Dukung untuk menemukan posisi yang nyaman, seperti kepala
agak tinggi sedikit.
R/ Menurunkan iritasi, resultan ketidaknyamanan lebih lanjut.
4. Berikan latihan rentang gerak aktif/pasif secara tepat dan masase
otot daerah leher/bahu
R/ Dapat membantu merelaksasikan ketegangan otot yang
meningkatkan reduksi nyeri atau rasa tidak nyaman tersebut.
5. Berikan tindakan kolaboratif pemberian analgesic (seperti
asetaminofen,kodein)
R/ Mungkin diperlukan untuk menghilangkan nyeri yang berat.

2) Kecemasan sehubungan dengan keadaan yang akan mengalami


operasi.
Data Indikasi : Ekspresi verbal menunjukkan kecemasan akan keadaan
anaknya.
Tujuan : Setelah dilakukan pendekatan dan intervensi Kecemasan
berkurang atau dapat diatasi.
Kriteria Hasil : kecemasan berkurang
Rencana keperawatan :
1. Kaji status mental dan tingakt ansietas dari pasien/keluarga. Catat
adanya tanda-tanda verbal atau nonverbal
R/ Gangguan tingkat kesadaran dapat mempengaruhi ekspresi
rasa takut tetapi tidak menyangkal keberadaannya. Derajat
ansietas akan dipengaruhi bagaimana informasi tersebut diterima
oleh individu
2. Berikan penjelasan dan persiapkan untuk tindakan prosedur
sebelum dilakukan
R/ Dapat meringankan ansietas terutama ketika pemeriksaan.
3. Berikan kesempatan pasien untuk mengungkapkan isi pikiran dan
perasaan takutnya
R/ Mengungkapkan rasa takut secara terbuka dimana rasa takut
dapat ditujukan
4. Libatkan keluarga dalam perawatan, perencanaan, motivasi dan
membuat keputusan
R/ Meningkatkan rasa control terhadap diri dan meningkatkan
kemandirian serta dukungan.

3) Resiko Kekurangan cairan sehubungan dengan intake yang kurang


diserta muntah.
Data Indikasi ; keluhan Muntah, Jarang minum.
Tujuan : Setelah dilakukan intervensi 1x24 jam Tidak terjadi kekurangan
cairan dan elektrolit.
Kriteria Hasil : muntah berkurang dan pemasukan cairan meningkat
Rencana keperawatan :
1. Kaji tanda vital, peningkatan suhu/demam memanjang, takikardi,
hipotensi ortostatik
R/ peningkatan suhu meningkatkan laju metabolic dan kehilangan
cairan melalui evaporasi. TD ortostatik berubah dan peningkatan
takikardia menunjukkan kekurangan cairan sistemik
2. Kaji turgor kulit, kelembaban membrane mukosa (bibir, lidah)
R/ Indicator langsung keadekuatan volume cairan, meskipun
membrane mukosa mulut mungkin kering karena nafas mulut dan
oksigen tambahan
3. Pantau masukan dan haluaran, catat warna, karakter uruine,
hitung keseimbangan cairan. Waspadai kehilangan yang tampak.
Ukur berat badan sesuai indikasi
R/ Memberikan informasi tentang keadekuatan volume cairan dan
kebutuhan penggantian
4. Tekankan cairan sedikitnya 250cc/hari atau sesuai indikasi
R/ Pemenuhan kebutuhan dasar cairan, menurunkan resiko
dehidrasi
5. Kolaborasikan pemberian obat sesuai indikasi (antipiretik,
antiemetic)
R/ Berguna menurunkan kehilangan cairan
6. Berikan cairan IV sesuai keperluan
R/ Pada adanya penurunan masuka/banyak kehilangan,
penggunaan parenteral dapat memperbaiki kekurangan

Post – Operatif.
1) Nyeri akut sehubungan dengan post operasi dilakukan pemasangan
shunt.
Data Indikasi ; adanya keluhan nyeri, Ekspresi non verbal adanya
nyeri.
Tujuan : Setelah dilakukan intervensi 1x24 jam Rasa Nyaman Klien
akan terpenuhi, Nyeri berkurang
Kriteria hasil: Skala nyeri berkurang (1-3), Grimace kesakitan
berkurang
Rencana Keperawatan :
1. Berikan ruangan/lingkungan yang tenang sesuai indikasi
R/ Menurunkan reaksi terhadap stimulasi dari luar atau sensitivitas
pada cahaya dan meningkatkan istirahat/relaksasi
2. Tingkatkan tirah baring, bantulah kebutuhan perawatan diri yang
penting
R/ Menurunkan gerakan yang dapat meningkatkan nyeri
3. Dukung untuk menemukan posisi yang nyaman, seperti kepala
agak tinggi sedikit.
R/ Menurunkan iritasi, resultan ketidaknyamanan lebih lanjut.
4. Berikan latihan rentang gerak aktif/pasif secara tepat dan masase
otot daerah leher/bahu
R/ Dapat membantu merelaksasikan ketegangan otot yang
meningkatkan reduksi nyeri atau rasa tidak nyaman tersebut.
5. Berikan tindakan kolaboratif pemberian analgesic (seperti
asetaminofen,kodein)
R/ Mungkin diperlukan untuk menghilangkan nyeri yang berat.
6. Beri kapas secukupnya dibawa telinga yang dibalut.
7. Aspirasi shunt (Posisi semi fowler), bila harus memompa shunt,
maka pemompaan dilakukan perlahan – lahan dengan interval
yang telah ditentukan.
R/ Mencegah terjadinya infeksi dan pemyebaran cairan terlalu
luas
8. Kolaborasi dengan tim medis bila ada kesulitan dalam
pemompaan shunt.
R/ Menjaga kestabilan kondisi pasien
9. Berikan posisi yang nyaman. Hindari posisi pada tempat dilakukan
shunt.
R/ Meningkatkan rasa nyaman bagi pasien
10. Observasi tingkat kesadaran dengan memperhatikan perubahan
muka (Pucat, dingin, berkeringat)
R/ Indikator adanya masalah pada nyeri
11. Kaji orisinil nyeri : Lokasi dan radiasinya.
R/ Memudahkan untuk mengatasi nyeri pasien

2) Resiko tinggi terjadinya gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan


tubuh sehubungan dengan intake yang tidak adekuat.
Data Indikasi ; Adanya keluhan kesulitan dalam mengkonsumsi
makanan.
Tujuan : Setelah dilakukan intervensi 1x24 jam Tidak terjadi
gangguan nutrisi.
Kriteria Hasil : Adanya peningkatan BB, Turgor kulit normal, Mukosa
bibir normal, output dan input seimbang
Rencana Keperawatan :
1. Kaji kemampuan pasien untuk menelan, mengunyah, batuk dan
mengatasi sekresi
R/ faktor ini menentukan pemilihan terhadap jenis makanan
sehingga pasien harus terlindung dari aspirasi
2. Timbang berat badan sesuai indikasi
R/ mengebaluasi kefektifan atau kebutuhan mengubah status
pemberian nutrisi
3. Jaga keamanan saat memberikan makan pada pasien, seperti
tinggikan kepala tempat tidur pasien selama makan atau selama
pemberian makan lewat NGT
R/ menurunkan resiko terjadinya aspirasi
4. Berikan makanan dalam porsi kecil tapi sering
R/ Meningkatkan proses pencernaan dan toleransi pasien
terhadap nutrisi yang diberikan
5. Konsultasi dengan ahli gizi
R/ Merupakan sumber efektif untuk mengidentifikasi kebutuhan
kalori/nutrisi tergantung pada berat badan, usia, penyakit.
6. Berikan makan dengan cara yang sesuai, seperti leawat selang
NG, member makanan lunak dan cairan agak kental
R/ Pemilihan rute tergantung pada kebutuhan dan kemampuan
pasien
7. Pertahankan kebersihan oral (mulut)
R/ Meningkatkan nafsu makan pasien

