Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kasus kematian ibu melahirkan di Indonesia masih tergolong cukup tinggi.


Pada 2015 mendatang angka kematian ibu melahirkan ditargetkan menurun menjadi
103 per 100.000 kelahiran. Angka kematian ibu melahirkan di Indonesia saat ini
tergolong masih cukup tinggi yaitu mencapai 228 per 100.000 kelahiran. Walaupun
sebelumnya Indonesia telah mampu melakukan penurunan dari angka 300 per
100.000 kelahiran pada tahun 2004. Padahal berdasarkan Sasaran Pembangunan
Milenium atau Millenium Development Goal (MDG), kematian ibu melahirkan
ditetapkan pada angka 103 per 100.000 kelahiran.

Angka kematian ibu merupakan salah satu masalah besar di negeri ini.
Pasalnya, angka kematian ini menunjukkan gambaran derajat kesehatan di suatu
wilayah, sebagai gambaran indeks pembangunan manusia Indonesia.

Angka kematian ibu di Indonesia paling tinggi di Asia Tenggara 307/100.000


kelahiran. Hal ini menjadi pemicu pengaruh terhadap pertumbuhan penduduk.
Kematian ibu melahirkan masih menjadi persoalan yang cukup pelik di negeri ini.
Tahun demi tahun masih panjang daftar wanita yang menjadi korban takdirnya. Dan,
kita bukan sedang mempersoalkan angka secara statistik, tapi kenyataan bahwa angka
kematian ibu di Indonesia masih yang tertinggi di Asean.

Data terakhir dari BPS adalah sebesar 262 per 100 ribu kelahiran hidup pada
tahun 2005. Sedangkan Laporan Pembangunan Manusia tahun 2000 menyebutkan
angka kematian ibu di Malaysia jauh di bawah Indonesia yaitu 41 per 100 ribu

1
kelahiran hidup, Singapura 6 per 100 ribu kelahiran hidup, Thailand 44 per 100 ribu
kelahiran hidup, dan Filiphina 170 per 100 ribu kelahiran hidup. Padahal, tahun 2000
itu angka kematian ibu masih berkisar di angka 307 per 100 ribu kelahiran hidup.
Bahkan Indonesia kalah dibandingkan Vietnam, Negara yang belum lama merdeka,
yang memiliki angka kematian ibu 160 per 100 ribu kelahiran hidup.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang, maka dapat dirumuskan
masalah penelitian yaitu :
1. Bagaimana Gambaran Angka Kematian Ibu berdasarkan persalinan
pervaginam di RSUD Solok
2. Bagaimana Gambaran Angka kematian ibu berdasarkan Sectio Caesaria di
RSUD Solok
3. Apa Penyebab Kematian Ibu Bersalin secara Pervaginam di RSUD Solok
4. Apa Penyebab Kematian Ibu Bersalin secara Sectio Caesaria di RSUD Solok
5. Upaya Pencegahan Penyulit pada Kehamilan dan persalinan

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk memperoleh Gambaran Angka Kematian Ibu di Rumah Sakit
Umum Daerah (RSUD) Solok tahun 2017
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui Gambaran Angka Kematian Ibu berdasarkan Persalinan
pervaginam di RSUD Solok
b. Untuk mengetahui Gambaran Angka Kematian Ibu berdasarkan Sectio
Caesaria di RSUD Solok
c. Untuk mengetahui penyebab kematian ibu bersalin secara pervaginam di
RSUD Solok

2
d. Untuk mengetahui penyebab kematian ibu bersalin secara Sectio Caesaria
di RSUD Solok
e. Untuk mengetahui upaya pencegahan penyulit pada kehamilan dan
persalinan

D. Manfaat Penelitian
1. Hasil penelitian diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai masukan bagi pihak
pengambil kebijakan dan kesehatan terkait.
2. Sebagai dasar pengambil keputusan dalam penyusunan program perencanaan
yang akan 3embra.
3. Menambah khasanah ilmu pengetahuan bagi pembaca dan peneliti lainnya
dalam rangka meningkatkan pemahaman mereka terutama berkaitan dengan
Angka Kematian Ibu.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Angka Kematian Ibu


