Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH HUKUM ADAT

MASALAH DELIK DALAM HUKUM ADAT

Oleh :

Sri Utami Mulyani

13410622

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

YOGYAKARTA

2018
1. Latar Belakang Masalah

Negara Indonesia adalah Negara kepulauan yang terletak pada garis


khatulistiwa, di antara lautan teduh dan samudra Indonesia. Penduduk yang
berdiam di Pulau itu bermacam ragam adat budaya dan hukum adatnya. Berbeda–
beda karena sejarah perkembangan budayanya dari zaman Melayu Polinesia,
pergaulan hidup, tempat kediaman dan lingkungan alamnya berbeda.

Ada masyarakat yang lebih banyak dipengaruhi tradisi polinesia, ada yang
lebih banyak dipengaruhi agama Hindu,Islam,dan Kristen. Yang mana
kebuadayaanya itu adalah hasil turun temurun dari nenek moyang mereka dan
sudah menjadi tugas mereka untuk menjaga adat kebudayaannya agar tetap utuh.
Budaya-budaya yang dianut, tentunya diyakini oleh segolongan manusia dan
mendarah daging dalam kehidupannya untuk selalu melaksanakan apa yang
dimiliki oleh kebudayaannya sendiri.Dan tentu saja di dalam kebuadayaan itu
terdapat sebuah adat istiadat yang mengatur kehidupan manusia, baik itu adalah
sebuah larangan, perintah dan kebolehan terhadap sesuatu.

Pada dasarnya suatu adat delik itu merupakan suatu tindakan yang melanggar
perasaan keadilan dan kepatuhannya yang hidup dalam masyarakat, sehingga
menyebabkan terganggunya ketentraman serta keseimbangan masyarakat yang
bersangkutan, guna memulihkan keadaan ini maka terjadilah reaksi-reaksi
adat.Ruang lingkup Delik Adat meliputi lingkup dari hukum perdata adat, yaitu
hukum pribadi, hukum harta kekayaan, hukum keluarga dan hukum waris.

Ketentuan Delik adat antara masyarakat adat yang satu berbeda dengan
masyarakat adat yang lain.dikarenakan perbedaan adat maka seringkali dalam
menyelesaiakan konflik antar adat menjadi berlarut larut, bahkan kadang tidak
tercapai kesepakatan antara kedua pihak dan menimbulkan ketegangan. Jika
terjadi konflik seperti ini maka dalam mencari jalan penyelesaiannya bukanlah di
tangani Pengadilan Agama atau Pengadilan Negeri, tetapi ditangani oleh peradilan
keluarga atau kerabat yang bersendikan kerukunan,keselarasan, dan kedamaian.

2
Dalam makalah ini akan dibahas tentang “Hukum Adat Delik”, yang mana
mencakup sebuah adat yang di dalamnya terkandung beberapa macam unsur yang
mengarah kepada larangan untuk melakukan sesuatu dalam suatu adat yang
menganut hukum yang diyakininya.

2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana definisi hukum delik adat?

2. Bagaimana sifat hukum delik adat?

3. Bagaimana sejarah lahirnya delik adat?

4. Apa saja yang menjadi objek delik adat?

5. Apa saja yang termasuk dalam delik adat?

6. Bagaimana cara penyelesaian delik adat?

3. Pembahasan

1. Menurut pendapat ahli pengertian delik adat ialah sebagai berikut:

Ter Haar mengartikan suatu delik itu sebagai tiap-tiap gangguan dari
keseimbangan, tiap-tiap gangguan pada barang-barang materiil dan immateriil
milik hidup seorang atau kesatuan (persatuan) orang-orang, yang menyebabkan
timbulnya suatu reaksi adat, dengan reaksi adat ini keseimbangan akan dan harus
dipulihkan kembali.

Jadi menurut Ter Haar untuk dapat disebut delik, perbuatan itu harus
mengakibatkan kegoncangan dalam neraca keseimbangan masyarakat. Dan
kegoncangan ini tidak hanya terdapat apabila peraturan-peraturan hukum dalam
suatu masyarakat dilanggar, melainkan juga apabila norma-norma kesusilaan,
keagamaan, dan sopan santun dalam masyarakat dilanggar.

