Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Setiap orang membutuhkan istirahat dan tidur agar mempertahankan status, kesehatan
pada tingkat yang optimal. Selain itu proses tidur dapat memperbaiki berbagai sel dalam
tubuh. Pemenuhan kebutuhan istirahat dan tidur terutama sangat penting bagi orang yang
sedang sakit agar lebih cepat sembuh memperbaiki kerusakan pada sel. Apabila kebutuhan
istirahat dan tidur tersebut cukup maka jumlah energi yang di harapkan dapat memulihkan
status kesehatan dan mempertahankan kegiatan dalam kehidupan sehari-hari terpenuhi. Selain
itu, orang yang mengalami kelelahan juga memerlukan istirahat dan tidur lebih dari biasanya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian istirahat dan tidur ?
2. Bagaimana fisiologi tidur ?
3. Apa itu ritme srikadian ?
4. Apa saja jenis-jenis tidur ?
5. Bagaiman pola tidur berdasarkan tingkat perkembangan/usia ?
6. Apa saja faktor yang mempengaruhi kuantitas dan kualitas tidur ?
7. Apa saja gangguan tidur ?

8. Bagaimana asuhan keperawatan klien dengan masalah tidur ?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian istirahat dan tidur
2. Mengetahui fisiologi tidur
3. Mengetahui ritme srikadian
4. Mengetahui jenis-jenis tidur
5. Mengetahiu pola tidur berdasarkan tingkat perkembangan/usia
6. Mengetahui faktor yang mempengaruhi kuantitas dan kualitas tidur
7. Mengetahui gangguan tidur
8. Mengetahui cara asuhan keperawatan klien dengan masalah tidur

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Istirahat dan Tidur

Istirahat adalah keadaan dimana tenang tanpa adanya tekanan,bukan hanya dalam

kedaan beraktifitas tetapi juga yang membutuhkan ketenangan. Kata istirahat berarti berhenti

sebentar untuk melepaskan lelah, bersantai untuk menyegarkan diri, atau suatu keadaan

melepaskan diri dari segala hal yang membosankan, menyulitkan, bahkan menjengkelkan.

Terdapat beberapa karakteristik dari istirahat. Misalnya, Narrow (1967) yang dikutip oleh

Perry dan Potter 1993 mengungkapkan enam karakteristik yang berhubungan dengan

istirahat, diantaanya:

a. Merasakan bahwa segala sesuatu dapat diatasi.

b. Merasa diterima.

c. Mengetahui apa yang sedang terjadi.

d. Bebas dari gangguan ketidaknyamanan.

e. Mempunyai sejumlah kepuasan terhadap aktivitas yang mempunyai tujuan.

f. Mengetahui adanya bantuan sewaktu memerlukan.

Kebutuhan istirahat dapat dirasakan apabila semua karakteristik diatas dapat

terpenuhi. Hal ini dapat dijumpai apabila pasien merasakan segala kebutuhannya dapat diatasi

dan adanya pengawasan maupun penerimaan dari asuhan keperawatan yang diberikan

sehingga dapat memberikan kedamaian. Apabila pasien tidak merasakan enam kriteria

tersebut di atas, maka kebutuhan istirahatnya masih belum terpenuhi sehingga diperlukan

tindakan keperawatan yang dapat meningkatkan pemenuhan kebutuhan istirahat dan tidur,

misalnya mendengarkan secara hati-hati tentang kekhawatiran personal pasien dan mencoba

meringankannya jika memungkinkan.

2
Pasien yang mempunyai perasaan tidak diterima tidak mungkin dapat beristirahat

dengan tenang. Oleh sebab itu, perawat harus sensitif terhadap kekhawatiran atau masalah

yang dialami pasien. Pengenalan pasien terhadap apa yang akan terjadi adalah keadaan lain

yang penting agar dapat beristirahat. Adanya ketidaktahuan akan menimbulkan kecemasan

dengan tingkat yang berbeda-beda dan dapat menimbulkan gangguan pada istirahat pasien

sehingga perawat harus membantu memberikan penjelasan pada pasiennya.

Agar pasien merasa diterima dan mendapatkan kepuasan, maka pasien harus

dilibatkan dalam melaksanakan berbagai aktivitas yang mempunyai tujuan sehingga pasien

merasa dihargai tentang kompetensi yang ada pada dirinya. Pasien akan merasa aman jika

mengetahui bahwa ia akan mendapat bantuan yang sesuai dengan yang diperlukannya. Pasien

yang merasa terisolasi dan kurang mendapat bantuan tidak akan dapat istirahat, sehingga

perawat harus dapat menciptakan suasana agar pasien tidak merasa terisolasi dengan cara

melibatkan keluarga dan teman-teman pasien. Keluarga dan teman-teman pasien dapat

meningkatkan kebutuhan istirahat pasien dengan cara membantu pasien dalam tugas sehari-

hari dan dalam mengambil keputusan yang sukar.

Tidur merupakan kondisi tidak sadar di mana individu dapat dibangunkan oleh

stimulus atau sensoris yang sesuai (Guyton, 1968), atau juga dapat dikatakan sebagai keadaan

tidak sadarkan diri yang relatif, bukan hanya keadaan penuh ketenangan tanpa kegiatan,

tetapi lebih merupakan suatu urutan siklus yang berulang, dengan ciri adanya aktifitas yang

minim, memiliki kesadaran yang bervariasi, terdapat perubahan proses fisiologis, dan terjadi

penurunan respons terhadap rangsangan dari luar.

