Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

Traumatik brain injury (cedera otak traumatik/COT) yang umumnya


didefinisikan dengan adanya kelainan non degeneratif dan non congenital yang terjadi
pada otak, sebagai akibat adanya kekuatan mekanik dari luar, yang berisiko
menyebabkan gangguan temporer atau permanen dalam fungsi kognitif, fisik, dan
fungsi psikososial, dengan disertai penurunan atau hilangnya kesadaran
(Wahjoepurnomo, 2005; Dowodu, 2013 ). Cedera otak traumatik merupakan salah satu
penyebab kematian dan kecacatan utama di dunia. Angka kejadian COT di seluruh
United States of America yang masuk kerumah sakit sebanyak 290.000 orang dan
51.000 orang meninggal serta 80.000 orang mempunyai kecacatan menetap (Sadaka
dkk, 2012). Insiden COT terutama terjadi pada usia produktif antara 15 – 44 tahun,
dimana penyebab tertinggi adalah kecelakaan lalu lintas sebanyak 48% - 53% (Lemke,
2007). Cedera otak traumatik lebih sering terjadi pada laki laki daripada perempuan
dengan perbandingan sekitar 60% berbanding 40%. Remaja, dewasa dan orang tua
adalah yang paling banyak mengalami cedera (Moppet, 2007). Cedera otak traumatik
merupakan masalah yang perlu dilakukan penanganan segera, sehingga kelanjutan dari
cedera otak primer ke cedera otak sekunder dapat tertangani dengan baik (Satyanegara,
2010).

Craniectomi adalah salah satu tindakan bedah saraf yang mengangkat suatu
bagian tengkorak untuk memungkinkan otak yang membengkak mendapat ruang
untuk mengembang, sehingga terjadi pengurangan tekanan.craniectomi ini cocok
dilakukan pada korban cedera otak traumatik (Traumatic Brain Injuri). Cedera
kepala dapat timbul kesulitan dalam menggerakkan ekstrimitas, kehilangan rasa dan
bau, atau penglihatan blur dan ganda.

Fisioterapi sebagai tenaga kesehatan yang profesional yang bertanggung jawab


atas kapasitas fisik dan kemampuan fungsional bagi umat manusia yang bertujuan

1
untuk meningkatkan derajat kesehatan secara optimal sangat berperan penting dalam
proses pemulihan post cedera kepala.

Dalam laporan ini pasien traumatic brain injury post operasi Craniectomi
mengalami Kelemahan Anggota Gerak Atas sisi kanan sehingga dibutuhkan
fisioterapis untuk memberikan penanganan dan pemulihan terhadap masalah yang
diderita pasien.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Dan Fisiologi


1. Anatomi Kepala

a. Kulit Kepala
Kulit kepala menutupi cranium dan meluas dari linea nuchalis superior pada
os occipitale sampai margo supraorbitalis ossis frontalis. Ke arah lateral
kulit kepala meluas lewat fascia temporalis ke arcus zygomaticus. Kulit
kepala terdiri dari lima lapis jaringan yang terdiri atas skin (kulit),
connective tissue (jaringan ikat), aponeurosis epicranialis (galea
aponeurotica), loose connective tissue (jaringan ikat spons) dan
pericranium. Lapisan tersebut biasa disebut dengan scalp (Moore & Agur,
2002).

b. Tulang Tengkorak
Fungsi utama tulang tengkorak adalah melindungi otak. otak adalah organ
yang lunak dan memiliki fungsi yangsangat penting.

3
Tengkorak membentuk rangka kepala dan muka, termasuk mandibula.
Kranium mempunyai dua bagian besar, yakni kalvaria (atap tengkorak) yang sering
disebut neurokranium dan selaput otak (Bajpai, 1991).
1. Tengkorak atau Kalvaria
Kalvaria terbentuk dari bagian-bagian superior os frontal, parietal dan
oksipital. Tulang-tulang kalvaria terdiri atas lempeng tulang kortika dan
diploe. Lempeng-lempeng tulang kortika memberi kekuatan pada
lengkung atap kranium, sementara diploe berperan untuk meringankan
berat kranium dan memberi tempat untuk memproduksi sumsum darah
(Basmajian & Slonecker, 1995).
2. Kranium
Kranium membungkus dan melindungi otak. Kranium terdiri dari os
frontal yang membentuk dahi, langit-langit rongga nasal dan langit-langit
rongga orbita; os parietal yang membentuk sisi dan langit-langit kranium;
os temporal yang membentuk dasar dan bagian sisi dari kranium; os
etmoid yang merupakan struktur penyangga penting dari rongga nasal dan
berperan dalam pembentukan orbita mata dan os sfenoid yang
membentuk dasar anterior kranium (Moore & Agur, 2002).
A. Aspek Anterior Pada aspek anterior tengkorak dapat dikenali os
frontale, os zygomaticum, orbita, nasal, maxilla dan mandibular

4
(Gambar 1) (Moore & Agur, 2002). Gambar 1.
Aspek anterior kranium (Moore & Agur, 2002).
B. Aspek Lateral Aspek lateral tengkorak terdiri dari os kranium dan os
wajah (Gambar 2). Os kranium tersebut adalah fossa temporalis, linea
temporalis superior, linea temporalis inferior os parietal, arcus
zygomaticus, titik pterion, processus mastoideus ossis temporalis,
meatus acusticus externus dan processus styloideus ossis temporalis.
Os wajah yakni mandibula terletak dua bagian: bagian horisontal,
yakni corpus mandibulae dan bagian vertikal, yakni ramus
mandibulae (Moore & Agur, 2002).

