Anda di halaman 1dari 9

PROFIL DARAH TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) YANG

DIINFEKSIKAN Trypanosoma evansi ISOLAT SIMELUE

Blood Profile of Rattus (Rattus norvegicus) Infected


with Trypanosoma evansi isolate Simelue

Hasri Afandi 1, Yudha Fahrimal 2, Rusli3


1
Program Studi Pendidikan Dokter Hewan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala
2
Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala
hasriafandi72@yahoo.com

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan mengetahui profil darah (eritrosit, leukosit,
hemoglobin dan hematokrit) tikus putih jantan (Rattus norvegicus) yang diinfeksikan
Trypanosoma evansi isolat Simeulue. Hewan yang digunakan adalah 5 ekor tikus
(Rattus norvegicus) jantan. Profil darah tikus diperiksa sebelum dan setelah
diinfeksikan T. evansi dengan konsentrasi 105 secara intraperitonial. Pemeriksaan
darah tikus dilakukan dua hari sekali setelah infeksi. Hasil penelitian menunjukkan
rata-rata (±SD) jumlah eritrosit (106/mm3) pada H±0 ,H±2, H±4, H±6, H±8, H±10
adalah 5,84x106/mm3; 3,95x106/mm3; 3,72 x106/mm3; 1,50 x 106/mm3;
2,04x106/mm3; dan 2,41x106/mm3. Jumlah leukosit (103/mm3) yaitu 4,69x103/mm3;
6,31x103/mm3; 6,45x 103/mm3;7,04 x 103/mm3; 8,13 x 103/mm3; dan 14,25 x
103/mm3. Kadar hemoglobin (g/dl) yaitu 12,2 g/dl; 10,88 g/dl; 9,78 g/dl; 6,92 g/dl;
6,75 g/dl; dan 5,8 g/dl. Nilai hematokrit (%) yaitu 47,4%; 40%; 35,6%; 21%;
15,5%dan 22,5%. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa tikus yang diinfeksikan T.
evansi mengalami penurunan jumlah eritrosit, hemoglobin dan hematokrit namun
meningkatkan jumlah leukosit tikus.
Kata kunci: Trypanosoma evansi, eritrosit, leukosit, hemoglobin, hematokrit.

ABSTRACT
This research was aimed at calculating rat blood profile infected with
T.evansi of simeulue isolate. Five male rats (Rattus norvegicus) were used in these
study. Blood profile was examined before and after infection. Blood was drawn every
two other days for 10 days ( H±0, H±2, H±4, H±6, H±8, H±10).Erytrocyte number
was 5,84 x 106/mm3; 3,95 x 106/mm3; 3,72 x 106/mm3; 1,50 x 106/mm3; 2,04 x 106/mm3
and 2,41 x 106/mm3r espectively. Number of leucocyte was 4,69 x 103/mm3;
6,31x103/mm3; 6,45 x 103/mm3; 7,04 x 103/mm3; 8,13 x 103/mm3; and 14,25 x 103/mm
3
respectively. Hemoglobin profile was 12,2 g/dl; 10,88 g/dl; 9,78 g/dl; 6,92 g/dl; 6,75
g/dl; and 5,8 g/dl. Haematocrit value was 47,4%; 40%; 35,6%; 21%; 15,5% and
22,5% respectively. It can be concluded that rat infection of T. evansi decreased the
number of erythrocytes, hemoglobin and hematocrit but increased the number of rat
leukocytes.
Keywords: Trypanosoma evansi, erythrocyte, leucocyte, hemoglobin, and hematocrit.

