Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

Kehamilan ektopik terganggu adalah kehamilan dengan ovum yang


dibuahi, berimplentasi dan tumbuh tidak pada tempat yang normal yakni didalam
endometrium kavum uteri.1

Kehamilan ektopik ialah suatu kehamilan yang berbahaya bagi wanita yang
bersangkutan berhubungan dengan besarnya kemungkianan keadaan yang gawat.
Keadaan gawat ini dapat terjadi apabila kehamilan ektopik terganggu.2

Setiap wanita yang berada dalam masa reproduksi dengan gangguan atau
keterlambatan haid yang disertai dengan nyeri perut bagian bawah perlu difikirkan
adanya kehamilan ektopik.3

Frekuensi kehamilan ektopik terganggu yang sebernanya sukar


ditentukan. Tidak semua kehamilan ektopik terganggu berakhir dengan abortus
spontan dalam tuba atau ruptur uteri. sebagian hasil konsepsi mati dan pada umur
muda direabsorbsi. Pada hal yang terakhir ini penderita mengeluh haidnya
terlambat untuk beberapa hari. Sebagian besar wanita mengalami KET pada umur
antara 20-40 tahundengan umur rata-rata 30 tahun. Frekuensi KET yang berulang
dilaporkan berkisar 14,6%.4

Pada laporan kasus obstetri dan gynekologi ini, penulis ingin membahas
mengenai KET berupa cara menegakkan diagnosisnya, patofisiologi serta tata
laksananya.5

1
BAB II

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. R.L
Umur : 24 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan Terakhir : SMK
Alamat : Pusponjolo timur 1/II Bojong Salaman, Semarang
Tanggal masuk : 17 Februari 2018
No. CM : 461378
Biaya pengobatan : BPJS

II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 17 Februari 2018
pukul 13.00 WIB
a. Keluhan Utama
Nyeri perut bagian bawah
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Dr Adhyatma dengan keluhan nyeri
perut bagian bawah tengah yang menjalar ke bagian kanan bawah, nyeri
dirasakan mendadak sejak 3 hari yang lalu dan terus-menerus. Pasien tidak
tahu apabila pasien sedang.hamil. Pasien pernah berobat ke IGD diberikan
obat untuk menghilangkan rasa nyeri namun keluhan nyeri hanya hilang
sementara. Keluhan lain yang dirasakan adalah pusing (+), lemas (+), mual
(+), muntah (+) 1 kali sebelum masuk rumah sakit, keluar darah dari jalan
lahir (-), keluar air ketuban dari jalan lahir (-), keluar lendir (-), Tidak ada
keluhan dengan BAK dan BAB. Pasien juga mengeluhkan pernah pingsan
2 kali.

2
c. Riwayat Penyakit Dahulu
 Riwayat darah tinggi : disangkal
 Riwayat penyakit gula darah : disangkal
 Riwayat penyakit jantung : disangkal
 Riwayat alergi obat, alergi makanan : disangkal
 Riwayat operasi : disangkal
 Riwayat trauma/jatuh : disangkal
 Riwayat penggunaan obat tradisional : disangkal
d. Riwayat Penyakit Keluarga
 Riwayat penyakit jantung : disangkal
 Riwayat Sakit gula : disangkal
 Riwayat Darah tinggi : disangkal
 Riwayat Alergi : disangkal
 Riwayat Asma : disangkal
e. Riwayat Pribadi
 Merokok : disangkal
 Alkohol : disangkal
 Obat-obatan : mengkonsumsi obat anti nyeri dari dokter
f. Riwayat Haid
Umur menarche : 13 tahun
Lama haid : 5 hari
Siklus haid : 28 hari
Nyeri haid :-
HPHT : 01 Februari 2018
g. Riwayat Pernikahan
Menikah 1 kali dengan suami sekarang yang pertama selama 3 tahun.
h. Riwayat Obstetri
G2P1A0, 24 tahun, hamil 2 minggu

3
Anak Tahun Tempat Umur Kehamilan Jenis Penolong Penyulit BeratLahir Kondisi
ke Persalinan (gram) Anak

1 2012 Bidan 36 minggu Spontan bidan - 3800 gr Sehat

i. Riwayat KB
Pasien tidak menggunakan KB
j. Riwayat Sosial Ekonomi
Biaya pengobatan mengguanakan BPJS non PBI, Pasien mempunyai
ekonomi yang cukup

III. PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 01 Februari 2018 jam 12.30 WIB
a. Keadaan Umum : tampak lemah
b. Kesadaran : composmentis
c. GCS : 15
d. Vital sign
Tensi : 100/70 mmHg
Nadi : 78x/ menit, regular, isi dan tegangan cukup.
Nafas : 22 x/menit
Suhu : 36,7 o C

 Status internus :
 Kepala : bentuk mesocephal
 Mata : konjunctiva palpebra anemis (+/+), sklera ikterik
(-/-), reflex cahaya (+/+), pupil bulat isokor (3 mm / 3 mm).
 Telinga : normotia, discharge (-/-), massa (-/-)
 Hidung : simetris, napas cuping hidung(-/-), sekret (-/-),
darah (-/-), septum di tengah, concha hiperemis (-/-).

4
 Mulut : sianosis (-), bibir pucat (-), lidah kotor (-), karies
gigi (-), faring hiperemis (-), tonsil (T1/T1).
 Leher : pembesaran kelenjar thyroid (-), kelenjar getah
bening membesar (-)
 Thoraks :
Cor :
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V, 2 cm medial linea
midclavicularis sinistra

Perkusi : konfigurasi jantung dalam batas normal


Auskultasi: normal, tidak ada suara tambahan
Pulmo :
Inspeksi : simetris, statis, dinamis, retraksi (-)
Palpasi : stem fremitus kanan = kiri
Perkusi : sonor seluruh lapang paru
Auskultasi: suara dasar vesikuler +/+, suara tambahan -/-
 Ekstremitas

Superior Inferior

Oedema -/- -/-

Sianosis -/- -/-

Akral dingin -/- -/-

Clubbing finger -/- -/-

 Status Ginekologi
- Abdomen :
Inspeksi : Perut datar, tidak tampak benjolan, striae (-)
Palpasi : Massa (-), nyeri tekan (+)

5
Perkusi : timpani pada seluruh lapang abdomen
Auskultasi: Bising usus (+) normal

- Genitalia:
o Vulva/uretra/vagina : tanda radang (-), laserasi (-), fluksux (+),
fluor (-),
o VT bimanual :
 Portio : ukuran jempol tangan , tertutup, nyeri goyang
portio (+)
 Cavum uteri : ukuran sebesar telur bebek
 Adneksa/parametrium : sulit dinilai
 Cavum dauglas : menonjol, dauglas pungsi (-), nyeri tekan
(+)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan Laboratorium
 17 Februari 2018 (Pre OP)
Hemoglobin : 6,90 g/dL
 19 Februari 2018 (Post OP)
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
Darah Rutin
Leukosit 6,77 103/uL 3,6-11
Eritrosit 3,23 106/uL 3,8-5,2
Hemoglobin 9,10 g/dL 11,7-15,5
Hematokrit 27,0 % 35-47
MCV 86,90 Fl 80-100
MCH 28,30 pg 26-34
MCHC 32,60 g/dl 32-36
Trombosit 131 103/uL 150-440
RDW 14,00 % 11,5-14-5

