Latar Belakang
ahli obstetri untuk mendukung "trial of labor" pada pasien-pasien yang telah
mengalami seksio sesarea sebelumnya, dimana VBAC merupakan tindakan yang
aman sebagai pengganti seksio sesarea ulangan.
Walau bagaimanapun, mulai tahun 2001 jumlah percobaan partus pervaginal
telah berkurang dan menyumbang kepada peningkatan jumlah partus secara seksio
sesarea ulang. Seiring dengan meningkatnya pengetahuan para ibu hamil, disertai
berbagai pertimbangan dan diikuti pemeriksaan sebelum melahirkan, kini
melahirkan normal setelah caesar (vaginal birth after caesar/VBAC) sudah
banyak ditempuh para ibu. Bila hasil pemeriksaan menunjukkan prasyarat
melahirkan normal yang aman terpenuhi, misalnya jahitan sudah bagus, berat
badan bayi bagus, letak plasenta normal dan posisi kepala bayi sudah di
bawah/masuk panggul, hampir bisa dipastikan ibu bisa melahirkan VBAC.
Berdasarkan Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) terakhir
tahun 2007 AKI Indonesia menurun menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup,
meskipun demikian angka tersebut masih tertinggi di Asia. Sedangkan Angka
Kematian Bayi (AKB) di Indonesia, diperoleh estimasi sebesar 34 per 1000
kelahiran hidup.
Di Indonesia angka persalinan dengan secsio sesarea di dua belas rumah sakit
pendidikan berkisar antara 2,1 % - 11,8 %. Di RS Sanglah Denpasar inseden
seksio sesrea selama 10 tahun yaitu 8,60 % - 20,23 %, rata-rata per tahun 13,6%.
Resiko terhadap bayi dilakukan seksio sesarea yaitu kematian dan gagal asi,
gangguan paru, gangguan system pencernaan dan kekebalan tubuh, sedangkan
resiko terhadap ibu yaitu infeksi nosokomial, troemboemboli, peritonitis dan
sebagainya. Beberapa indikasi seksio sesarea dapat diuraikan sebagai berikut,
cepalo pelvik disproportion (CPD), preeklamsia, ketuban pecah dini, janin besar,
kelainan letak janin dan letak sungsang.
Rumah Sakit Umum Zainoel Abidin adalah rumah sakit rujukan terbesar di
provinsi Aceh, dengan penduduk mencapai 4.486.570 jiwa. Kota Banda Aceh dan
sekitarnya terdapat rumah sakit pemerintah dan swasta sebanyak 11 unit rumah
sakit, serta 11 unit puskesmas. Karena angka persalinan perabdominal yang
diijinkan di rumah sakit pendidikan adalah seperti yang diungkapkan diatas. Pada
perslinan pevaginam di Rumah Sakit Zainoel Abidin di dapatkan persalinan
3
Pada satu sisi mencatat lebih dari 80% kelahiran dengan VBAC berlangsung
dengan lancar aman, dengan akhir yang membahagiakan. Malah ada yang
memberikan testimoni, melahirkan lancar dengan VBAC dengan posisi bayi
sungsang. Ada pula yang VBAC-nya lancar bahkan setelah mengalami 2 kali
melahirkan secara caesar. Jarak antara kelahiran caesar dan VBAC pun beragam.
Pada umumnya DSOG memberikan batasan 3 tahun bagi ibu yang melahirkan
caesar baru bisa melahirkan lagi (itupun dengan kembali caesar). Namun
kenyataannya sebagaimana testimoni dalam sebuah komunitas untuk
memberdayakan ibu hamil, Gentle Birth untuk semua, tak jarang para pelaku
4
diantaranya indikasi operasi sebelumnya bukan karena panggul sempit, letak bayi
kepala, proses penyembuhan luka operasi baik, perkiraan berat badan bayi tidak
boleh lebih dari 4 Kg, bukan kehamilan kembar, dan belahan operasi cesar
sebelumnya tidak tegak lurus (vertikal). Proses mengejan saat pembukaan lengkap
hanya boleh 2x15 menit. Elastisitas otot perut dan bekas luka operasi cesar yang
telah merapat juga menjadi hal yang dipertimbangkan. Melalui senam hamil yang
rutin dilakukan ibu hamil maka dapat membantu ibu untuk mengejan dan
mengatur napas lebih optimal, dan mempertahankan elastisitas otot perut saat
kontraksi, sehingga ibu dapat melahirkan dengan VBAC.