3
Soerojo Wignjodipoero berpendapat delik adalah suatu tindakan yang
melanggar perasaan keadilan dan kepatutan yang hidup dalam masyarakat,
sehingga menyebabkan terganggunya ketentraman serta keseimbangan
masyarakat guna memulihkan kembali, maka terjadi reaksi-reaksi adat. Jadi,
hukum delik adat adalah keseluruhan hukum tidak tertulis yang menentukan
adanya perbuatan-perbuatan pelanggaran adat beserta segala upaya untuk
memulihkan kembali keadaan keseimbangan yang terganggu oleh perbuatan
tersebut

Van Vollenhoven mengartikan delik adat itu sebagai perbuatan yang tidak
diperbolehkan. Jadi Delik adalah suatu tindakan yang melanggar perasaan
keadilan dan kepatutan yang hidup dalam masyarakat sehingga menimbulkan
reaksi. Perkara delik adat dapat berupa murni delik adat, contoh pelanggaran
peraturan eksogami. Atau delik adat yang juga bersifat delik Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana, contoh delik terhadap harta kekayaan seseorang.

Prof. Soepomo menjelaskan bahwa segala perbuatan yang bertentangan


dengan peraturan hukum adat merupakan perbuatan yang illegal dan hukum adat
mengenal pula ikhtiar-ikhtiar untuk memperbaiki hukum jika hukum itu
diperkosa. Selanjutnya dinyatakan pula “Delik yang paling berat ialah segala
pelanggaran yang memperkosa perimbangan antara dunia lahir dan dunia gaib,
serta pelanggaran yang memperkosa dasar susunan masyarakat”.

Dari pendapat-pendapat para sarjana tersebut dapat ditarik kesimpulan, bahwa


pada dasarnya suatu delik adat itu merupakan suatu tindakan yang melanggar
perasaan keadilan dan kepatutan yang hidup dalam masyarakat, sehingga
menyebabkan terganggunya ketentraman serta keseimbangan masyarakat yang
bersangkutan guna memulihkan kembali ketentraman dan keseimbangan itu, maka
terjadi reaksi-reaksi adat. Dan reaksi-reaksi adat ini merupakan tindakan-tindakan
yang bermaksud mengembalikan ketentraman magis yang diganggu dan
meniadakan atau menetralisasikan suatu keadaan sial yang ditimbulkan oleh suatu
pelanggaran adat, demikian kata-kata Lesquillier.

4
Di dalam hukum adat, hukuman (reaksi adat), merupakan suatu tindakan
pembalasan dendam yang dibatasi oleh suatu sistem denda, sedangkan yang
menjadi dasar hukum pidana adat itu adalah asas-solidaritas.

Jadi, hukum delik adat adalah keseluruhan hukum tidak tertulis yang
menentukan adanya perbuatan-perbuatan pelanggaran adat beserta segala upaya
untuk memulihkan kembali keadaan keseimbangan yangg terganggu oleh
perbuatan tersebut. Apabila dalam masyarakat desa, masyarakat menjadi
terganggu keseimbangan diakrenakan timbul banyak penyakit, tidak tenteram,
selalu timbul kericuhan keluarga, maka masyarakat desa melakukan ruwat desa
atau bersih desa dengan upacara adat, dengan memohon pada Tuhan Yang Maha
Esa agar keseimbangan masyarakat tidak terus-menerus terganggu. Apabila
keseimbangan itu terganggu akibat peristiwa atau perbuatan perseorangan, maka
yang bersalah itu dikenakan hukuman adat mengembalikan keseimbangan
masyarakat.