Gambar 2. Aspek lateral kranium (Moore & Agur, 2002)

5
C. Aspek Posterior
Aspek posterior tengkorak (occiput) dibentuk oleh os occipitale, os
parietale dan os temporale. Protuberentia occipitalis externa adalah
benjolan yang mudah diraba di bidang median. Linea nuchalis
superior yang merupakan batas atas tengkuk, meluas ke lateral dari
protuberentia occipitalis externa tersebut; linea nuchalis inferior tidak
begitu jelas (Moore & Agur, 2002).
D. Aspek Superior
Aspek superior dibentuk oleh os frontale di sebelah anterior, kedua os
parietale dextra dan sinistra dan os occipitale di sebelah posterior.
Sutura coronalis memisahkan os frontale dari os parietale; sutura
sagitalis 11 memisahkan kedua tulang ubun-ubun satu dari yang lain;
dan sutura lamboidea memisahkan os parietale dan os temporale dari
os occipitale. Titik bregma adalah titik temu antara sutura sagitalis
dan sutura coronalis. Titik vertex merupakan titik teratas pada
tengkorak yang terletak pada sutura sagitalis di dekat titik tengahnya.
Titik lambda merujuk kepada titik temu antara sutura lamboidea dan
sutura
E. Aspek Inferior dan Aspek Dalam Dasar Tengkorak
Aspek inferior tengkorak setelah mandibula diangkat memperlihatkan
processus palatinus maxilla dan os palatinum, os sphenoidale, vomer,
os temporale dan os occipitale. Permukaan dalam dasar tengkorak
memperlihatkan tiga cekungan yakni fossa cranii anterior, fossa cranii
media dan fossa cranii posterior yang 12 membentuk dasar cavitas
cranii. Fossa cranii anterior dibentuk oleh os frontale di sebelah
anterior, os ethmoidale di tengah dan corpus ossis sphenoidalis serta
ala minor ossis sphneoidalis di sebelah posterior. Fossa cranii media
dibentuk oleh kedua ala major ossis sphneoidalis, squama temporalis

6
di sebelah lateral dan bagian-bagian pars petrosa kedua os temporale
di sebelah posterior. Fossa cranii posterior dibentuk oleh os occipitale,
os sphenoidale dan os temporale (Moore & Agur, 2002).

c. Meningen
Meninges adalah sistem membran yang melapisi sistem saraf pusat.
Selaput ini menutupi seluruh permukaan otak terdiri 3 lapisan :
1) Durameter
Merupakan selaput keras atas jaringan ikat fibrosa melekat dengan
tabula interna atau bagian dalam kranium namun tidak melekat pada selaput
arachnoid dibawahnya, sehingga terdapat ruangan potensial disebut ruang
subdural yang terletak antara durameter dan arachnoid. Pada cedera kepala
pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak menuju sinus sagitalis
superior digaris tengah disebut Bridging Veins, dapat mengalami robekan
serta menyebabkan perdarahan subdural.
Durameter membelah membentuk 2 sinus yang mengalirkan darah
vena ke otak, yaitu : sinus sagitalis superior mengalirkan darah vena ke sinus
transverses dan sinus sigmoideus. Perdarahan akibat sinus cedera 1/3
anterior diligasi aman, tetapi 2/3 posterior berbahaya karena dapat
menyebabkan infark vena dan kenaikan tekanan intracranial. Arteri-arteri
meningea terletak pada ruang epidural, dimana yang sering mengalami
cedera adalah arteri meningea media yang terletak pada fosa temporalis
dapat menimbulkan perdarahan epidural.
2) Arachnoid
Lapisan arachnoid terdiri atas fibrosit berbentuk pipih dan serabut
kolagen. Lapisan arachnoid mempunyai dua komponen, yaitu suatu lapisan
yang berhubungan dengan dura mater dan suatu sistem trabekula yang
menghubungkan lapisan tersebut dengan pia mater. Ruangan di antara
trabekula membentuk ruang subarachnoid yang berisi cairan serebrospinal dan

7
sama sekali dipisahkan dari ruang subdural. Pada beberapa daerah, arachnoid
melubangi dura mater, dengan membentuk penonjolan yang membentuk
trabekula di dalam sinus venous dura mater. Bagian ini dikenal dengan vilus
arachnoidalis yang berfungsi memindahkan cairan serebrospinal ke darah sinus
venous. Arachnoid merupakan selaput yang tipis dan transparan. Arachnoid
berbentuk seperti jaring laba-laba. Antara Arachnoid dan piameter terdapat
ruangan berisi cairan yang berfungsi untuk melindungi otak bila terjadi
benturan. Baik arachnoid dan piameter kadang-kadang disebut sebagai
leptomeninges.

3) Piameter
Piameter adalah membran yang sangat lembut dan tipis. Lapisan ini
melekat pada otak. Pia mater mengandung sedikit serabut kolagen dan
membungkus seluruh permukaan sistem saraf pusat dan vaskula besar yang
menembus otak.Lapisan ini melekat pada permukaan korteks serebri. Cairan
serebro spinal bersirkulasi diantara arachnoid dan piameter dalam ruang
subarahnoid. Perdarahan ditempat ini akibat pecahnya aneurysma intra cranial.