Tidur merupakan suatu keadaan tidak sadar dimana persepsi dan reaksi individu

terhadap lingkungan menurun atau hilang, dan dapat dibangunkan dengan indra atau

rangsangan yang cukup. Tujuan seseorang tidur tidak jelas diketahui, namun diyakini tidur

diperlukan untuk menjaga keseimbangan mental emosional, fisiologis dan kesehatan.

3
Seseorang dapat dikategorikan sedang tidur apabila terdapat tanda-tanda sebagai berikut:

a. Aktivitas fisik minimal

b. Tingkat kesadaran yang bervariasi

c. Terjadi perubahan-perubahan proses fisiologis tubuh, dan

d. Penurunan respon terhadap rangsangan dari luar.

Selama tidur, dalam tubuh seseorang terjadi perubahan proses fisiologis, diantaranya;

a. Penurunan tekanan darah, denyut nadi.

b. Dilatasi pembuluh darah perifer.

c. Kadang-kadang terjadi peningkatan aktivitas traktus gastrointestinal.

d. Relaksasi otot-otot rangka.

e. Basal metabolism rate (BMR) menurun 10-30%.

Pada waktu tidur terjadi perubahan tingkat kesadaran yang berfluktuasi. Tingkat

kesadaran pada organ-organ pengindraan berbeda-beda. Organ pengindraan yang mengalami

penurunan kesadaran paling dalam selama tidur adalah indra penciuman. Organ pengindraan

yang mengalami penurunan tingkat kesadaran paling kecil adalah pendengaran dan rasa sakit.

Ini menjelaskan mengapa orang-orang yang sakit dan berada dalam lingkungan yang bising

acap kali tidak dapat tidur.

Tidur tidak dapat diartikan sebagai manifestasi deaktifasi sistem saraf pusat. Sebab

pada orang yang tidur, sistem saraf pusatnya tetap aktif dalam sinkronisasi neuron-neuron

substansia retikularis dari batang otak. Ini dapat diketahui melalui pemeriksaan

Electroenchepalogram (EEG). Alat tersebut dapat memperlihatkan fluktuasi energy

(gelombang otak) pada kertas grafik.

4
2.2 Fisiologi Tidur

Aktivitas tidur diatur dan dikontrol oleh dua system pada batang otak,yaitu Reticular

Activating System (RAS) dan Bulbar Synchronizing Region (BSR). RAS di bagian atas

batang otak diyakini memiliki sel-sel khusus yang dapat mempertahankan kewaspadaan dan

kesadaran; memberi stimulus visual,pendengaran,nyeri,dan sensori raba;serta emosi dan

proses berfikir. Pada saat sadar, RAS melepaskan katekolamin,sedangkan pada saat tidur

terjadi pelepasan serum serotonin dari BSR (Tarwoto,Wartonah,2003).

2.3 Ritme Srikadian

Setiap makhluk hidup memiliki bioritme (jam biologis) yang berbeda. Pada

manusia,bioritme ini dikontrol oleh tubuh dan disesuaikan dengan faktor lingkungan (mis;

cahaya, kegelapan, gravitasi dan stimulus elektromagnetik). Bentuk bioritme yang paling

umum adalah ritme sirkadian yang melengkapi siklus selama 24 jam. Dalam hal ini, fluktuasi

denyut jantung,tekanan darah,temperatur, sekresi hormon, metabolisme dan penampilan serta

perasaan individu bergantung pada ritme sirkadiannya. Tidur adalah salah satu irama biologis

tubuh yang sangat kompleks. Sinkronisasi sirkadian terjadi jika individu memiliki pola tidur-

bangun yang mengikuti jam biologisnya: individu akan bangun pada saat ritme fisiologis

paling tinggi atau paling aktif dan akan tidur pada saat ritme tersebut paling rendah

(Lilis,Taylor,Lemone,1989).

2.4 Jenis-jenis Tidur

Pada hakekatnya tidur dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori yaitu tidur dengan

gerakan bola mata cepat (Rapid Eye Movement) dan tidur dengan gerakan bola mata lambat

(Non-Rapid Eye Movement).

5
a. Tidur REM

Tidur REM biasanya terjadi setiap 90 menit dan berlangsung selama 5-30 menit.

Tidur REM tidak senyenyak tidur NREM dan sebagian besar mimpi terjadi pada tahap ini.

Selama tidur REM, otak cenderung aktif dan metabolismenya meninggkat hingga 20%. Pada

tahap individu menjadi sulit untuk dibangunkan atau justru dapat bangun dengan tiba-tiba,

tonus otot terdepresi,sekresi lambung meningkat,dan frekuensi jantung dan pernapasan sering

kali tidak teratur.

Tidur REM merupakan tidur dalam kondisi aktif atau tidur paradoksial. Hal

tersebutberarti tidur REM ini sifatnya nyenyak sekali, namun fisiknya yaitu gerakan dua bola

matanya bersifat sangat aktif. Tidur REM ditandai dengan mimpi, otot-otot kendor, tekanan

darah bertambah, gerakan mata cepat (mata cenderung bergerak bolak-balik), sekresi

lambung meningkat, ereksi penis pada laki-laki, gerakan otot tidak teratur, kecepatan jantung

dan pernafasan tidak teratur sering lebih cepat, suhu dan metabolism meningkat.

Apabila seseorang mengalami kehilangan tidur REM, maka akan menunjukan gejala-gejala

sebagai berikut:

a) Cenderung hiperaktif.

b) Kurang dapat mengendalikan diri dan emosi (labil).

c) Nafsu makan bertambah.

d) Bingung dan curiga.

b. Tidur NREM

Tidur NREM disebut juga sebagai tidur gelombang-pendek karena gelombang otak

yang ditunjukkan oleh orang yang tidur lebih pendek daripada gelombang alfa dan beta yang

ditunjukkan orang yang sadar. Pada tidur NREM terjadi penurunan sejumlah fungsi fisiologi

tubuh. Di samping itu,semua proses metabolik termasuk tanda-tanda vital, metabolisme, dan

kerja otot melambat.

6
Tidur NREM merupakan tidur yang nyaman dan dalam. Pada tidur NREM gelombang

otak lebih lamban dibandingkan pada orang yang sadar atau tudak tidur. Tanda-tanda tidur

NREM antara lain mimpi berkurang, keadaan istirahat, tekanan darah turun, kecepatan

pernafasan turun, metabolism turyn dan gerakan bola mata melambat.

Tidur NREM memiliki empat tahap yang masing–masing tahap ditandai dengan pola

perubahan aktivitas gelombang otak. Tahap I-II disebut sebagai tidur ringan (light sleep) dan

tahap III-IV disebut sebagai tidur dalam (deep sleep atau delta sleep).

a) Tahap I

Merupakan tahap transisi dimana seseorang beralih dari sadar menjadi tidur. Pada

tahap ini ditandai dengan seseorang merasa kabur dan rileks, seluruh otot menjadi lemas,

kelopak mata menutup mata, kedua bola mata bergerak ke kiri dan kanan, kecepatan jantung

dan pernafasan menurun secara jelas, pada EEG terlihat terjadi penurunan voltasi gelombang-

gelombang alfa. Seseorang yang tidur pada tahap ini dapat dibangunkan dengan mudah.

b) Tahap II

Merupakan tahap tidur ringan dan proses tubuh terus menurun. Ditandai dengan

kedua bola mata berhenti bergerak, suhu tubuh menurun, tonus otot perlahan-lahan menurun

serta proses jantung dan pernafasan menurun secara jelas. Pada EEG timbul gelombang beta

dengan frekuensi 14-18 siklus/detik. Gelombang-gelombang ini disebut gelombang tidur.

Tahap ini berlangsung 10-15 menit.

c) Tahap III

Pada tahap ini keadaan fisik lemah lunglai karena tonus otot lenyap secara

menyeluruh. Kecepatan jantung, pernafasan dan proses tubuh berlanjut mengalami

penurunanakibat dominasi system saraf parasimpatis. Pada EEG memperlihatkan gelombang

beta menjadi 1-2 siklus/detik. Seseorang yang tidur pada tahap ini sulit dibangunkan.

7
d) Tahap IV

Merupakan tahap tidur dimana seseorang berada dalam keadaan rileks, jarang

bergerak karena keadaan fisik yang sudah lemah lunglai dan sulit dibangunkan. Pada EEG,

tampak hanya terlihat gelombang delta yang lambat dengan frekuensi 1-2siklus/detik. Denyut

jantung dan pernafasan menurun hingga 20-30%. Pada tahap ini dapat terjadi mimpi. Selain

itu tahap ini dapat memulihkan keadaan tubuh.

Selain keekmpat tahap tersebut, sebenarnya ada satu tahap lagi yaiti tahap V.

Merupakan tidur REM dimana setelah tahap IV seseorang masuk ke tahap V. hal tersebut

ditandai dengan kembali bergeraknya bola matayang kecepatannya lebih tinggi disbanding

tahap sebelumnya. Berlangsung selama 10 menit dan dapat terjadi mimpi.

e) Siklus tidur

Selama tidur , individu melewati tahap tidur NREM dan REM. Siklus tidur yang

komplet normalnya berlangsung selama 1,5 jam, dan setiap orang biasanya melalui emapt

hingga lima siklus selama 7-8 jam tidur. Siklus tersebut dimulai dari tahap NREM yang

berlanjut ke tahap REM. Tahap NREM I-III berlangsung selama 30 menit, kemudian

diteruskan ke tahap IV selama ± 20 menit. Setelah itu, individu kembali melalui tahap III dan

II selama 20 menit. Tahap I REM muncul sesudahnya dan berlangsung selama 10 menit.

Apabila seseorang mengalami kehilangan tidur REM, maka akan menunjukan gejala-gejala

sebagai berikut:

1. Menarik diri, apatis dan respon menurun.

2. Merasa tidak enak badan.

3. Ekspresi wajah kuyu.

4. Malas bicara.

5. Kantuk yang berlebihan.

8
6. Sedangkan apabila mengalami kehilangan tidur REM dan NREM maka akan

menunjukan gejala-gejala sebagai berikut:

1. Kemampuan memberikan keputusan atau pertimbangan menurun.

2. Tidak konsentrasi.

3. Terlihat tanda-tanda keletihan seperti penglihatan kabur, mual dan pusing.

4. Sulit beraktivitas.

5. Daya ingat berkurang, bingung, timbul halusinasi dan ilusi penglihatan atau

pendengaran.