1
PENDAHULUAN

Trypanosomiasis atau surra merupakan salah satu jenis penyakit strategis


yang menyerang hewan ternak dan dosmetik lainnya di Indonesia yang
disebabkan oleh T. evansi (Luckins dkk.,1992 dan Dargantes dkk., 2005) dan
ditularkan secara mekanis oleh vektor lalat penghisap darah seperti Tabanus dan
Stomoxys spp (Payne dkk., 1991, Luckinsdkk., 1992). T. evansi merupakan
Trypanosoma patogen yang penyebarannya paling luas secara geografis (Lohr
dkk., 1986).
Kasus surra pertama kali dilaporkan di Indonesia pada tahun 1897 pada
populasi kuda di Pulau Jawa. Semenjak itu, secara sporadik menyebar ke seluruh
wilayah Indonesia (Partoutomo, 1996). Menurut Sukanto (1994) paling tidak ada
sebelas provinsi diIndonesia (Aceh, Sumatra Utara, Lampung, Jawa Barat, Jawa
Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara dan Selatan, Nusa
Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur) merupakan tempat endemik surra.
Trypanosoma evansi mempunyai inang yang beragam dari hewan liar
sampai hewan domestik yang mempunyai nilai ekonomi yang penting dengan
berbagai tingkat kerentanan yang berbeda. Diantara hewan domestik yang rentan
adalah kuda, sapi, kerbau.kambing, domba, babi, anjing, dan kucing. Sedangkan
hewan liar yang rentan diantaranya adalah badak (Vellayan dkk., 2004), rusa,
wallaby dan bisa berpotensi sebagai sumber infeksi untuk hewan domestik.
Hewan coba seperti tikus dan mencit juga sangat peka terhadap infeksi T. evansi.
Kerugian akibat infeksi T.evansi adalah berupa penurunan berat badan,
kematian, dan daya reproduksi yang rendah (Luckins, 1996). Selain itu, infeksi T.
evansi dilaporkan dapat menimbulkan imunosupresi, atau menurunnya tanggap
kebal inang atau disebut juga keadaan alergi klinis (Mackenzie dkk., 1979).
Wayan dkk (1981) juga menyatakan bahwa infeksi oleh T. evansi dapat
menurunkan jumlah eritrosit, PCV dan Hb. Hal ini disebabkan karena toksin yang
dikeluarkan oleh T. evansi yang dapat menyebabkan anemia.
Menurut Damayanti dkk., (1994), kerbau yang diinfeksikan T. evansi juga
mengakibatkan rendahnya jumlah sel darah merah, PCV, hemoglobin dan platelet
total sedangkan jumlah sel darah putih masih dalam batas normal 6 minggu paska
infeksi. Argungu dkk., (2014) juga menunjukkan penurunan jumlah sel darah
merah, dan PCV pada unta yang terinfeksi T. evansi secara alami. Akan tetapi,
jumlah kadar Hb, platelet dan sel darah putih lebih tinggi dari kadar yang ada pada
unta yang tidak terinfeksi.

MATERIAL DAN METODE

Penelitian ini adalah penelitian eksperimental laboratorium menggunakan


5 ekor tikus (Rattus norvegicus) jantan. Profil darah diperiksa sebelum dan setelah
diinfeksikan T. evansi menggunakan isolat lokal aceh Simeulue dengan
konsentrasi 105 secara intraperitoneal. Pemeriksaan dilakukan dua hari setelah
diinfeksikan T. evansi. Tikus yang akan digunakan untuk penelitian ini disimpan
2
di lab parasitologi pada ruangan suhu kamar normal. pemberian pakan dan minum
diberikan jumlah yang sama dalam satu tempat.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jumlah Eritrosit
Rata-rata jumlah eritrosit tikus putih (Rattus norvegicus) jantan setelah
diinfeksikan T. evansi isolat Simelue ditampilkan pada gambar dibawah
menunjukan penurunan jumlah eritrosit tikus putih jantan.

0.007
5.84
0.006

0.005
3.95
Jumlah Eritrosit (10 6/mm 3)

0.004 3.72

0.003 2.04 2.41


1.50
0.002

0.001

0
H-0 H-2 H-4 H-6 H-8 H-10

JUMLAH ERITROSIT

Gambar 1. Rata-rata Jumlah eritrosit tikus yang diinfeksikan T. evansi isolat


Simelue

Jumlah eritrosit tikus putih jantan terendah terdapat pada hari H-6 dan
jumlah eritrosit tertinggi pada hari H-0. Hasil penelitian ini menunjukkan jumlah
eritrosit H-2,H-6,H-8, dan H-10 di bawah kisaran normal sedangkan H-0 masih
berada dalam kisaran normal jumlah eritrosit yaitu (5-12x106/mm3)
(Kusumawati, 2004).
Jumlah eritrosit tikus H-0 lebih tinggi dari tikus H-2 hingga H-10, karena
tikus perlakuan H-0 merupakan tikus yang tidak diinfeksikan T.evansi,
Sedangkan tikus pada kelompok H-2, H-4, H-6, H-8 dan H-10 menunjukan
penurunan di bawah kisaran normal akibat diinfeksikan T.evansi isolat Simelue.

