Anda di halaman 1dari 14

BAB 1

KONSEP DASAR MEDIS

A. Pengertian
Bronkitis adalah suatu peradangan pada saluran bronkial atau bronki.
Peradangan tersebut disebabkan oleh virus, bakteri, merokok, atau polusi
udara (Samer Qarah, 2007).
Bronkitis adalah suatu infeksi saluran pernapasan yang menyebabkan
inflamasi yang mengenai trakea, bronkus utama dan menengah yang
bermanifestasi sebagai batuk, dan biasanya akan membaik tanpa terapi dalam
2 minggu. Bronkitis umumnya disebabkan oleh virus seperti Rhino virus,
RSV, Virus influenza, virus parainfluenza, adenovirus, virus rubeola dan
paramyxovirus dan bronkitis karena bakteri biasanya dikaitkan dengan
micoplasma pneumonia, bordetella pertusis, BrCorinebacterium dipthriae
onchitis.

B. Klasifikasi
Bronchitis terbagi menjadi 2 jenis sebagai berikut (Tanto, Chris. 2014) :
1. Bronchitis akut.
Bronchitis yang biasanya datang dan sembuh hanya dalam waktu 2
hingga 3 minggu saja. Kebanyakan penderita bronchitis akut akan sembuh
total tanpa masalah yang lain.
2. Bronchitis kronis
Yaitu, bronchitis yang biasanya datang secara berulang-ulang dalam
jangka waktu yang lama. Terutama, pada perokok. Bronchitis kronis ini
juga berarti menderita batuk yang dengan disertai dahak dan diderita
selama berbulan-bulan hingga tahunan.
C. Etiologi
Polusi udara yang terus menerus juga merupakan predisposisi infeksi
rekuren karena polusi memperlambat aktivitas silia dan fagositosis. Zat-zat
kimia yang dapat juga menyebabkan bronkitis adalah O2, N2O, hidrokarbon,
aldehid, ozon.
Infeksi Eksaserbasi bronchitis disangka paling sering diawali dengan
infeksi virus yang kemudian menyebabkan infeksi sekunder bakteri. Bakteri
yang diisolasi paling banyak adalah Hemophilus influenza dan streptococcus
pneumonie dan organisme lain seperti Mycoplasma pneumonia.
Defisiensi alfa-1 antitripsin adalah gangguan resesif yang terjadi pada
sekitar 5% pasien emfisema (dan sekitar 20% dari kolestasis neonatorum)
karena protein alfa-1 antitripsin ini memegang peranan penting dalam
mencegah kerusakan alveoli oleh neutrofil elastase (Rubenstein, et al., 2007).
Terdapat hubungan dengan kelas sosial yang lebih rendah dan
lingkungan industri banyak paparan debu, asap (asam kuat, amonia, klorin,
hidrogen sufilda, sulfur dioksida dan bromin), gas-gas kimiawi akibat kerja.
Riwayat infeksi saluran napas. Infeksi saluran pernapasan bagian atas
pada penderita bronkitis hampir selalu menyebabkan infeksi paru bagian
bawah, serta menyebabkan kerusakan paru bertambah.
Bronkhitis kronis dapat merupakan komplikasi kelainan patologik pada
beberapa alat tubuh, yaitu:
1. Penyakit jantung menahun, yang disebabkan oleh kelainan patologik
pada katup maupun miokardia. Kongesti menahun pada dinding
bronkhus melemahkan daya tahan sehingga infeksi bakteri mudah terjadi.
2. Infeksi sinus paranasalis dan rongga mulut, area infeksi merupakan
cumber bakteri yang dapat menyerang dinding bronkhus.
3. Dilatasi bronkhus (bronkInektasi), menyebabkan gangguan susunan dan
fungsi dinding bronkhus sehingga infeksi bakteri mudah terjadi.
4. Rokok dapat menimbulkan kelumpuhan bulu getar selaput lendir
bronkhus sehingga drainase lendir terganggu. Kumpulan lendir tersebut
merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri.
D. Patofisiologi
Serangan bronkhitis akut dapat timbul dalam serangan tunggal atau
dapat timbul kembali sebagai eksaserbasi akut dari bronkhitis kronis. Pada
umumnya, virus merupakan awal dari serangan bronkhitis akut pada infeksi
saluran napas bagian atas. Dokter akan mendiagnosis bronkhitis kronis jika
pasien mengalami batuk atau mengalami produksi sputum selama kurang
lebih tiga bulan dalam satu tahun atau paling sedikit dalam dua tahun
berturut-turut.
Serangan bronkhitis disebabkan karena tubuh terpapar agen infeksi
maupun non infeksi (terutama rokok). Iritan (zat yang menyebabkan iritasi)
akan menyebabkan timbulnya respons inflamasi yang akan menyebabkan
vasodilatasi, kongesti, edema mukosa, dan bronkospasme. Tidak seperti
emfisema, bronkhitis lebih memengaruhi jalan napas kecil dan besar
dibandingkan alveoli. Dalam keadaan bronkhitis, aliran udara masih
memungkinkan tidak mengalami hambatan.
Pasien dengan bronkhitis kronis akan mengalami:
1. Peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar mukus pada bronkhus besar
sehingga meningkatkan produksi mukus.
2. Mukus lebih kental
3. Kerusakan fungsi siliari yang dapat menunjukkan mekanisme
pembersihan mukus.