2. Sifat hukum delik adat

Sebagaimana hukum adat pada umumnya, sifat hukum delik adat adalah
tradisional dan magis religius, artinya perbuatan yang tidak boleh dilakukan dan
perbuatan mana yang mengganggu keseimbangan masyarakat itu bersifat turun-
temurun dan dikaitkan dengan keagamaan. Misalnya sejak dahulu sampai
sekarang anak tidak boleh murka kepada orang tua, adik tidak boleh melangkahi
kakak, pria dan wanita tidak boleh berzina dan sebagainya. Apabila larangan itu
dilanggar, maka bukan saja keluarga, masyarakat juga akan terganggu
keseimbangannya, dan itu merupakan perbuatan yang akan mendapat kutukan dari
yang ghaib.

Menyeluruh dan menyatukan, artinya tidak memisah-misahkan antara delik


yang bersifat pidana atau bersifat perdata, begitu pula tidak dibedakan antara
kejahatan sebagi delik hukum dan pelanggaran sebagai delik Undang-undang.
Tidak dibedakan apakah delik itu merupakan perbuatan disengaja atau kelalaian,
kesemuanya bersifat menyeluruh dan disatukan. Begitu juga dengan perbuatan

5
yang disengaja atau karena kelalaian. Kesemuanya bersifat menyeluruh dan
disatukan dalam cara menyelesaikannya, sehingga tidak juga dibedakan antara
pelaku yang turut melakukan atau yang membantu melakukan atau yang
menghasut.

Tidak prae-existence, hukum adat delik tidak mengenal sistem prae-existence


artinya tidak seperti hukum pidana yang menyatakan tiada suatu delik, melainkan
atas kekuatan aturan pidana di dalam undang-undang yang telah ada lebih dulu
dari perbuatan itu. Menurut hukum adat, apakah telah ada peraturan itu
sebelumnya atau tidak, apabila akibat dari suatu perbuatan itu menggangu
keseimbangan masyarakat, maka perbuatan atau delik itu dapat dihukum.

Tidak menyamaratakan, apabila terjadi delik adat maka yang terutama


diperhatikan ialah timbulnya reaksi atau koreksi dan terganggunya
kesemimbangan masyarakat, serta siapa pelaku perbuatan delik itu dan apa latar
belakangnya. Terhadap pelaku delik hukum adat tidak menyamaratakan, antara
peristiwa dengan perbuatannya.

Terbuka dan lentur, aturan hukum adat delik terhadap unsur-unsur yang baru,
yang berubah, baik yang datang dari luar ataupun karena perubahan dan
perkembangan masyarakat lingkungannya. Hukum adat tidak menolak perubahan-
perubahan itu asal saja tidak bertentangan dengan kesadaran hukum dan
keagamaan masyarakat bersangkutan.

Terjadinya delik adat apabila tata tertib adat setempat dilanggar, atau
dikarenakan adanya suatu pihak yang merasa dirugikan sehingga timbul reaksi
dan koreksi keseimbangan masyarakat menjadi terganggu. Apabila terjadi delik
adat yang akibatnya mengganggu keseimbangan keluarga, maka untuk
menyelesaikan tuntutan atau gugatan dari pihak yang dirugikan harus ada
pengaduan, pemberitahuan, dan permintaan untuk diselesaikan kepada kepala
adat.

Reaksi dan koreksi, tujuannya adalah untuk dapat memulihkan kembali


keseimbangan masyarakat yang terganggu. Terhadap peristiwa atau perbuatan

6
delik yang mengganggu keseimbangan masyarakat adat pada umumnya
dilakukan oleh para petugas adat, misalnya peristiwanya terjadi ketika
berlangsungnya upacara adat.

Pertanggungjawaban kesalahan menurut hukum adat delik yang


dipermasalahkan bagaimana akibat perbuatan itu dan siapa yang harus diminta
pertanggungjawabannya. Tidak hanya pribadi pelakunya yang dapat diminta
pertanggungjawabannya akan tetapi juga keluarga atau kerabat dan atau kepala
adatnya.

Tempat berlakunya hukum adat tidak bersifat nasional tetapi terbatas pada
lingkungan masyarakat adat tertentu atau di pedesaan. Tetapi sekarang sistem
pemerintahan adat lama dan sistem peradilan adat tersebut, sudah tidak diakui
lagi, kecuali peradilan desa yang sifatnya menyelesaikan perkara-perkara kecil
secara damai, yang diurus oleh kepala desa dan perangkat desa, berdasarkan hak,
wewenang, dan kewajiban kepala desa.

