Anda di halaman 1dari 12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi dan Batasan Sindrom Nefrotik Secara Umum

Sindrom nefrotik (SN) adalah suatu sindrom klinik dengan gejala:4,5

1. Proteinuria massif (≥ 40 mg/m2 Luas Permukaan Badan (LPB)/jam atau rasio

protein/kreatinin pada urin sewaktu > 2 mg/mg atau dipstik ≥ 2+)

2. Hipoalbuminemia ≤ 2,5 g/dL

3. Edema

4. Dapat disertai hiperkolesterolemia

Beberapa definisi/batasan yang dipakai pada SN adalah:

1. Remisi : proteinuria negatif atau trace (proteinuria < 4 mg/m2 LPB/jam) 3 hari berturut-turut

dalam 1 minggu.

2. Relaps : proteinuria ≥ 2+ (proteinuria ≥ 40 mg/m2 LPB/jam) 3 hari berturut-turut dalam 1

minggu.

3. Relaps jarang : relaps terjadi kurang dari 2 kali dalam 6 bulan pertama setelah respons awal

atau kurang dari 4 kali per tahun pengamatan.

4. Relaps sering (frequent relaps) : relaps terjadi ≥ 2 kali dalam 6 bulan pertama setelah respons

awal atau ≥ 4 kali dalam periode 1 tahun.

5. Dependen steroid : relaps terjadi pada saat dosis steroid diturunkan atau dalam 14 hari setelah

pengobatan dihentikan, dan hal ini terjadi 2 kali berturut-turut

6. Resisten steroid : tidak terjadi remisi pada pengobatan prednison dosis penuh (full dose) 2

mg/kgBB/hari selama 4 minggu.

3
B. Etiologi dan Pencetus Sindrom Nefrotik Relaps Sering

Penyebab relaps pada sindrom nefrotik sebenarnya tidak diketahui secara pasti. Relaps

pada sindrom nefrotik seringkali diikuti oleh infeksi minor seperti infeksi saluran pernapasan

atas atau infeksi saluran cerna. Diperkirakan 50-70% dari kekambuhan sindrom nefrotik pada

anak-anak di Nnegara berkembang diikuti oleh infeksi terutama infeksi saluran pernapasan

atas. Meskipun bagaimana mekanisme infeksi dapat menyebabkan kekambuhan tidak jelas,

tetapi dengan agen imunosupresif diyakini dapat menurunkan regulasi sel-T dan menurunkan

risiko kekambuhan terkait infeksi.6

Pada tabel di bawah ini dapat dilihat keadaan yang menjadi pencetus umum terjadinya

relaps pada sindrom nefrotik dari berbagai penelitian :7

Table 1 perbandingan pemicu SNSS relaps pada anak7

4
C. Epidemiologi dan Faktor Risiko Sindrom Nefrotik Relaps Sering

Penelitian yang dilakukan oleh Nakanishi dkk di Jepang yang dipublikasi tahun 2013

menunjukkan dari total sampel 166 anak dengan sindrom nefrotik idiopatik, 32 anak (19%)

mengalami relaps sering, 57 anak mengalami relaps jarang (34%), dan 49 anak (30%) tidak

mengalami relaps. Untuk sindrom nefrotik relaps sering didapat onset saat mengalami relapas

adalah 4,2 tahun dengan waktu terjadinya remisi 10 hari. Waktu untuk terjadinya relaps yaitu

2,6 bulan.8

Secara umum, keluaran dari SN adalah baik. Terapi dengan prednison menghasilkan

remisi komplit 1 diantara 3 pasien. Namun, sekitar 30% pasien berkembang menjadi sindrom

nefrotik relaps sering. Dalam literatur yang berbeda dikatakan 50-60% anak dengan sindrom

nefrotik sensitif steroid mengalami relaps sering atau dependen steroid.7,9

Faktor risiko terjadinya sindrom nefrotik relaps sering adalah :7

1. Onset terjadinya sindrom nefrotik pada usia muda yaitu < 3 tahun

2. Terlambatnya masa remisi yaitu tercapainya remisi setelah 7-9 hari

3. Terjadinya kekambuhan dini yaitu dalam 6 bulan pertama setelah pengobatan awal

4. Terapi awal dalam jangka yang pendek

D. Patofisiologi

Pada keadaan normal, barier filtrasi glomerulus terdiri dari 3 lapisan, mulai dari

membran kapiler sampai membran Bowman :10

1. Endhothelium fenestrate

2. Membran basal glomerulus : lapisan ini bermuatan negative sehingga mencegah lewatnya

anion molekul besar (seperti albumin)

5
3. Epitel glomerulus visceral : dikenal sebagai podosit. Podosit berproses seperti kaki yang

membuat barier. Pori-pori kecil dari barier tersebut dijembatani oleh celah diafragma.

Podosit mempengaruhi fungsi dan struktur dari kedua membran basal glomerolus dan sel

endotel.

4. Perbedaan ukuran disesuaikan oleh pori-pori pada membran basal golmerulus dan podosit

dengan adanya jarak sekitar 40-45 ampere.

Gambar 2.1. Gambaran gomerulus normal.11

Pada sindrom nefrotik proses filtrasi normal dari glomerulus terputus, mengakibatkan

protein melewati barier dan terjadi proteinuri yang berat. Umumya kerusakan terjadi pada

podosit dan atau membran dasar dari glomerulus. Penelitian terbaru menunjukkan adanya

keterlibatan sel-T pada kerusakan podosit pada 2 bentuk umum sindrom nefrotik (kelainan

minimal dan glomerulosclerosis fokal segmental).10

Saat ini terbukti bahwa setidaknya 50% dari kambuhnya sindrom nefrotik dipicu oleh

infeksi saluran pernapasan atas diakibatkan virus yang mungkin berhubungan dengan respon

6
imunitas non-spesifik terhadap infeksi (lepasnya sitokin) terhadap antigen virus atau respon

antibodi. Dengan demikian, infeksi lain seperti infeksi saluran kemih, diare, peritonitis, dan

infeksi kulit juga dapat mencetuskan kambuhnya sindrom nefrotik.7

Pada penelitian lain menunjukkan adanya peningkatan produksi interleukin-4 pada

penderita sindrom nefrotik. Secara in vitro terlihat bahwa podosit mengekspresikan reseptor

untuk interleukin-4 dan interleukin-13. Aktivasi reseptor ini oleh masing-masing sitokin akan

mengganggu permeabilitas glomerulus dan menyebabkan proteinuri. Infeksi dapat

menyebabkan produksi sitokin yang menjadi pencetus terjadi relaps pada sindrom nefrotik.7

E. Penatalaksaan Sindrom Nefrotik Relaps Sering

Dahulu pada SN relaps sering dan dependen steroid segera diberikan pengobatan

steroid alternating bersamaan dengan pemberian siklofosfamid (CPA), tetapi sekarang dalam

literatur ada 4 opsi:4

1. Dicoba pemberian steroid jangka panjang

2. Pemberian levamisol

3. Pengobatan dengan sitostatik

4. Pengobatan dengan siklosporin (opsi terakhir)

Selain itu, perlu dicari fokus infeksi, seperti tuberkulosis, infeksi di gigi, atau

kecacingan.4

1. Steroid jangka panjang

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa pemberian steroid jangka panjang dapat

dicoba lebih dahulu sebelum pemberian CPA, mengingat efek samping steroid yang lebih

kecil. Jadi bila telah dinyatakan sebagai SN relaps sering/dependen steroid, setelah mencapai

remisi dengan prednison dosis penuh, diteruskan dengan steroid alternating dengan dosis yang