Pada keadaan normal, paru-paru memiliki kemampuan yang disebut


mucocilliary defence, yaitu sistem penjagaan paru-paru yang dilakukan oleh
mukus dan siliari. Pada pasien dengan bronkhitis akut, sistem mucocilliary
defence paru-paru mengalami kerusakan sehingga lebih mudah terserang
infeksi. Ketika infeksi timbul, kelenjar mukus akan menjadi hipertropi dan
hiperplasia (ukuran membesar dan jumlah bertambah) sehingga produksi
mukus akan meningkat. infeksi juga menyebabkan dinding bronkhial
meradang, menebal (sering kali sampai dua kali ketebalan normal), dan
mengeluarkan mukus kental. Adanya mukus kental dari dinding bronkhial
dan mukus yang dihasilkan kelenjar mukus dalam jumlah banyak akan
menghambat beberapa aliran udara kecil dan mempersempit saluran udara
besar. Bronkhitis kronis mula-mula hanya memengaruhi bronkhus besar,
namun lambat laun akan memengaruhi seluruh saluran napas.
Mukus yang kental dan pembesaran bronkhus akan mengobstruksi jalan
napas terutama selama ekspirasi. Jalan napas selanjutnya mengalami kolaps
dan udara terperangkap pada bagian distal dari paru-paru. Obstruksi ini
menyebabkan penurunan ventilasi alveolus, hipoksia, dan acidosis. Pasien
mengalami kekurangan 02, iaringan dan ratio ventilasi perfusi abnormal
timbul, di mana terjadi penurunan PO2 Kerusakan ventilasi juga dapat
meningkatkan nilai PCO,sehingga pasien terlihat sianosis. Sebagai
kompensasi dari hipoksemia, maka terjadi polisitemia (produksi eritrosit
berlebihan).
Pada saat penyakit bertambah parah, sering ditemukan produksi
sejumlah sputum yang hitam, biasanya karena infeksi pulmonari. Selama
infeksi, pasien mengalami reduksi pada FEV dengan peningkatan pada RV
dan FRC. Jika masalah tersebut tidak ditanggulangi, hipoksemia akan timbul
yang akhirnya menuiu penyakit cor pulmonal dan CHF (Congestive Heart
Failure).