3. Sejarah lahirnya delik adat

Berdasar teori beslissingen teer (ajaran keputusan) bahwa suatu peraturan


mengenai tingkah laku manusia akan bersifat hukum manakala diputuskan dan
dipertahankan oleh petugas hukum

Suatu delik lahir dengan diundangkannya suatu ancaman pidana di dalam


staatsblad (lembaran negara). Di dalam sistem hukum adat (hukum tak tertulis),
lahirnya suatu delik serupa dengan lahirnya tiap-tiap peraturan hukum tak tertulis.
Tiap-tiap peraturan hukum adat timbul, berkembang dan seterusnya lenyap
dengan lahirnya peraturan baru, sedangkan peraturan baru itu berkembang
kemudian lenyap pula begitu seterusnya.

Berdasarkan teori beslissingen teer (ajaran keputusan) bahwa suatu peraturan


mengenai tingkah laku manusia akan bersifat hukum manakala diputuskan dan
dipertahankan oleh petugas hukum. Karena manusia itu melakukan sebuah
tindakan yang dianggap salah, maka dibuatlah hukuman bagi orang yang

7
melakukan tindakan itu. Maka dari pada itulah lahirnya sebuah delik
(Pelanggaran) adat adalah bersamaan dengan lahirnya hukum adat.

Hukum delik adat bersifat tidak statis (dinamis) artinya suatu perbuatan yang
tadinya bukan delik pada suatu waktu dapat dianggap delik oleh hakim (kepala
adat) karena menentang tata tertib masyarakat sehingga perlu ada reaksi (upaya)
adat untuk memulihkan kembali. Maka daripada itulah hukum delik adat akan
timbul, seiring berkembang dan lenyap dengan menyesuaikan diri dengan
perasaan keadilan masyarakat. Sehingga, lahirnya suatu delik (pelanggaran) adat
adalah bersamaan dengan lahirnya hukum adat

4. Objek delik adat

Obyek delik Adat adalah segala sesuatu yang dikenai hak dan kewajiban
(aturan-aturan dalam Delik Adat). Didalam bagian ini akan dijelaskan perihal
reaksi masyarakat terhadap perilaku yang dianggap menyeleweng.

Untuk hal ini, masyarakat yang diwakili oleh pemimpin-pemimpinnya, telah


menggariskan ketentuan-ketentuan tertentu didalam hukum adat, yang fungsi
utamanya, adalah sebagai berikut:

a. Merumuskan pedoman bagaimana warga masyarakat seharusnya


berperilaku, sehingga terjadi integrasi dalam masyarakat.

b. Menetralisasikankekuatan-kekuatandalam masyarakat sehingga


dapatdimanfaatkan untuk mengadakan ketertiban.

c. Mengatasi persengketaan, agar keadaan semula pulih kembali.

d. Merumuskan kembali pedoman-pedoman yang mengatur hubungan


antarawarga-warga masyarakat dan kelompok-kelompok apabila terjadi
perubahan-perubahan.

8
Dengan demikian maka perilaku tertentu akan mendapatkan reaksi tertentu
pula.Apabila reaksi tersebut bersifat negatif, maka masyarakat
menghendakiadanya pemulihan keadaan yang dianggap telah rusak oleh sebab
perilaku-perilaku tertentu (yang dianggap sebagai penyelewengan).

Didalam praktek kehidupan sehari-hari, memang sulit untuk memisahkan


reaksi adat dengan koreksi, yang seringkali dianggap sebagai tahap-tahap yang
saling mengikuti.