3
Jumlah eritrosit tikus putih yang diinfeksikan 105 T.evansi merupakan
hasil positif dari tikus H-2 hingga H-10 yang menunjukan dibawah normal yaitu
3,95x106/mm3,3,72x106/mm3, 1,5x106/mm3, 2,045 x106/mm3 dan2,41 x106/mm3.
Tikus yang diinfeksikan T.evansi mulai dari hari -0 normal hingga hari -6
semua tikus masih dalam keadaan utuh 5 ekor tikus tetapi terjadi penurunan nilai
eritrosit akibat terinfeksinya T. evansi tikus sehingga nilai eritrosit pada grafik
menunjukkan perubahannya semakin menurun sedangkan tikus pada hari ke 8
terjadinya kematian satu ekor tikus dan pada hari ke 10 terjadi lagi kematian 2
ekor tikus sehingga total tikus yang masih hidup pada hari ke 10 tinggal 2 ekor
tikus sehingga nilai eritrosit pada hari ke 8 hingga hari ke 10 pada tikus meningkat
sedikit dari hari ke 6 tikus yang diinfeksikan Trypanosoma evansi .
Jumlah eritrosit tikus yang diinfeksikan T. evansi membuktikan bahwa
terjadinya penurunan kadar erirosit. Hal ini sesuai dengan pendapat Wayan dkk.
(1981), bahwa penurunan jumlah eritrosit ini disebabkan karena rusaknya sel
darah merah akibat infeksi yang terjadi. Selain itu toksin dari Trypanosoma dapat
menyebabkan peruntuhan eritrosit sehingga jumlah eritrosit menurun dan
menyebabkan anemia (Ressang,1984).

Jumlah leukosit
Rata-rata jumlah leukosit tikus putih (Rattus norvegicus) jantan setelah
diinfeksikan T.evansi isolat Simelue pada gambar dibawah menunjukkan
peningkatan jumlah leukosit tikus putih jantan.

0.016
14.25
0.014

0.012
JUMLAH LEUKOSIT

8.13
0.01
6.45 7.04
0.008
6.31
0.006 4.69

0.004

0.002

0
H-0 H-2 H-4 H-6 H-8 H-10

Gambar 2. Rata-rata jumlah leukosit tikus yang diinfeksikan T. evansi isolat


Simelue.

Jumlah leukosit tikus putih jantan terendah pada perlakuan H-0 dan
jumlah leukosit tertinggi ditemukan pada perlakuan H-10. Pada semua perlakuan
4
penelitian mulai dari H-0 hingga H-10, Jumlah rata-rata leukosit tikus jantan
berada dalam kisaran normal 3-15 x 103/mm3 (Kusumawati, 2004). Jumlah
leukosit pada perlakuan H-0 hingga H-10 berturut-turut yaitu 4,69x103/mm3,
6,31x103/mm3, 6,45x103/mm3, 7,04x103/mm3, 8,13x103/mm3 dan 14,25x103/mm3.
Pada perlakuan tikus jantan H-10 yang diinfeksikan T. evansi
menunjukkan peningkatan jumlah sehingga menyebabkan leukositosis. Tingginya
jumlah leukosit ini memperlihatkan tingkat immunitas tikus untuk melawan
infeksi T. evansi.
Hasil penelitian ini juga menunjukkan adanya kecenderungan semakin
meningkat jumlah leukosit akibat dari infeksi T. evansi isolat Simelue. Hal ini
sesuai dengan yang dinyatakaan oleh Rukmana dkk., (1981) bahwa hewan yang
terinfeksi dengan parasit T. evansi memperlihatkan kenaikan jumlah sel darah
putih. Daya tahan hewan akan berpengaruh terhadap jumlah sel darah putih. Pada
infeksi yang kuat dengan kondisi tubuh yang baik menyebabkan kenaikan jumlah
sel darah putih, sedang pada infeksi yang lemah maka tidak jelas perubahan
gambaran sel darah putihnya. Menurut Artama dkk., (1981) bahwa T. evansi
mengeluarkan toksin yang dapat merusak sel darah merah, disamping itu juga
toksin dapat meningkatkan sel darah putih.