Pengertian VBAC
VBAC (Vaginal Birth After C-Section) ialah proses persalinan per vaginam
yang dilakukan terhadap pasien yang pernah mengalami seksio sesaria ada kehamilan
sebelumnya atau pernah mengalami operasi pada dinding rahim (misalnya satu
ataupun lebih miomektomi intramural). VBAC atau melahirkan melalui vagina setelah
mengalami operasi Sesar di persalinan sebelumnya, memang lebih ditekankan pada
kasus-kasus operasi Sesar yang dilakukan atas indikasi yang sebenarnya tidak perlu
artinya operasi SC yang dilakukan sebelumnya bukan karena alasan-alasan mutlak
fisiologis seperti kelainan pangul yaitu panggul sempit murni.
VBAC menjadi isu yang sangat penting dalam ilmu kedokteran khususnya
dalam bidang obstetrik karena pro dan kontra akan tindakan ini. Baik dalam kalangan
medis ataupun masyarakat umum selalu m uncul pertanyaan, apakah VBAC aman bagi
keselamatan ibu. Pendapat yang paling sering muncul adalah Orang yang pernah
melakukan seksio harus seksio untuk selanjutnya. Juga banyak para ahli yang
berpendapat bahawa melahirkan normal setelah pernah melakukan seksio sesarea
sangat berbahaya bagi keselamatan ibu dan section adalah pilihan terbaik bagi ibu dan
anak. Tahun lalu,setelah orang bersalin melalui SC maka pupus sudah harapan mereka
untuk dapat melahirkan lagi dengan normal melalui vagina.
5
Namun hari ini, hal tersebut berubah dan perubahan besar tersebut terjadi
berkat perubahan dalam teknik bedah, sehingga VBAC sangatlah mungkin dilakukan
dalam banyak kasus. Bahkan, 60 sampai 80 persen diperkirakan perempuan yang
mencoba VBAC berakhir dengan sukses. Namun demikian, banyak rumah sakit yang
tidak menawarkan bahkan tidak melayani VBAC karena mereka tidak memiliki staf
atau sumber daya untuk menangani SC darurat.
VBAC belum banyak diterima sampai akhir tahun 1970an. Melihat
peningkatan angka kejadian seksio sesarea oleh United States Public Health Service,
melalui Consensus Development Conference on Cesarean Child Birth pada tahun 1980
menyatakan bahwa VBAC dengan insisi uterus transversal pada segmen bawah rahim
adalah tindakan yang aman dan dapat diterima dalam rangka menurunkan angka
kejadian seksio sesarea pada tahun 2000 menjadi 15%.
Pada tahun 1989 National Institute of Health dan American College of
Obstetricans and Gynecologists mengeluarkan statemen, yang menganjurkan para ahli
obstetri untuk mendukung "trial of labor" pada pasien-pasien yang telah mengalami
seksio sesarea sebelumnya, dimana VBAC merupakan tindakan yang aman sebagai
pengganti seksio sesarea ulangan.
Walau bagaimanapun, mulai tahun 1996 jumlah percobaan partus pervaginal
telah berkurang dan menyumbang kepada peningkatan jumlah partus secara seksio
sesarea ulang. Berbagai faktor medis dan nonmedis diperkirakan menjadi penumbang
kepada penurunan jumlah percobaan partus pevaginam ini. Faktor-faktor ini
sebenarnya masih belum difahami dengan jelas. Salah satu faktor yang paling sering
dikemukan para ahli adalah resiko ruptur uteri. Pada tindakan percobaan partus
pervaginal yang gagal, yaitu pada maternal yang harus melakukan seksio sesarea ulang
didapati resiko komplikasi lebih tinggi berbanding VBAC dan partus secara seksio
sesarea elektif.
1. Indikasi VBAC
a) Riwayat 1 atau 2 kali seksio sesarea dengan insisi segmen bawah rahim
c) Tidak ada bekas ruptur uteri atau bekas operasi lain pada uterus
c) Kehamilan kembar
d) Letak sungsang
sampai 13 % apabila seksio sesarea yang lalu dilakukan pada keadaan distosia pada
kala II.
2. Kontraindikasi VBAC
Menurut (Caughey, Mann, 2001) kontra indikasi mutlak melakukan VBAC adalah :
d) Bekas komplikasi operasi seksio sesarea dengan laserasi serviks yang luas
g) Panggul sempit
Pasien bekas seksio sesarea dengan insisi segmen bawah rahim transversal
merupakan salah satu syarat dalam melakukan VBAC, dimana pasien dengan tipe
insisi ini mempunyai resiko ruptur yang lebih rendah dari pada tipe insisi lainnya.