3. Anatomi Otak
Otak adalah organ vital yang terdiri dari 100-200 milyar sel aktif yang
saling berhubungan dan bertanggung jawab atas fungsi mental dan intelektual
kita. Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron (Leonard, 1998). Otak
merupakan organ yang sangat mudah beradaptasi meskipun neuron-neuron di
otak mati tidak mengalami regenerasi, kemampuan adaptif atau plastisitas pada
otak dalam situasi tertentu bagian-bagian otak dapat mengambil alih fungsi dari
bagian-bagian yang rusak. Otak sepertinya belajar kemampuan baru. Ini
merupakan mekanisme paling penting yang berperan dalam pemulihan stroke
(Feigin, 2006). Secara garis besar, sistem saraf dibagi menjadi 2, yaitu sistem
saraf pusat dan sistem saraf tepi. Sistem saraf pusat (SSP) terbentuk oleh otak

8
dan medulla spinalis. Sistem saraf disisi luar SSP disebut sistem saraf tepi
(SST). Fungsi dari SST adalah menghantarkan informasi bolak balik antara SSP
dengan bagian tubuh lainnya (Noback dkk, 2005). Otak merupakan bagian
utama dari sistem saraf, dengan komponen bagiannya adalah:
1) Cerebrum
Cerebrum merupakan bagian otak yang terbesar yang terdiri dari
sepasang hemisfer kanan dan kiri dan tersusun dari korteks. Korteks
ditandai dengan sulkus (celah) dan girus (Ganong, 2003). Cerebrum
dibagi menjadi beberapa lobus, yaitu:
a) Lobus frontalis Lobus frontalis berperan sebagai pusat fungsi intelektual
yang lebih tinggi, seperti kemampuan berpikir abstrak dan nalar, bicara
(area broca di hemisfer kiri), pusat penghidu, dan emosi. Bagian ini
mengandung pusat pengontrolan gerakan volunter di gyrus presentralis
(area motorik primer) dan terdapat area asosiasi motorik (area premotor).
Pada lobus ini terdapat daerah broca yang mengatur ekspresi bicara, lobus
ini juga mengatur gerakan sadar, perilaku sosial, berbicara, motivasi dan
inisiatif (Purves dkk, 2004).
b) Lobus temporalis Lobus temporalis temporalis mencakup bagian korteks
serebrum yang berjalan ke bawah dari fisura laterali dan sebelah posterior
dari fisura parieto-oksipitalis (White, 2008). Lobus ini berfungsi untuk
mengatur daya ingat verbal, visual, pendengaran dan berperan dlm
pembentukan dan perkembangan emosi.
c) Lobus parietalis Lobus Parietalis merupakan daerah pusat kesadaran
sensorik di gyrus postsentralis (area sensorik primer) untuk rasa raba dan
pendengaran (White, 2008).
d) Lobus oksipitalis Lobus oksipitalis berfungsi untuk pusat penglihatan
dan area asosiasi penglihatan: menginterpretasi dan memproses rangsang
penglihatan dari nervus optikus dan mengasosiasikan rangsang ini dengan
informasi saraf lain & memori (White, 2008).

9
e) Lobus Limbik Lobus limbik berfungsi untuk mengatur emosi manusia,
memori emosi dan bersama hipothalamus menimbulkan perubahan melalui
pengendalian atas susunan endokrin dan susunan otonom (White, 2008).

2) Cerebellum
Cerebellum adalah struktur kompleks yang mengandung lebih banyak
neuron dibandingkan otak secara keseluruhan. Memiliki peran
koordinasi yang penting dalam fungsi motorik yang didasarkan pada
informasi somatosensori yang diterima, inputnya 40 kali lebih banyak
dibandingkan output. Cerebellum terdiri dari tiga bagian fungsional yang
berbeda yang menerima dan menyampaikan informasi ke bagian lain
dari sistem saraf pusat. Cerebellum merupakan pusat koordinasi untuk
keseimbangan dan tonus otot. Mengendalikan kontraksi otot-otot
volunter secara optimal. Bagian-bagian dari cerebellum adalah lobus
anterior, lobus medialis dan lobus fluccolonodularis (Purves, 2004).
3) Brainstem
Brainstem adalah batang otak, berfungsi untuk mengatur seluruh proses
kehidupan yang mendasar. Berhubungan dengan diensefalon diatasnya
dan medulla spinalis dibawahnya. Strukturstruktur fungsional batang
otak yang penting adalah jaras asenden dan desenden traktus
longitudinalis antara medulla spinalis dan bagian-bagian otak, anyaman

10
sel saraf dan 12 pasang saraf cranial. Secara garis besar brainstem terdiri
dari tiga segmen, yaitu mesensefalon, pons dan medulla oblongata.
4) Sawar Darah Otak
Sawar darah-otak adalah struktur unik system vascular otak yang
mencegah lewatnya material dari darah ke cairan seebrospinal di
otak.Sawar darah-otak terbentuk dari sel endotel yang berikatan erat di
kapiler otak dan dari sel yang melapisi ventrikel yang membatasi difusi
dan filtrasi. Fungsi transport khusus mengatur cairan yang keluar dari
sirkulasi umum untuk membasahi sel otak..Banyak obat dan zat kimia
tidak dapat menembus sawar darah-otak.