1. Defenisi
Kematian ibu adalah kematian seorang wanita yang sedang hamil
atau dalam periode 42 hari setelah terminasi kehamilannya tanpa memandang
lama dan lokasi kehamilan. (Pencegahan kematian Ibu Hamil 1994)
Kematian ibu adalah kematian dari setiap wanita waktu hamil,
persalinan, dan dalam 90 hari sesudah berakhirnya kehamilan oleh sebab
apapun, tanpa memperhitungkan tuanya kehamilan dan tindakan yang
dilakukan untuk mengakhiri kehamilan. (WHO)
Kematian ibu adalah kematian dari setiap wanita sewaktu dalam
kehamilan, persalinan dan dalam 42 hari setelah terminasi kehamilan tanpa
mempertimbangkan lamanya serta di mana kehamilan tersebut itu
berlangsung. (FIGO 1973)

2. Frekuensi
Jumlah kematian ibu yang terjadi di Negara tertentu beguna untuk
mengetahui besarnya Angka Kematian Ibu. Angka itu dapat dipakai untuk
merencanakan pelayanan kesehatan bagi ibu dan anak (KIA) atau untuk
menganalisis penyebab kematian. Besarnya kematian ibu tidak dapat
digunakan sebagai 4embrane4 untuk mengukur perubahan atau perbandingan
antar wilayah.
Pada saat ini tidak ada angka yang tepat mengenai kematian maternal
untuk Indonesia atau untuk suatu wilayah di Indonesia. Hal ini disebabkan
oleh belum adanya 4embra pendaftaran wajib untuk kelahiran dan kematian di
Negara kita. Menurut taksiran kasar, angka kematian ibu adalah 6-8 per 1000
kelahiran ; angka ini sangat tinggi apabila dibandingkan dengan angka-angka

4
di 5embra-negara maju, yang berkisar antara 1,5 dan 3 per 10.000 kelahiran
hidup.
Di 5embra-negara miskin dan sedang berkembang, kematian
maternal merupakan masalah besar, namun sejumlah kematian yang cukup
besar tidak dilaporkan dan tidak tercatat dalam 5embrane5 resmi. Di 5embra
maju angka kematian ibu berkisar antara 5-10 per 100.000 kelahiran hidup,
sedangkan di 5embra sedang berkembang berkisar antara 750-1000 per
100.000 kelahiran hidup. Tingkat kematian ibu di Indonesia diperkirakan
sekitar 450 per 100.000 kelahiran hidup.

B. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Kematian Ibu


1. Faktor Reproduksi
a. Usia
Dalam kurung reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman untuk
kehamilan dan persalinan adalah 20-30 tahun. Kematian maternal pada
wanita hamil dan melahirkan pada usia di bawah 20 tahun ternyata 2-5
kali lebih tinggi dari pada kematian maternal yang terjadi pada usia 20-29
tahun. Kematian maternal meningkat kembali sesudah usia 30-35 tahun.
b. Paritas
Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut
kematian maternal. Paritas 1 dan paritas tinggi (lebih dari 3) mempunyai
angka kematian maternal lebih tinggi. Lebih tinggi paritas, lebih tinggi
kematian maternal. Resiko pada paritas 1 dapat ditangani dengan asuhan
embrionik lebih baik, sedangkan resiko pada paritas tinggi dapat dikurangi
atau dicegah dengan Keluarga Berencana. Sebagian kehamilan pada
paritas tinggi adalah tidak direncanakan.
2. Komplikasi embrionik5
a. Perdarahan post partum

5
Perdarahan post partum adalah perdarahan yang terjadi dalam 24 jam
setelah persalinan berlangsung. Perdarahan post partum dibagi menjadi
dua bagian yaitu :
1) Perdarahan post partum primer
Perdarahan post partum primer terjadi dalam 24 jam pertama.
Penyebab utama Perdarahan post partum primer adalah atonia uteri,
retensio plasenta, sisa plasenta, dan robekan jalan lahir. Terbanyak
dalam 2 jam pertama.
2) Perdarahan post partum sekunder
Berdasarkan post partum sekunder terjadi setelah 24 jam
petama. Penyebeab utama perdarahan post partum sekunder adalah
robekan jalan lahir dan sisa plasenta dan embrionik.
Perdarahan post partum yang disebbkan oleh atonia uteri atau
sisa plasenta sering berlangsung sangat banyak dan cepat. Renjatan
kerena perdarahan banyak segera akan disusul dengan kematian
maternal, jika masalah ini dapat diatasi secara cepat dan tepat oleh
tenaga yang terampil dan fasilitas pelayanan kesehatan yang memadai.