2.5 Pola Tidur Berdasarkan Tingkat Perkembangan/Usia

Usia merupakan salah satu faktor penentu lamanya tidur yang dibutuhkan seseorang.

Semakin tua usia, maka semakin sedikit pula lama tidur yang dibutuhkan.

Tingkat Perkembangan/Usia Pola Tidur Normal


Bayi baru lahir Tidur 14-18 jam sehari, pernafasan teratu, gerak
(0-1 bulan) tubuh sedikit, 50% tidur NREM, banyak waktu
tidurnya dilewatkan pada tahap III dan IV tidur
NREM. Setiap siklus sekitar 45-60 menit.
Bayi Tidur 12-14 jam sehari, 20-30% tidur REM, tidur
(1-18 bulan) lebih lama pada malam hari dan punya pola
terbangun sebentar.
Toddler Tidur sekitar 10-12 jam sehari, 25% tidur REM,
(18 bulan-3 tahun) banyak tidur pada malam hari, terbangun dini hari
berkurang, siklus bangun tidur normal sudah
menetap pada umur 2-3 tahun.
Pra sekolah Tidur sekitar 11 jam sehari, 20% tidur REM, periode
(3-6 tahun) terbangun kedua hilang pada umur 3 tahun. Pada
umur 5 tahun, tidur siang sering tidak ada kecuali
kebiasaan tidur sore hari.
Usia sekolah Tidur sekitar 10 jam sehari, 18,5% tidur REM. Sisa
(6-12 tahun) waktu tidur relatif konstan.
Remaja Tidur sekitar 8,5 jam sehari dan 20% tidur REM.
(12 -18 tahun)
Dewasa muda Tidur sekitar 7-9 jam sehari, 20-25% tidur REM, 5-
(18-40 tahun) 10% tidur tahap I, 50% tidur tahap II dan 10-20%
tidur tahap II dan IV.
Dewasa pertengahan Tidur sekitar 7 jam sehari dan 20% tidur REM,

9
(40-60 tahun) mungkin mengalami insomnia dan sulit untuk dapat
tidur.
Dewasa tua Tidur sekitar 6 jam sehari 20-25% tidur REM, tidur
(60 tahun lebih) tahap IV nyata berkurang kadang-kadang tidak ada.
Mungkin mengalami insomnia dan sering terbangun
sewaktu tidur malam hari.

2.6 Faktor yang Mempengaruhi Kuantitas dan Kualitas Tidur

Pemenuhan kebutuhan istirahat dan tidur setiap orang berbeda-beda. Ada yang

kebutuhannya terpenuhi dengan baik. Adapula yang mengalami gangguan. Banyak

faktor yang mempengaruhi kualitas maupun kuantitas tidur, diantaranya:

1. Penyakit. Penyakit dapat menyebabkan nyeri atau distress fisik yang dapat

menyebabkan gangguan tidur. Pada orang yang sakit dan rasa nyeri,

kebutuhan tidurnya tidak dapat terpenuhi dengan baik sehingga ia tidak dapat

tidur dengan nyenyak. Individu yang sakit membutuhkan waktu tidur yang

lebih banyak dari pada biasanya.di samping itu, siklus bangun-tidur selama

sakit juga dapat mengalami gangguan.

2. Lingkungan. Faktor lingkungan dapat membantu sekaligus menghambat

proses tidur. Tidak adanya stimulus tertentu atau adanya stimulus yang asing

dapat menghambat upaya tidur. Sebagai contoh, temperatur yang tidak

nyaman atau ventilasi yang buruk dapat mempengaruhi tidur seseorang. Akan

tetapi, seiring waktu individu bisa beradaptasi dan tidak lagi terpengaruh

dengan kondisi trsebut.

3. Kelelahan. Kelelahan dapat mempengaruhi pola tidur seseorang. Kelelahan

tingkat menengah orang dapat tidur dengan nyenyak. Sedangkan pada

klelahan yang berlebihan akan menyebabkan periode tidur REM lebih pendek.

Kondisi tubuh yang lelah dapat mempengaruhi pola tidur seseorang. Semakin

10
lelah seseorang,semakin pendek siklus tidur REM yang dilaluinya. Setelah

beristirahat biasanya siklus REM akan kembali memanjang.

4. Gaya hidup. Individu yang sering berganti jam kerja harus mengatur

aktivitasnya agar bisa tidur pada waktu yang tepat.

5. Stress emosional. Ansietas dan depresi sering kali mengganggu tidur

seseorang. Kondisi ansietas dapat meningkatkan kadar norepinfrin darah

melalui stimulasi sistem saraf simapatis. Kondisi ini menyebabkan

berkurangnya siklus tidur NREM tahap IV dan tidur REM serta seringnya

terjaga saat tidur.

6. Stimulant dan alkohol. Kafein yang terkandung dalam beberapa minuman

dapat merangsang SSP sehingga dapat mengganggu pola tidur. Sedangkan

konsumsi alcohol yang berlebihan dapat mengganggu siklus tidur REM.

Ketika pengaruh alcohol telah hilang, individu sering kali mengalami mimpi

buruk.

7. Diet. Makanan yang banyak mengandung L-Triftopan seperti keju, susu,

daging, dapat menyebabkan seseorang mudah tidur. Sebaliknya minuman

yang mengandung kafein dan alkohol akan mengganggu tidur. Penurunan

berat badan dikaitkan dengan penurunan waktu tidur dan seringnya terjaga di

malam hari. Sebaliknya, penambahan berat badan dikaitkan dengan

peningkatan total tidur dan sedikitnya periode terjaga di malam hari.