Kadar Hemoglobin
Rata-rata kadar hemoglobin tikus putih (Rattus norvegicus) jantan yang
diinfeksikan T.evansi isolat Simelue menunjukkan penurunan kadar hemoglobin
tikus putih jantan.

Hemoglobin
14

12 12.2
10.88
10 9.78
8 6.92 6.75
6 5.8 Hemoglobin

0
H-0 H-2 H-4 H-6 H-8 H-10

Gambar 3. Rata-rata kadar Hb tikus yang diinfeksikan T. evansi isolat Simelue

Kadar hemoglobin tikus putih jantan terendah pada perlakuan H-10 dan
kadar hemoglobin tertinggi pada perlakuan H-0. Kadar H-2 hingga H-10 berada
5
dibawah kisaran normal sedangkan pada perlakuan H-0 berada dalam kisaran
normal (11,1- 18,00g/dl) (Kusumawati, 2004).
Kadar hemoglobin tikus putih yang diinfeksikan T.evansi dengan
konsentrasi 105 di bawah kadar normal. Rata-rata kadar Hb jumlah dari H-0
Sampai H-10 berturut- turut yaitu 12,2 g/dl, 10,88g/dl, 9,78 g/dl, 6,92 g/dl, 6,75
g/dl, 5,8 g/dl. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa semakin hari jumlah
hemoglobin pada tikus jantan yang diinfeksikan T. evansi menunjukkan
penunurunan kadar hemoglobin, Menurut Kumar dkk., (2011), Kadar hemoglobin
merupakan salah satu parameter untuk mengetahui terjadinya anemia.
Penurunan kadar hemoglobin ini terjadi akibat terjadinya hemolisis.
Namun hal yang lain juga terjadi akibat anemia. Dampak pada anemia tikus yaitu
kadar hemoglobin mengalami penurunan dibawah nilai normal. Hal ini juga
berpengaruh terhadap jumlah eritrosit yang berada dalam darah (Guyton dan
Hall,1997)

Nilai Hematokrit
Rata-rata nilai hematokrit tikus putih (Rattus norvegicus) jantan yang
diinfeksikan T. evansi dibawah menunjukkan penurunan nilai hematokrit yang
diinfeksikan T. evansi isolat Simelue.

50 47.4
45 40
40 35.6
35
30
21 22.5
25
15.5
20
15
10
5
0
H-0 H-2 H-4 H-6 H-8 H-10

HEMATOKRIT

Gambar 4. Rata-rata nilai hematokrit tikus yang diinfeksikan T. evansi isolat


Simelue

Nilai hematokrit tikus putih tertinggi terdapat pada perlakuan H-0 dan
perlakuan terendah pada H-8. Nilai hematokrit H-0 (47%) dan masih dalam

6
kisaran nilai hematokrit normal antara 36-52 %. Sedangkan tikus putih yang
diinfeksikan T.evansi berada di bawah normal.
Pada penelitian ini tikus dari H-0 hingga hari H-10 menunjukkan
penurunan setelah diinfeksikan T.evansi. Akibat adanya T.evansi dalam darah
tikus membuatnya hidupnya menjadi lebih cepat dan parasitemia pada darah tikus
meningkat tajam sehingga tikus tidak mampu melawan invasi dari T.evansi.
Namun pada hari ke 10 pasca infeksi, tikus yang tersisa tinggal 2 ekor
menyebabkan peningkatan sedikit nilai hematokrit tetapi masih dibawah nilai
normal.
Jumlah parasit di dalam darah berbanding terbalik dengan kadar glukosa
darah, semakin banyak jumlah parasit maka kadar glukosa yang terdapat dalam
darah sedikit dan menyebabkan anemia berat (Jatkar dan Singh, 1974).
Penurunan nilai hematokrit dan jumlah eritrosit yang memiliki dampak terhadap
penurunan kapasitas pengangkutan oksigen oleh darah dapat menyebabkan
keadaan patologis seperti anemia (Elin dan Kusnandar, 2008).