6
PLCR 18,9 %

Diff Count
Eosinofil Absolute 0,04 103/uL 0,045-0,44
Basofil Absolute 0,01 103/uL 0-0,2
Netrofil Absolute 5,26 103/uL 1,8-8
Limfosit Absolute 1,01 103/uL 0,9-5,2
Monosit Absolute 0,45 103/uL 0,16-1
Eosinofil 0,60 % 2-4
Basofil 0,10 % 0-1
Netrofil 77,60 % 50-70
Limfosit 14,90 % 25-40
Monosit 6,90 % 2-8

USG :
 Tampak ukuran uteri cukup
 Tampak VU terisi cukup
 Tampak cairan bebas intra abdomen
 Tampak GS ekstra uteri ~ 6w2d

V. RESUME
Pasien datang dengan keluhan nyeri perut bagian bawah tengah yang
menjalar ke bagian kanan bawah, nyeri dirasakan mendadak sejak 3 hari yang
lalu dan terus-menerus. Pasien tidak tahu apabila pasien sedang.hamil. Pasien
pernah berobat ke IGD diberikan obat untuk menghilangkan rasa nyeri namun
keluhan nyeri hanya hilang sementara. Keluhan lain yang dirasakan adalah
pusing (+), lemas (+), mual (+), muntah (+) 1 kali sebelum masuk rumah sakit,
keluar darah dari jalan lahir (-), keluar air ketuban dari jalan lahir (-), keluar
lendir (-), Tidak ada keluhan dengan BAK dan BAB. Pasien juga
mengeluhkan pernah pingsan 2 kali.

7
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak lemah,
o
TD 100/70 mmHg, Nadi 78 x/ menit, RR 22 x/menit, Suhu : 36,7 C. Dari
pemeriksaan fisik didapakan konjungtiva anemis (+/+), nyeri tekan abdomen
(+). Pemeriksaan genitalia eksterna: VT bimanual Fluxus (+) ukuran portio
sebesar jempol tangan , tertutup, nyeri goyang portio (+), ukuran cavum uteri
sebesar telur bebek. Cavum dauglas menonjol, nyeri tekan (+). Dari hasil
laboratorium didapatkan : HB : 6,90 g/dl, gravindex (+). USG Tampak
gambaran GS ekstra uteri, Tampak GS ekstra uteri ~ 6w2d , Tampak cairan
intra abdomen.

VI. DIAGNOSIS

G2P1A0, 24 tahun, hamil 6 minggu,

Kehamilan Ektopik Terganggu

Anemia berat

VII. INITIAL PLAN


1. Ip Tx :
 O2 3 liter/menit
 Infus RL 20 tpm
 Laparotomi explorasi
2. Ip Mx :
 Memasang bed side monitor pada pasien, evaluasi keadaan umum dan
tanda vital tiap 30 menit
 Siapkan transfusi darah
 antibiotik pre operasi (ceftriakson 2 gr)
 Monitoring efek pemberian transfuse dengan Hb serial
3. Ip Ex :
 Menjelaskan kepada pasien dan keluarga mengenai keadaan yang
diderita pasien, yaitu hamil ektopik serta tata laksananya. Hamil

8
ektopik merupakan hamil diluar rahim yang dapat mengakibatkan
perdarahan. Oleh sebab itu, pada pasien tersebut diberikan terapi
konservatif yang berupa perbaikan keadaan umum dan tanda vital,
setelah keduanya stabil, pasien akan dilakukan tindakan operatif
sebagai terapi definitif.
 Menjelaskan kepada pasien dan keluarga mengenai resiko-resiko yang
dapat terjadi setelah tindakan operatif yang akan dilakukan pada
pasien.
 Menenangkan pasien

VIII. PENGMATAN LEBIH LANJUT

Dilakukan Operasi :

Nama Operator : dr. Adi Rahmawan, Sp.OG

Diagnosis Pre operatif : G2P1A0, 24 tahun, hamil 6 minggu


KET

Diagnosis Post operatif : P1A1, 24 tahun


Post Laparotomi eksplorasi a.i rupture tuba
KET

Nama/Macam operasi : Laparotomi eksplorasi

Waktu Operasi : 17 Februari 2018


pukul 14.40 – 15.40 WIB

Lama Operasi : ± 60 menit

Langkah-langkah operasi :

- Penderita tidur terlentang di meja operasi dalam pengaruh


general anestesi
- Asepsis dan antisepsis daerah tindakan

9
- Tutup dengan duk steril kecuali pada daerah tindakan
- Insisi dinding abdomen secara linea mediana diperdalam lapis
demi lapis sampai cavum abdomen terbuka
- Keluar darah warna coklat kehitaman ± 200 cc
- Eksplorasi :
o Tampak uterus dalam batas normal
o Adneksa kanan dalam batas normal
o Adneksa kiri dalam batas normal
o Tampak rupture tuba graviditas pars corneal -> jahit
- Evaluasi perdarahan (-)

Terapi:
Injeksi Ceftriaxon 2 gr/24 jam IV
Injeksi Kalnex 500 mg /8 jam IV
Injeksi Ketorolac 30 mg/8 jam IV
Transfusi PRC 4 kolf s/d Hb≥10 g/dL
DC (balance cairan)
Diet Lunak
Pengawasan KU, TTV, PPV

10
IX. Follow Up

18 Februari 2018, pukul 14.00 WIB

Keluhan utama : Nyeri pada luka jahitan bekas operasi

Keadaan umum : Baik, kesadaran: Composmentis

Tanda Vital:

TD : 110/70 mmH RR : 20x / menit

N : 70 x / menit T : 36,8C

Diagnosis:

P1A1, 24Tahun

Post laparotomi a.i KET H.1

Terapi:

- Injeksi Ceftriaxon 2 gr/24 jam IV


- Injeksi Kalnex 500 mg /8 jam IV
- Injeksi Ketorolac 30 mg/8 jam IV
- Transfusi PRC 4 kolf s/d Hb≥10 g/dL
- Diet Lunak
- Mobilisasi bertahap
- Pengawasan KU, TTV, PPV
- Aff DC

11
19 Februari 2018, pukul 14.00 WIB

Keluhan utama : nyeri pada luka jahitan bekas operasi berkurang

Keadaan umum : Baik, kesadaran: komposmentis

Tanda Vital:

TD : 120/70 mmH RR : 20x / menit

N : 82 x / menit T : 36,4C

Hb 9,10 g/dL

Diagnosis:

P1A1, 24Tahun

Post laparotomi a.i KET H.2

Terapi:

- Injeksi Ceftriaxon 2 gr/24 jam IV


- Injeksi Kalnex 500 mg /8 jam IV
- Injeksi Ketorolac 30 mg/8 jam IV
- Post transfusi 2 kolf cek hb
- Diet Lunak
- Mobilisasi bertahap
- Pengawasan KU, TTV, PPV
- Aff DC dan infus
- PO cefadroxyl 500mg/12jam
- PO asam mefenamat 500mg/8jam
- Vit BC/C/SF 1x12jam

12
20 Februari 2018, pukul 14.00 WIB

Keluhan utama : tidak ada

Keadaan umum : Baik, kesadaran: komposmentis

Tanda Vital:

TD : 120/80 mmH RR : 20x / menit

N : 84 x / menit T : 36,6oC

Diagnosis:

P1A1 24 tahun

Post laparotomi a.i KET H.3

Terapi:

- PO cefadroxyl 500mg/12jam
- PO asam mefenamat 500mg/8jam
- Vit BC/C/SF 1x12jam
- Mobilisasi bertahap
- Diet biasa
- Pulang

X. PROGNOSIS

Quo ad Vitam : dubia ad bonam


Quo ad Sanam : dubia ad bonam
Quo ad Fungsionam : dubia ad bonam

13
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. Kehamilan Normal
Pada kehamilan normal, telur yang sudah dibuahi akan melalui tuba
falopi menuju ke uterus. Dalam beberapa jam setelah pembuahan
terjadi,mulailah pembelahan zigot. Dalam 3 hari terbentuk kelompok sel
yang sama besarnya dan disebut stadium morula. Dalam ukuran yang sama ini
hasil konsepsi disalurkan terus ke pars ismika dan pars interstitialis tuba
(bagian-bagian tuba yang sempit) dan terus ke arah kavum uteri oleh arus serta
getaran silia pada permukaan sel-sel tuba dan kontraksi tuba. Dalam kavum
uteri, hasil konsepsi mencapai stadium blastula. Blastula dilindungi oleh
simpai yang disebut trofoblas, yang mampu menghancurkan dan
mencairkan jaringan.Ketika blastula mencapai rongga rahim, jaringan
endometrium dalam keadaan sekresi. Jaringan endometrium ini banyak
mengandung sel-sel desidua. 1
Blastula dengan bagian yang berisi massa sel dalam ( inner-cell mass )
akan masuk ke dalam desidua, menyebabkan luka kecil yang kemudian
sembuh dan menutup lagi. Pada saat nidasi terkadang terjadi sedikit
perdarahan akibat luka desidua (tanda Hartman). Nidasi terjadi pada
dinding depan atau belakang uterus (korpus), dekat pada fundus uteri. Blastula
yang berimplantasi pada rahim akan mulai tumbuh menjadi janin. 1

Proses implantasi normal di endometrium uterus4

14
B. Definisi Kehamilan Ektopik
Kehamilan ektopik didefinisikan sebagai setiap kehamilan yang terjadi di
luar kavum uteri, yaitu bila sel telur yang dibuahi berimplantasi dan
tumbuh di luar endometrium kavum uteri. Kehamilan ekstrauterin tidak
sinonim dengan kehamilan ektopik karena kehamilan pada pars
interstitialis tuba dan kanalis servikalis masih termasuk dalam uterus tetapi
jelas bersifat ektopik.1
Kehamilan Ektopik tergangu (KET) merupakan kehamilan ektopik yang
disertai dengan gejala akut abdomen, dengan trias gambaran klasik yaitu
amenore, nyeri abdomen akut dan perdarahan pervaginam.1 Implantasi hasil
konsepsi dapat terjadi pada tuba fallopii, ovarium, dan kavum abdomen atau
pada uterus namun dengan posisi yang abnormal (kornu, serviks).2,3

Lokasi kehamilan Ektopik3

Sebagian besar kehamilan ektopik berlokasi pada tuba fallopi, di pars


ampularis 80%, pars ismika 12%, fimbriae 5%, dan kornual 2%. Sangat jarang
terjadi implantasi pada ovarium (0,2%), rongga perut (1,4%), kanalis
servikalis uteri (0,2%), kornu uterus yang rudimenter dan divertikel pada
uterus.3,6 Terbatasnya kemampuan tuba fallopi untuk mengembang
menyebabkan kehamilan ektopik mengalami ruptur tuba sehingga dapat
timbul perdarahan ke dalam kavum abdomen, keadaan ini biasa dikenal
dengan kehamilan ektopik terganggu.1

15
C. Epidemiologi
Angka kejadian kehamilan ektopik dari tahun ke tahun cenderung
meningkat. Diantara faktor-faktor yang terlibat adalah meningkatnya
pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim, penyakit radang panggul, usia ibu
yang lanjut, pembedahan pada tuba, dan pengobatan infertilitas dengan terapi
induksi superovulasi.2
Angka kejadian kehamilan ektopik di Amerika Serikat meningkat
dalam dekade terakhir yaitu dari 4,5 per 1000 kehamilan pada tahun
1970menjadi 19,7 per 1000 kehamilan pada tahun 1992. Kehamilan
ektopik masih menjadi penyebab kematian utama pada ibu hamil di Kanada
yaitu berkisar 4% dari 20 kematian ibu pertahun.Pada tahun 1980-an,
65kehamilan ektopik menjadi komplikasi yang serius dari kehamilan,
terhitung sebesar 11% kematian maternal terjadi di Amerika Serikat. 2
Di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta angka kejadian kehamilan
ektopik pada tahun 1987 ialah 153 di antara 4.007 persalinan atau 1 di
antara 26 persalinan.1,5 Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan
ektopik berumurantara 20-40 tahun dengan umur rata- rata 30 tahun. Frekuensi
kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan berkisar antara 0-14,6%.1

D. Faktor Risiko
Ada berbagai macam faktor yang dapat menyebabkan kehamilan
ektopik. Namun kehamilan ektopik juga dapat terjadi pada wanita tanpa
faktor risiko.1Lebih dari setengah kehamilan ektopik yang
berhasildiidentifikasi ditemukan pada wanita tanpa ada faktor resiko.6

Faktor risiko kehamilan ektopik adalah 1,3:


1. Riwayat kehamilan ektopik sebelumnya
Merupakan faktor risiko paling besar untuk kehamilan ektopik. Angka
kekambuhan sebesar 15% setelah kehamilan ektopik pertama dan
meningkat sebanyak 30% setelah kehamilan ektopik kedua.3
2. Penggunaan kontrasepsi spiral dan pil progesteron