7
diturunkan perlahan/bertahap 0,2 mg/kgBB sampai dosis terkecil yang tidak menimbulkan

relaps yaitu antara 0,1 – 0,5 mg/kgBB alternating. Dosis ini disebut dosis threshold dan dapat

diteruskan selama 6-12 bulan, kemudian dicoba dihentikan. Umumnya anak usia sekolah

dapat mentolerir prednison 0,5 mg/kgBB dan anak usia pra sekolah sampai 1 mg/kgBB secara

alternating.4

Bila terjadi relaps pada dosis prednison rumat > 0,5 mg/kgBB alternating, tetapi < 1,0

mg/kgBB alternating tanpa efek samping yang berat, dapat dicoba dikombinasikan dengan

levamisol dosis 2,5 mg/kgBB, selang sehari, selama 4-12 bulan, atau langsung diberikan

CPA. Bila ditemukan keadaan di bawah ini:4

1. terjadi relaps pada dosis rumat > 1 mg/kgBB dosis alternating atau

2. dosis rumat < 1 mg tetapi disertai

a. efek samping steroid yang berat

b. pernah relaps dengan gejala berat, seperti hipovolemia, trombosis, sepsis diberikan

CPA dengan dosis 2-3 mg/kgBB/hari, dosis tunggal, selama 8-12 minggu.

Menurut Kidney Disease Improving Global Outcomes (KDIGO) 2012 untuk

pemberian prednison pada sindrom nefrotik relaps sering dan dependent steroid, prednison

harian diberikan sampai anak mengalami remisi setidaknya 3 hari, diikuti oleh dosis selang

sehari selama minimal 3 bulan. Prednison pada dosis selang sehari diberikan dalam dosis

terendah untuk mempertahankan remisi. Apabila anak mengalami infeksi saluran pernapasan,

prednison harian diberikan selama episode infeksi tersebut untuk mengurangi risiko relaps.12

2. Levamisol

Pemakaian levamisol pada SN masih terbatas karena efeknya masih diragukan. Efek

samping levamisol antara lain mual, muntah, dan neutropenia reversibel. Dalam sebuah studi

8
kontrol double blind, levamisol dilaporkan dapat mempertahankan remisi sampai 50%.

Penelitian multisenter oleh British Association for Paediatric Nephrology pada 61 anak secara

randomisasi mendapatkan pada 14 anak yang diberi levamisol selama 112 hari dan 4 kontrol

masih menunjukkan remisi meskipun prednison sudah dihentikan, tetapi 3 bulan setelah obat

dihentikan semua relaps. Di Jakarta, penelitian pemberian levamisol pernah dilakukan, tetapi

hasilnya kurang memuaskan. Oleh karena itu pada saat ini pemberian levamisol belum dapat

direkomendasikan secara umum, tetapi keputusan diserahkan kepada dokter spesialis anak

atau dokter spesialis anak konsultan yang mengobati pasien.4

Panduan dari Nottingham University Hospital (NHS) 2013 dan KDIGO 2012

memasukkan levamisol sebagai alternatif terapi pada sindrom nefrotik dengan dosis 2,5

mg/kg (maksimum 150 mg) dengan dosis selang sehari. Obat ini tersedia sebagai tablet 50 mg

yang mudah dihancur. Levamisol diberikan minimal 12 bulan karena sering kali anak

mengalami kekambuhan setelah levamisol dihentikan. Efek samping dari levamisol jarang

terjadi, tetapi perlu diperhatikan terjadinya leukopenia, gangguan gastrointestinal, dan

vaskulitis. Pemantauan laboratorium darah perlu dilakukan selama pemberian levamisol.12,13

3. Sitostatika

Obat sitostatika yang paling sering dipakai pada pengobatan SN anak adalah

siklofosfamid (CPA) dosis 2-3 mg/kgBB atau klorambusil dosis 0,2-0,3 mg/kgBB/hari,

selama 8 minggu. Sitostatika dapat mengurangi relaps sampai lebih dari 50%, yaitu 67-93%

pada tahun pertama, dan 36-66% selama 5 tahun. Albeitgemeinshaft fur Pediatrische