Bekas seksio sesarae klasik, insisi T pada uterus dan komplikasi yang terjadi pada
seksio sesarea yang lalu misalnya laserasi serviks yang luas merupakan
kontraindikasi melakukan VBAC. Menurut American College of Obstetricians and
Gynecologists, tiada perbedaan dalam mortalitas maternal dan perinatal pada insisi
seksio sesarea transversalis atau longitudinalis.
5. Jumlah Seksio Sesarea Sebelumnya
tahun 2005 telah memutuskan bahwa pasien dengan bekas seksio dua kali boleh
menjalani persalinan pervaginal dengan pengawasan yang ketat.
Menurut Miller (2007) melaporkan bahwa insiden ruptur uteri terjadi 2 kali
lebih sering pada VBAC dengan riwayat seksio sesarea 2 kali atau lebih. Pada
penelitian ini, jumlah VBAC dengan riwayat seksio sesarea 1 kali adalah
83% manakala 2 kali atau lebih adalah 17 %.
Pada seksio sesarea insisi kulit pada dinding abdomen biasanya melalui
sayatan horizontal, kadang-kadang pemotongan atas bawah yang disebut insisi
kulit vertikal. Kemudian pemotongan dilanjutkan sampai ke uterus. Daerah uterus
yang ditutupi oleh kandung kencing disebut segmen bawah rahim, hampir 90 %
insisi uterus dilakukan di tempat ini berupa sayatan horizontal (seperti potongan
bikini). Cara pemotongan uterus seperti ini disebut "Low Transverse Cesarean
Section". Insisi uterus ini ditutup/jahit akan sembuh dalam 2 – 6 hari. Insisi uterus
dapat juga dibuat dengan potongan vertikal yang dikenal dengan seksio sesarea
klasik, irisan ini dilakukan pada otot uterus. Luka pada uterus dengan cara ini
mungkin tidak dapat pulih seperti semula dan dapat terbuka lagi sepanjang
kehamilan atau persalinan berikutnya.
Pemeriksaan USG trans abdominal pada kehamilan 37 minggu dapat
mengetahui ketebalan segmen bawah rahim. Ketebalan segmen bawah rahim
(SBR) 4,5 mm pada usia kehamilan 37 minggu adalah petanda parut yang sembuh
sempurna. Parut yang tidak sembuh sempurna didapat jika ketebalan SBR < 3,5
mm. Oleh sebab itu pemeriksaan USG pada kehamilan 37 minggu dapat sebagai
alat skrining dalam memilih cara persalinan bekas seksio sesarea.
Menurut Cunningham (2004) menyatakan bahwa penyembuhan luka
seksio sesarea adalah suatu generasi dari fibromuskuler dan bukan pembentukan
jaringan sikatrik.
Menurut Cunningham (2010), dasar dari keyakinan ini adalah dari hasil
pemeriksaan histologi dari jaringan di daerah bekas sayatan seksio sesarea dan
dari 2 tahap observasi yang pada prinsipnya :
a) Tidak tampaknya atau hampir tidak tampak adanya jaringan sikatrik pada
uterus pada waktu dilakukan seksio sesarea ulangan.
10
b) Pada uterus yang diangkat, sering tidak kelihatan garis sikatrik atau hanya
ditemukan suatu garis tipis pada permukaan luar dan dalam uterus tanpa
ditemukannya sikatrik diantaranya.
Menurut Schmitz (2010) dalam Srinivas (2011) menyatakan bahwa
kekuatan sikatrik pada uterus pada penyembuhan luka yang baik adalah lebih kuat
dari miometrium itu sendiri. Hal ini telah dibuktikannya dengan memberikan
regangan yang ditingkatkan dengan penambahan beban pada uterus bekas seksio
sesarea (hewan percobaan).
Dari laporan-laporan klinis pada uterus gravid bekas seksio sesarea yang
mengalami ruptura selalu terjadi pada jaringan otot miometrium sedangkan
sikatriknya utuh. Yang mana hal ini menandakan bahwa jaringan sikatrik yang
terbentuk relatif lebih kuat dari jaringan miometrium itu sendiri.
Dua hal yang utama penyebab dari gangguan pembentukan jaringan
sehingga menyebabkan lemahnya jaringan parut tersebut adalah :
a) Infeksi, bila terjadi infeksi akan mengganggu proses penyembuhan luka.
a) Usia maternal
Usia ibu yang aman untuk melahirkan adalah sekitar 20 tahun sampai
35 tahun. Usia melahirkan dibawah 20 tahun dan di atas 35 tahun digolongkan
resiko tinggi. Dari penelitian di dapatkan wanita yang berumur lebih dari 35
mempunyai angka resiko seksio sesarea yang lebih tinggi. Wanita yang
berumur lebih dari 40 tahun dengan bekas seksio sesarea mempunyai resiko
kegagalan untuk persalinan pervagianl lebih besar tiga kali dari pada wanita
yang berumur kecil dari 40 tahun.
