Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

KEBUTUHAN DASAR AKTIVITAS DAN LATIHAN

Disusun oleh:
MUFIDAH AULIA AZIS
J230181029

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
TAHUN 2018
I. PENGERTIAN
Aktivitas adalah suatu energi atau keadaan bergerak dimana
manusia memerlukan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup. Salah satu
tanda kesehatan adalah adanya kemampuan seseorang melakukan
aktivitas seperti berdiri, berjalan, dan bekerja. Dengan beraktivitas tubuh
akan menjadi sehat, sistem pernafasan dan sirkulasi tubuh akan berfungsi
dengan baik, dan metabolisme tubuh dapat optimal. Kemampuan aktivitas
seseorang tidak terlepas dari keadekuatan sistem persarafan dan
muskuloskeletal. Aktivitas fisik yang kurang memadai dapat
menyebabkan berbagai gangguan pada sistem muskuloskeletal seperti
atrofi otot, sendi menjadi kaku dan juga menyebabkan
ketidakefektifan fungsi organ internal lainnya (Alimul, 2006).
Latihan merupakan suatu gerakan tubuh secara aktif yang
dibutuhkan untuk menjaga kinerja otot dan mempertahankan
postur tubuh. Latihan dapat memelihara pergerakan dan fungsi sendi
sehingga kondisinya dapat setara dengan kekuatan dan fleksibilitas otot.
Selain itu, latihan fisik dapat membuat fungsi fungsi gastrointestinal dapat
bekerja lebih optimal dengan meningkatkan selera makan orang tersebut
dan melancarkan eliminasinya karena apabila seseorang tidak dapat
melakukan aktivitas fisik secara adekuat maka hal tersebut dapat
membuat otot abdomen menjadi lemah sehingga fungsi eliminasinya
kurang efektif.