C. Usaha Pencegahan Penyulit pada Kehamilan dan Persalinan


Dari uraian di atas jelas terlihat bahwa usaha untuk pencegahan
penyakit kehamilan dan persalinan tergantung pada berbagai faktor dan tidak
semata-mata tergantung dari sudut medis atau kesehatan saja. Faktor sosial
ekonomi diduga sangat berpengaruh. Karena pada umunya seseorang dengan
keadaan sosial ekonomi rendah seperti diuraikan di atas, tidak akan terlepaa
dari kemiskinan, kebodohan dan ketidaktahuan sehingga mempunyai
kecenderungan untuk menikah pada usia muda dan tidak berpartisipasi dalam
keluarga berencana.
Disamping itu keadaan sosial ekonomi yang rendah juga akan
megakibatkan gizi ibu dan perilaku pemanfaatan pelayanan kesehatan yang

6
jelek. Transportasi yang baik disertai dengan ketersediaannya pusat-pusat
pelayanan yang bermutu akan dapat melayani ibu hamil untuk mendapatkan
asuhan anenatal yang baik, cakupannya luas, dan jumlah pemeriksaan yang
cukup.
Di negara maju setiap wanita hamil memeriksakan diri sekitar 15 kali
selama kehamilannya. Sedangkan di Indonesia pada kehamilan resiko rendah
dianggap cukup bila memeriksakan diri 4-5 kali. Jadi secara garis besar dapat
disimpulkan bahwa usaha yang dapat dilakukan untuk pencegahan penyulit
pada kehamilan dan persalinan adalah :
1. Asuhan antenatal yang baik dan bermutu bagi setiap wanita hamil.
2. Peningkatan pelayanan, jaringan pelayanan dan sistem rujukan
kesehatan.
3. Peningkatan pelayanan gawat darurat sampai ke lini terdepan.
4. Peningkatan status wanita baik dalam pendidikan, gizi, masalah
kesehatan wanita dan reproduksi dan peningkatan status sosial
ekonominya.
5. Menurunkan tingkat fertilitas yang tinggi melalui program keluarga
berencana.

7
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Rancangan Penelitian


Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan
mengumpulkan data sekunder dari rekam medis. Penelitian dilaksanakan
pada bulan januari 2017 sampai dengan desember 2017 di RSUD Solok.
Populasi target dalam penelitian ini adalah pasien dengan
persalinan pervaginam dan seksio sesarea. Populasi terjangkau dalam
penelitian ini adalah pasien dengan persalinan pervaginam dan seksio
sesarea di RSUD Solok tahun 2017.
Sampel yang dikehendaki adalah pasien dengan persalinan
pervaginam dan seksio sesarea di RSUD Solok yang memenuhi kriteria
inklusi yaitu pasien yang bersalin di RSUD Solok pada tahun 2017 dan
tidak memenuhi kriteria eksklusi yaitu pasien yang rekam medisnya tidak
lengkap atau hilang.
Variabel dalam penelitian ini adalah usia ibu, paritas, frekuensi
pelayanan antenatal, status rujukan, indikasi seksio sesarea, komplikasi,
lama perawatan, dan nilai Apgar bayi.

3.2.Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan di Bagian Obstetri dan Ginekologi RSUD Solok mulai
tanggal 28 Mei - 09 Juni 2018.

3.3. Populasi Penelitian


Populasi penelitian adalah seluruh ibu hamil dengan diagnosa sectio caesarea
yang datang di bagian Obstetri dan Ginekologi RSUD Solok selama tahun 2017.

8
3.4. Sampel Penelitian
Seluruh ibu hamil dengan persalinan pervaginam dan sectio caesarea.

3.5. Kriteria Penerimaan


Seluruh ibu hamil dengan persalinan pervaginam dan sectio caesarea di bagian
Obstetri dan Ginekologi RSUD Solok dimasukkan kedalam penelitian ini.

3.6.Kriteria Penolakan
Pasien yang menolak untuk dijadikan sampel penelitian

3.7. Bahan Dan Cara Kerja


Bahan dan cara kerja pada penelitian :
a. Pasien yang memenuhi kriteria dicatat identitas nya.
b. Lakukan pengumpulan data pasien yang termasuk kriteria dalam penelitian
ini.
c. Catat hasil pasien yang melakukan persalinan pervaginam dan sectio caesarea
d. Bandingkan apakah ada perbedaan antara angka kematian ibu bersalin secara
pervaginam dengan sectio sesaria selama tahun 2017
3.8. Manajemen Dan Analisis Data
a. Terhadap data yang telah dikumpulkan dilakukan editing dan cleaning data.
Selanjutnya untuk melihat perbedaan dari data-data kematian ibu bersalin
secara pervaginam dan sectio caesarea dengan pencarian rata-rata dari semua
data.