E. Tanda dan Gejala


1. Batuk, mulai dengan batuk – batuk pagi hari, dan makin lama batuk
makin berat, timbul siang hari maupun malam hari, penderita terganggu
tidurnya.
Batuk pada bronchitis mempunyai ciri antara lain batuk produktif
berlangsung kronik dan frekuensi mirip seperti pada bronchitis kronis,
jumlah seputum bervariasi, umumnya jumlahnya banyak terutama pada
pagi hari sesudah ada perubahan posisi tidur atau bangun dari tidur.
Kalau tidak ada infeksi skunder sputumnya mukoid, sedang apabila
terjadi infeksi sekunder sputumnya purulen, dapat memberikan bau
yang tidak sedap. Apabila terjadi infeksi sekunder oleh kuman anaerob,
akan menimbulkan sputum sangat berbau, pada kasus yang sudah berat,
misalnya pada saccular type bronchitis, sputum jumlahnya banyak
sekali, puruen, dan apabila ditampung beberapa lama, tampak terpisah
menjadi 3 bagian. Lapisan teratas agak keruh, Lapisan tengah jernih,
terdiri atas saliva (ludah), Lapisan terbawah keruh terdiri atas nanah dan
jaringan nekrosis dari bronkus yang rusak ( celluler debris ).
2. Dahak, sputum putih/mukoid. Bila ada infeksi, sputum menjadi purulen
atau mukopuruen dan kental.
3. Sesak bila timbul infeksi, sesak napas akan bertambah, kadang –
kadang disertai tanda – tanda payah jantung kanan, lama kelamaan
timbul kor pulmonal yang menetap.
Pada sebagian besar pasien (50 % kasus) ditemukan keluhan
sesak nafas. Timbul dan beratnya sesak nafas tergantung pada seberapa
luasnya bronchitis kronik yang terjadi dan seberapa jauh timbulnya
kolap paru dan destruksi jaringan paru yang terjadi sebagai akibat
infeksi berulang (ISPA), yang biasanya menimbulkan fibrosis paru dan
emfisema yang menimbulkan sesak nafas. Kadang ditemukan juga
suara mengi ( wheezing ), akibat adanya obstruksi bronkus. Wheezing
dapat local atau tersebar tergantung pada distribusi kelainannyasesak
nafas ketika melakukan olah raga atau aktivitas ringan sering menderita
infeksi pernafasan (misalnya flu)
4. Bengek
5. Lelah
6. Pembengkakan pergelangan kaki, kaki dan tungkai kiri dan kanan
7. Wajah, telapak tangan atau selaput lendir yang berwarna kemerahan
8. Pipi tampak kemerahan
9. Sakit kepala
10. Gangguan penglihatan.

Bronkitis infeksiosa seringkali dimulai dengan gejala seperti pilek,


yaitu hidung meler, lelah, menggigil, sakit punggung, sakit otot, demam
ringan dan nyeri tenggorokan. Batuk biasanya merupakan tanda dimulainya
bronkitis. Pada awalnya batuk tidak berdahak, tetapi 1-2 hari kemudian akan
mengeluarkan dahak berwarna putih atau kuning. Selanjutnya dahak akan
bertambah banyak, berwarna kuning atau hijau.
Pada bronkitis berat, setelah sebagian besar gejala lainnya membaik,
kadang terjadi demam tinggi selama 3-5 hari dan batuk bisa menetap selama
beberapa minggu. Sesak nafas terjadi jika saluran udara tersumbat. Sering
ditemukan bunyi nafas mengi, terutama setelah batuk. Bisa terjadipneumonia.

F. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan yang dilakukan pada klien bronchitis adalah rontgen
thoraks, analisa sputum, tes fungsi paru dan pemeriksaan kadar gas darah
arteri (Nurarif, Amin 2015).