16
Kehamilan ektopik meningkat apabila ketika hamil masih
menggunakan kontrasepsi spiral (3-4%). Pil yang mengandung hormon
progesteron juga meningkatkan kehamilan ektopik karena dapat
mengganggu pergerakan sel rambut silia di saluran tuba yang
membawa sel telur yang sudah dibuahi untuk berimplantasi ke dalam
rahim.3

3. Kerusakan dari saluran tuba


Faktor dalam lumen tuba 1 :
a) Endosalpingitis dapat menyebabkan lumen tuba menyempit atau
membentuk kantong buntu akibat perlekatan endosalping.
b) Pada Hipoplasia uteri, lumen tuba sempitdan berkeluk-keluk dan hal
ini disertai gangguan fungsi silia endosalping.
c) Operasi plastik tuba dan sterilisasi yang tak sempurna dapat
menjadi sebab lumen tuba menyempit.
Faktor pada dinding tuba 1 :
a) Endometriosis tuba dapat memudahkan implantasi telur yang
dibuahi dalam tuba.
b) Divertikel tuba kongenital atau ostium assesorius tubae dapat
menahan telur yang dibuahi di tempat itu.
Faktor di luar dinding tuba 1:
a) Perlekatan peritubal dengan ditorsi atau lekukan tuba dapat
menghambat perjalanan telur.
b) Tumor yang menekan dinding tuba dapat menyempitkan lumen
tuba
Faktor lain 1 :
a) Migrasi luar ovum yaitu perjalanan dari ovarium kanan ke tuba kiri
atau sebaliknya. Hal ini dapat memperpanjang perjalanan telur
yang dibuahi ke uterus, pertumbuhan telur yang terlalu cepat dapat
menyebabkan implantasi prematur.
b) Fertilisasi in vitro.

17
E. Patofisiologi
Proses implantasi ovum yang dibuahi yang terjadi di tuba pada
dasarnya sama dengan halnya di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi
secara kolumner atau interkolumner. Implantasi secara kolumner yaitu telur
berimplantasi pada ujung atau sisi jonjot endosalping. Perkembangan telur
selanjutnya dibatasi oleh kurangnya vaskularisasi dan biasanya telur mati
secara dini dan kemudian diresorpsi. Pada nidasi secara interkolumner telur
bernidasi antara dua jonjot endosalping. Setelah tempat nidasi tertutup,
maka telur dipisahkan dari lumen tuba oleh lapisan jaringan yang menyerupai
desidua dan dinamakan pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua di
tuba tidak sempurna, dengan mudah vili korialis menembus endosalping dan
masuk ke dalam lapisan otot-otot tuba dengan merusak jaringan dan
pembuluh darah. Perkembangan janin selanjutnya bergantung pada
beberapa faktor, seperti tempat implantasi, tebalnya dinding tuba dan
banyaknya perdarahan yang terjadi oleh invasi trofoblas. 1
Di bawah pengaruh hormon estrogen dan progesteron dari korpus luteum
graviditas dan trofoblas, uterus menjadi besar dan lembek.Endometrium
dapat pula berubah menjadi desidua. Setelah janin mati, desidua dalam
uterus mengalami degenerasi dan kemudian dikeluarkan berkeping-keping
atau dilepaskan secara utuh. Perdarahan pervaginam yang dijumpai pada
kehamilan ektopik terganggu berasal dari uterus dan disebabkan oleh
pelepasan desidua yang degeneratif.1
Tuba bukanlah tempat untuk pertumbuhan hasil konsepsi, sehinggatidak
mungkin janin tumbuh secara utuh seperti dalam uterus. Sebagian besar
kehamilan tuba terganggu pada umur kehamilan antara 6 sampai 10
minggu.Terdapat beberapa kemungkinan mengenai nasib kehamilan dalam
tuba yaitu : 1
1. Hasil konsepsi mati dini dan diresorpsi
Pada implantasi secara kolumner, ovum yang dibuahi cepat mati
karena vaskularisasi kurang dan dengan mudah terjadi resorpsi total.
Dalam keadaan ini penderita tidak mengeluh apa-apa dan haidnya

18
terlambat untuk beberapa hari.
2. Abortus ke dalam lumen tuba
Perdarahan yang terjadi karena pembukaan pembuluh-pembuluh
darah oleh villi koriales pada dinding tuba di tempat implantasi dapat
melepaskan mudigah dari dinding tersebut bersama-sama dengan
robeknya pseudokapsularis. Pelepasan ini dapat terjadi sebagian atau
seluruhnya. Bila pelepasan menyeluruh, mudigah dan selaputnya
dikeluarkan dalam lumen tuba dan kemudian didorong oleh darah ke
arah ostium tuba abdominale. Perdarahan yang berlangsung terus
menyebabkan tuba membesar dan kebiru-biruan (Hematosalping) dan
selanjutnya darah mengalir ke rongga perut melalui ostium tuba,
berkumpul di kavum douglas dan akan membentuk hematokel
retrouterina.
3. Ruptur dinding tuba
Ruptur tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan
biasanya pada kehamilan muda. Sebaliknya ruptur pada pars
interstitialis terjadi pada kehamilan yang lebih lanjut. Faktor utama
yang menyebabkan ruptur ialah penembusan villi koriales ke dalam
lapisan muskularis tuba terus ke peritoneum. Ruptur dapat terjadi
secara spontan atau karena trauma ringan. Darah dapat mengalir ke
dalam rongga perut melalui ostium tuba abdominale. Bila ostium tuba
tersumbat, ruptur sekunder dapat terjadi. Dalam hal ini, dinding tuba
yang telah menipis oleh invasi trofoblas, pecah karena tekanan darah
dalam tuba. Kadang-kadang ruptur terjadi di arah ligamentum
latumdan terbentuk hematoma intraligamenter antara 2 lapisan
ligamentum tersebut. Jika janin hidup terus, dapat terjadi kehamilan
intraligamenter.
Pada ruptur ke rongga perut, seluruh janin dapat keluar dari tuba, tetapi
bila robekan tuba kecil, perdarahan terjadi tanpa hasil konsepsi dikeluarkan
dari tuba. Nasib janin bergantung pada tuanya kehamilan dan kerusakan
yang diderita. Bila janin mati dan masih kecil, dapat diresorpsi

19
seluruhnya, dan bila besar dapat diubah menjadi litopedion.
Janin yang dikeluarkan dari tuba dengan masih diselubungi oleh
kantong amnion dan dengan plasenta masih utuh kemungkinan tumbuh
terus dalam rongga perut, sehingga terjadi kehamilan ektpik lanjut atau
kehamilan abdominal sekunder. Untuk mencukupi kebutuhan makanan
bagi janin, plasenta dari tuba akan meluaskan implantasinya ke
jaringan sekitarnya misalnya ke sebagian uterus, ligamentum latum,
dasar panggul dan usus.