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa tikus yang diinfeksi


T. evansi dapat menurunkan jumlah eritrosit, hematokrit dan hemoglobin namun
meningkatkan jumlah leukosit tikus.

DAFTAR PUSTAKA

Akbar, B. 2010. Tumbuhan dengan Kandungan Senyawa Aktif yang Berpotensi


Sebagai Bahan Antifertilitas. Adabia Press, Jakarta.
Anonimus. 2014. Penyakit Surra dan Pengendaliannya. http://www. academia.
edu/27815727/Penyakit_SURRA_Trypanosomiasis_dan_Pengendaliannya
. Jakarta, Indonesia.15 Juli 2017.
Argungu, S.Y. 2014. Haematological alterations associated with T. evansi load in
naturally infected camels in Sokoto. J. Zool. Biosci. Res 1(4):18-21.
Artama, W.T., B. Hariono, dan S. Mangkuwidjojo. 1981. Perubahan hematologik
kelinci yang diinfeksikan T.evansi. Seminar Parasitologi Nasional.
Jakarta.
Campbell, D.A., S.J. Westenberger, N.R. Sturm 2004. The determinants of
Chagas disease: connecting parasite and host genetics. Curr Mol Med 4:
549-562.
Dargantes, A.P., R.S.F. Campbell., D.B. Copeman, and S.A. Reid. 2005.
Experimental Trypanosoma evansi infection in the goat. J. Comp. Pathol.
133(2):267-276.
Damayanti, R., R.J. Graydon, and P.W. Ladds. 1994. The pathology of
experimental Trypanosoma evansi infection in the Indonesian buffalo
(Bubalus bubalis). J. Comp. Pathol. 110(3):237-52.
7
Elin dan Kusnandar. 2008. Langkah Mudah Penelitian. Rajawali Press, Jakarta.
Guyton, A.C dan J.E. Hall. 1997. Sel Darah Merah Anemia, dan Poloisitemia.
EGC: Jakarta.
Guyton, A.C. 1982. Fisiologi Kedokteran. Edisi 5, CV EGC. Jakarta. hal.75-
81.
Jatkar, P.R. and M. Singh. 1974. Pathogenesis of anemia in trypanosoma
infection. Indian Veteriner J.51 (11-12):710-714.
Kataranovski, M.V., D.L.Radovic, L.D. Zolotarevski, A.D. Popov, and D.S
Kataranovski. 2009 Immune-related health-relevant changes in natural
populations of Norway rat (Rattus norvegicus) White blood cell counts,
leukocyte activity, and peripheral organ infiltration. Arch. Biol.
Sci.,Belgrade 61: 213-223.
Kumar, A. Ashwin,k. Karthick, dan K.P. Arumugam. 2011. Biodegradable
polymers and its applications. International Journal of Bioscience and
Biochemistry 3. 174-176
Kusumawati, D. 2004. Bersahabat dengan Hewan Coba. Gajah Mada University
Press, Yogyakarta.
Lohr, K.F., S. Pholpark, P. Siriwan., N. Leesirikul, and L. Srikitjakarn. 1986.
Trypanosoma evansi infection in cattle innorth-east Thailand. Animal
Health Prod.18:8-103.
Levine, N.D. 1985. Veterinary Protozoology. Iowa State University Press,Ames.
Levine, N.D. 1994. Protozoologi Veteriner. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Luckins, A.G., N. Mclntyre, and P. Rae. 1992. Multiplication of Trypanosoma
evansi at the site of infection in skin of rabbits andcattle. Acta Tropica.
50:19-27.
Luckins, A.G. 1996. Trypanosoma evansi in Asia. Parasitology Today. 4 (5) :
137-142.
Mackenzie, A.R., P.R. Sibley, and B.P. White. 1979. Further evidence for
immunosuppression in trypanosomiasis. Trans. Roy. Soc. Tropmed. Hyg.
73(1):98.
Malole, M.B.M. and C.S.U. Pramono. 1989. Pengantar Hewan-Hewan
Percobaan di Laboratorium. Universitas Bioteknologi, IPB Press. Bogor.
Nasution, A. 2007. Parasit Darah pada Ternak Sapi dan Kambing. Skripsi. Institut
Pertanian Bogor. Bogor
Office International des Epizootics (OIE). 2009. Manual of Diagnostic Tests and