G. Komplikasi
Ada beberapa komplikasi bronchitis yang dapat dijumpai pada pasien,
antara lain :
1. Bronchitis kronik
2. Pneumonia dengan atau tanpa atelektaksis, bronchitis sering mengalami
infeksi berulang biasanya sekunder terhadap infeksi pada saluran nafas
bagian atas. Hal ini sering terjadi pada mereka drainase sputumnya
kurang baik.
3. Pleuritis. Komplikasi ini dapat timbul bersama dengan timbulnya
pneumonia. Umumnya pleuritis sicca pada daerah yang terkena.
4. Efusi pleura atau empisema
5. Abses metastasis diotak, akibat septikemi oleh kuman penyebab infeksi
supuratif pada bronkus. Sering menjadi penyebab kematian
6. Haemaptoe terjadi kerena pecahnya pembuluh darah cabang vena ( arteri
pulmonalis ) , cabang arteri ( arteri bronchialis ) atau anastomisis
pembuluh darah. Komplikasi haemaptoe hebat dan tidak terkendali
merupakan tindakan beah gawat darurat.
7. Sinusitis merupakan bagian dari komplikasi bronchitis pada saluran nafas
8. Kor pulmonal kronik pada kasus ini bila terjadi anastomisis cabang-
cabang arteri dan vena pulmonalis pada dinding bronkus akan terjadi
arterio-venous shunt, terjadi gangguan oksigenasi darah, timbul sianosis
sentral, selanjutnya terjadi hipoksemia. Pada keadaan lanjut akan terjadi
hipertensi pulmonal, kor pulmoner kronik,. Selanjutnya akan terjadi
gagal jantung kanan.
9. Kegagalan pernafasan merupakan komlikasi paling akhir pada bronchitis
yang berat da luas
10. Amiloidosis keadaan ini merupakan perubahan degeneratif, sebagai
komplikasi klasik dan jarang terjadi. Pada pasien yang mengalami
komplikasi ini dapat ditemukan pembesaran hati dan limpa serta
proteinurea.

H. Penatalaksanaan Medis
Untuk mengurangi demam dan rasa tidak enak badan, kepada penderita
dewasa bisa diberikan aspirin atau acetaminophen; kepada anak-anak
sebaiknya hanya diberikan acetaminophen. Dianjurkan untuk beristirahat dan
minum banyak cairan.
Antibiotik diberikan kepada penderita yang gejalanya menunjukkan
bahwa penyebabnya adalah infeksi bakteri (dahaknya berwarna kuning atau
hijau dan demamnya tetap tinggi) dan penderita yang sebelumnya memiliki
penyakit paru-paru. Kepada penderita dewasa diberikan trimetoprim-
sulfametoksazol, tetracyclin atau ampisilin. Erythromycin diberikan
walaupun dicurigai penyebabnya adalah Mycoplasma pneumoniae. Kepada
penderita anak-anak diberikan amoxicillin. Jika penyebabnya virus, tidak
diberikan antibiotik.
BAB 2
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas klien : nama, umur, alamat, pendidikan, no RM, agama, diagnosa
medis.
2. Riwayat kesehatan : riwayat alergi dalam keluarga, gangguan genetik,
riwayat tentang disfungsi pernapasan sebelumnya, bukti terbaru penularan
terhadap infeksi, iritasi lain, trauma.
3. Pemeriksaan fisik :
a. B1 (Breathing)
Adanya retraksi dan pernapasan cuping hidung, warna kulit dan
membrane mukosa pucat dan sianosis, adanya suara serak, stridor dan
batuk. Pada anak yang menderita bronchitis biasanya disertai dengan
demam ringan, secara bertahap mengalami peningkatan distress
pernapasan, dispnea, batuk non produktif paroksimal, takipnea dengan
pernapasan cuping hidung dan retraksi, emfisema.
Gejala : Takipnea, Riwayat infeksi saluran nafas berulang.
Tanda : Lebih memilih posisi fowler/semi fowler untuk bernafas,
Cuping hidung, Clubing finger.
b. B2 (Blood)
Gejala : Pembengkakan pada ekstremitas bawah
Tanda : Peningkatan TD, Takikardi, Distensi vena jugularis, Bunyi
jantung redup(karena cairan di paru-paru), Warna kulit normal atau
sianosis.
c. B3 (Brain)
Klien tampak gelisah, peka terhadap rangsang, ketakutan, nyeri dada.
d. B4 (Bladder)
Tidak ditemukan masalah, tidak ditemukan adanya kelainan.
e. B5 (Bowel)
Gejala : Mual/muntah, Nafsu makan menurun, Nafsu makan menurun
Tanda : Turgor kulit buruk, Berkeringat
f. B6 (Bone)
Gejala : Keletihan,kelelahan, Ketidakmampuan untuk melakukan
aktivitas karena sulit bernafas
Tanda : Keletihan, Gelisah, Insomnia

B. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan
produksi sekret.
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas oleh
sekresi, spasme bronchus.
3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan broncokontriksi, mukus.
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
dispneu, anoreksia, mual muntah.

C. Rencana keperawatan
DIAGNOSA TUJUAN DAN CRITERIA
NO INTERVENSI (NIC)
KEPERAWATAN HASIL (NOC)

1 Bersihan Jalan Nafas NOC : NIC :


tidak Efektif Respiratory status : Airway suction
Ventilation  Pastikan
Respiratory status : Airway kebutuhan oral /
patency tracheal
Aspiration Control suctioning
Kriteria Hasil :  Auskultasi suara
Mendemonstrasikan batuk nafas sebelum dan
efektif dan suara nafas yang sesudah
bersih, tidak ada sianosis dan suctioning.
dyspneu (mampu  Informasikan pada
mengeluarkan sputum, klien dan keluarga
mampu bernafas dengan tentang suctioning
mudah, tidak ada pursed lips)  Minta klien nafas
dalam sebelum
Menunjukkan jalan nafas
suction dilakukan.
yang paten (klien tidak
 Berikan O2
merasa tercekik, irama nafas,
dengan
frekuensi pernafasan dalam
menggunakan
rentang normal, tidak ada
nasal untuk
suara nafas abnormal)
memfasilitasi
Mampu mengidentifikasikan suksion
dan mencegah factor yang nasotrakeal
dapat menghambat jalan  Gunakan alat
nafas yang steril sitiap
melakukan
tindakan
 Anjurkan pasien
untuk istirahat dan
napas dalam
setelah kateter
dikeluarkan dari
nasotrakeal
 Monitor status
oksigen pasien
 Ajarkan keluarga
bagaimana cara
melakukan
suksion
 Hentikan suksion
dan berikan
oksigen apabila
pasien
menunjukkan
bradikardi,
peningkatan
saturasi O2, dll.

Airway Management
 Buka jalan nafas,
guanakan teknik
chin lift atau jaw
thrust bila perlu
 Posisikan pasien
untuk
memaksimalkan
ventilasi
 Identifikasi pasien
perlunya
pemasangan alat
jalan nafas buatan

2 Gangguan Pertukaran NOC : NIC :


gas Respiratory Status : Gas Airway Management
exchange  Buka jalan nafas,
Respiratory Status : guanakan teknik
ventilation chin lift atau jaw
Vital Sign Status thrust bila perlu
Kriteria Hasil :  Posisikan pasien
Mendemonstrasikan untuk
peningkatan ventilasi dan memaksimalkan
oksigenasi yang adekuat ventilasi
Memelihara kebersihan paru  Identifikasi pasien
paru dan bebas dari tanda perlunya
tanda distress pernafasan pemasangan alat
v Mendemonstrasikan batuk jalan nafas buatan
efektif dan suara nafas yang
bersih, tidak ada sianosis dan
dyspneu (mampu
mengeluarkan Respiratory
sputum,
mampu bernafas dengan Monitoring
mudah, tidak ada pursed lips) Monitor rata – rata,
kedalaman, irama
v Tanda tanda vital dalam dan usaha respirasi
rentang normal  Catat pergerakan
dada,amati
kesimetrisan,
penggunaan otot
tambahan, retraksi
otot supraclavicular
dan intercostal
 Monitor suara
nafas, seperti
dengkur
 Monitor pola
nafas : bradipena,
takipenia,
kussmaul,
hiperventilasi,
cheyne stokes, biot