Menurut Weinstein (2001) dan Landon (2004) mendapatkan pada
penelitian mereka bahwa faktor umur tidak bermakna secara statistik dalam
mempengaruhi keberhasilan persalinan pervaginal pada bekas seksio
sesarea.
Pada usia kehamilan < 37 minggu dan belum inpartu misalnya pada
plesenta previa dimana segmen bawah rahim belum terbentuk sempurna
12
kemungkinan insisi uterus tidak pada segen bawah rahim dan dapat mengenai
bagian korpus eteri yang mana keadaannya sama dengan insisi pada seksio
sesarea klasik.
c) Riwayat persalinan pervaginal
8. Induksi VBAC
(5) Mortalitas ibu pada seksio sesarea ulangan elektif dan persalinan
pervaginal sangat rendah.
(6) Kelompok persalinan pervaginal mempunyai rawat inap yang lebih
singkat, penurunan insiden tranfusi darah pada pasca persalinan dan
penurunan insiden demam pasca persliana disbanding dengan seksio
sesarea elektif
b) Resiko terhadap anak
tersembunyi dan tidak menimbulkan gejala yang khas (Miller, 2003). Dilaporkan
bahwa kejadian ruptur uteri pada bekas seksio sesarea insisi segmen bawah rahim
lebih kecil dari 1 % (0,2 – 0,8 %).
Kejadian ruptur uteri pada persalinan pervaginal dengan riwayat insisi
seksio sesarea korposal dilaporkan oleh Scott (2002) dan American College of
Obstetricans and Gynecologist (2000) adalah sebesar 4 - 9%. Kejadian ruptur
uteri selama partus percobaan pada bekas seksio sasarea sebanyak 0,8 % dan
dehisensi 0,7 %.
Apabila terjadi ruptur ete ri maka jania, tali pusat, plasenta atau bayi akan
keluar dari robekan rahim dan masuk ke rongga abdomen. Hal ini akan
menyebabkan perdarahan pada ibu, gawat janin dan kematian jani serta ibu.
Kadang-kadang ahrus dilakukan histerektomi emergensi. Kasus ruptur uteri ini
lebih sering terjadi pada seksio sesarea klasik dibandingkan dengan seksio sesarea
pada segmen bawah rahim.
Tanda yang paling sering di jumpai pada ruptur uteri adalah denyut jantung
janin tak normal dengan deselerasi variabel yang lambat laun manjadi deselerasi
lambat, bradiakardia, dan denyut jantung janin tidak terdeteksi. Gejala klinis
tambahan adalah perdarahan pervaginal, nyeri abdomen, presentasi janin berubah
dan terjadi hipovolemik pada ibu.
f) Perdarahan pervaginal
16
Pada wanita dengan bekas seksio sesarea klasik sebaiknya tidak dilakukan
persalinan pervaginal karena resiko ruptur 2-10 kai dan kematian maternal dan
perinatal 5-10 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seksio sesarea pada segmen
bawah rahim.
Menurut Landon (2004) komplikasi terhadap maternal termasuklah ruptur
uteri, histerektomi, gangguan sistem tromboembolik, transfusi, endometritis,
kematian maternal dan gangguan-gangguan lain.
Persalinan
DAFTAR PUSTAKA
1. American College, (1999) dan (2004), Obstetrics and Gynecology Vaginal Birth
after Previous Sesarean Delivery, diakses tanggal 15 januari 2013, http://www.
Obstetrics and Gynecology.com
2. Flamm, (2007), Vaginal birth after cesarean delivery, diakses tanggal l5 maret
2018, http://emedicine.medscape.com/article/272187-overview.
3. Kirk, (2003), Induksi VBAC, Resiko terhadap maternal, diakses pada tanggal 15
maret 2018, http://www.induksi vbac.com
4. NIH Consensus Development Conference Statement, (2010), Vaginal delivery
after previous cesarean delivery, diakses tanggal 15 februari 2013,
http://www.Clinical obstetric and gynecology.com
5. Sarwono Prawirohardjo. 2010. Ilmu Kebidanan. Edisi 4. Jakarta
6. Srinivas, (2007), Manajemen Seksio Sesarea Emergens,diakses tanggal 15 februari
2013, http//www.Obstetrics & Gynecologist.com
7. WHO, (2010), The Millennium Development Goals for Health: A Review of the
Indicators, Jakarta, disadur oleh Pusat Data Depertemen Kesehatan RI