BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Angka kejadian penyakit alergi akhir-akhir ini meningkat sejalan dengan perubahan pola
hidup masyarakat modern, polusi baik lingkungan maupun zat-zat yang ada di dalam
makanan. Salah satu penyakit alergi yang banyak terjadi di masyarakat adalah penyakit asma.
(Medlinux, 2008)
Asma adalah salah satu diantara beberapa penyakit yang tidak bisa disembuhkan secara total.
Kesembuhan dari satu serangan asma tidak menjamin dalam waktu dekat akan terbebas dari
ancaman serangan berikutnya. Apalagi bila karena pekerjaan dan lingkungannya serta faktor
ekonomi, penderita harus selalu berhadapan dengan faktor alergen yang menjadi penyebab
serangan. (Medlinux, 2008)
Peran dokter dalam mengatasi penyakit asma sangatlah penting. Dokter sebagai pintu
pertama yang akan diketuk oleh penderita dalam menolong penderita asma, harus selalu
meningkatkan pelayanan, salah satunya yang sering diabaikan adalah memberikan edukasi
atau pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan kepada penderita dan keluarganya akan
sangat berarti bagi penderita, terutama bagaimana sikap dan tindakan yang bisa dierjakan
pada waktu mengahadapi serangan, dan bagaimana caranya mencegah terjadinya serangan
asma. (Medlinux, 2008)
Dalam tiga puluh tahun terakhir terjadi peningkatan prevalensi (kekerapan penyakit) asma
terutama di negara-negara maju. Kenaikan prevalensi asma di Asia seperti Singapura,
Taiwan, Jepang, atau Korea Selatan juga mencolok. Kasus asma meningkat insidennya secara
dramatis selama lebih dari lima belas tahun, baik di negara berkembang maupun di negara
maju. Beban global untuk penyakit ini semakin meningkat. Dampak buruk asma meliputi
penurunan kualitas hidup, produktivitas yang menurun, ketidakhadiran di sekolah,
peningkatan biaya kesehatan, risiko perawatan di rumah sakit dan bahkan kematian.
(Muchid dkk,2007)
Asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia, hal ini
tergambar dari data studi survei kesehatan rumah tangga (SKRT) di berbagai propinsi di
Indonesia. Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1986 menunjukkan asma
menduduki urutan ke-5 dari 10 penyebab kesakitan (morbiditas) bersama-sama dengan
bronkitis kronik dan emfisema. Pada SKRT 1992, asma, bronkitis kronik dan emfisema
sebagai penyebab kematian ke- 4 di Indonesia atau sebesar 5,6 %. Tahun 1995, prevalensi
asma di seluruh Indonesia sebesar 13/1000, dibandingkan bronkitis kronik 11/1000 dan
obstruksi paru 2/1000. Studi pada anak usia SLTP di Semarang dengan
menggunakan kuesioner International Study of Asthma and Allergies in Childhood
(ISAAC), didapatkan prevalensi asma (gejala asma 12 bulan terakhir/recent asthma) 6,2
% yang 64 % diantaranya mempunyai gejala klasik.
Maka disini kami akan memaparkan tentang Asma Bronchial yang nantinya akan dibutuhkan
oleh kita selaku askep. Didalamnya terkandung Definisi Penyakit Asma Bronchial, Etiologi
Penyakit Asma Bronchial, Patofisiologi Penyakit asma bronkial, Gejala Klinis Penyakit
Asma Bronchial, Diagnosis Penyakit Asma Bronchial dan Pencegahan Penyakit Asma
Bronchial.
Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang di angkat pada makalah ini adalah “Bagaimana asuhan keperawatan
pada kasus Asma?”
Tujuan Penulisan
o Tujuan Umum
Tujuan Khusus
Metode Penulisan
Metode penulisan ini mengguanakan metode kepustakaan dengan cara membaca buku-buku
tentang penyakit dan mengambil referensi dari internet.