9
10
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil penelitian


Data kematian ibu bersalin di RSUD Solok tahun 2017 yaitu :
Tgl Nama Pasien Umur Alamat No.RM Diagnosa
20/04 Neliwati 34 Singkarak 166287 Post SCTPP a.i Atonia
/2017 uteri
22/04 Riri Afni 42 Padang aro 160907 Post SCTPP a.i Kala II
/2017 memanjang + gagal
induksi
16/06 Alika 29 Sungai 165223 Post SCTPP a.i PEB +
/2017 Tambang CKD + Anemia sedang
+ penurunan kesadaran
18/07 Yuhaliza 32 Bukit Sileh 143375 Post SCTPP a.i Atonia
/2017 uteri
25/10 Asmita 44 Dharmasraya 158766 Post SCTPP a.i PEB +
/2017 ileus obstruksi
27/09 Putri Yenti 30 Selayo 167794 Post SCTPP a.i Fetal
/2017 distress + Atonia uteri

4.2 Pembahasan

Berdasarkan hasil data penelitian ( Lampiran ), diperoleh kematian ibu


bersalin di RSUD Solok tahun 2017 secara pervaginam sebanyak 0 orang, sedangkan
kematian ibu bersalin secara sectio sesaria sebanyak 6 orang. Adapun kematian ibu
bersalin secara sectio sesaria pada Tahun 2017 diantaranya 50 % disebabkan oleh
atonia uteri, 40 % disebabkan oleh PEB yang disertai penyakit penyerta, dan 10 %
disebabkan oleh gagal induksi.

11
Diagram 1. penyebab kematian ibu bersalin secara sectio sesaria

Atonia Uteri
Adalah suatu keadaan dimana lemahnya kontraksi rahim yang menyebabkan
uterus tidak dapat menghentikan perdarahan yang terjadi dari tempat implantasi
plasenta setelah bayi dan plasenta lahir.

Faktor predisposisinya:
a) Regangan rahim berlebihan yang diakibatkan kehamilan gemeli,
polihidramnion, atau bayi terlalu besar.
b) Kehamilan grande multipara
c) Kelelahan persalinan lama
d) Ibu dengan anemis atau menderita penyakit menahun
e) Infeksi intra uterin
f) Mioma uteri
g) Ada riwayat atonia uteri

Diagnosis :
Setelah bayi dan plasenta lahir, ternyata perdarahan masih aktif dan banyak,
bergumpal dan pada saat dipalpasi didapatkan fundus uteri masih setinggi pusat atau

12
lebih dengan kontraksi yang lembek. Perlu diperhatikan bahwa pada saat atonia uteri
terdiagnosis, maka pada saat itu juga masih ada darah sebanyak 500-1000 cc yang
sudah keluar dari pembuluh darah, tetapi masih terperangkap dalam uterus dan harus
diperhitungkan dalam kalkulasi pemberian darah pengganti.

Penatalaksanaaan :
a) Pemijatan uterus
b) Oksitosin dapat diberikan
c) Antisipasi dini akan kebutuhan darah dan transfusi sesuai kebutuhan, jika
perdarahan terus berlangsung, memastikan plasenta lahir lengkap, jika
terdapat tanda-tanda sisa plasenta, sisa plasenta tersebut dikeluarkan, uji
pembekuan darah sederhana. Kegagalan terbentuknya pembekuan darah
setelah 7 menit atau adanya bekuan lunak yang dapat pecah dengan mudah
menunjukan adanya koagulopati.
d) Jika perdarahan terus berlangsung kompresi bimanual internal atau kompresi
aorta abdominalis.
e) Jika perdarahan masih berlangsung setelah dilakukan kompresi, ligasi arteri
uterina dan ovarika, histerektomi jika terjadi perdarahan yang mengancam
jiwa.
Preeklampsia Berat
Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan
disertai dengan proteinuria. Menurut Cunningham (2005) kriteria minimum untuk
mendiagnosis preeklampsia adalah adanya hipertensi disertai proteinuria minimal.
Hipertensi terjadi ketika tekanan darah sistolik dan diastolik ≥ 140/90 mmHg dengan
pengukuran tekanan darah sekurang-kurangnya dilakukan 2 kali selang 4 jam.
Kemudian, dinyatakan terjadi proteinuria apabila terdapat 300 mg protein dalam urin
selama 24 jam atau sama dengan ≥ 1+ dipstick.