8. Merokok. Nikotin yang terkandung dalam rokok memiliki efek stimulasi pada

tubuh. Akibatnya, perokok sering kali kesulitan untuk tidur dan mudah

terbangun di malam hari.

9. Medikasi. Obat-obatan yang dikonsumsi seseorang ada yang berefek

menyebabkan tidur, ada pula sebaliknya mengganggu tidur. Misalnya obat

11
golongan amfetamin akan menurunkan tidur REM. Obat-obatan tertentu dapat

mempengaruhi kualitas tidur seseorang. hipnotik dapat mengganggu tahap III

dan IV tidur NREM, metabloker dapat menyebabkan insomnia dan mimpi

buruk, sedangkan narkotik (mis; meperidin hidroklorida dan morfin) diketahui

dapat menekan tidur REM dan menyebabkan seringnya terjaga di malam hari.

10. Motivasi. Keinginan untuk tetap terjaga terkadang dapat menutupi perasaan

lelah seseorang. sebaliknya, perasaan bosan atau tidak adanya motivasi untuk

terjaga sering kali dapat mendatangkan kantuk.

2.7 Gangguan Tidur

A. Insomnia

Pengertian insomnia mencakup banyak hal insomnia dapat berupa kesulitan untuk

tidur atau untuk tetap tertidur. Bahkan seorang yang terbangun dari tidur, tetapi merasa belum

cukup tidur dapat dikatakan mengalami insomnia (Japardi 2002). Dengan demikian, insomnia

merupakan ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhan tidur baik secara kuantitas maupun

kualitas. Kenyataanya, insomnia bukan berarti sama sekali seseorang tidak dapat tidur atau

kurang tidur karena orang yang menderita sering dapat tidur lebih lama dari yang mereka

perkirakan, tapi kualitasnya kurang. Ada tiga jenis insomnia:

a) Insomnia inisial. Kesulitan untuk memulai tidur.

b) Insomnia intermiten. Kesulitan untuk tetap tertidur karena seringnya terjaga.

c) Insomnia terminal. Bangun terlalu dini dan sulit untuk tidur kembali.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan insomnia diantaranya nyeri, kecemasan, ketakutan,

tekanan jiwa dan kondisi yang tidak menunjang untuk tidur. Perawat dapat membantu klien

mengatasi insomnia melalui pendidikan kesehatan, menciptakan lingkungan yang nyaman,

mklien relaksasi dan tindakan lainnya.

12
Ada beberapa tindakan dan upaya untuk mengatasi insomnia:

a) Makan makanan protein tinggi sebelum tidur seperti keju atau susu. Diperkirakan

triptofan, yang merupakan asam amino dari protein yang dicerna dapat mempermudah

tidur.

b) Usahakan agar selalu beranjak tidur pada waktu yang sama.

c) Hindari tidur siang atau sore.

d) Berusaha untuk tidur hanya apabila merasa benar-benar kantuk dan tidak pada

kesadaran penuh.

e) Hindari kegiatan yang membangkitkan minat sebelum tidur.

f) Lakukan latihan-latihan gerak badan setiap hari, tapi tidak pada saat menjelang tidur.

g) Gunakan teknik-teknik pelepasan otot-otot serta meditasi sebelum tidur.

B. Somnambulisme

Merupakan gangguan tingkah laku yang sangat kompleks mencakup adanya otomatis

dan semipurposeful aksi motorik, seperti membuka dan menutup pintu, duduk di tempat

tidur, menabrak kursi, berjalan kaki dan berbicara. Termasuk tingkah laku berjalan dalam

beberapa menit dan kembali tidur (Japardi 2002). Somnambulisme ini lebih banyak terjadi

pada anak-anak dibandingkan orang dewasa. Seseorang yang mengalami somnambulisme

beresiko terjadi cedera.

Upaya untuk mengantisipasi somnambulisme yaitu dengan membingbing anak.

Tindakan ini untuk mengantisipasi risiko cedera. Ketika anak dalam kondisi somnambulisme,

harus dibimbing untuk kembali ke tempat tidur dan buat lingkungan yang aman dan nyaman

serta dapat juga menggunakan obat-obatan seperti Diazepam dan Valium.

C. Enuresis

Enuresis adalah kencing yang tidak disengaja (mengompol). Terjadi pada anak-anak

dan remaja, paling banyak terjadi pada laki-laki. Penyebab secara pasti belum jelas, tetapi

13
faktor yang dapat menyebabkan enuresis seperti gangguan pada bladder, stress dan toilet

training yang kaku. Upaya untuk mencegahnya diantaranya hindari stress, hindari minum

yang banyak sebelum tidur dan kosongkan kandung kemih (berkemih) sebelum tidur.

D. Narkolepsi

Narkolepsi merupakan suatu kondisi yang dicirikan oleh keinginan yang tak

terkendali untuk tidur. Dapat dikatakan pula sebagai serangan mengantuk yang mendadak,

sehingga ia dapat tertidur pada setiap saat dimana serangan tidur (kantuk) datang.