F. Jenis Kehamilan Ektopik


1. Kehamilan Pars Interstisialis Tuba
Kehamilan ektopik ini terjadi bila ovum bernidasi pada pars
interstisialis tuba. Keadaan ini jarang terjadi dan hanya satu persen dari
semua kehamilan tuba. Rupture pada keadaan ini terjadi pada
kehamilan lebih tua, dapat mencapai akhir bulan keempat. Perdarahan yang
terjadi sangat banyak dan bila tidak segera dioperasi akan
menyebabkan kematian.1
Tindakan operasi yang dilakukan adalah laparatomi untuk
membersihkan isi kavum abdomen dari darah dan sisa jaringan konsepsi
serta menutup sumber perdarahan dengan melakukan irisan baji ( wegde
resection ) pada kornu uteri dimana tuba pars interstisialis berada.1

2. Kehamilan ektopik ganda


Sangat jarang kehamilan ektopik berlangsung bersamaan dengan
kehamilan intrauterine. Keadaan ini disebut kehamilan ektopik ganda
(combined ectopic pregnancy ). Frekuensinya berkisar 1 di antara 15.000
– 40.000 persalinan. Di Indonesia sudah dilaporkan beberapa kasus.1
Pada umumnya diagnosis kehamilan dibuat pada waktu operasi
kehamilan ektopik yang terganggu. Pada laparotomi ditemukan uterus yang
membesar sesuai dengan tuanya kehamilan dan 2 korpora lutea.1
3. Kehamilan Ovarial

20
Kehamilan ovarial primer sangat jarang terjadi. Diagnosis
kehamilan tersebut ditegakkan atas dasar 4 kriteria dari Spiegelberg,
yakni : 1
 Tuba pada sisi kehamilan harus normal
 Kantong janin harus berlokasi pada ovarium
 Kantong janin dihubungkan dengan uterus oleh ligamentum ovary
proprium
 Jaringan ovarium yang nyata harus ditemukan dalam dinding
kantong janin
Diagnosis yang pasti diperoleh bila kantong janin kecil dikelilingi oleh
jaringan ovarium dengan trofoblas memasuki alat tersebut. Pada
kehamilan ovarial biasanya terjadi rupture pada kehamilan muda
dengan akibat perdarahan dalam perut. Hasil konsepsi dapat pula
mengalami kematian sebelumnya sehingga tidak terjadi rupture,
ditemukan benjolan dengan berbagai ukuran yang terdiri atas ovarium yang
mengandung darah, vili korialis dan mungkin juga selaput mudigah.1

4. Kehamilan servikal
Kehamilan servikal juga sangat jarang terjadi. Bila ovum
berimplantasi dalam kavum servikalis, maka akan terjadi perdarahan
tanpa nyeri pada kehamilan muda. Jika kehamilan berlangsung terus,
serviks membesar dengan ostium uteri eksternum terbuka sebagian.
Kehamilan servikal jarang melampaui 12 minggu dan biasanya diakhiri
secara operatif oleh karena perdarahan. Pengeluaran hasil konsepsi
pervaginam dapat menyebabkan banyak perdarahan, sehingga untuk
menghentikan perdarahan diperlukan histerektomi totalis.1

Paalman dan Mc ellin (1959) membuat kriteria klinik sebagai


berikut 1:
 Ostium uteri internum tertutup
 Ostium uteri eksternum terbuka sebagian

21
 Seluruh hasil konsepsi terletak dalam endoservik
 Perdarahan uterus setelah fase amenore tanpa disertai rasa nyeri
 Serviks lunak, membesar, dapat lebih besar dari fundus uteri,
sehingga terbentuk hour-glass uterus

5. Kehamilan ektopik lanjut


Merupakan kehamilan ektopik dimana janin dapat tumbuh terus
karena mendapat cukup zat-zat makanan dan oksigen dari plasenta
yang meluaskan implantasinya ke jaringan sekitar misalnya ligamentum
latum, uterus, dasar panggul, usus dan sebagainya. Dalam keadaan
demikian, anatomi sudah kabur. Kehamilan ektopik lanjut biasanya
terjadi sekunder dari kehamilan tuba yang mengalami abortus atau ruptur
dan janin dikeluarkan dari tuba dalam keadaan masih diselubungi oleh
kantung ketuban dengan plasenta yang masih utuhyang akan terus
tumbuh terus di tempat implantasinya yang baru. 5
Angka kejadian kehamilan ektopik lanjut di RSCM, Jakarta dari
tahun 1967 – 1972 yaitu 1 di antara 1065 persalinan. Berbagai penulis
mengemukakan angka antara 1 : 2000 persalinan sampai 1 : 8500
persalinan.5

G. Gambaran Klinik
Gambaran klinik kehamilan tuba yang belum terganggu tidak khas dan
penderita maupun dokter biasanya tidak mengetahui adanya kelainan
dalam kehamilan, sampai terjadinya abortus tuba atau ruptur tuba. 5
1. Kehamilan ektopik belum terganggu
Kehamilan ektopik yang belum terganggu atau belum mengalami
ruptur sulit untuk diketahui, karena penderita tidak menyampaikan
keluhan yang khas. Amenorea atau gangguan haid dilaporkan oleh 75- 95%
penderita. Lamanya amenore tergantung pada kehidupan janin, sehingga
dapat bervariasi. Sebagian penderita tidak mengalami amenore karena
kematian janin terjadi sebelum haid berikutnya. Tanda-tanda kehamilan

22
muda seperti nausea dilaporkan oleh 10-25% kasus. 5
Di samping gangguan haid, keluhan yang paling sering
disampaikan ialah nyeri di perut bawah yang tidak khas, walaupun
kehamilan ektopik belum mengalami ruptur. Kadang-kadang teraba
tumor di samping uterus dengan batas yang sukar ditentukan. Keadaan ini
juga masih harus dipastikan dengan alat bantu diagnostik yang lain seperti
ultrasonografi (USG) dan laparoskopi.5
Mengingat bahwa setiap kehamilan ektopik akan berakhir dengan
abortus atau ruptur yang disertai perdarahan dalam rongga perut, maka
pada setiap wanita dengan gangguan haid dan setelah diperiksa
dicurigai adanya kehamilan ektopik harus ditangani dengan sungguh-
sungguh menggunakan alat diagnostik yang ada sampai diperoleh
kepastian diagnostik kehamilan ektopik karena jika terlambat diatasi
dapat membahayakan jiwa penderita.5