II. ANATOMI FISIOLOGI


Untuk mampu memenuhi kebutuhan akan aktivitas dan latihan,
maka diperlukan serangkaian proses fisiologis yang komplek yang
melibatkan metabolisme dari sel-sel tubuh dan terutama sistem
lokomotorik yaitu sistem otot dan sistem rangka (Gunawan, 2006)
Aktivitas dan pergerakan memerlukan energy. Energi untuk sel-sel
tubuh manusia adalah dalam bentuk Adenosin Trifosfat (ATP) yang
diperoleh dari katabolisme glukosa dalam sel-sel tubuh. Glukosa akan
dipecah menjadi energi dan hal ini terutama ditentukan oleh suplai
oksigen. Ketiga oksigen terpenuhi maka glukosa akan melalui katabolisme
aerobic di sitoplasma dan mitokondria sel melaului 4 proses: glikosis,
dekarboksilasi oksidatif asam piruvat, siklus asam sitrat, dan transport
elektron dengan hasil akhir ATP, karbondioksida, dan uap air. Jika oksigen tidak
terpenuhi, maka katabolisme energi akan dilakukan secara anaerobic
dengan produk akhir ATP, asam laktat dan NADH. Namun produksi ATP dari
metabolisme anaerobic jauh lebih sedikit dibanding metabolisme aerobic,
yaitu sekitar 1/18 kalinya (36 ATP berbanding 12 ATP). Karena oksigen amat
penting bagi konservasi energi tubuh, maka aktivitas dan latihan pada
manusia terkait erat dengan kerja sistem kardiovaskuler, respirasi,
hematologi untuk penyediaan oksigen, dan pembuanganka rbondioksida
dan uap air. 5eberapa kondisi seperti anemia, syok hipovolemik,
hipertensi, pemyakit jantung, dan penyakit pernafasan dapat
mempengaruhi kemampuan aktivitas dari manusia (Ganong, 2006).
Aktivitas dan latihan adalah proses gerakan tubuh manusia yang
melibatkan sistem lokomotorik yaitu tulang dan otot. Tulang berperan
sebagai alat gerak pasif, memberikan kestabilan dalam postur tubuh dan
memberi bentuk tubuh. Sedangkan otot berperan sebagai alat gerak aktif
dimana tendon-tendon otot melekat pada tulang dan berkontraksi untuk
menggerakkan tulang. Tulang merupakan jaringan ikat yang tersusun oleh
matriks organik dan anorganik. Tulang secara histologist dapat
dibagimenjadi 2 jenis, yaitu jaringan tulang keras (osteon) dan jaringan
tulang rawan (kartilago). Yang membedakan osteon dan kartilago
adalah bahwa kartilago lebih elastis dan lebih tahan terhadap adanya
tekanan sehingga cenderung lebih tidak mudah patah, dan osteon
cenderung lebih keras tapi mudah patah. Jaringan tulang rawan dapat
dibagi menjadi 3 yaitu kartilago hialin, kartilagi fibrosa, dan kartilagi
elastic. Tiap-tiap tipe tulang rawan membentuk bagian tubuh yang
berbeda. Tulang rawan hialin terutama menyusun bagian bagian
persendian sebagai sistem bantalan untuk melindungi friksi jika terjadi
pergerakan. Kartilago fibrosa terutama menyusun bagian diskus
intervertebralis, sedangkan kartilago elastic menyusun daun telinga.
Matriks organik terdiri atas sel-sel tulang osteoblast, osteosit, kondroblast,
kondrosit, dan osteoklas yang tersimpan pada sistem harvest. Sistem
harvest adalah suatu saluran yang di dalamnya terdapat pembuluh darah,
limfa, dan urat saraf untuk fisiologi tulang. Matriks anorganik tulang
tersusun oleh mineral-mineral terutama kalsium dan phospat. Matriks
anorganik inilah yang memberikan massa dan kekuatan pada tulang,
sehingga kondisi yang mengganggu kandungan kalsium dan fosfor dalam
jaringan tulang akan menyebabkan tulang kehilangan kepadatannya dan
mudah patah. Faktor lain yang mempengaruhi kepadatan tulang adalah
sistem endokrin terutama hormon kalsitonin dan paratirohormon, serta
metabolisme vitamin D (Guyton,2006).
Jaringan otot merupakan sistem yang berperan sebagai alat gerak
aktif. Hal ini karena kemampuan otot untuk berkontraksi dan relaksi.
Di balik mekanisme otot yang secara eksplisit hanya merupakan gerak
mekanik, terjadilah beberapa proses kimiawi dasar yang berseri demi
kelangsungan kontraksi otot. Otot pengisi atau otot yang menempel pada
sebagian besar skeletal tampak bergaris-garis atau berlurik-lurik jika
dilihat melalui mikroskop. Otot tersebut terdiri dari banyak kumpulan
(bundel) serabut paralel panjang yang disebut serat otot. Dalam tiap-tiap
myofibril, tersusun oleh protein-protein kontraktil otot yang terdiri dari
4 jenis, yaitu aktin, myosin, troponin, dan tropomiosin. Mekanisme
kontraksi otot memerlukan peran aktivitas dari keempat tipe protein.
Mekanisme kontraksi otot dijelaskan melalui proses pergeseran aktomiosin
dimana aktin berperan sebagai rel kereta dan myosin berperan sebagai
kereta. Ketika terjadi kontraksi otot, maka myosin akan bergeser
disepanjang aktin sehingga terjadilah pemendekat myofibril. Agar terjadi
pergeseran ini maka ikatan troponin pada aktin myosin harus hilang dan
hal ini memerlukan peran aktomiosin. Aktivitas aktomiosin ini
dipengaruhi oleh adanya ion kalsium dan neurotransmitter asetilkolin.
Adanya kekurangan kalsium dalam tubuh akan berdampak pada gangguan
kontraksi otot (Gunawan, 2006).
III. NILAI-NILAI NORMAL
A. Kategori Tingkat Kemampuan
Tingkat aktivitas/ Kategori
mobilitas
0 Mampu merawat diri sendiri secara
penuh
1 Memerlukan penggunaan alat
2 Memerlukan bantuan atau pengawasan
orang lain
3 Memerlukan bantuan atau pengawasan
orang lain dan peralatan
4 Sangat tergantung da tdak dapat
melakukan atau berpartisipasi dalam
perawatan

B. Kemampuan rentang gerak (range of motion-ROM)


Gerak Sendi Derajat
rentang
gerak
Bahu Adduksi: 180
gerakan lengan ke lateral dari
posisi samping ke atas kepala,
telapak tangan menghadap ke
posisi yang paling jauh.
Siku Fleksi: 150
angkat lengan bawah ke arah
depan dan ke arah atas menuju
bahu
Pergelangan tangan Fleksi: tekuk jari-jari tangan ke 80-90
arah bagian dalam lengan
bawah
Ekstensi: luruskan pergelangan 80-90
tangan dari posisi fleksi
Hperekstensi: tekuk jari-jari 70-90
tangan kearah belakang sejauh
mungkin
Abduksi: tekuk pergelangan 0-20
tangan kesisi ibu jari ketika
telapak tangan menghadap
keatas
Adduksi: tekuk pergelangan 30-50
tangan kearah kelingking
telapak tangan menghadap
keatas
Tangan dan jari Fleksi: buat kepalan tangan 90
Ekstensi: luruskan jari 90
Hiperekstensi: tekuk jari-jari 30
tangan kebelakang sejauh
mungkin
Abduksi: kembangkan jari 20
tangan
Adduksi: rapatkan jari-jari 20
tangan dari posisi abduksi

C. Derajat kekuatan otot


Skala Prosentase Karakteristik
kekuatan
normal
0 0 Paralisis sempurna
1 10 Tidak ada gerakan, kontraksi
otot dapat dipalpasi atau dilihat
2 25 Gerakan otot penuh melawan
gravitasi dengan topangan
3 50 Gerakan yang normal melawan
gravitasi
4 75 Gerakan yang normal melawan
gravitasi dan melawan tahanan
minimal
5 100 Kekuatan normal, gerakan
penuh yang normal melawan
gravitasi dan tahanan penuh

IV. JENIS KELAINAN/ GANGGUAN


Gangguan yang terjadi akibat imobilisasi diantaranya (Wahyudi dan
Wahid, 2016):
A. Perubahan metabolik, sistem endokrin
Imobilisasi megganggu fungsi metabolik normal, antara lain laju
metabolik, metabolisme karbohidrat, lemak dan protein,
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, ketidakseimbangan kalsium,
dan megganggu perncernaan.

B. Perubahan sistem respiratorik


Klien pasca operasi dan imobilisasi beresiko tinggi mengalami
komplikasi paru-paru. Komplikasi paru-paru yang paling umum
adalah atelektasis dan penumonia hipostatik.
C. Perubahan sistem kardiovaskuler
Sistem kardiovaskuler juga dipengaruhi oleh mobilisasi. Ada 3
perubahan utama yaitu hipotensi ortostatik, peningkatan beban kerja
jantung dan pembentukan trombus.
D. Perubahan sistem muskuloskeletal
Pengaruh imobilisasi pada sistem muskuloskeletal meliputi gangguan
mobilisasi permanen.keterbatasan mobilisasi mempengaruhi otot klien
melalui daya tahan, penurunan masa otot, atrofi, dan penurunan
stabilitas. Pengaruh yang lain adalah gangguan metabolisme kalsium
dan gangguan metabolisme sendi
E. Pengaruh otot
Akibat pemecahan protein, klien mengalami kehilangan massa tubuh
yang membentuk sebagian otot. Oleh karena itu, penurunan massa
otot tidak mampu mempertahankan aktivitas tanpa peningkatan
kelelahan.
F. Kontraktur sendi
Imobilisasi dapat mengakibatkan kondisi abnormal dan bisa permanen
yangditandai oleh sendi fleksi dan terviksasi. Hal ini disebabkan tidak
digunakannya atrofi dan pemendekan serat otot.
G. Perubahan sistem integumen
Imobilisasi menyebabkan dekubitus.
V. PATOFISIOLOGI
Menurut (Hidayat, 2014) proses terjadinya gangguan aktivitas tergantung
dari penyebab gangguan yang terjadi. Ada tiga hal yang dapat
menyebabkan gangguan tersebut, diantaranya adalah :
1. Kerusakan Otot
Kerusakan otot ini meliputi kerusakan anatomis maupun fisiologis
otot. Otot berperan sebagai sumber daya dan tenaga dalam proses
pergerakan jika terjadi kerusakan pada otot, maka tidak akan terjadi
pergerakan jika otot terganggu. Otot dapat rusak oleh beberapa hal
seperti trauma langsung oleh benda tajam yang merusak kontinuitas
otot. Kerusakan tendon atau ligament, radang dan lainnya.
2. Gangguan pada skelet
Rangka yang menjadi penopang sekaligus poros pergerakan dapat
terganggu pada kondisi tertentu hingga mengganggu pergerakan atau
mobilisasi. Beberapa penyakit dapat mengganggu bentuk, ukuran
maupun fungsi dari sistem rangka diantaranya adalah fraktur, radang
sendi, kekakuan sendi dan lain sebagainya.
3. Gangguan pada sistem persyarafan
Syaraf berperan penting dalam menyampaikan impuls dari dank e
otak. Impuls tersebut merupakan perintah dan koordinasi antara otak
dan anggota gerak. Jadi, jika syaraf terganggu maka akan terjadi
gangguan penyampaian impuls dari dank e organ target. Dengan tidak
sampainya impuls maka akan mengakibatkan gangguan mobilisasi.
Trauma langsung pada sistem muskuloskeletal menyebabkan
memar, kontusio, salah urat, dan fraktur. Fraktur adalah terputusnya
kontinuitas jaringan tulang. Jika fraktur mengalami penyembuhan, tulang
kembali membaik. Tulang yang fraktur diawali dengan proses seluler yag
menghasilkan pembentukan tulang. Penatalaksanaannya meliputi
mengembalikan posisi tulang pada kesejajarannya dan
mengimobilisasikan tulang untuk mendukung penyembuhan serta
mengembalikan fungsi. Imobilisasi menyebabkan otot mengalami atrofi,
kehilangan tonus otot dan kekakuan sendi. Kondisi atau yang kongenital
mempengaruhi struktur muskuloskeletal atau sistem syaraf yang
mengganggu kesejajaran tubuh ataupun mobilisasi sendi.

Trauma (langsung atau tidak langsung), patologi

Fraktur

Fraktur terbuka
Perubahan fragmen tulang kerusakan pada jaringan ujung tulang
dan pembuluh darah menembus otot dan kulit

Perdarahan lokal
Luka
Hematoma pada daerah fraktur
Gangguan integritas kulit
Aliran darah ke daerah distal berkurang atau terhambat

(warna jaringan pucat, nadi lemah, sianosis)

Kerusakan neuromuskuler

Hambatan mobilitas fisik Intoleransi aktivitas


VI. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
A. Sinar X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan
perubahan hubungan tulang.
B. CT scan (Computerized Tomography) menunjukkan rincian bidang
tertentu tulang yang terkena dan dapat memperlihatkan tumor jaringan
lunak atau cidera ligament atau tendon. Digunakan untuk
mengidentifikasi lokasi dan panjangnya patah tulang didaerah yang
sulit dievaluasi.
C. MRI (Magnetik Resonance Imaging) adalah tehnik pencitraan khusus,
noninvasive, yang menggunakan medan magnet, gelombang radio,
dan computer untuk memperlihatkan abnormalitas.
D. Pemeriksaan Laboratorium: Hb menurun pada trauma, kalsium
menurun pada imobilisasi lama, Alkali Fospat meningkat, kreatinin
dan SGOT meningkat pada kerusakan otot.

VII.PENATALAKSANAAN KOLABORATIF
A. Pengaturan Posisi Tubuh sesuai Kebutuhan Pasien
Pengaturan posisi dalam mengatasi masalah kebutuhan mobilitas,
digunakan untuk meningkatkan kekuatan, ketahanan otot, dan
fleksibilitas sendi. Posisi-posisi tersebut, yaitu :
a. Posisi fowler (setengah duduk)
b. Litotomi
c. Posisi dorsal recumbent
d. Posisi supinasi (terlentang)
e. Posisi pronasi (tengkurap)
f. Posisi lateral (miring)
g. Posisi sim
h. Posisi trendelenbeg (kepala lebih rendah dari kaki)
B. Ambulasi dini
Cara ini adalah salah satu tindakan yang dapat meningkatkan kekuatan
dan ketahanan otot serta meningkatkan fungsi kardiovaskular..
Tindakan ini bisa dilakukan dengan cara melatih posisi duduk di
tempat tidur, turun dari tempat tidur, bergerak ke kursi roda, dan lain-
lain.
C. Melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri juga dilakukan untuk
melatih kekuatan, ketahanan, kemampuan sendi agar mudah bergerak,
serta meningkatkan fungsi kardiovaskular.
D. Latihan isotonik dan isometrik
Latihan ini juga dapat dilakukan untuk melatih kekuatan dan
ketahanan otot dengan cara mengangkat beban ringan, lalu beban yang
berat. Latihan isotonik (dynamic exercise) dapat dilakukan dengan
rentang gerak (ROM) secara aktif, sedangkan latihan isometrik (static
exercise) dapat dilakukan dengan meningkatkan curah jantung dan
denyut nadi.
E. Latihan ROM Pasif dan Aktif
Latihan ini baik ROM aktif maupun pasif merupakan tindakan
pelatihan untuk mengurangi kekakuan pada sendi dan kelemahan otot.
Latihan-latihan itu, yaitu :
a. Fleksi dan ekstensi pergelangan tangan
b. Fleksi dan ekstensi siku
c. Pronasi dan supinasi lengan bawah
d. Pronasi fleksi bahu
e. Abduksi dan adduksi
f. Rotasi bahu
g. Fleksi dan ekstensi jari-jari
h. Infersi dan efersi kaki
i. Fleksi dan ekstensi pergelangan kaki
j. Fleksi dan ekstensi lutut
k. Rotasi pangkal paha
l. Abduksi dan adduksi pangkal paha

F. Latihan Napas Dalam dan Batuk Efektif


Latihan ini dilakukan untuk meningkatkan fungsi respirasi sebagai
dampak terjadinya imobilitas
G. Melakukan Postural Drainase
Postural drainase merupakan cara klasik untuk mengeluarkan sekret
dari paru dengan menggunakan gaya berat (gravitasi) dari sekret itu
sendiri. Postural drainase dilakukan untuk mencegah terkumpulnya
sekret dalam saluran napas tetapi juga mempercepat pengeluaran
sekret sehingga tidak terjadi atelektasis, sehingga dapat meningkatkan
fungsi respirasi. Pada penderita dengan produksi sputum yang banyak,
postural drainase lebih efektif bila diikuti dengan perkusi dan vibrasi
dada.
H. Melakukan komunikasi terapeutik
Cara ini dilakukan untuk memperbaiki gangguan psikologis yaitu
dengan cara berbagi perasaan dengan pasien, membantu pasien untuk
mengekspresikan kecemasannya, memberikan dukungan moril, dan
lain-lain

VIII. ASUHAN KEPERAWATAN


A. PENGKAJIAN
Pengkajian pada masalah pemenuhan kebutuhan aktivitas dan latihan
adalah sebagai berikut:
1. Riwayat keperawatan sekarang
Pengkajian ini meliputi alasan pasien yang menyebabkan terjadi
gangguan kebutuhan aktivitas dan latihan.
2. Riwayat keperawatan penyakit yang pernah diderita
Pengkajian ini berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan
aktivitas.
3. Kemampuan fungsi motorik
Pengkajian fungsi motorik antara lain pada tangan dan kaki baik
kanan dan kiri untuk menilai ada atau tidaknya kelemahan,
kekuatan, atau spastic.
4. Kemampuan aktivitas
Pengkajian ini untuk menilai kemampuan gerak ke posisi miring,
duduk, berdiri, bangun, dan berpindah tanpa bantuan.
5. Kemampuan rentang gerak
Pengkajian ini dilakukan pada daerah seperti bahu, siku, lengan,
panggul, dan kaki.
6. Perubahan intoleransi aktivitas
Pengkajian intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan perubahan
pada system pernafasan, antara lain: suara nafas, analisa gas darah,
gerakan dinding thorak, adanya mukus, batuk yang produktif diikuti
panas, dan nyeri saat respirasi. Sedangkan yang berhubungan dengan
perubahan system kardiovaskuler, seperti nadi dan tekanan darah,
gangguan sirkulasi perifer, adanya thrombus, serta perubahan tanda
vital setelah melakukan aktivitas atau perubahan posisi.
7. Kekuatan otot dan gangguan koordinasi
Kekuatan otot dapat dikaji secara bilateral atau tidak.
8. Perubahan fisiologis
Pengkajian perubahan psikologis yang disebabkan oleh adanya
gangguan aktivitas dan iaktivitas, antara lain perubahan perilaku,
peningkatan emosi, perubahan dalam mekanisme koping, dan lain-lain.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Intoleransi aktivitas b.d nyeri dan pembatasan pergerakan
2. Gangguan mobilitas fisik b.d imobilisasi dan gangguan neuromuskular
3. Keletihan b.d proses penyakit

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Intoleransi aktivitas b.d nyeri dan pembatasan gerak
NOC :
Energy conservation
Self Care : ADLs
Kriteria Hasil :
a. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan
tekanan darah, nadi dan RR
b. Mampu melakukan aktivitas sehari hari (ADLs) secara mandiri
NIC :
Energy Management
a. Observasi adanyapembatasan klien dalam melakukan aktivitas
b. Kaji adanya factor yang menyebabkan kelelahan
c. Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi secara
berlebihan
d. Monitor respon kardiovaskuler terhadap aktivitas
e. Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien
Activity Therapy
a. Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik dalam
merencanakan progran terapi yang tepat.
b. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu
dilakukan.
2. Gangguan mobilitas fisik b.d imobilisasi dan gangguan neuromuskular
NOC :
Mobility Level
Self care : ADLs
Transfer performance
Kriteria Hasil :
a. Klien meningkat dalam aktivitas fisik
b. Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas
c. Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan
kemampuan berpindah
d. Memperagakan penggunaan alat Bantu untuk mobilisasi (walker)
NIC :
Exercise therapy : ambulation
a. Monitoring vital sign sebelum/sesudah latihan dan lihat respon
pasien saat latihan
b. Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang teknik
ambulasi
c. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
d. Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri
sesuai kemampuan
e. Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi
kebutuhan ADLs ps.
f. Berikan alat Bantu jika klien memerlukan.
g. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan
jika diperlukan
3. Keletihan b.d proses penyakit
NOC :
Energy conservation
Nutritional status : energy
Kriteria Hasil :
1. Memverbalisasikan peningkatan energi dan merasa lebih baik
2. Menjelaskan penggunaan energi untuk mengatasi kelelahan
NIC :
Energy Management
1. Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan aktivitas
2. Dorong anal untuk mengungkapkan perasaan terhadap
keterbatasan
3. Kaji adanya factor yang menyebabkan kelelahan
4. Monitor nutrisi dan sumber energi tangadekuat
5. Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi secara
berlebihan
6. Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien

IX. DAFTAR PUSTAKA


Alimul H, A Aziz. (2006). Pengantar KDM Aplikasi Konsep & Proses
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

Ganong, William F. (2006). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 20.


Jakarta: EGC

Guyton, AC & Hall, JE. (2006). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran


Volume 11. Jakarta: EGC

Gunawan, Adi. (2006). Mekanisme dan Mekanika Pergerakan Otot


vol. 6 no. 2. Jakarta: EGC

McCloskey. 2012. Nursing Interventions Classification (NIC). Fifth


Edition. Lowa :Mosby Elsavier

NANDA. 2014. Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC

Wahyudi, A. S., & Wahid, A. (2016). Buku Ajar Ilmu Keperawatan


Dasar. Jakarta: Mitra Wacana Media.

Anda mungkin juga menyukai