Penyebab secara pasti belum jelas, tetapi diduga terjadi akibat kerusakan genetika system

saraf pusat dimana periode REM tidak dapat dikendalikan. Serangan narkolepsi dapat

berbahaya apabila terjadi saat mengendarai kendaraan, pekerja yang bekerja pada alat yang

berputar-putar atau berada di tepi jurang.

Obat-obat agripnotik dapat digunakan untuk mengendalikan narkolepsi yaitu sejenis

obat yang dapat membuat orang tidak dapat tidur. Obat tertsebut diantaranya jenis amfetamin.

E. Night terrors

Night terrors adalah mimpi buruk. Umumnya terjadi pada anak-anak usia 6 tahun atau

lebih. Setelah tidur beberapa jam, anak tersebut terjaga dan berteriak, pucat dan ketakutan.

F. Mendengkur

Mendengkur disebabkan adanya rintangan terhadap pengaliran udara di hidung dan

mulut. Amandel yang bengkak dan adenoid dapat menjadi faktor penyebab. Pankal lidah

yang menyumbat saluran nafas pada lansia. Otot-otot di bagian belakang mulut mengendur

lalu bergetar jika dilewati udara pernafasan.

G. Parasomnia

Parasomnia adalah perilaku yang dapat mengganggu tidur atau muncul saat seseorang

tidur. Gangguan ini umum terjadi pada anak-anak. Beberapa turunan parasomnia antara lain

sering terjaga (mis; tidur berjalan, night terror), gangguan transisi bangun-tidur (mis;

14
mengigau), parasomnia yang terkait dengan tidur REM (mis; mimpi buruk),dan lainnya (mis;

bruksisme).

H. Hipersomnia

Hipersomnia adalah kebalikan dari insomnia, yaitu tidur yang berkelebihan terutama

pada siang hari. Gangguan ini dapat disebabkan oleh kondisi tertentu, seperti kerusakan

system saraf, gangguan pada hati atau ginjal, atau karena gangguan metabolisme (mis;

hipertiroidisme). Pada kondisi tertentu, hipersomnia dapat digunakan sebagai mekanisme

koping untuk menghindari tanggung jawab pada siang hari.

I. Apnea saat tidur

Apnea saat tidur atau sleep abnea adalah kondisi terhentinya nafas secara periodik

pada saat tidur. Kondisi ini diduga terjadi pada orang yang mengorok dengan keras, sering

terjaga di malam hari, insomnia, mengantuk berlebihan pada siang hari, sakit kepala disiang

hari, iritabilitas, atau mengalami perubahan psikologis seperti hipertensi atau aritmia jantung.

2.8 Asuhan Keperawatan Klien dengan Masalah Tidur

A. Pengkajian

Pengkajian tentang pola tidur klien meliputi riwayat tidur, catatan tidur, pemeriksaan

fisik, dan tinjauan pemeriksaan diagnostik.

B. Riwayat tidur

Pengkajian riwayat tidur secara umum dilakukan segera setelah klien memasuki

faislitas perawatan. Ini memungkinkan perawat menggabungkan kebutuhan klien dan hal-hal

yang ia sukai ke dalam rencana perawatan. Riwayat tidur ini meliputi:

a) Pola tidur yang biasa.

b) Ritual sebelum tidur.

c) Penggunaan obat tidur atau obat-obatan lainnya.

15
d) Lingkungan tidur.

e) Perubahan terkini pada pola tidur.

Selain itu, riwayat ini juga harus mencakup berbagai masalah yang ditemui pada pola

tidur, penyebabnya, kapan pertama kali masalah tersebut muncul, frekuensinya, pengaruh

terahdap keseharian klien,dan bagaimana klien berkoping dengan masalah tersebut.

C. Catatan tidur

Catatan tidur sangatlah bermanfaat khusus untuk klien yang memiliki masalah tidur

sebab catatan ini berisi berbagai informasi penting terkait pola tidur klien.

Catatan tidur dapat mencakup keseluruhan atau sebagian dari informasi berikut:

a) Jumlah jam tidur total per hari.

b) Aktivitas yang dilakukan 2-3 jam sebelum tidur (jenis, durasi, dan waktu).

c) Ritual sebelum tidur (mis; minum air, obat tidur).

d) Waktu : (a) pergi tidur, (b) mencoba tidur, (c) tertidur, (d) terjaga di malam hari

dan durasinya, serta (e) bangun tidur di pagi hari.

e) Adanya masalah yang klien yakini dapat memengaruhi tidurnya.

f) Faktor yang klien yakini member pengaruh positif atau negatif pada tidurnya.

Kemudian, perawat dapat mengembangkan data tersebut menjadi bagan atau grafik

yang berguna untuk mengidentifikasi masalah tidur yang klien alami.

D. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik meliputi observasi penampilan, perilaku, dan tingkat energi klien.

Penampilan yang menandakan klien mengalami masalah tidur antara lain adanya

lingkaran hitam di sekitar mata, konjungtiva kemerahan, kelopak mata bengkak dan

lainnya. Sedangkan indikasi perilaku dapat meliputi iritabilitas, gelisah, tidak

perhatian, bicara lambat, menguap dan lain-lain. Di samping itu, klien yang

16
mengalami masalah tidur juga dapat terlihat lemah, letargi, atau lelah akibat

kekurangan energi.

E. Pemeriksaan diagnostik

Tidur dapat diukur secaran objektif dengan menggunakan alat yang disebut

polisomnografi. Alat ini dapat merekam elektroensefalogram (EEG), elektromiogram

(EMG), dan elektro-okulogram (EOG) sekaligus. Dengan alat ini kita dapat mengkaji

aktivitas klien selama tidur. Aktivitas yang klien lakukan tanpa sadar tersebut bisa

jadi merupakan penyebab seringnya klien terjaga di malam hari.

F. Penetapan diagnosis

Menurut NANDA (2003), diagnosis keperawatan yang dapat ditegakkan untuk klien

dengan masalah tidur adalah gangguan pola tidur.eitologi untuk label diagnosis ini

dapat bervariasi dan spesifik untuk masing-masing individu.hal ini meliputi

ketidaknyamanan fisik atau nyeri, ansietas, perubahan waktu tidur yang sering, serta

perubahan lingkungan tidur atau ritual sebelum tidur.

Selain sebagai label diagnosis, gangguan pola tidur juga bisa menjadi etiologi untuk

diagnosis yang lain, seperti Risiko Cedera, kelelahan, Ketidakefektifan Koping,

Asietas, Intoleransi Aktivitas dan lain-lain.

G. Perencanaan dan implementasi

Tujuan utama asuhan keperawatan untuk klien dengan gangguan tidur adalah untuk

mempertahankan (atau membentuk) pola tidur yang memberikan energi yang cukup

untuk menjalani aktivitas sehari-hari. Sedangkan tujuan lainnya dapat terkait dengan

upaya miningkatkan perasaan sejahtera klien atau meningkatkan kualitas tidurnya.

1). Gangguan pola tidur.

Yang berhubungan dengan:

17
a. Sering terjaga di malam hari, sekunder akibat (gangguan transport oksigen,

gangguan eliminasi, gangguan metabolisme).

b. Tidur berlebihan di siang hari, sekunder akibat medikasi (mis; sedatif,

hipnotik, antidepresan, amfetamin, barbiturate, dll).

c. Depresi.

d. Nyeri.

e. Aktivitas siang hari yang tidak adekuat.

f. Perubahan lingkungan.

g. Perubahan ritme sirkadian

h. Takut.

b) Kriteri hasil

Individu akan melaporkan keseimbangan yang optimal antara istirahat dan aktivitas.

c) Indikator

a. Menjelaskan faktor yang mencegah atau menghambat tidur.

b. Mengidentifikasi teknik untuk memudahkan tidur.

d) Intervensi umum

a. Identifikasi faktor yang menyebabkan gangguan tidur (nyeri, takut, stress, ansietas,

imobilitas, sering berkemih, lingkungan yang asing, temperature, aktivitas yang tidak

adekuat).

b. Kurangi atau hilangkan distraksi lingkungan dan gangguan tidur.

A.Bising:

1. .Tutup pintu kamar

2. Cabut kabel telepon

3. Nyalakan “bunyi-bunyi yang lembut” (mis; kipas angin, music yang

tenang, suara hujan, angin).

18
4. Pasang lampu tidur.

5. Turunkan volume alarm dan TV.

B.Gangguan

1. Hindari prosedur yang tidak perlu selama periode tidur.

2. Batasi pengunjung selama periode istirahat yang optimal (mis; setelah

makan).

3. Apabila berkemih malam hari dapat mengganggu tidur, minta klien

untuk membatasi asupan cairan pada malam hari dan berkemih

sebelum tidur.

4. Tingkatkan aktivitas di siang hari, sesuai indikasi.

5. Buat jadwal program aktivitas untuk siang hari bersama klien (jalan

kaki, terapi fisik).

6. Jangan tidur siang lebih dari 90 menit

7. Anjurkan klien untuk olah raga pagi hari

8. Anjurkan orang lain untuk berkomunikasi dengan klien rangsang ia

untuk tetap terjaga.

9. Bantu upaya tidur

Kaji rutinitas tidur yang biasa dilakukan klien, keluarga atau orang tua-jam, praktik hygiene,

ritual (membaca, bermain)-dan patuhi semaksimal mungkin

1) Anjurkan atau berikan perawatan pada petang hari (mis; hygiene personal, linen dan

baju tidur yang bersih).

2) Kaji rutinitas tidur yang biasa dilakukan klien, keluarga atau orang tua-jam, praktik

hygiene, ritual (membaca, bermain)-dan patuhi semaksimal mungkin

3) Gunakan alat bantu tidur (mis; air hangat untuk mandi, bahan bacaan, pijatan di

punggung,susu, music yang lembut, dll).

19
4) Pastikan klien tidur tnpa gangguan selama sedikitnya 4 atau 5 periode, masing-

masing 90 menit, setiap 24 jam.

5) Catat lamanya tidur tanpa gangguan untuk setiap sif.

a. Ajarkan rutinitas tidur di rumah (Miller, 1999):

6) Pertahankan jadwal harian yang konsisten untuk bangun, tidur, dan istirahat (hari

biasa, akhir pekan).

7) Bangunlah di waktu yang biasa, bahkan jika tidur anda tidak nyenyak, hindari berada

di tempat tidur setelah terjaga.

8) Gunakan tempat tidur hanya untuk aktivitas yang terkait dengan tidur.

9) Apabila anda terjaga dan tidak dapat tidur kembali, beranjaklah dari tempat tidur

dan membacalah di ruangan lain selama 30 menit.