2. Kehamilan ektopik terganggu


Gejala dan tanda kehamilan tuba tergangu sangat berbeda-beda dari
perdarahan banyak yang tiba-tiba dalam rongga perut sampai
terdapatnya gejala yang tidak jelas. Gejala dan tanda bergantung pada
lamanya kehamilan ektopik terganggu, abortus atau ruptur tuba, tuanya
kehamilan, derajat perdarahan yang terjadi dan keadaan umum
penderita sebelum hamil.1
Diagnosis kehamilan ektopik terganggu pada jenis yang mendadak atau
akut biasanya tidak sulit. Nyeri merupakan keluhan utama pada
kehamilan ektopik terganggu (KET). Pada ruptur tuba, nyeri perut
bagian bawah terjadi secara tiba-tiba dan intensitasnya disertai dengan
perdarahan yang menyebabkan penderita pingsan, tekanan darah dapat
menurun dan nadi meningkat serta perdarahan yang lebih banyak dapat
menimbulkan syok, ujung ekstremitas pucat, basah dan dingin. Rasa
nyeri mula-mula terdapat dalam satu sisi, tetapi setelah darah masuk ke
dalam rongga perut, rasa nyeri menjalar ke bagian tengah atau

23
keseluruh perut bawah dan bila membentuk hematokel retrouterina
menyebabkan defekasi nyeri.1
Perdarahan pervaginam merupakan tanda penting kedua pada
kehamilan ektopik terganggu. Hal ini menunjukkan kematian janin dan
berasal dari kavum uteri karena pelepasan desidua. Perdarahan dari
uterus biasanya tidak banyak dan berwarna coklat tua. Frekuensi
perdarahan ditemukan dari 51-93%. Perdarahan berarti gangguan
pembentukan Hcg ( human chorionic gonadotropin ). 1
Yang menonjol ialah penderita tampak kesakitan, pucat dan pada
pemeriksaan ditemukan tanda-tanda syok serta perdarahan rongga
perut. Pada pemeriksaan ginekologik ditemukan serviks yang nyeri bila
digerakkan dan kavum Douglas yang menonjol dan nyeri raba.5
Pada abortus tuba biasanya teraba dengan jelas suatu tumor di samping
uterus dalam berbagai ukuran dengan konsistensi agak lunak.
Hematokel retouterina dapat diraba sebagai tumor di kavum Douglas.1
Kesulitan diagnosis biasanya terjadi pada kehamilan ektopik
terganggu jenis atipik atau menahun. Kelambatan haid tidak jelas,
tanda dan gejala kehamilan muda tidak jelas, demikian pula nyeri perut
tidak nyata dan sering penderita tampak tidak terlalu pucat. Hal ini
dapat terjadi apabila perdarahan pada kehamilan ektopik yang
terganggu berlangsung lambat. Dalam keadaan yang demikian, alat
5
bantu diagnostik sangat diperlukan untuk memastikan diagnosis.

24
H. Diagnosis Banding
Gejala dan Kehamilan Apendisitis Salpingitis Ruptur Abortus
tanda Ektopik Kista
Korpus
Luteum
Rasa sakit Kram dan \Epigastrik, 2 kuadran Unilateral, Kram di
Perut nyeri tekan periumbilika bawah, menyeluruh garis
unilateral l, titik Mc dengan jika tengah
sebelum Burney, atau tanpa perdarahan tubuh
ruptur nyeri tekan nyeri tekan hebat
lepas lepas
Mual Kadang- Biasa , Tidak Jarang Hampir
muntah kadang mendahului sering tidak
sebelum pergeseran pernah
rupture, nyeri ke
seringkali kanan bawah
setelah ruptur
Menstruasi Terdapat Tidak terkait Menoragi, Terlambat Amenore,
penyimpangan menstruasi metroragi mens, bercak,
: tidak haid, perdarahan, lalu
bercak nyeri perdarahan
O O O
Suhu dan 37,2-37,8 C, 37,2-37,8 C, 37,2-40 C, <37,2- Sampai
Nadi Nadi normal Nadi cepat Nadi 37,8OC, 40oC bila
sebelum 90-100 meningkat Nadi normal infeksi
rupture, cepat sesuai kecuali saat
setelah ruptur demam syok

25
I. Penegakan Diagnosis
Kesukaran membuat diagnosis yang pasti pada kehamilan ektopik
belum terganggu demikian besarnya sehingga sebagian besar
penderitamengalami abortus tuba atau ruptur ruba sebelum keadaan menjadi
jelas. Alat bantu diagnostik yang dapat digunakan ialah ultrasonografi
(USG), laparoskopi atau kuldoskopi. 1
Anamnesis : haid biasanya terlambat untuk beberapa waktu, dan
kadang-kadang terdapat gejala subyektif kehamilan muda.1 Nyeriabdominal
terutama bagian bawah dan perdarahan pervaginam pada trimester pertama
kehamilan merupakan tanda dan gejala klinis yang mengarah ke diagnosis
kehamilan ektopik. Gejala-gejala nyeri abdominal dan perdarahan pervaginam
tidak terlalu spesifik atau juga sensitif. 2
Pemeriksaan umum : penderita tampak kesakitan dan pucat. Pada
perdarahan dalam rongga perut tanda-tanda syok dapat ditemukan. Pada
jenis tidak mendadak perut bagian bawah hanya sedikit menggembung dan
nyeri tekan.2 Kehamilan ektopik yang belum terganggu tidak dapat
didiagnosis secara tepat semata-mata atas adanya gejala-gejala klinis dan

26
pemeriksaan fisik. 2
Pemeriksaan ginekologi : tanda-tanda kehamilan muda mungkin
ditemukan. Pergerakan serviks menyebabkan rasa nyeri. Bila uterus dapat
diraba, maka akan teraba sedikit membesar dan kadang-kadang teraba
tumor di samping uterus dengan batas yang sukar ditentukan. Kavum
Douglas yang menonjol dan nyeri-raba menunjukkan adanya hematokel
retrouterina. Suhu kadang-kadang naik sehingga menyukarkan perbedaan
dengan infeksi pelvik.1
Hampir semua kehamilan ektopik didiagnosis antara kehamilan 5 dan 12
minggu. Identifikasi dari tempat implantasi embrio lebih awal dari pada
kehamilan 5 minggu melampaui kemampuan teknik-teknik diagnostik yang
ada. Pada usia kehamilan 12 minggu, kehamilan ektopik telah memperlihatkan
gejala-gejala sekunder terhadap terjadinya ruptur atau uterus pada wanita
dengan kehamilan intrauteri yang normal telah mengalami pembesaran
yang berbeda dengan bentuk dari kehamilan ektopik.2
Pemeriksaan laboratorium : pemeriksaan hemoglobin dan jumlah sel
darah merah berguna dalam menegakkan diagnosis kehamilan ektopik
terganggu, terutama bila ada tanda-tanda perdarahan dalam rongga perut.
Pada kasus tidak mendadak biasanya ditemukan anemia, tetapi harus
diingat bahwa penurunan hemoglobin baru terlihat setelah 24 jam.1
Perhitungan leukosit secara berturut menunjukkan adanya perdarahan bila
leukosit meningkat (leukositosis). Untuk membedakan kehamilan ektopik dari
infeksi pelvik dapat diperhaikan jumlah leukosit. Jumlah leukosit yang
1
lebih dari 20.000 biasanya menunjukkan infeksi pelvik. Penting untuk
mendiagnosis ada tidaknya kehamilan.Cara yang paling mudah ialah dengan
melakukan pemeriksaan konsentrasi hormon ß human chorionic gonadotropin
(ß-hCG) dalam urin atau serum. Hormon ini dapat dideteksi paling awal pada
satu minggu sebelum tanggal menstruasi berikutnya. Konsentrasi serum
yang sudah dapat dideteksi ialah 5 IU/L sedangkan pada urin ialah 20–50
IU/L. 6 Tes kehamilan negatif tidak menyingkirkan kemungkinan
kehamilan ektopik terganggu karena kematian hasil konsepsi dan