3 Pola Nafas tidak NOC : NIC :


efektif Respiratory status : Airway Management
Ventilation  Buka jalan nafas,
Respiratory status : Airway guanakan teknik
patency chin lift atau jaw
Vital sign Status thrust bila perlu
Kriteria Hasil :  Posisikan pasien
Mendemonstrasikan batuk untuk
efektif dan suara nafas yang memaksimalkan
bersih, tidak ada sianosis dan ventilasi
dyspneu (mampu  Identifikasi pasien
mengeluarkan sputum, perlunya
mampu bernafas dengan pemasangan alat
mudah, tidak ada pursed lips) jalan nafas buatan
Menunjukkan jalan nafas  Pasang mayo bila
yang paten (klien tidak perlu
merasa tercekik, irama nafas,  Keluarkan sekret
frekuensi pernafasan dalam dengan batuk atau
rentang normal, tidak ada suction
suara nafas abnormal)
Vital sign Monitoring
Tanda Tanda vital dalam Monitor TD, nadi,
rentang normal (tekanan suhu, dan RR
darah, nadi, pernafasan) Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
Monitor VS saat
pasien berbaring,
duduk, atau berdiri
Auskultasi TD pada
kedua lengan dan
bandingkan
Monitor TD, nadi,
RR, sebelum, selama,
dan setelah aktivitas
Monitor kualitas dari
nadi
Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
Monitor suara paru
Monitor pola
pernapasan abnormal
Monitor suhu, warna,
dan kelembaban kulit
Monitor sianosis
perifer
Monitor adanya
cushing triad (tekanan
nadi yang melebar,
bradikardi,
peningkatan sistolik)
Identifikasi penyebab
dari perubahan vital
sign
4 Ketidakseimbangan NOC : NIC :
nutrisi kurang dari Nutritional Status : food and Nutrition
kebutuhan tubuh Fluid Intake Management
Kriteria Hasil :  Kaji adanya alergi
Adanya peningkatan berat makanan
badan sesuai dengan tujuan  Kolaborasi dengan
Berat badan ideal sesuai ahli gizi untuk
dengan tinggi badan menentukan jumlah
Mampu mengidentifikasi kalori dan nutrisi
kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan
Tidak ada tanda tanda pasien.
malnutrisi  Anjurkan pasien
Tidak terjadi penurunan berat untuk
badan yang berarti meningkatkan
intake Fe
 Anjurkan pasien
untuk
meningkatkan
protein dan vitamin
C
 Berikan substansi
gula
 Yakinkan diet yang
dimakan
mengandung tinggi
serat untuk
mencegah
konstipasi
 Ajarkan pasien
bagaimana
membuat catatan
makanan harian.
Daftar Pustaka

Carolin, Elizabeth J. 2002. Buku Saku Patofisiologi. EGC: Jakarta.

Nurarif, Amin Huda.2015. Aplikasi Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &


Nanda NIC -. NOC. Yogyakarta : Mediaction

Qarah, Samer. 2007. Bronchitis. http://www.emedicine.com/med.

Rubinstein A, et al. (2007) Faithful modeling of transient expression and its


application to elucidating negative feedback regulation. Proc Natl Acad Sci
USA

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &


Suddarth, alihbahasa; Agung Waluyo, editor; Monica Ester, Edisi
8. EGC: Jakarta.

Tanto, Chris. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 4. Jakarta : Media


Aesculapius

Anda mungkin juga menyukai