Gambar 6- Sawar darahotak

5) Aliran Darah Otak dan Metabolisme Otak


Otak menerima sekitar 15% curah jantung. Tingginya kecepatan aliran
darah ini diperlukan untuk memenuhi kebutuhan otak yang terus-menerus
tinggi akan glukosa dan oksigen.
Otak bersifat unik karena otak biasanya hanya menggunakan glukosa
sebagai sumber untuk fosforilasi oksidatif dan produksi ATP.Tidak
seperti sel yang lain, sel otak tidak menyimpan glukosa sebagai glikogen;
dengan demikian, otak harus secara terus-menerus menerima oksigen dan
glukosa melalui aliran darah otak.Deprivasi oksigen selama 5 menit dan
deprivasi glukosa selama 15 menit, dapat menyebabkan kerusakan otak

11
yang signifikan. Fungsi otak sangat bergantung pada aliran darah,
sehingga mungkin untuk mengidentifikasi bagian otak mana yang
melakukan tugas apa dengan mengukur aliran darah otak selama aktivitas
otak yang spesifik.
Penelitian memperlihatkan bahwa ketika melakukan banyak kerja mental,
otak mula-mula memproduksi ATP melalui glikolisis anaerob, bukan
melalui fosforilasi oksidatif.Glikolisis anaerob bergantung pada glukosa,
tetapi tidak memerlukan oksigen.Otak tetap melakukan hal ini walaupun
tersedia oksigen. Akibatnya adalah pemakaian dan deplesi glukosa yang
cepat, disertai peningkatan kadar oksigen secara bersamaan. Dalam
waktu singkat, otak mulai melakukan fosforilasi oksidatif.

Tekanan Intrakranial
Tekanan di dalam cranium disebut tekanan intracranial (TIK).TIK ditentukan
oleh volume darah di otak, volume CSS, dan volume jaringan otak.Dalam keadaan
normal, TIK berkisar dari 5 sampai 15 mmHg.
B. Traumatic Barin Injury (TBI)
 Definisi
Trauma Brain Injury atau cedera kepala merupakan trauma mekanik
terhadap kepala baik secara langsung ataupun tidak langsung yang
menyebabkan gangguan fungsi neurologis yaitu gangguan fisik, kognitif,
fungsi psikososial baik bersifat temporer maupun permanent (PERDOSI,2006).

Trauma Brain Injury adalah salah satu bentuk trauma yang dapat
mengubah kemampuan otak dalam menghasilkan keseimbangan fisik,
intelektual, emosional, gangguan traumatik yang dapat menimbulkan
perubahan-perubahan fungsi otak (Pedoman Penaggulangan Gawat Darurat
Ems 119 Jakarta, 2008).

12
Cedera kepala adalah adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk
atau penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan
(accelerasi - decelerasi) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh
perubahan peningkatan pada percepatan faktor dan penurunan percepatan, serta
notasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat
perputaran pada tindakan pencegahan (Mufti, 2009).

Menurut Brain Injury Assosiation of America (2001), cedera kepala


adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat congenital ataupun
degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan/benturan fisik dari luar, yang dapat
mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan
kemampuan kognitif dan fungsi fisik.

Gambaran Umum Cedera Kepala

 Etiologi
Adapun etiologi dari cedera kepala menurut Suriadi & Yuliani (2001),
yaitu :
a. Kecelakaan kenderaan bermotor atau sepeda dan mobil.
b. Jatuh.
c. Kecelakaan saat olahraga.
d. Cedera akibat kekerasan.

13
Menurut Sjamsuhidajat, R & Jong, WD (2004), etiologi dari trauma
kepala terdiri dari :
a. Benda tajam.
b. Benda tumpul.
c. Peluru.
d. Kecelakaan lalu lintas
Sedangkan menurut Purwoko, S (2006), etiologi dari cedera kepala
yaitu:
a. Olah raga.
b. Jatuh.
c. Kecelakaan kenderaan bermotor.

 Tanda dan Gejala


Menurut Widyaningrum (2008), manifestasi klinis dari cedera kepala adalah :

a. Tanda dan gejala fisik :


 Nyeri kepala.
 Nausea
b. Tanda dan gejala kognitif :
 Gangguan memori.
 Gangguan perhatian dan berfikir kompleks
c. Tanda dan gejala emosional/kepribadian :
 Kecemasan.
 Iritabilitas
d. Tanda dan gejala secara umum :
 Pada kokusio segera terjadi kehilangan kesadaran.
 Pola pernafasan secara progresif menjadi abnormal.
 Respon pupil mungkin lenyap.

14
 Nyeri kepala dapat muncul segera/bertahap sering dengan peningkatan
tekanan intracranial.
 Dapat timbul mual muntah akibat peningkatan tekanan intrakrnaial
(TIK).
 Perubahan perilaku kognitif dan fisik pada berbicara dan gerakan
motorik dapat timbul segera atau secara lambat.

 Proses Patologi Gangguan Gerak dan Fungsi


Suatu sentakan traumatic pada kepala menyebabkan cedera kepala. Sentakan
biasanya tiba-tibaa dan dengan kekuatan penuh, seperti jatuh, kecelakaan kendaaraan
bermotor, aatau kepala terbentur. Jika sentakan menyebabkan suatu trauma akselerasi-
deselerasi atau coup-countercoup, maka kontusio serebri dapat terjadi. Trauma
akselerasi-deselerasi (Gambar 2.4 ), dapat terjadi langsung dibawah sisi yang terkenan
ketika otak terpantul kea rah tengkorak dari kekuatan sentakan (suatu pukulan benda
tumpul, sebagai contoh) ketika kekuatan sentakan mendorong otak terpantul kea rah
sisi belawanan tengkorak, atau ketika kepala terdorong kedepan dan terhenti seketika.
Otak terus bergerak dan terbentur kembali ke tengkorak (akselerasi) dan terpantul
(deselerasi) (Krisanty, Paula dkk, 2009:64)
C. Pendekatan Intervensi Fisioterapi
1. Komunikasi Terapeutik
Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan
tujuan saling memberikan pengertian antar fisioterapis dengan
pasien.Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara
sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien
(Indrawati, 2003 48).
Tujuan komunikasi terapeutik yaitu membantu pasien untuk
memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil

15
tindakan yang efektif untuk pasien, membantu mempengaruhi orang lain,
lingkungan fisik dan diri sendiri.
Ada tiga hal mendasar yang memberi ciri-ciri komunikasi terapeutik
yaitu sebagai berikut: (Arwani, 2003 : 54).
a. Ikhlas (Genuiness)
Semua perasaan negatif yang dimiliki oleh pasien barus bisa
diterima dan pendekatan individu dengan verbal maupun non verbal akan
memberikan bantuan kepada pasien untuk mengkomunikasikan
kondisinya secara tepat.
b. Empati (Empathy)
Merupakan sikap jujur dalam menerima kondisi pasien.Obyektif
dalam memberikan penilaian terhadap kondisi pasien dan tidak berlebihan.
c. Hangat (Warmth)
Kehangatan dan sikap permisif yang diberikan diharapkan pasien
dapat memberikan dan mewujudkan ide-idenya tanpa rasa takut, sehingga
pasien bisa mengekspresikan perasaannya lebih mendalam.

Objektif komunikasi terapeutik adalah:


a. Membantu pasien dalam menjelaskan dan mengurangi beban fikiran dan
perasaan.
b. Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang
sesuai dengan arahan fisioterapis
c. Mengajak orang lain dan lingkungan sekitar untuk berkomunikasi dengan
baik.
Untuk keberhasilan komunikasi terapeutik, maka fisioterapis harus
memiliki pemahaman dalam bentuk:
a. Kesadaran diri.
b. Klarifikasi nilai.
c. Eksplorasi perasaan.

16
d. Kemampuan untuk menjadi contoh terhadap pasien
e. Motivasi diri
f. Rasa tanggung jawab dan etik.

2. Positioning

Perubahan posisi sangat penting pada penderita Traumatic brain


injurykarena kelumpuhan atau kelemahanpada tungkaiakan menghambat
perubahan posisi. Perubahan posisi ini bertujuan untuk: (1) mencegahdecubitus,
(2) mencegah komplikasi paru, (3) mencegah timbulnya batu kandung kemih, (4)
mencegah terjadinya thrombosis (5) mencegah terjadinya kontraktur. Perubahan
posisi ini dilakukan setiap 2 jam sekali.
3. Breathing Exercise
Tujuan latihan exercise adalah meningkatkan otot diafragma yang lemah,
penurunan ekspansi thoraks , penurunan daya tahan serta kelelahan dapat
menghambat program terapi. Penurunan volume paru terjadi sekitar 30-40 % pada
penderita traumatic brain injury. Oleh karena itu diperlukan latihan untuk
penguatan otot diafragma,deep breathing exercise,dan variasi latihan yang
ditujukan untuk meningkatkatkan kapasitas jantung dan paru akibat tirah baring
lama pada pasien traumatic brain injury.
Teknik breathing exercise mengikuti pola gerakan chest pasien, dan pada
akhir ekspirasi ditambahkan dengan fibrasi. Sehingga membantu merangsang
kerja otot pernapasan dan menurunkan sekresi paru.
a. Segmen Apikal Expansion
Teknik Pelaksanaan: Posisi pasien supine lying. Fisioterapis
menempatkan kedua tangan di clavicula. Perintahkan pasien untuk
melakukan expirasi dan fisioterapis memberi tekanan lembut dengan
telapak tangan. Kemudian perintahkan pasien untuk mengembangkan

17
chestnya dengan mendorong tangan fisioterapis, lalu perintahkan
expirasi yang dibantu oleh tangan fisioterapis dengan tekanan lembut.
b. Segmen Right Middle/Lingula Expansion
Teknik Pelaksanaan: Posisi pasien supine lying. Fisioterapis
menempatkan kedua tangannya di kiri dan kanan chest di bawah axilla.
Perintahkan pasien untuk melakukan expirasi dan fisioterapis memberi
tekanan lembut dengan telapak tangan. Kemudian perintahkan pasien
untuk mengembangkan chestnya dengan mendorong tangan
fisioterapis, lalu perintahkan expirasi yang dibantu oleh tangan
fisioterapis dengan tekanan lembut.
c. Segmen Lateral Lower Costa Expansion
Teknik Pelaksanaan: Posisi pasien supine lying. Fisioterapis
menempatkan tangan di lateral lower costa. Perintahkan pasien untuk
melakukan expirasi dan fisioterapis memberi tekanan lembut dengan
telapak tangan. Kemudian perintahkan pasien untuk mengembangkan
chestnya dengan mendorong tangan fisioterapis, lalu perintahkan
expirasi yang dibantu oleh tangan fisioterapis dengan tekanan lembut.

4. Passive ROM Exercise


Passive ROM Exercise baik di lakukan pada pasien yang tidak mampu
melakukan gerakan pada suatu segmen, saat pasien tidak sadar, paralisis, complete
bed rest, terjadi reaksi inflamasi dan nyeri pada active ROM. Passive ROM
dilakukan untuk mengurangi komplikasi immmobilisasi dengan tujuan:
a. Mempertahankan integritas sendi dan jaringan lunak.
b. Meminimalkan efek terjadinya kontraktur.
c. Mempertahankan elastisitas mekanik otot.
d. Membantu sirkulasi dan vaskularisasi dinamik

18
e. Meningkatkan gerakan sinovial untuk nutrisi cartilago dan difusi material-
material sendi.
f. Menurunkan nyeri.
g. Membantu healing proses setelah injuri atau pembedahan
h. Membantu mempertahankan gerakan pasien.
Teknik: Posisi tidur terlentang, kemudian fisioterapis memberikan gerakan pasif
pada ekstremitas.
5. Stretching
Streching adalahaktivitas meregangkan otot untuk meningkatkan
fleksibilitas (kelenturan) otot, meningkakan jangkauan gerakan persendian,
mencegah kontrakur dan membantu merileksasikan otot.