27
degenerasi trofoblas menyebabkan human chorionic gonadotropin
menurun dan menyebabkan tes negatif.1 Tes kehamilan positifjuga tidak
dapat mengidentifikasi lokasi kantung gestasional. Meskipun demikian,
wanita dengan kehamilan ektopik cenderung memiliki level ß-hCG yang
rendah dibandingkan kehamilan intrauterin.6
Kuldosentesis : ialah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah
terdapat darah dalam kavum Douglas. Cara ini sangat berguna untuk
membuat diagnosis kehamilan ektopik terganggu. Teknik kuldosentesis
yaitu :
 Penderita dibaringkan dalam posisi litotomi. Asepsis dan antiseptik vulva
vagina.
 Spekulum dipasang dan bibir belakang porsio dijepit dengan tenakulum,
kemudian dilakukan traksi ke depan sehingga forniks posterior
ditampakkan
 Jarum spinal no. 18 ditusukkan ke dalam kavum douglas dan dengan
semprit 10 ml dilakukan pengisapan.
Hasil positif bila dikeluarkan darah berwarna coklat sampai hitam yang tdak
membeku atau berupa bekuan-bekuan kecil. Hasil negatif bila cairan yang
dihisap berupa :
 Cairan jernih yang mungkin berasal dari cairan peritoneum normal atau
kista ovarium yang pecah.
 Nanah yang mungkin berasal dari penyakit radang pelvis atau radang
appendiks yang pecah (nanah harus dikultur). Darah segar berwarna
merah yang dalam beberapa menit akan membeku, darah ini berasal dari
arteri atau vena yang tertusuk.
Ultrasonografi : Cara yang paling efisien untuk mengeluarkan adanya
kehamilan ektopik adalah mendiagnosis suatu kehamilan intrauteri. Cara yang
terbaik untuk mengkonfirmasi satu kehamilan intrauteri adalah dengan
menggunakan ultrasonografi. Sensitivitas dan spesifisitas dari diagnosis
kehamilan intrauteri dengan menggunakan modalitas ini mencapai 100%
pada kehamilan diatas 5,5 minggu. Sebaliknya identifikasi kehamilan

28
ektopik dengan ultrasonografi lebih sulit (kurang sensitif) dan kurang
spesifik. 2

USG kehamilan ektopik

Laparoskopi : hanya digunakan sebagai alat bantu diagnostik terakhir


untuk kehamilan ektopik apabila hasil penilaian prosedur diagnostik yang lain
ragukan. Melalui prosedur laparoskopik, alat kandungan bagian dalam
dapat dinilai. Secara sistematis dinilai keadaan uterus, ovarium, tuba,
kavum Douglas dan ligamentum latum. Adanya darah dalam rongga pelvis
mempersulit visualisasi alat kandungan tetapi hal ini menjadi indikasi
untuk dilakukan laparotomi.

J. Penatalaksanaan
Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparotomi. Dalam
tindakan demikian beberapa hal perlu diperhatikan dan dipertimbangkan yaitu 1
:
 kondisi penderita saat itu
 keinginan penderita akan fungsi reproduksinya
 lokasi kehamilan ektopik
 kondisi anatomik organ pelvis

29
Hasil pertimbangan ini menentukan apakah perlu dilakukan
salpingektomi pada kehamilan tuba atau dapat dilakukan pembedahan
konservatif yaitu hanya dilakukan salpingostomi atau reanastomosis tuba.
Apabila kondisi penderita buruk, misalnya dalam keadaan syok, lebih baik
dilakukan salpingektomi.
1. Pembedahan
Pembedahan merupakan penatalaksanaan primer pada kehamilan
ektopik terutama pada KET dimana terjadi abortus atau ruptur pada tuba.
Penatalaksanaan pembedahan sendiri dapat dibagi atas dua yaitu
pembedahan konservatif dan radikal. Pembedahan konservatif
terutama ditujukan pada kehamilan ektopik yang mengalami ruptur pada
tubanya. Pendekatan dengan pembedahan konservatif ini mungkin
dilakukan apabila diagnosis kehamilan ektopik cepat ditegakkan
sehingga belum terjadi ruptur pada tuba.
a. Salpingotomi linier
Tindakan ini merupakan suatu prosedur pembedahan yang ideal
dilakukanpada kehamilan tuba yang belum mengalami ruptur.
Karena lebih dari 75% kehamilan ektopik terjadi pada 2/3 bagian luar
dari tuba. Prosedur ini dimulai dengan menampakkan, mengangkat, dan
menstabilisasi tuba.Satu insisi linier dibuat diatas segmen tuba yang
meregang. Produk kehamilan dikeluarkan dengan hati-hati dari dalam
lumen. Setiap sisa trofoblas yang ada harus dibersihkan dengan
melakukan irigasi pada lumen dengan menggunakan cairan ringer
laktat yang hangat untuk mencegah kerusakan ebih jauh pada mukosa.
Hemostasis yang komplit pada mukosa tuba harus dilakukan, karena
kegagalan pada tindakan ini akan menyebabkanperdarahan
postoperasi yang akan membawa pada terjadinya adhesi intralumen.
Batas mukosa kemudian ditutup dengan jahitan terputus, jahitan
harus diperhatikan hanya dilakukan untuk mendekatkan lapisan
serosa dan lapisan otot dan tidak ada tegangan yang berlebihan.

30
Salpingostomi7

b. Salpingektomi
Salpingektomi total diperlukan apabila satu kehamilan tuba
mengalami ruptur, karena perdarahan intraabdominal akan terjadi
dan harus segera diatasi. Hemoperitonium yang luas akan
menempatkan pasien pada keadaan krisis kardiopulmunonal yang
serius. Insisi suprapubik Pfannenstiel dapat digunakan, dan tuba
yang meregang diangkat. Mesosalping diklem berjejer dengan klem
Kelly sedekat mungkin dengan tuba. Tuba kemudian dieksisi dengan
memotong irisan kecil pada myometrium di daerah cornu uteri,
hindari insisi yang terlalu dalam ke myometrium. Jahitan matras
angka delapan dengan benang absorable 0 digunakan untuk menutup
myometrium pada sisi reseksi baji. Mesosalping ditutup dengan jahitan
terputus dengan menggunakan benang absorbable. Hemostasis yang
komplit sangat penting untuk mencegah terjadinyahematom pada
ligamentum latum.