10) Hindari makanan dan minuman yang mengandung kafein (coklat, the, kopi) saat

siang dan petang hari.

11) Hindari minuman yang beralkohol.

12) Upayakan mengonsumsi kudapan yang kaya L-triptofan (mis; susu, kacang)

menjelang tidur.

a. Jelaskan pentingnya olah raga secara teratur (jalan kaki,lari, senam aerobic

dan latihan) fisik selama sedikitnya satu setengah jam tiga kali seminggu (jika

tidak dikoordinasikan) untuk menurunkan stress dan memudahkan tidur.

b. Jelaskan bahwa obat-obat hipnotik tidak boleh digunakan untuk waktu yang

lama karena berisiko menyebabkan toleransi dan mengganggu fungsi pada

siang hari.

c. Jelaskan pada klien dan orang terdekat klien mengenai penyebab gangguan

tidur/istirahat berikut cara-cara yang mungkin dilakukan untuk menghindari

atau meminimalkan penyebab tersebut.

20
e) Rasional

a. Tidur akan sulit dilakukan tanpa relaksasi. Lingkungan rumah sakit yang asing

dapat menghambat relaksasi.

b. Agar merasa segar, individu biasanya harus menyelesaikan keseluruhan siklus

tidur (70-100 menit) sebanyak 4 atau 5 kali semalam (Cohen & Meritt, 1992;

Thelan et al, 1998).

c. Keefektifan obat-obatan sdatif dan hipnotik mulai berkurang setelah satu

minggu penggunaan. Kondisi ini menuntut pemberian dosis yang tinggi dan

berisiko menyebabkan ketergantungan.

d. Ritual/kebiasaan tidur yang biasa dilakukan dapat meningkatkan relaksasi dan

membantu tidur (Cohen & Meritt, 1992).

e. Susu hangat yang mengandung L-triptofan merupakan penginduksi tidur

(hammer, 1991).

f. Kafein dan nikotin adalah stimulan SSP yang dapat memperpanjang masa

laten dan meningkatkan frekuensi terjaga di malam hari (Miller, 1999).

g. Alkohol dapat menginduksi kantuk, tetapi menekan tidur REM dan

meningkatkan frekuensi terjaga (Miller, 1999).

h. Tidur saat dini hari menghasilkan lebih banyak tidur REM dibandingkan tidur

pada siang hari. Tidur siang lebih dari 90 menit mengurangi stimulus untuk

siklus tidur yang lebih panjang, yang di dalamnya terdapat tidur REM (Thelan et

al, 1998).

i. Para peneliti menyebutkan, penghalang utama tidur pada klien yang

menjalani perawatan kritis adalah aktivitas, kebisingan, nyeri, kondisi fisik,

prosedur keperawatan, cahaya, dan hipotermia.

21
j. Kebisingan lingkungan yang tidak dapat dihilangkan atau dikurangi dapt

ditutupi dengan “bunyi-bunyi yang lembut” (mis; kipas angin, music yang lembut,

suara rekaman {hujan, ombak pantai}) (Miller, 1999).

k. Pola tidur yang tidak teratur dapat mengganggu irama sirkardian normal;

kemungkinan menyebabkan sulit tidur.

H. Evaluasi

1) Klien menggunakan terapi relaksasi setiap makan malam sebelum pergi tidur dengan

meminta klien melaporkan keberhasilan tidur dan tetap tidur.

2) Klien melaporkan perasaan nyaman setelah terbangun di pagi hari dengan meminta

klien melaporkan keberhasilan tidur dan tetap tidur.

3) Klien melaporkan dapat menyelesaikan tanggung jawab pekerjaan dalam 4 minggu

dengan mengobservasi ekspresi dan prilaku nonverbal pada saat klien terjaga.

4) Pola tidur normal untuk masa anak adalah 11-12 jam /hari terpenuhi, masa sekolah 10

jam/hari terpenuhi, masa remaja 7-8 jam/hari terpenuhi

22
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Istirahat dan tidur merupakan kebutuhan dasar yang di butuhkan semua orang. Setiap

individu mempunyai kebutuhan istirahat dan tidur yang berbeda. Dengn pola istirahat

dan tidur yang baik, benar, dan teratyr akan memberikan efek yang baik terhadap

kesehatan, yaitu efek fisiologis terhadap sistem syaraf yanng di perkirakan dapat

memulihkan kepekaan normal dan keseimbangan di antara susunan saraf, serta

berefek terhadap struktur tubuh dengan memulihkan kesegaran dan fungsi organ

tubuh.

B. Saran

Setiap individu harus menjaga kecukupan kebutuhan istirahat dan tidurnya sesuai

kebutuhannya. Dengan kondisi jiwa dan fisik yang sehat maka dapat melakukan

berbagai kegiatan dengan baik. Perawat perlu berupaya membantu pemenuhan

kebutuhan istirahat dan tidur klien sesuai dengan dengan prosedur yang benar

sehingga perawat harus mempunyai, kopetensi yang baik terkait dengan kebutuhan

istirahat dan tidur sehingga pelayanan terhadap klien dapat berjalan dengan baik dan

benar.

23
DAFTAR PUSTAKA

http://cepsuhikmat.blogspot.com/2012/05/dokumentasi-pada-strategi-khusus.html

http://khoirulhadi.blogspot.com/2010/09/askep-kebutuhan-istirahat-dan-tidur_23.html

24

Anda mungkin juga menyukai