6. AAROMEX( Active Assistive ROM Exercise)


AAROMEX adalah jenis AROM dengan bantuan yang diberikan secara
manual atau mekanik oleh gaya luar karena otot penggerak utama
membutuhkan bantuan untuk menyelesaikan gerakan. Jika pasien memiliki otot
yang lemah dan tidak mampu menggerakkan sendi melalui lingkup gerak yang
diinginkan, AAROMEX digunakan untuk memberikan bantuan yang cukup
pada otot secara terkontrol dan hati-hati sehingga otot dapat berfungsi pada
tingkat maksimumnya dan dikuatkan secara progresif.
Teknik : Posisi pasien tidur terlentang, kemudian fisioterapis
memerintahkan pasien untuk menggerakkan ekstremitas dengan bantuan
sedikit dari fisioterapis pada awal atau akhir gerakan jika ada kelemahan.

19
BAB III

PROSES FISIOTERAPI

1. Laporan Status Klinik


Tanggal :

2. Data-data Medis
1) Diagnosa medis : Open Fraktur Depressed at Frontal
2) No Rekam Medik : 843393
3) Ruang : HCU Bed 12

3. Anamnesis Umum :

Nama : Tuan N

Usia : 15 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Pelajar

Alamat : Wajo

Agama : Islam

4. Anamnesis Khusus
Keluhan Utama : Nyeri pada kepala akibat kecelakaan lalu
lintas 10 hari yang lalu.

Lokasi nyeri : Kepala (Frontal)

GCS : 15

Kapan terjadi : 10 hari yang lalu

RPP : Pasien menglami keceleakaan 6 hari yang lalu


mengakibatkan fraktur pada kepala bagian depan

20
(frontal) dan di rawat di RS LA TEMMALA
selama 2 hari dan dirujuk ke RS WAHIDIN
untuk medapatkan perawatan yang lebih
lengkap. Akibat kecelakaan ters/ebut pasien di
operasi Craniotomy di bagian kepala depan.
Setelah operasi pasien merasakan nyeri dan
pusing pada kepala dan terjadi kelemahan pada
daerah tangan kanan

Faktor memperberat : Pada saat bergerak

Faktor memperingan : pada saat istirahat

5. Pemeriksaan Fisik
- Vital Sign
 Tekanan Darah : 110/80 mmHg
 Denyut Nadi : 98x/menit
 Pernapasan : 20x/menit
 Suhu : 36,6oC

- Inspeksi
a. Statis :
 Pasien bed res dan terpasang infus
 Pasien merasa gelisah
 Kepala pasien masih terbalut perban
b. Dinamis :
 Nyeri saat menggerakan tangan
 Pasien belum bisa mengerakan tangan kanannya
 Pasien belum dapat baring ke duduk secara mandiri

- Palpasi
 Suhu daerah tangan hangat
 Terjadi spasme pada otot Fleksor dan Bicep brahii

6. Pemeriksaan Spesifik dan Pengukuran Fisioterapi


 VAS : 5

21
 Tingkat Kesadaran (Skala GCS)
Eye (respon membuka mata) :

(4) : spontan

(3) : dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata)

(2) : dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, misalnya menekan kuku
jari)

(1) : tidak ada respon

Motor (respon motorik) :

(6) : mengikuti perintah

(5) : melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi rangsang
nyeri)

(4) : withdraws (menghindar / menarik extremitas atau tubuh menjauhi stimulus


saat diberi rangsang nyeri)

(3) : flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada & kaki
extensi saat diberi rangsang nyeri).

(2) : extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh, dengan
jari mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).

(1) : tidak ada respon

Verbal (respon verbal) :

(5) : orientasi baik

(4) : bingung, berbicara mengacau ( sering bertanya berulang-ulang ) disorientasi


tempat dan waktu.

(3) : kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas, namun tidak
dalam satu kalimat. Misalnya “aduh…, bapak…”)

22
(2) : suara tanpa arti (mengerang)

(1) : Tidak ada respon

Interpretasi hasil :

d. Composmentis : 15-14
e. Apatis : 13-12
f. Delirium : 11-10
g. Somnolen : 9-7
h. Stupor : 6-4
i. Coma : 3

 Tes Refleks
 KPR : pasien tidur terlentang, ketuk tendon patella dengan hammer.
Hasil : Normal
 APR : pasien tidur terlentang, ketuk tendon achilles dengan hammer.
Hasil : Normal
 Babinsky : pasien tidur terlentang, gores telapak kaki pasien dengan
menggunakan ujung hammer refleks.
Hasil : positif
 Pemeriksaan Tonus Otot Menggunakan Skala Asworth

Nilai Keterangan
0 Tidak ada peningkatan tonus otot
1 Ada peningkatan sedikit tonus otot, ditandai dengan terasanya
tahanan minimal pada akhir ROM pada waktu sendi digerakkan
fleksi atau ekstensi
2 Ada peningkatan sedikit tonus otot, ditandai adanya
pemberhentian gerakan dan diikuti adanya tahanan minimal
sepanjang sisa ROM, tetapi secara umum sendi mudah digerakkan
3 Peningkatan tonus otot lebih nyata sepanjan sebagian besar ROM,
tapi sendi masih mudah digerakkan
4 Penigkatan tonus otot sangat nyata, gerakan pasif sulit dilakukan
5 endi atau ekstremitas kaku/rigid pada gerakan fleksi atau ekstensi

Hasil : Tidak ada peningkatan tonus otot

23
Sinistra Dextra
Extremitas Superior 0 0
Extremitas Inferior 0 0

 Tes Sensoris
a. Tes rasa raba : gunakan ujung hammer refleks, gores pada anterior tibia
pasien
Hasil : positif

Item yang di ukur Nilai


Terlentang ke tidur miring pada sisi Mampu dengan bantuan
yang sehat
Terlentang ke duduk Mampu tetapi dengan bantuan
sandaran bed
Keseimbangan duduk Mampu akan tetapi tidak terlalu
lama
Duduk ke berdiri Mampu dilakukan

 Tes Kognitif
Hasil : pasien dapat berkomunikasi dengan fisioterapis dan dapat menjawab
pertanyaan yang diberikan.