3) Resiko tinggi terjadinya infeksi sehubungan dengan infiltrasi bakteri


melalui shunt.
Tujuan : Setelah dilakukan intervensi 1x24 jam Tidak terjadi infeksi /
Klien bebas dari infeksi
Kriteria Hasil : suhu tubuh normal, tidak ada tanda-tanda infeksi,
tidak terjadi komplikasi.
Rencana Keperawatan:
1. Monitor terhadap tanda – tanda infeksi.
R/ Mencegah terjadinya komplikasi lebih lanjut
2. Pertahankan tekhnik kesterilan dalam prosedur perawatan
R/ Menurunkan resiko infeksi sekunder. Mengontrol penyebaran
infeksi semakin meluas
3. Cegah terhadap terjadi gangguan suhu tubuh.
R/ Timbulnya pengingkatan suhu sebagai indikasi adanya infeksi
4. Pertahanakan prinsiup aseptik pada drainase dan ekspirasi
shunt.
R/ Mencegah terjadi penyebaran infeksi dan mengontrol
pemajanan infeksi

4) Resiko tinggi terjadi kerusakan integritas kulit sehubungan dengan


imobilisasi.
Tujuan ; Setelah dilakukan intervensi 1x24 jam Pasien bebas dari
kerusakan integritas kulit dan kontraktur.
Kriteria Hasil : tidak terdapat iritasi pada kulit, keadaan kulit kering
dab bersih
Rencana Keperawatan :
1. Mobilisasi klien (Miki dan Mika) setiap 2 jam.
R/ Meningkatkan sirkulasi pada kulit dan mengurangi tekanan
pada daerah tulang yang menonjol
2. Obsevasi terhadap tanda – tanda kerusakan integritas kulit dan
kontrkatur.
R/ Mencegah adanya kerusakan kulit yang bertambah parah
3. Jagalah kebersihan dan kerapihan tempat tidur.
R/ Mencegah adanya iritasi pada kulit
4. Berikan latihan secara pasif dan perlahan – lahan
R/ Menstimulasi sirkulasi, menigkatkan nutris sel atau oksigenasi
jaringan, meningkatkan kesehatan jaringan

DAFTAR PUSTAKA

Doenges M.E,.2008. Rencana Asuhan Keperawtan :Ppedoman Untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, EGC, Jakarta
Halminto,MP,. 2007 ., Dasar- Dasar Keperawatan Maternitas, Ed. VI, EGC,
Jakarta
Lynda Juall Carpenito. 2000. Buku Saku : Diagnosa Keperawatan, Ed.8, EGC,
Jakarta
Soetomenggolo,T.S . Imael .S , 2006 . Neorologi Anak, Ikatan Dokter Indonesia,
Jakarta
Whaley and Wong. 2005. Nursing Care of Infants and Children, St.Louis :
Mosby Year Book
Patofisioliogi Hidrocepalus

Kelainan bawaan
(infeksi,neoplasma, perdarahan)

Virus/bakteri
masuk jaringan
Malformasi Ketidakseimbangan sekresi dan absorbsi otak
CSS

Obstruksi Peradangan otak


Akumulasi CSS
Dilatasi proksimal sampai di ventrikel
tempat obstruksi
Pembentukan
transudat dan
Dilatasi bagian
eksudat
ventrikel

Menekan Edema otak


Otot

Gangguan perfusi
kerusakan jaringan
Sebelum Setelah
cerebral
penutupan penutupan
sutura sutura

Kesadaran
Pembesaran Sutura
tulang terbuka
tengkorak Resiko Tirah baring
trauma
Hidrocepalus
Kerusakan
integritas kulit
Gangguan TIK Nyeri kepala
aliran darah ke
otak
Mual muntah Nyeri akut

Perfusi
jaringan
Perubahan
cerebral tidak
nutrisi
efektif
(perubahan
perfusi
cerebral)
TIK

Dilakukan tindakan bedah


VP shunt

Insisi bagian kepala dan


abdomen

Memasukkan kateter ke ventrikel otak dan


peritonium

Luka bekas jahitan di kepala


dan abdomen
Membutuhkan perawatan Perubahan jaringan kulit
post operasi
Merangsang pusat nyeri di
otak Kerusakan integritas kulit
Kegelisahan pasien

Pelepasan mediator nyeri


Aktivitas motorik tidak
terkontrol
Respon nyeri

Penurunan kesadaran
Nyeri

Resiko trauma

Anda mungkin juga menyukai