Secara teoritis, maka reaksi merupakan suatu perilaku serta merta terhadap
perilaku tertentu, yang kemudian diikuti dengan usaha untuk memperbaiki
keadaan, yaitu koreksi yang mungkin berwujud sanksi negatif. Reaksi adat
merupakan suatu perilaku untuk memberikan, klasifikasi tertentu pada perilaku
tertentu, sedangkan koreksi merupakan usaha untuk memulihkan perimbangan
antara dunia lahir dengan gaib. Betapa sulitnya untuk memisahkan kedua tahap
tersebut, tampak, antara lain dari pernyataan Soepomo yang mencakup :

a. Pengganti kerugian “immateriil” dalam berbagai rupa seperti paksaan


menikah gadis yang telah di cemarkan.

b. Bayaran “uang adat” kepada orang yang terkena, yang berupa benda yang
sakti sebagai pengganti kerugian rohani.

c. Selamatan (korban) untuk membersihkan masyarakat dari segala kotoran


ghaib.

d. Penutup malu, permintaan maaf.

e. Berbagai rupa hukuman badan, hingga hukuman mati.

f. Pengasingan dari masyarakat serta meletakkan orang di luar tata hukum

Dengan demikian, maka baik reaksi adat maupun koreksi, terutama bertujuan
untuk memulihkan keseimbangan kosmis, yang mungkin sekali mempunyaiakibat
pada warga masyarakat yang melakukan penyelewengan.

9
5. Delik adat

Untuk mengetahui apa saja yang termasuk kedalam delik adat maka perlu
diketahui terlebih dahulu apa saja aliran-aliran hukum adat yang mempengaruhi.
Menurut aliran pikiran barat, terutama yang bersifat liberalis, bercorak rasonalis
dan intelektual. Menurut aliran pikiran itu, maka agama, ekonomi, kesenian, olah
raga dan sebagainya mempunyai lapangan yang sendiri dan terlepas antara satu
dengan yang lainnya.

Alam pikiran tradisonal Indonesia bersifat kosmis, meliputi segalanya sebagai


kesatuan (totaliter). Umat manusia adalah sebagian dari alam semesta, tidak ada
pemisahan dari berbagai macam lapangan hidup, tidak ada pemisahan antara
dunia lahir dan dunia ghaib serta tidak ada pemisan antara manusia dengan
makluk lainya dimuka bumi ini. Segala sesuatunya bercampur-baur, bersangkut-
paut, jalin-menjalin, dan segala sesuatu pengaruhi-mempengaruhi. Dan manusia
bertalian dengan segala sesuatu yang bereksistensi didalam alam semseta.

Perbedaan besar antara aliran pikiran Barat yang berasaskan liberalisme dan
aliran pikiran tradisonal indonesia, mengenai kedudukan orang di dalam
masyarakat.Menurut aliran liberalis, tiap-tiap individu merupakan pusat
kepentingan hukum, sehingga nyawanya, kemerdekaanya dan harta bendanya
harus dilindungi sebaik-baiknya oleh negara.Bagi hukum adat segala pokok
pelanggaran hukum tidak hanya kepada individu saja, melainkan masyarakat
persekutuan dan penting tidaknya orang seorang tergantung kepada fungsinya
didalam persekutuan adat.

Van Vollenhoven melukiskan perbedaan pokok aliran antara sistem hukum


pidana menurut KUHP dan sistem hukum delik adat (HDA) sebagai berikut:

a. Yang Dapat dipidana

KUHP : Yang dapat dipidana hanya pribadi (person) yang berupa manusia atau
orang.

10
HDA : Sering terjadi bahwa penjahat melakukan delik yang dilakukan disuatu
tempat atau kampung, hukuman yang dikenakan adalah wajib membayar denda
atau ganti rugi kepada golangan kerabat korban.

b. Dolus Dan Culpa

KUHP : Seorang hanya dapat dipidana apabila perbuatan dilakukan dengan


sengaja(opzet,dolus) ataupun dalam kelalaian, kekhilafan(culpa).

HDA : Dilapangan hukum adat lebih banyak terdapat kejadian-kejadian yang


tidak memerlukan Pembuktian tentang adanya kesengajaan ataupun kelalaian dari
kejahatan dilapangan.

c. Kepentingan Yang Dilanggar

KUHP : Tiap delik menentang kepentingan negara, sehingga setiap delik adalah
persoalan negara, bukanlah persoalan perseorangan atau pribadi yang terkena.

HDA : Ada delik terutama menjadi persoalan orang yang terkena, sekali juga
menjadi persoalan golongan krabat orang terkena dan pula mengenai kepentingan
desa.

d. Posisi Sosial

KUHP : Hukum pidana barat memperlakukan orang yang satu sama dengan yang
lain, tanpa diskriminasi.

HDA : Besar kecilnya kepentingan hukuman seseorang sebagai individu


bergantung pada kedudukan/fungsinya didalam masyarkat.

e. Menghakimi sendiri

KUHP : Orang dilarang bertindak sendiri untuk menegakkan hukum yang


dilanggar, larangan ini berdasarkan prinsip bahwa delik adalah persoalan negara,
bukan persoalan orang persorangan (pribadi).

11
HDA : Didalam sistem hukum adat terdapat keadaan yang mengizinkankan
oranguntuk bertindak sebagai hakim sendiri, misalnya bila seseorang melarikan
gadis, berzina, mencuri dan perbuatan itu tertangkap tangan sedangkan pelaku di
pegang oleh pihak yang terkena, pada saat itu boleh melakukan hakim sendiri.

f. Penilaian Barang

KUHP : Didalam Hukum Pidana barat tidak ada perbedaan barang anatara satu
dengan yang lain, sehingga mencuri setangkai bunga sama berat hukumannya
dengan mencuri sebutir Mutiara.

HDA : Mencuri, Menggelapkan atau merusak barang asal dari nenek moyang
adalah lebih berat dari pada tindakan serupa dari barang duniawi biasa.

Delik adat meliputi banyak hal. Hal-hal itu berisi tentang kesalahan-kesalahan
yaitu: Kesalahan mengganggu keamanan seperti kebakaran, perampokan dan
kerusuhan, pembunuhan, pertikaian, penganiayaan, pencurian, dan menemukan
barang. Contohnya adalah Jika ada rumah di dalam dusun yang terbakar,
disebabkan yang empunya rumah kurang berhati-hati, sehingga berakibat seluruh
dusun terbakar, maka orang yang empunya rumah itu dikenakan “tepung dusun”,
yakni, seekor kerbau, 100 gantang beras, 100 buah kelapa, 1 guci gula aren, 1 guci
ikan pekasan, dan disedekahkan kepada orang banyak.

Kesalahan mengganggu ketertiban, seperti kesalahan tata tertib masyarakat


yaitu karena senjata, mengganggu rumah, mengganggu ibadah, terhadap mayit
dan bangkai, berjudi dan makanan haram, penghinaan. Contohnya adalah apabila
ada seseorang dengan sengaja mencabut senjata tajam menghadapi musuhnya
maka ia dapat dihukum denda 30 rial dan satu kerbau bernilai 12 rial. Ia dihukum
setengah bangun karena salahnya.

Kesalahan lainnya adalah kesalahan tata tertib pemerintahan seperti gawe


raja, martabat, jabatan, kewargaan adat, kependudukan, adat perlengkapan dan
harta adat. Contohnya adalah jika seseorang ditugaskan dusun mengikuti
perjalanan raja, kemudian ia lari, jika di darat “terjun alas” namanya, jika

12
berperahu di sungai “terjun pulangan” namanya, maka ia dikenakan denda 12
ringgit dan jika itu punggawa maka ia diberhentikan.

Kesalahan kesopanan dan kesusilan termasuk kedalam delik adat seperti,


sopan santun, bujang gadis dan wanita, memegang, menangkap wanita,
sebambangan, acara perkawinan, terhadap istri orang, berzina atau sumbang.
Contohnya adalah jika ada orang berak di halaman atau di tempat numbuk, atau di
hulu air tempat mandi atau kolam, maka pelakunya didenda 12 rial karena
salahnya, dan jika pelaku tidak mau membersihkan tinjanya, maka dendanya
ditambah 12 rial untuk upah membersihkan.

Kesalahan dalam perjanjian juga merupakan delik adat yang meliputi


perjanjian tidak terang, mungkir janji, merusak perjanjian, pinjam-meminjam,
utang-piutang atau gadai, imanat atau titipan. Contohnya adalah jika ada orang
mengirim suatu barang, uang, bahan makanan, atau hewan, kemudian
keadaannya, beratnya, jumlahnya berkurang, hilang, rusak atau luka, maka orang
tempat menitipkan setelah diperiksa ternyata juga menderita kerugian atau
kehilangan, maka tertitip hanya dihukum membayar separuh harga barang titipan
itu.

Kesalahan menyangkut tanah, tanaman tumbuhan dan hasil hutan jika ada
orang yang menumpang mendapatkan gading, cula badak yang sudah mati, maka
penemuannya itu nilainya dibagi tiga, dua bagian untuk penemu dan satu bagian
untuk empunya tanah. Tetapi jika hasil hutan itu didapat orang karena berburu
maka hasil itu adalah miliknya sendiri.

Kesalahan menyangkut hewan ternak dan perikanan, hewan ternak,


penyembelihan hewan, perikanan. Contohnya adalah ternak kerbau, sapi, kuda,
kambing, pada malam hari harus dikandang, jika kedapatan hewan tersebut lepas
dijalan, di dusun dan merusak kebun atau ladang orang, maka pemiliknya didenda
12 ringgit untuk setiap ekor dan mengganti kerugian tanam tumbuhan yang
dirusaknya.

13
6. Cara Penyelesaian Delik Adat

Penyelesaian delik adat yang berakibat terganggunya keseimbangan keluarga


atau masyarakat, walaupun adakalanya perkaranya sampai ditangani oleh alat
negara, dapat ditempuh dengan cara melalui pribadi dan atau keluarga yang
bersangkutan, atau ditangani kepala kerabat, kepala adat, kepala desa, ketua
perkumpulan organisasi, dan alat negara.

Penyelesaian antara pribadi, keluarga, tetangga, jika terjadi suatu peristiwa


atau perbuatan delik adat, di kampung, dusun, pemukiman, di tempat pekerjaan
dan lainnya, maka untuk memulihkan gangguan keseimbangan keluarga atau
masyarakat bersangkutan, diselesaikan langsung ditempat kejadian antara pribadi
bersangkutan, atau diselesaikan di rumah keluarga salah satu pihak antara
keluarga bersangkutan.

Di kota-kota besar sering terjadi kecelakaan lalu lintas, antara pengendara


dengan pejalan kaki, sehingga pejalan kaki menderita kerugian luka-luka dan
sebagainya. Perselisihan antara kedua pihak langsung diselesaikan oleh mereka
sendiri ditempat kejadian, dimana tercapai saling memaafkan dan pengendara
membawa si korban langsung kerumah sakit untuk mengobatinya dan
menanggung segala biaya pengobatan sampai sembuh.

Penyelesaian kepala kerabat atau kepala desa, ketika pertemuan yang


diselenggarakan pribadi tidak mencapai kesepakatan sehingga perkaranya perlu
dilanjutkan kepada kepala kerabat atau kepala adat. Apabila masih tidak bisa juga
maka penyelesaiannya dapat dilakukan oleh kepala desa sesuai dengan
kewenangannya.

Apabila kasus perkara delik adat itu dilaksanakan oleh kepala adat atau
kepala kerabat, untuk kasus perkara yang mengenai kesusilaan, maka
pertemuannya diadakan di rumah kepala adat, dengan menggunakan juru bicara
para ahli adat. Acara perundingan meliputi ganti kerugian “immaterial”, misalnya
paksaan menikah, pembayaran denda adat, selamatan bersih desa, dan penutup

14
malu, atau penggantian nyawa karena adanya kehilangan nyawa atau kesepakatan
adat bersaudara angkat.