 Tes Manual Muscle Testing

Nilai Keterangan
0 Tidak ada kontraksi otot yang terdeteksi, meski dengan
pemeriksaan palpasi
1 Adanya kontraksi tapi tidak ada gerakan
2 Full ROM namun tidak dapat melawan gravitasi
3 Full ROM dapat melawan gravitasi
4 Full ROM dapat melawan gravitasi dengan tahanan minimal
5 Full ROM dapat melawan gravitasi dengan tahanan maksimal

Hasil :
Sinistra Dextra
Extremitas Superior 3 5

24
Extremitas Inferior 5 5

 Tes Koordinasi
i. Finger to nose : baik
ii. Finger to finger : baik
iii. Heel to knee to toe test : baik
 Pemeriksaan ADL Menggunakan Index Barthel

Aktifitas Kriteria Nilai


1. Makan 0 = tidak mampu 1
1 = butuh bantuan
2 = mandiri
2. Mandi 0 = butuh bantuan 0
1 = mandiri
3. Perawatan diri 0 = butuh bantuan orang 0
lain
1 = mandiri dalam
perawatan muka, rambut,
gigi
2 = mandiri
7. Berpakaian 0 = tergantung orang lain 1
1= sebagian dibantu (misal
mengancing baju)
2 = mandiri
8. Buang Air Kecil 0 = inkontinensia atau pakai 2
keteter dan tidak terkontrol.
1 = kadang inkontinensia
(max 1x24 jam)
2 = kontinensia (teratur
untuk lebih dari 7 hari)
9. Buang Air Besar 0 = inkontinensia atau 2
pakai keteter dan tidak
terkontrol.
1 = kadang inkontinensia
(sekali seminggu)
2 = kontinensia (teratur)

25
10. Penggunaan Toilet 0 = tergantung bantuan 0
orang lain
1 = membutuhkan bantuan
tapi dapat melakukan
beberapa hal sendiri.
2 = mandiri
11. Transfer 0 = tidak mampu 1
1 = butuh bantuan untuk
bisa duduk (2 orang)
2 = bantuan kecil (1 orang)
3 = mandiri
12. Mobilitas 0 = immobile (tidak 0
mampu)
1 = menggunakan kursi
roda
2 = berjalan dengan
bantuan 1 orang
3 = mandiri
13. Naik/Turun tangga 0 = tidak mampu 1
1= membutuhkan bantuan
(alat bantu)
2 = mandiri

Keterangan :
20 : Mandiri
12 - 19 : Ketergantungan ringan
9 - 11 : Ketergantungan sedang
5-8 : Ketergantungan berat
0-4 : Ketergantungan total
Hasil : 8 (Ketergantungan Berat )

26
7. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Penujang Radiologi Pemeriksaan Penunjang LEB

Hasil Pemeriksaan Radiologi (MRI) :

2. Motion artefak image 5-13


3. Tampak lesi hiperdens (50HU) pad alobus frontal sinistra disertal porifocal
edema disekitarnya
4. Sulci dan gyn obliteral dengan sistem vetrikel yang menyempit
5. Midline tidak shift
6. CPA, Pons dan Cerebellum dalam batas normal
7. Perselebungan pada sinus frontalis, sinus sphenodalis bilateral, sinus
ethmoidalis kanan dan mastosis kanan
8. Kedua bulbus oculi dan struktur retrobular yang terscan dalam batas
normal
9. Fraktur depress os frontal greater wing os sspenoidalis dextra dan lamina
papyracea kanan. Tulang-tulang yang terscan lainnya intak

27
10. Soft tissue swelling regio frontal kanan disertai densitas undara bebas
didalamnya

Kesan :

11. Pendarahan intracerebri lobus frontal


12. Brain edema
13. Multihematosinus dan hematomastoid dextra
14. Fraktur depres os frontal, fraktur greater wing os sphenoid dextra dan
lamina papyracea
15. Hematoma sungaleal diserta emfisema subcutis regio frontotemporal
dextra

8. Diagnosis dan Problematika Fisioterapi


a. Diagnosa
“Kelemahan Anggota Gerak Tangan Sisi Kanan et Cause Traumatik
Brain Injury Post Operasi Craniektomi”

b. Problematik Fisioterapi
4) Impairment (Body Structure and Function)
 Nyeri
 Kelemahan pada tangan kanan
 Penurunan tonus otot pada tangan sisi kanan
 Kesulitan menggerakkan tangan sisi kanan.
 Keterbatasan ROM
5) Activity Limitation
 Gangguan ADL.
 Kesulitan menggerakan tangan ke atas
 Kesulitan menggenggam
6) Partisipation Restriction
 Tidak mampu melakukan aktivitas sehari-hari

1. Rencana Intervensi Fisioterapi


i.Komunikasi Terapeutik
ii.Positioning
iii.Breathing Exercise
iv.Passive ROM Exercise