Sistematika Penulisan
1. Bab I
Pendahuluan
2. Bab II
Tinjauan Teori
3. Bab III
Pembahasan Kasus
4. Bab IV
Penutup
BAB II
TINJAUAN TEORI
Definisi
Asma merupakan suatu penyakit gangguan jalan nafas obstruktif intermiten yang bersifat
reversibl, ditandai dengan adanya periode bronkospasme, peningkatan respon trakea dan
bronkus terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan nafas.
(Medicafarna, 2008)
Asma adalah suatu gangguan yang komplek dari bronkial yang dikarakteristikan oleh periode
bronkospasme (kontraksi spasme yang lama pada jalan nafas). (Polaski, 1996)
Asma adalah gangguan pada jalan nafas bronkial yang dikarakteristikan oleh periode
bronkospasme yang reversibel. (Joyce M. Black, 1996)
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronkhi
berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu. (Smelzer Suzanne, 2001)
Asma merupakan sebuah penyakit kronik saluran napas yang terdapat di seluruh dunia
dengan kekerapan bervariasi yang berhubungan dengan dengan peningkatan kepekaan
saluran napas sehingga memicu episode mengi berulang (wheezing), sesak napas
(breathlessness), dada rasa tertekan (chest tightness), dispnea, dan batuk (cough) terutama
pada malam atau dini hari. (PDPI, 2006; GINA, 2009)
Anatomi Fisiologi
1. Hidung
Hidung merupakan tempat pertama kali masuknya udara dari luar. Di dalam hidung
terdapat rambut-rambut halus dan selaput lendir. Gunanya untuk menyaring udara,
menghangatkan udara yang masuk ke dalam paru-paru. Karena udara yang masuk ke
dalam paru-paru tidak boleh terlalu dingin.
2. Faring
Faring (tekak) nerupakan daerah pertemuan saluran respirasi. Pada faring terdapat
katup penutup rongga hidung yang disebut uvula atau anak tekak.
3. Laring
Laring terdiri atas kepingan tulang rawan yang membentuk jakun. Jakun tersusun atas
tulang rawan, katup, tulang rawan. Pangkal tenggorok dapat ditutup oleh katup
pangkal tenggorok (epiglotis).
5. Bronkus
Bronkus bercabang menjadi dua, yaitu bronkus sebelah kiri dan sebelah kanan. Kedua
cabang. Kedua cabang tersebut menuju ke paru-paru.
6. Paru-paru
Paru-paru dibungkus oleh selaput yang disebbut pleura. Pleura terdiri atas selaput
dalam (pleura viseral) dan selaput luar (pleura parietal). Pada paru-paru kanan
terdapat tiga lobus, sedangkan paru-paru kiri terdapat dua lobus. Setiap lobus terbagi
atas lobulus-lobulus dan masing-masing lobulus memiliki bronkiolus.
Etiologi
1. Faktor Predisposisi
2. Genetika
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara
penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga
dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya alergi ini, penderita sangat mudah
terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu
hipersentivisitas saluran pernafasnnya juga bisa diturunkan.
2. Faktor Presipitasi
1. Alergen
Inhalan, yang masuk melalui saluran pernafasan. Contoh : debu, bulu binatang, serbuk
bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.
Ingestan, yang masuk melalui mulut. Contoh : makanan dan obat-obatan
Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit. Contoh : perhiasan, logam dan
jam tangan.
1. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Kadang-
kadang serangan berhhubungan dengan musim, seperti : musim hujan, musim kemarau,
musism bunga.
1. Stress
Stress / gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa
memperberat serangan asma yang sudah ada.
1. Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan
dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, indusri
tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktivitas jasmani
atau olahraga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan
asma karena aktivitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktivitas tersebut.
Patofisiologi
Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yangmenyebabkan sukar
bernapas.
Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru
yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup
alergen maka antibody Ig E orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang
telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat,
diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan
leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan dari semua factor-
faktor ini akan menghasilkan edema lokal pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi
mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga
menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat.
Pada asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripadaselama inspirasi
karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksamenekan bagian luar
bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah
akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi.
Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi
sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu
fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma
akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel
chest. (Tanjung, 2003)
Manifestasi Klinis
1. Batuk
2. Dispnea
3. Wheezing
4. Hipoksia
5. Takikardi
6. Berkeringat
7. Pelebaran tekanan nadi
Komplikasi
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan menunjukkan
gambar hiperinflasi pada paru-pru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga
intercostalis, serta diafragma yang menurun.
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan
reaksi yang positif pada asma.
3. Scaning Paru
Dengan scaning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusiudara selama
serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.
4. Spirometer
Alat pengukur faal paru, selain penting untuk menegakkan diagnosis juga untuk menilai
beratnya obstruksi dan efek pengobatan.
Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
2. Pengobatan non farmakologi
Memberikan penyuluhan
Menghindari faktor pencetus
Pemberian cairan
Fisiotherapy
Beri O2 bila perlu
1. Pengobatan farmakologi
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Penatalaksanaan adalah pengelolaan perwujudan dan rencana oerawat yang telah disusun
pada tahap kesdua untuk memenuhi kebutuhan pasien secara optimal dan komprehensif.
Tindakan keperawatan yang dilaksanakan yang disesuaikan dengan perencanaan. (Nursalam
2001).
1. Pengkajian
2. Pengkajian Anamnesa
o Identitas
o Keluhan utama yang sering dikeluhkan.
o Pada pengkajian riwayat kesehatan sekarang, perawat menanyakan hal
berikut:
3. Kaji obat-obatan yang biasa diminum klien dan memeriksa kembali setiap jenis obat
apakah masih relevan untuk digunakan kembali.
4. Kaji berapa lama keluhan adanya perubahan frekuensi nafas.
5. Kaji adanya keluhan sesak dan batuk.
o Pada pengkajian riwayat kesehatan dahulu, perawat perlu mengkaji apakah
klien pernah menderita penyakit seperti adanya infeksi saluran oernapasan
atas, sakit tenggorokan, amandel, sinusitis, dan polip hidung. Riwayat
serangan asma, frekuensi, waktu, dan alergen-aleren yang divurigai sebagai
pencetus serangan, serta riwayat pengobatan yang dilakukan untuk
meringankan gejala asma.
o Pada pengkajian psiko-sosio-kultural, kecemasan dan koping yang tidak
efektif sering didapatkan pada klien dengan asma bronkhial. Status ekonomi
berdampak pada asuransi kesehatan dan perubahan mekanisme peran dalam
keluarga. Gangguan emosional sering dipandang sebagai salah satu pencetus
bagi serangan asma baik gangguan itu berasal dari rumah tangga, lingkungan
sekitar, sampai lingkungan kerja. Seorang dengan beban hidup yang berat
lebih berpotensial mengalami serangan asma. Berada dalam keadaan yatim
piatu, mengalami ketidakharmonisan hubungan dengan orang lain, sampai
mengalami ketakutan tidak dapat menjalankan peranan seperti semula.
o Pola Resepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Gejala asma dapat membatasi manusia untuk berperilau hidup normal sehingga klien dengan
asma harus mengubah gaya hidupnya sesuai kondisi yang tidak akan menimbulkan serangan
asma.
Stress dan ketegangan emosional merupakan faktor instrinsik pencetus serangan asma. Oleh
karena itu, perlu dikaji penyebab terjadinya stress. Frekuensi dan engaruh stress terhadap
kehidupan klien serta cara penanggulangan terhadap stressor.
1. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum, perawat juga perlu mengakji tentang kesadaran klien, kecemasan,
kegelisahan, kelemahan suara bicara, denyut nadi, frekuensi pernapasan yang meningkat,
penggunaan otot bantu pernapasan, sianoss, batuk dengan lendir lengket, dan posisi istirahat
klien.
B1 (Breating)
Inpeksi
Pada klien asma terlihat adanya peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan, serta
penggunaan otot bantu pernapasan. Inspeksi dada terutama untuk melihat postur bentuk dan
kesimetrisan, adanya peningkatan diameter anteroposterior, retraksi otot-otot insterkostalis,
sifat dan irama pernapasan dan frekuensi pernapasan.
Palpasi