2. Medisinalis
Saat ini dengan adanya tes kehamilan yang sensitif dan ultrasonografi
transvaginal, memungkinkan kita untuk membuat diagnosis kehamilan
ektopik secara dini. Keuntungan dari ditegakkannya diagnosis kehamilan
ektopik secara dini adalah bahwa penatalaksanaan secara medisinalis dapat
dilakukan. Penatalaksanaan medisinalis memiliki keuntungan yaitu kurang

31
invasif, menghilangkan risiko pembedahan dan anestesi, mempertahankan
fungsi fertilitas dan mengurangi biaya serta memperpendek waktu
penyembuhan. Pada kasus kehamilan ektopik di pars ampularis tuba yang
belum pecah pernah dicoba ditangani menggunakan kemoterapi untuk
menghindari tindakan pembedahan. Kriteria kasus yang diobati dengan
cara ini ialah:
a. Kehamilan di pars ampularis tuba belum pecah
b. Diameter kantong gestasi = 4cm
c. Perdarahan dalam rongga perut =100 ml
d. Tanda vital baik dan stabil
Obat yang digunakan ialah methotreksat (MTX) 1 mg/kgBB i.v.
dan faktor sitrovorm 0,1 mg/kgBB i.m. berselang seling setiap hari
selama 8 hari. Methotrexate merupakan analog asam folat yang akan
mempengaruhi sintesis DNA dan multiplikasi sel dengan cara
menginhibisi kerja enzim Dihydrofolate reduktase. MTX ini akan
menghentikan proliferasi trofoblas. Pemberian MTX dapat secar a oral,
sistemik iv,im atau injeksi lokal dengan panduan USG atau laparoskopi.
Dari seluruh 6 kasus yang diobati, satu kasus dilakukan salpingektomi
pada hari ke-12 karena gejala abdomen akut, sedangkan 5 kasus berhasil
diobati dengan lain.
Efek samping yang timbul tergantung dosis yang diberikan. Dosis
yang tinggi akan menyebabkan enteritis hemoragik dan perforasi usus,
supresi sumsum tulang, nefrotoksik, disfungsi hepar permanen,
alopesia, dermatitis, pneumonitis, dan hipersensitivitas. Pada dosis
rendah akan menimbulkan dermatitis, gastritis, pleuritis, disfungsi
hepar reversibel, supresi sumsum tulang sementara. Pemberian MTX
biasanya disertai pemberian folinic acid (leucovorin calcium atau
citroforum factor) yaituzat yang mirip asam folat namun tidak tergantung
pada enzim dihydrofolat reduktase. Pemberian folinic acid ini akan
menyelamatkan sel-sel normal dan mengurangi efek MTX pada sel-sel
tersebut. Sebelumnya penderita diperiksa dulu kadar hCG, fungsi hepar,

32
kreatinin, golongan darah.
Pada hari ke-4 dan ke-7 setelah pemberian MTX, kadar hCG diperiksa
kembali. Bila kadar hCG berkurang 15% atau lebih, dari kadar yang
diperiksa pada hari ke-4 maka MTX tidak diberikan lagi dan kadar hCG
diperiksa setiap minggu sampai hasilnya negatif atau evaluasi dapat
dilakukan dengan menggunakan USG transvaginal setiap minggu. Bila
kadar hCG tidak berkurang atau sebaliknya meningkat dibandingkan kadar
hari ke-4 atau menetap selama interval setiap minggunya, maka diberikan
MTX 50 mg/m2 kedua.
Stoval dan Ling pada tahun 1993 melaporkan keberhasilan metoda ini
sebesar 94,3%. Selain dengan dosis tunggal, dapat juga diberikan
multidosis sampai empat dosis atau kombinasi dengan leucovorin 0,1
mg/kgBB.
Kontraindikasi pemberian MTX absolut adalah ruptur tuba, adanya
penyakit ginjal atau hepar yang aktif. Sedangkan kontraindikasi
relatif adalah nyeri abdomen.

K. Prognosis
Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung turun dengan
diagnosis dini dan persediaan darah yang cukup. Hellman dkk., (1971)
melaporkan 1 kematian diantara 826 kasus, Wilson dkk., (1971)
melaporkan 1 kematian diantara 591 kasus. Akan tetapi bila pertolongan
terlambat angka kematian dapat tinggi. Sjahid dan Martohoesodo (1970)
mendapatkan angka kematian 2 dari 120 kasus. Sedangkan Tardjiman
dkk., (1973) mendapatkan angka kematian 4 dari 138 kehamilan ektopik. Pada
umumnya kelainan yang menyebabkan kehamilan ektopik bersifat bilateral.
Sebagian perempuan menjadi steril setelah mengalami kehamilan ektopik
lagi pada tuba yang lain. Angka kehamilan ektopik yang berulang
dilaporkan antara 0-14,6%. Untuk perempuan dengan jumlah anak yang
sudah cukup, sebaiknya pada operasi dilakukan salpingektomi bilateralis
dan sebelumnya perlu mendapat persetujuan suami dan istri.

33
DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirohardjo, S., 2005, Kehamilan Ektopik dalam Ilmu Kebidanan,


Jakarta Pusat : Yayasan Bina Pustaka.
2. Katz, et al. Comprehensive Gynecology. Mosby Elsevier. Philadelphia : 2001
3. Cunningham, Gary, et al. Obstetri Williams. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta : 2010
4. Wiknjosastro, Hanifa. Kehamilan Ektopik. Ilmu Bedah Kebidanan edisi
pertama. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo. Jakarta.2000.hal 198-
210.
5. Della-Guistina, David; Mark Denny. Ectopic Pregnancy. Emergency Medicine
Clinics of North America. Volume 21 number 3. W.B Saunders Company.
August 2003.
6. Sastrawinata,Sulaiman dkk. Patologi Obstetri. Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Jakarta : 2005
7. Manuaba,dkk. Pengantar Kuliah Obstetri. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta : 2007
8. Prawirohardjo, S., 2007, Kehamilan Ektopik dalam Ilmu Bedah
Kebidanan, Jakarta Pusat : Yayasan Bina Pustaka.
9. Murray, H., Baakdah, H., Bardell, T., Tulandi, T., Diagnosis and
Treatment of Ectopic Pregnancy, CMA Media Inc. (CMAJ),2005;173(8),
diunduh dari http://www.cmaj.ca.full.pdf+html.
10. Mochtar,Rustam. Sinopsis Obstetri Jilid 1. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta : 2006

34

Anda mungkin juga menyukai