28
v.Stretching
vi.AAROMEX

J. Program Intervensi Fisioterapi


g. Komunikasi terapeutik
Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan tujuan
saling memberikan pengertian antar fisioterapis dengan pasien.Komunikasi
terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan
kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien (Indrawati, 2003 48).
Tujuan : Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan
dan pikiran serta dapat mengambil tindakan yang efektif untuk pasien,
membantu mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan diri sendiri.

h. Positioning
Tujuan : Mencegah decubitus, tirah baring dan static pneumonia
Teknik : Fisioterapis mengajarkan dan memposisikan pasien melakukan
perubahan posisi (terlentang,miring kiri dan kanan).
Dosis : Setiap 2 jam
i. Breathing exercise
Tujuan :Meningkatkan ventilasi paru, meningkatkan kekuatan dan daya tahan
serta koordinasi otot otot respirasi dan mempertahankan mobilitas
chest
Teknik : Fisioterapi meletakkan kedua tangannya pada bagian perut pasien.
Perintahkan pasien untuk inspirasi sambil mengembungkan perutnya
dan ketika ekspirasi, pasien kempiskan perut lalu fisioterapis
mendorong dengan tangan secara pelan kearah dalam mengikuti pola
pernafasan pasien.
Dosis : setiap hari (3 x sehari)

j. Passive exercise
Tujuan : Mempertahankan dan meningkatkan mobilitas sendi
Teknik :Posisi tidur terlentang, kemudian fisioterapis memberikan gerakan
pasif pada ekstremitas.
Dosis :Setiap hari (15 sampai 30 kali repetisi).

k. Stretching
Tujuan : Mencegah kontraktur otot

29
Teknik :
a. Gerakkan sendi secara perlahan sampai pada batas
keterbatasan.
b. Pegang pada bagian proksimal dan distal sendi ketika ada
gerakan.
c. Stabilisasi pada bagian proksimal dan gerakkan pada bagian
distal sendi.
d. Untuk mencegah kompresi sendi selama stretching gunakan
traksi derajat I untuk menggerakkan sendi.
e. Terapkan stretch secara perlahan dan general pada sendi yang
bersangkutan.
f. Lakukan sekitar 15-30 detik atau lebih.
g. Lakukan force sesuai dengan toleransi pasien.
Dosis : Setiap hari (6x repetisi)

l. AAROMEX
Tujuan :
a. Mengembangkan koordinasi dan keterampilan motorik untuk aktivitas
fungsional,
b. Mempertahankan elastisitas fisiologis dan kontraktilitas otot yang terlibat,
c. Memberikan stimulus untuk integritas tulang dan jaringan sendi.
Teknik : Posisi pasien tidur terlentang, kemudian fisioterapis
memerintahkan pasien untuk menggerakkan ekstremitas dengan bantuan
sedikit dari fisioterapis pada awal atau akhir gerakan jika ada kelemahan.
Dosis : Setiap hari (15-30 detik)

K. Evaluasi

Pasien belum mampu menggerakkant lengannya

30
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Menurut Brain Injury Assosiation of America (2001), cedera kepala


adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat congenital ataupun
degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan/benturan fisik dari luar, yang dapat
mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan
kemampuan kognitif dan fungsi fisik.

Trauma Brain Injury adalah salah satu bentuk trauma yang dapat
mengubah kemampuan otak dalam menghasilkan keseimbangan fisik,
intelektual, emosional, gangguan traumatik yang dapat menimbulkan
perubahan-perubahan fungsi otak (Pedoman Penaggulangan Gawat Darurat
Ems 119 Jakarta, 2008).

Craniectomi adalah salah satu tindakan bedah saraf yang


mengangkat suatu bagian tengkorak untuk memungkinkan otak yang
membengkak mendapat ruang untuk mengembang, sehingga terjadi
pengurangan tekanan. Craniectomi dapat menyebabkan kelemahan pada
anggota gerak pasien,sehingga fisioterapis berperan dalam penanganan
setelah operasi.
Adapun intervensi fisioterapi yang dapat diberikan antra lain
:Komunikasi terapeutik, Positioning, Breathing exercise,Passive exercise, dan
Stretching

B. SARAN
Setelah pembuatan laporan kasus ini, diharapkan agar mahasiswa giat
membaca laporan ini, dan mencari ilmu yang lebih banyak diluar dari laporan
ini terkait tentang meteri dalam pembahasan, dan tidak hanya berpatokan

31
dengan satu sumber ilmu (materi terkait), agar dapat mengetahui lebih dalam
kasus traumatic brain injury dan bagaimana penatalaksanaan fisioterapi yang
efektif yang dapat diberikan pada pasien TBI. Dan untuk kedepannya
penanganan fisioterapi dapat memberikan perubahan yang signifikan terhadap
pasien sehingga pasien dapat pulih dan beraktivitas dengan baik.

32
DAFTAR PUSTAKA

http://chriztpr.blogspot.co.id/2013/02/terapi-latihan.html

file:///C:/Users/Intel%20Asus/Downloads/S2-2015-310688-chapter1%20(1).pdf

http://digilib.unila.ac.id/19852/16/BAB%20II.pdf

http://irawanphysio.blogspot.co.id/2012/03/penanganan-fisioterapi-pada-kontraktur.html

https://sasana.physio/news-information/83-fisioterapi-dan-breathing-exercises

https://www.scribd.com/doc/92951379/TRAUMA-BRAIN-INJURY-2-docx

https://www.scribd.com/document/375532050/Lapsus-Tbi-Lembar-Intervensi-Fisioterapi

33

Anda mungkin juga menyukai