Vaccine for Terrestrial Animals. OIE, Paris.
Payne, R.C., I.P. Sukanto, D. Djauhari, and T.W. Jones. 1991. Trypanosoma
evansi infection in bovine and buffalo calves in Indonesia. Vet. Parasitol.
38(2-3):253-256.
Partoutomo, S. 1996. Trypanosomiasis Caused by Trypanosoma evansi (Surra) in
Indonesia. Proceeding of A Seminar on Diagnostic Techniques for
Trypanosoma evansi in Indonesia, Balitvet, Bogor. 1-9.
Pacholek, X.D.,S.G. Gamatic, Franek, R. Tibayrene. 2001. Prevalence of
Trypanosoma evansi trypanosomosis in young camels in west Niger. Rev.
Elev. Med. Vet. Pays. Trop. 44:177-182.
8
Putri, O. 2014. Data Kasus Trypanosomiasis pada Sapi di Balai BesarVeteriner
Wates Yogyakarta, BBvet Wates, Yogyakarta
Resang, A. A. 1984. Patologi Khusus Veteriner. Percetakan Bali, Denpasar.
Reid, S.A., A. Husein, Partoutomo, and S. Copeman. 2001. The susceptibility of
two species of wallaby to infection with Trypanosoma evansi . Aust. Vet J.
79(4): 285-288.
Rukmana, M.P., T. Djati, E. Gunawan, dan Ashadi. 1981. Perbandingan
keganasan T .evansi antara asal daerah Jawa Barat terhadap kecepatan
kematian tikus. Risalah Pertemuan Ilmiah, Jakarta.
Sehgal, R. N., M.G.Valkiunas, T.A. Iezhova, and T.B. Smith. 2006. Blood
parasites of chickens in Uganda and Cameroon with molecular
descriptions of Leucocytozoon schoutedeni and Trypanosoma gallinarum.
Journal of Parasitology 92: 1336–1343.
Smith, J. B. and S, Mangkoewidjojo. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan
Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Universitas Indonesia.
Jakarta.
Stephen. J.M and F.G. William. 2010. Patofisiologi Penyakit Pengantar Menuju
Kedokteran Klinik Edisi V, EGC, Jakarta.
Subronto. 2006. Penyakit Infeksi Parasit Mikroba pada Anjing dan Kucing
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Sukanto, I.P. 1994. Petunjuk diagnosa parasit darah Trypanosoma, Babesia dan
Anaplasma. Prosiding Seminar Penelitian Parasit Besa di Indonesia,
Bogor.
Talebi, A., S.A. Rezaei, R.R. Chai, R. Sahraei. 2005. Comparative Studies
on Haematological Values of Broiler Strains (Ross, Cobb, arbor-acres and
Arian). International J of Poultry Sci. 4(8):573-579.
Vellayan, S., M. Aidi, R.W. Radcliffe, L.J. Lowenstine, J. Epstein, S.A. Reid,
D.E. Paglia, R.M. Radcliffe, T.L. Roth, T.J. Foose, M. Khan, V. Jayam,
S. Reza, M. Abraham. 2004.Trypanosomiasis (Surra) in the captive
sumatran rinoceros (Dicerorhinus Sumatrensis Sumatrensis) in Peninsular
Malaysia. Proceedings of the International Conference of the Association
of Institutions for Tropical Veterinary Medicine. 11:187-189.
Wardhana, A.H., E. Kenanawati, Nurmawati, Rahmaweni, dan C.B. Jatmiko.
2001. Pengaruh Pemberian Sediaan Patikaan Kebo (Euphorbia Hirta L)
terhadap Jumlah eritrosit, kadar hemoglobin, dan nilai hematokrit pada
ayam yang diinfeksi dengan eimeria tenella. Jurnal Ilmu Ternak dan
Veteriner.6(2): 126-133.
Wayan, T.A., B. Narianodan, dan S. Mangkuwijdojo. 1981. Perubahan
hematologi kelinci yang diinfeksi dengan Trypanosoma evansi.
Proceeding Seminar Nasional II, Jakarta.
Yakubu. M.T., A.J. Afolayan. 2009. Effect of aqueous extract of natalensis baker
stem on haematological and serum lipid profile of male wistar rats. Indian
J Exp Biol. 47: 282-288.
Yuliarti, N. 2009. The Vegetarian Way. Penerbit Andi, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai