Anda di halaman 1dari 20

Kehamilan Serotinus

Pembimbing:
dr. Cipta Pramana, Sp.OG

Disusun Oleh:
Karina Pathya (03013106)

KEPANITRAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA SEMARANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

PERIODE 28 AGUSTUS - 4 NOVEMBER 2017


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul
“Kehamilan Serotinus”. Referat ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas
dalam kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Kebidanan dan penyakit Kandungan
RSUD Kota Semarang.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih terutama
kepada dr. Cipta Pramana Sp.OG selaku pembimbing atas masukan dan
pengarahannya selama penulis belajar dalam kepaniteraan klinik Ilmu Kebidanan
dan penyakit Kandungan. Selain itu penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu kelancaran penyelesaian referat ini,
termasuk para dokter dan staf RSUD Kota Semarang serta teman-teman
kepaniteraan klinik Ilmu Kebidanan dan penyakit Kandungan atas segala bentuk
bantuan dan dukungannya.
Penulis menyadari dalam pembuatan referat ini masih terdapat banyak
kekurangan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan segala kritik dan saran
guna menyempurnakan referat ini. Penulis juga berharap semoga referat ini dapat
bermanfaat bagi penulis maupun pembaca.

Semarang, September 2017

Karia Pathya

0
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN REFERAT DENGAN JUDUL


“Kehamilan Serotinus”
Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing, sebagai syarat untuk
menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan penyakit Kandungan
di RSUD Kota Semarang
Periode 28 Agustus – 4 November 2017

Semarang, September 2017

(dr. Cipta Pramana,Sp.OG)

1
BAB I

PENDAHULUAN

Kehamilan umumnya berlangsung 40 minggu atau 280 hari dihitung dari


hari pertama haid terakhir. Kehamilan aterm adalah usia kandungan antara 38-42
minggu dan ini merupakan periode terjadinya persalinan normal. Namun, sekitar
3,4-14% atau rata-rata 10% kehamilan berlangsung sampai 42 minggu atau lebih.
Angka ini bervariasi dari beberapa penelitian bergantung pada kriteria yang
dipakai.(1)
Pada kehamilan serotinus risiko kematian dan kesakitan perinatal akan
meningkat, risiko kematian pada kehamilan serotinus menjadi 3x lebih tinggi
daripada kehamilan aterm.pengaruh kehamilan serotinus terhadap janin
bermacam-macam; berat badan terus meningkat, tidak bertambah, kurang dari
semestinya, atau bahkan dapat meninggal dalam kandungan karena kekurangan
nutrisi dan oksigen. Angka kematian janin pada kehamilan serotinus terjadi 30%
pada pra-persalinan, 55% pada persalinan dan 15% pada pasca persalinan.(1)
Kehamilan serotinus mempunyai hubungan erat dengan mortalitas,
moriditas perinatal, atau makrosomia. Sementara itu, risiko bagi ibu dengan
kehamilan serotinus dapat berupa perdarahan pascapeersalinan ataupun tindakan
obstretik yang meningkat. Berbeda dengan angka kematian ibu yang cenderung
menurun, kematian perinatal tampaknya masih mununjukkan angka yang cukup
tinggi, sehingga pemahaman dan penatalaksanaan yang tepat terhadap kehamilan
serotinus akan memberikan sumbangan besar dalam upaya menurunkan angka
kematian, terutama kematian perinatal.(1)

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Kehamilan postterm, disebut juga kehamilan serotinus, kehamilan lewat
waktu, kehamilan lewat bulan, prolonged pregnancy, postdate/pos datisme atau
pascamaturitas, adalah kehamilan yang berlangsung sampai 42 minggu (294 hari)
atau lebih, dihitung hari pertama haid terakhir menurut rumus Naegele dengan
siklus haid rata-rata 28 hari.(1)
Seringkali istilah pascamaturitas dipakai sebagai dismaturitas. Sebenarnya
hal ini tidak tepat. Pascamaturitas merupakan diagnosis waktu yang dihitung
menurut rumus Naegele. Sebaliknya, dismaturitas hanya menyatakan kurang
sempurnanya pertumbuhan janin dalam kandungan akibat plasenta yang tidak
berfugsi dengan baik, sehingga janin tidak tumbuh seperti biasa. Hal ini dapat
terjadi pada beberapa keadaan seperti hipertensi, preeklamsia, gangguan gizi,
ataupun pada kehamilan postterm sendiri. Jadi, janin dengan dismaturitas dapat
dilahirkan kurang bulan, genap bulan, ataupun lewat bulan.(1)
Istilah pascamaturitas lebih banyak dipakai oleh dokter spesialis
Kesehatan Anak, sedangkan istilah pstterm banyak digunakan oleh dokter
spesialis Kebidanan. Dari dua istilah ini sering menimbulkan kesan bahwa bayi
yang dilahirkan pada kehamilan pstterm disebut sebagai pascamaturitas.(1)

2.2 Epidemiologi

Kehamilan umumnya berlangsung 40 minggu atau 280 hari dihitung dari


hari pertama haid terakhir. Kehamilan aterm ialah usia kehamilan antara 38 – 42
minggu dan ini merupakan periode terjadinya persalinan normal. Namun sekitar
3,4 - 14 % atau rata-rata 10 % kehamilan akan berlangsung sampai 42 minggu
atau lebih.(1)

Menurut Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi (POGI),


insidens kehamilan lewat waktu sangat bervariasi antara lain : (2)

3
- Insidens kehamilan 42 minggu lengkap 4–14%, 43 minggu lengkap 2–7%.
- Insidens kehamilan post-term tergantung pada beberapa faktor : tingkat
pendidikan masyarakat, frekuensi kelahiran pre-term, frekuensi induksi
persalinan, frekuensi seksio sesaria elektif, pemakaian USG untuk
menentuka usia kehamilan.
Secara spesifik, insidens kehamilan post-term akan rendah jika frekuensi
kelahiran pre-term tinggi, bila angka induksi persalinan dan seksio sesaria elektif
tinggi, dan bila USG dipakai lebih sering untuk menentukan usia kehamilan.

2.3 Etiologi
Penyebab pasti dan poses terjadinya kehamilan postterm sampai saat ini
masih belum diketahui dengan pasti. Teori-teori yang pernah diajukan untuk
menerangkan penyebab terjadinya kehamilan postterm antara lain: (1)
1. Teori progesteron. Berdasarkan teori ini, diduga bahwa terjadinya kehamilan
postterm adalah karena masih berlangsungnya pengaruh progesteron melewati waktu
yang semestinya.
2. Teori oksitosin. Rendahnya pelepasan oksitosin dari neurohipofisis wanita hamil
pada usia kehamilan lanjut diduga sebagai salah satu fakor penyebab terjadinya
kehamilan postterm.
3. Teori kortisol/ACTH janin. Kortisol janin akan mempengaruhi plasenta sehingga
produksi progesteron berkurang dan memperbesar sekresi estrogen. Proses ini selanjutnya
berpengaruh terhadap meningkatnya produksi prostaglandin. Pada kasus-kasus kehamilan
dengan cacat bawaan janin seperti anensefalus atau hipoplasia adrenal, tidak adanya
kelenjar hipofisis janin akan menyebabkan kortisol janin tidak diproduksi dengan baik
sehingga kehamilan berlangsung lewat bulan.
4. Teori saraf uterus. Berdasarkan teori ini, diduga kehamilan postterm terjadi pada
keadaan tidak terdapatnya tekanan pada ganglion servikalis dari pleksus Frankenhauser
yang membangkitkan kontraksi uterus, seperti pada keadaan kelainan letak, tali pusat
pendek, dan masih tingginya bagian terbawah janin.
5. Teori heriditer. Pengaruh herediter terhadap insidensi kehamilan postterm telah
dibuktikan pada beberapa penelitian sebelumnya. Kitska et al (2007) menyatakan dalam
hasil penelitiannya bahwa seorang ibu yang pernah mengami kehamilan postterm akan

4
memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami kehamilan postterm pada kehamilan
berikutnya.

2.4 Patofisiologi
a. Perubahan pada plasenta (1)
Disfungsi plasenta merupakan faktor penyebab terjadinya komplikasi
pada kehamilan postterm dan meningkatnya risiko pada janin. Penurunan
fungsi plasenta dapat dibuktikan dengan penurunan kadar estriol dan
plasental laktogen. Perubahan yang terjadi pada plasenta sebagai berikut :
- Penimbunan Kalsium. Pada kehamilan postterm terjadi peningkatan
penimbunan kalsium pada plasenta. Hal ini dapat menyebabkan gawat
janin dan bahkan kematian janin intrauterin yang dapat meningkat
sampai 2-4 kali lipat. Timbunan kalsium plasenta meningkat sesuai
dengan progresivitas degenerasi plasenta. Namun, beberapa vili
mungkin mengalami degenerasi tanpa mengalami klasifikasi.
- Selaput vaskulosinsial menjadi tambahan tebal dan jumlahnya
berkurang. Keadaan ini dapat menurunkan mekanisme transpor
plasenta.
- Terjadi proses degenerasi jaringan plasenta seperti edema, timbunan
fibrinoid, fibrosis, trombsis intervili, dan infark vili.
- Perubahan biokimia. Adanya insufisiensi plasenta menyebabkan
protein plasenta dan kadar DNA di bawah normal, sedangkan
konsentrasi RNA meningkat. Transport kalsium tidak terganggu,
aliran natrium, kalium, dan glukosa menurun. Pengangkutan bahan
dengan berat molekul tinggi seperti asam amino, lemak, dan gama
globulin biasanya mengalami gangguan sehingga dapat
mengakibatkan gangguan pertumbuhan janin intrauterin.

b. Pengaruh pada janin (1)


Pengaruh kehamilan postterm terhadap janin sampai saat ini masih
diperdebatkan. Beberapa ahli menyatakan bahwa kehamilan postterm

5
menambah bahaya pada janin. Sedangkan beberapa ahli lainnya
menyatakan bahwa bahya kehamilan postterm terhadap janin terlalu
dilebihkan. Kiranya kebenaran terletak diantara keduanya. Fungsi plasenta
mencapai puncak pada kehamilan 38 minggu dan kemudian mulai
menurun terutama setelah 42 minggu. Hal ini dapat dibuktikan dengan
penurunan kadar estriol dan plasental laktogen. Rendahnya fungsi plasenta
berkaitan dengan peningkatan kejadian gawat janin dengan risiko 3 kali.
Akibatnya dari proses penuaan plasenta, pemasokan makanan dan oksigen
akan menurun di samping adanya spasme arteri spiralis. Sirkulasi
uteroplasenter akan berkurang dengan 50% menjadi hanya 250ml/menit.

Beberapa pengaruh kehamilan postterm terhadap janin antara lain


sebagai berikut.
- Berat Janin.
Bila terjadi perubahan anatomik yang besar pada plasenta, maka
terjadi penurunan berat janin. Dari penelitian Vorherr tampak bahwa
sesudah umur kehamilan 36 minggu grafik rata-rata pertumbuhan janin
mendatar dan tampak adanya penurunan sesudah 42 minggu. Namun,
seringkali pula plasenta masih dapat dapat berfungsi dengan baik sehingga
berat janin bertambah terus sesuai dengan bertambahnya umur kehamilan.
Zwerdling menyatakan bahwa rata-rata berat janin lebih dari 3.600
gram sebesar 44,5% pada kehamilan postterm, sedangkan pada kehamilan
genap bulan (term) sebesar 30,6%. Risiko persalinan bayi dengan berat
lebih dari 4.000 gram pada kehamilan postterm meningkat 2-4 kali lebih
besar dari kehamilan term.
- Sindroma postmaturitas
Dapat dikenali pada neonatus dengan ditemukannya beberapa tanda
seperti gangguan pertumbuhan, dehidrasi, kulit kering, keriput seperti
kertas (hilangnya lemak subkutan), kuku tangan dan kaki panjang, tulang
tengkorak lebih keras, hilangnya verniks kaseosa dan lanugo, maserasi
kulit terutama daerah lipat paha dan genital luar, warna coklat kehijauan

6
atau kekuninga pada kulit dan tali pusat, muka tampak menderita, dan
rambut kepala banyak atau tebal. Tidak seluruh neonatus kehamilan
postterm menunjukkan tanda postmaturitas tergantung fungsi plasenta.
Umumnya didapatkan sejitar 12-20% neonatus dengan tanda postmaturitas
pada kehamilan postterm. Berdasarkan derajat insufisiensi plasenta yang
terjadi, tanda postmaturitas ini dapat dibagi dalam 3 stadium, yaitu :
Stadium I : kulit menunjukkan kehilangan verniks kaseosa dan
maserasi berupa kulit kering, rapuh dan mudah mengelupas
Stadium II : gejala diatas diserta pewarnaan mekonium (kehijauan)
pada kulit
Stadium III : disertai pewarnaan kekuningan pada kuku, kulit, dan tali
pusat
- Gawat janin atau kematian perinatal
Menunjukkan angka kematian meningkat setelah kehamilan 42
minggu atau lebih, sebagian besar terjadi intrapartum. Umumnya
disebabkan oleh:
• Makrosomia yang dapat menyebabkan terjadinya distosia pada
persalinan, fraktur klavikula, palsi Erb-Duchene sampai kematian bayi
• Insufisiensi plasenta yang berakibat :
a. Pertumbuhan janin terhambat
b. Oligohidroamnion : terjadi kompresi tali pusat, keluar mekonium
yang kental, perubahan abnormal jantung janin
c. Hipoksia janin
d. Keluarnya mekonium yang berakibat dapat terjadi aspirasi
mekonium pada janin
• Cacat bawaan: terutama akibat hipoplasia adrenal dan anensefalus
Kematian janin akibat kehamilan postterm terjadi pada 30% sebelum
persalinan, 55% dalam persalinan dan 15% pascanatal. Komplikasi
yang dapat dialami oleh bayi baru lahir ialah suhu yang tak stabil,
hipoglikemi, polisitemi, dan kelainan neurologi.

7
c. Pengaruh pada ibu (1)
- Morbiditas/ mortalitas ibu : dapat meningkat sebagai akibat dari
makrosomia janin dan tulang tengkorak menjadi lebih keras yang
menyebabkan terjadinya distosia persalinan, incoordinate uterine
action, partus lama, meningkatkan tindakan obstetrik dan persalinan
traumatis/perdarahan postpartum akibat bayi besar.
- Aspek emosi : ibu dan keluarga menjadi cemas bilamana kehamilan
terus berlangsung melewati taksiran persalinan. Komentar tetangga
atau teman seperti “ belum lahir juga?” akan menambah frutasi ibu.

2.5 Diagnosa
Tidak jarang seorang dokter mengalami kesulitan dalam menentukan
diagnosis kehamilan postterm karena diagnosis ini ditegakkan berdasarkan
umur kehamilan, bukan terhadap kondisi kehamilan. Beberapa kasus yang
dinyatakan sebagai kehamilan postterm yang tidak dapat ditegakkan secara
pasti diperkirakan sebesar 22%. Dalam menentukan diagnosis kehamilan
postterm disamping dari riwayat haid, sebaiknya dilihat pula hasil
pemeriksaan antenatal.(1)
a. Riwayat haid (1)
Diagnosis kehamilan postterm tidak sulit untuk ditegakkan bilamana hari
pertama haid terakhir (HPHT) diketahui dengan pasti. Untuk riwayat haid yang
dapat dipercaya, diperlukan beberapa kriteria antara lain :
- Penderita harus yakin betul dengan HPHT-nya
- Siklus 28 hari dan teratur
- Tidak minum pil anti hamil setidaknya 3 bulan terakhir

Selanjutnya diagnosis ditentukan dengan menghitung menurut rumus


Naegele. Berdasarkan riwayat haid, seorang penderita yang ditetapkan
sebagai kehamilan postterm kemungkinan adalah :
- Terjadi kesalahan dalam menentukan tanggal haid terakhir atau akibat
menstruasi abnormal

8
- Tanggal haid terakhir diketahui jelas namun terjadi kelambatan ovulasi
- Tidak ada kesalahan menentukan haid terakhir dan kehamilan memang
berlangsung lewat bulan ( keadaan ini sekitar 20 – 30 % dari seluruh
penderita yang diduga postterm )

b. Riwayat pemeriksaan antenatal (1)


- Test kehamilan : bila pasien melakukan pemeriksaan test imunologik
sesudah terlambat 2 minggu, maka dapat diperkirakan kehamilan memang
telah berlangsung 6 minggu
- Gerak janin : Gerak janin atau quickening pada umumnya dirasakan ibu
pada umur kehamilan 18 – 20 minggu. Pada primigravida dirasakan
sekitar umur kehamilan 18 minggu sedang pada multigravida pada 16
minggu. Petunjuk umum untuk menentukan persalinan adalah
quickening ditambah 22 minggu pada primigravida atau ditambah 24
minggu pada multiparitas
- Denyut jantung janin : Dengan stetoskop Laennec DJJ dapat didengar
mulai umur kehamilan 18 – 20 minggu sedangkan dengan Doppler dapat
terdengar pada usia kehamilan 10 - 12 minggu
- Kehamilan dapat dinyatakan sebagai postterm bila didapat 3 atau lebih
dari 4 kriteria hasil pemeriksaan sbb:
- Telah lewat 36 minggu sejak test kehamilan positif
- Telah lewat 32 minggu sejak DJJ pertama terdengar dengan Doppler
- Telah lewat 24 minggu sejak dirasakan gerak janin pertama kali
- Telah lewat 22 minggu sejak terdengarnya DJJ pertama kali dengan
stetoskop Laennec

c. Tinggi fundus uteri


Dalam trimester pertama, pemeriksaan tinggi fundus uteri dapat
bermanfaat bila dilakukan pemeriksaan secara berulang tiap bulan.
Lebih dari 20 minggu, tinggi fundus uteri dapat menentukan umur
kehamilan secara kasar

9
d. Pemeriksaan ultrasonografi (USG)
Penggunaan pemeriksaan USG untuk menentukan usia kehamilan
telah banyak menggantikan metode HPHT dalam mempertajam
diagnosa kehamilan postterm. Beberapa penelitian terdahulu telah
membuktikan bahwa penentuan usia kehamilan melalui pemeriksaan
USG memiliki tingkat keakuratan yang lebih tinggi dibanding dengan
metode HPHT.
Semakin awal pemeriksaan USG dilakukan, maka usia kehamilan
yang didapatkan akan semakin akurat sehingga kesalahan dalam
mendiagnosa kehamilan postterm akan semakin rendah. Tingkat
kesalahan estimasi tanggal perkiraan persalinan jika berdasarkan
pemeriksaan USG trimester I (crown-rump length) adalah ± 4 hari dari
(Cohn, et al., 2010)
taksiran persalinan. Pada usia kehamilan antara 16-26
minggu, ukuran diameter biparietal (biparietal diameter/BPD) dan
panjang femur (femur length/FL) memberikan ketepatan ± 7 hari dari
taksiran persalinan.2
e. Pemeriksaan radiologi
Umur kehamilan ditentukan dengan melihat pusat penulangan.
Gambaran epifisis femur bagian distal paling dini dapat dilihat pada
kehamilan 32 minggu, epifisis tibia proksimal terlihat setelah umur
kehamilan 36 minggu, epifisis kuboid pada kehamilan 40 minggu.
Cara ini sekarang jarang dipakai selain karena dalam pengenalan pusat
penulangan sering kali sulit juga pengaruh tidak baik terhadap janin

f. Pemeriksaan laboratorium (1)


• Kadar Lesitin/spingomielin
Bila kadar lesitin/spingomielin sama maka umur kehamilan sekitar
22–28 minggu, lesitin 1,2 kali kadar spingomielin: 28–32 minggu,
pada kehamilan genap bulan ratio menjadi 2:1. Pemeriksaan ini tidak
dapat dipakai untuk menentukan postterm tetapi hanya digunakan

10
untuk menentukan apakan janin cukup umur / matang untuk
dilahirkan.
• Aktivitas tromboplasti cairan amnion (ATCA)
Hastwell berhasil membuktikan bahwa cairan amnion
mempercepat waktu pembekuan darah. Aktivitas ini meningkat
dengan bertambahnya umur kehamilan. Yaffe menyatakan bahwa
pada umur kehamilan 41-42 minggu ACTA berkisar antara 45–65
detik, pada umur kehamilan lebih dari 42 minggu didapatkan ACTA
kurang dari 45 detik. Bila didapat ACTA antara 42–46 detik
menunjukkan bahwa kehaminan berlangsung lewat waktu
• Sitologi cairan amniom
Pengecatan nile blue sulphate dapat melihat sel lemak dalam cairan
amnion . Bila jumlah sel yang mengandung lemak melebihi 10 %
maka kehamilan diperkirakan 36 minggu dan apabila 50% atau lebih
maka umur kehamilan 39 minggu atau lebih
• Sitologi vagina
Pemeriksaan sitologi vagina (indeks kariopiknotik > 20%)
mempunyai sensitivitas 75 %. Perlu diingatkan bahwa kematangan
serviks tidak dapat dipakai untuk menentukan usia gestasi.

2.6 Komplikasi kehamilan serotinus


Kehamilan postterm berhubungan dengan hasil persalinan yang beresiko.
Persalinan pada lebih dari 42 minggu, dapat menimbulkan komplikasi baik pada
ibu atau janin. Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada janin antara lain
sebagai berikut: (1.3)
1. Sindrom dismaturitas (postterm)
Janin mempunyai kuku jari-jari dan rambut yang panjang, badan yang kurus
dan panjang, dan kulit keriput.
2. Fetus distress
Janin tidak menerima cukup oksigen sehingga mengakibatkan denyut jantung
abnormal dan berbagai permasalahan lain.

11
3. Aspirasi meconium
Meconium keluar ke cairan amnion dan dihirup oleh janin sehingga masuk ke
paru-paru sehingga dapat mengakibatkan pneumoni pada janin, namun hal ini
tidak begitu sering terjadi.
4. Macrosomia
Janin tumbuh terlalu besar sehingga sulit dilahirkan pervaginam.
5. Kematian janin saat lahir
Janin meninggal didalam uterus. Kematian janin saat lahir sangat jarang
terjadi, namun kejadian ini meningkat pada kehamilan postterm.

Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada ibu, yaitu antara lain: (1.3)
1. Peningkatan resiko luka perineum
Bayi pada kehamilan postterm biasanya lebih besar, dan hal ini
mengakibatkan trauma pada jalan lahir saat persalinan.
2. Peningkatan resiko bedah sesar
Gawat janin sering terjadi selama kehamilan postterm, dan hal ini
meningkatkan resiko dilakukannya bedah sesaria.
3. Efek psikologis
Ibu menjadi gelisah dan tidak tenang.
4. Peningkatan perdarahan setelah persalinan
Hal ini dikarenakan kurangnya kontraktilitas uterus akibat over distensi uterus
yang disebabkan oleh janin yang besar.

2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kehamilan postterm saat ini masih kontroversi.
Kehamilan postterm ini dapat ditatalaksana secara aktif dimana kehamilan
diterminasi dengan induksi persalinan setelah usia kehamilan 41 minggu. Agent
pematangan servik seperti prostaglandin digunakan untuk menyiapkan servik, dan
bila perlu oksitosin dan amniotomi juga dapat digunakan. Selain itu juga dapat
ditatalaksana secara ekspetatif, dimana dilakukan pada kehamilan 42 minggu atau
lebih. Persalinan di induksi hanya jika servik telah matang atau dilatasi, atau

12
keduanya, atau terjadi penurunan kondisi janin. Keadaan fetus dievaluasi dengan
berbagai tehnik pengawasan fetus.(4,3)
Sebelum menentukan penatalaksanaan yang dilakukan, perlu diperhatikan
beberapa hal berikut ini: (4)
1. Menentukan apakah kehamilan memang telah berlangsung lewat bulan
(postterm) atau bukan. Dengan demikian penatalaksanaan ditujukan kepada
dua variasi dari postterm ini.
2. Identifikasi kondisi janin dan keadaan yang membahayakan janin .
Pemeriksaan Kardiotokografi seperti nonstres test (NST) & contraction stress
test dapat mengetahui kesejahteraan janin sebagai reaksi terhadap kontraksi
uterus. Pemeriksaan ultrasonografi untuk menentukan besar janin, denyut
jantung janin, gangguan pertumbuhan janin, keadaan dan derajat kematangan
plasenta, jumlah dan kualitas air ketuban. Beberapa pemeriksaan laborat
dapat dilakukan seperti pemeriksaan kadar Estriol
3. Periksa kematangan serviks dengan skor Bishop. Kematangan serviks ini
memegang peranan penting dalam pengelolaan postterm. Sebagian besar
kepustakaan sepakat bahwa induksi persalinan dapat segera dilaksanakan baik
pada usia 41 maupun 42 minggu bilamana serviks telah matang.
Pada umumnya penatalaksanaan sudah dimulai sejak umur kehamilan
mencapai 41 minggu dengan melihat kematangan serviks, mengingat dengan
bertambahnya umur kehamilan maka janin tumbuh besar, terjadi kemunduran
fungsi plasenta dan oligohidramnion. Kematian janin neonatus meningkat 5 – 7 %
pada persalinan 42 mg atau lebih. (1)
1. Bila serviks telah matang ( dengan nilai Bishop > 5 ) dilakukan induksi
persalinan dan dilakukan pengawasan intrapartum terhadap jalannya
persalinan dan keadaan janin
2. Bila serviks belum matang, perlu dinilai keadaan janin lebih lanjut apabila
kehamilan tidak diakhiri :
a) NST dan penilaian volume kantong amnion. Bila keduanya normal,
kehamilan dibiarkan berlanjut dan penilaian janin dilanjutkan seminggu
dua kali.

13
b) Bila ditemukan oligohidramnion (< 2 cm pada kantong yang vertical atau
indeks cairan amnion < 5 ) atau dijumpai deselerasi variable pada NST
maka dilakukan induksi persalinan.
c) Bila volume cairan amnion normal dan NST tidak reaktif, tes dengan
kontraksi (CST) harus dilakukan. Bila hasil CST positif, janin perlu
dilahirkan sedangkan bila CST negatif kehamilan dibiarkan berlangsung
dan penilaian janin dilakukan lagi 3 hari kemudian.
d) Keadaan serviks ( Skor Bishop ) harus dinilai ulang setiap kunjungan
pasien dan kehamilan harus diakhiri bila serviks matang.
3. Kehamilan lebih dari 42 minggu diupayakan diakhiri

Induksi Persalinan pada Kehamilan Postterm (5)


Diperlukan tindakan untuk mempercepat persalinan jika jiwa ibu dan janin
terancam. Keputusan untuk mempercepat persalinan harus selalu ditetapkan
dengan membandingkan risiko dan manfaat masing-masing penatalaksanaan
tersebut. Secara umum metode induksi yang paling efektif adalah dengan
meningkatkan denyut jantung janin dan hiperstimulasi pada uterus. Prinsip dari
tata laksana kehamilan lewat waktu ialah merencanakan pengakhiran kehamilan.
Metode Induksi persalinan dapat berupa secara farmakologis dan secara
non farmakologis:
1. Farmakologis
a. Prostaglandin
Prostaglandin bereaksi pada serviks untuk membantu pematangan
serviks melalui sejumlah mekanisme yang berbeda. Ia menggantikan substansi
ekstraseluler pada serviks, dan PGE2 meningkatkan aktivitas kolagenase pada
serviks. Ia menyebabkan peningkatan kadar elastase, glikosaminoglikan,
dermatan sulfat, dan asam hialuronat pada serviks. Relaksasi pada otot polos
serviks menyebabkan dilatasi. Pada akhirnya, prostaglandin menyebabkan
peningkatan kadar kalsium intraseluler, sehingga menyebabkan kontraksi otot
miometrium. Risiko yang berhubungan dengan penggunaan prostaglandin

14
meliputi hiperstimulasi uterus dan efek samping maternal seperti mual,
muntah, diare, dan demam.

b. Oksitosin
Oksitosin merupakan agen farmakologi yang lebih disukai untuk
menginduksi persalinan apabila serviks telah matang. Konsentrasi oksitosin
dalam plasma serupa selama kehamilan dan selama fase laten dan fase aktif
persalinan, namun terdapat peningkatan yang bermakna dalam kadar oksitosin
plasma selama fase akhir dari kala II persalinan. Konsentrasi oksitosin
tertinggi selama persalinan ditemukan dalam darah tali pusat, yang
menunjukkan bahwa adanya produksi oksitosin yang bermakna oleh janin
selama persalinan.

c. Misoprostol
Misoprostol (Cytotec) merupakan PGE sintetis, analog yang
ditemukan aman dan tidak mahal untuk pematangan serviks, meskipun tidak
diberi label oleh Food and drug administration di Amerika Serikat untuk
tujuan ini. Penggunaan misoprostol tidak direkomendasikan pada pematangan
serviks atau induksi persalinan pada wanita yang pernah mengalami
persalinan dengan seksio sesaria atau operasi uterus mayor karena
kemungkinan terjadinya ruptur uteri. Wanita yang diterapi dengan misoprostol
untuk pematangan serviks atau induksi persalinan harus dimonitor denyut
jantung janin dan aktivitas uterusnya di rumah sakit sampai penelitian lebih
lanjut mampu mengevaluasi dan membuktikan keamanan terapi pada pasien.
Uji klinis menunjukkan bahwa dosis optimal dan pemberian interval
dosis 25 mcg intravagina setiap empat sampai enam jam. Dosis yang lebih
tinggi atau interval dosis yang lebih pendek dihubungkan dengan insidensi
efek samping yang lebih tinggi, khususnya sindroma hiperstimulasi, yang
didefinisikan sebagai kontraksi yang berakhir lebih dari 90 detik atau lebih
dari lima kontraksi dalam 10 menit selama dua periode .10 menit berurutan,
dan hipersistole, suatu kontraksi tunggal selama minimal dua menit.

15
Teknik penggunaan misoprostol vagina adalah sebagai berikut :
1. Masukkan seperempat tablet misoprostol intravagina, tanpa menggunakan
gel apapun (gel dapat mencegah tablet melarut)
2. Pasien harus tetap berbaring selama 30 menit
3. Monitor denyut jantung janin dan aktivitas uterus secara kontinyu selama
minimal 3 jam setelah pemberian misoprostol sebelum pasien boleh
bergerak
4. Apabila dibutuhkan tambahan oksitosin (pitosin), direkomendasikan
interval minimal 3 jam setelah dosis misoprostol terakhir
5. Tidak direkomendasikan pematangan serviks pada pasien-pasien yang
memiliki skar uterus.

2. Non Farmakologis
a. Amniotomi
Diduga bahwa amniotomi meningkatkan produksi atau
menyebabkan pelepasan prostaglandin secara lokal. Risiko yang
berhubungan dengan prosedur ini meliputi tali pusat menumbung atau
kompresi tali pusat, infeksi maternal atau neonatus, deselerasi denyut
jantung janin, perdarahan dari plasenta previa atau plasenta letak rendah
dan kemungkinan luka pada janin.

b. Rangsangan pada Puting Susu


Stimulasi payudara ini telah direkomendasikan sejak zaman
Hipocrates dan diyakini dapat merangsang timbulnya kontraksi uterus dan
inisiasi persalinan. Sebagaimana diketahui rangsangan puting susu dapat
memfasilitasi pelepasan oksitosin dari kelenjar hipofisis posterior sehingga
terjadi kontraksi rahim. Teknik yang paling sering dilakukan yaitu
pemijatan dengan lembut pada payudara atau kompres hangat pada
payudara selama satu jam, tiga kali sehari.

16
c. Pemakaian Rangsangan Listrik
Dengan dua electrode, yang satu diletakkan dalam serviks, sedang
yang lain ditempelkan pada kulit dinding perut, kemudian dialirkan listrik
yang akan memberi rangsangan pada serviks untuk menimbulkan
kontraksi rahim. Bentuk alat ini bermacam-macam, bahkan ada yang
ukurannya cukup kecil sehingga dapat dibawa-bawa dan ibu tidak perlu
tinggal di rumah sakit. Pemakaian alat ini perlu dijelaskan dan disetujui
pasien.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Wiknjosastro. H., Ilmu Kebidanan, edisi III, Yayasan Bina Pustaka


Sarwono Prawirohardjo, Kehamilan Lewat Waktu, Jakarta, 2014
2. Pengurus besar POGI, Standar Pelayanan Medik Obstetri dan
Ginekologi, bagian 1, Balai penerbit FKUI, 2003
3. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas kedokteran Universitas
Padjajaran Bandung. Obstetri Patologi,. Penerbit : Elstar Offset.
Bandung
4. Briscoe D, Nguyen H, Mencer M, Gautam N, Kalb DB. 2006.
Management of Pregnancy Beyond 40 Weeks' Gestation. CHRISTUS
St. Joseph Hospital Family Practice Residency, Houston: Texas.
(http://www.aafp.org/afp/20050515/1935.html, diakses tanggal 4
Oktober 2015).
5. Anonymous. 2006. Management of the Postdates Pregnancy. Atlanta
Maternal-Fetal Medicine: Spain

18

Anda mungkin juga menyukai