Penyelesaian oleh kepala desa sesuai dengan UU No. 5 Tahun 1979 tentang
Pemerintahan desa, dimana kepala desa mempunyai wewenang tidak hanya
sebagai penyelenggara urusan pemerintahan umum tetapi juga termasuk
pembinaan ketentraman dan ketertiban di desa yang dikuasainya. Dengan
demikian apabila terjadi delik adat dan kepadanya dimintakan penyelesaiannya
oleh pihak warga desanya yang mengadu, maka kepala desa dapat
menyelenggarakan peradilan desa bertempat di balai desa.

Cara penyelesaian delik adat yang dilaksanakan oleh kepala desa tidak jauh
berbeda dengan cara penyelesaian oleh kepala adat, yaitu bukan mencari siapa
yang benar dan siapa yang salah, tetapi berusaha untuk mewujudkan kedamaian
antara dua pihak dan pulihnya kembali keseimbangan yang terganggu. Perbedaan
kewenangan kepala desa dan kepala adat hanya terletak pada perbedaan peristiwa
dan pelakunya, kewenangan kepala desa bersifat umum tertuju kepada semua
warga desa yang bersifat ketetanggan, sedangkan kewenangan kepal adat bersifat
khusus tertuju kepada para warga adat persekutuan hukum adat tertentu.

Kepala desa dan kepala adat dapat bekerja sama dalam menyelesaikan delik
adat yang terjadi di kalangan penduduk yang berbeda latar belakang adat atau
suku atau daerah asalnya, untuk menentukan hukum mana dan hukum apa yang
dapat diterapkan terhadap dua pihak yang berselisih sehingga dapat tercapai
kesepakatan, kedamaian, dan kerukunan di antara mereka.

Penyelesaian keroganisasian, di kota-kota kecil atau besar atau di daerah di


mana penduduknya heterogen, terdapat berbagai kumpulan atau organisasi
kemasyarakatan, yang mempunyai susunan pengurus dan keanggotaan, seperti
halnya perkumpulan-perkumpulan kekeluargaan masyarakat adat di perantauan,
perkumpulan kepemudaan dan kewanitaan, perkumpulan keagamaan dan lainnya,
juga dapat melaksanakan penyelesaian secara kekeluargaan terhadap peristiwa

15
atau perbuatan delik yang terjadi yang telah mengakibatkan terganggunya
keseimbangan dalam kesatuan perkumpulan organisasi bersangkutan.

Misalnya terjadi pertikaian di antara anggota, maka yang bertindak sebagai


juru damai adalah ketua perkumpulan bersangkutan. Begitu pula jika peristiwa
yang terjadi itu bukan antara sesama anggota melainkan terjadi dengan orang di
luar perkumpulan atau dari perkumpulan lain, maka pimpinan dari perkumpulan
itu masing-masing mengadakan perundingan dan menyelesaikan perselisihan di
antara anggota perkumpulan mereka dengan rukun dan damai.

4. Kesimpulan

Delik adat merupakan suatu tindakan yang melanggar perasaan keadilan dan
kepatutan yang hidup dalam masyarakat, sehingga menyebabkan terganggunya
ketentraman serta keseimbangan masyarakat. Hukum adat lahir dari masing-
masing adat yang berbeda-beda antara satu daerah dengan daerah yang lain dan
hanya berlaku untuk masyarakat yang ada dalam daerah sesuai dengan
persekutuan adat itu saja. Hukum adat tidak bersifat statis, namun selalu
mengalami perubahan. Untuk memulihkan kembali ketentraman dan
keseimbangan itu maka terjadi reaksi-reaksi adat. Hukum adat terjadi apabila
adanya pelanggaran delik adat dan terganggunya keseimbangan masyarakat.

5. Referensi

Buku :
Hilman Hadikusuma, Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia, Mandar Maju,
Bandung, 2003
_________, Hukum Pidana Adat , Alumni, Bandung, 1989
Data Elektronik :
http://kabulkhan.blogspot.co.id/2011/10/delik-adat-makalah-oleh-sukabul-bab-
i.html
http://dianasetiawati86.blogspot.co.id/2013/06/delik-adat.html

16

Anda mungkin juga menyukai