13
Preeklampsia dengan tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah
diastolik ≥ 110 mmHg disertai proteinuria lebih 5 g/24 jam disebut sebagai
preeklampsia berat. Beberapa tanda dan gejala dari preeklampsia berat antara lain
nyeri epigastrium, sakit kepala dan gangguan penglihatan akibat edema serebral

Beberapa faktor risiko untuk terjadinya preeklampsia antara lain


1. Primigravida
Primigravida diartikan sebagai wanita yang hamil untuk pertama kalinya.
Preeklampsia tidak jarang dikatakan sebagai penyakit primagravida karena
memang lebih banyak terjadi pada primigravida daripada multigravida
(Wiknjosastro,2002).

2. Primipaternitas
Primipaternitas adalah kehamilan anak pertama dengan suami yang kedua.
Berdasarkan teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin dinyatakan bahwa
ibu multipara yang menikah lagi mempunyai risiko lebih besar untuk terjadinya
preeklampsia jika dibandingkan dengan suami yang sebelumnya.
3. Umur yang ekstrim
Kejadian preeklampsia berdasarkan usia banyak ditemukan pada kelompok
usia ibu yang ekstrim yaitu kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun (Bobak,
2004). Menurut Potter (2005), tekanan darah meningkat seiring dengan
pertambahan usia sehingga pada usia 35 tahun atau lebih terjadi peningkatkan
risiko preeklamsia.
4. Hiperplasentosis
Hiperplasentosis ini misalnya terjadi pada mola hidatidosa, kehamilan
multipel, diabetes mellitus, hidrops fetalis, dan bayi besar.
5. Riwayat pernah mengalami preeklampsia
Wanita dengan riwayat preeklampsia pada kehamilan pertamanya memiliki
risiko 5 sampai 8 kali untuk mengalami preeklampsia lagi pada kehamilan

14
keduanya. Sebaliknya, wanita dengan preeklampsia pada kehamilan keduanya,
maka bila ditelusuri ke belakang ia memiliki 7 kali risiko lebih besar untuk
memiliki riwayat preeklampsia pada kehamilan pertamanya bila dibandingkan
dengan wanita yang tidak mengalami preeklampsia di kehamilannya yang kedua.
6. Riwayat keluarga yang pernah mengalami preeklampsia
Riwayat keluarga yang pernah mengalami preeklampsia akan meningkatkan
risiko sebesar 3 kali lipat bagi ibu hamil. Wanita dengan preeklampsia berat
cenderung memiliki ibu dengan riwayat preeklampsia pada kehamilannya
terdahulu.
7. Penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Davies dkk dengan menggunakan desain
penelitian case control study dikemukakan bahwa pada populasi yang
diselidikinya wanita dengan hipertensi kronik memiliki jumlah yang lebih banyak
untuk mengalami preeklampsia dibandingkan dengan yang tidak memiliki riwayat
penyakit ini.
8. Obesitas
Obesitas merupakan suatu penyakit multifaktorial yang terjadi akibat
akumulasi jaringan lemak berlebihan sehingga dapat menganggu kesehatan.
Indikator yang paling sering digunakan untuk menentukan berat badan lebih dan
obesitas pada orang dewasa adalah indeks massa tubuh (IMT). Seseorang
dikatakan obesitas bila memiliki IMT ≥ 25 kg/m. Sebuah penelitian di Kanada
menyatakan risiko terjadinya preeklampsia meningkat dua kali setiap peningkatan
indeks massa tubuh ibu 5-7 kg/m, terkait dengan obesitas dalam kehamilan,
dengan mengeksklusikan sampel ibu dengan hipertensi kronis, diabetes mellitus,
dan kehamilan multipel.

Anemia dalam Kehamilan


Anemia dalam kehamilan memberi pengaruh kurang baik bagi ibu, baik dalam
kehamilan, persalinan, maupun nifas dan masa selanjutnya. Penyulit penyulit yang