Nephrology (APN) melaporkan pemberian CPA selama 12 minggu dapat mempertahankan

remisi lebih lama daripada pemberian CPA selama 8 minggu, yaitu 67% dibandingkan

30%16, tetapi hal ini tidak dapat dikonfirmasi oleh peneliti lain. Pemberian CPA dalam

9
mempertahankan remisi lebih baik pada SN relaps sering (70%) daripada SN dependen

steroid (30%). Efek samping sitostatika antara lain depresi sumsum tulang, alopesia, sistitis

hemoragik, azospermia, dan dalam jangka panjang dapat menyebabkan keganasan. Oleh

karena itu perlu pemantauan pemeriksaan darah tepi seperti kadar hemoglobin, leukosit,

trombosit, 1-2 kali seminggu. Bila jumlah leukosit kurang dari 3.000/ul, kadar hemoglobin

kurang dari 8 g/dL, atau jumlah trombosit kurang dari 100.000/ul, sitostatik dihentikan

sementara, dan diteruskan kembali bila jumlah leukosit lebih dari 5.000/ul. Efek toksisitas

pada gonad terjadi bila dosis total kumulatif mencapai ≥ 200-300 mg/kgBB.18 Pemberian

CPA oral selama 3 bulan mempunyai dosis total 180 mg/kgBB, dan dosis ini aman bagi anak.

CPA dapat diberikan secara oral atau puls baik pada SN relaps sering atau dependen steroid.4

Menurut NHS 2013, CPA diberikan dengan dosis 3 mg/kg sekali sehari selama 8

minggu. Tersedia dalam tablet 50 mg yang sulit dihancurkan. CPA berhubungan dengan

leukopeni dan hitung darah lengkap diperlukan selama 8 minggu pemberian CPA. Pengaturan

dosis mengikuti hasil perhitungan darah dibawah ini :13

Table 2 perubahan dosis berdasarkan perhitungan darah13

Jika jumlah neutrofil tetap stabil untuk 4 minggu pertama, pemeriksaan darah dapat

diperiksa setiap 2 minggu selama 4 minggu. Siklofosfamid (CPA) dapat menyebabkan

penipisan rambut, iritasi kandung kemih. Pada anak-anak peri dan post-pubertas dapat

dipertimbangkan memulai pemberian takrolimus karena pada usia ini terjadi peningkatan

10
toksisitas gonad. Siklofosfamid (CPA) intravena dapat diberikan sebagai alternatif dari CPA

oral dengan dosis 500 mg/m2 per bulan selama 6 bulan.13

Menurut KDIGO 2012, CPA diberikan dengan dosis 2 mg/kg/hari diberikan 8-12

minggu (maksimum dosis kumulatif 168mg/kg). Chlorambucil dapat diberikan sebagai

alternatif dari CPA dengan dosis 0,1-0,2 mg/kg/hari) diberikan selama 8 minggu (maksimum

dosis kumulatif 11,2 mg/kg).12

4. Siklosporin (CyA) dan Takrolimus

Pada SN idiopatik yang tidak responsif dengan pengobatan steroid atau sitostatik

dianjurkan untuk pemberian siklosporin dengan dosis 5 mg/kgBB/hari. Pada SN relaps

sering/dependen steroid, CyA dapat menimbulkan dan mempertahankan remisi, sehingga

pemberian steroid dapat dikurangi atau dihentikan, tetapi bila CyA dihentikan, biasanya akan

relaps kembali (dependen siklosporin). 4

Menurut KDIGO 2012, pemberian calcineurin inhibitor seperti siklosporin atau

takrolimus berada pada level 1C. Siklosporin dapat dimulai dengan dosis 4-5 mg/kg/hari

(dosis awal) dalam 2 dosis terbagi. Takrolimus diberikan dengan dosis 0,1 mg/kg/hari (dosis

awal) diberikan dalam 2 dosis terbagi. Takrolimus dipakai sebagai pengganti CyA ketika efek

samping kosmetik dari CyA tidak dapat ditoleransi.12

Efek samping CyA berupa hiperplasia ginggiva dan hirsutisme. Pemberian takrolimus

membutuhkan pemantauan berkala. Takrolimus diberikan biasanya minimal 2 tahun. Pada

awal pemberian takrolimus, konsentrasinya dalam darah harus diukur setelah 48 jam

pemberian (idelanya 24 jam). Level takrolimus biasanya stabil pada kisaran 4-8 ng/ml. Dosis

awal takrolimus adalah 0,15 mg 2 kali sehari, dosis awal maksimum 5 mg. pada 12 jam

pertama dosis disesuaikan dengan melihat konsentrasi takrolimus dalam darah. Pemantauan

11
dilakukan dalam 3 bulan sekali meliputi fungsi ginjal, fungsi hati dan hitung darah lengkap

serta pengukuran konsentrasi takrolimus dalam darah. Efek samping takrolimus pada awal

pemberian seperti sakit kepala, tremor, nyeri perit, dan gangguan visual. Takrolimus dapat

menyebabkan sensitivitas terhadap insulin berkurang. Jika anak bebas kambuh setelah 2 tahun

pemberian takrolimus, pemberian dapat dihentikan. Jika terjadi relaps pada awal pemberian,

maka harus memulai kembali induksi remisi dengan prednison dosis tinggi. Untuk anak-anak

dengan pemberian takrolimus lebih dari 2 tahun, biopsi ginjal harus dilakukan untuk mencari

bukti nefrotoksisitas. Jika terjadi hal demikian, maka terapi dapat beralih ke imunosupresi

non-nefrotoksik seperti mycophenolate atau rituximab.13

5. Mycophenolate mofetil

Obat ini adalah golongan antiproliferatif yang lebih efektif dari azathioprine. Jika

digunakan kombinasi dengan takrolimus, dosisnya adalah 300 mg/m2 2 kali sehari.

Ditoleransi baik jika dimulai pada setengah dosis dan ditingkatkan secara bertahap selama 2-3

minggu. Dosis tanpa takrolimus adalah 600 mg/m2 2 kali sehari dan dimulai lebih rendah dan

dinaikkan bertahap. Obat ini tersedia dalam bentuk kapsul (250 mg, 500 mg, atau 1 gr) dan

suspensi (1 gr per 5 ml). KDIGO menyarankan dosisnya adalah 1200 mg/m2 dibagi 2 dosis

diberikan selama 12 bulan.12,13

6. Rituximab

Sebagai anti-CD20 monoklonal antibodi, rituximab terbukti efektif dalam pengobatan

sindrom nefrotik. Indikasi pemberian rituximab adalah :13

- Sering kambuh pada pemberian takrolimus

- Sindrom nefrotik resisten steroid yang tidak berefek terhadap takrolimus selama 3

bulan

12
- Sindrom nefrotik relaps sering atau dependen steroid dimana ada kekhawatiran

terjadinya konkordansi dengan pemberian takrolimus jangka panjang atau levamisol

- Komplikasi sindrom nefrotik yang mengancam jiwa.

Dosis pemberiannya adalah secara infus intravena 375 mg/m2 dosis tunggal yang

diberikan secara bertahap selama beberapa jam. Terdapat risiko serum sickness pada

pemberian obat ini sehingga seringkali diperlukan steroid atau anti histamin. Sebelum

pemberian rituximab, harus dilakukan pengukuran terhadap CD-19 dan imunoglobulin. Status

hepatitis B harus diketahui karena dapat terjadi reaktivasi.13

Gambar 2.2. Protokol pengobatan SN relaps sering dan dependen steroid menurut UKK Nefrologi
IDAI.4

13
Gambar 2.3. Algoritme penatalaksanaan SN relaps sering menurut NHS 2013.13

14

Anda mungkin juga menyukai