15
dapat timbul akibat anemia adalah : keguguran (abortus), kelahiran prematurs,
persalinan yang lama akibat kelelahan otot rahim di dalam berkontraksi (inersia
uteri), perdarahan pasca melahirkan karena tidak adanya kontraksi otot rahim (atonia
uteri), syok, infeksi baik saat bersalin maupun pasca bersalin serta anemia yang berat
(<4gr%) dapat menyebabkan dekompensasi kordis. Hipoksia akibat anemia dapat
menyebabkan syok dan kematian ibu pada persalinan (Wiknjosastro, 2007).
Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar hemoglobin
dibawah 11gr % pada trimester 1 dan 3 atau kadar < 10,5 gr % pada trimester 2, nilai
batas tersebut dan perbedaannya dengan kondisi wanita tidak hamil, terjadi karena
hemodilusi, terutama pada trimester 2 (Cunningham. F, 2005). Anemia yang paling
sering dijumpai dalam kehamilan adalah anemia akibat kekurangan zat besi karena
kurangnya asupan unsur besi dalam makanan. Gangguan penyerapan, peningkatan
kebutuhan zat besi atau karena terlampau banyaknya zat besi yang keluar dari tubuh,
misalnya pada perdarahan. Wanita hamil butuh zat besi sekitar 40 mg perhari atau 2
kali lipat kebutuhan kondisi tidak hamil. Jarak kehamilan sangat berpengaruh
terhadap kejadian anemia saat kehamilan. Kehamilan yang berulang dalam waktu
singkat akan menguras cadangan zat besi ibu. Pengaturan jarak kehamilan yang baik
minimal dua tahun menjadi penting untuk diperhatikan sehingga badan ibu siap untuk
menerima janin kembali tanpa harus menghabiskan cadangan zat besinya
(Mardliyanti, 2006).
Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar hemoglobin
dibawah 11gr % pada trimester 1 dan 3 atau kadar < 10,5 gr % pada trimester 2, nilai
batas tersebut dan perbedaannya dengan kondisi wanita tidak hamil, terjadi karena
hemodulasi, terutama pada trimester 2 (Cunningham. F, 2005).

Beberapa penyebab anemia yaitu :


1. Zat besi yang masuk melalui makanan tidak mencukupi kebutuhan.

16
2. Meningkatnya kebutuhan tubuh akan zat besi, terutama ibu hamil, masa
tumbuh kembang pada remaja, penyakit kronis, seperti tuberculosis dan
infeksi lainnya.
3. Perdarahan yang disebabkan oleh infeksi cacing tambang, malaria, haid
yang berlebihan dan melahirkan.

17
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian tentang angka kematian Ibu di Rumah Sakit Umum
Daerah (RSUD) Solok pada tahun 2017 dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Angka kematian di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Solok ditinjau dari
persalinan pervaginam, yaitu 0 orang.
2. Angka kematian di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Solok ditinjau dari
sectio caesaria, yaitu 6 orang.
3. Dari 6 orang kematian ibu bersalin secara sectio sesaria pada Tahun 2017
diantaranya 3 orang disebabkan oleh atonia uteri, 2 orang disebabkan oleh
PEB yang disertai penyakit penyerta, 1 orang disebabkan oleh gagal induksi.

B. Saran
1. Perlunya peningkatan penyuluhan kepada ibu-ibu tentang pentingnya
pemeriksaan ibu hamil (antenatal care) minimal 4 kali selama kehamilan,
untuk mengetahui secara dini komplikasi yang terjadi dan diharapkan kepada
petugas kesehatan khusunya bagian kamar bersalin di Rumah Sakit Umum
Daerah (RSUD) Solok supaya lebih menjalin kerjasama antara petugas
kesehatan supaya angka kematian ibu dapat diminimalkan atau diupayakan
agar tidak menjadi kematian ibu.
2. Bagi para peneliti selanjutnya kami sarankan untuk melaksanakan tentang uji
hubungan angka kematian ibu dengan variabel yang mempengaruhinya.

18
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Bari Saifuddin SpOG MPH, 2002, Pelayanan Kesehatan Materal & Neonatal,
Edisi 1 catatan ke 3, JNPKKR, Jakarta.

Angka Kematian Ibu di Indonesia http;//www.depkes.go.id/index.php?opton=


news&task=viewarticle&sid=448Itemid=2

Gde Manuaba, I.B.G 1998, Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan Danb Keluarga
Berencana Untuk Pendidikan Bidan, jilid 1, Penerbit Buku Kedokteran,
E.G.C. Jakarta

GDE Manuaba, I.B.G. 2001, Konsep Obstetri & Ginokologi, EGC, Jakarta.

Hanifa Wiknjosastro SpOG, 2005, Ilmu Kebidanan, Edisi ke 3 catatan ke 7 Yayasan


Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, YBP.SP, Jakarta

Mohtar R, 1998, Sinopsis Obstetri Fisiologi, Edisi II Jilid 1, EGC, Jakarta.

19

Anda mungkin juga menyukai